Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang penerapan Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR) berdasarkan kerangka COSO dan regulasi seperti SOX dan peraturan pasar modal Indonesia. ICOFR diperlukan untuk menjamin keandalan pelaporan keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan. Proses bisnis menjadi fokus utama dalam menilai desain dan pengelolaan pengendalian internal sebuah organisasi.
Sipi, mayanih, prof. hapzi ali, internal control of financial reporting, univ...MAYANIH
Similar to Si pi, asalila, hapzi ali, internal control over financial reporting ( implementasi dan desain i co-fr ) , universitas mercu buana, 2017 (17)
Si pi, asalila, hapzi ali, internal control over financial reporting ( implementasi dan desain i co-fr ) , universitas mercu buana, 2017
1. SISTEM INFORMASI DAN PENGENDALIAN INTERNAL
INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING
( IMPLEMENTASI DAN DESAIN ICOFR )
Disusun oleh:
Asalila (55516120053)
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
2. INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTING (ICOFR):
DEVELOPING EFFECTIVE INTERNAL CONTROLS USING THE COSO MODEL
1. Pendahuluan
Bermula dengan banyaknya temuan kecurangan pada profesi akuntansi global yang
merugikan stakeholder – terutama sejak kasus Enron, Worldcom, Xerox, Tyco, Global
Crossing dan lainnya di tahun 2001. Oleh karena itu pemerintah Amerika Serikat
menerbitkan undang-undang yang dapat melindungi stakeholder yaitu Sarbanes-Oxley
(Sarbanes-Oxley Act of 2002, Public Company Accounting Reform and Investor Protection
Act of 2002) atau kadang disingkat SOX atau Sarbox. Sarbaness-Oxley Act (SOX)
diterbitkan untuk memproteksi kepentingan investor dengan cara menciptakan tata kelola
perusahaan yang baik, full disclosure, dan akuntabilitas dalam perusahaan. Pasal yang
berkatian dengan Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR) adalah 304 dan 404.
Pasal 304 mewajibkan manajemen membuat pernyataan dalam laporan keuangan sedangkan
pasal 404 mensyaratkan adanya laporan manajemen tahunan (annual management report)
tentang pengendalian intern perusahaan atas pelaporan keuangan dan laporan manajemen
tersebut merupakan subjek yang akan diaudit.
SOX mewajibkan perusahaan yang listing di AS untuk membuat dokumentasi pengendalian
kunci dan melaporkan kondisi pengendalian internnya secara periodik.
• SOX Section 302 tentang ”Corporate Responsibility for Financial Reports” menetapkan
bahwa pejabat eksekutif perusahaan (CEO & CFO) harus bertanggung jawab secara pribadi
terhadap pernyataan prosedur pengendalian, internal control, dan jaminan atas kecurangan
(fraud).
• SOX section 404 tentang “Management Assessment of Internal Controls” mengatur
ketentuan yang mewajibkan terselenggaranya audit SOA tahunan yang menunjukkan laporan
pengendalian internal (internal control report).
Jadi, selain adanya laporan auditor yang dilampirkan dalam laporan keuangan, juga terdapat
laporan manajemen tentang keefektifan pengendalian intern yang diimplementasikan dalam
perusahaan untuk mendukung reliabilitas laporan keuangan. Aturan pelaksanaannya bagi
auditor dam manajemen telah diatur dalam PCAOB Auditing Standard No. 2 an audit of
internal control over financial reporting performed in conjunction with an audit of financial
3. statements dan AS No. 5 an audit of internal control over financial reporting that is integrated
with an audit of financial statements. SEC dan PCAOB menganjurkan mengunakan kerangka
acuan pengendalian internal COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the
Treadway Commission) dan untuk pengendalian internal teknologi informasi disarankan
menggunakan COBIT (Control Objectives for Information and related Technology), yang
dikebangkan oleh ISACA (Information Systems Audit and Control Association) sekarang
versi 4.1.
Sarbanes Oxley itu menyajikan beberapa hal penting antara lain:
a. Tanggungjawab Perusahaan, semua yang terafiliasi dalam perusahaan semakin diminta dan
diaktifkan seperti Komite Audit, Internal Auditor, pemisahan yang lebih jelas antara audit
service dengan non-audit service, dan perlunya persetujuan dan pengungkapan atas semua
jasa non-audit. Direktur Utama perusahaan serta Direktur keuangan harus membuat
pernyataan bahwa laporan keuangan yang disajikannya adalah akurat dan tidak menimbulkan
salah tafsir dan telah menerapkan sistem pengawasan internal yang sehat dan tidak ada
keterkaitan pinjaman mereka kepada perusahaan.
b. Auditor, independensi akuntan publik diperketat lagi dengan kewajiban mempertahan- kan
independensi dan membentuk Dewan Pengawas Akuntan Publik serta melarang pemberian
jasa non audit diluar jasa perpajakan dan adanya kewajiban untuk menggilir pelaksana dan
penanggungjawab audit.
c. Pengungkapan diperluas, manajemen dan auditor setiap tahun harus menilai sistem
pengendalian internal. Seperti halnya di industri perbankan maka semua pembiayaan yang
bersifat off-balance sheet dan pembiayaan yang bersifat kontingensi harus diungkapkan.
Laporan proforma wajib disajikan. Transaksi saham intern harus dilaporkan dalam jangkawa
waktu dua hari. Beberapa informasi tertentu yang dianggap penting harus di laporkan dalam
“real time”.
d. Analis, analis saham harus dapat mengungkapkan kemungkinan konflik kepentingan.
e. SEC, memperluas objek reviewnya terhadap laporan keuangan perusahaan, me- ningkatkan
kekuasaan untuk memaksa perusahaan melaksanakan peraturannnya dan menaikkan biaya
hukuman terhadap setiap pelanggaran UU pasar modal.
Semua ketentuan dalam SOX berlaku bagi perusahaan Amerika dan juga perusahaan Non
Amerika. Baik yang mengeluarkan saham atau obligasi di pasar modal Amerika seperti tentu
di New Yorks Stock Exchange. Tentu saja UU ini akan berpengaruh juga pada perusahaan
Indonesia yang mendaftarkan sahamnya di pasar modal Amerika seperti PT Telkom, PT
Indosat dan sebagainya. Jika hal ini berpengaruh maka sudah otomatis akan mempengaruhi
4. professi akuntan di Tanah Air khususnya yang mengadit perusahaan yang dipengaruhi oleh
Sarbanes Oxley Act itu.
2. ICOFR di Indonesia
ICOFR di Indonesia telah diatur dalam SPAP (Standar Audit Akuntan Publik) yang
diterbitkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) yaitu standar yang mewajibkan auditor untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar pekerjaan lapangan No.2, SPAP 1994 – PSA
No.06, 23, 24, 35, 60 & 69 , SPAP 2001-SAT Seksi 400 & SA Seksi 314, dalam
implementasinya pengendalian internal menggunakan COSO, namun kewajiban audit atau
memberi opini atas pengendalian internal belum diterapkan. Bagi BUMN keharusan
penyelenggaraan pengendalian internal berbasis COSO tertuang dalam pasal 22 Keputusan
Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan good governance pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa
manajemen BUMN harus memelihara pengendalian internal bagi perusahaan yang meliputi.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal nomor: Kep-40/PM/2003 atau peraturan
nomor VIII.G.11 tentang tanggung jawab direksi atas laporan keuangan, yaitu:
a. Laporan Keuangan dalam rangka kewajiban penyampaian laporan keuangan kepada
Bapepam.
b. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik wajib membuat surat pernyataan.
c. Surat pernyataan sebagaimana wajib ditandatangani oleh Direktur Utama dan seorang
Direktur yang membawahi bidang akuntansi atau keuangan, dan bermeterai cukup.
d. Direksi Emiten atau Perusahaan Publik secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
pernyataan yang dibuat termasuk kerugian yang mungkin ditimbulkan.
e. Surat pernyataan wajib dilekatkan pada laporan keuangan yang disampaikan kepada
Bapepam.
f. Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah diaudit atau ditelaah secara terbatas,
maka tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana dimaksud berlaku sampai dengan
tanggal pendapat akuntan.
g. Laporan keuangan interim yang disampaikan tidak diaudit, maka tanggung jawab Direksi
atas pernyataan berlaku sampai dengan tanggal disampaikannya surat pernyataan dimaksud
kepada Bapepam.
h. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam berwenang
mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan ini, termasuk
pihakpihakyang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
5. Perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Amerika Serikat (NYSE) dan hanya satu-
satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang terdaftar di NYSE sehingga
PT Telkom harus patuh terhadap SOA section 404 seperti yang disyaratkan oleh SEC
(Securities and Exchange Commission).
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) merupakan pemerintah yang perlu diaudit oleh auditor
atas laporan keuangan menerapkan standar SPAP dan harus melakukan review intern control
atas laporan keuangan. Berdasarkan informasi hingga saat ini PT Pelabuhan Indonesia III
(Persero) belum melakukan reviu pengendalian internal dan belum membuat pernyataan
Direksi atas penerapan pengendalian internal.
Pelajaran yang harus dipetik adalah bahwa dengan globalisasi ini maka kita mau tidak mau
baik akuntan, perusahan, manajemen, analis, pemerintah selaku regulator dan juga dunia
kampus harus selalu mengikuti atau kalau bisa didepan untuk menerapkan “good
governance” disemua bidang bukan saja di dunia swasta, tetapi juga di dunia birokrasi dan
dunia akademis. Status kita yang selalu dianggap memiliki risiko tinggi tidak lepas dari aspek
penerapan “good governance” ini. Kita akan selalu menjadi bulan bulanan para professional
dan penentu kebijakan tingkat internasional. Sebenarnya dengan sifat budaya kita yang
religius sudah cukup menjadi modal awal untuk menerapkan good governance itu, namun
modal perasaan religius tidak cukup karena harus ditopang oleh penegakan aturan aturan
yang baik dan benar sesuai dengan ukuran baik dan buruk yang ditetapkan oleh nilai nilai
akhlak dan agama yang kita anut. Upaya meningkatkan peran agama menurut saya masih
relevan untuk menegakkan moral bangsa, moral birokrat, moral pengusaha, yang terpuruk ini.
Doylea, Geb, dan McVay (2006) menemukan bahwa salah satu penyebab kelemahan material
pengendalian internal menurut section 302 dan 404 Sarbanex-Oxley Act adalah kompleksitas
proses operasi. Sementara Namiri dan Stojanovic (2007) mengemukakan bahwa rancangan
pengendalian harus mengendalikan ke arah mana sebuah proses bisnis dilaksanakan. Sebuah
perancangan ulang proses bisnis pun (business process reengineering), menyebabkan
pemutakhiran kembali penilaian risiko pada proses bisnis, yang menggiring ke sebuah
pengendalian yang baru atau terbaharui, termasuk pengujiannya. Proses bisnis merupakan
fokus utama dalam menilai perancangan dan pengelolaan pengendalian internal.
6. Proses bisnis adalah serangkaian atau sekumpulan aktifitas yang dirancang untuk
menyelesaikan tujuan strategik sebuah organisasi, seperti pelanggan dan pasar (Hollander,
Denna, dan Cherrington, 2000). Proses bisnis memiliki beberapa karakteristik antara lain
(Sparx System, 2004)
a. memiliki tujuan,
b. memiliki input tertentu,
c. memiliki output tertentu,
d. menggunakan sumberdaya,
e. memiliki sejumlah aktifitas yang dilakukan dalam suatu urutan,
f. dapat mempengaruhi lebih dari satu unit organisasional, dan
g. mnciptakan suatu nilai untuk konsumen. pelanggan dapat berupa internal atau eksternal.
3. Pengendalian Internal
SAT Seksi 400 menyatakan Pelaporan Pengendalian Intern Suatu Entitas Atas Pelaporan
Keuangan. Paragraf 03 Manajemen dapat menyajikan asersi tertulis tentang efektivitas
pengendalian intern suatu entitas dalam bentuk:
a. Suatu laporan terpisah yang akan melampiri laporan praktisi.
b. Suatu surat representasi yang ditujukan kepada praktisi (namun, dalam hal ini, praktisi
harus membatasi penggunaan laporannya hanya untuk manajemen dan pihak lain dalam
entitas dan, jika berlaku, badan pengatur yang ditentukan).
Komponen yang membentuk pengendalian intern suatu entitas adalah suatu fungsi definisi
pengendalian intern yang dipilih oleh manajemen. Sebagai contoh, manajemen dapat memilih
definisi pengendalian intern yang terdapat dalam SA Seksi 319 [PSA No. 23] Pertimbangan
atas Pengendalian Intern dalam Audit atas Laporan Keuangan. Paragraf 07 menjelaskan
komponen yang membentuk pengendalian intern entitas sebagaimana didefinisikan dalam SA
Seksi 319 [PSA No. 231 tersebut: lingkungan pengendalian, penaksiran risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Jika manajemen memilih definisi
lain suatu pengendalian intern, penjelasan komponen yang membentuknya dalam paragraf
tersebut mungkin tidak relevan.
a. COSO Internal Control Frameworks.
Dikembangkan oleh The Committee of Sponsoring Organization of the Treadway
Commission sejak sebelum 1980, pertama kali dipublikasi pada tahun 1992 yang kemudian
7. dikembangkan hingga kini. COSO Internal Control Framework lebih dikenal sebagai acuan
yang diterima umum dalam pengendalian internal perusahaan dan kaitannya dengan
pelaporan keuangan dan proses operasi.
Definisi pengendalian internal menurut COSO adalah Sebuah proses, yang dilaksanakan oleh
dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya, yang dirancang untuk menyajikan
keyakinan memadai terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan dibawah ini:
- Efektifitas dan efisiensi operasi
- Keandalan pelaporan keuangan
- Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
Tujuan pengendalian internal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Efektivitas dan Efisiensi Operasi
Pengendalian internal dimaksudkan untuk menghindarkan pengulangan kerjasama yang tidak
perlu dan pemborosan dalam seluruh aspek usaha serta mencegah penggunaan sumber daya
yang tidak efisien.
2) Keandalan Laporan Keuangan
Agar dapat menyelenggarakan operasi usahanya, manajemen memerlukan informasi yang
akurat. Oleh karena itu dengan adanya pengendalian internal diharapkan dapat menyediakan
data yang dapat dipercaya, sebab dengan adanya data atau catatan yang andal memungkinkan
akan tersusunnya laporan keuangan yang dapat diandalkan.
3) Kepatuhan terhadap Hukum dan Peraturan
Pengendalian internal dimaksudkan untuk memastikan bahwa segala peraturan dan kebijakan
yang telah ditetapkan manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan dapat ditaati oleh
karyawan perusahaan.
Pengendalian internal mengarah pada sebuah proses karena pengendalian internal menyatu ke
dalam kegiatan operasi organisasi dan merupakan bagian integral kegiatan utama manajemen
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pengendalian internal menurut COSO terdiri dari:
1) Lingkungan Pengendalian
2) Penilaian Risiko
3) Aktifitas Pengendalian
8. 4) Informasi dan Komunikasi
5) Pemantauan
Gambar COSO Internal Control Framework
1) Lingkungan Pengendalian menentukan kondisi lingkungan perusahaan, mempengaruhi
kesadaran pengendalian pegawai. Merupakan pondasi dari komponen lain dengan
menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan Pengendalian:
a) Integritas dan nilai etika
b) Komitmen terhadap kompetensi
c) Komisaris dan Komite Audit yang aktif dan efektif
d) Pilosofi manajemen dan gaya operasional
e) Struktur Organisasi
f) Pemberian wewenang dan tanggung jawab
g) Kebijakan dan praktik SDM
2) Penilaian Risiko merupakan identifikasi dan analisa risiko perusahaan yang relevan
dengan pencapaian tujuan, memberikan dasar bagi penentuan pengelolaan risiko.
Penilaian Risiko:
a) Penetapan Tujuan Tingkat Entitas
b) Penentuan Tujuan Tingkat Aktivitas
c) Identifikasi dan analisa risiko
d) Pengelolaan perubahan
9. 3) Aktivitas Pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang memberikan keyakinan
bahwa arahan manajemen dilaksanakan dan risiko yang telah dinilai ditangani secara
semestinya.
Aktivitas Pengendalian:
a) Keberadaan kebijakan dan prosedur yang tepat
b) Pelaksanaan kebijakan dan prosedur yang tepat
Aktivitas pengendalian terdiri dari kebijakan dan prosedur yang merasakan bahwa diperlukan
tindakan untuk meredam risiko dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara umum.
Aktivitas pengendalian dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Adequate Separation of Duties (Pemisahan Tugas yang Cukup)
Pengendalian internal yang baik menetapkan bahwa tidak ada pegawai yang diberikan terlalu
banyak tanggung jawab sehingga perlu adanya pemisahan tugas. Beberapa pedoman umum
dalam pemisahan tugas untuk mencegah salah saji, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja, yaitu :
(1) Pemisahan fungsi pemegang aktiva dari fungsi akuntansi
(2) Pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang bersangkutan
(3) Pemisahan tanggung jawab operasional dari pembukuan
(4) Pemisahan tugas dalam EDP
b) Proper Authorization of Transaction and Activities (Otorisasi yang Pantas atas Transaksi)
Otorisasi dapat berbentuk umum dan khusus. Otorisasi umum berarti bahwa manajemen
menyusun kebijakan bagi organisasi untuk ditaati. Sedangkan otorisasi khusus dilakukan
terhadap transaksi individual. Misalnya, manajemen menentukan kebijakan otorisasi untuk
pembelian aktiva berdasarkan jumlah tertentu yang sudah ditetapkan, ini adalah otorisasi
umum. Bila jumlah pembelian melebihi yang ditetapkan, maka harus diotorisasi dulu oleh
dewan komisaris, ini adalah otorisasi khusus.
c) Adequate Document and Record (Dokumen dan Catatan yang Memadai)
Dokumen dan catatan adalah objek fisik dimana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan.
Dokumen berfungsi sebagai pengantar informasi ke seluruh bagian organisasi. Dokumen
harus memadai untuk memberikan keyakinan memadai bahwa seluruh aktiva dikendalikan
dengan pantas dan seluruh transaksi dicatat dengan benar. Beberapa prinsip tertentu yang
10. relevan menandai perancangan dan penggunaan yang tepat atas dokumen dan catatan.
Dokumen dan catatan hendaknya :
(1) Diberi nomor urut untuk mencegah terjadinya dokumen yang hilang dan membantu
menelusurinya bila diperlukan.
(2) Dibuat pada saat yang sama ketika terjadinya transaksi atau segera sesudahnya.
(3) Cukup sederhana agar mudah dimengerti.
(4) Dirancang untuk berbagai kegunaan (bila mungkin) untuk mengurangi jumlah formulir
yang harus dibuat.
(5) Dirancang sedemikian rupa untuk memungkinkan penyajian yang benar.
Pengendalian yang erat berkaitan dengan dokumen dan catatan adalah bagan
perkiraan yang mengklasifikasikan transaksi ke dalam perkiraan neraca dan laba rugi. Bagan
perkiraan merupakan pengendalian yang penting karena memberikan kerangka kerja untuk
menentukan informasi yang disajikan kepada manajemen lain dari laporan keuangan.
Prosedur untuk pencatatan secara tepat harus disesuaikan dalam sistem manual untuk
mendorong penerapan yang konsisten. Sistem manual harus menyediakan informasi yang
cukup untuk membantu pencatatan dan mempertahankan informasi yang tepat atas transaksi.
d) Physical Check on Performance (Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan)
Jenis perlindungan untuk mengamankan aktiva dan catatan yang paling utama adalah
penggunaan tindakan pencegahan secara fisik. Contohnya, penggunaan gudang persediaan
untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya pencurian.
e) Independen Check on Performance (Pengecekan Independen atas Pelaksanaan)
Kategori terakhir prosedur pengendalian adalah penelaahan yang hati-hati dan
berkesimbangan atas keempat prosedur yang lain, yang sering disebut sebagai pengecekan
independen atau verifikasi intern. Kebutuhan pengecekan secara independen meningkat
karena pengendalian internal cenderung berubah setiap saat jika tidak terdapat mekanisme
penelaahan yang sering. Contohnya pegawai mungkin lupa atau sengaja tidak mengikuti
prosedur jika tidak ada orang yang meninjau atau mengawasi pelaksanaanya.
11. 4) Informasi dan komunikasi sistemmen dukung identifikasi, perolehan, dan pertukaran
informasi dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan pegawai melaksanakan
tanggung jawabnya.
Informasi dan Komunikasi:
a) Informasi diidentifikasi, diperoleh, diolah dan dilaporkan
b) Komunikasi yang efektif
Sistem informasi yang relevan terhadap tujuan pelaporan keuangan yang meliputi sistem
akuntansi terdiri dari metoda dan catatan yang ditetapkan untuk mencatat, mengolah,
mengikhtisarkan, dan melaporkan transaksi suatu entitas dan mempertahankan akuntabilitas
untuk aktiva dan utang yang berkaitan.
Komunikasi mencakup memberikan pemahaman peranan individual dan tanggung jawab
yang berkaitan dengan pengendalian intern atas laporan keuangan. Komunikasi meliputi
sejauh mana personel memahami bagaimana aktivitas mereka dalam sistem informasi
pelaporan keuangan berkaitan dengan pekerjaan dan hal lainnya.
5) Pemantauan adalah penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu.
Pemantauan dilaksanakan oleh personel yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut baik
tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat untuk menentukan
apakah pengendalian internal beroperasi seperti yang diharapkan, dan untuk menentukan
apakah pengendalian internal tersebut memerlukan proses karena terjadinya perubahan
pengelolaan.
Monitoring:
a) Monitoring berkesinambungan
b) Evaluasi Terpisah
c) Pelaporan Kelemahan
b. COBIT (Control Objective for Information and Related Technology
COBIT (Control Objective for Information and Related Technology) Dikembangkan pertama
kali oleh Information System Audit and Control Association (ISACA) tahun 1992 yang
kemudian dikelola oleh The IT Governance Institute (ITGI) – sebuah badan afiliasi ISACA –
hingga kini COBIT telah terbit dengan versi 4.1. COBIT merupakan kerangka pengendalian
12. internal yang diterima secara umum untuk teknologi informasi (TI). COBIT diterjemahkan ke
dalam empat domain 34 Control Objectives dan 256 Control Indicator.
Gambar COBIT Cube
Adapun ke-empat domain tersebut adalah :
1) Perencanaan dan Pengorganisasian (Planning and Organization / PO) menyediakan arahan
untuk solusi dan pelayanan solusinya.
2) Perolehan dan Implementasi (Acquisition and Implementation / AI) - menyediakan solusi
dan mengubahnya menjadi pelayanan
3) Layanan dan Dukungan (Delivery and Suppport / DS) - menerima solusi dan membuatnya
berguna bagi organisasi.
4) Pemantauan dan Evaluasi (Monitor and Evaluate / ME) - memantau seluruh proses agar
menjamin bahwa semua arahan diikuti.
Sedangkan Tujuan Pengendalian (Control Objective) mencakup hal-hal sebagai berikut :
Perencanaan dan Pengorganisasian (Planning and Organization)
1. PO1 Perencanaan stratejik TI
2. PO2 Arsitektur informasi
3. PO3 Arah TI
4. PO4 Organisasi dan keterkaitan TI
5. PO5 Pengelolaan investasi TI
6. PO6 Komunikasi tujuan dan arah manajemen
7. PO7 Pengelolaan SDM
13. 8. PO8 Ketaatan dg kebutuhan eksternal
9. PO9 Penilaian risiko
10. PO10 Pengelolaan proyek
11. PO11 Pengelolaan kualitas
Perolehan dan Implementasi (Acquisition and Implementation)
12. AI1 Solusi terotomasi
13. AI2 Perolehan dan pemeliharaan software aplikasi
14. AI3 Perolehan dan pemeliharaan infrastruktur TI
15. AI4 Pengembangan dan pemeliharaan prosedur
16. AI5 Install dan penguasaan sistem
17. AI6 Pengelolaan perubahan
Layanan dan Dukungan (Delivery and Suppport)
18. DS1 Pendefinisikan dan pengelolaan tingkatan jasa
19. DS2 Pengelolaan jasa pihak ketiga
20. DS3 Pengelolaan kinerja dan kapasitas
21. DS4 Pemastian jasa berkelanjutan
22. DS5 Pemastian security sistem
23. DS6 Pengidentifikasian dan pengalokasian biaya
24. DS7 Pendidikan dan pelatihan pengguna
25. DS8 Membantu pelanggan
26. DS9 Pengelolaan konfigurasi
27. DS10 Pengelolaan masalah dan insiden
28. DS11 Pengelolaan data
29. DS12 Pengelolaan fasilitas
30. DS13 Pengelolaan operasi
Pantauan (Monitoring)
31. M1 Pemantauan proses
32. M2 Penilaian kecukupan pengendalian intern
33. M3 Perolehan jaminan yang independen
34. M4 Penyediaan audit yang independen
14. Gambar 3. IT Governance
Walaupun struktur pengendalian internal menurut COSO juga mencakup aktifitas
pengendalian terkait dengan pemrosesan informasi (pengendalian umum dan pengendalian
aplikasi), COBIT menelusuri pengendalian umum lebih jauh lagi menjadi pengendalian
menyeluruh (pervasive IS control) dan pengendalian terinci (detailed IS control). COBIT
memandang pengendalian internal bekerja sepanjang proses sejak perencanaan dan
organisasi, perolehan dan penerapan, pemberian dan dukungan hingga pemantauan dan
evaluasi. Pengendalian menyeluruh meliputi proses perencanaan, organisasi, pemantauan dan
evaluasi seluruh komponen sistem informasi dan operasional secara umum. Pengendalian
terinci terdiri dari pengendalian umum yang bukan bagian dari pengendalian menyeluruh dan
pengendalian aplikasi/proses bisnis.
IS Auditing Guidelines nomor G11 tentang dampak dari pengendalian sistem informasi
menyeluruh (Effect of Pervasive IS Controls), secara tidak langsung mengindikasikan bahwa
15. COBIT tidak khusus berfokus pada prosedur pengendalian proses bisnis atau aplikasi,
melainkan pada pengendalian umum (ISACA, 2007; ITGI, 2007). COBIT menyerahkan
tanggungjawab kebutuhan bisnis dan penggunaan operasional pengendalian aplikasi pada
dunia usaha, namun bertanggungjawab dalam pengembangan aplikasi dan proses otomasinya.
4. Keterbatasan Pengendalian Intern Suatu Entitas
Tidak ada satu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna semua pemborosan dan
penyelewengan yang terjadi pada suatu perusahaan, karena pengendalian internal setiap
perusahaan memiliki keterbatasan bawaan. Keterbatasan bawaan yang melekat pada
pengendalian internal menurut Mulyadi (2002,181) sebagai berikut:
a. Kesalahan dalam pertimbangan
Seringkali, manajemen dan personil lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan
hisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya
informasi, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.
b. Gangguan
Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil secara
keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian,
atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personil atau dalam
sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan.
c. Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut kolusi. Kolusi dapat
mengakibatkan bobolnya pengendahan internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan
entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau terdeteksinya kecurangan oleh struktur
pengendalian internal yang dirancang.
d. Pengabaian oleh manajemen
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan
yang tidak sah. Seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang
berlebihan atau kepatuhan semu.
e. Biaya lawan manfaat
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian internal tidak boleh
melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut, karena pengukuran
secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin
16. dilakukan. Manajemen harus memperkirakan dan memperthnbangkan secara kuantitatif dan
kualitatif untuk mengevaluasi biaya dan manfaat suatu strukur pengendahan internal.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa keefektifan pengendalian internal tergantung dari orang-
orang yang melaksanakannya dan juga perlu diperhatikan manfaat yang dihasilkan.
Pengendalian intern, terlepas bagaimanapun baiknya desain maupun pengoperasiannya,
hanya dapat memberikan keyakinan memadai kepada manajemen dan dewan komisaris tent a
kolusi dua orang atau lebih atau karena manajemen melanggar pengendalian ang pencapaian
tujuan entitas. Kemungkinan pencapaian tujuan entitas dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan
yang terdapat dalam pengendalian intern. Hal ini mencakup kenyataan tentang pertimbangan
manusia dapat salah, dan kerusakan pengendalian intern dapat terjadi karena kegagalan
manusia seperti kesalahan yang sederhana. Di samping itu, pengendalian dapat tidak berdaya
karen intern.
Adat, budaya, dan sistem corporate governance mungkin menghalangi dilakukannya
ketidakberesan oleh manajemen, namun hal itu bukanlah alat pencegah yang bersifat mutlak.
Lingkungan pengendalian yang efektif dapat juga membantu mengurangi kemungkinan
dilakukannya ketidakberesan semacam itu. Sebagai contoh, faktor lingkungan pengendalian
seperti dewan komisaris, komite audit, dan fungsi audit intern yang efektif dapat menghalangi
perbuatan manajemen yang tidak semestinya. Di lain pihak, suatu lingkungan pengendalian
yang tidak efektif dapat berakibat negatif terhadap efektivitas komponen lain pengendalian
intern. Sebagai contoh, pada waktu adanya insentif manajemen yang menciptakan lingkungan
yang dapat mengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangan, efektivitas aktivitas
pengendalian dapat berkurang. Efektivitas pengendalian intern entitas dapat pula dipengaruhi
secara negatif oleh faktor-faktor seperti perubahan dalam pemilikan perusahaan atau
pengendalian, perubahan manajemen atau pegawai lain, atau perkembangan dalam pasar atau
industri entitas.
5. Prinsip-prinsip Sistem Pengendalian Intern
Menurut (Bambang Hartadi ) Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian akuntansi, suatu
sistem harus memenuhi enam prinsip dasar pengendalian intern yang meliputi:
a. Pemisahan fungsi
Tujuan utama pemisahan fungsi untuk menghindari dan pengawasan segera atas kesalahan
atau ketidakberesan. Adanya pemisahan fungsi untuk dapat mencapai suatu efisiensi
pelaksanaan tugas.
17. b. Prosedur pemberian wewenang Tujuan prinsip ini adalah untuk menjamin bahwa transaksi
telah diotorisir oleh orang yang berwenang.
c. Prosedur dokumentasi
Dokumentasi yang layak penting untuk menciptakan sistem pengendalian akuntansi yang
efektif. Dokumentasi memberi dasar penetapan tanggungjawab untuk pelaksanaan dan
pencatatan akuntansi.
d. Prosedur dan catatan akuntansi
Tujuan pengendalian ini adalah agar dapat disiapkannya catatancatatan akuntansi yang yang
teliti secara cepat dan data akuntansi dapat dilaporkan kepada pihak yang menggunakan
secara tepat waktu.
e. Pengawasan fisik
Berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis dalam pelaksanaan dan
pencatatan transaksi.
f. Pemeriksaan intern secara bebas
Menyangkut pembandingan antara catatan asset dengan asset yang betul-betul ada,
menyelenggarakan rekening-rekening kontrol dan mengadakan perhitungan kembali gaji
karyawan. Ini bertujuan untuk mengadakan pengawasan kebenaran data.
6. Jenis-jenis pengendalian
a. Berdasarkan tujuan, meliputi:
1) Pengendalian Akuntansi, meliputi rencana, prosedur dan pencatatan yang bertujuan
menjaga keamanan kekayaan perusahaan dan keandalan data akuntansinya. Pengendalian ini
menjamin bhw semua transaksi dilaksanakan sesuai otorisasi manajemen. Transaksi dicatat
sesuai dengan Standar akuntansi
2) Pengendalian Administratif, meliputi rencana, prosedur dan pencatatan yang mendorong
efisiensi dan ditaatinya kebijakan manajemen yang ditetapkan
b. Berdasarkan manfaat, meliputi:
1) Pengendalian preventif (preventive control), mencegah terjadinya kesalahan, secara
otomatis dilakukan pengendalian/pengecekan
2) Pengendalian detektif (feed forward control), mendeteksi kapan kesalahan terjadi dan
dilakukan perbaikan
3) Pengendalian korektif (feedback control), memberikan umpan balik berupa informasi
kepada manajemen untuk memperbaiki akibat terjadinya kesalahan.
18. b. Berdasarkan cakupan, meliputi:
1) Pengendalian umum, pengendalian terhadap semua aktivitas pemrosesan data dengan
komputer, hal ini meliputi pemisahan tanggung jawab dan fungsi pengolahan data.
2) Pengendalian aplikasi, mencakup semua pengawasan transaksi dan penggunaan
programprogram aplikasi di komputer. Untuk menjaga agar setiap transaksi mendapat
otorisasi serta dicatat, diklasifikasikan, diproses, dan dilaporkan dengan benar.
7. Rencana Review Implementasi ICOFR pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Dalam hal ini pembahasan rencana review implementasi pengendalian internal atas laporan
keuangan pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang mengacu pada COSO dan COBIT.
COSO dan COBIT menjadi kerangka acuan dalam menilai aspek pengendalian pada sistem
informasi dan pelaporan keuangan. Alasan pengunaan COSO dan COBIT dalam
mengidentifikasi risiko dan pengendalian atas laporan keuangan adalah:
- Kerangka pengendalian internal menurut COSO umumnya memberikan pijakan pada
pengendalian khusus pada laporan keuangan, bukan pada sistem informasi. Sementara
transaksi bisnis lebih banyak mengandalkan sistem pemroses transaksi.
- Kerangka pengendalian berdasarkan COBIT berfokus pada pengendalian berbasis komputer
secara umum (general control) dan menyerahkan operasionalisasi dari pengendalian aplikasi
pada organisasi yang bersangkutan.
- Pemahaman terhadap proses bisnis perusahaan menjadi kritikal bagi profesi akuntansi
karena menentukan derajat akomodasi sistem informasi akuntansi terhadap kewajaran proses
operasi, proses pengungkapan informasi, dan proses pengambilan keputusan manajemen.
Pengendalian aplikasi berfokus pada proses bisnis.
a. Dasar Implementasi
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan Terbatas.
3) Keputusan Menteri Negara BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
4) Keputusan Kepala Bapepam No VIII.G.11, IX.E.1/2 dan IX.I.5
19. 5) PSAK Standar Pekerjaan Lapangan No.2, SPAP 1994 – PSA No.06, 23, 24, 35, 60 & 69
dan SPAP 2001 SAT Seksi 400 & SA Seksi 314
6) Mempertimbangkan perkembangan operasi perusahaan dimana perusahaan telah go public,
maka ada beberapa peraturan di luar negeri terutama Amerika Serikat, antara lain :
- Sarbanes Oxley Act item 304 dan 404
- SEC No 33-8810 atau 33-8818
- Standard Audit No 2 dan 5 PCOAB
- SAS 55/78 AICPA
Yang mengatur perusahaan harus melakukan review internal control dan berkewajian untuk
menyertakan pernyataan direksi dalam laporan keuangan dan di audit oleh auditor idependen.
Sumber :
1. Mukhtar Daud, 2011, http://mukhtardaud.blogspot.co.id/2011/08/internal-control-
over-financial.html (Diakses Tanggal 11 Juni 2017)