Hemofilia adalah gangguan genetik yang diturunkan secara x-linked resesif yang disebabkan oleh kelainan produksi faktor pembekuan darah seperti faktor VIII dan IX, menyebabkan perdarahan yang sulit dihentikan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan berkepanjangan setelah luka atau operasi.
2. DEFINISI
• Hemofilia adalah gangguan produksi faktor
pembekuan yang diturunkan, berasal dari
bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah
dan philein yang artinya mencintai atau suka.
Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai,
namun kata hemofilia tetap dipakai
3. • Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah
congenital karena anak kekurangan factor
pembekuan VIII (Hemofilia A) atau factor IX
(Hemofilia B).
4. • Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama
kali didokumentasikan di abad kedua oleh
Kerajaan Babilonia.
5.
6. Hemofilia merupakan penyakit genetik yang
diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan
hukum Mendel dari orang tua kepada anaK-
anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan
sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana
pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII
(Antihemophilic factor), sedangkan pada
hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas
factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari
keseluruhan penderita hemofilia
7. Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi
• 1. hemofilia ringan
• 2. hemofilia sedang
• 3. hemofilia berat
• berdasarkan derajat kekurangan faktor
pembekuan yang bersangkutan
8. 1. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi
faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari
1 %.
2. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma
1 % – 5 %.
3. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma
5 % – 25 % dari kadar normal.
9.
10. Epidemiologi
• Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia
dengan prevalensi sekitar 1 dalam 10.000
penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam
50.000 penduduk untuk hemofilia B.
• Di Indonesia, terdapat 334 orang penderita
hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B
dan 1006 orang penderita hemofilia yang
belum ditentukan jenisnya
11. Pathofisiologi
• Hemofilia merupakan penyakit kongenital
yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari
pihak ibu.
• Faktor VIII dan faktor IX adalah protein
plasma yang merupakan komponen yang
diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-
faktor tersebut diperlukan untuk
pembentukan bekuan fibrin pada tempat
pembuluh cidera
12. • Mekanisme pembekuan pada penderita
hemofili mengalami gangguan, dimana dalam
mekanisme tersebut terdapat faktor
pembekuan yang di beri nama dengan angka
romawi, I – XIII. Dapat dilihat pada tabel di
bawah:
13. Faktor-faktor koagulasi
Angka Internasional sinonim
I Fibrinogen
II Protrombin
III Tromboplastin
IV Kalsium
V Faktor labil, proakselerin
VI Faktor labil, akselerin
VII Faktor stabil, prokonvertin
VIII Faktor antihemofili (AHF), atau antiglobulin (AHG)
IX Faktor christmas, komponen tromboplastin plasma (plasma
thromboplastin componen / PTC)
X Faktor Stuart-Power
XI Plasma thromboplastin yang mendahului (antecedent) PTA
XII Faktor Hageman
XIII Faktor penstabil-fibrin
14. • Proses hemostasis tergantung pada faktor
koagulasi, trombosit dan pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis terdiri dari respons
pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi
trombosit, pembentukan bekuan darah,
stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan
darah pada tempat cedera oleh regulasI
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah
melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan
pembuluh darah.
15. • Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah
terhadap matriks subendotelia. Faktor Von Willebrand
(vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase,
tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah
juga melepaskan tissue factor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin.
Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
16.
17.
18.
19.
20. • Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F
VIII atau F IX maka pembentukan terlambat dan
tidak stabil. Oleh karena itu penderita hemofilia
tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan
sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang
tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan
terhenti akibat efek amponade. Namun pada luka
yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada,
perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah
yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang
dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau
trauma ringan
21.
22. • Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh
mutasi pada gen F8 dan F9. Gen F8 terletak di
bagian lengan panjang kromosom X di regio
Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.
• Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-
linked resesif sehingga anak laki-laki atau
kaum pria dari pihak ibu yang menderita
kelainan ini.
23. Manifestasi Klinis
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah
sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan
tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan Jaringan Lunak
24. 2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal : nyeri
b. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan
penurunan mobilitas)
3. Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot
menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis
otot.
25.
26.
27. Komplikasi
1. Artropati progresif, melumpuhkan
2. Kontrakfur otot
3. Paralisis
4. Perdarahan intra kranial
5. Hipertensi
6. Kerusakan ginjal
7. Splenomegali
8. Hepatitis
9. AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang
terkontaminasi.
10. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII
dan IX
11. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
12. Anemia hemolitik
13. Trombosis atau tromboembolisme
28. Uji Laboratorium dan Diagnostik
1. Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
a. Jumlah trombosit (normal)
b. Masa protrombin (normal)
c. Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur
keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
d. Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan
sumbatan trombosit dalam kapiler)
e. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX
(memastikan diagnostik)
f. Masa pembekuan trompin
29. 2. Biapsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk
memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali,
bilirubin)
30. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian sistem neurologik
a. Pemeriksaan kepala
b. Reaksi pupil
c. Tingkat kesadaran
d. Reflek tendo
e. Fungsi sensoris
2. Hematologi
a. Tampilan umum
b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan
membran mukosa atau dari luka suntikan atau
pungsi vena)
c. Abdomen (pembesaran hati, limpa)
31. 3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal
yang mengindikasikan nyeri
4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat
perdarahan dan meluasnya kerusakan sensoris, saraf
dan motoris.
5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas
perawatan diri (misal : menyikat gigi)
6. Kaji tingkat perkembangan anak
7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan
dan kemampuan menatalaksanakan program
pengobatan di rumah.
8. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr)
32. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko injuri b.d perdarahan
2. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan
sendi
3. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek
perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
4. Perubahan proses keluarga b.d anak
menderita penyakit serius
33. Intervensi Keperawatan
DP I
Tujuan : Menurunkan risiko injuri
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses pengawasan
2. Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif
3. Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat pelindung :
helm
4. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan
aman
5. Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi.
6. Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah
episode perdarahan akut.
7. Beri nasehat pasien untuk mengenakan identitas medis.
8. Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan
menggunakan Asetaminofen.
34. DP 1
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
1. Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP
sesuai kebutuhan.
2. Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan
penggantian faktor darah di rumah.
3. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan
perdarahan
• Beri tindakan pada area perdarahan 10 – 15 menit.
• Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian
jantung.
• Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi.
35. DP II
Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan
intensitas atau skala nyeri yang dapat diterima anak.
Intervensi :
1. Tanyakan pada klien tengtang nyeri yang diderita.
2. Kaji skala nyeri.
3. Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
4. Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik.
5. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan
memberi kamu injeksi untuk nyeri”.
6. Hindari pernyataan seperti “obat ini cukup untuk orang
nyeri”.
7. “Sekarang kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat
nyeri lagi”.
8. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/
penatalaksanaan nyeri.
36. DP III
Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Intervensi :
1. Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode
perdarahan.
2. Latihan pasif sendi dan otot.
3. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program
latihan.
4. Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan
terapi fisik untuk supervisi ke rumah.
5. Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri.
6. Diskusikan diet yang sesuai.
7. Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi.
37. • DP IV
Tujuan : Klien dapat menerima support
adekuat.
Intervensi :
1. Rujuk pada konseling genetik untuk
identifikasi kerier hemofilia dan beberapa
kemungkinan yang lain.
2. Rujuk kepada agen atau organisasi bagi
penderita hemofilia.