1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah kata bijak menyebutkan bahwa masa sekarang di pengaruhi oleh
masa yang terdahulu, begitu juga dengan sifat keberagamaan pada manusia,
bahwasanya tingkat kesadaran agama pada tiap manusia sangat di pengaruhi
pada masa kecilnya hingga ia tumbuh menjadi remaja, dewasa dan masa usia
lanjut.
Pada dasarnya secara potensial pertumbuhan agama dimulai semenjak
masih dalam kandungan ibu dan akan berkembang setelah anak tersebut lahir
ke dunia. Proses pertumbuhan tersebut erat hubungannya dengan perlakuan si
ibu dikala masih dalam keadaan hamil. Prof. Casimir pernah berkata dalam
menganalisa sudut tinjauan psikologis dan paedogogis,yang mengatakan
bahwa : “anak dalam kandungan telah dapat dididik melalui ibunya, apa yang
dilakukan oleh si ibu turut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan si anak”.
Dalam masa perkembangan keagamanya seorang individu, terdapat
faktor faktor yang sangat mempengaruhi keagamaanya, faktor itu dapat
berasal dari dalam dirinya atau bersal dari faktor luar. Dalam makalah kali ini
penulis akan berusaha menjelaskan proses perkembangan jiwa agama pada
anak, remaja dan dewasa serta bagaimana perkembangan agama di Indonesia
saat ini.
Manusia di lahirkan dalam keadaan lemah jasmani maupun rohani,
sejalan dengan bertambahnya umur maka manusia mulai menjalani perubahan
pada dirinya baik dari unsur jasmani maupun rohani.
2. 2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan agama pada masa anak-anak?
2. Bagaimanakah perkembangan agama pada masa remaja?
3. Bagaimanakah perkembangan agama pada masa dewasa?
C. Tujuan
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu
Jiwa Agama”, juga bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa anak-anak.
2. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa remaja.
3. Mengetahui bagaimana perkembangan agama pada masa dewasa.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Agama pada Masa Anak-anak
Pada umumnya agama seseorang di tentukan oleh pendidikan,
pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dahulu.
Pengalaman dalam kehidupan rumah tangga merupakan peletak dasar dalam
pertumbuhan dan perkembangan agama pada setiap anak. Hal ini kelak akan
berlanjut dalam pendidikannya di sekolah, sehingga pendidikan agama di
lingkungan keluarga mempunyai peranan penting dan sangat menentukan.
Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa : ”seseorang yang pada masa
kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa
dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam
hidupnya”. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai
pengalaman agama, misalnya ibu-bapaknya adalah orang yang tahu beragama,
lingkungan social dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama,
terbiasa menjalankan ibadah, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara
sengaja di rumah, sekolah dan masyaraka. Maka orang-orang itu akan dengan
sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan
agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan
agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Peranan orang tua dalam menumbuhkan jiwa agama bagi anaknya,
memberikan prospek kehidupan anak pada masa yang akan datang. Orang tua
yang mengerti tentang urgensi pertumbuhan dan perkembangan agama dalam
kehidupan anak yang memberikan suatu kecenderungan kepada aturan-aturan
agama yang harus dilaksanakan dalam praktek hidupnya sehari-hari. Hal
seperti inilah dapat dimanfaatkan untuk melatih anak dalam membiasakan
menjalankan ibadah agama dan penuh rasa disiplin dan tanggung jawab.
4. 4
Proses perkembangan jiwa pada masa anak-anak ditanamkan oleh orang
tua melalui beberapa kesempatan pergaulan sebagai berikut :
1. Dalam permainan.
2. Dalam latihan-latihan / praktek apa kerja sehari-hari
3. Melalui peintah orang tua
4. Pemberian contoh tauladan dan pembiasaan disiplin
Pengaruh orang tua memberikan kesan kepada anak bahwa dalam
kehidupan sehari-hari, si anak harus senantiasa terikat dengan kehidupan
orang tua, sebab pada hakekatnya mereka masih membutuhkan bantuan orang
tua. Maka dengan demikian terdapat kecenderungan anak untuk
menggantungkan diri pada orang tua.
Proses perkembangan naluri beragama akan dapat berjalan dengan
pertumbuhan fisik anak. Dampak jiwa agama dalam sikap dan tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari, cenderung untuk mengadaptasikan
dirinya dengan lingkungan sekitarnya.
Bagaimana si anak mengenal Tuhan?
Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa. Dari kata-kata orang
yang ada di lingkungannya, yang pada permulaan di terima secara acuh tak
acuh saja. Akan tetapi setelah ia melihat orang dewasa menunjukkan rasa
kagum dan takut pada Tuhan, maka mulailah ia merasa sedikit gelisah dan
ragu tentang suatu yang gaib yang tidak dapat dilihatnya itu, mungkin ia akan
ikut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapakan oleh orang tuanya.
Lambat laun tanpa disadarinya, akan masuklah pemikiran tentang Tuhan
dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi obyek pengalaman yang
agamis. Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada permulaan adalah
karena ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana,
baik pengalaman yang menyenangkan, ataupun yang menyusahkan. Akan
tetapi setelah ia melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya, yang disertai oleh
emosi atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang
5. 5
makin lama makin meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu
tumbuh. Biasanya pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan, karena
merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya, karena itulah perhatian
anak-anak tentang Tuhan pada permulaan merupakan sumber kegelisahan
atau ketidaksenangannya.
Ada seseorang yang terkenang perihal kesalahpahamannya mengenai
konsep Tuhan di saat ia masih kanak-kanak. Ketika salah seorang anggota
keluarganya meninggal dunia, ayahnya memberikan penjelasan mengenai
kejadian itu bahwa seseorang telah memohon kepada Allah untuk“membawa”
nyawa orang tersebut. Informasi ini memunclkan rasa takut dalam dirinya
mengenai orang-orang yang bisa melakukann hal tersebut. Secara kebetulan ia
membuat kesalahan ketika ia bersama ibunya di tengah jalan, ibunya akan
menakut-nakuti dengan menunjuk seorang polisi yang ada di depannya seraya
mengatakan bahwa ia akan meminta polisi tersebut untuk “membawanya”.
Jadi, selama masa kanak-kanaknya, ia mendapatkan pemahaman yang keliru
tentang konsep Tuhan, dengan membandingkan Allah seperti orang yang
mengenakan seragam kaku yang menakutkan.
Karena Allah itu tidak kasatmata, namun nama-Nya sering disebut-sebut
di rumahnya, kecenderungan bagi si anak, hal itu akan membentuk gambaran
mental yang di susun berdasarkan pemehaman yang ia miliki. Gambaran
mental tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
Gambaran-gambaran mental yang demikian sangat dipengaruhi oleh
penjelasan-penjelasan dari kedua orang tuanya mengenai hal-hal yang disukai
Allah dan hal-hal yang dibenci-Nya.
Adanya perhatian terhadap Tuhan menunjukkan mulai timbulnya naluri
agama pada anak-anak. Wolter Housten Clark telah mengemukakan
pendapatnya bahwa : “jika anak dibiarkan hidup tanpa agama dan hidup
dalam lingkungan tak beragama, maka ia akan menjadi dewasa tanpa
mengenal agama.
6. 6
Sesungguhnya tidak mengenal adanya agama, banyak terletak pada
situasi dan lingkungan rumah tangga. Apabila orang tua di rumah tangga lalai
dan memandang enteng terhadap pembinaan jiwa agama pada anak-anaknya,
maka disinilah letak factor kekosongan jiwa agama, yang menyebabkan anak
hidu jauh dari kehidupanagama. Namaun sebaliknya apabila orang tua benar-
benar menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pembinaan jiwa
agam anaknya, maka akan Nampak pengaruh positifnya yang dapat
menyebabkan anak timbul semangat dan gairahnya dalam menjalankan /
melaksanakan ibadah agama secara konsekuen.
Itulah sebabnya, maka orang tua harus dapat menjadikan dirinya sebagai
suri tauladan bagi anak-anaknya, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun
dalam segi tindakannya.
Di dalam ajaran agama islam terdapat ajakan untuk menyuruh menjaga
diri sendiri da keluarga, sebagaimana firman Allah swt, dalam Qs. At-Tahrim
:6, yang berbunyi :
نارا واهليكم امنواقواانفسكم يايهاالذين
Artinya :
“hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan
keluargamu dari (siksaan) api neraka…”
Memelihara diri dan keluarga adalah membutuhkan sikap keteladanan
dan perhatian yang kontinu, tidak cepat putus asa, lemah semangat dan
sebagainya. Apa yang telah dipercayai anak adalah, tergantung pada apa yang
di terima dari kedua orang tuanya di rumah, dan atau guru di sekolah serta apa
yang telah dilihat dan disarankan di lingkungan masyarakatnya.
Si anak menerima agama secara global, sebab masih belum mampu
berfikir logis. Penerimaan tersebut adalah mereka mengikuti kehendak orang
tuanya. Kepercayaan agama bagi anak akan lebih mudah tertanam jiwa anak,
apabila melalui ceritera-ceritera atau dongeng-dongeng orang sakt, atau
7. 7
ceritera agama, ceritera nenek moyang dahulu, serta kisah-kisah tokoh agama
dan sebagainya.
Kepercayaan agama bagi anak akan bertambah lagi, melalui latihan-
latihan dan didikan yang diterima dalam lingkungannya. Biasanya
kepercayaan itu berdasarkan konsepsi-konsepsi yang nyata dan konkrit
sehingga anak tersebut mudah mengasosiasikannya dengan kehidupan sehari-
hari. Anak-anak tersebut menerima agama berdasarkan gambaran yang pernah
dilihatnya atau pernah di dengarnya dan lain sebagainya. Potensi keagamaan
yang ada pada diri setiap anak akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan fisik dan psychisnya semakin besar anak tersebut, maka
akan semakin jelas faham akan ajaran agama dilakukannya itu. Dengsan
demikian pertumbuhan dan perkebangan jiwa agama bagi anak akan semakin
sempurna pula.
Sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan agama pada jiwa agama
bagi anak sedikit demi sedikit menjadi lebih actual, yang menyebabkan
pengertian anak terhadap manfaat agama akan mendapatkan lapangan baru
dalam dirinya. Bertambahnya pengertian mereka akan mudah mudah pula
menimbulkan perhatian yang serius dan terfokus sehingga agama bagi anak
tersebut memberikan motivasi dan gairah dalam praktek hidup sehari-hari.
Kita tidak heran apabila ada anak yang mempertahankan diri pribadinya, baik
karena hasil didikan maupun karena pengaruh bakat dan situasi
lingkungannya.
Apabila agama telah mendapatkan tempat yang terhormat di hati anak,
maka sudah barang tentu segala ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya akan
menjurus kepada sifat-sifat yang terpuji. Dengan demikian akan terlihatlah
bahwa perkembangan perasaan agama bagi anak akan semakin tinggi, sesuai
dengan ketinggian agama yang dianutnya.
Allah semakin dekat kepada jiwa anak, manakala anak tersebut juga
semakin dekat oula kepada Allah. Ia mulai mendengar kata hatinya tentang
8. 8
akhlak, dan Allah menjadi pantulan dari suara hatinya. Hal ini telah
dikemukakan dalam filsafat “KANT” yang menganggap bahwa morallah yang
merupakan jalan untuk menyampaikan kita kepada Allah.
B. Perkembangan Agama pada Masa Remaja
Pembinaan hidup beragam tidak dapat dipisahkan dari pembinaan
kepribadian secara keseluruhan. Karena kehidupan beragama itu adalah
bahagian dari kehidupan itu sendiri, sikap atau tindakan seseorang dalam
hidupnya tidak lain adalah pantulan pribadinya yang tumbuh dan berkembang
sejak ia lahir, bahkan telah mulai sejak dalam kandungan, mempunyai
pengaruh terhadap pembinaan pribadi, bahkan di antara ahli jiwa ada yang
berpendapat bahwa pribadi itu tidak lain dari kumpulan pengalaman pada
umur-umur pertumbuhan (dari umur nol sampai dengan masa remaja
terakhir), terutama pengalaman pada tahun-tahun pertama dari pertumbuhan.
Pengalaman yang dimaksud itu adalah pengalaman yang di dapat melalui
pendengaran, penglihatan atau perlakuan yang diterima sejak lahir.
Ada beberapa patokan umum yang dapat kita gunakan dalam pembinaan
itu, yaitu tingkat umur dengan segala ciri dan problema mereka dalam dunia
kampus. Pada umumnya, dapat dikatakan, bahwa mereka berada pada masa
remaja akhir (late adolescene) atau Al-Murahaqah al-Akhirah dan dewasa
muda.
Usia remaja hampir disepakati oleh ahli jiwa adalah antara 13-21 tahun.
Jika kita tinjau dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak
bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu berada. Yang biasa
dapat ditentukan adalah permulaan masa remaja ialah pada saat remaja itu
mengalami masa “Puber Remaja”.
9. 9
Ciri-ciri masa puber (remaja awal)
1. Ciri-ciri puber pada pria / laki-laki :
1. Mimpi pertama yang dapat dikategorikan sebagai undangan
untuk memasuki jenjang masa remaja
2. Adanya perubahan suara (suara menjadi besar)
3. Membesarnya beberapa kelenjar tubuh lainnya
2. Ciri-ciri puber pada wanita / perempuan :
1. Menstruasi / haid pertama
2. Suaranya semakin melengking
3. Kadang-kadang timbul perasaan malu, emosional dan
sebagainya
Ciri-ciri remaja akhir
Sesungguhnya masa remaja itu tidaklah pasti kapan secara tegas dimulai
dan kapan pula berakhir, tergantung kepada berbagai factor, misalnya :
1. Factor perorangan yaitu ada orang yang cepat bertumbuhnya dan ada pula
yang lambat
2. Factor social yang cepat member kepercayaan dan penghargaan kepada anak-
anak mudanya, sehingga mereka segera diterima oleh masyarakat sebagai
orang yang didengar pendapatnya biasanya masyarakat desa atau masyarakat
yang masih terbelakang. Tapi ada pula lingkungan yang enggan member
kepercayaan kepada remajanya, sehingga mereka dipandang sebagai anak
yang harus ditolong, dinasehati, dibimbing, dan dicukupi segala
kebutuhannya.
3. Factor ekonomi, dalam masyarakat misskin atau kurang mampu, anak-
anaknya segera diberi tanggung jawab dan ikut mencari nafkah, serta
keterampilan untuk mencari nafkah itu sederhana, seperti bertani, menangkap
ikan, gembala ternak, dan pekerjaan kasar. Sedangkan dalam masyarakat maju
dan mampu, biasanya aak-anak itu dibebani dengan tugas mencari nafka, dan
keterampilan yang diperlukan untuk mencari nafkah itu juga kompleks dan
10. 10
perlu pengetahuan dan latihan dalam masa yang panjang, masa remaja dan
ketergantungan ekonomi itundiperpanjang sampai mereka tamat di
universitas.
Biasanya pertumbuhan jasmani terjadi lebih cepat di antara 13-16 tahun
yang dikenal dengan istilah “darly-adolescene”. Dalam usia remaja, banyak
mengalami kesukaran, karena perubahan jasmani yang sangat menyolok.
Remaja saat itu mengalami keadaan yang tidak tenang dan selalu merasa
bimbang. Hal inilah yang dikenal oleh ahli ilmu jiwa sebagai masa
kegoncangan jiwa atau strung dan drang. Dalam situasi seperti ini rremaja
tersebut berkurang keharmonisan geraknya sehingga kadang-kadang merasa
lesu, sedih, kesal campur khayalan dan lain sebagainya.
Pertumbuhan jasmani seperti ini diiringi kegoncangan emosi, kadang-
kadang cepat marah dan tidak karuan atau diam tak ingin bicara, seakan-akan
ada sesuatu yang diinginkan. Perlakuan seperti ini memerlukan kewaspadaan
orang tua dalam menghadapi remaja seperti ini. Lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat yang mengalami perlakuan remaja seperti ini, tidak sedikit
yang menyebabkan terjadinya konflik bathin antara remaja dan orang tuanya,
dengan gurunya, ataukah dengan pemimpin masyarakat lainnya.
Kebutuhan remaja terhadap agama sebagai pegangan hidup dapat
membantu mereka dalam membatasi dorongan-dorongan yang semakin
mendesak itu. Remaja yang hidup dan dibesarkan dalam lingkunagn keluarga
yang aman dan tentram, tekun beribadah, akan menampakkan keyakinanya
kepada Tuhan (Allah swt.).
Salah satu yang perlu diingat bahwa pengertian mereka terhadap pokok-
pokok ajaran agama, dapat mempengaruhi perkembangan pikiran yang sedang
mereka alami dan yang akan dilakukannya gambaran atau prospek remaja
terhadap adanya Tuhan (Allah swt.) dengan sifat-sifatNya merupakan bagian
11. 11
dari gambarannya terhadap alam lingkungannya, derta dipengaru pula oleh
perubahandan sifat remaja itu sendiri.
Kepercayaan remaja akan kekuasaan Tuhan akan menyebabkan
munculnya rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan maupun kepada
masyarakat. demikian pula sebaliknya, apabila remaja itu diliputi perasaan
kekecewaan dalam hdupnya, maka akan dapat menimbulkan kontradiksi
dalam perasaannya, sehingga mungkin efeknya berakibat kepada menjauhi
Tuhan atau menentang adanya kekuasaan Allah swt.
Kekecewaan remaja tidak hanya terjadi karena masalah-masalah
pribadinya, akan tetapi banyak pula perbedaan antara nilai-nilai ajaran agama
yang diterimanya dengan sikap dan perlakuan orang dalam masyarakat dalam
menjalankan / melaksanakan ajaran agama. Orang yang mengaku beragama
tapi perlakuannya dalam masyarakat menunjukkan adanya saling permusuhan
satu sama lainnya, fitnah-memfitnah, hina-menghina, saling iri hati apabila
ada temannya yang mendapat kebahagiaan (pangkat, jabatan, harta dan
sebagainya). Mungkin pula hanya perbedaan mazhab, dapat menyebabkan
terjadinya kurang persahabatan, kendornya pergaulan sesama umat islam dan
sebagainya.
Perbedaan tersebut di atas menyebabkan kegelisahan bagi remaja,
kadang-kadang menimbulkan perasaan benci kepada mereka, bahkan yang
lebih vatal lagi apabila perbedaan pendapat tersebut, justru remaja membenci
agama yang dianutnya.
Maka dengan demikian akan timbul assumsi bahwa semakin merosotnya
moral dalam masyarakat, akan semakin gelisah remajanya dan sebaliknya
pula merosotnya jiwa remaja akan mendatangkan keresahan dalam
masyarakat. pengalaman para remaja dapat menunjukkan adanya beberapa
sikap remaja terhadap agama, yaitu :
1. Remaja menerima agama secara global
2. Remaja menerima agama dengan perasaan acuh tak acuh
12. 12
3. Membantah dan diiringi dengan sikap kritis
4. Menerima agama dengan ragu-ragu
5. Melaksanakan agama dengan keyakinan
Pada hakikatnya sikap remaja tersebut didasari oleh perasaan yang tidak
dominan terhadap agama. Kadang-kadang cinta dan sangat percaya terhadap
Tuhan, akan tetapi kadang-kadang pula berubah menjadi acuh tak acuh dan
menentang adanya Tuhan. Perasaan yang seperti inilah yang disebut dengan
Perasaan Ambivalence. Dalam situasi seperti inilah remaja membutuhkan
pembinaan motivasi agama secara terpadu dari :
1. Lingkungan keluarga di rumah tangga
2. Guru / pendidik di sekolah
3. Pemimpin / tokoh-tokoh masyarakat
Pembinaan dan motivasi agama ini harus dapat melalui :
Latihan-latihan ibadah agama, supaya dapat menjadi kebiasaan
Tradisi agama, yang dapat menjadi norma / aturan hidup
Penanaman kedisiplinan agama dalam aturan hidup
Pemberian contoh teladan,sehingga dapat menjadi panutan
Ajaran agama yang akan selalu dilaksanakan itu membentuk dampak
positif akan masa depan yang lebih cerah, sehingga merupakan suatu perasaa
ketagihan. Dengan kata lain, apabila remaja tersebut tidak melaksanakan
ibadah, maka mereka selalu merasa ditagih, seakan-akan mempunyai beban
utang,yang harus segera dilunasinya. Perasaan tersebut merupakan kewajiban
moral manakala kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhinya mereka merasa
berdosa.
13. 13
C. Perkembangan Kepercayaan Agama pada Orang Dewasa
1. Pengertian
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa
mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di
usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari
makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang
dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang
dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa
reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan
emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri
pada pola hidup yang baru. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40
tahun.
2. Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai
enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara
lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan
wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan
memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan
prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan
dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya
terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan social.
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai
14. 14
dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin
menurun.
2. Karakteristik Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap
keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki cirri sebagai
berikut:
1) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2) Cenderung bersifat realitas, sehinggga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha
untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung
jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap
hidup.
5) Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas.
6) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan
atas pertimbangan hati nurani.
7) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang
diyakininya.
8) Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan
social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah berkembang.
3. Masalah-masalah Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah
keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut;
15. 15
1) Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup
yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan
pilihan.
2) Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai
pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam
membuat keputusan secara konsisten.
3) Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat
dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih
berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan
lebih sangat menonjol pada usia tua.
16. 16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan kepercayaan agama pada anak-anak sangat dipengaruhi
oleh kehidupan di rumah tangga. Orang tua memiliki peranan penting untuk
menanamkan nilai-nilai agama terhadap anaknya. Selain itu, orang tua juga harus
menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya karena pada usia anak-anak,
mereka dominan meniru tingkah laku orang-orang disekitarnya.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak terkadang masih
terpengaruh oleh lingkungannya untuk beribadah, ia belum memiliki kesadaran
yang membuatnya beribadah karena Allah, jika ia melihat orang-orang yang
beragama disekitarnya memiliki perilaku yang baik maka ia akan merasa tertarik
dan ikut melakukan perilaku-perilaku yang baik, namun sebaliknya jika ia melihat
orang-orang yang mengaku beragama di sekitarnya akan tetapi mereka selalu
bermusuh-musuhan, fitnah memfitnah, hina-menghina, saling iri hati, maka hal
tersebut dapat membuat remaja menjadi kecewa terhadap agamanya, bahkan lebih
vatal lagi dia akan membenci agama.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa
mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia
dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna
hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan
berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
17. 17
B. Saran
Penulis sarankan kepada teman-teman untuk lebih memahami
perkembangan agama, terutama perkembangan agama pada masa anak-anak.
Karena pada usia ini anak-anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Anak-
anak harus dididik sejak kecil tentang agama agar jika remaja ia sudah
memiliki banyak pengetahuan agama, dan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Karena anak yang memiliki pengetahuan agama yang
baik, tentu akan memiliki perilaku yang baik pula.
18. 18
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah.1970.Ilmu Jiwa Agama.Jakarta:N.V Bulan Bintang
Emang, Muhammad Ruddin.2008.Psikologi Agama.Makassar
Khalfan,Mohammed A.2004.Anakku Bahagia Anakku Sukses.Jakarta:Pustaka Zahra
https://sholikhin.wordpress.com/
Al-Qur’an