Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, gejala, diagnosis, dan penanggulangan HIV/AIDS. HIV adalah virus yang menyerang sel T CD4+ dan menyebabkan kekebalan tubuh menurun, sehingga menimbulkan berbagai infeksi oportunistik. Diagnosis HIV dapat dilakukan melalui tes laboratorium dan gejala klinis. Upaya penanggulangan meliputi promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
2. Human
Immunodeficiency Virus
(HIV) adalah virus jenis
retrovirus yang
menyebabkan seseorang
terinfeksi HIV dan akan
berkembang menjadi
Acquired Immuno
Deficiency Syndrome
(AIDS).
HIV adalah retrovirus
yang biasanya menyerang
organ vital sistem
kekebalan manusia
seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofag,
dan sel dendritik.
PENGERTIAN
3. HIV secara langsung dan
tidak langsung merusak
sel T CD4+, padahal sel T
CD4+ dibutuhkan agar
sistem kekebalan tubuh
berfungsi baik.
Jika HIV membunuh sel T
CD4+ sampai terdapat
kurang dari 200 sel T
CD4+ per mikroliter(µL)
darah maka kekebalan
selular akan hilang, dan
akibatnya ialah kondisi
yang disebut AIDS.
PENGERTIAN
4. Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan gejala yang menunjukan
adanya kelemahan/ kerusakan/
penurunan daya tahan tubuh yang
disebabkan oleh masuknya virus HIV
dalam tubuh seseorang.
AIDS diartikan sebagai bentuk paling
hebat dari infeksi HIV, mulai dari
kelainan ringan dalam respon imun
tanpa tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi
yang dapat membawa kematian dan
dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi.
PENGERTIAN
5. Kerusakan progresif pada
system kekebalan tubuh
menyebabkan ODHA (orang
dengan HIV/AIDS) amat
rentan dan mudah
terjangkit bermacam-
macam penyakit.
Serangan penyakit yang
biasanya tidak berbahaya
pada orang yang tidak
terinfeksi pun lama-
kelamaan akan
menyebabkan pasien sakit
parah bahkan meninggal.
PENGERTIAN
6.
7. 1987-2014 :
HIV : 150.296
AIDS : 55.799
NTT : 1.751
Tersebar di 381
kab/kota dari 498
kab/kota (76%)
Tertinggi pd umur 20-
29 tahun (32.9%), 30-
39 tahun (28.5%)
Laki-laki :54%
Perempuan : 29%
Tidak melaporkan JK :
17%
Kasus baru terus
meningkat setiap
tahunnya
STATISTIK
9. Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda
penyakit.
Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer
akut yang lamanya 1–2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu.
Fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi
AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia
interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain
termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.
TANDA DAN GEJALA
10.
11. Pasien AIDS biasanya menderita
infeksi oportunistik dengan gejala
tidak spesifik, terutama demam
ringan dan kehilangan berat badan.
Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi Mycobacterium avium-intra
cellulare dan sitomegalovirus.
Citomegalovirus dapat
menyebabkan kolitis dan retinitis
sitomegalovirusdapat menyebabkan
kebutaan.
Penisiliosis yang disebabkan oleh
Penicillium marneffeikini adalah
infeksi oportunistik ketiga paling
umum (setelah tuberkulosis dan
kriptokokosis) pada orang yang
positif HIV di daerah endemik Asia
Tenggara.
TANDA DAN GEJALA
12. Stadium I: infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil
dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
Stadium III : termasuk diare kronik yang tidak dapat
dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri
parah,dan tuberkulosis.
Stadium IV : termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis
esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma
kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
KLASIFIKASI
13. 1. Penularan melalui
hubungan seksual
2. Paparan dengan
cairan tubuh yang
terinfeksi
3. Transmisi ibu ke
anak
TRANSMISI
14. Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara
sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang
dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya.
Resiko masuknya HIV dari orang yang terinfeksi menuju orang
yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar
daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral
tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui
seks oral reseptif maupun insertif.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
15. Penyakit menular seksual
meningkatkan risiko
penularan HIV karena
dapat menyebabkan
gangguan pertahanan
jaringan epitel normal
akibat adanya luka pada
alat kelamin, dan juga
karena adanya
penumpukan sel yang
terinfeksi HIV
(limfositdan makrofag)
pada semen dan sekresi
vaginal.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
16. Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan
dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum
terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai
tahap penyakit ini dan tidak konstan antar orang.
Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu
berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi
alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.
Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan
hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.
PENULARAN MELALUI HUBUNGAN
SEKSUAL
17. Rute transmisi ini
terutama berhubungan
dengan pengguna obat
suntik, penderita
hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan
produk darah.
Berbagi penggunaan
jarum suntik
merupakan penyebab
sepertiga dari semua
infeksi baru HIV.
Penggunaan alat yg
melukai tubuh
PAPARAN DENGAN CAIRAN TUBUH YANG
TERINFEKSI
18. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero
selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat
persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki
akses terhadap terapi antiretroviral dan melahirkan
dengan cara bedah caesar, tingkat transmisi hanya
sebesar 1%.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko
infeksi,terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin
tinggi risikonya).
Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-
15%. Risiko ini bergantung pada faktor klinis dan
dapat bervariasi menurut pola dan lama menyusui.
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral,
bedah caesar, dan pemberian susu formula
mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak.
TRANSMISI IBU KE ANAK
19.
20. Pemeriksaan untuk diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah
sedini mungkin terjadinya penularan atau peningkatan kejadian
infeksi HIV, berdasarkan prinsip :
Konfidensialitas
Persetujuan
Konseling
Pencatatan
Pelaporan dan
Rujukan
DIAGNOSIS
21. Prinsip konfidensialitas
artinya hasil pemeriksaan
harus dirahasiskan dan hanya
dapat dibuka kepada :
Orang/pasien yang
bersangkutan
Tenaga kesehatan yang
menangani
Keluarga terdekat dalam
hal yang bersangkutan
tidak cakap
Pasangan seksual
Pihak lain yang sesuai
ketentuan
22. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS (Konseling
dan Tes HIV Sukarela/VCT : Voluntary Conseling Testing) dan
TIPK (Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan
Kesehatan/PITC : Provider Initiative Testing dan Conseling).
KTS : proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif
individu yang bersangkutan.
TIPK adalah test HIV dan konseling yang dilakukan kepada
seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan
berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan.
KONSELING
24. Batuk lebih dari 2-3 minggu
Penurunan berat badan menyolok > 10%
Panas > 1 bulan
Diare > 1 bulan
Perhatikan kandidiasis oral
Herpes zoozter yang luas, sering kambuh
Sariawa rekuren dan berat
Penyakit kulit : dermatitis seboroik kambuhan, psoriasis, dermatitis generalisata
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur kambuhan (kandidiasis vagina/keputihan)
Pneumonia berat berulang
TBC
Riwayat perilaku seksual
Riwayat pengguna narkoba
Riwayat pekerjaan : pelaut, supir truk, dll
Riwayat bekerja di daerah endemis dengan perilaku berisiko tinggi
Riwayat tranfusi
Perhatikan ciri khas/tanda kelompok risiko tinggi, misalnya : tato, perilaku
tertentu
Saat ini HIV sudah berkembang pada bukan kelompok risiko tinggi : misalnya ibu
rumah tangga
DIAGNOSIS KLINIS
DIDUGA AIDS BILA :
25. Serologi/deteksi
antibodi : rapid test,
ELISA, Western Blot
(untuk konfirmasi)
Deteksi virus : RT-PCR,
antigen P-24
DIAGNOSIS LABORATORIUM :
26. Sinar X dada
Tes fungsi pulmonal
Biopsi
EEG, MRI, CT scan otak, EMG
dll
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA
27. Pasien yang secara klinis curiga AIDS
Orang dengan risiko tinggi
Pasien infeksi menular seksual
Pasangan seks atau anak dari pasien positif HIV
Sebelum tes harus dilakukan konseling dulu dan harus
menandatangani surat persetujuan (inform consent).
Konseling dapat dilakukan di klinik VCT oleh konselor terlatih
dan di tempat praktek, Puskesmas oleh petugas kesehatan
terlatih
INDIKASI DILAKUKAN TEST
LABORATORIUM
29. 1. Promosi Kesehatan
2. Pencegahan
penularan HIV
3. Pengobatan,
perawatan dan
dukungan
4. Rehabilitasi
PENANGGULANGAN HIV AIDS
30. Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat yang benar dan komprehensif
tentang pencegahan penularan HIV dan menghilangkan
stigma serta diskriminasi.
Promosi ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
maupun non kesehatan yang sudah terlatih.
Masysrakat yang menjadi sasaran promosi kesehatan
adalah populasi kunci.
Populasi kunci adalah : pengguna napza suntik, wanita
pekerja seks (WPS) langsung maupun tidak langsung,
pelanggan/pasangan seks WPS, gay, waria, laki
pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki dan
warga binaan lapas/rutan.
PROMOSI KESEHATAN
31. Upaya yang dilakukan (ABC)/(ABCDE):
Tidak melakukan hubungan seks
(Abstinensia) : bagi yang belum menikah
Setia dengan pasangan (Be faithful) : hanya
berhubungan seksual dengan pasangan tetap
yang diketahui tidak terinfeksi HIV
Menggunakan kondom secara konsisten
(Condom Use) : menggunakan kondom bila
terpaksa berhubungan seksual yang berisiko
atau dengan pasangan yang telah terinfeksi
HIV
Menghindari penggunaan obat/zat aditif (no
Drugs) non seksual
Meningkatkan kemampuan pencegahan
melalui edukasi termasuk mengobati IMS
sedini mungkin (Education) dan
Melakukan pencegahan lain, antara lain :
sirkumsisi
PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI
HUBUNGAN SEKSUAL
32.
33. Uji saring darah pedonor ; penggunaan
darah yang aman dari HIV
Pencegahan infeksi HIV pada tindakan
medis dan non medis yang melukai tubuh :
penggunaan peralatan steril, memenuhi
standar operasional prosedur dan
kewaspadaan umum (universal precaution),
pencegahan infeksi sesuai dengan standar
Pengurangan dampak buruk pada pangguna
napza suntik : program layanan alat suntik
steril dengan konseling perubahan perilaku
serta dukungan psikososial, mendorong
menjalani terapi/rehabilitasi, mendorong
melakukan pencegahan penularan seksual,
layanan konseling dan tes HIV.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV MELALUI
HUBUNGAN NON SEKSUAL
34. Pencegahan penularan HIV
pada perempuan usia
reproduktif;
Pencegahan kehamilan
yang tidak direncanakan
pada perempuan dengan
HIV;
Pencegahan penularan HIV
dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang
dikandungnya : pemberian
ARV kepada ibu, pilihan
cara melahirkan : operasi
caesar akan mengurangi
risiko penularan, pilihan
untuk tidak menyusui
anaknya.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU
KE ANAK
35. Pemberian dukungan psikologis,
sosial dan perawatan kepada ibu
dengan HIV beserta anak dan
keluarganya.
Setiap bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV harus dilakukan tes
serologi HIV (DNA/RNA) dimulai
pada usia 6 (enam) sampai dengan
8 (delapan) minggu atau tes
serologi HIV pada usia 18 (delapan
belas) bulan ke atas.
Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV
dan AIDS harus segera
mendapatkan profilaksis ARV dan
kotrimoksasol
PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU
KE ANAK
36. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak
pengobatan dan perawatan ODHA, jika fasilitasi yang ada
tidak mampu maka penderita harus dirujuk
Setiap orang yang terinfeksi HIV diregistrasi secara nasional
Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan
HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik dan
meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan 3 cara :
Terapeutik, profilaksis dan penunjang.
PENGOBATAN, PERAWATAN DAN
DUKUNGAN
37. Pengobatan Terapeutik : meliputi
pengobatan ARV (Anti Retro Viral),
pengobatan IMS (Infeksi Menular
Seksual) dan pengobatan infeksi
oportunitis
Pengobatan profilaksis : Pemberian
ARV pasca pajanan dan pemberian
kotrimoksasol untuk terapi dan
profilaksis
Pengobatan penunjang : tatalaksana
gejala : multivitamin, dukungan
nutrisi, pendidikan kesehatan,
pencegahan komplikasi dan infeksi
oportunistik, perawatan paliatif,
dukungan psikologis kesehatan
mental, dukungan sosial ekonomi,
kelompok-kelompok dukungan.
PENGOBATAN
38. Diberikan setelah
mendapatkan konseling,
mempunyai pengingat
minum obat (PMO) dan
pasien setuju patuh
terhadap pengobatan
seumur hidup
Indikasi :
jika penderita HIV yang
telah menunjukan stadium
klinis 3 atau 4 atau jumlah
sel limfosit T CD4 < 350
sel/mm3
Ibu hamil dengan HIV
Penderita HIV dengan
Tuberkulosis
PENGOBATAN ARV
39. Pasien tidak memiliki motivasi
Pengobatan tidak dapat terus menerus seumur hidup
Pengobatan tidak dapat dimonitor
Penderita mengalami gangguan fungsi ginjal/hati berat
Adanya penyakit oportunistik/infeksi oportunistik
terminat / tidak dapat disembuhkan, misalnya limfoma
maligna.
JANGAN MEMULAI ARV JIKA
40. Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit (minimal tipe C) dan
dapat dilanjutkan di Puskes mas atau fasilitas kesehatan
lainnya
Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan
untuk penanggulangan HIV AIDS dijamin oleh pemerintah,
yang meliputi : kondom, lubrikan, alat suntik steril, reagensia
untuk tes HIV dan IMS. Obat ARV, obat TBC, obat IMS, obat
untuk infeksi oportunistik.
Perawatan dan pengobatan bagi orang terinfeksi HIV yang
miskin dan tidak mampu ditanggung oleh negara
41. Rehabilitasi dilakukan melalui rehabilitasi medis dan sosial
Ditujukan untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi
produktif secara ekonomi dan sosial ; pemberdayaan
ketrampilan kerja, dll
REHABILITASI
43. Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada ODHA yang
kondisinya sudah parah.
Individu yang termasuk dalam memberikan dukungan sosial
meliputi pasangan (istri/suami), orang tua, anak, sanak
keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor.
ASPEK SOSIAL
44. Pada aspek spiritual ditekankan pada penerimaan pasien
terhadap sakit yang dideritanya, sehingga ODHA akan dapat
menerima dengan iklas terhadap sakit yang dialami. Asuhan
keperawtan yang diberikan :
Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien
Pandai mengambil hikmah dari kejadian yang dialami
Meningkatkan ketabahan hati dan keteguhan dalam
menghadapi cobaan
Dukungan psikologis, sosial dan spiritual yang baik akan
mampu meningkatkan kualitas hidup pasien dan daya tahan
terhadap perkembangan infeksi HIV.
ASPEK SPIRITUAL