1. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tebal sill pillar yang optimal berdasarkan nilai faktor keamanan dengan mempertimbangkan beban material filling.
2. Dilakukan analisis stabilitas menggunakan metode keseimbangan batas dan numerik, serta pengujian model fisik runtuhan material filling.
3. Hasil analisis menunjukkan nilai faktor keamanan yang dihasilkan kedua metode relatif sama, yang menunjukkan kemungkinan peningkatan ekstra
1. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
ANALISIS BEBAN MATERIAL FILLING DALAM PENENTUAN TEBAL SILL PILLAR
BERDASARKAN NILAI FAKTOR KEAMANAN (FK) BLOK 4 SELATAN TAMBANG
CIURUG GUNUNG PONGKOR
BOGOR, JAWA BARAT
Herian Sudarman Hemes *, Heru Sigit Purwanto **, Barlian Dwinagara ***
* PT. Aneka Tambang UBPE Pongkor
** Jurusan Teknik Geologi UPN ”Veteran” Yogyakarta
*** Jurusan Teknik Pertambangan UPN ”Veteran” Yogyakarta
ABSTRAK
Pengaruh kondisi geologi regional Jawa Barat, terhadap kondisi geologi daerah penelitian terutama
struktur dan pelapukan akan menyebakan terjadinya ketidakstabilan pada batuan saat operasi
penambangan. Dilakukan penelitian ini untuk mengetahui tebal dan kekuatan dari sill pillar akibat
aktivitas penambangan disamping juga adanya pengaruh beban material filling di atasnya.
Penelitian perilaku runtuhan material pengisi (filling material) menggunakan model fisik yang
dibentuk mirip dengan kondisi lombung (stope) sebenarnya di lapangan dengan membuat variasi
sudut kemiringan (40°, 45°, 50°, 55°, 60°, 65°, dan 70°), Dari hasi uji fisik ini menunjukkan adanya
perbedaan persentase runtuhan yang diakibatkan oleh pengaruh air pada jumlah tertentu pada
material pengisi sehingga memimbulkan tekanan hidrostatik baik terhadap sesama butir material
maupun dengan dinding batuan (foot wall dan hanging wall) semakin kering tekanan hidrostatis
semakin kecil.
Analisa kestabilan sill pillar menggunakan metode keseimbangan batas dan metode numerik.
Analisa kestabilan pillar menggunakan metode analitik (keseimbangan batas} dan metode numerik
(phase2
) dilakukan untuk mengetahui nilai faktor keamanan (safety factor=FK) sill pillar.
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa nilai faktor keamanan (FK) menunjukkan hasil yang
relatif sama antara pemakaian metode numerik dan keseimbangan batas. Secara umum
berdasarkan kedua metoda tersebut masih adanya peluang sebagai upaya peningkatan mining
extraction dengan pillar robbing.
2. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
1. LATAR BELAKANG
Penelitian ini dilakukan pada area kegiatan penambangan bijih emas dan perak yang sedang
diusahakan oleh perusahaan pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, melalui salah satu unit
usahanya yaitu Unit Bisnis Pertambangan Emas Pongkor, dengan melakukan sistem tambang
bawah tanah memakai metode gali dan isi ke atas (overhand cut and fill underground mining).
Dasar pertimbangan digunakan sistem ini adalah penyebaran bijih berupa urat kuarsa masif
dengan dimensi lebar bijih dan kondisi fisik maupun mekanik bervariasi . Disamping itu,
pertimbangan non teknis lainnya yang memungkinkan untuk dilakukan dengan metode ini adalah
lokasi dari wilayah kegiatan penambangan ini hampir 60% berada pada kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun-Salak.
Akhir penambangan untuk semua jalur bijih akan dibentuk pillar pada setiap level di bagian
atasnya. Pillar tersebut masih mempunyai nilai ekonomis (diatas cut of grade) dengan nilai kadar
berkisar 12 gpt Emas dan 120 gpt Perak, sehingga perlu diperhitungkan tebal pillar yang optimum
yang akan ditinggalkan pada saat penambangan stope sehingga masih mampu menahan beban
filling material diatas. Selanjutnya, setelah selesai penambangan stope akan dilanjutkan dengan
penambangan pillar (pillar robbing) dengan target perolehan (recovery) mencapai 40%. Hal ini
perlu diteliti karena menyangkut kestabilan dan ekonomis pillar yang akan ditinggal. Penentuan
optimalisasi tebal sill pillar , selalu diperhatikan beberapa faktor yang akan mempengaruhi
ketidakstabilan lumbung (stope) produksi antara lain (Budi Sulistijo, 2002) :
a. Kondisi vein
b. Kondisi bidang kontak antara vein dengan foot wall atau hanging wall
c. Batuan pada foot wall dan hanging wall
d. Kondisi/ kekuatan dari material filling di dalam lubang bukaan
2. GEOLOGI
Menurut Milési, et al., (1999) stratigrafi daerah Pongkor secara umum disusun oleh tiga satuan
batuan volkanik yang berumur Miosen-Pliosen (gambar 1).
Paling bawah Satuan batuan volkanik andesitik-dasitik (lihat gambar 2, peta geologi) dengan
penyebaran cukup terbatas, menempati bagian tengah. Satuau batuan ini ditutupi oleh Satuan
batuan volkanik andesitik yang berafinitas calc-alkaline yang diendapkan di bawah lingkungan laut,
yang bergradasi secara lateral menjadi endapan epiklastik. Terdapat sisipan endapan epiklastik
berbutir halus sampai kasar, seperti batupasir yang bergradasi kearah atas dan batulanau hitam di
antara andesit dan tubuh breksi.
Bagian tengah tersusun oleh Satuan batuan volkanik eksplosif dasitik darat yang tersusun oleh tuf
lapili. Batuan ini ditumpangi oleh Satuan batuan breksi volkanik dan Satuan tuf jatuhan piroklastik
berbutir halus dan Satuan batulanau epiklastik. Sebuah kubah riolitik mengintrusi satuan ini.
Selanjutnya pada bagian atas tersusun oleh Satuan batuan lava andesitik yang dicirikan secara
khas oleh adanya struktur berupa kekar tiang memanjang (Warmada,I.W, 2005).
3. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Gambar 1. Korelasi stratigrafi daerah Pongkor dengan daerah Banten
Selatan (Basuki,et al , 1998)
PETA
GEOLOGI DAN POLAPENYEEBARAN
URAT KUARSA DAERAH GUNUNG
PONGKOR BOGOR JAWA BARAT
INDONESIA (Modif
Milesi,JP,1999)
Lokasi
Penelitia
n
PENAMPANG GEOLOGIPENAMPANG GEOLOGI
AA
BB
AA BB
Oleh :
Herian Sudarman Hemes
No Mhs. 211060044
06°39’49,00
”
06°40’49,00
”
106°33’65,7
0”
106°34’65,7
0”
Gambar 2. Peta geologi daerah pongkor
Berdasarkan analisis struktur regional daerah gunung Pongkor dan sekitarnya kecenderungan
merupakan peralihan pola tektonik Sumatera dan pola tektonik Jawa (Pulunggono dan Soejono,
1989, lihat Heru Sigit Purwanto, dkk, 2007) yang menyebabkan kondisi geologi yang terjadi pada
daerah penelitian, khususnya pengaruh struktur maupun kondisi batuan akibat proses pelapukan
yang terjadi sebelumnya atau pada saat bersamaan proses maupun terjadi setelah proses
mineralisasi yang akan mempengaruhi kestabilan bijih dalam operasional penambangan.
4. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
3. LANDASAN TEORI
3.1. Sifat masa batuan
Secara umum diketahui bahwa ada 3 sifat utama yang dimiliki oleh masa batuan di alam, yang
terjadi pada saat proses pembentukan masa batuan ataupun segera setelah pembentukan masa
batuan yaitu :
a. Heterogen, terbentuk karena jenis mineral penyusun bervariasi, ukuran butir dan bentuk
butir, juga tidak sama serta ukuran, bentuk dan penyebaran pori dalam batuan tidak sama.
b. Discontinue, yaitu masa batuan yang terbentuk di alam tidak menerus yang disebabkan oleh
adanya bidang-bidang diskontinu seperti : sesar, kekar, bidang-bidang lemah sehingga
kekerapan, perluasan dan orientasi dari bidang-bidang lemah tidak merata.
c. Anisotope, merupakan sifat dari masa batuan dalam menghantar gaya atau aliran fluida tidak
merata ke segala arah yang dipengaruhi oleh sifat heterogen dan diskontinue.
3.2. Analisis Tegangan
Metode untuk menganalisis suatu tegangan pada suatu lubang bukaan dapat dibedakan menjadi
tiga kategori (Wiwin, JN, 2007) yaitu :
a. Metoda Analitik (Analitical Method)
adalah metode rancangan berdasarkan analisis tegangan-tegangan dan deformasi yang terjadi
di sekitar lubang bukaan. Metode analitik dikembangkan berdasarkan model-model
matematika dengan berbagai idealisasi, sehingga hasilnya merupakan perkiraan yang tingkat
ketepatannya tergantung pada kondisi perhitungan yang makin kompleks (mendekati
sebenarnya), maka model matematis yang digunakan juga harus semakin rumit sehingga cara
analitis tidak dapat lagi memberikan penyelesaian eksaknya. Untuk mengatasi hal itu maka
digunakan metode numerik. Metode numerik pada dasarnya adalah metode analitik yang
dalam penerapannya tidak meninjau model secara keseluruhan sebagai suatu model eksak,
tetapi sebagai kumpulan model – model yang tersusun sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu,
metode numerik dapat digunakan untuk masalah yang kompleks, meskipun solusi yang
diperoleh dari hasil metode numerik ini hanya pendekatan juga. Jadi disamping perhitungan
analitik secara konvensional, juga digunakan teknik – teknik yang lebih maju antara lain :
Perhitungan numerik dengan menggunakan :
a. Metode elemen hingga (finite element method)
b. Metode beda hingga (finite difference method)
c. Metode elemen batas (boundary element method)
Simulasi analogi (analog simulation), misalnya :
a. Analogi listrik
b. Fotoelastik
Model fisik (physical modeling), misalnya maket dengan skala tertentu.
b. Metode Empirik (Empirical method)
Metode empirik adalah metode rancangan berdasarkan analisis statistik yaitu melalui
pendekatan empirik dari banyak pekerjaan serupa sebelumnya. Pendekatan empirik yang
paling baik adalah klasifikasi massa batuan, seperti klasifikasi Terzaghi, klasifikasi geomekanik
dari Bieniawski, dan Q-System dari Norwegian Geotecnical Institute.
c. Metode Pengamatan (Observational Method)
Metoda pengamatan adalah metode rancangan berdasarkan analisis data pemantauan
perpindahan massa batuan pada saat penggalian, dan analisis interaksi batuan – penyangga.
Metoda pengamatan yang dikenal saat ini adalah New Austrian Tunneling Method (NATM) dan
Convergence-Confinement Method. Metoda pengamatan juga dapat digunakan sebagai cara
untuk memeriksa balik terhadap hasil metoda rancangan lain.
4. PENGAMBILAN DATA
Kegiatan yang dilakukan dalam penyelesaian masalah meliputi pengambilan data lapangan, yaitu
pemetaan dan pengukuran langsung maupun dengan bantuan peralatan seperti bor inti yang
merupakan data primer serta data sekunder dari penelitian terdahulu serta uji laboratorium, analisis
5. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
dan permodelan.
4.1. Kegiatan lapangan
Dalam tahapan kegiatan lapangan, pekerjaan yang dilakukan dalam usaha untuk memecahkan
dan menyelesaikan masalah penelitian ini meliputi antara lain :
a. Pengumpulan dan pengambilan data lapangan.
Pengamatan langsung kondisi atau parameter geoteknik yang dilakukan pada lokasi daerah
penelitian meliputi pemetaan struktur, parameter lobang bukaan, data geoteknik, diskripsi
batuan, pembuatan peta dan sketsa.
b. Pengambilan conto batuan.
Conto batuan diambil untuk digunakan dalam uji laboratorium, yang meliputi contoh batuan
setangan atau conto inti bor serta conto material filling yang langsung diambil di lapangan.
c. Pemgukuran bearing capacity dengan alat penetometer.
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan daya dukung dari material filling yang
ada pada lumbong atau stope
4.2. Kegiatan Laboratorium
Pekerjaan laboratorium dilakukan setelah mendapat beberapa conto langsung dari lapangan
untuk dilakukan uji guna mendapat nilai yang pasti. Uji laboratorium meliputi sifat fisik dan mekanik
dari conto batuan serta uji runtuhan material filling.
a. Uji sifat fisik
Dalam uji sifat fisik dari conto batuan maupun material filling meliputi antara lain ; berat jenis,
bobot isi, kadar air, porositas dan derajat kejenuhan air.
b. Uji sifat mekanik.
Dalam uji sifat mekanik dari conto batuan maupun material filling meliputi antara lain : kuat
tekan., kuat tarik, kuat geser, poit load, triaksial dan lain-lain.
c. Model fisik runtuhan material filling.
Pengujian ini dilakukan dengan cara membuat model mini dari lokasi sebenarnya di alam
dengan membuat kotak dari kayu, kemudian diisi dengan material filling yang terdiri dari slury
dan selanjutnya setelah beberapa waktu terjadi pengeringan lalu dibuka bagian tutup
bawahnya kemudian diamati model runtuhan yang terjadi dari material tersebut.
5. PEMBAHASAN
Analisis dan pengolahan data untuk mendapatkan nilai ketebalan paling ekonomis dan aman dari
sill pillar yang ditinggalkan, dilakukan dengan memadukan beberapa propertis dari masa batuan
dengan beberapa analisis antara lain : dari hasil permodelan fisik dan numerik. Perhitungan tingkat
kesetabilan sill pillar dapat dilihat dari nilai Faktor Keamanan (FK) yang diperoleh baik dengan
metode Numerik maupun kesetimbangan batas, sehingga dengan mengacu pada nilai teoritis FK
untuk underground mining sebesar 1,3-2 (Hoek, E, et al, 1995), dengan asumsi bahwa dari analisis
fisik beban material diatas merupakan beban mati (total).
5.1 Analisis ketebalan sill pillar berdasarkan Metode Kesetimbangan Batas
Analisis dilakukan dengan mengacu pada kesetimbangan gaya-gaya vertikal. Perilaku keruntuhan
diperkirakan terjadi akibat keruntuhan geser, dimana bidang runtuhnya terletak pada bidang batas
(interface) antara bijih (ore) dan batuan samping breksi tufaan (foot wall) yang dapat diilustrasikan
seperti gambar 3. Tabel 1,2 dan tabel 3 merupakan parameter dan propertis yang digunakan
dalam analisis.
6. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Tabel 1. Data dimensi Blok penambangan yaitu Blok 4 Selatan L.500 dan Blok 3 Selatan L.600
tambang Ciurug
Tabel 2 . Sifat Fisik dan Sifat Mekanik modifikasi dengan Roclab versi 1.0
Hasil perhitungan dari faktor keamanan (FK) dengan menggunakan metode kesetimbangan batas
adalah sebagai berikut (tabel 3 dan gambar 3) :
Tabel 3 Hasil analisa Stabilitas Pillar Metode Kesetimbangan Batas pada lokasi Blok 4 Selatan
tambang Ciurug L.500
Slice
Elevasi Roof Tebal Pillar
FK
(mdpl) (m)
1 590 18 1.64
2 593 15 1.44
3 596 12 1.34
4 599 9 0.96
5 602 6 0.67
6 605 3 0.36
7. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
Gambar 3. Grafik kenampakan hubungan tebal pillar dengan faktor keamanan
5.2 Analisis ketebalan sill pillar berdasarkan permodelan numeris
Perhitungan numerik untuk menganalisis kestabilan sill pillar dilakukan dengan menggunakan
program software phase2
dari Rocscience. Pendekatan yang digunakan pada pemodelan numerik
ini sama dengan perhitungan kesetimbangan batas, yaitu mensimulasikan lebar stope dan
ketebalan sill pilar serta tebal material filling (gambar 4). Parameter dan propertis menggunakan
tabel 1 dan 2 diatas.
Gambar 4. Model numerik blok 4 S L.500 dan 3 S L.600 Tambang Ciurug
Dari hasil simulasi permodelan numerik dengan menggunakan program Phase2
diperoleh hasil
nilai FK untuk setiap slice sebagai berikut (tabel 4 dan gambar 5):
Tabel 4. Rekapitulasi Analisa Stabilitas Pillar Menggunakan Program Phase2
Slice Elevasi
Tebal Pillar
(m)
Faktor Keamanan (FK)
1 590 18 1,563
2 593 15 1,433
3 596 12 1,345
4 599 9 1,198
y = 11,244x - 1,5139
R2
= 0,9748
0
5
10
15
20
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
FK
TebalPillar(m)
FK Linear (FK)
8. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
5 602 6 0,936
6 605 3 0,520
Gambar 5 . Grafik Nilai FK terhadap tebal sill pillar
Analisis perpindahan hasil model numerik ini yang menegaskan bahwa terjadi runtuhan filling
material secara menyeluruh sehingga menjadi beban total atau mati sebagaimana hasil dari model
fisik. Pola keruntuhan yang diperlihatkan oleh kontor distribusi dari nilai FK pada stiap stage
menunjukan bahwa semakin tipis sill pillar maka tegangan yang diterima oleh badan pillar semakin
tinggi, sehingga dengan demikian akan semakin kecil nilai faktor keamanan (FK).
6. KESIMPULAN
1. Berdasarkan analisis struktur regional, daerah gunung Pongkor dan sekitarnya kecenderungan
merupakan peralihan pola tektonik Sumatera dan pola tektonik Jawa yang menyebabkan
kondisi geologi yang terjadi pada daerah penelitian, khususnya pengaruh struktur maupun
kondisi batuan akibat proses pelapukan yang terjadi sebelumnya atau pada saat bersamaan
proses maupun terjadi setelah proses mineralisasi yang akan mempengaruhi kestabilan bijih
dalam operasional penambangan.
2. Dari hasil uji fisik maupun uji bor inti menunjukan pembentukan rongga pada kontak
(interface) antara material pengisi (fiiling material) dengan sisi Hanging Wall disebabkan oleh
adanya penurunan kandungan air dalam proses penirisan sehingga mengakibatkan tekanan
hidrostatis antara butir material pengisi menjadi berkurang lalu terjadi penyusutan, selain itu
kohesi antara butir material pengisi semakin lemah sejalan dengan menurunnya kandungan
air.
3. Runtuhan yang terjadi dari model fisik dengan pola bergerak meluncur dari atas kebawah
secara gradual dan pelan-pelan terlebih dahulu dibagian bawah sesuai dengan periode waktu
pengeringan, dengan arah dari titik puncak yang terletak dekat Hanging Wall menuju titik
rendah pada Foot Wall cenderung tegak lurus terhadap kemiringan vein yang selanjutnya
bergerak sesuai dengan arah resultannya.
4. Pada permodelan fisik, menunjukan pada penirisan 3 hari untuk sudut kemiringan 40°-55°
mengalami keruntuhan antara 66%-94%, selanjutnya untuk sudut kemiringan antara 60°-70°
terjadi runtuhan mencapai 100%., sedangkan untuk penirisan lebih dari 3 hari menunjukan
terjadi keruntuhan 100%. Sehingga dapat dipastikan bahwa beban filling tersebut merupakan
beban mati.
5. Disamping karena adanya beban mati dari material filling dibagian atas, ketebalan sill pillar
juga dipengaruhi oleh adanya material yang terbentuk pada interface antara batuan dinding
dengan sill pillar.
6. Dalam penentuan besarnya ketebalan dari sill pillar yang masih dapat dipertahankan dilakukan
dengan cara menghitung nilai dari FK pillar pada setiap elevasi baik dengan analisis
kesetimbangan batas maupun dengan software phase
2
.
7. Dari hasil analisa dengan menggunakan metode keseimbangan batas menunjukkan bahwa
nilai faktor keamanan pillar aktual saat ini pada elevasi 590 adalah dengan nilai FK = 1,64
y = 0,0653x + 0,4804
R2
= 0,9165
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
0 5 10 15 20
Tebal Sill Pillar (m)
FaktorKeselamatan(FK)
9. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 1, No. 2, Juli 2008
sehingga sudah mendekati dengan batasan nilai FK = 1,5 yang merupakan batas minimum
FK yang digunakan dalam perhitungan akan mengikibatkan blok IV Selatan tidak akan
dilakukan penambangan pada slice berikutnya, begitu pula dari hasil analisa dengan
menggunakan metode numerik dengan software phase2
menunjukkan bahwa nilai faktor
keamanan pillar aktual pada elevasi 590 adalah dengan nilai FK = 1,563. Sehingga dari hasil
analisa dua metode tersebut peluang untuk dilakukan penambangan stope pada slice
berikutnya sudah tidak mungkin,
8. Berdasarkan perbandingan antara nilai FK yang dihasilkan dari kedua metode tersebut
menunjukkan masih adanya peluang sebagai upaya peningkatan mining extraction dengan
cara pillar roobing.
DAFTAR PUSTAKA.
Bemmelen, R.W, Van, 1949., The Geology of Indonesia, The Hague Martinus Nijhoff, vol IA
Bieniawski, Z.T, 1989., Engineering Rock Mass Classifications, A complete Manual for Engineers
and Geologists in Mining , Civil and Petroleum Engineering, John Wiley & Sons, Inc,
Canada
Basuki A. Sumanagara, D.A., Sinambela, D., 1993., The Gunung Pongkor gold-silver deposit,
West Java, Indonesia, Journal of geochemical exploration, Elsevier, Amsterdam, Vol.50,
pp 371- 391.
Budi Sulistijo, 2002., Geoteknik Stabilitas Tambang bawah Tanah Ciurug level 500, 600 dan
700, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat ITB, Bandung , Laporan (tidak
dipublikasikan).
Budi Sulistianto dan Barlian Dwinagara,2007., Penentuan Tebal Sill Pillar Pada Vein Untuk Metode
Penambangan Cut and Fill di Tambang Emas Pongkor, Tripartit Part 2, Bandung, (tidak
dipublikasikan).
Hoek,E, Kaiser, PK, Bawden, WF, 1995., Support of Underground Excavation in Hard Rock , A.A
Balkema Publishers, Rotterdam.
Heru Sigit Purwanto, Herry Riswandi, Dedi Kurniawan, 2007., Genesa Urat Kuarsa Yang
Mengandung Mineral Emas Berdasarkan Kontrol Struktur Di Daerah Pongkor, Ciurug,
Cimalang, Malasari dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Lembaga Penelitian
Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Yogyakarta (tidak dipublikasikan).
Millesi,JP, Marcoux, E., Sitorus, T., Simandjuntak, M., Leroy, J., Bailly, L,1999., Pongkor (west
Java, Indonesia): a Pliocene supergene- enriched epithermal Au-Ag-(Mn) deposit. Mineral.
Deposita 34: 131-149.
Warmada,IW, 2005., Genesa Mineralisasi Emas-Perak Epitermal Pongkor, Jawa Barat,
Laboratorium Bahan Galian Jurusan Teknik Geologi, FT UGM (tidak dipublikasikan)
Wiwin, J.N, 2007., Analisis Perilaku Runtuhan Material Pengisi Berdasarkan Uji Model Fisik,
Jurusan Teknik Pertambangan, UPN Yogyakarta, skripsi (tidak dipublikasikan).