Dokumen tersebut membahas tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang mencakup pengertian, dasar hukum, tujuan, kewajiban penolong, peralatan, pemeriksaan, pendarahan, dan cedera sistem otot dan rangka. Dokumen ini memberikan panduan dasar untuk memberikan pertolongan pertama yang tepat bagi korban kecelakaan.
2. Pengertian
Pertolongan Pertama
Pemberian pertolongan segera kepada penderita sakit
ataupun cedera (kecelakaan) yang memerlukan penanganan
medis dasar.
Medis Dasar
Tindakan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran yang
dimiliki oleh orang awam atau orang awam yang terlatih
secara khusus.
3. Dasar Hukum
Dasar hukum mengenai pertolongan pertama belum diatur
secara khusus, namun umumnya merujuk pasal 531 KUHP yang
menyebutkan bahwa :
“ Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai
memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri
atau orang lain akan kena bahaya, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati,
diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566 “
Dasar hukum mengenai pertolongan pertama belum diatur
secara khusus, namun umumnya merujuk pasal 531 KUHP yang
menyebutkan bahwa :
“ Barangsiapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai
memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri
atau orang lain akan kena bahaya, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika orang yang perlu ditolong itu mati,
diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304s, 478, 535, 566 “
4. Tujuan
1. Menyelamatkan jiwa penderita
2. Mencegah kecacatan
3. Memberikan rasa nyaman dan
menunjang proses penyembuhan
5. Kewajiban penolong
1. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, penderita dan orang lain di
sekitarnya.
2. Dapat menjangkau penderita baik dalam kendaraan, kerumunan
massa maupun bangunan.
3. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
4. Meminta bantuan ataupun rujukan apabila diperlukan.
5. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan
keadaan korban.
6. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
7. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
8. Melakukan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
9. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasikan.
7. Pemeriksaan
A. Penilaian Keadaan
1. Bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang kejadian
kecelakaan.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung
ataupun mendukung pelaksanaan pertolongan pertama.
3. Menilai mengenai bahaya lain yang dapat terjadi baik terhadap
penderita, penolong maupun orang lain di sekitar tempat
kejadian.
4. Pada tahap ini penolong juga perlu melakukan langkah-langkah
pengamanan lokasi, penderita, diri sendiri maupun orang lain di
tempat kejadian. Selain hal tersebut penolong juga menilai
bantuan apa saja yang diperlukan jika dianggap perlu dan
memungkinkan.
9. Pemeriksaan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Perubahan Bentuk.
2. Luka Terbuka.
3. Nyeri Tekan.
4. Bengkak.
5. Lainnya :
Suhu Tubuh : 37 derajat Celcius.
Tekanan Darah (normal dewasa :
60/100 mmHg - 90/140 mmHg).
Penilaian PernafasanPemeriksaan Nadi Radial Pemeriksaan Nadi Karotis
10. Pendarahan
A. Pengertian
Rusaknya dinding pembuluh darah yang dapat disebabkan oleh
ruda paksa (trauma) ataupun penyakit.
B. Derajat Berat Perdarahan
Kehilangan darah sebanyak 1000 cc pada manusia dewasa
merupakan hal yang serius, sedangkan pada anak kehilangan 500
cc darah juga merupakan hal yang serius. Pada bayi, kehilangan
150 cc darah dapat mengancam nyawa.
C. Penolong
Gunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan penyakit
melalui kontak dengan darah.
Hindari menyentuh mulut, hidung, mata dan makanan sewaktu
menolong penderita karena dapat menjadikan media penularan
penyakit melalui kontak darah.
11. Pendarahan
D. Macam Perdarahan
1. Perdarahan Luar : rusaknya pembuluh darah disertai dengan
kerusakan kulit yang memungkinkan darah keluar dari tubuh.
a) Perdarahan Arteri : pembuluh nadi keluar menyembur sesuai
dengan denyut pada nadi dan darah berwarna merah terang
karena darah kaya akan oksigen.
b) Perdarahan Vena : ditandai dengan darah yang keluar dari
pembuluh balik (vena) yang berwarna agak gelap.
c) Perdarahan Rambut (Kapiler) : berasal dari pembuluh rambut
(kapiler), dimana darah merembes keluar perlahan. Darah yang
keluar bervariasi antara merah terang ataupun merah gelap.
Umumnya membeku sendiri perlahan.
2. Perdarahan Dalam : penyebab umum perdarahan dalam ialah
benturan keras dengan benda tumpul, terjatuh, ledakan dan
sejenisnya. Perdarahan di bawah kulit dan dapat beresiko tinggi.
12. Pendarahan
D. Macam Perdarahan
Tanda-tanda :
Cedera ataupun memar disertai nyeri dan pembengkakan.
Muntah darah, batuk darah, berak darah, kencing disertai darah,
keluar darah atau cairan dari hidung atau telinga baik berupa darah
segar maupun darah hitam seperti kopi.
13. Pendarahan
E. Penanganan Perdarahan
1. Perdarahan Luar
a) Tekanan Langsung : Menekan bagian yang berdarah tepat di atas
luka, umumnya perdarahan akan berhenti 5 - 15 menit
kemudian. Beri pembalut tekan untuk menghentikan
perdarahan.
b) Elevasi : meninggikan daerah luka lebih tinggi dari jantung
disertai dengan teknik penekanan langsung di atas. Berguna
untuk memperlambat perdarahan. Untuk luka di anggota gerak.
c) Titik tekan : menekan pembuluh nadi di atas daerah yang
mengalami perdarahan. Terdapat 2 (dua) titik tekan yaitu nadi
brakialis (pembuluh nadi di lengan atas) dan nadi femoralis
(pembuluh nadi di lipat paha).
d) Cara lain :
Immobilisasi dengan atau tanpa pembidaian.
Kompres dingin.
Torniket.
14. Pendarahan
2. Perdarahan Dalam
a) Baringkan penderita.
b) Jangan memberikan makanan ataupun minuman pada
penderita.
c) Berikan oksigen bila ada.
d) Rawat sebagai syok.
15. Cedera sistem otot & rangka
A. Sistem Otot dan Rangka
Sistem muskuloskeletal (otot-rangka) memungkinkan manusia
berdiri tegak dan bergerak.
Juga berfungsi untuk melindungi organ dalam tubuh vital.
Erat kaitannya dengan anggota gerak, setiap cedera ataupun
gangguan pada sistem ini akan mengakibatkan terganggunya
pergerakan seseorang untuk sementara ataupun selamanya.
A. Macam-Macam Cedera Sistem Otot dan Rangka
1. Patah Tulang.
a) Tanda-tanda : perubahan bentuk anggota badan, nyeri dan
kaku pada daerah yang cedera (patah), suara derik pada
daerah patahan karena gesekan antar tulang yang patah,
pembengkakan (robeknya jaringan lunak sekitar daerah
patahan), memar (perubahan warna kulit karena cedera
bawah kulit) dan gangguan peredaran darah dan
persyarafan.
16. b) Jenis-Jenis Patah Tulang.
Patah Tulang Terbuka : ditandai dengan adanya luka di
permukaan kulit di atas/dekat bagian tulang yang patah sehingga
bagian tulang yang patah berhubungan langsung dengan udara,
akan tetapi patahan tulang tidak selalu terlihat menonjol keluar.
Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat
dikarenakan adanya resiko perdarahan serta kemungkinan
terjadinya infeksi lebih besar karena terpapar lingkungan.
Patah Tulang Tertutup : permukaan kulit di dekat daerah
patahan masih utuh sehingga patahan tulang tidak berhubungan
dengan kontak udara luar.
2. Urai/Cerai Sendi (Dislokasi).
Keluarnya kepala sendi dari mangkok sendi atau keluarnya ujung
tulang dari sendinya yang bisa diakibatkan karena sendi yang
teregang melebihi batas normal sehingga kedua ujung tulang
persendian terpisah tidak pada tempatnya. Jaringan ikat sendi
tertarik dan kemungkinan sampai terobek. Tanda-tandanya hampir
sama dengan tanda-tanda patah tulang di atas, namun lokasinya di
b) Jenis-Jenis Patah Tulang.
Patah Tulang Terbuka : ditandai dengan adanya luka di
permukaan kulit di atas/dekat bagian tulang yang patah sehingga
bagian tulang yang patah berhubungan langsung dengan udara,
akan tetapi patahan tulang tidak selalu terlihat menonjol keluar.
Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat
dikarenakan adanya resiko perdarahan serta kemungkinan
terjadinya infeksi lebih besar karena terpapar lingkungan.
Patah Tulang Tertutup : permukaan kulit di dekat daerah
patahan masih utuh sehingga patahan tulang tidak berhubungan
dengan kontak udara luar.
2. Urai/Cerai Sendi (Dislokasi).
Keluarnya kepala sendi dari mangkok sendi atau keluarnya ujung
tulang dari sendinya yang bisa diakibatkan karena sendi yang
teregang melebihi batas normal sehingga kedua ujung tulang
persendian terpisah tidak pada tempatnya. Jaringan ikat sendi
tertarik dan kemungkinan sampai terobek. Tanda-tandanya hampir
sama dengan tanda-tanda patah tulang di atas, namun lokasinya di
daerah persendian secara khusus.
Cedera sistem otot & rangka
18. 3. Terkilir/Keseleo.
a) Terkilir Sendi (Sprain) : robek/putusnya jaringan ikat sekitar
sendi karena sendi teregang melebihi batas normal yang bisa
disebabkan karena salah gerakan atau pun terpeleset. Gejala dan
tanda terkilir sendi antara lain : nyeri, bengkak dan warna kulit
merah kebiruan di sekitar persendian.
b) Terkilir Otot (Strain) : robek/putusnya jaringan otot pada
bagian tendon (ekor otot) karena otot teregang melebihi batas
normal. Cedera ini umumnya terjadi karena pembebanan secara
tiba-tiba pada otot tertentu. Bisa juga terjadi karena
pembebanan berat tanpa pemanasan otot terlebih dahulu
ataupun pemanasan dengan gerakan yang salah dan teregang
melebihi batas normal. Tanda-tanda terkilir otot antara lain :
nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot tertentu, nyri
menyebar keluar disertai kejang dan kaku (kaku otot) dan
bengkak pada daerah cedera.
Cedera sistem otot & rangka
19. Cedera sistem otot & rangka
C. Penanganan Cedera Sistem Otot dan Rangka
1. Lakukan penilaian dini (respon, tanda nafas dan nadi).
2. Lakukan penilaian fisik (perubahan bentuk, luka, nyeri tekan
dan bengkak).
3. Stabilkan bagian yang patah.
4. Atasi perdarahan dan luka (bila ada).
5. Persiapkan alat dan bahan untuk pembidaian kemudian
lakukan pembidaian. Sesuaikan ukuran bidai sesuai ukuran
daerah cedera dan jangan terlalu kuat sehingga peredaran darah
terganggu.
6. Kurangi rasa sakit dengan kompres dingin, jika bukan cedera
patah tulang terbuka.
7. Baringkan penderita pada posisi nyaman.
8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
21. Cedera sistem otot & rangka
D. Macam-Macam Bidai
1. Bidai Keras.
Secara umum terbuat dari bahan yang keras dan kaku. Bahan yang sering
dipakai ialah kayu, aluminium, karton, plastik ataupun bahan lain yang kuat.
Contoh : bidai kayu, bidai dan bidai vakum.
2. Bidai yang dapat dibentuk.
Bidai yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi sesuai dengan
daerah cedera. Contoh : bidai vakum, bantal, selimut, karton dan kawat.
3. Bidai Traksi.
Bidai bentuk jadi yang bervariasi tergantung dari pembuatannya. Umumnya
digunakan oleh tenaga ahli (khusus) dan dipakai untuk patah tulang paha.
Tujuannya ialah untuk menjaga kelurusan dari tulang yang patah.
4. Bidai Gendongan/Bebat.
Umumnya menggunakan pembalut mitela (pembalut segi tiga). Menggunakan
prinsip memanfaatkan tubuh penderita untuk menghentikan pergerakan pada
daerah cedera. Merupakan bidai yang sering digunakan untuk cedera anggota
gerak bagian atas. Contoh : bidai gendongan lengan.
22. Luka bakar
A. Pengertian
Semua cedera yang terjadi akibat paparan terhadap suhu yang tinggi.
A. Penyebab
1. Thermal (suhu di atas 60 derajat Celcius).
2. Kontak Bahan Kimia (asam kuat).
3. Teraliri Listrik Tegangan/Arus Tinggi.
4. Radiasi.
A. Derajat Luka Bakar
1. Luka Bakar Tingkat I (Satu) / Permukaan.
Luka bakar hanya meliputi lapisan kulit paling atas saja. Ditandai dengan kulit
kemerahan, nyeri dan terkadang bengkak pada daerah yang terkena.
Contoh : luka bakar karena sengatan matahari.
23. Luka bakar
2. Luka Bakar Tingkat II (Dua).
Luka bakar meliputi lapisan kulit paling luar sehingga lapisan kulit di bawahnya
terganggu. Luka bakar ini termasuk luka bakar yang paling sakit. Ditandai
dengan gelembung pada kulit yang menggelembung berisi cairan, bengkak,
kulit kemmerahan ataupun putih, lembab dan rusak. Contoh : luka bakar
terkena minyak panas.
3. Luka Bakar Tingkat III (Tiga)
Lapisan yang terkena tidak terbatas. Luka bakar juga bisa sampai ke tulang dan
organ tubuh dalam. Ditandai dengan kulit tampak kering, pucat atau putih dan
gosong atau hitam diikuti dengan mati rasa karena kerusakan syaraf
sehingga rasa nyeri hanya timbul di daerah sekitar luka saja.
Luka bakar tingkat yang lebih tinggi selalu dikelilingi oleh luka
bakar tingkat lebih rendah di sekitarnya
24. Luka bakar
Luka bakar tingkat-I / Derajat I
Luka bakar tingkat-II / Derajat II
Luka bakar tingkat-III / Derajat III
25. Luka bakar
D. Tingkat Keparahan Luka Bakar
1. Luka Bakar Ringan.
Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
Luka bakar derajat III (tiga) kurang dari 2% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 15% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat I (satu) kurang dari 50% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II (dua) kurang dari 10% luas permukaan tubuh
(bayi/anak).
26. Luka bakar
2. Luka Bakar Sedang.
Tidak mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran nafas.
Luka bakar derajat III (tiga) 2% - 10% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II (dua) 15% - 30% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat I (satu) lebih dari 50% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II (dua) 10% - 20% luas permukaan tubuh (bayi/anak).
27. Luka bakar
3. Luka Bakar Berat.
Mengenai wajah, tangan, kaki, sendi, kemaluan atau saluran pernafasan.
Luka bakar derajat III (tiga) lebih dari 10% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II (dua) lebih dari 30% luas permukaan tubuh.
Luka bakar yang disertai nyeri, bengkak dan perubahan bentuk alat gerak.
Luka bakar meliputi satu bagian tubuh seperti lengan, tungkai atau dada.
Luka bakar derajat III (tiga) atau derajat II (dua) lebih besar 20% luas
permukaan tubuh (bayi/anak).
29. Luka bakar
E. Penanganan Luka Bakar
1. Hentikan proses luka bakar, alirkan air dingin pada bagian yang terkena.
Bila proses luka bakar dikarenakan bahan kimia, maka alirkan air dingin
terus-menerus selama 20 menit.
2. Lepaskan pakaiaan ataupun perhiasan penderita. Gunting pakaian apabila
pakaian penderita lengket pada luka bakar.
3. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
4. Berikan oksigen bila ada.
5. Tentukan derajat dan tingkat keparahan luka bakar penderita.
6. Tutup luka bakar menggunakan penutup (kassa) steril. Jangan pecahkan
gelembung serta jangan gunakan salep, antiseptik maupun es pada luka
bakar. Jika luka bakar mengenai mata, maka pastikan kedua mata ditutup.
Jika luka bakar mengenai jari-jemari, maka balut masing-masing jari secara
terpisah.
7. Jaga suhu tubuh penderita dan rawat cedera lain bila ada.
8. Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
30. Luka kimia
F. Penanganan Luka Bakar Khusus
1. Luka Bakar Kimia.
Aliri daerah luka bakar dengan air yang banyak secara terus-menerus
selama 20 menit dan jangan menyiram luka bakar dengan dengan air
apabila diketahui bahan kimia tersebut bereaksi kuat apabila
berkontak dengan air.
Bila terkena mata, maka aliri terus luka bakar dengan air yang banyak
lebih dari 20 menit dan selama perjalanan menuju fasilitas kesehatan
terdekat apabila diperlukan.
Posisikan tubuh agak jauh dari tubuh penderita yang terkontaminasi
bahan kimia untuk keselamatan penolong.
Apabila diketahui bahan kimia berupa serbuk padat, maka sapu
daerah luka bakar dengan sikat halus, kemudian aliri air pada daerah
luka bakar selama 20 menit.
Amankan bekas pakaiaan penderita yang terkontaminasi.
Tutup luka bakar dengan kasa steril.
Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
31. Luka kimia
Luka bakar kimia pada mata
TRAUMA ASAM
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma
kimia mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam
dengan pH < 7 (Asam sulfur, hidroklorida HCL, asam
nitrat, asam asetat CH3COOH, asam kromat Cr2O3,
asam hidroflorida)
Trauma pada mata akibat bahan kimia Asam
32. Luka kimia
Luka bakar kimia pada mata
TRAUMA BASA / Alkali9
Trauma akibat bahan kimia Basa, akan
memberikan akibat yang sangat gawat pada
mata
Alkali akan menembus dengan cepat kornea,
bilik mata depan dan sampai pada jaringan
retina
Trauma kimia Alkali lebih destruktif dibanding kimia
Asam, kimia Alkali merusak kornea dan retina
Trauma pada mata akibat bahan kimia Basa/Alkali9
33. Luka bakar listrik
2. Luka Bakar Listrik.
Matikan sumber listrik dan pindahkan penderita secara hati-hati dari
sumber listrik yang mengalir (gunakan papan dan galah supaya tidak
ikut teraliri listrik apabila aliran listrik masih ada).
Lakukan penilaian dini (respon, nadi dan nafas).
Cari luka bakar di daerah yang teraliri listrik dan tutup dengan kasa
steril.
Persiapkan resisutasi jantung paru (RJP) apabila ada resiko henti
nafas atau henti jantung pada penderita.
Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
34. Luka bakar listrik
Jauhkan sumber listrik dari korban dan yang melakukan pertolongan
Gunakan alat yang tidak menghantarkan listrik untuk menolong korban
agar penolong tidak ikut tersengat aliran listrik
Pastikan berada pada posisi yang aman dari bahaya tersengat listrik
atau kejut listrik
35. Luka bakar
3. Luka Bakar Inhalasi (Menghirup Uap Panas / Bahan Kimia)
Pindahkan penderita ke tempat sejuk dan aman.
Berikan oksigen, jika perlu oksigen yang dilembabkan.
Jaga jalan nafas dan pernafasan.
Lakukan nafas buatan bila perlu.
Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
36. Keracunan
A. Istilah Racun
Racun sendiri ialah suatu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam
jumlah tertentu dapat menimbulkan reaksi tubuh yang tidak diingikan, bahkan
kematian. Reaksi kimia yang terjadi dapat merusak jaringan tubuh ataupun
mengganggu fungsi tubuh. Berbeda dengan penggunaan obat dikarenakan
reaksi penggunaan obat umumnya sudah diketahui dan diinginkan, namun
adakalanya juga reaksi obat menimbulkan hal yang tidak diinginkan seperti
gatal, sesak nafas, lemas, mual, dsj.
A. Contoh Zat Racun
1. Insektisida (pembasmi serangga).
2. Sianida (sering ditemui pada singkong beracun).
3. Logam berat (timah hitam pada asap kendaraan bermotor).
4. Bisa binatang (bisa ular, kalajengking, dsj).
5. Bahan kimia yang bersifat korosif (dapat menyebabkan luka bakar pada
bagian tubuh dalam jika masuk ke dalam tubuh).
37. Keracunan
C. Kejadian Keracunan
1. Sengaja Bunuh Diri.
Penderita sengaja menelan, menghirup ataupun menyuntikkan sesuatu
dalam jumlah melebihi dosis pengobatan atau benda lain yang sebenarnya
tidak ditujukan untuk dikonsumsi dengan cara-cara tersebut di atas. Sering
menyebabkan kematian jika tidak segera mendapat pertolongan.
Contoh : minum racun serangga, obat tidur berlebihan, dsj.
2. Keracunan Tidak Disengaja.
Terjadi akibat terpapar bahan beracun secara tidak sengaja, contoh :
Mengkonsunsi bahan makanan/minuman yang tercemar oleh kuman
ataupun zat kimia tertentu.
Salah minum yang biasanya dialami oleh anak-anak atau orang lanjut
usia yang sudah pikun (misal obat kutu anjing disangka susu, dsj).
Makan singkong yang memiliki kadar sianida tinggi.
Udara yang tercemar gas beracun, dsj.
38. Keracunan
3. Penyalahgunaan Obat.
Obat yang dikonsumsi selain untuk pengobatan.
D. Jalur Masuk Racun
1. Mulut / Alat Pencernaan.
Umumnya terkait dengan bahan-bahan yang terdapat di rumah tangga.
Obat-obatan misalnya obat tidur/penenang yang dikonsumsi dalam jumlah
banyak atau diminum dengan bahan lain sehingga menimbulkan
keracunan.
Makanan yang mengandung racun (misal : singkong beracun), makanan
kadaluarsa serta makanan yang tidak dipersiapkan dengan baik/tercemar.
Obat nyamuk, minyak tanah, dsj.
Makanan/minuman yang mengandung alkohol (minuman keras).
39. Keracunan
2. Pernafasan.
Umumnya berupa gas, uap dan bahan semprotan.
Menghirup gas/udara beracun, misal : gas mobil dalam keadaan mobil
tertutup, uap minyak tanah, dsj.
Kebocoran gas industri, misal : amonia, klorin, dsj.
3. Kulit / Kontak (Absorsi).
Racun yang terserap ada kalanya dapat merusak kulit. Racun yang masuk dari
kulit secara perlahan terserap aliran darah.
Umumnya zat kimia pertanian seperti insektisida, pestisida maupun zat kimia
yang bersifat korosif.
Tanaman.
Tersentuh binatang yang mengandung racun pada kulitnya ataupun bagian
tubuhnya yang lain (umumnya pada binatang yang hidup di air).
40. Keracunan
3. Suntikan / Gigitan.
Zat racun menembus kulit langsung ke dalam tubuh melalui sistem peredaran
darah.
Obat suntik, misal : penyalahgunaan obat dan narkotika.
Gigitan/sengatan binatang yang mengandung bisa racun, misal :
kalajengking, ubur-ubur, dsj.
E. Gejala Umum Keracunan
1. Penurunan respon, gangguan status mental (gelisah, takut, dsj)
2. Gangguan pernafasan
3. Nyeri kepala, pusing ataupun gangguan pengelihatan.
4. Mual ataupun muntah.
5. Lemas, lumpuh ataupun kesemutan.
6. Pucat ataupun kulit kebiruan.
7. Kejang.
8. Syok.
9. Gangguan irama detak jantung ataupun pernafasan.
41. Keracunan
F. Gejala Khusus Keracunan
1. Mulut / Alat Pencernaan.
Mual ataupun muntah.
Nyeri perut.
Diare.
Nafas ataupun mulut yang berbau.
Suara parau, nyeri di saluran cerna (mulut dan kerongkongan).
Luka bakar atau sisa racun di daerah mulut.
Produksi air liur yang berlebih ataupun mulut menjadi berbusa.
2. Pernafasan.
Gangguan pernafasan ataupun pernafasan.
Kulit kebiruan.
Nafas berbau.
Batuk ataupun suara parau.
42. Keracunan
3. Kontak / Kulit (Absorsi).
Daerah kontak berwarna kemerahan, nyeri, melepuh dan meluas.
Syok anafilaktik (gejala alergi yang mengancam nyawa yang dapat
menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, melebarnya pembuluh darah,
naiknya denyut nadi, menurunnya tekanan darah, menyempitnya saluran
nafas, ruam pada kulit, mual dan anggota gerak yang hangat).
4. Suntikan / Gigitan.
Luka di daerah suntikan ataupun gigitan berupa luka tusuk atau bekas
gigitan.
Nyeri pada daerah sekitar suntikan ataupun gigitan dan kemerahan.
Pada Kasus Gigitan Ular :
Demam. ▪ Mual dan muntah.
Pingsan. ▪ Lemah.
Nadi cepat dan lemah. ▪ Kejang.
Gangguan pernafasan.
43. Keracunan
G. Penanganan Keracunan Umum
1. Amankan tempat kejadian.
2. Pengamanan penolong dan penderita apabila diketahui zat racun berupa
gas.
3. Keluarkan penderita dari daerah yang berbahaya.
4. Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi) dan lakukan resusitasi
jantung paru (RJP) bila perlu.
5. Periksa jalan nafas apabila respon penderita menurun ataupun jika
penderita muntah.
6. Berikan oksigen bila ada.
7. Amankan pembungkus, sisa muntahan dan sejenisnya untuk identifikasi
jenis racun.
8. Periksa tanda vital secara berkala (nafas dan nadi) dan rujuk ke fasilitas
kesehatan terdekat.
44. Keracunan
H. Penanganan Keracunan Khusus
1. Mulut / Pencernaan.
Turunkan kadar kekuatan racun dengan pengenceran dengan cara
memberi minum susu ataupun air sebanyak-banyaknya, maupun
memberi anti racun umum yaitu norit ataupun putih telur (JANGAN
BERIKAN SUSU PADA KERACUNAN YANG DIKETAHUI KARENA
ZAT YANG MENGANDUNG FOSFAT !!!).
Lakukan rangsangan-rangsangan muntah untuk mengeluarkan racun
dari dalam lambung dimana cara ini hanya efektif 2 (dua) jam pertama
saat kejadian. Namun jangan lakukan rangsangan muntah pada
keracunan yang menelan asam/basa kuat, menelan minyak, penderita
kejang ataupun ada riwayat kejang dan penderita yang tidak sadar atau
mengalami gangguan kesadaran.
45. Keracunan
2. Kontak / Kulit (Absorsi).
Buka baju penderita yang terkena racun
Siram bagian yang terkena racun dengan air sekurang-kurangnya selama
20 menit (bila racun berupa serbuk maka sikat dahulu sebelum menyiram
dengan air dan jangan lakukan penyiraman jika diketahui racun bereaksi
kuat dengan air). Posisikan penolong agak jauh dari bagian tubuh penderita
yang terkena racun untuk menghindari kontaminasi.
2. Gigitan Ular.
Amankan diri penolong dan tempat kejadian.
Tenangkan penderita.
Lakukan penilaian dini (respon, nafas dan nadi).
Rawat luka serta pasang bidai bila diperlukan.
Pasang (ikat) pembalut elastis pada daerah gigitan.
Jika tidak berbahaya bawa ular yag menggigit untuk identifikasi jenis racun.
Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.
46. Evakuasi korban
Evakuasi dapat menimbulkan resiko bertambah parahnya cedera penderita,
terutama penderita yang mengalami cedera spinal (cedera tulang belakang,
mulai dari tulang leher sampai tulang ekor)
Evakuasi sebaiknya dilakukan oleh orang yang mengerti dan tahu cara
melakukan evakuasi dan sudah mengetahui kondisi korban yang akan di
evakuasi. Lakukan evakuasi/pemindahan darurat, karena apabila tidak dilakukan
evakuasi atau pertolongan korban akan semakin parah atau semakin
membahayakan kondisi korban (tersengat listrik, berada dijalur lalulintas padat,
tenggelam dsj)
Evakuasi/pemindahan tidak darurat, dapat dilakukan apabila :
Penilaian awal terhadap korban sudah dilakukan
Denyut nadi dan pernafasan stabil
Perdarahan sudah dikendalikan
Tidak ada cedera spinal
Cedera patah tulang sudah dilakukan pembidaian
47. Evakuasi korban
1. Teknik Angkat Anggota Gerak (dilakukan 2 orang penolong).
Masing-masing penolong jongkok berhadapan, penolong pertama jongkok
di ujung kepala korban, penolong kedua berjongkok diantara kaki korban
Penolong pertama mengangkat kedua lengan korban dengan kedua
tangannya
Penolong kedua mengangkat kedua lutut korban
Kemudian kedua penolong dengan satu aba aba, berdiri secara
bersamaan dan mulai memindahkan korban ketempat yang aman
48. Evakuasi korban
2. Teknik Angkat Langsung (dilakukan 3 orang penolong
terutama jika penderita memiliki berat badan tinggi dan tidak terdapat tandu di lokasi).
Ketiga penolong berlutut di sisi korban yang paling sedikit mengalami cedera.
Penolong pertama menyisipkan satu lengan di bawah leher dan bahu lengan korban,
kemudian lengan satunya disisipkan di bawah punggung korban.
Penolong ke dua menyisipkan lengannya di bawah punggung dan bokong korban.
Penolong ke tiga satu lengan disisipkan di bawah bokong dan lengan satunya di bawah
lutut korban.
Penderita siap diangkat dengan satu aba-aba.
Angkat di atas lutut ketiga penolong secara bersamaan. Jika terdapat tandu, maka
penolong lain menyiapkan tandu di bawah korban kemudian meletakkannya di atas
tandu dengan satu aba-aba.
Jika tidak terdapat tandu maka miringkan korban di atas dada ketiga penolong
kemudian ketiga penolong berdiri bersama-sama dengan satu aba-aba.
Ketiga penolong memindahkan korban
50. Evakuasi korban
3. Pemindahan Dengan Tandu (dilakukan 2 orang penolong).
Kedua penolong berjongkok di masing-masing ujung tandu menghadap
ke arah yang sama (ujung kaki penderita sebagai arah depan).
Penolong memposisikan kaki pada jarak yang tepat kemudian
menggenggam pegangan tandu dengan erat.
Punggung lurus, kepala menghadap ke depan dengan posisi netral.
Kencangkan otot punggung dan perut penolong dan angkat tandu
dengan satu aba-aba.
Pindahkan penderita ke tempat yang aman dengan satu aba-aba.
Turunkan penderita secara hati-hati dengan mengulang langkah-langkah
di atas secara mundur (berkebalikan).