1. SISTEM INFORMASI DAN PENGENDALIAN INTERNAL
MINGGU–14
INTERNAL CONTROL OVER FINANCIAL REPORTIG, IMPLEMENTASI DAN DESAIN
ICoFR
Fitria Dwinanda
55517110007
DosenPengampu :Prof. Dr. Hapzi Ali. MM
2. Quiz :
Apa yang saudara ketahui tentang 3 point di bawah ini dan kaitannya dengan Internal control
over financial reporting: implementasi dan desain ICoFR :
1. COSO Integrated Framework.
2. Entity level control (ELC) and transactional level control (TLC).
3. Siklus dalam desain dan implementasi ICoFR.
Jawab :
Financial reporting sebagai peta perjalanan kinerja bisnis yang mencerminkan sukses
tidaknya bisnis. Tak dipungkiri bahwa kegagalan perusahaan baik global maupun local
banyak disebabkan kelemahan ICOFR. Kebangkrutan perusahaan raksasa seperti Enron
di Amerika adalah contoh nyata. Bank Century di Indonesia dan ada banyak contoh lain
juga akibat kelemahan ICOFR. Jika Good Corporate Governance ingin dicapai, maka
kebutuhan ICOFR yang kuat menjadi kebutuhan semua pihak.
BUMN merupakan salah satu perusahaan milik negara yang diwajibkan
menyelenggarakan pengendalian internal berbasis COSO, tertuang dalam pasal 22
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan good
governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam keputusan tersebut
dinyatakan bahwa manajemen BUMN harus memelihara pengendalian internal bagi
perusahaan yang meliputi. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal nomor: Kep-
40/PM/2003 atau peraturan nomor VIII.G.11 tentang tanggung jawab direksi atas
laporan keuangan, yaitu:
a) Laporan Keuangan dalam rangka kewajiban penyampaian laporan keuangan kepada
Bapepam.
b) Direksi Emiten atau Perusahaan Publik wajib membuat surat pernyataan.
c) Surat pernyataan sebagaimana wajib ditandatangani oleh Direktur Utama dan
seorang Direktur yang membawahi bidang akuntansi atau keuangan, dan bermeterai
cukup.
d) Direksi Emiten atau Perusahaan Publik secara tanggung renteng bertanggung jawab
atas pernyataan yang dibuat termasuk kerugian yang mungkin ditimbulkan.
e) Surat pernyataan wajib dilekatkan pada laporan keuangan yang disampaikan
kepada Bapepam.
f) Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah diaudit atau ditelaah secara
terbatas, maka tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana dimaksud
berlaku sampai dengan tanggal pendapat akuntan.
g) Laporan keuangan interim yang disampaikan tidak diaudit, maka tanggung jawab
Direksi atas pernyataan berlaku sampai dengan tanggal disampaikannya surat
pernyataan dimaksud kepada Bapepam.
h) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam
berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan ini,
termasuk pihakpihakyang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
Perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Amerika Serikat (NYSE) dan hanya
satu- satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang terdaftar di NYSE
sehingga PT Telkom harus patuh terhadap SOA section 404 seperti yang disyaratkan
oleh SEC (Securities and Exchange Commission).
3. 1. COSO Integrated Framework
Sistem pengendalian intern yang dianut pemerintah Indonesia salah satunya
diadopsi dari COSO (Commitee of Sponsoring Organization of Treadway
Commision) yaitu komisi yang bergerak di bidang manajemen organisasi. Tujuan
dari Sistem Pengendalian Intern secara umum akan membantu suatu organisasi
mencapai tujuan operasional yaitu efektifitas dan efisiensi kegiatan, keterandalan
laporan keuangan, dan kepatuhan pada peraturan yang berlaku. Sistem Pengendaian
Intern perlu diketahui oleh seluruh komponen organisasi karena sistem ini
merupakan sistem yang terintegrasi dan merupakan tanggung jawab bersama untuk
mewujudkan tujuan organisasi.
Kerangka Pengendalian Internal-Terpadu COSO 2013 diterbitkan pada tahun 1992
oleh COSO. Kemudian pada tanggal 14 Mei 2013, COSO merilis versi terbaru dari
Kerangka Pengendalian Internal-Terpadu. Kerangka baru COSO adalah hasil dari
proyek multitahunan yang signifikan, termasuk dua putaran paparan publik untuk
meninjau, menyegarkan, dan memodernisasi kerangka asli dengan memastikannya
tetap relevan.
Para regulator dan stakeholder mempunyai ekspektasi tinggi mengenai pengawasan
tata kelola, manajemen risiko, dan pendeteksian serta pencegahan penyelewengan
(fraud). Sementara kemajuan telah dibuat dalam menghubungkan manajemen risiko
dan praktik pengendalian internal dalam mengejar tujuan strategis organisasi.
Banyak perubahan sejak tahun 1992, peningkatan risiko bisnis secara signifikan,
sehingga kebutuhan akan
kompetensi dan akuntabilitas jauh lebih besar dari sebelumnya. Perbedaan dari
kerangka tahun 1992 :
· Kerangka asli termasuk diskusi panjang konsep pengendalian internal, yang
sekarang pengetahuan institusional.
· Meskipun konsep prinsip-prinsip pengendalian internal telah tertanam dalam
kerangka asli, prinsip tersebut belum terinci.
· Praktisi telah menggunakan kerangka pengendalian internal atas pelaporan
keuangan eksternal, namun kerangka ini meliputi tiga kategori utama, yaitu :
tujuan termasuk operasi, pelaporan secara keseluruhan, dan tujuan kepatuhan.
Dengan demikian, prinsip-prinsip yang mendasari perampingan kerangka asli yaitu:
1. meningkatkan fokus pada operasi,
2. pelaporan keuangan noneksternal, dan
3. tujuan kepatuhan.
Menurut COSO, “Pengendalian internal adalah suatu proses yang dilakukan oleh
dewan entitas direksi, manajemen, dan personil lainnya; dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan yang berkaitan dengan
operasi, pelaporan, dan kepatuhan.”
Kerangka pengendalian internal tahun 2013 masih menggunakan tiga kategori
tujuan tersebut, dan terdiri dari lima komponen terpadu : lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta
pemantauan. Kerangka tersebut terus beradaptasi, dan memungkinkan kita untuk
mempertimbangkan pengendalian internal dari entitas, divisi, unit operasi, dan/atau
tingkat fungsional, misalnya pusat layanan bersama.
4. Komponen Pengendalian Internal dalam Kerangka COSO 2013
Ada 17 prinsip-prinsip pengendalian internal dalam komponen pengendalian
internal, yaitu:
Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah kondisi yang dibangun dan diciptakan dalam
suatu organisasi yang akan mempengaruhi efektivitas pengendalian. Kondisi
lingkungan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya penegakan integritas
dan etika seluruh anggota organisasi, omitmen pimpinan manajemen atas
kometensi, kepemimpinan manajemen yang kondusif, pembentukan struktur
organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan yang
efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan pihak ekstern.
1. Menunjukkan komitmen terhadap integritas dan etika nilai-nilai.
2. Tanggung jawab pengawasan pelatihan.
3. Menetapkan struktur, wewenang, dan tanggung jawab.
4. Menunjukkan komitmen untuk berkompetensi
5. Meningkatkan akuntabilitas
Penilaian Risiko
Risiko merupakan hal-hal yang berpotensi menghambat tercapainya tujuan.
Identifikasi terhadap risiko (risk identification) diperlukan untuk mengetahui
potensi-potensi kejadian yang dapat menghambat dan menghalangi terwujudnya
tujuan organisasi. Setelah dilakukan identifikasi maka dilakukan analisis terhadap
risiko meliputi analisis secara kuantitatif (quantitative risk analysis) dan kualitatif
(qualitative risk analysis). Analisis risiko akan menentukan dampak kejadian, serta
merupakan input untuk mendapatkan cara mengelola risiko tersebut.
6. Menentukan tujuan yang sesuai.
7. Mengidentifikasi dan menganalisis risiko.
8. Menilai risiko penyelewengan (fraud)
9. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan yang signifikan.
Aktivitas Pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko,
menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta prosedur, serta memastikan bahwa
tindakan tersebut telah dilaksanakan secara efektif. Tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi risiko dapat dibagi menjadi 2 jenis tindakan yaitu
tindakan preventif dan tindakan mitigasi. Tindakan preventif adalah tindakan yang
dilakukan sebelum kejadian yang berisiko berlangsung, sedangkan tindakan
mitigasi adalah tindakan yang dilakukan setelah kejadian berisiko berlangsung,
dalam hal ini tindakan mitigasi berfungsi untuk mengurangi dampak yang terjadi.
Tindakan-tindakan tersebut juga harus dilakukan evaluasi sehingga dapat dinilai
keefektifan serta keefisienan tindakan tersebut.
5. 10. Memilih dan mengembangkan kegiatan pengendalian
11. Memilih dan mengembangkan kontrol umum atas teknologi.
12. Menyebarkan melalui kebijakan dan prosedur.
Informasi dan Komunikasi
Informasi adalah data yang sudah diolah yang digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Informasi
yang berkualitas tentunya harus dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait.
Penyampaian informasi yang tidak baik dapat mengakibatkan kesalahan interpretasi
penerima informasi.
13. Menggunakan informasi yang relevan.
14. Berkomunikasi secara internal
15. Berkomunikasi eksternal
Monitoring
Pemantauan (monitoring) adalah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan manajemen dan pegawai lain yang ditunjuk dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas sebagai penilai terhadap kualitas dan efektivitas sistem
pengendalian intern. Pemantauan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu pemantauan
berkelanjutan (on going monitoring), evaluasi yang terpisah (separate evaluation),
dan tindak lanjut atas temuan audit.
16. Melakukan evaluasi berkelanjutan dan/atau terpisah.
17. Mengevaluasi dan mengkomunikasikan kelemahan.
Lima Langkah Transisi Dari Kerangka COSO 1992 Ke Kerangka COSO 2013
1. Mengembangkan Kesadaran, Keahlian, dan Keselarasan
Langkah pertama dalam transisi ke Kerangka COSO 2013 adalah dengan
membangun kesadaran internal, keahlian pengguna COSO, dan keselarasan
kepemimpinan di perusahaan. Untuk itu kita harus memahami Kerangka
COSO 2013.
2. Penilaian Dampak Awal
Setelah memahami kerangka COSO 2013, kita perlu melakukan penilaian
bagaimana dampak transisi itu. Mungkin faktor paling signifikan yang
mempengaruhi transisi dari versi 1992 sampai versi 2013 adalah bagaimana
manajemen yang sesungguhnya diterapkan dengan baik.
3. Memfasilitasi Kesadaran, Pelatihan, dan Penilaian Komprehensif
Langkah 1 dan 2 terbatas hanya pada perusahaan. Langkah ketiga ini
mensyaratkan terlibat organisasi yang lebih luas untuk membangun kesadaran
dan melakukan pressure test penilaian dampak awal yang dilakukan pada
langkah ke dua. Kita harus memfasilitasi kesadaran untuk memperbarui
Kerangka Kerja COSO. Kita juga harus mendiskusikan dampak kerangka kerja
COSO 2013 dengan auditor eksternal perusahaan, selain itu pelatihan
mendalam mungkin diperlukan.
4. Mengembangkan dan Menjalankan Rencana Transisi COSO
6. Setelah kita membangun kesadaran yang luas mengenai pembaharuan kerangka
COSO, memperoleh keselarasan kepemimpinan dan dukungan pada waktu
transisi, serta menyelesaikan penilaian dampak komprehensif, maka kemudian
kita mengembangkan dan melaksanakan rencana transisi perusahaan kita.
Harus realistis antara harapan dan rencana. Ketika kita mengeksekusi rencana
transisi, kita akan melewati tiga tahap, yaitu:
a. Dokumentasi dan Evaluasi
Kita perlu memperbarui format dari dokumen yang mendasari perusahaan,
menyelaraskan ke pemetaan baru yang diciptakan dalam langkah dua.
Dokumentasi yang mendasari harus mendukung manajemen dalam
membuat suatu keputusan. Kita juga harus mengevaluasi desain kontrol
yang mendasari dan meningkatkan desain sesuai kebutuhan.
b. Validasi Pengujian dan Gap (Kesenjangan) Remidiasi
Setelah kontrol perusahaan mengenai pelaporan keuangan eksternal dan
pengungkapan efektif, kita perlu melakukan pengujian validasi untuk
memastikan kontrol ini telah diimplementasikan dan beroperasi seperti
yang diharapkan.
c. Review Eksternal dan Pengujian
Di beberapa titik, auditor eksternal perlu menilai dan mendapatkan
kenyamanan dengan program COSO 2013 dan dokumentasi pendukung.
5. Memacu Peningkatan Berkelanjutan
Setelah transisi untuk Kerangka COSO 2013 selesai, kita harus terus-menerus
mendorong perbaikan setelah transisi tersebut. Mereka yang saat ini masih
menggunakan COSO versi 1992 harus menyelesaikan transisi mereka ke versi
2013 paling lambat 15 Desember 2014, di mana kerangka asli akan dianggap
digantikan.
2. Entity level control (ELC) and Transactional level control (TLC)
Ruang lingkup pengendalian terbagi dalam dua level, yaitu entity level control
(pengendalian tingkat entitas) dan activity/transactional level control
(pengendalian tingkat aktivitas/transaksi).
Perbandingan antara kedua level tersebut ialah sebagai berikut :
· Entity level control (ELC)
Kegiatan pengendalian ini umumnya beroperasi pada tingkat perusahaan atau
manajemen puncak pengambil keputusan strategis. Level ini memiliki
jangkauan atau kewenangan pengendalian yang lebih tinggi dari activity
level, dan bisa mempengaruhi kegiatan pada activity level, misalnya
kebijakan perusahaan.
Proses identifikasi yang relevan entitas-tingkat kontrol dapat dimulai dengan
pemantauan, dan informasi dan komunikasi).diskusi antara auditor dan
karyawan yang sesuai untuk atas pelaporan keuangan (yaitu, lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian,pemantauan, dan
informasi dan komunikasi). Sementara mengevaluasi entitas tingkat kontrol,
auditor mungkin mengidentifikasi kontrol yang mampu mencegah atau
mendeteksi salah saji dalam laporan keuangan. Itu periode- end proses
7. pelaporan keuangan dan pemantauan manajemen terhadap hasil operasi
merupakan sumber potensial dari kontrol tersebut.
Contoh dalam DJP:
Kegiatan pengendalian atas pelaksanaan salah satu program DJP, yaitu
“Knowing Your Tax Payer” dimana ini merupakan kebijakan DJP dalam
mengintensifkan penerimaan pajak, sehingga munculnya satu fungsi baru
yaitu account representative.
Pengaruh Entity-Level Controls pada Pengujian Kontrol Lain
Evaluasi auditor entitas tingkat kontrol dapat menghasilkan peningkatan atau
mengurangi pengujian bahwa auditor jika tidak mungkin dilakukan pada lain
kontrol.
Sebagai contoh, jika auditor telah merancang pendekatan audit dengan harapan
tertentu entitas tingkat kontrol (misalnya, kontrol dalam lingkungan pengendalian)
akan efektif dan mereka kontrol tidak efektif, auditor dapat mengevaluasi kembali
merencanakan pendekatan audit dan memutuskan untuk memperluas prosedur audit
nya. Di sisi lain, evaluasi auditor dari beberapa entitas tingkat kontrol dapat
menghasilkan pengurangan nya atau pengujian nya kontrol lain, seperti kontrol
lebih sesuai pernyataan yang relevan. Tingkat dimana auditor mungkin dapat
mengurangi pengujian kontrol atas pernyataan yang relevan dalam kasus tersebut
tergantung padapresisi dari entitas-tingkat control.
· Activity/transactional level control (TLC)
Kegiatan pengendalian pada level ini lebih berhubungan dengan pelaksanaan
proses bisnis atau transaksi dari bagian dalam suatu organisasi. Level ini
memiliki kewenangan yang lebih rendah dari entity level control, dan dapat
dipengaruhi kebijakan dalam entity level control.
Contoh dalam DJP:
Pemantauan atas kinerja account representative dalam mengintensifkan
penerimaan perpajakan.
3. Siklus dalam desain dan implementasi IcoFR
1. Adjusting financial reporting risk
Tahap pertama dalam siklus IcoFR adalah penyesuaian atau penelaahan
terhadap risiko pelaporan keuangan. Dalam tahap ini, pihak manajemen akan
mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang mungkin akan timbul dalam
pelaporan keuangan sebuah perusahaan.
2. Adjust & implementat controls
Tahap kedua dalam siklus IcoFR adalah implementasi dan penyesuaian
terhadap pengendalian. Dalam tahap ini, pihak manajemen akan melakukan
penyesuaian antara risiko dan pengendaliannya. Dari risiko-risiko yang telah
diidentifikasi oleh pihak manajemen dalam tahap pertama, maka pihak
8. manajemen akan membuat suatu pengendalian yang sesuai dengan risiko
yang telah diidentifikasi. Selanjutnya, pengendalian tersebut akan diterapkan
dalam perusahaan tersebut.
3. Control remediation
Tahap selanjutnya dalam siklus ICoFR adalah pengendalian. Tahap ini juga
dapat dikatakan sebagai tahap monitoring. Pihak manajemen akan melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap pengendalian-pengendalian apa saja
yang telah diterapkan di dalam perusahaan tersebut.
4. Identifikasi & manage changes
Tahap terakhir dalam siklus ICoFR adalah identifikasi perubahan. Setelah
ICoFR diterapkan dalam perusahaan tersebut, maka pihak manajemen akan
mengidentifikasi perubahan-perubahan apa saja yang terjadi. Tahap ini juga
dapat dikatakan sebagai tahapan review.
Desain, implementasi, dan evaluasi pengendalian harus disesuaikan dengan ukuran
dan pelaporan risiko perusahaan. Merancang dan memelihara ICFR secara efektif
menjadi lebih menantang karena ukuran bisnis dan ruang lingkup kegiatannya
meningkat. Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil juga
mungkin menghadapi beberapa masalah kesulitan pengendalian/kontrol. Sebagai
contoh, risiko manajemen dapat lebih besar dalam sebuah organisasi yang lebih
kecil di mana pejabat-pejabat perusahaan memiliki keterlibatan langsung dengan
operasi dan dengan pencatatan transaksi. Selain itu, perusahaan kecil mungkin tidak
memiliki personel yang cukup untuk sepenuhnya melaksanakan pemisahan tugas di
semua proses. Namun demikian, perusahaan publik yang lebih kecil masih harus
menerapkan system kontrol yang akan menyediakan keyakinan yang memadai
bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai dengan GAAP dan bebas dari salah
saji material.
Manajemen Pelaporan pada Efektivitas ICFR
Pasal 404 dari Undang-Undang Sarbanes-Oxley membutuhkan (dengan
pengecualian tertentu) semua perusahaan public setiap tahunnya menilai efektivitas
ICFR dan melaporkan hasilnya. Manajemen juga memiliki tanggung jawab untuk
mengungkapkan perubahan yang signifikan untuk sistem ICFR dalam laporan
kuartalannya. Disiplin melakukan penilaian ICFR, ditambah dengan persyaratan
untuk melaporkan hasil dalam pengajuan publik, membuat investor meningkatkan
kepercayaan keandalan laporan keuangan. Dalam melakukan penilaian, manajemen
harus menentukan apakah telah menerapkan kontrol yang memadai, mengatasi
risiko bahwa salah saji material dalam laporan keuangan perusahaan apakah dapat
dicegah atau dideteksi secara tepat waktu dan apakah control terkait operasi secara
efektif. Penilaian manajemen terhadap ICFR bias mengambil secara top-down,
pendekatan berbasis risiko. Dalam pendekatan itu, manajemen pertama-tama
berfokus pada control entitas dan kemudian pada pos penting dan proses yang
signifikandan, akhirnya, pada kegiatan pengendalian. Sementara penilaian
manajemen harus mencakup ICFR perusahaan secara keseluruhan, harus
mencurahkan perhatian terbesar bagi area-area yang menimbulkan risiko tertinggi
untuk pelaporan keuangan yang dapat diandalkan.
9. ICFR dan Auditor
Pasal 404 dari Undang-Undang Sarbanes-Oxley mensyaratkan perusahaan public
memiliki laporan auditor independen pada efektivitas ICFR.Di bawah standar
PCAOB, audit ICFR dan audit keuangan yang terintegrasi - yaitu, baik audit
dilakukan sebagai tunggal, maupun proses saling menguatkan,.Karena
kekhawatiran tentang biaya audit ICFR bagi perusahaan dengan sumber daya yang
terbatas, hasil. Kongres telah membebaskan (perusahaan publik yang lebih kecil,
dan perusahaan publik yang baru) dari persyaratan bahwa auditor perusahaan itu
menyatakan pendapat atas efektivitas ICFR. Namun, dalam audit laporan keuangan
auditor masih memerlukan sebagai bagian dari penilaian risiko audit, untuk
mendapatkan pemahaman masing-masing komponen ICFR perusahaan.Sementara
auditor tidak memerlukan untuk menguji internal control dalam audit tersebut, jika
auditor menyimpulkan bahwa ada kelemahan secara material atau kekurangan yang
signifikan dalam kontrol, kelemahan atau kekurangan harus dilaporkan secara
tertulis kepada manajemen dan komite audit.
Forum :
Bagaimanakah Internal control over financial reporting pada perusahaan saudara atau
pada perusahaan lain yang saudara ketahui apakah menggunakan kosep atau disain
ICoFR dan bagaimana dengan Entity level control (ELC) dan Transactional
Level Control (TLC), apakah di terapkan ?, Jelakankan !
Jawab :
Jika diamati secara seksama, jejaring dunia bisnis dalam menghasilkan produk baik
barang maupun jasa terbagi ke dalam tiga pola dasar. Pertama adalah pola “vertically
integrated firm”, yaitu perusahaan yang mengikuti teori ekonomi tradisional yang
menempatkan perusahaan sebagai pusat seluruh aktivitas produksi. Kedua adalah
“selective sourcing”, merupakan pola yang dipilih perusahaan dengan cara melakukan
outsourcing untuk aktivitas-aktivitas yang berisiko rendah saja. Dengan kemajuan
teknologi informasi yang makin baik, pola pengelolaan perusahaan selanjutnya bergeser
menjadi “virtual corporation”. Pola ini memungkinkan perusahaan menyerahkan
mayoritas aktivitas produksinya kepada pihak lain, mengeliminasi perantara pada sektor
jalur distribusi, sedang perusahaan itu sendiri hanya mengelola core competency-nya
saja. Tiga jenis pola pengelolaan di atas merupakan model dunia usaha dalam
menyelenggarakan aktivitasnya. Apapun bentuk pola tersebut, hal mendasar lain yang
berkaitan dengan pola-pola tersebut adalah bagaimana mengatur hubungan
interorganisasinya sendiri. Lebih-lebih, walaupun perusahaan saat ini cenderung hanya
mengelola bisnis intinya namun di luar orbitnya juga memiliki sejumlah perusahaan
afiliasi atau bahkan membentuk suatu extended enterprise guna berkongsi dengan
perusahaan-perusahaan lain dalam meluncurkan produk baru.
Adalah suatu tuntutan beralasan dan logis untuk meningkatkan peran komunikasi
manakala terjadi kemandegan dalam suatu aktivitas pengelolaan perusahaan. Hal ini
akan memperoleh pembenaran jika kita menyimak apa kata Henry Clay – seorang pakar
manajemen – yang berkata bahwa “effective leadership means effective
communication”. Komunikasi menjadi kunci yang cukup efektif untuk mencairkan
10. ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang menghadang pada proses
manajemen, sehingga aktivitas pengelolaan perusahaan tetap berputar lancar.
Komunikasi dapat diwujudkan dalam berbagai cara dan media serta kiat-kiat
manajemen maupun aktivitas auditing.
Langkah-langkah Strategis Manajerial
Seiring dengan tuntutan penyelenggaraan manajemen perusahaan secara efektif dan
efisien, maka wajar pihak pengelola perusahaan melakukan sejumlah langkah besar
guna menyikapi hal ini. Langkah-langkah tersebut terdiri dari tiga kata kunci, yaitu:
restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi. Ketiganya saling terkait karena yang satu
menguatkan yang lain. Langkah-langkah ini dapat dilakukan oleh suatu perusahaan,
baik sebagai perusahaan induk maupun terhadap anakanak perusahaannya (afiliasi)
guna membuka sekat-sekat birokrasi dan komunikasi.
Setyanto P. Santosa menyatakan bahwa restrukturisasi adalah upaya untuk
meningkatkan posisi daya saing perusahaan melalui penajaman fokus bisnis, perbaikan
skala usaha dan penciptaan core competencies. Selanjutnya beliau mendefinisikan
bahwa profitisasi adalah upaya meningkatkan secara agresif efisiensi perusahaan
sehingga mencapai profitibilitas dan nilai perusahaan yang optimal. Sedangkan
privatisasi merupakan upaya peningkatan kegiatan penyebaran kepemilikan perusahaan
kepada masyarakat umum, swasta (baik nasional maupun asing) sehingga memudahkan
perusahaan untuk akses pada pendanaan, teknologi, manajemen modern dan pasar.
Langkah-langkah di atas perlu ditempuh seiring perubahan dinamis lingkungan bisnis
sehingga pada gilirannya perusahaan tersebut memiliki daya saing dan daya cipta tinggi
untuk kemudian akan mampu unggul di pasar global. Langkah-langkah strategis di atas
perlu dijalankan secara komprehensif, artinya dilakukan baik pada tataran manajerial/
struktural maupun pada tataran kultural perusahaan. Tiga langkah besar itu lebih banyak
dialamatkan kepada tataran manajerial perusahaan. Perlu pula diupayakan langkah-
langkah besar dalam mengubah paradigma dunia usaha pada aspek-aspek kultural dan
spiritual perusahaan. Aspek kultural/ spiritual perusahaan dapat ditemukan pada –
meminjam istilah COSO framework – lingkungan kontrol (control environment) yang
harus diupayakan menjadi mumpuni, misalnya dalam pemerataan keadilan dalam
memperlakukan sumber daya manusia. Nabi Muhammad SAW dalam hal ini pernah
menyatakan bahwa apabila suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka
tunggulah saat kehancurannya. Hal ini mudah dipahami karena manusia merupakan aset
paling utama dalam suatu perusahaan, sehingga apabila sumber daya ini terganggu
keseimbangannya dapat meruntuhkan sendi-sendi perusahaan itu sendiri.
Lingkungan kontrol perlu dibuat kondusif karena merupakan bagian soft control yang
akan menjadi acuan langkah-langkah taktis dan teknis berikutnya pada tataran
struktural/ manajerial (hard control).
Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam kaitan penyelenggaraan aktivitas bisnis yang melingkupi sejumlah perusahaan
dan tergabung dalam sebuah grup yang lazim disebut holding company, Setyanto P.
Santosa meyakini bahwa grup tersebut bukan tujuan tetapi hanya alat untuk mencapai
tujuan yakni pembentukan perusahaan yang berdaya saing dan berdaya cipta tinggi.
Oleh karena grup perusahaan tadi hanyalah sebagai alat, maka Fauzi Arif mengingatkan
bahwa kesalahan dalam menerapkan manajemen proses pengendalian hubungan parent-
subsidiary corporation bisa menyebabkan kegagalan bisnis perusahaan. Untuk itu Ge
Chen dan Xu Jinfa dari Zhejiang University dalam papernya memperkenalkan 3 (tiga)
11. langkah dalam manajemen pengendalian yang efektif bagi hubungan parent-subsidiary
corporations, yaitu:
1. Langkah persiapan (Preparation step)
Langkah ini menawarkan tiga prosedur utama yang harus dikendalikan oleh
perusahaan induk yaitu strategy control, investment control dan executive control.
Strategy control merupakan proses penentuan dan pemilihan strategi bagi
pimpinan kedua perusahaan induk dan anak yang terlibat dalam formulasi
rencana-rencana jangka panjang dan strategis. Paling sedikit ada tiga hal yang
mengharuskan keterlibatan perusahaan induk melakukan hal ini yaitu:
· Profit-oriented
Perusahaan induk menginvestasikan dananya demi memperoleh keuntungan.
· Function-oriented, perusahaan induk berinvestasi di anak perusahaan dengan
tujuan mempromosikan kompetensinya akan fungsi tertentu yang penting
artinya bagi perusahaan induk dalam rangka memelihara dan meningkatkan
keunggulan kompetitifnya.
· Scale-oriented
Perusahaan induk jelas ingin melebarkan sayapnya atau setidaknya pasar dan
yang lain.
Investment control merupakan pembuatan keputusan dalam hal investasi terutama
menyangkut nilainya dan pembagian dari saham. Nilai investasi yang tidak
terkontrol akan bisa mengganggu kinerja keuangan kedua perusahaan. Sedang
executive control meliputi kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
management control di anak perusahaan.
2. Langkah eksekutif (Executive step)
Pada langkah ini anak perusahaan melakukan proses pengendalian mandiri
sebagai suatu institusi bisnis dan tetap berinteraksi dengan perusahaan induk.
Namun perusahaan induk tetap harus melakukan pengendalian yang efektif
terhadap anak perusahaan melalui functional control. Contoh langkah ini adalah
pengendalian teknologi kunci seperti yang ditempuh Coca Cola dengan
melakukan pengendalian melalui formulanya. Atau contoh lain adalah
pengendalian pasokan yang dilakukan Philips dengan mengendalikan lebih dari
60% komponen yang digunakan pabriknya di China.
3. Langkah perbaikan (Revision step)
Langkah ini dapat merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan pada langkah
pertama sehingga mengharuskan perusahaan induk membuat keputusan
berikutnya. Dalam hal ini perusahaan induk dapat saja membuat keputusan apakah
mengembangkan, mempertahankan atau malah menutup anak perusahaan.
Demikian pula, perusahaan induk dapat bertindak apakah meningkatkan atau
menurunkan nilai investasi atau membuat keputusan tentang mengganti atau
mempertahankan pimpinan anak perusahaannya. Dalam menempuh langkah
ketiga ini perusahaan induk harus menimbang posisinya terhadap anak
perusahaan, apakah sebagai pemegang saham tunggal atau hanya sebagai yang
mempunyai hak suara mayoritas/ minoritas.
Tentu saja ketiga langkah tersebut harus dilakukan dengan sistematis dan dengan
pertimbangan yang matang karena pengendalian yang terlalu kendor bisa membuat arah
anak perusahaan menyimpang dari arah perusahaan induk tetapi sebaliknya
pengendalian yang kelewat ketat membuat anak perusahaan menjadi tidak independen.
12. Auditing: Merekatkan Hubungan Induk dan Anak Perusahaan
Dalam memelihara hubungan tata kelola yang baik antar induk dan anak perusahaan,
proses auditing merupakan salah satu langkah yang cukup efektif. Permasalahannya
adalah bagaimana menciptakan sistem mekanisme audit yang komprehensif namun
tetap memenuhi kaidah reasonable assurance (jaminan yang wajar terhadap hasil audit
dan dapat dipertanggungjawabkan).
Sebagai perusahaan yang listing di Bursa Saham New York Stock Exchange, Telkom
telah dengan sigap mengikuti ketentuan Sarbanes-Oxley Act (SOX) khususnya pasal
302 dan 404. Implementasi SOX dengan segala aturan turunannya dapat menjembatani
pelaksanaan auditing secara lebih akurat.
SA (Standar audit) no. 2 PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang
kemudian diamandemen menjadi no. 5 sebagai standar auditing yang menjadi acuan US
SEC, misalnya, mengharuskan pelaksanaan auditing secara terintegrasi (integrated
audit) antara audit laporan keuangan dan internal control over financial reporting
(ICOFR). Standar ini menghendaki pelaksanaan audit dilakukan secara komprehensif
dan parallel antara kedua objek audit di atas, dan pula semua unit bisnis di dalam
perusahaan termasuk anak perusahaannya. Sesungguhnya standar ini telah mendorong
upaya pelaksanaan audit di seluruh jajaran perusahaan berjalan cepat, tepat dan akurat.
Namun di sisi lain, upaya ini akan menyedot sumber daya tidak sedikit. Maka langkah
taktis untuk mensiasatinya adalah melakukan setting terhadap siklus-siklus bisnis yang
ada dan menentukan proses-proses bisnis dan kontrol kunci sehingga lingkup audit
terdefinisi lugas dan tegas.
Langkah lain untuk optimalisasi kegiatan auditing adalah implementasi teknik
selfassessment. Dalam prakteknya self-assessment dapat dilakukan untuk memfasilitasi
pelaksanaan audit laporan keuangan atau sertifikasi sesuai section 302 SOX. Namun
pula self-assessment dapat dijalankan sebagai bagian integral dari pendekatan pengujian
section 404 SOX atau yang lebih dikenal dengan istilah control self-assessment (CSA).
Ada sejumlah manfaat dengan penerapan self-assessment dalam hal memperbaiki
hubungan induk dan anak perusahaan dalam bidang auditing, yaitu:
1. Memacu ‘tone-at-the-top’ supaya tersampaikan kepada para pemilik proses
2. Memperkuat akuntabilitas para pemilik proses terhadap proses bisnis dan kontrol-
kontrol kritis.
3. Mengintegrasikan kegiatan control and risk assessment ke dalam praktek bisnis
harian.
4. Memperkuat analisis lintas unit bisnis, pelaporan, dan atribut lain yang harus
mengalami pengujian.
5. Mereduksi biaya dengan menurunkan lingkup detail pengujian kontrol dan
memfasilitasi pengujian preliminary akhir tahun.
Dalam tataran praktek, self-assessment dapat mempercepat pelaksanaan audit
terintegrasi dalam Telkom grup. Mekanisme praktis yang dapat ditempuh sebagai
berikut:
1. Self-assessment dilakukan oleh unit-unit bisnis pemilik proses secara periodik,
misalnya per triwulan. Unit-unit bisnis berada baik di induk maupun di sejumlah
anak perusahaan. Objek selfassessment terdiri dari laporan keuangan, proses
bisnis atau significant controls. Objek ini harus didesain sejalan dengan objek
audit terintegrasi yang akan dilakukan setahun sekali. Oleh karena itu sebelumnya
harus dipetakan dahulu objek-objek tersebut berdasarkan kriteria yang standard
13. dan disepakati bersama oleh semua unit bisnis dan internal/ eksternal audit
dengan berpedoman kepada standar PCAOB. Hal ini perlu dilakukan dalam
rangka mempercepat mekanisme audit terintegrasi pada akhir tahun berikutnya.
2. Hasil self-assessment harus disahkan/ disertifikasi oleh masing-masing kepala
unit bisnis secara berjenjang (cascading).
3. Secara periodik pula hasil self-assessment harus direview oleh internal audit.
4. Hasil review terhadap self-assessment harus dijadikan salah satu acuan pada saat
akan melakukan audit berkala per triwulan oleh internal auditor. Tentu saja
internal auditor harus melihat acuan lain dalam melakukan audit dengan
mempertimbangkan unsur risiko supaya metode yang dilakukan sesuai dengan
pendekatan risk-based audit.
Dengan langkah-langkah di atas, pada menjelang akhir tahun dimungkinkan bahan-
bahan audit terintegrasi sudah tersedia lengkap. Artinya:
a) Data yang diperlukan auditor eksternal untuk keperluan audit, baik hasil review
laporan keuangan maupun hasil pengujian internal control berkala di masing-
masing unit bisnis termasuk anak perusahaan sudah tersedia.
b) Data pada butir a di atas sudah berstatus certified, reviewed dan bahkan audited
oleh auditor internal sehingga dapat mewujud sebagai Telkom’smanagement
assertion.
c) Pada giliran auditor eksternal masuk, maka ia dapat memulai dengan me-review
butir a dan b di atas. Dengan begitu, auditor eksternal tidak memulai kegiatan
audit terintegrasi dari nol. Bahwa auditor eksternal tidak akan mempercayai
semua data baku di atas adalah mungkin saja, sehingga ia akan melakukan uji
petik di lapangan. Namun dengan kesiapan data audit seperti demikian, akan
melancarkan pihak auditee maupun auditor sehingga nantinya kegiatan auditing
berjalan cepat, tepat dan akurat.
Guna terselenggaranya pelaksanaan integrated audit yang cepat dan akurat, hal lain
yang perlu ditimbang untuk perbaikan di area internal audit sendiri, diantaranya:
1. Strategic Direction
· Peran dan lingkup internal auditor perlu pendefinisian ulang sehingga
eksistensi IA ‘diperlukan’ kehadirannya di perusahaan.
· Perbaikan struktur organisasi internal auditor sehingga jalur pelaporan dan
pengelompokkan fungsi mendukung mekanisme auditing yang cepat dan
akurat.
· Pengembangan ekspektasi / tinjauan atas peran internal auditor dimasa
mendatang
· Mengkaji orientasi serta nilai tambah bagi obyek audit
2. Methodology, Technology & Knowledge
· Metode pengkajian risiko yang handal
· Proses perencanaan audit
· Strategi pelaksanaan audit, termasuk pendekatan, dokumentasi, dan
pengendalian mutu
· Komunikasi dan strategi pelaporan dan pemantauan tindak lanjut
· Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan audit
14. · Knowledge practice untuk meningkatkan efisiensi kerja internal auditor.
3. People
· Kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia internal auditor
· Evaluasi kinerja dan program pelatihan.
Kesimpulan
Membina hubungan induk dan anak perusahaan harus dilakukan dengan membina
komunikasi yang baik antara keduanya. Prinsip keadilan dalam arti menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya adalah upaya lain guna terjadinya komunikasi yang
seimbang. Kiat-kiat manajemen yang akan ditempuh dalam mengelola anak perusahaan
harus tetap dijalankan dengan prinsipprinsip keadilan, misalnya dengan menimbang
komposisi kepemilikan saham perusahaan induk. Aktivitas auditing adalah metode
cukup efektif untuk membangun hubungan kerja antara induk dan anak perusahaan. Di
Telkom group, pendekatan audit yang dapat ditempuh adalah standarstandar yang
ditentukan oleh PCAOB. Dalam standar tersebut telah diatur mekanisme integrated
audit laporan keuangan dan pelaksanaan internal control over financial reporting.
Dengan ditambah mekanisme self-assessment, pelaksanaan audit di Telkom group dapat
dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat.