Dokumen tersebut membahas proses penyusunan kebijakan dan strategi nasional mutu pelayanan kesehatan Indonesia melalui analisis situasi mutu pelayanan kesehatan. Proses ini melibatkan literatur review, dua kali workshop yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan pengembangan analisis situasi berdasarkan delapan elemen kebijakan mutu pelayanan kesehatan WHO. Hasil akhir akan menjadi dasar penyusunan keb
2. Latar Belakang
§Mutu menjadi kunci implementasi Universal Health
Coverage yang sukses dan kunci untuk mencapai SDGs
§Department of Service Delivery and Safety, WHO
menginisiasi pengembangan National Quality Policy and
Strategy (NQPS) berkolaborasi dengan beberapa negara
termasuk Indonesia.
§Dengan dibentuknya Direktorat Mutu dan Akreditasi
Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, terbuka
kesempatan emas untuk menyusun Kebijakan dan
Strategi Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia
(NQPS Indonesia)
6. Hasil Kegiatan
Tinjauan Literatur Dokumen Regulasi
Kami melakukan Desk Review terhadap dokumen
regulasi terkait mutu pelayanan kesehatan
Ditemukan 258 dokumen regulasi yang terdiri dari:
v19 Undang-undang
v26 peraturan pemerintah
v1 peraturan pemerintah pengganti UU
v18 peraturan presiden
v2 keputusan presiden
v98 peraturan menteri
v93 keputusan menteri
v3 peraturan daerah
Saat ini, tidak ada regulasi yang spesifik tentang
mutu pelayanan kesehatan Indonesia
0
20
40
60
80
100
19
26
1
18
2
98
93
3
Dokumen Regulasi Terkait Mutu Pelayanan Kesehatan
7. Secara khusus, isi regulasi mengenai:
1. Pemerintah (pusat dan daerah)
2. Masyarakat (perlindungan konsumen, hak pasien
dan keselamatan pasien)
3. Layanan dan informasi publik
4. Fasilitas kesehatan
5. Perizinan dan registrasi sarana kesehatan
6. Perizinan dan registrasi tenaga kesehatan
7. Standar profesi dan standar kompetensi
8. Pedoman pelayanan
9. Standar pelayanan
10. Akreditasi fasilitas kesehatan
11. Pendidikan calon tenaga kesehatan
12. Mutu dalam implementasi JKN
13. Insentif
14. Monitoring institusi kesehatan
15. Organisasi eksternal
8. Workshop 1: Identifikasi dan Pelibatan Pemangku Kepentingan
(Stakeholder Mapping and Engagement), 23-24 Oktober 2017
31 Peserta dari 13 institusi
1. WHO Indonesia
2. Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan,
Kemenkes
3. Direktorat of Pelayanan Kesehatan Primer, Kemenkes
4. Direktorat of P2ML, Kemenkes
5. BPPSDMK, Kementerian Kesehatan
6. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
7. BPJS Kesehatan
8. Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA)
9. Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI)
10. Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
11. Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
12. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI)
13. Yayasan Orangtua Peduli (YOP)
9. Tujuan Workshop 1
1. Identifikasi pemangku kepentingan yang terkait
dengan mutu pelayanan kesehatan Indonesia
2. Menilai peran dan tanggung jawab setiap
pemangku kepentingan terhadap mutu
pelayanan kesehatan Indonesia
3. Menentukan metode keterlibatan pemangku
kepetingan dalam peningkatan mutu pelayanan
kesehatan Indonesia
12. Workshop 2: Analisis situasi mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia, 13-14 November 2017
20 Peserta dari 11 Institusi
1. WHO Indonesia
2. Direktorat Mutu dan Akreditasi Yankes,
Kemenkes
3. Direktorat of P2ML, Kemenkes
4. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
5. BPJS Kesehatan
6. Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA)
7. Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI)
8. Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
9. Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI)
10. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI)
11. Yayasan Orangtua Peduli (YOP)
19. 1. Pendahuluan
1.1 RELEVANSI GLOBAL
vSejarah peningkatan mutu pelayanan
kesehatan
vGlobal Patient Safety Challenge oleh
World Alliance for Patient Safety
vUniversal Health Coverage
vSustainable Development Goals (SDGs)
vNQPS
1.2 RELEVANSI DI ASIA TENGGARA
Strategi regional keselamatan pasien oleh
WHO South-East Asia 2016-2025
22. 3. Definisi and Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
3.1 Definisi Mutu
DEFINISI INTERNASIONAL
vTingkat layanan kesehatan bagi individu dan
populasi yang konsisten dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan dapat meningkatkan hasil
kesehatan sesuai yang diinginkan (IOM, 2001)
v Definisi kerja untuk mutu pelayanan
menggambarkan ciri mutu dalam pelayanan
dan sistem kesehatan, dimana layanan
kesehatan harus memenuhi enam
area/dimensi mutu yaitu efektif, efisien,
mudah diakses, dapat diterima/fokus
kepada pasien, adil serta aman (WHO, 2006)
DEFINISI NASIONAL
vPelayanan kesehatan yang bermutu merupakan
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit sebagai
bagian dari tata kelola klinis yang baik (Permenkes No.
69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban
Pasien, pada Bab II Kewajiban Rumah Sakit Pasal 17 ayat 4).
vUpaya kesehatan bermutu merupakan upaya yang
memberikan rasa puas sebagai pernyataan subjektif
pelanggan, dan menghasilkan outcome sebagai
bukti objektif dari mutu layanan yang diterima
pelanggan (Permenkes No. 44 Tahun 2016 tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas)
Definisi komprehensif mutu masih sangat kurang
23. 3. Definisi and Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
3.2 Dimensi Mutu
IOM
(2001)
WHO
(2006)
NHS- UK
(1997)
Victoria
(Australia)
(2005)
Irlandia
(2016)
Indonesia
(2013)
Indonesia
(2008)
Indonesia
(2017)
PerPres No.12
tahun 2013
Kepmenkes
No.129/Menkes/
SK/II/2008
Hasil diskusi
Aman Aman Peningkatan
kesehatan
Aman Aman Keamanan pasien Keselamatan Aman
Efektif Efektif Keefektifan
layanan
kesehatan yang
tepat
Efektif Efektif Efektivitas Kenyamanan Efektif
Fokus pada
pasien
Dapat
diterima/fokus
pada pasien
Mudah diakses
Pengalaman
pasien
Dapat diterima Fokus terhadap
individu
Kesesuaian Kesinambungan Dapat
diterima/fokus
pada pasien
Efisien Efisien Efisien Efisien Kesehatan dan
kesejahteraan
lebih baik
Efisiensi Akses Efisien
Tepat waktu Mudah diakses Akses yang adil Mudah diakses Kompetensi
teknis
Mudah diakses
Adil Adil Kelayakan Hubungan antar
manusia
Adil
Tepat Waktu
Dimensi mutu bervariasi dalam
berbagai dokumen
24. Indonesia: Usulan Dimensi Mutu
Aman Efektif Efisien Fokus
kepada
pasien
Mudah
diakses
Adil
Pencegahan
primer
Kesehatan
membaik
Hidup
dengan
kondisi sakit
Mengatasi
akhir
kehidupan
Cakupan efektif
Perlindungan
risiko finansial
Peningkatan
status kesehatan
Faktor penentu
non-kesehatan
STRUKTUR PROSES OUTCOME
Layanan Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Informasi
Obat, alkes dan
teknologi
Pembiayaan
Kepemimpinan/
tatakelola
25. 4. Analisis Situasi
4.1 Kesehatan
◦ 4.1.1 Status kesehatan (angka kematian ibu
dan bayi, upaya KIA, status nutrisi, beban
penyakit-> penyakit infeksi and penyakit tidak
menular, angka harapan hidup)
◦ 4.1.2 Sistem kesehatan (didiskusikan
menggunakan Kerangka Sistem Kesehatan
WHO)
◦ 4.1.3 Rencana Strategi Kementerian Kesehatan
2015-2019
26. 4.2 Pelayanan Kesehatan
◦ 4.2.1 Fasilitas Pelayanan
Kesehatan (jumlah dan
distribusi puskesmas dan RS,
status akreditasi)
◦ 4.2.2 SDM Kesehatan (jumlah
dan distribusi tenaga
kesehatan, dokter puskesmas,
dan dokter spesialis)
30. 4.3.4 Metode dan Intervensi
1. Perizinan fasilitas dan
infrastruktur layanan kesehatan
2. Perizinan dan registrasi tenaga
kesehatan
3. Peningkatan Mutu
4. Mutu Tenaga Kesehatan
5. Mutu Pendidikan
6. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
7. Akses dan distribusi fasilitas dan
tenaga kesehatan
8. Akuntabilitas kerja
9. Sistem Informasi Kesehatan dan
Teknologi Kesehatan
10. Program kolaborasi dengan
lembaga donor
31.
32. Pencapaian Penting
Dalam Upaya
Peningkatan Mutu
Pelayanan
Kesehatan
Tahun Capaian
1988 Implementasi Gugus Kendali Mutu
1989 Pengembangan Quality Assurance oleh PERSI
1994 Implementasi Total Quality Management (TQM)
1995 Akreditasi Rumah Sakit oleh KARS, dimulai dari 5 layanan, 12 layanan and 16 layanan
2004 Sertifikasi ISO 9001:2000 untuk fasilitas kesehatan
2005 Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit oleh PERSI dan Kementerian Kesehatan
2007 Uji kompetensi dokter dan dokter gigi
2007 Jakarta Declaration on Patients for Patient Safety in Countries of the South-East Asia
Region
2008 Permenkes tentang SPM (Standar Pelayanan Minimal) RS
2009 Permenkes tentang Rumah Sakit Kelas Dunia dan JCI ditetapkan sebagai lembaga
independen yang melakukan akreditasi RS internasional di Indonesia.
2012 Akreditasi Laboratorium Kesehatan oleh KALK
2012 Permenkes tentang akreditasi RS dan dimulainya implementasi akreditasi RS dengan
KARS versi 2012 (diadaptasi dari JCI edisi 4)
2014 Implementasi JKN
2015 Permenkes tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
2016 Pembentukan Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan di Kementerian
Kesehatan
2017 KARS diakui oleh ISQUA sebagai badan akreditasi internasional dan diluncurkannya
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1
2017 Tahap Awal Penyusunan NQPS Indonesia
34. 4.3.6 Sistem Informasi Kesehatan
v SIKNAS/SIKDA
v Aplikasi berbasis website: SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit), Sistem Informasi Rawat Inap
(SIRANAP), Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE), pendaftaran online dan SMS gateaway,
berita/warta Yankes, Simpadu/E-Pak, Office Go dan sistem penanggulangan gawat darurat
terpadu (SPGDT 911).
v Hasil akreditasi RS dari Website KARS
v Health Technology Assesment (HTA)
v Aplikasi Pcare (Primary Care)
v LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
v Laporan kinerja tahunan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dll
35. 4.3.7 Penelitian Mutu Pelayanan Kesehatan
Berbagai kajian dan penelitian dilakukan untuk
mengevaluasi peningkatan mutu pelayanan kesehatan
seperti:
1. Pengukuran Indeks Kualitas Layanan Kesehatan (2016)
oleh BPJS dan UGM
2. Pengembangan Manajemen Kinerja perawat dan bidan
(2001) oleh Kementerian Kesehatan, WHO, dan UGM
1. HAPIE (Hospital Accreditation Programme Impact
Evaluation) 2011-2016 oleh USAID dan UI
2. Health Sector Review: Quality and Safety of healthcare
(2014) oleh Bappenas, AusAid, WHO, UGM, World Bank
3. Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS) 2011-
2016 oleh Kementerian Kesehatan dan USAID
36. 4.4 Tantangan Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Regulasi masih terfragmentasi dan belum ada regulasi
yang eksplisit mengatur mutu pelayanan kesehatan
2. Monitoring dan evaluasi belum konsisten dan data
belum digunakan secara optimal
3. Organisasi yang terlibat dalam peningkatan mutu belum
memiliki kejelasan peran dan tanggung jawabnya
4. Sistem akreditasi belum sepenuhnya terintegrasi
dengan budaya peningkatan mutu
5. Kesulitan dalam mengakses dan aplikasi Pedoman
Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) secara
konsisten
6. Berbagai institusi mengembangkan berbagai indikator
mutu yang berbeda dan indikator belum dapat
meningkatkan mutu secara optimal
7. Belum ada dokumentasi yang baik terkait efektivitas
berbagai intervensi peningkatan mutu
8. Belum ada pembagian tugas, fungsi dan kewenangan
yang jelas dari setiap level institusi dalam peningkatan
mutu
9. JKN masih belum cukup untuk mempromosikan
penyediaan layanan kesehatan berkualitas tinggi
10. Perbedaan situasi dan kapasitas antar fasiitas
kesehatan membutuhkan intervensi yang berbeda
dalam peningkatan mutu
11. Masyarakat masih kurang aktif dalam menyampaikan
aspirasinya terkait layanan kesehatan kepada
pemangku kepentingan yang berwenang