Pengembangan bahan ajar matematika berbasis contextual teaching and learning
1. PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) KELAS X SMA
AMALINAAZIZAH
Amalinaazz@gmail.com
089644190651
NURDENI
Anien_thea@yahoo.co.id
085220590277
Dosen Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika, dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI
Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan
menghasilkan bahan ajar matematika yang efektif dalam proses pembelajaran
matematika pada kelas X Sekolah Menengah Atas. Pengembangan bahan ajar
matematika ini diharapkan mampu memperbaiki minat dan motivasi peserta didik
untuk belajar matematika yang dihubungkan langsung dengan kehidupan sehari-
hari sehingga peserta didik mengetahui alasan mempelajari matematika. Prosedur
penelitian diadaptasi dari Model Pengembangan Instruksional (MPI) M. Atwi
Suparman yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi
kebutuhan dan menulis tujuan instruksional umum, (2) melakukan analisis
instruksional, (3) mengidentifikasi perilaku dan karakteristik peserta didik, (4)
menulis tujuan instruksional khusus, (5) menyusun alat penilaian hasil belajar, (6)
menyusun strategi instruksional, (7) mengembangkan bahan instruksional, (8)
melaksanakan evaluasi formatif. Setelah peneliti melakukan pengembangan bahan
ajar matematika pada kelas X Sekolah Menengah Atas diperoleh hasil berupa
bahan ajar matematika untuk Sekolah Menengah Atas kelas X yang dapat
digunakan untuk memfasilitasi dalam melaksanakan pembelajaran.
Kata kunci : Bahan Ajar Matematika, pembelajaran matematika, SMA Kelas X
Abstract. The purpose of this research is to develop and produce effective
mathematic teaching materials in the process of learning mathematics in class X
High School. Development of mathematics materials is expected to improve the
interest and motivation of learners to learn mathematics that is connected directly
with everyday life so that learners know the reasons for mathematics. M. Atwi
Suparman consisting of several steps, namely: (1) general purpose and objectives,
(2) conducting instructional analysis, (3) behavior and characteristics of learners,
(4) writing special instructional goals, (6) formulating strategies Instructional, (7)
development of instructional tools, (8) conducting formative evaluations. After
conducting an assessment of mathematic teaching materials in the upper grade X
High School on mathematic teaching outcomes for High School X grade that can
be used for ease of learning.
Keywords: Mathematics Teaching Materials, Mathematic Learning, High School
Class X
2. PENDAHULUAN
Matematika sebagai ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memudahkan kehidupan
manusia. Banyak kegiatan sehari-hari yang melibatkan matematika contohnya
dalam proses jual beli, pengukuran wilayah, pelaksanaan keuangan negara seperti
pajak dan koperasi. Selama ini, banyak peserta didik yang menganggap bahwa
matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dan bermain dengan rumus dan
angka-angka. Pendidikan formal di sekolah yang dimulai dari jenjang TK, SD,
SMP sampai SMA/SMK memiliki kurikulum yang memuat pelajaran dan materi,
dan salah satunya adalah Matematika. Sebagian besar peserta didik menganggap
matematika sebagai pelajaran yang sukar dan menakutkan, sehingga menjadi
momok bagi siswa dan alasannya pun bermacam, - macam di antaranya seperti
bahasa buku yang terlalu sulit untuk dipahami, rumit , bukunya yang terlalu tebal
dan terlalu banyak rumus hingga guru yang dalam menerangkan materi susah
untuk di mengerti. Hal itulah yang membuat murid yang malas belajar matematika
menjadi semakin malas untuk belajar matematika.
Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya. Karena
matematika dijadikan tolok ukur kelulusan siswa SD, SMP dan SMA/SMK
melalui diujikannya matematika dalam Ujian Nasional dan diajarkan di semua
jenjang pendidikan dan jurusan. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi berbagai upaya dapat dilakukan, diantaranya dengan meningkatkan
mutu pendidikan termasuk mata pelajaran matematika. Melihat begitu pentingnya
peranan matematika, membuat matematika dijadikan mata pelajaran di setiap
kelas pada satuan pendidikan. Disamping itu, berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa peserta didik. Banyak peserta didik yang mengeluhkan materi
dalam matematika yang semakin bertambah jenjang semakin sulit. Dari kesekian
banyak materi matematika yang sering dikeluhkan peserta didik adalah materi
matematika pada kelas X SMA, alasannya pun bermacam – macam ada yang
karena tidak menyukai matematika sedari awal, ada pula yang beralasan materi
yang disampaikan guru tidak dimengerti karena dalam penjelasan guru terlalu
cepat dalam menyampaikan. Padahal, materi kelas X SMA merupakan materi
dasar yang harus dipahami oleh setiap siswa kelas X SMA karena nantinya materi
ini akan diperdalam lagi di kelas XI dan XII SMA.
Salah satu tujuan khusus pembelajaran matematika di sekolah menengah
atas adalah agar para siswa memiliki pandangan yang luas serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif, terbuka, kreatif,
dan inovatif (Erman Suherman, dkk: 2003). Salah satu upaya yang ditempuh
untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penyempurnaan kurikulum.
Kurikulum terbaru yang telah diimplementasikan sekarang ini adalah Kurikulum
2013. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan,
aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013,
terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan
materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa
Indonesia, IPS, PPKN, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi
Matematika. Materi pelajaran tersebut (terutama Matematika dan Ilmu
3. Pengetahuan Alam) disesuaikan dengan materi pembelajaran standar Internasional
(seperti PISA dan TIMSS) sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan
pendidikan di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) No 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum SMA/MA, matematika di SMA masuk ke dalam kelompok mata
pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan. Kelompok mata pelajaran wajib
merupakan bagian dari pendidikan umum yaitu pendidikan bagi semua warga
negara yang bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai
bangsa, dan kemampuan penting untuk mengembangkan kehidupan pribadi
peserta didik, masyarakat, dan bangsa. Sementara itu kelompok mata pelajaran
peminatan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan minatnya dalam sekelompok mata pelajaran yang sesuai
denganminat keilmuannya di perguruan tinggi, dan untuk mengembangkan
minatnya terhadap suatu disiplin ilmu atau keterampilan tertentu. Berkaitan
dengan bagaimana mengimplementasikan Kurikulum 2013, telah diatur dalam
Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran perlu adanya
perangkat pembelajaran yang antara lain meliputi penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat
penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu
pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Salah satu
komponen yang harus ada di dalam RPP adalah sumber belajar. Sumber belajar
ini dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, lembar kegiatan peserta didik,
alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan. Dengan demikian untuk
memperoleh sumber belajar yang relevan, guru diharapkan untuk
mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Berdasarkan hasil wawancara pada beberapa sekolah dengan guru
matematika, dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
berlangsung cukup baik, tetapi sumber belajar yang digunakan masih terpaku
pada buku cetak yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud). Dalam proses pembelajaran banyak dari peserta didik yang
masih menggunakan buku kurikulum lama yang hanya menyajikan rumus instan
tanpa memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk membangun pemahaman
mereka sendiri mengenai suatu konsep. Hal tersebut belum mengaitkan materi
dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Menurut Sanjaya (2008: 255)
“Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan sendiri materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan
mereka”. Pendekatan CTL bertujuan agar belajar tidak hanya sekedar menghafal
rumus tetapi perlu adanya kegiatan pemahaman dengan aktivitas yang dilakukan
sendiri oleh peserta didik yang mengaitkan materi dengan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Menurut Ditjen Dikdasmen (2003: 10-19) pembelajaran dengan
pendekatan CTL akan membantu peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuannya (constructivism), mendorong peserta didik untuk bertanya
(questioning), memfasilitasi peserta didik untuk menemukan sendiri suatu konsep
(inquiry), menciptakan masyarakat belajar melalui diskusi kelompok (learning
community), menghadirkan model dalam proses pembelajaran (modeling),
melakukan penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan membiasakan
peserta didik dalam kegiatan refleksi dari rangkaian kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan (reflection). Pendekatan CTL tidak hanya membantu peserta didik
untuk dapat mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari,
tetapi pendekatan CTL juga membantu peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri dalam kelompok-kelompok diskusi.
Dari analisis lapangan di atas sangat dibutuhkan desain pembelajaran yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk mempermudah
siswa – siswa kelas X SMA belajar matematika dengan menggunakan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) yang diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan diatas sehingga dapat membantu mendampingi proses pembelajaran
matematika siswa dan guru pada kelas X SMA.
MODEL PENGEMBANGAN
Jenis penelitian adalah Research and Developmental (R & D) yang
bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran matematika yang efektif dan
menyenangkan bagi peserta didik Sekolah Menengah Atas kelas X. Produk yang
dikembangkan adalah bahan instruksional, berupa buku modul pada pembelajaran
matematika Sekolah Menengah Atas kelas X dengan prosedur pengembangan
menggunakan Model Pengembangan Instruksional (MPI) M. Atwi Suparman
yang terdiri dari tiga tahapan, yakni tahap definisi pengembangan, tahap analisis
dan pengembangan prototype sistem, serta tahap evaluasi formatif.
Pada tahap definisi pengembangan, meliputi identifikasi kebutuhan instruksional
dan menulis tujuan instruksional umum, analisis instruksional, serta identifikasi
perilaku dan karakteristik awal peserta didik. Tahap analisis dan pengembangan
prototype sistem, meliputi tujuan instruksional umum, alat penilaian hasil belajar,
strategi instruksional, serta mengembangkan bahan instruksional. Tahap
pelaksanaan evaluasi formatif, meliputi penelaahan oleh pakar dan revisi, evaluasi
oleh 1-3 peserta didik dan revisi, serta uji coba dalam skala terbatas dan revisi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Desain model pembelajaran matematika SMA kelas X yang diadopsi dari
MPI diawali dengan analisis kebutuhan instruksional, identifikasi kebutuhan
instruksional, menulis tujuan instruksional umum (TIU), analisis instruksional,
identifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik, tujuan instruksional
khusus (TIK), alat penilaian hasil belajar, strategi instruksional, mengembangkan
bahan instruksional, dan evaluasi formatif. Berdasarkan hasil kajian tersebut,
diperoleh desain komponen model sebagai berikut.
5. Analisis Kebutuhan Instruksional
Analisis kebutuhan merupakan kegiatan pertama yang harus dilakukan
oleh setiap pendesain khususnya pendesain pembelajaran. Analisis ini bertujuan
untuk mengetahui alasan apa yang melatarbelakangi sebuah desain pembelajaran
yang dikembangkan. Pembelajaran yang akan didesain saat ini adalah pelajaran
matematika yang diberikan kepada peserta didik kelas X Sekolah Menengah Atas
(SMA) Semester I untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik. Dalam
pelajaran matematika untuk kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA) Semester I
secara umum mempelajari tentang persamaan dan pertidaksamaan linear satu
variabel yang memuat nilai mutlak, sistem persamaan linear tiga variabel, dan
fungsi. Untuk itu, peserta didik diharapkan mampu menguasai konsep-konsep
matematika dalam materi tersebut. Menurut Suparman (2012: 118) kebutuhan
merupakan suatu kesenjangan yang terjadi saat ini dibandingkan dengan keadaan
yang diinginkan.
Kebutuhan instruksional yang dibutuhkan diantaranya adalah karakteristik
umum anak SMA kelas X, Sikap/perilaku anak SMA kelas X saat menerima
pelajaran matematika, Masalah kesulitan memahami materi matematika pada
siswa SMA kelas X. Keterangan-keterangan tersebut dapat diperoleh melalui hasil
wawancara secara langsung kepada beberapa orang-oang terdekat yang langsung
menangani peserta didik kelas X SMA, yakni guru dan siswa. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara konkret mengenai karakteristik
peserta didik serta kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik
yang duduk di kelas X SMA.
Dari hasil wawancara tersebut banyak diantara narasumber mengatakan
pada umumnya anak SMA kelas X lebih kita kenal dengan istilah masa remaja.
Masa remaja dikenal sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas
dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka
berada pada periode transisi, yaitu dari periode anak - anak menuju periode orang
dewasa atau dapat kita sebut dengan masa pubertas. Pada masa pubertas seperti
anak-anak SMA kelas X ini bersikap tidak serius, masih senang bermain dan
kurang disiplin merupakan hal yang umum terjadi pada peserta didik SMA kelas
X. Hal itu terjadi karena masih terbawa sikap mereka saat masih duduk di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan pada SMA kelas X inilah terjadi proses perubahan
dari masa remaja menjadi dewasa atau dapat kita sebut dengan proses adaptasi
yaitu menyesuaikan sikap antara saat SMP dan SMA. Pada masa adaptasi ini,
setiap anak memiliki tingkat perubahan pendewasaan yang berbeda-beda, ada
peserta didik yang terlambat bersikap dewasa dan ada yang cepat bersikap
dewasa. Maka dari itu, tidak heran jika pada SMA kelas X ini ada peserta didik
yang terkesan tidak serius, suka bermain, cuek, kurang disiplin, santai hingga
tidak memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran. Namun ada juga peserta
didik yang bersikap serius dan memperhatikan guru saat menjelaskan materi
pelajaran. Umumnya perilaku mereka sangat aktif, memiliki rasa ingin tahu yang
begitu besar, namun konsentrasi dan penalaran yang masih kurang baik dalam
menerima materi pelajaran. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sebuah
pembelajaran dengan penyampaian menarik dan dihubungkan dalam kehidupan
6. sehari-hari agar peserta didik kelas X SMA menyadari pentingnya matematika
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, hasil observasi ditemukan bahwa peserta
didik kelas X SMA berpikir bahwa matematika tidaklah penting dalam dunia,
padahal matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari terutama
dalam dunia kerja mislanya dalam perpajakan, jual beli, manage keuangan,
bahkan untuk membuat pesawat sangat diperlukan matematika dalam
memperhitungkan ukuran dan bentuknya. Hal tersebut sependapat dengan Enang
Nugerahman selaku wakasek kurikulum dan guru matematika SMAN 51 Jakarta
mengataka “Sangat diperlukan pembelajaran matematika dengan design yang
menarik dan berbeda dengan buku matematika Sekolah Menengah Atas pada
umumnya yang disertai dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari”.
Selanjutnya, kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta didik kelas X
SMA dari segi sikap dan perilaku, mereka lebih diinginkan untuk mandiri,
disiplin, bertanggung jawab dan percaya diri dalam melakukan kegiatannya
sehari-hari. Sedangkan dari segi akademik, mereka diinginkan untuk dapat
menguasai pelajaran yang diajarkan didalam kelas, khususnya penguasaan dalam
konsep nilai mutlak, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dan
fungsi.
Tujuan Instruksional Umum
Dari kegiatan mengidentifikasi kebutuhan instruksional yang telah
dilakukan, pendesain selanjutnya merangkai sebuah tujuan secara umum yang
diharapkan mampu dicapai oleh peserta didik pada akhir pembelajaran. Hasil
belajar ini disebut tujuan instruksional umum. Atwi Suparman (2012: 129)
mengemukakan tujuan instruksional adalah tercapainya kompetensi yang tidak
pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik. Kompeteni
yang diharapkan itu bersifat umum atau tinggi sekali. Ia merupakan hasil belajar
yang diharapkan dikuasai peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan
instruksional.
Perumusan TIU dapat disusun dengan melihat kompetensi apa saja yang
diinginkan oleh para pendidik maupun peserta didik yang berada pada usia 15-18
tahun yang berada pada SMA kelas X. Berdasarkan analisis kebutuhan
instruksional sebelumnya, pendesain merumuskan tujuan instruksional umum
sebagai berikut: ”jika diberikan soal latihan matematika mengenai pelajaran
matematika Sekolah Menengah Atas kelas X Semester I, maka peserta didik SMA
kelas X Semester I diharapkan mampu memahami dan mengerjakan dengan baik
dalam menyelesaikan soal-soal latihan maupun dalam pemecahan masalah
berbentuk soal cerita dengan cepat, sendiri dan minimal 80% benar serta
meningkatnya perilaku disiplin, jujur, tidak mudah putus asa dan bersemangat
belajar.”
Analisis Instruksional
Langkah analisis terhadap tujuan pembelajaran sebagai pertimbangan
untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik untuk
mencapai tujuan instruksinal, mennetukan syarat pengetahuan, sikap dan
7. keterampilan yang atau sering disebut dengan entry behavior yang dibutuhkan
peserta didik sebelum memulai belajar. Hasil dari analisis ini adalah skema atau
diagram alur belajar atau prosedur belajar yang diikuti peserta didik dalam
mengikuti program instruksional. Menurut Suparman (2012: 157) bahwa “analisis
instruksional adalah proses menjabarkan kompetensi umum menjadi
subkompetensi, kompetensi dasar, atau kompetensi khusus yang tersusun secara
logis dan sistematik”. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikai
perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku umum secara
terperinci. Perilaku-perilaku khusus disusun sesuai dengan kedudukannya,
misalnya kedudukannya sebagai perilaku prasyarat, perilaku yang menurut urutan
gerakan fisik berlangsung terlebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih
awal.
Maksud dari gambaran dilakukannya analisis instruksional adalah akan
tersusun subkompetensi dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Melalui
tahap khusus tertentu, peserta didik akan mencapai perilaku umum. Daftar
subkompetensi khusus telah disusun secara sistematis menuju perilkau umum,
seperti jalan singkat yang harus dilalui peserta didik untuk mencapai tujuannya
yang lebih baik. Dalam hal ini jumlah dan susunan subkompetensi umum yang
tercantum dalam TIU dapat dicapai secara efektif dan efisien.Berikut ini adalah
langkah-langkah praktis dalam melakukan analisis instruksional: 1) Menuliskan
kompetensi umum yg telah ditulis dalam TIU untuk mata pelajaran matematika
yang akan dikembangkan; 2) Menulis setiap subkompetensi yang menjadi bagian
dari kompetensi umum tersebut; 3) Menyusun subkompetensi tersebut kedalam
suatu daftar dalam urutan yang logis, mulai kompetensi umum, subkompetensi
yang paling dekat hubungannya dengan kompetensi umum, dan diteruskan
mundur sampai subkompetensi yang paling jauh dari subkompetensi umum; 4)
Berusaha melengkapi daftar subkompetensi yang telah tersusun sebelumnya, bisa
menambahkan atau mengurangi subkompetensi jika perlu; 5) Menyusun dalam
bentuk bagan peta kompetensi dengan struktur hirarkis, procedural, atau
pengelompokkan menurut kedudukannya masing-masing; 6) Meneliti kembali,
tambahkan atau kurangi subkompetensi lain yang dianggap perlu hingga yakin
subkompetensi yang telah dibuat benar berada dibawah kompetensi umum yang
berbeda; 7) Memberi nomor urut pada setiap subkompetensi dimulai dari yang
terjauh sampai ke yang terdekat dengan kompetensi umum. Pemberian nomor urut
tersebut akan menunjukkan urutan kompetensi yang akan diajarkan kepada
peserta didik. Urutan daftar subkompetensi tersebut dilakukan dari yang lebih
sederhana ke yang lebih kompleks dan kemiripan atau kaitan gerakan yang satu ke
yang lain; 8) Mengkonsultasikan dan mendiskusikan bagan yang telah disusun
kepada pembimbing atau teman sejawat untuk mendapatkan masukan berupa
lengkap tidaknya daftar subkompetensi sebagai penjabaran dari setiap kompetensi
umum, logis tidaknya dari subkompetensi menuju kompetensi umum, serta
struktur hubungan semua subkompetensi tersebut (hirarkis, procedural,
pengelompokkan, atau kombinasi). Dengan langkah-langkah di atas akan
memudahkan untuk menentukan langkah-langkah desain instruksional
selanjutnya.
8. Mengidentifikasi Perilaku Dan Karakteristik Peserta Didik Kelas X SMA
Suparman (2012: 180-181) mengemukakan mengidentifikasi perilaku awal
peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui siapa kelompok sasaran, populasi
sasaran, serta sasaran didik dari kegiatan instruksional. Istilah tersebut digunakan
untuk menanyakan peserta didik yang mana atau peserta didik sekolah apa saja
yang seharusnya sudah mereka capai selama mereka mempelajari pelajaran
tersebut serta kompetensi apa yang seharusnya telah mereka capai selama mereka
mempelajari pelajaran tersebut. Beberapa teknik pengumpulan data yang dapat
digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional, yaitu: kuesioner,
interview dan observasi, serta tes (Suparman, 2012: 182). Pihak yang memberikan
informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan
peserta atau calon peserta didik dalam setiap kompetensi dasar.
Masa usia Sekolah Menengah Atas merupakan masa pubertas yang
berlangsung dari usia kira-kira sepuluh tahun hingga dua belas tahun dan berakhir
pada usia delapan belas tahun hingga dua puluh dua tahun. Pada masa adaptasi
seperti ini, setiap anak memiliki tingkat perubahan pendewasaan yang berbeda-
beda, ada peserta didik yang terlambat bersikap dewasa dan ada yang cepat
bersikap dewasa. Maka dari itu, tidak heran jika pada SMA kelas X ini ada peserta
didik yang terkesan tidak serius, suka bermain, cuek, kurang disiplin, santai
hingga tidak memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran. Perilaku dan
karakteristik yang ditunjukkan oleh peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA)
kelas X antara lain dilihat dari segi fisik sebagai berikut adalah perubahan tinggi
badan remaja dipengaruhi asupan makanan, perubahan berat badan akibat
penyebaran lemak, proporsi tubuh mengembang tumbuh seperti badan melebar,
baik laki-laki maupun perempuan organ seks mengalami proses pematangan
seperti tumbuhnya kumis dan jakun pada laki-laki dan pada perempuan ditandai
dengan membesarnya buah dada, perkembangan jaringan tubuh seperti tulang dan
otot menjadi matang, sistem pencernaan bertambah berat dan panjang seperti hati
bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang, terlihat perbedaan nyata
antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan dilihat dari segi kecerdasan adalah
sebagai berikut mulai dapat berfikir logis, mempunyai rencana dan memecahkan
masalah, sudah mampu membedakan yang konkrit dan abstrak, wawasan
berfikirnya semakin luas , mampu memikirkan masa depan dan mengeksplorasi
berbagai kemungkinan untuk mencapainya, mulai menyadari proses berfikir
efisien dan belajar berinstrospeksi, mulai muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
Sedangkan dilihat dari segi social-emosional adalah emosi tidak stabil, memiliki
rasa ingin tahu yang besar, kecenderungan untuk menyerah, mengikuti pendapat
atau kebiasaan teman, didikan orang tua saat masa kanak-kanak sangat
mempengaruhi saat masa remaja, bersikap cuek dengan apa yang mereka
lihat,dengar dan rasakan, dan bersikap semakin kritis dan keras kepala.
Tujuan Instruksional Khusus
Hasil dari kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal
peserta didik adalah menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu
diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang
9. harus diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk Tujuan Instruksional
Khusus (TIK). Pentingnya menempatkan tujuan instruksional sebagai komponen
awal dalam mendesain instruksional merupakan pusat perhatian setiap pendesain.
Menurut Suparman (2012: 195) ”Perumusan TIK merupakan titik permulaan yang
sesungguhnya dari proses desain instruksional”. Tujuan instruksional khusus
menjadi dasar dan pedoman bagi proses pengembangan instruksional, sedangkan
dalam proses-proses sebelumnya merupakan tahap pendahuluan untuk
menghasilkan tujuan instruksional khusus.
Rancangan Instrumen Penilaian
Berdasarkan TIK yang telah disusun, pendesain instruksional dapat
menyusun alat penilaian hasil belajar yang akan digunakan untuk mengukur
keberhasilan peserta didik dalam menguasai kompetensi-kompetensi yang ada
dalam TIK. Setiap alat penilaian hasil belajar yang relevan dengan TIK haruslah
valid untuk digunakan. Apabila di kemudian hari setelah selesai proses
instruksional seluruh peserta didik ternyata menguasai 100% perilaku dalam TIK
tersebut, maka dapat didefinisikan bahwa proses instruksional tersebut dianggap
sudah efektif untuk digunakan. Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur
tingkat penguasaan dan ketercapaian setiap siswa terhadap perilaku yang
tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan tes acuan
patokan adalah sebagai berikut (Suparman, 2012: 221-227): 1) Menentukan
maksud penilaian (tujuan tes); 2) Membuat tabel spesifikasi untuk setiap tes yaitu
daftar perilaku, bobot perilaku, persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; 3)
Menulis butir tes; 4) Menulis petunjuk; 5) Menulis kunci jawaban; 6) Menguji
coba kualitas teknis tes; 7) Menganalisis hasil uji coba; 8) Merevisi tes; 9)
Menguji coba set soal yang sudah diperbaiki untuk melihat validitas dan
reliabilitasnya.
Tabel 1. Format Spesifikasi Tes Matematika Kelas X SMA
Tujuan
Instruksional
Tes
Objektif
Uraian Materi Indikator Soal Bentuk Soal
PG Esai Kinerja
Melakukan operasi
hitung persamaan dan
pertidaksamaan nilai
mutlak linear satu
variabel
C3 1. Persamaan
linear satu
variabel
1. Menjumlahkan
persamaan linear
satu variabel
2. Menghitung
persamaan linear
satu variabel
3. Mengalikan
persamaan linear
satu variabel
4. Membagi
persamaan linear
satu variabel
x
2. Persamaan
nilai mutlak
linear satu
variabel
1. Memahami
persamaan nilai
mutlak dalam
kehidupan sehari-
hari
2. Melakukan
x
10. pengurangan
terhadap
persamaan nilai
mutlak dalam
kehidupan sehari-
hari.
3. Pertidaksam
aan linear
satu variabel
1. Menjumlahkan
pertidaksamaan
linear satu
variabel
2. Mengurangi
pertidaksamaan
linear satu
variabel
3. Mengalikan
pertidaksamaan
linear satu
variabel
x
4. Pertidaksam
aan nilai
mutlak
linear satu
variabel
1. Memahami
pertidaksamaan
nilai mutlak
dalam kehidupan
sehari-hari
2. Melakukan
pengurangan
terhadap
pertidaksamaan
nilai mutlak
dalam kehidupan
sehari-hari.
x
5. Penyelesaia
n
1. Menyelesaikan
masalah
x
Tabel spesifikasi pada tabel 1. sedikit terlihat seperti silabus dalam sebuah
perangkat pembelajaran. Yang menjadi pembeda yakni adanya tujuan
pembelajaran pada masing-masing tema yang terdapat pada tujuan instruksional.
C1, C2, sampai C6 merupakan sebuah kriteria pencapaian yang tergambarkan
dalam taksonomi Bloom. Materi-materi pelajaran yang telah terformat dalam tbel
spesifikasi tersebut yang nantinya akan dijadikan sebuah acuan penilaian akhir
tujuan pembelajaran berupa pembuatan soal-soal untuk mengukur kompetensi
yang telah dicapai oleh peserta didik.
Strategi Instruksional
Berdasarkan informasi dari langkah sebelumnya, maka dirumuskan
strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi terdiri
dari bentuk kegiatan untuk mengawali pembelajaran atau kegiatan pendahuluan,
model dan metode yang akan digunakan dalam kegiatan inti, bentuk kegiatan
latihan, teknik menyampaikan umpan balik dan teknik penilaian. Strategi
instruksional dalam menyampaikan materi atau isi pelajaran harus secara
sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa
secara efektif dan efisien. Suparman (2012: 242) dalam strategi instruksional
11. terkandung empat pengertian sebagai berikut: 1) Urutan kegiatan instruksional,
yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada peserta
didik; 2) Metode instruksional, yaitu cara guru mengorganisasikan materi
pelajaran dan peserta didik agar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien; 3)
Media instruksional, yaitu peralatan dan bahan instruksional yang digunakan guru
dan siswa dalam kegiatan instruksional; 4) Waktu yang digunakan dalam
menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan instruksional.
Atwi Suparman (2012: 241) mengartikan strategi instruksional sebagai
rencana menyeluruh tentang pengelolaan isi instruksional dan bagaimana proses
kegiatan instruksional itu diselenggarakan. Isi dan proses instruksional tersebut
sehari-hari dikenal sebagai isi atau materi dan proses instruksional. Didalamnya
terdapat urutan kegiatan, daftar isi yang selaras dengan urutan kegiatan, metode,
media dan alat, dan waktu yang digunakan selama proses instruksional. Strategi
instruksional digunakan dalam mencapai hasil belajar, sehingga strategi
mencakup cara-cara yang direncanakan oleh pendesain instruksional untuk
membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena strategi
instruksional disusun untuk mencapai tujuan instruksional, ia harus disusun sesuai
dengan tujuan instruksional khusus.
Mengembangkan Bahan Instruksional
Dalam mengembangkan bahan instruksional, pendesain memilih sistem
pembelajaran tatap muka, dengan bahan yang dikembangkan berupa modul. Pada
sistem pembelajaran tatap muka, pengajar bertindak sebagai sumber belajar utama
dan penyaji bahan instruksional yang dikompilasi. Antara pengajar dan bahan
instruksional kompilasi harus saling mengisi, apa yang tidak terdapat dalam bahan
instruksional bisa diisi oleh pengajar. Pada proses awal mengembangkan bahan
kompilasi instruksional memilih dan mengumpulkan berbagai bahan instruksional
berupa analisis kebutuhan yang tersedia di lapangan, lalu menyusun strategi
pembelajaran untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang didapat saat
analisis instruksional. Selanjutnya pendesain merancang bahan instruksional ini
dengan mencocokan antara tujuan instruksional dan strategi pembelajaran yang
telah dibuat.
Pendesain mendesain bahan ajar fokus pada materi pembelajaran
Matematika Sekolah Menengah Atas kelas X. Bahan ajar ini terdiri dari 3 bab,
yaitu persamaan dan pertidaksamaan nilai mutlak linear satu variabel, sistem
persamaan linear tiga variabel, dan fungsi. Bahan ajar ini didesain sedemikian
rupa sehingga kemampuan memahami masalah matematika dalam kehidupan
sehari-hari dapat terfasilitasi dengan baik. Setelah mendesain bahan ajar,
pendesain melanjutkan dalam pembuatan instrumen untuk penilaian bahan ajar
sebagai alat ukur kualitas bahan ajar yang telah didesain. Aspek dalam instrumen
ini terdiri dari aspek konten atau bidang studi, aspek penyajian, dan aspek desain
grafis. Instrumen ini dimodifikasi dari beberapa instrumen yang sudah digunakan
dan tambahan-tambahan dari beberapa sumber antara lain dosen matematika, guru
SMA kelas X, dan beberapa siswa SMA kelas X.
12. Selanjutnya, pendesain membuat instrumen evaluasi formatif. Instrumen
ini meliputi kisi-kisi soal, soal-soal dan latihan, dan pedoman penskoran holistik,
instrumen-instrumen ini disusun untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
instruksional setelah menggunakan bahan ajar Matematika Sekolah Menengah
Atas kelas X. Setelah didiskusikan dengan pembimbing, instrumen ini divalidasi
oleh dosen matematika, guru SMA kelas X, dan beberapa siswa SMA kelas X.
Produk bahan pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas kelas X
Semester I ini mengalami beberapa kali perbaikan. Perbaikan tersebut berdasarkan
masukan pembimbing, masukan validator, dan pengamatan hasil uji coba terbatas.
Berbagai pengamatan tersebut sangat bermanfaat sekali dalam perbaikan bahan
pembelajaran secara muatan isi, desain buku, maupun dalam penyampaiannya.
Fokus pelajaran pada bahan pembelajaran Matematika Sekolah Menengah
Atas kelas X ini terdiri atas 3 bab, yaitu persamaan dan pertidaksamaan nilai
mutlak linear satu variabel, sistem persamaan linear tiga variabel, dan fungsi.
Cover Depan Cover Belakang
Gambar 1. Cover depan dan cover belakang bahan ajar
Gambar 2. Bagian awal bab bahan instruksional
13. Semua materi dikemas dalam desain semenarik mungkin didukung dengan
pemilihan gambar untuk memudahkan peserta didik memahami isi pelajaran
sehingga kemampuan pemecahan masalah dapat terfasilitasi dengan baik.
Selain latihan-latihan soal, didalam bahan ajar tersebut juga terdapat
beberapa kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang langsung dipraktekkan oleh
peserta didik agar mereka dapat lebih kreatif dan dapat mengukur kemampuannya
sendiri. Dengan adanya latihan yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari
diharapkan kemampuan kreatif peserta didik menjadi lebih terasah dan menambah
wawasan serta pemahaman peserta didik.
PENUTUP
Simpulan
Bahan Ajar Matematika Sekolah Menengah Atas Kelas X Semester ganjil
dalam desain instruksional yang dihasilkan ini telah dikembangkan dengan model
pengembangan instruksional M. Atwi Suparman, meliputi tahap pendahuluan,
analisis dan pengembangan prototype, sert melaksanakan evaluasi formatif. Pada
tahap pendahuluan terdiri dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan
menulis tujuan instruksional umum, melaksanakan analisis instruksional, serta
mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik. Pada tahap
berikutnya, yakni analisis dan pengembangan prototype terdiri dari menulis tujuan
Gambar 3. Contoh isi bahan ajar instruksional Matematika kelas X SMA
14. instruksional umum, menulis alat penilaian hasil belajar, menyusun strategi
instruksional, dan mengembangkan bahan instruksional. Untuk tahap terakhir
dalam melaksanakan evaluasi formatif terdiri dari penelaahan oleh pakar dan
revisi, evaluasi oleh 1-3 peserta didik dan revisi, uji coba dalam skala terbatas dan
revisi, serta uji coba lapangan dengan melibatkan semua komponen dalam sistem
sesungguhnya.
Penilaian kualitas bahan ajar dilaksanakan pada tahap evaluasi formatif oleh
tiga ahli yang terdiri dari ahli konten atau idang studi, ahli pendesain instruksional
lain, dan ahli produksi media, dalam hal ini adalah ahli desain grafis. Hasil
penelitian dari ahli tersebut adalah bahan ajar instruksional yang telah tertata,
terstruktur, dan terprogram dengan kualitas baik.
Saran
Saran Pemanfaatan
Adapun saran pemanfaatan lebih lanjut adalah sebagai berikut adalah
bahan Ajar Matematika Sekolah Menengah Atas Kelas X Semester I dalam desain
instruksional hasil penelitian ini sangat baik digunakan sebagai media atau sumber
belajar dalam pembelajaran matematikan dalam upaya memfasilitasi kemampuan
peserta didik mengaitkan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk
menghemat biaya pengadaan Bahan Ajar Matematika Sekolah Menengah Atas
kelas X dalam desain instruksional ini, maka pengguna baik guru maupun siswa
dapat memanfaatkannya dalam bentuk softcopy.
Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut
Adapun saran pengembangan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut
adalah bahan Ajar Matematika Sekolah Menengah Atas Kelas X dalam desain
instruksional ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan bahan ajar
tersebut dengan memperhatikan berbagai kekurangan dan kelebihan sehingga
dihasilkan produk bahan ajar yang lebih baik, perlu dikembangkan Bahan Ajar
Matematika Sekolah Menengah Atas Kelas X dalam desain instruksional yang
mengintegrasikan dan diinterkoneksikan dengan sumber atau media pembelajaran
dapat berjalan lebih efektif, dan bahan Ajar Matematika Sekolah Menengah Atas
Kelas X dalam desain instruksional ini dapat dikembangkan kembali dalam
bentuk software macromedia flash agar pembelajaran dengan menggunakan
media tersebut lebih menarik dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Makalah tidak diterbitkan.
Eddy Lion,Juni 2015, KemampuanProfesionalGuru dalam Pembelajaran Efektif. Jurnal
Online Jpips. Volume 3 nomor 1. 7 April 2017.
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Refika Aditama
15. Julian Thirteen Sri, Rahmi,dkk, “Pengembangan Modul Berbasis Contextual
Teaching And Learning (Ctl) Untuk Materi Penerapan Aljabar Dalam
Menyelesaikan Masalah Aritmatika Sosial Pada Pembelajaran Matematika
Kelas VII Smpn 16 Padang”.
Presiden RI. 1989. Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Gunung Agung.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Suparman, M. A. 2012. Desain Instruksional Modern: Panduan Para Pengajar &
Inovator Pendidikan. Jakarta: Erlangga.