SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Dan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP
Muhammadiyah 47 Medan Sunggal
1
Ibnu Raash Aleslami, 2
Ani Minarni 3
KMS. M. Amin Fauzi
1234
State University of Medan, North Sumatera, Indonesia;
aashibnu@gmail.com; animinarni10@gmail.com; aminunimed29@gmail.com
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis validitas dan keefektivan bahan ajar yang dikembangkan
berbasis pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan
representasi matematis siswa, untuk menganalisis peningkatan kemampuan penalaran dan
kemampuan representasi matematika siswa yang diajar menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan
matematika realistik. Data diperoleh melalui lembar validasi bahan ajar, lembar observasi , angket
respon siswa, instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan tes kemampuan representasi
matematis. Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D Thiagarajan, Semmel dan Semmel
dengan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan matematika realistik. Berdasarkan hasil
validasi nilai rata-rata total validitas RPP sebesar 4,81 ,buku siswa sebesar 4,83 dan LKPD sebesar
4,85 , tes kemampuan penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis telah
berada pada kategori valid. Ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 90,62% yang telah memenuhi
kriteria ketuntasan yaitu ≥ 85% siswa telah mencapai KKM. Peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi
pecahan dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36
menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang. Serta peningkatan kemampuan representasi
matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi
pecahan dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43
menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang.
Keywords: Pengembangan Bahan Ajar , Pendekatan Matematika Realistik, Kemampuan Penalaran
Matematis, Kemampuan Representasi Matematis
1 Introduction
Mewujudkan pendidikan sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia perlu dikembangkan
iklim belajar dan mengajar yang konstruktif bagi berkembangnya potensi kreatif peserta didik
sehingga dapat lahir gagasan-gagasan baru. Upaya tersebut menuntut dipelihara dan
dikembangkannya tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai yang relevan,
diantaranya adalah profesionalisme, toleransi, keragaman pendapatan dan keterbukaan. Menciptakan
suasana atau iklim belajar mengajar, hal yang esensial bagi guru adalah memahami cara-cara siswa
memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. siswa harus mempelajari matematika melalui
pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas pendidikan erat hubungannya dengan kualitas pembelajaran.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah melakukan suatu inovasi-inovasi
atau terobosan baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran yang dapat
menyentuh aspek-aspek tertentu pada diri seseorang sehingga ia mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya secara optimal. Salah satunya dengan mengembangkan bahan ajar.
Sebelum guru mengajar di dalam kelas yaitu sebagai tahap persiapan, seorang guru diharapkan
mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang mau diajarkan, seperti mempersiapkan silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan, mempersiapkan
pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa lebih aktif belajar, memahami keadaan siswa,
memahami kelemahan dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa, kesemuanya
ini akan terurai pelaksanaannya di dalam bahan ajar. Wijaya (2012) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa kemampuan awal guru dalam menyusun RPP tergolong rendah karena guru
kebingungan dalam merumuskan RPP karena mata pelajaran yang diajarkan berbeda dengan latar
belakang yang dimiliki dan tidak memiliki inisiatif dalam menyusun RPP karena hanya copy-paste
dari MGMP.
Dari uraian tersebut, tidak bisa kita pungkiri bahwasanya banyak sekali kita temukan guru yang
mengalami kesulitan dalam membuat atau menyusun bahan ajar. sebagaimana hasil diskusi dari
beberapa rekan guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mengungkapkan
bahwa: (1) sangat sulit menerapkan model ataupun pendekatan pada RPP, sehingga RPP yang dibuat
belum mencerminkan model atau pendekatan yang menarik perhatian siswa, (2) RPP yang dibuat
tidak dilengkapi LKPD dan buku siswa tidak sesuai dengan pendekatan/model yang mereka gunakan,
(3) khususnya dalam penyajian materi masih terdapat beberapa masalah dalam pembelajaran yang
dialami oleh siswa. Beberapa masalah tersebut antara lain siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal. Terlebih-lebih dalam menyelesaikan soal-soal dalam mata pelajaran matematika,
siswa menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Seperti yang
dikemukakan oleh Sanjaya (2008) “Berdasarkan dari hasil penelitian di Indonesia, ditemukan bahwa
tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan masih sekitar
34%.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu pengajaran dan
meningkatkan hasil belajar matematika siswa, karena matematika merupakan suatu ilmu yang sangat
penting disetiap jenjang pendidikan yang ditempuh oleh setiap warga negara Indonesia. Usaha-usaha
pemerintah itu adalah dengan mengembangkan kurikulum, memberikan pelatihan kepada guru,
melengkapi sarana prasarana pendidikan dan bahkan meningkatkan kesejahteraan guru. Seiring
dengan perkembangan internet maka strategi pembelajaran pun bergeser dan muncul berbagai strategi
pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi dari model e-learning, smart classroom
technology, virtual classroom, belded learning, dll (Fitri & Zahari, 2019).
Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting sehingga matematika
dipelajari di semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai menengah. Tujuan
matematika itu diberikan di sekolah agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang
selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur dan efektif.
Through good mathematics education, students can indeed obtain various kinds of provisions in
facing challenges in the global era. In the 2013 curriculum itself, the use of technology in learning
became something that was highly recommended. The learning process in the 2013 curriculum
requires students to participate actively and provide sufficient space for students' creativity, interests,
and talents (Fitri, Syahputra, & Syahputra, 2019).
Untuk meningkatkan hasil belajar matematika diperlukannya kemampuan penalaran matematik.
Penalaran dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang ada serta dibutuhkan untuk memberikan
suatu keputusan. Sebagaimana yang dikemukakan Presiden AS Thomas Jefferson (2012) berikut ini :
“In a republican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the
art of reasoning becomes of first imfortance”. Pernyataan itu menunjukkan pentingnya penalaran dan
argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu negara sehingga setiap warga negara akan dapat
dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot) saja.
NCTM (2000) menyatakan bahwa recognize reasoning and proof as fundamental aspects of
mathematics. “People who reason and think analytically tend to note patterns, structure, or
regularities in both real-world situations and symbolic objects; they ask if those patterns are
accidental or if they occur for a reason; and they conjecture and prove”. Pernyataan ini menjelaskan
bahwa penalaran sebagai aspek yang fundamental dalam matematika. “bagaimana seseorang itu
bernalar dan berfikir menganalisis untuk mendapatkan pola, struktur, atau aturan di antara situasi
dunia nyata dan simbol objek-objek; mereka bertanya jika pola itu terjadi secara kebetulan atau terjadi
karena sebuah penalaran; mengkonjektur dan membangun.
Selanjutnya Lithner (2012) menyatakan bahwa penalaran didefensikan sebagai garis pemikiran untuk
untuk menghasilkan pernyataan dan kesimpulan ketika memecahkan masalah. Penalaran tidak perlu
didasarkan pada pemikiran formal dan kemudian tidak terbatas dalam pembuktian, tetapi itu mungkin
saja salah sepanjang terdapat beberapa penalaran yang mendukung. Sedangkan Depdiknas
menyatakan bahwa matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dapat dipahami dan dilatih melalui
belajar matematika (Shadiq : 2004). Selain karena matematika merupakan ilmu yang dipahami
melalui penalaran, tetapi juga karena salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar
siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Hal
tersebut senada dengan penjelasan Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 (2004)
menyatakan tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang
menunjukkan penalaran antara lain: (1) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara
tertulis, dan gambar, (2) kemampuan melakukan memanipulasi matematika, (3) kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argument, (4) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.
Kemampuan lainnya yang diperlukan adalah kemampuan representasi matematis. Sebab representasi
merupakan ungkapan dari suatu ide matematika yang ditampilkan peserta didik sebagai bentuk yang
mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Alhadad & Syarifah (2010) yang mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan-
ungkapan dari ide matematis yang ditampilkan siswasebagai model atau bentuk pengganti dari suatu
situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang sedang dihadapinya
sebagai hasildari interpretasi pikirannya.
Hudiono (2005) menyatakan bahwa kemampuan representasi dapat mendukung siswa dalam
memahami konsep-konsep matematika yang dipelajaridan keterkaitannya; untuk mengomunikasikan
ide-ide matematika siswa; untuk lebih mengenal keterkaitan (koneksi) diantara konse-konsep
matematika; ataupun menerapkan matematika pada permasalahan matematik realistik melalui
pemodelan. Hutagaol (2013) meyebutkan representasi matematis yang dimunculkan oleh siswa
merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa
dalam upayanya untuk memahami suatu konsep matematika ataupun dalam upayanya untuk mencari
sesuatu solusi ari masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian representasi dapat digunakan
sebagai sarana bagi siswa untuk memahami konsep-konsep tertentu maupun untuk
mengomunikasikan ide-ide matematis guna menyelesaikan masalah.
Effendi (2012) menyatakan kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan
dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengomunikasikan gagasan matematis dari yang
sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Representasi memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan siswa dapat
mengembangkan dan memperdalam pemahaman akan konsep dan keterkaitan antarkonsep
matematika yang mereka miliki melalui membuat, membandingkan, dan menggunakan representasi.
Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa, representasi juga membantu siswa dalam
mengkomunikasikan pemikiran mereka.
Adapun idkator yang menunjukan kemampuan representasi matmatis (Mudzakir, 2006) yakni :
1. Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik,
atau tabel.
2. Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang diberikan.
3. Membuat suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau table untuk memperjelas masalah
dan memfasilitasi penyelesaiannya.
Representasi beragam perlu dimunculkan dalam setiap pembelajaran untuk memperkaya pengalaman
siswa. Keterampilan representasi matematik beragam dapat dilatih kepada siswa melalui penyajian
materi atau masalah-masalah yang dikemas secara kontekstual. Hal ini bertujuan untuk memicusiswa
agar menggunakan kembali atau pun mengaitkan masalah-masalahnya dengan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya.
Siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman mereka tentang konsep-konsep
matematika dan hubungan karena mereka menciptakan, membandingkan, dan menggunakan berbagai
representasi. Representasi berguna dalam semua bidang matematika karena representasi
membantu mengembangkan, berbagi, dan meningkatkan pemikiran matematika. (NCTM, 2000).
Salah satu hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah model pembelajaran. Model pembelajaran
hendaknya dipilih dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa,
sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. Dengan pembelajaran
tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
Salah satu model pembelajaran matematika adalah pendekatan materika realistik atau yang biasa
dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan ini merupakan salah satu
alternatif pembelajaran yang tepat karena dengan model pembelajaran ini siswa dituntut untuk
mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang
dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention)
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi
kesempatan menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual
yang diberikan pada awal pembelajaran. Berdasarkan soal siswa membangun model dari (model of)
situasi soal kemudian menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga
mendapatkan pengetahuan formal matematika (Gravemeijer, 1994). Selain itu dalam pandangan ini,
matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia. Oleh karena itu pembelajaran matematika
harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagau bagian dari kegiatan manusia. Oleh karena itu
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagai bagian dari kegiatan
manusia.
Dalam pembelajaran ini, guru berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi
yang diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual. Dalam memecahkan masalah
kontekstual tersebut siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan sehingga sangat mungkin
dilakukan melalui langkah-langkah “informal” sebelum sampai kepada materi matematika yang lebih
“formal” (Soedjadi 2001). Dengan demikian pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi lebih
terpusat pada siswa, dengan kata lain pembelajaran berlangsung secara aktif yaitu pengajar dan
pelajar sama-sama aktif.
Model pembelajaran RME telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun
menunjukkan hasil yang baik. RME juga dikembangkan di beberapa Negara lain seperti USA (yang
dikenal dengan Mathematics in Context), Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan lain-lain
(Fauzan, 2001). Laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study)
menyebutkan bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh hasil yang
memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah (dalam
Yuwono, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik ingin mengadakan penelitian yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP
Muhammadiyah 47 Medan Sunggal”.
2 Methods
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII SMP Muhammadiyah 47 Medan Sunggal
tahun ajaran 2020/2021. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran
matematika dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu
pada materi Operasi Bilangan Pecahan. Rancangan uji coba yang akan digunakan dalam
pengembangan instrument adalah One – group pretes – postes design. Sebagai berikut :
Keterangan :
T₁ = Pre – tes
T₂ = Post – tes
X = Perlakuan pembelajaran matematika realistik
Penelitian ini dikategorikan ke dalam jenis penelitian pengembangan (development research).
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D Thiagarajan, Semmel dan Semmel (1974)
dengan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan matematika realistik.
Pemilihan model pengembangan ini karena pertimbangan langkah-langkah pengembangan pada
model pengembangan 4-D terperinci namun sederhana dan mudah diikuti prosedur
pengembangannya. Model pengembangan ini terprogram dengan urutan kegiatan yang sistematis
untuk memecahkan masalah belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Kelebihan
model pengembangan 4-D adalah merupakan dasar untuk melakukan pengembangan perangkat
pembelajaran karena tahap-tahap pelaksanaan dibagi secara detail dan sistematik.
Dengan demikian yang menjadi produk penelitian ini adalah sebuah bahan ajar berbasis masalah yang
valid, praktis dan efektif. Pengembangan bahan ajar tersebut berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dan Instrumen
Tes Perlakuan Tes
T₁ x T₂
penelitian berupa Tes Kemampuan Penalaran Matematis (TKPM) dan Tes Kemampuan Kemampuan
Representasi Matematis (TKRM).
3 Result And Discussion
Hasil analisis data yang diperoleh dari hasil uji coba I dan II menunjukkan: (1) bahan ajar berbasis
pendekatan matematika realistik yang dikembangkan valid; (2) bahan ajar model pendekatan
matematika realistik yang dikembangkan praktis; (3) bahan ajar berbasis pendekatan matematika
realistik yang dikembangkan yang dikembangkan efektif; (4) adanya peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika
realistik yang dikembangkan; (5) adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan;.
Berdasarkan hasil validasi bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan
diperoleh bahwa, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dinyatakan valid
atau memiliki derajat validitas yang baik. Selanjutnya, hasil validasi terhadap tes kemampuan
penalaran matematis siswa juga valid atau memiliki derajat validitas yang baik serta hasil validasi
terhadap tes kemampuan representasi matematis siswa juga valid Hal ini menunjukkan bahan ajar
berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan baik RPP, BS, LKPD, tes kemampuan
penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis siswa telah memenuhi kriteria
kevalidan.
Kriteria kevalidan diperoleh melalui penilaian para ahli terhadap bahan ajar berbasis pendekatan
matematika realistik yang dikembangkan. Akker (1999) menyatakan “Validity refers to the extent that
the design of the intervention is based on state-of-the-art knowledge ('content validity') and that the
various components of the intervention are consistently linked to each other ('construct validity')”.
Pernyataan tersebut menyatakan bahwa validitas mengacu pada sejauh mana desain dari perangkat
didasarkan pada keadaan terbaru dari teknologi, seni dan ilmu (‘validasi isi’) dan berbagai variasi
komponen dari perangkat secara konsisten berkaitan satu sama lain (‘validitas konstruk’).
Perangkat yang dikembangkan dikatakan memenuhi indikator valid jika bahan ajar berbasis
pendekatan matematika realistik minimal barada pada kategori penilaian (4≤ Va <5). Adapun hasil
pemberian lembar validasi perangkat pada validator terkait respon perangkat yang dikembangkan
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Penilaian Validator terhadap Perangkat yang Dikembangkan
No. Objek yang dinilai
Nilai rata-rata
total validitas
Tingkat
Validasi
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 4,81 Valid
2. Buku Siswa (BS) 4,83 Valid
3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) 4,85 Valid
Dari hasil validasi yang dilakukan, rata-rata nilai total validasi untuk: (1) Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sebesar 4,81; (2) Buku Siswa (BS) sebesar 4,83 dan (3) Lembar Kerja Peserta
Didik (LKPD) sebesar 4,84. Berdasarkan kriteria kevalidan maka dapat dikatakan bahwa bahan ajar
yang dikembangkan valid. Hal tersebut sesuai dengan hasill penelitian Dahlia dan Hasibuan bahwa
bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan memenuhi kriteria valid.
Valid tergambar dari hasil penilaian validator bahwa semua validator menyatakan baik berdasarkan
content (sesuai kurikulum), konstruk (sesuai karakteristik/prinsip pembelajaran) dan bahasa (sesuai
dengan kaidah bahasa yang berlaku yaitu ejaan yang disempurnakan).
Praktis dalam arti bahasa bermakna mudah digunakan dalam praktik. Defenisi praktis Menurut
Nieveen (2007) “Expected: The intervention is expected to be usable in the setting for which it has
been designed. Actual: The intervention is usable in the setting for which it has been designed”.
Pernyataan tersebut menjelaskan bawa aspek kepraktisan dipenuhi jika: (1) ahli dan praktisi
menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukkan
bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Selanjutnya Akker (1999) menyatakan
bahwa “Practicality refersto the extent that users (and other experts) consider the intervention as
clear, usable and costeffective in ‘normal’ conditions”. Kriteria kepraktisan menurut Akker harus
memenuhi batasan-batasan berikut: (1) ahli praktisi menilai bahwa apa yang dikembangkan dapat
diterapkan; dan (2) pengguna produk merasa mudah dalam menggunakan produk yang
dikembangkan.
Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dikembangkan dikatakan praktis jika memenuhi kriteria : (1)
penilaian ahli dan praktisi bahwa perangkat tersebut dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa
revisi; (2) guru menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan mudah digunakan; (3) siswa
menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan mudah digunakan dan (3) hasil pengamatan
keterlaksanaan bahan ajar di kelas termasuk dalam kategori baik atau sangat baik.
Hasil dari penilaian kepraktisan bahan ajar diperoleh dari penilaian ahli/praktisi yang menyatakan
bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi.
Berdasarkan hasil penilaian ahli, komponen-komponen bahan ajar yang dikembangkan berupa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD),
tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah praktis/dapat digunakan dengan revisi
kecil.
Untuk penilaian kepraktisan selanjutnya ditinjau dari guru dan siswa yang menyatakan bahwa bahan
ajar yang dikembangkan mudah digunakan. Kemudian, kriteria kepraktisan yang ditinjau dari
keterlaksanaan bahan ajar dalam penelitian ini, juga telah memenuhi kriteria praktis. Pada uji coba I
dan uji coa II keterlaksanaan bahan ajar telah memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu telah mencapai
kategori baik (80 ≤ 𝑘 < 90). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Eka (2015) yang
menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar dengan pendekatan berbasis pendekatan matematika
realistik yang dikembangkan memenuhi kriteria praktis.
Berdasakan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis
pendekatan matematika realistik telah memenuhi kepraktisan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan mudah dan dapat
dilaksanakan oleh guru dan siswa.
Berdasarkan hasil uji coba I dan uji coba II, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang
dikembangkan telah memenuhi kategori efektif ditinjau dari: (1) ketuntasan belajar siswa secara
klasikal; (2) ketercapaian tujuan pembelajaran; (3) waktu pembelajaran dan (4) respon siswa. Berikut
ini akan disajikan pembahsan untuk masing-masing indikator dalam mengukur dan melihat
keefektifan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik.
Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I
disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji
Coba I
Berdasarkan hasil analisis posttest yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada uji coba I persentase
ketuntasan klasikal kemampuan penalaran matematis adalah 71,87% sedangkan pada uji coba II
persentase ketuntasan klasikan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah 90,62%. Jika
dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa, ketuntasan yang diperoleh dari hasil uji coba I belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal
sedangkan pada uji coba II telah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal.
Persentase kriteria ketuntasan klasikal kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II
disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji
Coba II
Berdasarkan data pada Tabel 2. dan Gambar 2. terlihat bahwa ketuntasan klasikal dari hasil
kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 31,25% dan posttest uji coba
II sebesar 90,62%. Sesuai dengan kriteria ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal, yaitu minimal
85% siswa yang mengikuti tes kemampuan penalaran matematis mampu mencapai skor ≥ 75. Dengan
demikian, hasil posttest kemampuan penalaran matematis siswa telah memenuhi ketuntasan secara
klasikal karena memperoleh persentase ketuntasan 90,62%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada Uji
coba II penerapan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah
memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan secara klasikal.
0
20
40
60
80
Pretest Posttest
21.87
71.87
Persentase
Ketuntasan
Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran
Matematis pada Uji Coba I
Persentase Kemampuan
Penalaran Matematis
0
50
100
Pretest Posttest
31.25
90.62
Persentase
Ketuntasan
Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa pada Uji Coba II
Pretest
Posttest
Selanjutnya Berdasarkan hasil analisis posttest yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada uji coba I
persentase ketuntasan klasikal kemampuan representasi matematis adalah 78,12% sedangkan pada uji
coba II persentase ketuntasan klasikan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah 90,62%.
Jika dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa, ketuntasan yang diperoleh dari hasil uji coba I belum memenuhi kriteria ketuntasan
klasikal sedangkan pada uji coba II telah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal.
Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I
disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji
Coba I
Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Represntasi matematis siswa pada uji coba I
disajikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji
Coba II
Berdasarkan data pada Gambar 4 terlihat bahwa ketuntasan klasikal dari hasil Kemampuan
Representasi matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 59,375% sedangkan pada posttest uji
coba II sebesar 90,625%. Sesuai dengan kriteria ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal, yaitu
minimal 85% siswa yang mengikuti tes Kemampuan Representasi matematis mampu mencapai skor
≥ 75. Dengan demikian, hasil posttest Kemampuan representasi matematis siswa telah memenuhi
ketuntasan secara klasikal yaitu memperoleh persentase ketuntasan sebesar 90,625%. Jadi dapat
0
20
40
60
80
Pretest Posttest
18.75
78.125
Persentase
Ketuntasan
Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Representasi
Matematis pada Uji Coba I
Persentase Kemampuan
Penalaran Matematis
0
50
100
Pretest Posttest
59.375
90.625
Persentase
Ketuntasan
Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Representasi
Matematis pada Uji Coba II
Persentase Kemampuan
Representasi Matematis
disimpulkan bahwa pada Uji coba II penerapan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik
yang dikembangkan telah memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan secara klasikal.
Selanjutnya hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal
dengan bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria keefektifan. Hal ini dikarenakan dengan
menerapkan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik siswa terlibat aktif dalam
memecahkan masalah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Fauzi& Mukasyaf(2018) yang
menyimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berbasis pendekatan metakognisi memenuhi
kriteria efektif yang ditunjukkan oleh ketuntasan belajar individu dan klasikal siswa terpenuhi.
Hal tersebut diperkuat oleh pandangan Vygotsky yaitu perkembangan intelektual terjadi pada saat
individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha
memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman tersebut. Dalam upaya mendapatkan
pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya kemudian kemudian membangun pengertian baru. Vygotsky menyatakan bahwa
pengetahuan akan dibangun melalui pengalaman dan lingkungan sekitar siswa. Dalam pengalaman
ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan
mengkonstruksikan makna baru.
Berdasarkan hasil penelitian dan dukungan penelitian terdahulu diatas, terlihat bahwa bahan ajar
berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dapat membantu siswa mencapai
ketuntasan belajar secara klasikal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, bahan ajar berbasis
pendekatan matematika realistik mampu membantu siswa mencapai ketuntasan belajar secara
klasikal.
Berdasarkan hasil analisis data hasil uji coba I dan uji coba II diperoleh bahwa, persentase rata-rata
respon siswa pada masing-masing uji coba bernilai positif.
hasil rata-rata persentase repon positif siswa terhadap masing-masing aspek respon siswa adalah
sebagai berikut: (1) siswa yang menyatakan senang terhadap komponen bahan ajar sebanyak 95,58%;
(2) siswa menyatakan komponen bahan ajar dan kegiatan belajar masih baru sebanyak 96,22%; (3)
siswa yang menyatakan berminat mengikuti pembelajaran matematika pada materi yang lain seperti
pembelajaran yang dilakukan sebanyak 96,8%; (4) siswa yang menyatakan bahasa pada buku siswa,
LKPD dan tes sudah jelas sebanyak 92,16%; (5) siswa yang menyatakan tertarik terhadap penampilan
buku siswa dan LKPD sebanyak 95,25%; dan (6) siswa yang menyatakan pembelajaran berbasis
pendekatan matematika realistik menarik, membuat senang, berguna dan membantu, serta membuat
termotivasi dalam belajar matematika sebanyak 90,62%. Persentase rata-rata total respon positif
siswa pada Uji coba II sebesar 94,16%. Jika hasil analisis ini dirujuk pada kriteria yang ditetapkan
pada bab III, dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran
adalah sangat positif. Sebab, lebih dari 80% siswa yang memberikan respon positif terhadap
komponen bahan ajar yang dikembangkan.
Secara keseluruhan, hasil analisis data uji coba II menunjukkan pembelajaran berbasis pendekatan
matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi seluruh kriteria praktis dan efektif yang
ditetapkan. Dengan demikian, diketahui bahwa hasil uji coba II lebih baik dari hasil uji coba I. Hal ini
disebabkan karena bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang digunakan pada uji coba
II (draft III) adalah perangkat bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik hasil revisi dari
uji coba I (draft II). Berdasarkan hasil uji coba II dapat disimpulkan bahwa perangkat bahan ajar
berbasis pendekatan metakognisi yang dikembangkan telah memenuhi seluruh kriteria praktis dan
efektif yang ditetapkan.
Secara keseluruhan, hasil analisis data uji coba II adalah bahan ajar yang dikembangkan telah efektif,
seperti kemampuan penalaran matematis siswa dan kemampuan representasi pada uji coba II telah
memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan klasikal ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah
mencapai kriteria yang ditentukan, pencapaian waktu pembelajaran tidak melebihi pembelajaran biasa
telah tercapai dan respon siswa terhadap pembelajaran positif.
Dengan demikian, diketahui bahwa hasil uji coba II lebih baik dari uji coba I. Hal ini disebabkan
bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika realistik yang digunakan pada uji coba II adalah
bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika realistik hasil revisi uji coba I, maka berdasarkan
hasil uji coba II dapat disimpulkan bahwa bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika
realistik telah memenuhi kualitas bahan ajar yang praktis dan efektif.
Artinya siswa memberikan respon yang positif terhadap komponen-komponen bahan ajar berbasis
pendekatan matematika realistik yang dikembangkan. Respon siswa yang diberikan pada setiap uji
coba telah mencapai kategori kriteria yang telah ditentukan yaitu ≥ 80%. Hal ini menunjukkan
bahwa, bahan ajar melalui pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi
kriteria efektif ditinjau dari respon siswa.
Menurut Daryanto (2010) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran merupakan
hal yang kompleks, dimana siswalah yang menentukan apakah mareka akan belajar atau tidak. Sejalan
dengan teori Vigotsky (Trianto, 2009) yaitu:
(1) zona (wilayah) perkembangan terdekat (zona of poximal development); yaitu pembelajaran terjadi
apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu
masih berada dalam kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zona of poximal
development; dan (2) perancah (scaffolding) yaitu pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang
anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab
yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya sendiri.
Dengan demikian, tindakan/respon yang dilakukan siswa atas stimulus berupa pengajaran sebagai
aktivitas dapat dikategorikan atas dua hal, yaitu respon positif untuk belajar (mendengar, membaca,
menulis, berdiskusi/bertanya) atau respon negatif (tindakan yang lain yang tidak relevan). Respon
yang positif menandakan bahwa siswa berkenan untuk mengikuti proses pembelajaran.
Selanjutnya, respon positif yang diberikan siswa ditimbulkan karena guru telah memberikan stimulus
berupa umpan balik dan penguatan yang sesuai dengan karakteristik siswa setelah mempelajari
keadaan kelas. Dengan kata lain guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi
suatu strategi pembelajaran. Seorang guru harus mempersiapkan proses perencanaan pembelajaran
yang matang dan akurat karena dengan perencanaan pembelajaran guru akan mampu memprediksi
seberapa besar keberhasilan yang akan dicapai.
Berdasarkan paparan hasil penelitian serta penelitian pendukung, dapat disimpulkan bahwa
komponen-komponen bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan
berkontribusi positif terhadap respon siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji
coba II menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada hasil
pretest uji coba I sebesar 64,59 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 74,19.
Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada
pretest uji coba II sebesar 66,25 dan kembali meningkat pada posttest uji coba II sebesar 82,66.
Dengan demikian, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa sebesar
9,6 pada uji coba I dan terjadi peningkatan sebesar 16,41 pada uji coba II. Sementara, peningkatan
pada hasil posttest uji coba I dan uji coba II adalah sebesar 8,47.
Dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa ditinjau dari Kemampuan Penalaran matematis
dengan menggunakan tes Kemampuan Penalaran matematis yang telah dikembangkan. Deskripsi
hasil Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I ditunjukkan pada Tabel 2. berikut.
Tabel 2. Deskripsi Hasil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba I
Keterangan
Pretest Kemampuan
Penalaran Matematis
Posttest Kemampuan
Penalaran Matematis
Nilai Tertinggi 87,5 93,75
Nilai Terendah 46,875 62,5
Rata-rata 64,60 77,39
Berdasarkan Tabel 2. menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Penalaran matematis siswa pada
hasil pretests adalah sebesar 64,6 dan posttests adalah sebesar 77,4.
Deskripsi hasil kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II ditunjukkan pada Tabel 3.
berikut.
Tabel 3. Deskripsi Hasil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Uji Coba II
Keterangan
Pretest Kemampuan
Penalaran Matematis
Posttest Kemampuan
Penalaran Matematis
Nilai Tertinggi 84,3 95,3
Nilai Terendah 50 70,3
Rata-rata 66,25 82,6
Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada
hasil pretest adalah sebesar 66,25 dan posttests adalah sebesar 82,6.
rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah ditetapkan pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Siswa Uji
Coba I
Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase
N ≥ 0,7 Tinggi 4 12,5%
0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 22 68,75%
N < 0,3 Rendah 6 18,75%
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa hanya ada 4 siswa mendapat skor N-Gain pada
rentang > 0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 22 orang dan 6 orang
yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I
diperoleh 036, yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba I.
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah
ditetapkan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 5 Rangkuman Hasil N-Gain Pada Tes Kemampuan Penalaran Matematis Pada Uji Coba
II
Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase
N ≥ 0,7 Tinggi 5 15,625%
0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 27 84,375%
N < 0,3 Rendah 0 0%
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa 5 orang siswa mendapat skor N-Gain pada rentang >
0,7 atau mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kategori “Tinggi”.
Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kategori
“Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 27 orang dan tidak ada siswa yang
mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba II diperoleh
0,50, yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba II.
Berdasarkan Tabel 5 jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada
kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu
dari 0,36 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan
penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan
matematika realistik mengalami peningkatan pda uji coba I ke uji coba II. Dengan demikian
penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II.
Kemudian jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan
penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36
menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran
matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan
matematika realistik mengalami peningkatan pada uji coba I ke uji coba II.
Peningkatan kemampuan penalaran matematis diatas dipengaruhi oleh karakteristik pembelajaran
berbasis pendekatan matematika realistik yang dikombinasikan dengan bahan ajar yang
dikembangkan. Diantaranya, bahan ajar yang dikembangkan memuat masalah-masalah autentik yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, dimana guru memunculkan pertanyaan yang nyata di
lingkungan siswa serta dapat diselidiki oleh siswa pada masalah yang autentik. Hal ini sejalan dengan
pandangan Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan akan dibangun melalui pengalaman dan
lingkungan sekitar siswa. Dalam pengalaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rizqi, Asmin, dan Fauzi (2017) yang menemukan bahwa terjadi
peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui bahan ajar berbasis pendekatan
matematika realistic yang dikembangkan. Dengan demikian, bahan ajar berbasis pendekatan
matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
Berdasarkan hasil analisis peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba I dan
uji coba II menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan representasi matematis siswa pada hasil pretest
uji coba I sebesar 64,72 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 79,68. Kemudian
pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan representasi matematis siswa pada pretest uji
coba II sebesar 73,07 dan kembali meningkat pada posttest uji coba II sebesar 85,66. Dengan
demikian, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan representasi matematis siswa sebesar 14,96
pada uji coba I dan terjadi peningkatan sebesar 12,59 pada uji coba II. Sementara, peningkatan pada
hasil posttest uji coba I dan uji coba II adalah sebesar 5,98.
Selanjutnya dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa juga ditinjau dari Kemampuan
Representasi matematis dengan menggunakan tes Kemampuan Representasi matematis yang telah
dikembangkan. Deskripsi hasil Kemampuan Representasi matematis siswa pada uji coba I
ditunjukkan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Deskripsi Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Uji Coba I
Keterangan
Pretest Kemampuan
Representasi Matematis
Posttest Kemampuan
Representasi Matematis
Nilai Tertinggi 83,33 91,66
Nilai Terendah 47,22 61,11
Rata-rata 64,72 79,68
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Representasi matematis siswa pada
hasil pretests adalah sebesar 64,72 dan posttests adalah sebesar 79,68.
Selanjutnya dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa juga ditinjau dari Kemampuan
Representasi matematis dengan menggunakan tes Kemampuan Representasi matematis yang telah
dikembangkan. Deskripsi hasil Kemampuan Representasi matematis siswa pada uji coba II
ditunjukkan pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Deskripsi Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Uji Coba II
Keterangan
Pretest Kemampuan
Representasi Matematis
Posttest Kemampuan
Representasi Matematis
Nilai Tertinggi 83,33 94,44
Nilai Terendah 58,33 72,22
Rata-rata 73,07 85,66
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Representasi matematis siswa pada
hasil pretests adalah sebesar 73,01 dan posttests adalah sebesar 85,66.
Berdasarkan Tabel 6 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah
ditetapkan pada Tabel 7 berikut.
Tabel 8 Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Uji Coba I
Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase
N ≥ 0,7 Tinggi 2 6,25%
0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 26 81,25%
N < 0,3 Rendah 4 12,5%
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa hanya ada 2 siswa mendapat skor N-Gain pada
rentang > 0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan representasi matematis siswa
dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 26 orang dan 4 orang
yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I
diperoleh 0,43 yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba I.
Berdasarkan Tabel 9 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah
ditetapkan pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Uji Coba II
Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase
N ≥ 0,7 Tinggi 3 9,375%
0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 27 84,375%
N < 0,3 Rendah 2 6,25%
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa ada 3 siswa mendapat skor N-Gain pada rentang >
0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan
kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 27 orang dan 2 orang yang
mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I diperoleh
0,50 yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar
berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba II.
Berdasarkan Tabel 9 jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada
kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan
yaitu dari 0,43 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan
kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan
berbasis pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan pda uji coba I ke uji coba II.
Dengan demikian penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang
dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba II.
Kemudian jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan
representasi matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43
menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan representasi
matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan
matematika realistik mengalami peningkatan pada uji coba I ke uji coba II.
4 Conclusion
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik memenuhi kriteria valid dengan nilai rata-rata
total validitas RPP sebesar 4,81 ,buku siswa sebesar 4,83 dan LKPD sebesar 4,85 , tes kemampuan
penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis telah berada pada kategori
valid.
2. Bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan penalaran
matematis dan representasi matematis siswa telah efektif digunakan dalam pembelajaran, yang
meliputi: (1) ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 90,62% yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan yaitu ≥85% siswa telah mencapai KKM; (2) kemampuan guru mengelola
pembelajaran sudah berada pada kategori baik ;dan (3) respon siswa terhadap komponen-
komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran adalah positif.
3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan
matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari rata-rata kemampuan penalaran matematis
siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,59 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi
sebesar 74,19. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan penalaran
matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 66,25 dan kembali meningkat pada posttest uji
coba II sebesar 82,66. Selanjutnya, dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami
peningkatan yaitu dari 0,36 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang.
4. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis
pendekatan matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari rata-rata kemampuan
representasi matematis siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,72 dan meningkat pada
posttest uji coba I menjadi sebesar 79,68. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata
kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 73,07 dan kembali
meningkat pada posttest uji coba II sebesar 85,66. Selanjutnya, dilihat dari N-Gain pada uji coba I
dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori
sedang.
REFERENCES
[1]. Akker, J, V, D. 1999. Principles and Methods of Development Research. Dalam Plomp, T; Nieveen, N;
Gustafson, K; Branch, R.M; dan Van Den Akker, J (eds). Design Approaches and Tools in Education and
Training. London: Kluwer Academic Publisher.
[2]. Alhadad, Fadillah Syarifah. 2010. Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis,
Pemecahan Masalah Matematis dan Self Esteem Siswa SMP Melalui Pembelajaran Open Ended. Disertasi.
Bandung : UPI
[3]. Amin. A.K., Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Dengan Model Kooperatif Pada Materi
Persamaan Linear Satu Variabel di MTs Darul Ulum Kelas VII. (Online), 2017, Artikel
https://www.researchgate.net/publication/320237765.
[4]. Daryanto. 2010. Belajar Dan Mengajar. Bandung: CV. Yrama Widya
[5]. Depdiknas. 2004. Peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/c/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang
Penilaian Perkembangan Anak Didik Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta : Dirjen Dikdasmen
Depdiknas.
[6]. Effendi, Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk
Menigkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Vol 12 No 2,
Jurnal UPI
[7]. Eka, K. 2015. Pengembangan Majalah Biosmart Invertebrata untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa SMA (Jurnal Online) http://lib.unnes.ac.id/23423/1/SKRIPSI-EkaKurniawati-
4401411009.pdf
[8]. Fauzan, 2001 ( prinsip dan karakterikstik pendekatan matematika realistik), [online] diakses dari
karakteristik-pendekatan.html. [diakses pada tanggal 27 Februari 2017]
[9]. Fauzi, K.A., dan Fikri Mukasyaf LINTASAN BELAJAR KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
SISWA BERBASIS PENDEKATAN METAKOGNISI TOPIK GSL DI SMP IMELDA MEDAN Jurnal
Penelitian Bidang Pendidikan Volume 24(1) : 7-14,
[10]. Fitri, S., & Zahari, C.L, ―The implementation of blended learning to improve understanding of
mathematics‖, The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan 2018: IOP
Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1188 (2019) 012109, 2018, doi:10.1088/1742-
6596/1188/1/012109.
[11]. Fitri, S., Syahputra, E., & Syahputra, H., "Blended Learning Rotation Model of Cognitive Conflict
Strategy to Improve Mathematical Resilience in High School Students", International Journal of Scientific
& Technology Research, vol.1, no. 1, 2019.
[12]. Gravemeijer. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute.
http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat-0604957_chapter2.pdf
[13]. Hudiono, B. (2005). Peran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan
Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan
[14]. Hutagaol, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Representasi Matematis Siswa
Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 2 (1). 85-
99.
[15]. Jefferson, Thomas. 2012. HUMA 1710 The Art of Thinking : In The Hongkong Content.
[16]. Lithner, Johan. 2012.Learning Mathematics By Creative Or Imitative Reasoning.
[17]. Mudzakir, H. S. 2006. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write untuk Meningkatkan Kemampuan
Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Disertasi UPI [Online].
[18]. NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics Drive, Reston, VA: The NCTM.
[19]. Nieveen, N. 2007.An Introduction to Education Design Research. China.
[20]. Rizqi, N.R.; Asmin, & Fauzi, K.M.A. 2017. The Development of Materials Based on Metacognitive
Approach to Improve Mathematical Reasoning Ability and Emotional Intelligence Students of SMP
Sabilina Tembung. International Knowledge Sharing Platform. Vol. 8, No. 30.
[21]. Sanjaya, W. 2008.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
KencanaPrenada Media.
[22]. Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disampaikan Pada Diklat
Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika. Yogyakarta.
[23]. Soedjadi. 2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME. Makalah disampaikan pada seminar nasional
PMRI di Universitas Sanata Darma. Yogyakarta.
[24]. Thiagarajan, S. Semmel, D.S. Semmel, M. 1974. Instructional Development for Training Teachers of
Expectional Children.A Sourse Book.Blomington: Central for Innovation on Teaching The Handicapped.
[25]. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.
[26]. Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[27]. Yuwono, Teguh. (2001). Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah Berdasarkan Paradigma
Baru. Semarang: Ciyapps Diponegoro Universiti

More Related Content

Similar to Peningkatan Penalaran dan Representasi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...NERRU
 
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...NERRU
 
08 mumun syaban
08 mumun syaban08 mumun syaban
08 mumun syabanFppi Unila
 
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...Edah Rossansen
 
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatif
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatifModul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatif
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatifAldiRahadi
 
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....Afwanilhuda Nst
 
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi Kurnia
 
eva sutriana 162050701068.pdf
eva sutriana 162050701068.pdfeva sutriana 162050701068.pdf
eva sutriana 162050701068.pdfAnastasya161
 
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...State University of Medan
 
Berpikir kreatif+open ended
Berpikir kreatif+open endedBerpikir kreatif+open ended
Berpikir kreatif+open endedDini Safitri
 

Similar to Peningkatan Penalaran dan Representasi (20)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN ...
 
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATK...
 
08 mumun syaban
08 mumun syaban08 mumun syaban
08 mumun syaban
 
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...
Pengaruh efektifitas pembelajaran dengan menggunanakan media animasi flash te...
 
Seminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitianSeminar Usul penelitian
Seminar Usul penelitian
 
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatif
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatifModul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatif
Modul media pembelajaran matematika pada siswa sd berbasis kooperatif
 
matematik
matematikmatematik
matematik
 
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
Pentingnya open ended 115 makalah rev_anita (1) (httpspublikasiilmiah.ums.ac....
 
Skripsi yang benar
Skripsi yang benarSkripsi yang benar
Skripsi yang benar
 
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
Lusi kurnia (06081181419023) tugas penelitian pendidikan
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
eva sutriana 162050701068.pdf
eva sutriana 162050701068.pdfeva sutriana 162050701068.pdf
eva sutriana 162050701068.pdf
 
Tugas Desain Pembelajaran
Tugas Desain PembelajaranTugas Desain Pembelajaran
Tugas Desain Pembelajaran
 
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...
Makalah Penuh untuk Prosiding dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika UN...
 
Berpikir kreatif+open ended
Berpikir kreatif+open endedBerpikir kreatif+open ended
Berpikir kreatif+open ended
 
Pkp wa boy
Pkp wa boyPkp wa boy
Pkp wa boy
 
Pkp wa boy
Pkp wa boyPkp wa boy
Pkp wa boy
 
Pkp wa boy
Pkp wa boyPkp wa boy
Pkp wa boy
 

Recently uploaded

Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 

Recently uploaded (20)

Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 

Peningkatan Penalaran dan Representasi

  • 1. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 47 Medan Sunggal 1 Ibnu Raash Aleslami, 2 Ani Minarni 3 KMS. M. Amin Fauzi 1234 State University of Medan, North Sumatera, Indonesia; aashibnu@gmail.com; animinarni10@gmail.com; aminunimed29@gmail.com ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis validitas dan keefektivan bahan ajar yang dikembangkan berbasis pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi matematis siswa, untuk menganalisis peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan representasi matematika siswa yang diajar menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik. Data diperoleh melalui lembar validasi bahan ajar, lembar observasi , angket respon siswa, instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan tes kemampuan representasi matematis. Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D Thiagarajan, Semmel dan Semmel dengan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan matematika realistik. Berdasarkan hasil validasi nilai rata-rata total validitas RPP sebesar 4,81 ,buku siswa sebesar 4,83 dan LKPD sebesar 4,85 , tes kemampuan penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis telah berada pada kategori valid. Ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 90,62% yang telah memenuhi kriteria ketuntasan yaitu ≥ 85% siswa telah mencapai KKM. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang. Serta peningkatan kemampuan representasi matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang. Keywords: Pengembangan Bahan Ajar , Pendekatan Matematika Realistik, Kemampuan Penalaran Matematis, Kemampuan Representasi Matematis 1 Introduction Mewujudkan pendidikan sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia perlu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang konstruktif bagi berkembangnya potensi kreatif peserta didik sehingga dapat lahir gagasan-gagasan baru. Upaya tersebut menuntut dipelihara dan dikembangkannya tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai yang relevan, diantaranya adalah profesionalisme, toleransi, keragaman pendapatan dan keterbukaan. Menciptakan suasana atau iklim belajar mengajar, hal yang esensial bagi guru adalah memahami cara-cara siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas pendidikan erat hubungannya dengan kualitas pembelajaran. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah melakukan suatu inovasi-inovasi atau terobosan baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran yang dapat
  • 2. menyentuh aspek-aspek tertentu pada diri seseorang sehingga ia mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Salah satunya dengan mengembangkan bahan ajar. Sebelum guru mengajar di dalam kelas yaitu sebagai tahap persiapan, seorang guru diharapkan mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang mau diajarkan, seperti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, mempersiapkan alat peraga yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk memancing siswa lebih aktif belajar, memahami keadaan siswa, memahami kelemahan dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa, kesemuanya ini akan terurai pelaksanaannya di dalam bahan ajar. Wijaya (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan awal guru dalam menyusun RPP tergolong rendah karena guru kebingungan dalam merumuskan RPP karena mata pelajaran yang diajarkan berbeda dengan latar belakang yang dimiliki dan tidak memiliki inisiatif dalam menyusun RPP karena hanya copy-paste dari MGMP. Dari uraian tersebut, tidak bisa kita pungkiri bahwasanya banyak sekali kita temukan guru yang mengalami kesulitan dalam membuat atau menyusun bahan ajar. sebagaimana hasil diskusi dari beberapa rekan guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mengungkapkan bahwa: (1) sangat sulit menerapkan model ataupun pendekatan pada RPP, sehingga RPP yang dibuat belum mencerminkan model atau pendekatan yang menarik perhatian siswa, (2) RPP yang dibuat tidak dilengkapi LKPD dan buku siswa tidak sesuai dengan pendekatan/model yang mereka gunakan, (3) khususnya dalam penyajian materi masih terdapat beberapa masalah dalam pembelajaran yang dialami oleh siswa. Beberapa masalah tersebut antara lain siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal. Terlebih-lebih dalam menyelesaikan soal-soal dalam mata pelajaran matematika, siswa menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2008) “Berdasarkan dari hasil penelitian di Indonesia, ditemukan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan masih sekitar 34%. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan mutu pengajaran dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa, karena matematika merupakan suatu ilmu yang sangat penting disetiap jenjang pendidikan yang ditempuh oleh setiap warga negara Indonesia. Usaha-usaha pemerintah itu adalah dengan mengembangkan kurikulum, memberikan pelatihan kepada guru, melengkapi sarana prasarana pendidikan dan bahkan meningkatkan kesejahteraan guru. Seiring dengan perkembangan internet maka strategi pembelajaran pun bergeser dan muncul berbagai strategi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi dari model e-learning, smart classroom technology, virtual classroom, belded learning, dll (Fitri & Zahari, 2019). Padahal matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting sehingga matematika dipelajari di semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai menengah. Tujuan matematika itu diberikan di sekolah agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Through good mathematics education, students can indeed obtain various kinds of provisions in facing challenges in the global era. In the 2013 curriculum itself, the use of technology in learning became something that was highly recommended. The learning process in the 2013 curriculum requires students to participate actively and provide sufficient space for students' creativity, interests, and talents (Fitri, Syahputra, & Syahputra, 2019). Untuk meningkatkan hasil belajar matematika diperlukannya kemampuan penalaran matematik. Penalaran dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah yang ada serta dibutuhkan untuk memberikan
  • 3. suatu keputusan. Sebagaimana yang dikemukakan Presiden AS Thomas Jefferson (2012) berikut ini : “In a republican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becomes of first imfortance”. Pernyataan itu menunjukkan pentingnya penalaran dan argumentasi dipelajari dan dikembangkan di suatu negara sehingga setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot) saja. NCTM (2000) menyatakan bahwa recognize reasoning and proof as fundamental aspects of mathematics. “People who reason and think analytically tend to note patterns, structure, or regularities in both real-world situations and symbolic objects; they ask if those patterns are accidental or if they occur for a reason; and they conjecture and prove”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa penalaran sebagai aspek yang fundamental dalam matematika. “bagaimana seseorang itu bernalar dan berfikir menganalisis untuk mendapatkan pola, struktur, atau aturan di antara situasi dunia nyata dan simbol objek-objek; mereka bertanya jika pola itu terjadi secara kebetulan atau terjadi karena sebuah penalaran; mengkonjektur dan membangun. Selanjutnya Lithner (2012) menyatakan bahwa penalaran didefensikan sebagai garis pemikiran untuk untuk menghasilkan pernyataan dan kesimpulan ketika memecahkan masalah. Penalaran tidak perlu didasarkan pada pemikiran formal dan kemudian tidak terbatas dalam pembuktian, tetapi itu mungkin saja salah sepanjang terdapat beberapa penalaran yang mendukung. Sedangkan Depdiknas menyatakan bahwa matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dapat dipahami dan dilatih melalui belajar matematika (Shadiq : 2004). Selain karena matematika merupakan ilmu yang dipahami melalui penalaran, tetapi juga karena salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Hal tersebut senada dengan penjelasan Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 (2004) menyatakan tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain: (1) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis, dan gambar, (2) kemampuan melakukan memanipulasi matematika, (3) kemampuan memeriksa kesahihan suatu argument, (4) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. Kemampuan lainnya yang diperlukan adalah kemampuan representasi matematis. Sebab representasi merupakan ungkapan dari suatu ide matematika yang ditampilkan peserta didik sebagai bentuk yang mewakili situasi masalah guna menemukan solusi dari masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Alhadad & Syarifah (2010) yang mengungkapkan bahwa representasi adalah ungkapan- ungkapan dari ide matematis yang ditampilkan siswasebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari suatu masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasildari interpretasi pikirannya. Hudiono (2005) menyatakan bahwa kemampuan representasi dapat mendukung siswa dalam memahami konsep-konsep matematika yang dipelajaridan keterkaitannya; untuk mengomunikasikan ide-ide matematika siswa; untuk lebih mengenal keterkaitan (koneksi) diantara konse-konsep matematika; ataupun menerapkan matematika pada permasalahan matematik realistik melalui pemodelan. Hutagaol (2013) meyebutkan representasi matematis yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk memahami suatu konsep matematika ataupun dalam upayanya untuk mencari sesuatu solusi ari masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian representasi dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa untuk memahami konsep-konsep tertentu maupun untuk mengomunikasikan ide-ide matematis guna menyelesaikan masalah.
  • 4. Effendi (2012) menyatakan kemampuan representasi matematis diperlukan siswa untuk menemukan dan membuat suatu alat atau cara berpikir dalam mengomunikasikan gagasan matematis dari yang sifatnya abstrak menuju konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Representasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika dikarenakan siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman akan konsep dan keterkaitan antarkonsep matematika yang mereka miliki melalui membuat, membandingkan, dan menggunakan representasi. Bukan hanya baik untuk pemahaman siswa, representasi juga membantu siswa dalam mengkomunikasikan pemikiran mereka. Adapun idkator yang menunjukan kemampuan representasi matmatis (Mudzakir, 2006) yakni : 1. Menyajikan kembali data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau tabel. 2. Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang diberikan. 3. Membuat suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau table untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya. Representasi beragam perlu dimunculkan dalam setiap pembelajaran untuk memperkaya pengalaman siswa. Keterampilan representasi matematik beragam dapat dilatih kepada siswa melalui penyajian materi atau masalah-masalah yang dikemas secara kontekstual. Hal ini bertujuan untuk memicusiswa agar menggunakan kembali atau pun mengaitkan masalah-masalahnya dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Siswa dapat mengembangkan dan memperdalam pemahaman mereka tentang konsep-konsep matematika dan hubungan karena mereka menciptakan, membandingkan, dan menggunakan berbagai representasi. Representasi berguna dalam semua bidang matematika karena representasi membantu mengembangkan, berbagi, dan meningkatkan pemikiran matematika. (NCTM, 2000). Salah satu hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah model pembelajaran. Model pembelajaran hendaknya dipilih dan dirancang sedemikian sehingga lebih menekankan pada aktivitas siswa, sehingga perlu diupayakan mendesain suatu pengajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. Dengan pembelajaran tersebut diharapkan dapat diperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Salah satu model pembelajaran matematika adalah pendekatan materika realistik atau yang biasa dikenal dengan Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan ini merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang tepat karena dengan model pembelajaran ini siswa dituntut untuk mengkontruksi pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran. Ide utama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran RME adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvention) konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Prinsip menemukan kembali berarti siswa diberi kesempatan menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran. Berdasarkan soal siswa membangun model dari (model of) situasi soal kemudian menyusun model matematika untuk (model for) menyelesaikan hingga mendapatkan pengetahuan formal matematika (Gravemeijer, 1994). Selain itu dalam pandangan ini, matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia. Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagau bagian dari kegiatan manusia. Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika sebagai bagian dari kegiatan manusia.
  • 5. Dalam pembelajaran ini, guru berfungsi sebagai pembimbing dalam menyeleksi kontribusi-kontribusi yang diberikan siswa melalui pemecahan masalah kontekstual. Dalam memecahkan masalah kontekstual tersebut siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan sehingga sangat mungkin dilakukan melalui langkah-langkah “informal” sebelum sampai kepada materi matematika yang lebih “formal” (Soedjadi 2001). Dengan demikian pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi lebih terpusat pada siswa, dengan kata lain pembelajaran berlangsung secara aktif yaitu pengajar dan pelajar sama-sama aktif. Model pembelajaran RME telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun menunjukkan hasil yang baik. RME juga dikembangkan di beberapa Negara lain seperti USA (yang dikenal dengan Mathematics in Context), Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan lain-lain (Fauzan, 2001). Laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) menyebutkan bahwa berdasarkan penilaian TIMSS, siswa di Belanda memperoleh hasil yang memuaskan baik dalam keterampilan komputasi maupun kemampuan pemecahan masalah (dalam Yuwono, 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik ingin mengadakan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 47 Medan Sunggal”. 2 Methods Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII SMP Muhammadiyah 47 Medan Sunggal tahun ajaran 2020/2021. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran matematika dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu pada materi Operasi Bilangan Pecahan. Rancangan uji coba yang akan digunakan dalam pengembangan instrument adalah One – group pretes – postes design. Sebagai berikut : Keterangan : T₁ = Pre – tes T₂ = Post – tes X = Perlakuan pembelajaran matematika realistik Penelitian ini dikategorikan ke dalam jenis penelitian pengembangan (development research). Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4-D Thiagarajan, Semmel dan Semmel (1974) dengan mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan matematika realistik. Pemilihan model pengembangan ini karena pertimbangan langkah-langkah pengembangan pada model pengembangan 4-D terperinci namun sederhana dan mudah diikuti prosedur pengembangannya. Model pengembangan ini terprogram dengan urutan kegiatan yang sistematis untuk memecahkan masalah belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Kelebihan model pengembangan 4-D adalah merupakan dasar untuk melakukan pengembangan perangkat pembelajaran karena tahap-tahap pelaksanaan dibagi secara detail dan sistematik. Dengan demikian yang menjadi produk penelitian ini adalah sebuah bahan ajar berbasis masalah yang valid, praktis dan efektif. Pengembangan bahan ajar tersebut berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dan Instrumen Tes Perlakuan Tes T₁ x T₂
  • 6. penelitian berupa Tes Kemampuan Penalaran Matematis (TKPM) dan Tes Kemampuan Kemampuan Representasi Matematis (TKRM). 3 Result And Discussion Hasil analisis data yang diperoleh dari hasil uji coba I dan II menunjukkan: (1) bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan valid; (2) bahan ajar model pendekatan matematika realistik yang dikembangkan praktis; (3) bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan yang dikembangkan efektif; (4) adanya peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan; (5) adanya peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan;. Berdasarkan hasil validasi bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan diperoleh bahwa, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dinyatakan valid atau memiliki derajat validitas yang baik. Selanjutnya, hasil validasi terhadap tes kemampuan penalaran matematis siswa juga valid atau memiliki derajat validitas yang baik serta hasil validasi terhadap tes kemampuan representasi matematis siswa juga valid Hal ini menunjukkan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan baik RPP, BS, LKPD, tes kemampuan penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis siswa telah memenuhi kriteria kevalidan. Kriteria kevalidan diperoleh melalui penilaian para ahli terhadap bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan. Akker (1999) menyatakan “Validity refers to the extent that the design of the intervention is based on state-of-the-art knowledge ('content validity') and that the various components of the intervention are consistently linked to each other ('construct validity')”. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa validitas mengacu pada sejauh mana desain dari perangkat didasarkan pada keadaan terbaru dari teknologi, seni dan ilmu (‘validasi isi’) dan berbagai variasi komponen dari perangkat secara konsisten berkaitan satu sama lain (‘validitas konstruk’). Perangkat yang dikembangkan dikatakan memenuhi indikator valid jika bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik minimal barada pada kategori penilaian (4≤ Va <5). Adapun hasil pemberian lembar validasi perangkat pada validator terkait respon perangkat yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Penilaian Validator terhadap Perangkat yang Dikembangkan No. Objek yang dinilai Nilai rata-rata total validitas Tingkat Validasi 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 4,81 Valid 2. Buku Siswa (BS) 4,83 Valid 3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) 4,85 Valid Dari hasil validasi yang dilakukan, rata-rata nilai total validasi untuk: (1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebesar 4,81; (2) Buku Siswa (BS) sebesar 4,83 dan (3) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) sebesar 4,84. Berdasarkan kriteria kevalidan maka dapat dikatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan valid. Hal tersebut sesuai dengan hasill penelitian Dahlia dan Hasibuan bahwa bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan memenuhi kriteria valid. Valid tergambar dari hasil penilaian validator bahwa semua validator menyatakan baik berdasarkan content (sesuai kurikulum), konstruk (sesuai karakteristik/prinsip pembelajaran) dan bahasa (sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku yaitu ejaan yang disempurnakan).
  • 7. Praktis dalam arti bahasa bermakna mudah digunakan dalam praktik. Defenisi praktis Menurut Nieveen (2007) “Expected: The intervention is expected to be usable in the setting for which it has been designed. Actual: The intervention is usable in the setting for which it has been designed”. Pernyataan tersebut menjelaskan bawa aspek kepraktisan dipenuhi jika: (1) ahli dan praktisi menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan. Selanjutnya Akker (1999) menyatakan bahwa “Practicality refersto the extent that users (and other experts) consider the intervention as clear, usable and costeffective in ‘normal’ conditions”. Kriteria kepraktisan menurut Akker harus memenuhi batasan-batasan berikut: (1) ahli praktisi menilai bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) pengguna produk merasa mudah dalam menggunakan produk yang dikembangkan. Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dikembangkan dikatakan praktis jika memenuhi kriteria : (1) penilaian ahli dan praktisi bahwa perangkat tersebut dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi; (2) guru menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan mudah digunakan; (3) siswa menyatakan bahwa perangkat yang dikembangkan mudah digunakan dan (3) hasil pengamatan keterlaksanaan bahan ajar di kelas termasuk dalam kategori baik atau sangat baik. Hasil dari penilaian kepraktisan bahan ajar diperoleh dari penilaian ahli/praktisi yang menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi. Berdasarkan hasil penilaian ahli, komponen-komponen bahan ajar yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah praktis/dapat digunakan dengan revisi kecil. Untuk penilaian kepraktisan selanjutnya ditinjau dari guru dan siswa yang menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan mudah digunakan. Kemudian, kriteria kepraktisan yang ditinjau dari keterlaksanaan bahan ajar dalam penelitian ini, juga telah memenuhi kriteria praktis. Pada uji coba I dan uji coa II keterlaksanaan bahan ajar telah memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu telah mencapai kategori baik (80 ≤ 𝑘 < 90). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Eka (2015) yang menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar dengan pendekatan berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan memenuhi kriteria praktis. Berdasakan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan matematika realistik telah memenuhi kepraktisan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan mudah dan dapat dilaksanakan oleh guru dan siswa. Berdasarkan hasil uji coba I dan uji coba II, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi kategori efektif ditinjau dari: (1) ketuntasan belajar siswa secara klasikal; (2) ketercapaian tujuan pembelajaran; (3) waktu pembelajaran dan (4) respon siswa. Berikut ini akan disajikan pembahsan untuk masing-masing indikator dalam mengukur dan melihat keefektifan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik. Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I disajikan dalam Gambar 1.
  • 8. Gambar 1. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba I Berdasarkan hasil analisis posttest yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada uji coba I persentase ketuntasan klasikal kemampuan penalaran matematis adalah 71,87% sedangkan pada uji coba II persentase ketuntasan klasikan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah 90,62%. Jika dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, ketuntasan yang diperoleh dari hasil uji coba I belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sedangkan pada uji coba II telah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal. Persentase kriteria ketuntasan klasikal kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II disajikan dalam Gambar 2. Gambar 2. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba II Berdasarkan data pada Tabel 2. dan Gambar 2. terlihat bahwa ketuntasan klasikal dari hasil kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 31,25% dan posttest uji coba II sebesar 90,62%. Sesuai dengan kriteria ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal, yaitu minimal 85% siswa yang mengikuti tes kemampuan penalaran matematis mampu mencapai skor ≥ 75. Dengan demikian, hasil posttest kemampuan penalaran matematis siswa telah memenuhi ketuntasan secara klasikal karena memperoleh persentase ketuntasan 90,62%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada Uji coba II penerapan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan secara klasikal. 0 20 40 60 80 Pretest Posttest 21.87 71.87 Persentase Ketuntasan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis pada Uji Coba I Persentase Kemampuan Penalaran Matematis 0 50 100 Pretest Posttest 31.25 90.62 Persentase Ketuntasan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba II Pretest Posttest
  • 9. Selanjutnya Berdasarkan hasil analisis posttest yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada uji coba I persentase ketuntasan klasikal kemampuan representasi matematis adalah 78,12% sedangkan pada uji coba II persentase ketuntasan klasikan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah 90,62%. Jika dilihat dari hasil ketuntasan belajar siswa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, ketuntasan yang diperoleh dari hasil uji coba I belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal sedangkan pada uji coba II telah memenuhi kriteria ketuntasan klasikal. Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I disajikan dalam Gambar 3. Gambar 3. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba I Persentase kriteria ketuntasan klasikal Kemampuan Represntasi matematis siswa pada uji coba I disajikan dalam Gambar 4. Gambar 4. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba II Berdasarkan data pada Gambar 4 terlihat bahwa ketuntasan klasikal dari hasil Kemampuan Representasi matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 59,375% sedangkan pada posttest uji coba II sebesar 90,625%. Sesuai dengan kriteria ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal, yaitu minimal 85% siswa yang mengikuti tes Kemampuan Representasi matematis mampu mencapai skor ≥ 75. Dengan demikian, hasil posttest Kemampuan representasi matematis siswa telah memenuhi ketuntasan secara klasikal yaitu memperoleh persentase ketuntasan sebesar 90,625%. Jadi dapat 0 20 40 60 80 Pretest Posttest 18.75 78.125 Persentase Ketuntasan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Representasi Matematis pada Uji Coba I Persentase Kemampuan Penalaran Matematis 0 50 100 Pretest Posttest 59.375 90.625 Persentase Ketuntasan Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Representasi Matematis pada Uji Coba II Persentase Kemampuan Representasi Matematis
  • 10. disimpulkan bahwa pada Uji coba II penerapan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan secara klasikal. Selanjutnya hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria keefektifan. Hal ini dikarenakan dengan menerapkan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Fauzi& Mukasyaf(2018) yang menyimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berbasis pendekatan metakognisi memenuhi kriteria efektif yang ditunjukkan oleh ketuntasan belajar individu dan klasikal siswa terpenuhi. Hal tersebut diperkuat oleh pandangan Vygotsky yaitu perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman tersebut. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian kemudian membangun pengertian baru. Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan akan dibangun melalui pengalaman dan lingkungan sekitar siswa. Dalam pengalaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. Berdasarkan hasil penelitian dan dukungan penelitian terdahulu diatas, terlihat bahwa bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dapat membantu siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik mampu membantu siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal. Berdasarkan hasil analisis data hasil uji coba I dan uji coba II diperoleh bahwa, persentase rata-rata respon siswa pada masing-masing uji coba bernilai positif. hasil rata-rata persentase repon positif siswa terhadap masing-masing aspek respon siswa adalah sebagai berikut: (1) siswa yang menyatakan senang terhadap komponen bahan ajar sebanyak 95,58%; (2) siswa menyatakan komponen bahan ajar dan kegiatan belajar masih baru sebanyak 96,22%; (3) siswa yang menyatakan berminat mengikuti pembelajaran matematika pada materi yang lain seperti pembelajaran yang dilakukan sebanyak 96,8%; (4) siswa yang menyatakan bahasa pada buku siswa, LKPD dan tes sudah jelas sebanyak 92,16%; (5) siswa yang menyatakan tertarik terhadap penampilan buku siswa dan LKPD sebanyak 95,25%; dan (6) siswa yang menyatakan pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik menarik, membuat senang, berguna dan membantu, serta membuat termotivasi dalam belajar matematika sebanyak 90,62%. Persentase rata-rata total respon positif siswa pada Uji coba II sebesar 94,16%. Jika hasil analisis ini dirujuk pada kriteria yang ditetapkan pada bab III, dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah sangat positif. Sebab, lebih dari 80% siswa yang memberikan respon positif terhadap komponen bahan ajar yang dikembangkan. Secara keseluruhan, hasil analisis data uji coba II menunjukkan pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi seluruh kriteria praktis dan efektif yang ditetapkan. Dengan demikian, diketahui bahwa hasil uji coba II lebih baik dari hasil uji coba I. Hal ini disebabkan karena bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang digunakan pada uji coba II (draft III) adalah perangkat bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik hasil revisi dari uji coba I (draft II). Berdasarkan hasil uji coba II dapat disimpulkan bahwa perangkat bahan ajar berbasis pendekatan metakognisi yang dikembangkan telah memenuhi seluruh kriteria praktis dan efektif yang ditetapkan.
  • 11. Secara keseluruhan, hasil analisis data uji coba II adalah bahan ajar yang dikembangkan telah efektif, seperti kemampuan penalaran matematis siswa dan kemampuan representasi pada uji coba II telah memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan klasikal ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah mencapai kriteria yang ditentukan, pencapaian waktu pembelajaran tidak melebihi pembelajaran biasa telah tercapai dan respon siswa terhadap pembelajaran positif. Dengan demikian, diketahui bahwa hasil uji coba II lebih baik dari uji coba I. Hal ini disebabkan bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika realistik yang digunakan pada uji coba II adalah bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika realistik hasil revisi uji coba I, maka berdasarkan hasil uji coba II dapat disimpulkan bahwa bahan ajar dengan berbasis pendekatan matematika realistik telah memenuhi kualitas bahan ajar yang praktis dan efektif. Artinya siswa memberikan respon yang positif terhadap komponen-komponen bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan. Respon siswa yang diberikan pada setiap uji coba telah mencapai kategori kriteria yang telah ditentukan yaitu ≥ 80%. Hal ini menunjukkan bahwa, bahan ajar melalui pendekatan matematika realistik yang dikembangkan telah memenuhi kriteria efektif ditinjau dari respon siswa. Menurut Daryanto (2010) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran merupakan hal yang kompleks, dimana siswalah yang menentukan apakah mareka akan belajar atau tidak. Sejalan dengan teori Vigotsky (Trianto, 2009) yaitu: (1) zona (wilayah) perkembangan terdekat (zona of poximal development); yaitu pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam zona of poximal development; dan (2) perancah (scaffolding) yaitu pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya sendiri. Dengan demikian, tindakan/respon yang dilakukan siswa atas stimulus berupa pengajaran sebagai aktivitas dapat dikategorikan atas dua hal, yaitu respon positif untuk belajar (mendengar, membaca, menulis, berdiskusi/bertanya) atau respon negatif (tindakan yang lain yang tidak relevan). Respon yang positif menandakan bahwa siswa berkenan untuk mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya, respon positif yang diberikan siswa ditimbulkan karena guru telah memberikan stimulus berupa umpan balik dan penguatan yang sesuai dengan karakteristik siswa setelah mempelajari keadaan kelas. Dengan kata lain guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Seorang guru harus mempersiapkan proses perencanaan pembelajaran yang matang dan akurat karena dengan perencanaan pembelajaran guru akan mampu memprediksi seberapa besar keberhasilan yang akan dicapai. Berdasarkan paparan hasil penelitian serta penelitian pendukung, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan berkontribusi positif terhadap respon siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,59 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 74,19. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 66,25 dan kembali meningkat pada posttest uji coba II sebesar 82,66.
  • 12. Dengan demikian, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa sebesar 9,6 pada uji coba I dan terjadi peningkatan sebesar 16,41 pada uji coba II. Sementara, peningkatan pada hasil posttest uji coba I dan uji coba II adalah sebesar 8,47. Dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa ditinjau dari Kemampuan Penalaran matematis dengan menggunakan tes Kemampuan Penalaran matematis yang telah dikembangkan. Deskripsi hasil Kemampuan Penalaran matematis siswa pada uji coba I ditunjukkan pada Tabel 2. berikut. Tabel 2. Deskripsi Hasil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa pada Uji Coba I Keterangan Pretest Kemampuan Penalaran Matematis Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Nilai Tertinggi 87,5 93,75 Nilai Terendah 46,875 62,5 Rata-rata 64,60 77,39 Berdasarkan Tabel 2. menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Penalaran matematis siswa pada hasil pretests adalah sebesar 64,6 dan posttests adalah sebesar 77,4. Deskripsi hasil kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II ditunjukkan pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Deskripsi Hasil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Uji Coba II Keterangan Pretest Kemampuan Penalaran Matematis Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Nilai Tertinggi 84,3 95,3 Nilai Terendah 50 70,3 Rata-rata 66,25 82,6 Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada hasil pretest adalah sebesar 66,25 dan posttests adalah sebesar 82,6. rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah ditetapkan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Pemecahan masalah Matematis Siswa Uji Coba I Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase N ≥ 0,7 Tinggi 4 12,5% 0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 22 68,75% N < 0,3 Rendah 6 18,75% Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa hanya ada 4 siswa mendapat skor N-Gain pada rentang > 0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 22 orang dan 6 orang yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I diperoleh 036, yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba I. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah ditetapkan pada Tabel 4 berikut.
  • 13. Tabel 5 Rangkuman Hasil N-Gain Pada Tes Kemampuan Penalaran Matematis Pada Uji Coba II Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase N ≥ 0,7 Tinggi 5 15,625% 0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 27 84,375% N < 0,3 Rendah 0 0% Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa 5 orang siswa mendapat skor N-Gain pada rentang > 0,7 atau mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kategori “Tinggi”. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 27 orang dan tidak ada siswa yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba II diperoleh 0,50, yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba II. Berdasarkan Tabel 5 jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan pda uji coba I ke uji coba II. Dengan demikian penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba II. Kemudian jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan penalaran matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan pada uji coba I ke uji coba II. Peningkatan kemampuan penalaran matematis diatas dipengaruhi oleh karakteristik pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik yang dikombinasikan dengan bahan ajar yang dikembangkan. Diantaranya, bahan ajar yang dikembangkan memuat masalah-masalah autentik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, dimana guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat diselidiki oleh siswa pada masalah yang autentik. Hal ini sejalan dengan pandangan Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan akan dibangun melalui pengalaman dan lingkungan sekitar siswa. Dalam pengalaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rizqi, Asmin, dan Fauzi (2017) yang menemukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistic yang dikembangkan. Dengan demikian, bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa Berdasarkan hasil analisis peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan representasi matematis siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,72 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 79,68. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan representasi matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 73,07 dan kembali meningkat pada posttest uji coba II sebesar 85,66. Dengan demikian, terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan representasi matematis siswa sebesar 14,96
  • 14. pada uji coba I dan terjadi peningkatan sebesar 12,59 pada uji coba II. Sementara, peningkatan pada hasil posttest uji coba I dan uji coba II adalah sebesar 5,98. Selanjutnya dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa juga ditinjau dari Kemampuan Representasi matematis dengan menggunakan tes Kemampuan Representasi matematis yang telah dikembangkan. Deskripsi hasil Kemampuan Representasi matematis siswa pada uji coba I ditunjukkan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Deskripsi Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Uji Coba I Keterangan Pretest Kemampuan Representasi Matematis Posttest Kemampuan Representasi Matematis Nilai Tertinggi 83,33 91,66 Nilai Terendah 47,22 61,11 Rata-rata 64,72 79,68 Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Representasi matematis siswa pada hasil pretests adalah sebesar 64,72 dan posttests adalah sebesar 79,68. Selanjutnya dalam penelitian ini, tingkat penguasaan siswa juga ditinjau dari Kemampuan Representasi matematis dengan menggunakan tes Kemampuan Representasi matematis yang telah dikembangkan. Deskripsi hasil Kemampuan Representasi matematis siswa pada uji coba II ditunjukkan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Deskripsi Hasil Kemampuan Representasi Matematis Siswa pada Uji Coba II Keterangan Pretest Kemampuan Representasi Matematis Posttest Kemampuan Representasi Matematis Nilai Tertinggi 83,33 94,44 Nilai Terendah 58,33 72,22 Rata-rata 73,07 85,66 Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata Kemampuan Representasi matematis siswa pada hasil pretests adalah sebesar 73,01 dan posttests adalah sebesar 85,66. Berdasarkan Tabel 6 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah ditetapkan pada Tabel 7 berikut. Tabel 8 Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Uji Coba I Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase N ≥ 0,7 Tinggi 2 6,25% 0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 26 81,25% N < 0,3 Rendah 4 12,5% Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa hanya ada 2 siswa mendapat skor N-Gain pada rentang > 0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 26 orang dan 4 orang yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I diperoleh 0,43 yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba I.
  • 15. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh rangkuman hasil N-Gain berdasarkan kategori peningkatan yang sudah ditetapkan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Rangkuman Hasil N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Uji Coba II Rentang Kategori Peningkatan Jumlah Siswa Persentase N ≥ 0,7 Tinggi 3 9,375% 0,3 ≤ N < 0,7 Sedang 27 84,375% N < 0,3 Rendah 2 6,25% Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa ada 3 siswa mendapat skor N-Gain pada rentang > 0,7. Untuk siswa yang mengalami peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan kategori “Sedang” atau mendapat skor N-Gain 0,3 < g ≤ 0,7 berjumlah 27 orang dan 2 orang yang mendapat skor N-Gain g ≤ 0,3 dengan kategori “Rendah”. Rata-rata gain pada uji coba I diperoleh 0,50 yaitu pada kategori sedang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada uji coba II. Berdasarkan Tabel 9 jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan pda uji coba I ke uji coba II. Dengan demikian penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba II. Kemudian jika dilihat berdasarkan perhitungan N-Gain untuk melihat peningkatan pada kemampuan representasi matematis siswa pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43 menjadi 0,50, artinya berada pada kategori “sedang”. Hal ini menunjukkan kemampuan representasi matematis siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan dengan berbasis pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan pada uji coba I ke uji coba II. 4 Conclusion Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik memenuhi kriteria valid dengan nilai rata-rata total validitas RPP sebesar 4,81 ,buku siswa sebesar 4,83 dan LKPD sebesar 4,85 , tes kemampuan penalaran matematis siswa dan tes kemampuan representasi matematis telah berada pada kategori valid. 2. Bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan representasi matematis siswa telah efektif digunakan dalam pembelajaran, yang meliputi: (1) ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 90,62% yang telah memenuhi kriteria ketuntasan yaitu ≥85% siswa telah mencapai KKM; (2) kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah berada pada kategori baik ;dan (3) respon siswa terhadap komponen- komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran adalah positif. 3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,59 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 74,19. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 66,25 dan kembali meningkat pada posttest uji
  • 16. coba II sebesar 82,66. Selanjutnya, dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,36 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang. 4. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan matematika realistik pada materi pecahan dilihat dari rata-rata kemampuan representasi matematis siswa pada hasil pretest uji coba I sebesar 64,72 dan meningkat pada posttest uji coba I menjadi sebesar 79,68. Kemudian pada uji coba II diperoleh hasil rata-rata kemampuan penalaran matematis siswa pada pretest uji coba II sebesar 73,07 dan kembali meningkat pada posttest uji coba II sebesar 85,66. Selanjutnya, dilihat dari N-Gain pada uji coba I dan uji coba II mengalami peningkatan yaitu dari 0,43 menjadi 0,50 artinya berada pada kategori sedang. REFERENCES [1]. Akker, J, V, D. 1999. Principles and Methods of Development Research. Dalam Plomp, T; Nieveen, N; Gustafson, K; Branch, R.M; dan Van Den Akker, J (eds). Design Approaches and Tools in Education and Training. London: Kluwer Academic Publisher. [2]. Alhadad, Fadillah Syarifah. 2010. Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah Matematis dan Self Esteem Siswa SMP Melalui Pembelajaran Open Ended. Disertasi. Bandung : UPI [3]. Amin. A.K., Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Dengan Model Kooperatif Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel di MTs Darul Ulum Kelas VII. (Online), 2017, Artikel https://www.researchgate.net/publication/320237765. [4]. Daryanto. 2010. Belajar Dan Mengajar. Bandung: CV. Yrama Widya [5]. Depdiknas. 2004. Peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/c/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang Penilaian Perkembangan Anak Didik Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta : Dirjen Dikdasmen Depdiknas. [6]. Effendi, Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Menigkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Vol 12 No 2, Jurnal UPI [7]. Eka, K. 2015. Pengembangan Majalah Biosmart Invertebrata untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMA (Jurnal Online) http://lib.unnes.ac.id/23423/1/SKRIPSI-EkaKurniawati- 4401411009.pdf [8]. Fauzan, 2001 ( prinsip dan karakterikstik pendekatan matematika realistik), [online] diakses dari karakteristik-pendekatan.html. [diakses pada tanggal 27 Februari 2017] [9]. Fauzi, K.A., dan Fikri Mukasyaf LINTASAN BELAJAR KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA BERBASIS PENDEKATAN METAKOGNISI TOPIK GSL DI SMP IMELDA MEDAN Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 24(1) : 7-14, [10]. Fitri, S., & Zahari, C.L, ―The implementation of blended learning to improve understanding of mathematics‖, The Sixth Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan 2018: IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 1188 (2019) 012109, 2018, doi:10.1088/1742- 6596/1188/1/012109.
  • 17. [11]. Fitri, S., Syahputra, E., & Syahputra, H., "Blended Learning Rotation Model of Cognitive Conflict Strategy to Improve Mathematical Resilience in High School Students", International Journal of Scientific & Technology Research, vol.1, no. 1, 2019. [12]. Gravemeijer. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute. http://repository.upi.edu/operator/upload/d_mat-0604957_chapter2.pdf [13]. Hudiono, B. (2005). Peran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematika dan Daya Representasi pada Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan [14]. Hutagaol, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 2 (1). 85- 99. [15]. Jefferson, Thomas. 2012. HUMA 1710 The Art of Thinking : In The Hongkong Content. [16]. Lithner, Johan. 2012.Learning Mathematics By Creative Or Imitative Reasoning. [17]. Mudzakir, H. S. 2006. Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Disertasi UPI [Online]. [18]. NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics Drive, Reston, VA: The NCTM. [19]. Nieveen, N. 2007.An Introduction to Education Design Research. China. [20]. Rizqi, N.R.; Asmin, & Fauzi, K.M.A. 2017. The Development of Materials Based on Metacognitive Approach to Improve Mathematical Reasoning Ability and Emotional Intelligence Students of SMP Sabilina Tembung. International Knowledge Sharing Platform. Vol. 8, No. 30. [21]. Sanjaya, W. 2008.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: KencanaPrenada Media. [22]. Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disampaikan Pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika. Yogyakarta. [23]. Soedjadi. 2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME. Makalah disampaikan pada seminar nasional PMRI di Universitas Sanata Darma. Yogyakarta. [24]. Thiagarajan, S. Semmel, D.S. Semmel, M. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Expectional Children.A Sourse Book.Blomington: Central for Innovation on Teaching The Handicapped. [25]. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. [26]. Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu. [27]. Yuwono, Teguh. (2001). Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah Berdasarkan Paradigma Baru. Semarang: Ciyapps Diponegoro Universiti