2. Latar Belakang Masalah
Sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari beberapa faktor. Faktor
tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari
dalam negeri dan faktor dari luar negeri.
Faktor-faktor dari luar negeri:
a. Dampak pendidikan luar negeri
b. Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905
c. Nasionalisme Asia
3. Faktor-faktor dari dalam negeri :
a. Penderitaan akibat penjajahan
b. Kesatuan Indonesia di bawah Pax Neerlandica
c. Perkembangan komunikasi
d. Penggunaan Bahasa Melayu
e. Ditetapkannya Undang-Undang Desentralisasi
1903
f. Reaksi terhadap perlawanan yang bersifat
kedaerahan
g. Inspirasi kejayaan masa lalu
h. Terbatasnya kesempatan bagi Bangsa Indonesia
di BidangPengajaran dan Pendidikan
i. Gerakan orang-orang Cina yang mendirikan
perguruan bagi masyarakat mereka sendiri
(Tionghoa Hwee Kwan)
4. 1. Kiai Haji Samanhudi
Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah Sudarno
Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868–Klaten,
Jawa Tengah28 Desember 1956) adalah pendiri Sarekat
Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa di Indonesia
yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha
batik di Surakarta.
Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan
perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan
Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas
beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun
1911. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang
pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk
membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia
mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan
cita-citanya.
5. 2. H.O.S. Cokro Aminoto
Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6
Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur
52 tahun) adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di
Indonesia. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah
bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada
saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat
sebagai bupati Ponorogo.
Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid
yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia,
yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan
Kartosuwiryo yang agamis.
Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi
Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah
jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin.
Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah
Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.
Ini menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada
masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang
pejuang kemerdekaan.
6. Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukit tinggi,
Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di
Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada
umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan dan
wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah
di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan
tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota
Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal
Sarekat Islam.[1] Ia dimakamkan di TMP Cikutra -
Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan
nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno,
pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30
Agustus 1959)
7. Semaun (lahir di Curahmalang, kecamatan
Sumobito, termasuk dalam kawedanan
Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur
sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971)
adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia
(PKI).
Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan
pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang,
Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh.
Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun
1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun
1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan
buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang.
Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk
menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang
makan 10 persen.
9. PEMBUBARAN SAREKAT
ISLAM
PROSES :
Pada 5 juli 1960, dengan Perpres Nomor 13 tahun
1960 tentang Pengakuan,Pengawasan, dan
Pembubaran Partai Politik. Presiden Soekarno
menjalankan kebijakan penyederhanaan partai
politik sebagai pelaksanaan Penpres Nomor 7 tahun
1959 tentang syarat syarat dan Penyederhanaan
kepartaian.Perpres Nomor 13 tahun 1960 tsb
selanjutnya diubah dengan Penpres Nomor 25
tahun 1960 yg memberikan waktu hingga 28
Februari 1961 bagi partai politik yg telah terbentuk
sebelum 5 juli 1959 untuk melaporkan kepada
Presiden Mengenai AD ART,Jumlah cabang dan
Jumlah anggota tiap cabang.catatan seluruh
anggota.