1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan jalan K.H Wahid Hasyim merupakan wilayah pemukiman. Di Wilayah
ini merupakan daerah yang bertopografi rendah serta berbatasan langsung dengan kali
Semarang diantaranya yang sekarang dihadapi adalah banjir disebabkan adanya
fenomena alam dan perilaku manusia, keberadaannya semakin sulit dikendalikan
khususnya yang terjadi di Kota Semarang.
Selain itu banjir yang terjadi di wilayah Semarang disebabkan juga karena
kurang berfungsinya drainase, sedimentasi yang tinggi dan belum maksimalnya
pengendalian banjir dengan menggunakan pompanisasi. Hal ini akan berdampak
negatif terhadap mayoritas masyarakat yang terletak didaerah tersebut. Apabila tidak
dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah banjir akan membawa dampak lebih
buruk lagi. Keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut–larut, sehingga
memerlukan penanganan yang serius dari Pemerintah dan masyarakat pada umumnya
untuk berpartisipasi dalam persoalan ini, untuk itu perlu ada langkah-langkah kongkrit
baik secara teknis maupun non teknis.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari pembuatan tugas ini adalah untuk pengembangan saluran
drainase dan normalisasi saluran utama pada Kawasan jalan K.H Wahid
Hasyim yang akan mengalir menuju Kali Semarang.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari perencanaan saluran drainase Kawasan jalan K.H Wahid Hasyim
ini adalah memberikan alternatif pengembangan saluran agar dapat
mengalirkan debit banjir rencana sehingga dapat memperlancar jalannya
aliran saluran drainase dan membebaskan genangan banjir pada kawasan
tersebut.
1.3 Lokasi Perencanaan
Kawasan jalan K.H Wahid Hasyim terletak di Kecamatan Semarang Tengah, Kota
Semarang, adapun batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Kelurahan Lembangsari
2. 2
b. Kelurahan Bangunharjo
c. Kelurahan Kranggan
1.4 Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1.4.1 Identifikasi masalah
Masalah yang timbul pada daerah Kawasan jalan K.H Wahid Hasyim dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
a. Timbulnya banjir akibat kapasitas saluran existing tidak mampu
menampung air buangan. Hal ini berkaitan dengan beban aliran yang harus
dialirkan melebihi beban aliran pada perencanaan sebelumnya.
b. Timbulnya sedimentasi pada dasar saluran mengurangi kapasitas saluran
dan menaikkan muka air saluran.
c. Adanya tumpukan sampah pada saluran akibat kurang sadarnya masyarakat
dalam menjaga kebersihan saluran dapat mengganggu aliran air sehingga
pada saat terjadi hujan, air pada saluran yang ada meluap.
d. Semakin berkurangnya daerah resapan air hujan yang disebabkan oleh
pertumbuhan kota dan perkembangan industri tanpa memperhatikan
konservasi dan keseimbangan tata guna lahan dalam proses infiltrasi,
sehingga presipitasi yang terjadi akan langsung menjadi aliran permukaan
yang menambah beban aliran pada saluran–saluran daerah hilir.
1.4.2 Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan Tugas ini permasalahan dibatasi pada :
a. Analisis dimensi saluran drainase
b. Penggunaan saluran dan fasilitas pompa
3. 3
BAB II
ANALISIS DATA HIDROLOGI
Analisis hidologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi dan
menentukan besarnya debit banjir rencana suatu perencanaan bangunan air pada daerah
Perencanaan Sub Sistem Drainase Kali Semarang, Kota Semarang. Data untuk penentuan
debit banjir rencana pada Tugas Besar ini adalah data curah hujan.
Adapun langkah-langkah untuk mendapatkan debit rencana adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Daerah Tangkapan beserta luasnya;
2. Menentukan Curah Hujan Maksimum;
3. Menentukan Metode Distribusi;
4. Memastikan ketepatan dalam pemilihan distribusi dengan plotting data pada kertas
probabilitas dan uji Smirnov-Kolmogorov;
5. Menentukan Curah Hujan Periode Ulang Tertentu;
6. Menghitung Debit Banjir Rencana metode rasional.
2.1 Penentuan Daerah Tangkapan
Konsep penggambaran daerah sub sistem drainase berkaitan dengan peta. Dalam
menentukan luasan ini menggunakan program Autocad. Dalam pembuatan Daerah
Tangkapan ditinjau dari peta kontur sehingga perlu memperhatikan kontur.
2.2 Analisis Curah Hujan Maksimum
Data maksimum tahunan yaitu tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang
berpengaruh pada analisis selanjutnya. Data seperti ini dikenal dengan data maksimum
( maximum annual series ). Jumlah data akan sama dengan panjang data yang tersedia.
Tabel 2.1 Data Hujan Maksimum Tahunan
Tahun Hujan Maksimum (mm)
1996 108,4
1997 146
1998 96
1999 106
2000 150
4. 4
2.3 Perhitungan Dispersi
Dari perhitungan curah hujan maksimum tahunan perlu ditentukan kemungkinan
terulangnya curah hujan maksimum harian guna menentukan debit banjir rencana.
Untuk menentukan curah hujan yang akan dipakai dalam menghitung besarnya debit
banjir rencana berdasarkan analisa distribusi curah hujan awalnya dengan pengukuran
dispersi dilanjutkan dengan pengukuran dispersi dengan logaritma dan pengujian
kecocokan sebaran.
Pada pengukuran dispersi tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau
sama dengai nilai rata-ratanya akan tetapi ada nilai yang lebih besar atau lebih kecil
daripada nilai rata-ratanya. Besarnya derajat dari sebaran nilai disekitar nilai rata-
ratanya disebut dengan variasi atau dispersi suatu data sembarang variabel hidrologi.
Beberapa macam cara untuk mengukur dispersi diantaranya adalah :
a. Standar Deviasi ( Sd )
Perhitungan standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
Sd = [
1
𝑛−1
Σ ( Xi – Xrt )2]
1
2
b. Koefisien kemencengan ( Cs )
Perhitungan koefisien kemencengan ( coeffisien of skewness ) digunakan rumus
sebagai berikut :
Cs =
𝑛
( 𝑛−1)( 𝑛−2) 𝑆𝑑
∑ 𝑛
𝑖=1 [ Xi – Xrt ]3
c. Koefisien Kurtosis ( Ck ) digunakan rumus sebagai berikut :
Ck = n2∑ 𝑛
𝑖=1 ( Xi – Xrt )4
( n-1 ) (n-2) ( n-3 ) Sd4
d. Koefisien Variasi ( Cv )
Perhitungan koefisien variasi ( Cv ) digunakan rumus sebagai berikut :
Cv =
𝑆𝑑
𝑋𝑟𝑡
5. 5
Tabel 2.2 Perhitungan Parameter Statistik Curah Hujan Normal
NO TAHUN
RH
Rencana
Xi - Xrt
(Xi -
Xrt)2
(Xi -
Xrt)3
(Xi -
Xrt)4mm
Xi
1 1996 108,4 -13 165,89 -2136,72 27520,95
2 1997 146 25 611,08 15105,86 373416,81
3 1998 96 -25 639,08 -16155,90 408421,20
4 1999 106 -15 233,48 -3567,55 54512,16
5 2000 150 29 824,84 23689,36 680358,39
Jumlah 606 0 2474 16935 1544230
Xrt 121,28
Standart Deviasi S= 22,25
Koef. Skewness CS= 0,64
Peng. Kortosis CK= 1,26
Koef. Variasi CV= 0,18
Tabel 2.3 Perhitungan Parameter Statistik Curah Hujan Log
No Tahun
X
Log
Xi
Log Xi
- Log
Xrt
(Log Xi
- Log
Xrt)2
(Log Xi - Log
Xrt)3
(Log Xi -
Log Xrt)4
1 1996 108,4 2,04 -0,0416 0,001729 -0,000072 0,000003
2 1997 146 2,16 0,0877 0,007699 0,000676 0,000059
3 1998 96 1,98 -0,0943 0,008900 -0,000840 0,000079
6. 6
4 1999 106 2,03 -0,0513 0,002632 -0,000135 0,000007
5 2000 150 2,18 0,0995 0,009897 0,000985 0,000098
Jumlah 10,38 0,00 0,030856 0,000613 0,000246
Log Xrt 2,08
Standart Deviasi S= 0,08
Koef. Skewness CS= 0,53
Peng. Kortosis CK= 1,29
Koef. Variasi CV= 0,04
2.4 Pemilihan Metode Distribusi
Setelah diketahui nilai variabel-variabel dari perhitungan diatas dapat ditentukan
metode distribusi mana yang dapat dipakai. Pemilihan jenis sebaran atau metode
distribusi harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Tabel 2.4 Persyaratan Pemilihan Metode Distribusi
Jenis Distribusi Syarat Perhitungan Data
Curah Hujan
Kesimpulan
Normal Cs ≈ 0 0,6410 Tidak Memenuhi
Ck ≈ 3 1,2611 Tidak Memenuhi
Log Normal Cs = 0,22 0,5273 Tidak Memenuhi
Ck = 3,088 1,2936 Tidak Memenuhi
Log Pearson
Tipe III
Selain nilai
diatas
0,5273 Memenuhi
1,2936 Memenuhi
Dari tabel 2.4 ditinjau persyaratan parameter statistik yang mendekati adalah metode
Log Pearson Tipe III untuk memastikan ketepatan dalam pemilihan distribusi tersebut
7. 7
perlu dilakukan perbandingan hasil perhitungan statistik dengan plotting data pada
kertas probabilitas dan uji Smirnov-Kolmogorov.
2.5 Plotting Data
Plotting Data pada kertas probabilitas dilakukan dengan cara mengurutkan data dari
besar ke kecil atau sebaliknya. Kemudian data yng telah dirangking di plotting pada
kertas probabilitas. Dalam kertas probabilitas simbol titik merupakan nilai Rmax
terhadap P(Xm), sedang garis lurus merupakan simbol untuk curah hujan dengan
periode ulang tertentu. Dari gambar pada kertas probabilitas dicari jarak penyimpangan
setiap titik data terhadap kurva teoritis. Jarak penyimpangan terbesar merupakan nilai
△maks. Untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data hidrologi dapat
menggunakan cara data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah didesain
khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi.
Persamaan Weibull :
𝑃 =
𝑚
𝑛 + 1
𝑥 100 (%)
m = nomor urut ( peringkat ) data setelah diurutkan dari besar ke kecil,
n = banyaknya data atau jumlahkejadian ( event ).
Tabel 2.5 Perhitungan Probabilitas
m Xi
P(x) =
m/(n+1) %
1 96 0,167 17
2 106 0,333 33
3 108,4 0,500 50
4 146 0,667 67
5 150 0,833 83
2.6 Pengujian Kecocokan Sebaran Smirnov-Kolmogorov
Dari gambar pada kertas probabilitas dicari jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva teoritis. Jarak penyimpangan terbesar merupakan nilai △maks. Nilai
△maks harus lebih kecil dari △kritis (diambil N = 5 , = 0,1 ) seperti diberikan dalam
tabel berikut :
Tabel 2.6 Nilai △kritik untuk uji Smirnov-Kolmogorov
8. 8
n
Derajad kepercayaan ( )
0.2 0.1 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.3 0.34 0.4
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.2 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.2 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
>50 1.07/n0.5 1.22/n0.5 1.36/n0.5 1.63/n0.5
Distribusi terbaik adalah yang memberikan nilai △maks terkecil. Dari gambar 2.1
sampai 2.4 sebaran data pada kertas probabilitas, diperoleh :
Distribusi Normal : △maks = 0,20
Distribusi Gumbel : △maks = 0,21
Distribusi Log-Normal : △maks = 0,19
Distribusi Log-Pearson III : △maks = 0,16
Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa data hujan mengikuti distribusi
Distribusi Log-Pearson III
9. 9
Gambar 2.1 Kurva Distribusi Gumbel
Gambar 2.2 Kurva Distribusi Log Normal
10. 10
Gambar 2.3 Kurva Distribusi Log pearson III
Gambar 2.4 Kurva Distribusi Normal
11. 11
Hubungan k dengan periode ulang dan nilai Cs = 0,5 ( tabel log pearson III )
Kemencengan
(Cs)
Periode Ulang
10
0,5 1,323
Y= log Xrt + (k. S log X)
Xt = R24 = Y10
Tabel 2.7 Perhitungan curah hujan rencana berdasarkan Metode Log Pearson Tipe III
Periode
Peluang
( % )
S log
X log X Cs k Y Xt
10 10 0,08 2,076610 0,5 1,323 2,180541 151,5449
Sehingga dapat diketahui curah hujan pada periode ulang 10 tahun adalah 152 mm.
2.7 Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu
dimana air tersebut berkonsentrasi. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi
dalam waktu yang pendek. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung lama
hujan dan frekuensi kejadiannya. Analisa intensitas hujan dapat didekati dengan Kurva
Intensitas Durasi Frekuensi ( IDF ), dimana intensitas hujan sebagai ordinat dan durasi
hujan sebagai absis. Durasi hujan yang digunakan dapat ditetapkan, misalnya 5, 10, 15,
..., 120 menit atau lebih. Apabila yang tersedia adalah data hujan harian, analisa IDF
dapat ditempuh dengan cara empiris menggunakan metode Mononobe.
Rumus :
I =
𝑅24
24
[
24
𝑡
]2/3
Dimana :
I = intensitas hujan ( mm/jam )
R24 = hujan maksimum dalam 24 jam ( mm )
t = durasi hujan ( jam )
13. 13
2.8 Perhitungan Masa Hujan
Kurva masa hujan untuk periode ulang 2 tahun dapat dihitung dengan rumus:
R= I .t
Tabel 2.9 Perhitungan Masa Hujan
durasi I R
menit jam mm/jam mm
5 0,08 276,2 23,02
10 0,17 174,0 29,00
15 0,25 132,8 33,20
20 0,33 109,6 36,54
45 0,75 63,8 47,88
60 1 52,7 52,70
120 2 33,2 66,39
180 3 25,3 76,00
240 4 20,9 83,65
300 5 18,0 90,11
Gambar 2.5 Kurva Masa Hujan Periode Ulang 10 Tahun
y = 16.65ln(x) + 57.7
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
R(mm)
t ( jam )
14. 14
BAB III
PERENCANAAN SALURAN DRAINASE UTAMA
3.1 Perhitungan Waktu Konsentrasi ( tc )
Besarnya nilai intensitas hujan tergantung pada periode ulang yang digunakan dan
waktu konsentrasi (tc). Besarnys nilai tc dapat dihitung dengan rumus :
td =
L
60x V
tc = to + td
Tabel 3.1 Perhitungan Nilai tc Saluran Sekunder
No to Vs L td tc
1 8 0,9 1508,59 27,94 35,94
2 8 0,9 1201,61 22,25 30,25
3 8 0,9 1229,13 22,76 30,76
4 8 0,9 1519,11 28,13 36,13
5 8 0,9 1519,11 28,13 36,13
6 8 0,9 1499,54 27,77 35,77
7 8 0,9 1269,94 23,52 31,52
3.2 Perhitungan Slope
Besarnys nilai Slope dapat dihitung dengan rumus :
Slope =
elevasi hulu−elevasi hilir
L
Tabel 3.2 Perhitungan Nilai Slope
Saluran elevasi hulu elevasi hilir panjang slope
A-B 1,9 1,7 513,69 0,00039
B-C 1,7 1,6 553,08 0,00018
C-D 1,6 1,1 848,46 0,00059
D-E 1,1 1 66,80 0,00150
15. 15
3.3 Perencanaan Saluran Drainase Utama Menggunakan Prosedur Slope Normal
Bentuk saluran yang digunakan untuk saluran drainase perkotaan yaitu empat persegi
panjang ( dinding tegak ). Tinggi jagaan ( W ) tergantung pada besarnya debit banjir
yang dilewat, klasifikasi saluran ( primer, sekunder, dan tersier ) dan daerah yang dilalui
apakah memerlukan tingkat keamanan yang tinggi, sedang atau rendah, maka besarnya
nilai tinggi jagaan untuk daerah pemukiman adalah 30 cm.
Diketahui: Vmax = 1,75 m/det
Vmin = 0,7 m/det
C = 0,75
Cs = 1
I =
R24
24
(
24
t
)2/3
Slope pada Tabel 3.2
to pada Tabel 3.1
Asumsi V
td =
L
60x V
tc = to + td
Q = 0,00278x C x Cs x I x A
F = ( B + m.H )x H
P = B + 2x( 1+ m2)0,5x H
B = 1,3 H
m= 1,5
R =
F
P
16. 16
Q = n -1x R2/3 x S ½ xF
n= 0,035
V = Q / F
Tabel 3.3 Perhitungan Nilai tc Saluran Primer
Saluran
panjang
(m) V (m/s)
td
(menit)
to
(menit)
tc
(menit)
A-B 513,69 0,6 14,27 35,937 50,21
B-C 553,08 0,5 18,44 36,132 54,57
C-D 848,46 0,86 16,54 36,132 52,67
D-E 66,80 1,38 0,81 31,517 32,32
Tabel 3.4 Perhitungan Debit Rencana
Saluran
I
(mm/jam)
C Cs A (ha) Q (m3/s)
A-B 52,32 0,75 1 57,37 6,26
B-C 49,49 0,75 1 93,57 9,65
C-D 50,67 0,75 1 132,09 13,95
D-E 70,16 0,75 1 157,80 23,09
Tabel 3.5 Perhitungan Dimensi Saluran
Saluran F (m2) P (m) R (m) Q (m3/s) H (m) B (m) F (m) V (m/s)
A-B 2,8 H2 4,91 H 0,57 H 1,09 H8/3 1,9 2,5 10,41269 0,60
B-C 2,8 H2 4,91 H 0,57 H 0,74 H8/3 2,6 3,4 19,2186 0,50
C-D 2,8 H2 4,91 H 0,57 H 1,34 H8/3 2,4 3,1 16,26615 0,86
D-E 2,8 H2 4,91 H 0,57 H 2,13 H8/3 2,4 3,2 16,72736 1,38
Dari hasil perhitungan menggunakan prosedur slope normal diatas pada saluran A-B dan B-
C mempunyai V < Vmin, maka perhitungan dilanjutkan menggunakan asumsi Smin.
17. 17
3.4 Perencanaan Saluran Drainase Utama Menggunakan Prosedur Slope Minimum
Diketahui: Vmin = 0,7 m/det
C = 0,75
Cs = 1
I =
R24
24
(
24
t
)2/3
Slope pada Tabel 3.2
to pada Tabel 3.1
td =
L
60x V
tc = to + td
Q = 0,00278x C x Cs x I x A
F = ( B + m.H )x H
P = B + 2x( 1+ m2)0,5x H
B = 1,3 H
m= 1,5
R =
F
P
Q = n -1x R2/3 x S ½ xF
n= 0,035
V = Q / F
18. 18
Tabel 3.6 Perhitungan Nilai tc Saluran Utama Prosedur Minimum
Saluran
panjang
(m) V (m/s)
td
(menit)
to
(menit)
tc
(menit)
A-B 513,69 0,7 12,23 35,937 48,17
B-C 553,08 0,7 13,17 36,132 49,30
C-D 848,46 0,7 20,20 36,132 56,33
D-E 66,80 0,7 1,59 31,517 33,11
Tabel 3.7 Perhitungan Dimensi Saluran Prosedur Utama Minimum
Saluran I C Cs
A
(ha)
Q
(m/s)
F H B P R S
A-B 53,8 0,75 1 57,4 6,4 9,2 1,8 2,4 8,9 1,0 0,00057
B-C 53,0 0,75 1 93,6 10,3 14,8 2,3 3,0 11,3 1,3 0,00042
C-D 48,4 0,75 1 132,1 13,3 19,1 3,0 3,9 14,7 1,3 0,00043
D-E 69,1 0,75 1 157,8 22,7 32,5 3,4 4,4 16,7 1,9 0,00025
Dari hasil perhitungan menggunakan prosedur slope minimum diatas memenuhi syarat
bahwa Smin > So, maka perencanaan dimensi dapat digunakan.
19. 19
BAB IV
PERENCANAAN SALURAN DRAINASE KOLEKTOR
4.1 Perhitungan Waktu Konsentrasi ( tc )
Besarnya nilai intensitas hujan tergantung pada periode ulang yang digunakan dan
waktu konsentrasi (tc). Besarnys nilai tc dapat dihitung dengan rumus :
td =
L
60x V
tc = to + td
Tabel 4.1 Perhitungan Nilai tc Saluran Kolektor
No to Vs L td tc
8 8 0,9 1384,65 25,64 33,64
9 8 0,9 2357,39 43,66 51,66
4.2 Perhitungan Slope
Besarnys nilai Slope dapat dihitung dengan rumus :
Slope =
elevasi hulu−elevasi hilir
L
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Slope Kolektor
Saluran
elevasi
hulu
elevasi
hilir panjang slope
A-B 1,6 1 513,69 0,0012
4.3 Perencanaan Saluran Drainase Kolektor Menggunakan Prosedur Slope Normal
Bentuk saluran yang digunakan untuk saluran drainase perkotaan yaitu empat persegi
panjang ( dinding tegak ). Tinggi jagaan ( W ) tergantung pada besarnya debit banjir
yang dilewat, klasifikasi saluran ( primer, sekunder, dan tersier ) dan daerah yang dilalui
apakah memerlukan tingkat keamanan yang tinggi, sedang atau rendah.
Diketahui: Vmax = 1,75 m/det
20. 20
Vmin = 0,7 m/det
C = 0,75
Cs = 1
I =
R24
24
(
24
t
)2/3
Slope pada Tabel 4.2
to pada Tabel 4.1
Asumsi V
td =
L
60x V
tc = to + td
Q = 0,00278x C x Cs x I x A
F = ( B + m.H )x H
P = B + 2x( 1+ m2)0,5x H
B = 1,3 H
m= 1,5
R =
F
P
Q = n -1x R2/3 x S ½ xF
n= 0,035
V = Q / F
21. 21
Tabel 4.3 Perhitungan Nilai tc Saluran Kolektor
Saluran
panjang
(m) V (m/s)
td
(menit)
to
(menit)
tc
(menit)
F-E 2557,359 0,6 71,03775 51,66 122,69
Tabel 4.4 Perhitungan Debit Rencana
Saluran
I
(mm/jam)
C Cs A (ha)
Q
(m/s)
F-E 28,84 0,75 1 20,63 1,24
Tabel 4.5 Perhitungan Dimensi Saluran
Saluran F P R Q h B F V
F-E 2,8H2
4,91H 0,57H 1,88 H8/3
0,9 1,1 2,0 0,6
Dari hasil perhitungan menggunakan prosedur slope normal diatas pada saluran F-E
mempunyai V < Vmin,, maka perhitungan dilanjutkan menggunakan asumsi Smin.
4.4 Perencanaan Saluran Drainase Kolektor Menggunakan Prosedur Slope Minimum
Diketahui: Vmin = 0,7 m/det
C = 0,75
Cs = 1
I =
R24
24
(
24
t
)2/3
Slope pada Tabel 4.2
to pada Tabel 4.1
td =
L
60x V
22. 22
tc = to + td
Q = 0,00278x C x Cs x I x A
F = ( B + m.H )x H
P = B + 2x( 1+ m2)0,5x H
B = 1,3 H
m= 1,5
R =
F
P
Q = n -1x R2/3 x S ½ xF
n= 0,035
V = Q / F
Tabel 4.6 Perhitungan Nilai tc Saluran Prosedur Slope Minimum
Saluran
panjang
(m) V (m/s)
td
(menit)
to
(menit)
tc
(menit)
F-E 2557,359 0,7 60,8895 51,66 112,54
Tabel 4.7 Perhitungan Dimensi Saluran Prosedur Minimum
Saluran I C Cs
A
(ha)
Q
(m/s)
F H B P R S
F-E 30,54 0,75 1 20,63 1,31 1,88 0,8 1,1 4,0 0,5 0,0017
Dari hasil perhitungan menggunakan prosedur slope minimum diatas memenuhi syarat
bahwa Smin > So, maka perencanaan dimensi dapat digunakan.
23. 23
BAB V
PERENCANAAN DRAINASE SISTEM POLDER
Komponen drainase sistem polder terdiri dari pintu air, kolam retensi, dan stasion
pompa. Pintu air berfungsi untuk mengisolasi atau memproteksi daerah tangkapan (
catchment area ) sistem polder terhadap masuknya air banjir dari luar. Station pompa
berfungsi mengendalikan muka air didalam daerah tangkapan sistem polder pada saat terjadi
banjir atau hujan lokal. Station pompa digunakan untuk menyalurkan debit banjir akibat
hujan lokal keluar daerah tangkapan sistem polder. Berhubung debit banjir yang masuk lebih
besar dari pada debit atau kapasitas pompa banjir, maka diperlukan kolam retensi untuk
menampung kelebihan debit banjir tersebut. Besarnya volume tampungan kolam retensi
tergantung pada luas kolam dan beda tinggi muka air maksimum dan minimum dikolam,
sehingga kedudukan muka air dikolam retensi harus dijaga selalu minimum.
5.1 Perhitungan Kapasistas Pompa
Untuk menghitung kapasistas pompa berdasarkan hujan kumulatif yang terjadi didaerah
tangkapan sistem polder.
y1 = 12,437ln(x) + 43,198 ( Gambar 2.5 )
y2 = Ip.x
Dimana: x adalah lama pengeringan ( jam )
y1 persamaan kurva masa hujan
y2 persamaan intensitas kapasitas pompa
y1 = y2
12,437ln(3,3) + 43,198 = Ip.3,3
Ip = 17,590 mm/ jam
Qp = 0,00278.C.Ip.A
= 0,00278.0,75.17,590.178,43
= 6,544 m3/detik
5.2 Perhitungan Volume Tampungan
Volume tampungan terdiri dari 3 ( tiga ) komponen, yaitu :
1. Volume tampungan dikolam retensi ( Vk )
2. Volume genangan yang diijinkan terjadi ( Vg ) = 0
3. Volume tampungan disaluran drainase ( Vs ) dimana biasanya diabaikan ( lebih
aman ) = 0
24. 24
Untuk menghitung volume tampungan akan ditinjau dalam dua kondisi.
Kondisi 1:
Dihitung berdasarkan hidrograf banjir yang masuk ke pompa dan kolam retensi.
Dimana:
Qmak = debit banjir maksimum = 22,7 m3/detik
Qp = kapasitas pompa = 6,544 m3/detik
n = 2
tc = 33,11 menit = 33,11 x 60 = 1986,6 detik
Gambar 5.1 Kurva Kapasitas Pompa Dan Volume Tampungan Kondisi 1
Vt = ((Qmak – Qp)2.n.tc)/ (2.Qmak) ( m3 )
Vt = ((22,7 -6,544)2.2. 1986,6)/ (2. 22,7) = 22843 m3
Kondisi 2:
Dihitung berdasarkan hujan komulatif yang terjadi didaerah tangkapan sistem
polder.
Dimana:
t= waktu pengeringan = 3,3 jam
25. 25
R3,3 = I.t = 17,8 mm/jam. 3,3 jam = 58,48 mm
Dari Tabel 2.9
Gambar 5.2 Kurva Kapasitas Pompa Dan Volume Tampungan Kondisi 2
y1 = 12,488ln(x) + 43,275
y2 = Ip.x
△Rmak = y1 – y2
Tabel 5.1 Perhitungan △Rmak
t y1 y2 △Rmak
0,5 34,619 8,795 25,824
0,6 36,896 10,554 26,342
0,7 38,821 12,313 26,508
0,8 40,488 14,072 26,416
0,9 41,959 15,831 26,128
Vt = 10 x C x △Rmak x A
= 10 X 0,75 x 26,508 x 178,43
= 35474 m3
26. 26
Digunakan hasil volume tampungan ( Vt ) yang terbesar yaitu pada perhitungan
kondisi 1 = 22843 m3 < kondisi 2 = 35474 m3, maka Vt = 35474 m3.
Vt = A . H
Dimana : A = Luas kolam ( m2 )
H = Beda tinggi antara muka air maksimum dan minimum ( m )
At =
Vt
(hmak−hmin)
=
35474
(3,4−0,5)
= 12232 m2 = 1,2 Ha
5.3 Perhitungan Lebar Pintu
Dimensi pintu air dihitung berdasarkan debit banjir maksimum ( Qmak ) = 22,7 m3/detik
( lihat sub bab 3.4 )
Aliran dipintu air dalam kondisi kritis, maka memakai rumus:
Qmak = m. b. hkr. ( 2. g. △hk )0,5
Keterangan : m = Koefisien debit ( tergantung bentuk ambang, untuk ambang bulat
m= 1)
b = lebar pintu ( m )
hkr = kedalaman air kritis dibagian hilir ( 0,667H ) = 0,667. 3,4 = 2,27 m
△hkr = beda tinggi kritis ( 0,333H ) = 0,333.3,4 = 1,13 m
22,7 = 1. b. 2,27. ( 2. 9,81. 1,13 )0,5
b = 2,1 m