The document discusses the phenomenon of rainbows from a mathematical perspective using calculus. It begins with an introduction to rainbows and the optical phenomena involved - refraction, reflection and dispersion of light. It then provides explanations of these phenomena using principles of calculus, such as minimum and maximum values. This allows rainbows to be analyzed more deeply using calculus concepts. The document also includes data on the wavelength and refractive index of different colors that make up a rainbow.
1. Disusun Oleh :Disusun Oleh :Disusun Oleh :
NamaNamaNama ::: Abdul JamilAbdul JamilAbdul Jamil
NIMNIMNIM ::: 040 25 13 121040 25 13 121040 25 13 121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (FISIKA)PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (FISIKA)PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA (FISIKA)
PROGRAM PASCASARJANAPROGRAM PASCASARJANAPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGUNIVERSITAS NEGERI SEMARANGUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
201420142014
FENOMENA ALAM PELANGIFENOMENA ALAM PELANGIFENOMENA ALAM PELANGI
Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu TugasDisusun Untuk Melengkapi Salah Satu TugasDisusun Untuk Melengkapi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah : Kapita Selekta FisikaMata Kuliah : Kapita Selekta FisikaMata Kuliah : Kapita Selekta Fisika
Dosen Pengampu : Dr. Agus Yulianto, M. Si.Dosen Pengampu : Dr. Agus Yulianto, M. Si.Dosen Pengampu : Dr. Agus Yulianto, M. Si.
2. 1Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
FENOMENA PELANGI
Pendahuluan
Pelangi merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di daerah tropis, seperti
Indonesia. Menurut Smith (2000:32) Indonesia miliki intensitas cahaya matahari yang lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah kutub. Sinar matahari, angin, dan rotasi bumi dapat
mempengaruhi arus air laut. Tingginya arus air laut dapat meningkatkan proses kondensasi,
sehingga curah hujan akan semakin tinggi di daerah tropis. Kombinasi antara berbagai faktor
alam tersebut akan mempengaruhi terbentuknya pelangi.
Fenomena pelangi yang tercipta ketika rintik hujan memecah sinar matahari telah
membuat manusia terpesona sejak zaman dahulu kala. Upaya menjelaskan pelangi secara
ilmiah pun telah dilakukan sejak masa Aristoteles. Kunci terjadinya pelangi adalah pembiasan,
pemantulan dan dispersi cahaya.
Sejauh ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab fenomena pelangi ialah dari
sisi fisika, namun pendekatan dengan menggunakan matematika, khususnya kalkulus masih
jarang ditemui. Kalkulus merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang membahas
masalah limit, turunan, integral dan deret tak terhingga. Kalkulus merupakan ilmu mengenai
perubahan, geometri merupakan ilmu yang mempelajari bentuk benda dan aljabar merupakan
ilmu mengenai pengerjaan untuk persamaan serta aplikasinya. Di sisi lain, kalkulus memiliki
aplikasi yang luas dalam bidang sains, ekonomi, dan teknik serta dapat memecahkan masalah
yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar elementer.
Kalkulus memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral.
Aplikasi kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa,
kerja, dan tekanan. Sedangkan aplikasi dari kalkulus diferensial meliputi perhitungan
kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, nilai minimum dan maksimum. Kita dapat
menjelaskan fenomena pelangi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan prinsip nilai minimum dan maksimum,
Penulis merasa fenomena pelangi ini sangat menarik perhatian, karena masalah
tersebut belum dijelaskan dalam materi perkuliahan, khususnya dari sudut pandang kalkulus.
Pembahasan masalah ini dibuat agar tinjauan kalkulus untuk pelangi dapat dilakukan secara
lebih mendalam.
3. 2Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Pembiasan Cahaya
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokkan arah rambat
cahaya karena cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan
cahaya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis
normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik
kurang rapat ke medium optik lebih rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari udara ke air.
Sedangkan cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium
optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari air ke
udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan cahaya ialah cahaya melalui dua medium yang
berbeda kerapatan optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas.
Indeks Bias Cahaya
Pembiasan cahaya dapat terjadi karena terdapat perbedaan laju cahaya pada kedua
medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya
pada medium yang kurang rapat.
Menurut Christian Huygens (1629-1695): “Perbandingan laju cahaya dalam ruang
hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.” Bahan bening yang
dibatas oleh dua bidang permukaan yang bersudut disebut prisma. Tetesan air hujan
merupakan salah satu benda yang dihasilkan oleh alam, namun memiliki sifat seperti prisma.
Maksudnya jika sebuah cahaya menembus tetesan air, maka cahaya tersebut akan dibiaskan.
Pemantulan Cahaya
Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai permukaan suatu benda.
Pemantulan cahaya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemantulan sempurna dan
pemantulan baur. Pemantulan sempurna terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang
mengkilap, seperti cermin. Saat cahaya mengenai permukaan cermin, kita dapat memprediksi
arah pemantulannya. Sedangkan pemantulan baur dapat terjadi jika cahaya mengenai
permukaan yang tidak rata, seperti kertas atau batu.
Dispersi Cahaya
Dispersi cahaya merupakan gejala penyebaran gelombang ketika menjalar melalui
celah sempit atau tepi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui prisma
akan mengalami proses penguraian warna cahaya menjadi warna-warna monokromatik.
Dispersi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang gelombang yang melaluinya.
4. 3Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Hukum Snellius
Pada sekitar tahun 1621, ilmuan Belanda bernama Willebrord Snell melakukan
eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias.
A. Hukum Snellius terhadap Pemantulan Cahaya
1. Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul
B. Hukum Snellius terhadap Pembiasan Cahaya
Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya rendah menuju medium
yang kerapatannya tinggi, maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Jika
cahaya merambat dari medium yang kerapatannya tinggi menuju medium yang
kerapatannya rendah, maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Selanjutnya kita dapat menghitung sudut datang dan sudut bias berdasarkan
Hukum Snellius 𝑠𝑖𝑛( 𝛼) = 𝑘 𝑠𝑖𝑛( 𝛽) dengan:
𝛼 ∶ sudut datang
𝛽 ∶ sudut bias
𝑘 ∶ indeks bias
𝛽
x
𝛼
x
Sumber
Cahaya
Renggang
Rapat
N
𝛽
x
α
Sumber
Cahaya
Rapat
Renggang
N
Gambar Pembiasan Cahaya
𝛼
x
Sumber
Cahaya
N
𝛼
x
Sudut
datang
Sudut
pantul
Gambar Pemantulan Sempurna
5. 4Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Pembuktian Hukum Snellius
Akan dibuktikan bahwa jarak terpendek antara matahari dan pengamat pada saat berlaku
sin( 𝛼) = 𝑘 sin( 𝛽)
Bukti:
Misalkan
𝛼 : sudut datang
𝛽 : sudut bias
Medium A : medium yang kerapatannya renggang, misalkan udara.
Medium B : medium yang kerapatannya lebih rapat dari medium A, misalkan air.
V1 : kecepatan cahaya dalam medium A
V2 : kecepatan cahaya dalam medium B
𝐷1 : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium A
𝐷2 : jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium B
Perhatikan gambar berikut.
Dari gambar diperoleh:
𝐷1 = √𝑎2 + ( 𝑑 − 𝑥)2 (1)
𝑠𝑖𝑛 𝛼 =
𝑑−𝑥
𝐷1
(2)
𝐷2 = √𝑏2 + 𝑥2 (3)
𝑠𝑖𝑛 𝛽 =
𝑥
𝐷2
(4)
Kita ambil ( 𝐷1 + 𝐷2) untuk mendapatkan jarak terpendek antara matahari dan
pengamat.
Gambar Cahaya yang Dibiaskan Mendekati Garis Normal
Sumber
Cahaya
d
a
Medium A
𝛽
cx
𝜷
𝛼
cx
𝜶
N
d - x
b
x
𝐷1
𝐷2
Medium B
d
Pengamat
6. 5Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Karena cahaya matahari memiliki kecepatan yang berbeda saat berada di medium yang
berbeda, maka jarak terpendek antara matahari dan pengamat dapat dinyatakan sebagai:
𝐷1
𝑉1
+
𝐷2
𝑉2
Untuk mendapatkan sudut deviasi yang minimum pada sinar datang, maka kita konstruksikan
𝐷1
′
𝑉1
+
𝐷2
′
𝑉2
= 0 (5)
Selanjutnya, kita menurunkan 𝐷1 dan 𝐷2 terhadap x, sehingga didapat:
𝐷1
′
=
1
2
( 𝑎2
+ ( 𝑑 − 𝑥)2)−
1
2 (−2𝑑 + 2𝑥)
=
( 𝑥 − 𝑑)
√𝑎2 + ( 𝑑 − 𝑥)2
𝐷2
′
=
1
2
( 𝑏2
+ 𝑥2)−
1
2 (2𝑥)
=
𝑥
√𝑏2 + 𝑥2
Subtitusikan nilai 𝐷1
′
dan 𝐷2
′
pada persamaan (5), sehingga diperoleh:
(𝑥−𝑑)
√𝑎2+(𝑑−𝑥)2
𝑉1
+
𝑥
√ 𝑏2+𝑥2
𝑉2
= 0 (6)
Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh:
𝑑 − 𝑥
√𝑎2 + ( 𝑑 − 𝑥)2
= 𝑠𝑖𝑛 𝛼 , dan ditulis sebagai
𝑥 − 𝑑
√𝑎2 + ( 𝑑 − 𝑥)2
= − 𝑠𝑖𝑛 𝛼 (7)
Dari persamaan (3) dan (4), diperoleh:
𝑥
√𝑏2 + 𝑥2
= 𝑠𝑖𝑛 𝛽 (8)
Subtitusikan persamaan (7) dan (8) ke persamaan (6), diperoleh:
− 𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑉1
+
𝑠𝑖𝑛 𝛽
𝑉2
= 0
𝑠𝑖𝑛 𝛼
𝑉1
=
𝑠𝑖𝑛 𝛽
𝑉2
𝑠𝑖𝑛 𝛼 =
𝑉1
𝑉2
𝑠𝑖𝑛 𝛽
𝑠𝑖𝑛 𝛼 = 𝑘 𝑠𝑖𝑛 𝛽 dengan 𝑘 =
𝑉1
𝑉2
Jadi, terbukti benar bahwa 𝑠𝑖𝑛 𝛼 = 𝑘 𝑠𝑖𝑛 𝛽
7. 6Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Besar ukuran sudut bias dan sudut pelangi masing-masing warna pelangi dipengaruhi
oleh panjang gelombang dan indeks bias masing-masing gelombang warna. Berikut ini
merupakan data panjang gelombang dan indeks bias warna pelangi. Tabel Data Panjang
Gelombang dan Indeks Bias Warna Pelangi
Warna
Panjang
Gelombang
(λ)
Indeks
Bias
(k)
400 nm 1, 34451
425 nm 1, 34235
450 nm 1, 34055
475 nm 1, 33903
500 nm 1, 33772
525 nm 1, 33659
550 nm 1, 3356
575 nm 1, 33462
600 nm 1, 33393
625 nm 1, 33322
650 nm 1, 33257
675 nm 1, 33197
700 nm 1, 33141
Proses Terjadinya Pelangi
Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat.
Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi
serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Jika ada cahaya matahari
yang bersinar setelah hujan berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan
di udara. Udara dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya
matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokkan arah rambat
cahaya (pembiasan cahaya).
8. 7Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Cahaya matahari merupakan sinar polikromatik, saat masuk ke dalam tetesan air hujan
akan diuraikan menjadi warna-warna monokromatik yang memiliki panjang gelombang yang
berbeda-beda. Cahaya matahari yang telah terurai menjadi warna monokromatik sebagian
akan mengalami pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan sebagian lainnya
akan menembus ke luar tetesan air hujan. Masing-masing gelombang cahaya monokromatik
tersebut akan mengalami pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan dan arah
pembiasannya akan berbeda-beda, tergantung pada warnanya.
Warna-warna monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang
gelombang yang berada dalam rentang 400 – 700 nm. Pada rentang 400 – 700 nm, gelombang
cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai gradasi warna
merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut diasumsikan sebagai warna merah, jingga, kuning,
hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan gradasi warna tersebut kita namakan sebagai pelangi.
Ketika kita melihat warna-warna ini pada pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan
dengan merah di paling atas dan warna ungu di paling bawah.
Berikut merupakan skema terjadinya pelangi pertama secara keseluruhan.
Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika
dibandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang
Sinar Matahari
Butiran Air
Pembiasan
Dispersi
Pemantulan
Sinar
Pemantulan Sinar di
dalam butiran air
Pengamat melihat merah di atas dan ungu di
bawah
Gambar Proses Fisis Pelangi Pertama Secara Keseluruhan
16
9. 8Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang
pelangi terlihat lebih terang dibandingkan daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya
matahari yang masuk ke tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai
intensitas cahaya matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi
pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami satu kali
proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup
banyak.
Model Matematis
Rumus Umum yang Digunakan:
A. Hukum Pemantulan: Sudut datang sama dengan sudut pantul.
B. Persamaan Snellius: sin α = k sin β
Berikut merupakan ilustrasi cahaya yang menembus tetesan air hujan mengalami dua kali
proses pembiasan, satu kali pemantulan dan satu kali dispersi cahaya
T(α)
φ
φ
Keterangan :
T(α) : sudut deviasi
φ : sudut pelangi
Sudut deviasi (T(α)) adalah sudut yang dibentuk oleh
perpanjangan berkas sinar datang dan berkas sinar yang
keluar dari butiran air
Gambar Ilustrasi Sudut Pelangi
Keterangan :
α = sudut datang
β = sudut bias
k = perbandingan indeks bias dari dua medium yang
berbeda
11. 10Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
(4𝛽 − 2𝛼) + 𝑇( 𝛼) = 180°
𝑻( 𝜶) = 𝟏𝟖𝟎°
+ 𝟐𝜶 − 𝟒𝜷
Jika T( 𝛼) diturunkan terhadap 𝛼 diperoleh:
𝑑𝑇
𝑑𝛼
= 2 − 4
𝑑𝛽
𝑑𝛼
(3)
Berdasarkan Hukum Snellius
𝑠𝑖𝑛( 𝛼) = 𝑘 𝑠𝑖𝑛( 𝛽)
Kedua ruas diturunkan terhadap 𝛼
𝑐𝑜𝑠 ( 𝛼) = 𝑘 𝑐𝑜𝑠 ( 𝛽)
𝑑𝛽
𝑑𝛼
𝑑𝛽
𝑑𝛼
=
cos ( 𝛼)
𝑘 cos ( 𝛽)
(4)
Subtitusikan persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh:
𝑑𝑇
𝑑𝛼
= 2 − 4 (
cos 𝛼
𝑘 cos 𝛽
)
Berdasarkan prinsip aproksimasi linear deret Taylor terhadap fungsi,
T( 𝛼) ≈ 𝑇( 𝛼0) + 𝑇′( 𝛼0)( 𝛼 − 𝛼0)
Karena (α - αo) nilainya kecil (mendekati nol), maka T’(αo) (α - αo) dapat diabaikan, sehingga
T(α) ≈ T(αo).
0 =
𝑑𝑇
𝑑𝛼
= 2 −
4 cos ( 𝛼0)
𝑘 cos ( 𝛽0)
(5)
Dari persamaan (5), didapat persamaan berikut
𝑘 𝑐𝑜𝑠( 𝛽0) =
4
2
𝑐𝑜𝑠( 𝛼0)
𝑘2
𝑐𝑜𝑠2( 𝛽0) = 4 𝑐𝑜𝑠2 ( 𝛼0) ( Kedua Ruas Dikuadratkan )
𝑘2(1 − 𝑠𝑖𝑛2
𝛽0) = 4(1 − 𝑠𝑖𝑛2
𝛼0)
𝑘2
− 𝑘2
𝑠𝑖𝑛2
𝛽0 = 4 − 4 𝑠𝑖𝑛2
𝛼0
Dengan mensubtitusikan
𝑠𝑖𝑛( 𝛼0) = 𝑘 𝑠𝑖𝑛( 𝛽0)
𝑠𝑖𝑛2( 𝛼0) = 𝑘2
𝑠𝑖𝑛2
(𝛽0)
Diperoleh:
𝑘2
− 𝑠𝑖𝑛2
𝛼0 = 4(1 − 𝑠𝑖𝑛2
𝛼0)
Sehingga diperoleh rumus untuk sudut datang dan sudut bias
𝑠𝑖𝑛2( 𝛼0) =
1
3
(4 − 𝑘2)
12. 11Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
𝜶 𝟎 = 𝒔𝒊𝒏−𝟏
(√
𝟏
𝟑
( 𝟒 − 𝒌 𝟐) )
Dari Persamaan Snellius 𝑠𝑖𝑛( 𝛼0) = 𝑘 𝑠𝑖𝑛( 𝛽0) didapat:
𝜷 𝟎 = 𝒔𝒊𝒏−𝟏 (
𝐬𝐢𝐧 𝜶 𝟎
𝒌
)
Menentukan Sudut Pelangi
A. Sudut pelangi untuk warna merah
Diketahui indeks bias untuk warna merah (𝑘) = 1, 33141.
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 59, 50290393°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 40, 3289244°
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 137, 6901103°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 137, 6901103°
= 42, 30988974°
Jadi, sudut pelangi untuk warna merah adalah 42, 30988974°
B. Sudut pelangi untuk warna jingga
Diketahui indeks bias untuk warna jingga ( 𝑘) = 1,33322.
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 59, 39768806°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 40, 25290214°
13. 12Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 137, 9538742°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 137, 9538742°
= 42.04612576°
Jadi, sudut pelangi untuk warna jingga adalah 42, 04612576°
C. Sudut pelangi untuk warna kuning
Diketahui indeks bias untuk warna kuning ( 𝑘) = 1, 33462.
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 59, 31635351°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 40, 11895445°
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 138, 1568892°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 138, 1568892°
= 41, 84311078°
Jadi, sudut pelangi untuk warna kuning adalah 41, 84311078°
D. Sudut pelangi untuk warna hijau
Diketahui indeks bias untuk warna hijau ( 𝑘) = 1, 33659.
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
14. 13Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Sehingga didapat 𝛼0 = 59, 20197269°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 39, 99071337°
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 138, 4410919°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 138, 4410919°
= 41, 5589081°
Jadi, sudut pelangi untuk warna hijau adalah 41, 5589081°
E. Sudut pelangi untuk warna biru
Diketahui indeks bias untuk warna biru ( 𝑘) = 1, 34055.
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 58, 97228442°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 39, 73433118°
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 139, 0072441°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 139, 0072441°
= 40, 99275588°
Jadi, sudut pelangi untuk warna biru adalah 40, 99275588°
F. Sudut pelangi untuk warna nila
Diketahui indeks bias untuk warna nila ( 𝑘) = 1, 34235.
15. 14Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Substitusikan nilai k ke persamaan 𝛼0 dan 𝛽0
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 58, 86798023°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 39, 61840454°
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan nilai 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 139, 2623423°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 139, 2623423°
= 40, 7376577°
Jadi, sudut pelangi untuk warna nila adalah 40, 7376577°
G. Sudut pelangi untuk warna ungu
Diketahui indeks bias untuk warna ungu ( 𝑘) = 1, 34451.
Substitusikan nilai k ke persamaan berikut
𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) )
Sehingga didapat 𝛼0 = 58, 74289375°
𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1 (
sin 𝛼0
𝑘
)
Sehingga didapat 𝛽0 = 39, 4797895°
Perhatikan,
𝑇( 𝛼) = 180°
+ 2𝛼 − 4𝛽
Dengan mensubstitusikan 𝛼0 dan 𝛽0 diperoleh :
𝑇( 𝛼) = 139, 5666295°
Karena
ф = 180°
− 𝑇( 𝛼)
Maka:
ф = 180°
− 139, 5666295°
= 40, 4333705°
16. 15Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Jadi, sudut pelangi untuk warna ungu adalah 40, 4333705°
Sudut pelangi dari masing-masing warna tersebut disajikan dalam tabel berikut
Warna
λ
(nm)
Indeks Bias
(k)
sudut datang (𝛼0)
(derajat)
Sudut bias
(𝛽0)
(derajat)
sudut deviasi T(α)
(derajat)
sudut pelangi (ф)
(derajat)
400 1, 34451 58, 74289375 39, 4797895 139, 5666295 40, 4333705
425 1, 34235 58, 86798023 39, 61840454 139, 2623423 40, 7376577
450 1, 34055 58, 97228442 39, 73433118 139, 0072441 40, 99275588
475 1, 33903 59, 06041141 39, 83252085 138, 7907394 41, 20926058
500 1, 33772 59, 13639897 39, 91736397 138, 6033421 41, 39665794
525 1, 33659 59, 20197269 39, 99071337 138, 4410919 41, 55890810
550 1, 33560 59, 25944347 40, 05510096 138, 2984831 41, 70151690
575 1, 33462 59, 31635351 40, 11895445 138, 1568892 41, 84311078
600 1, 33393 59, 35643464 40, 16398222 138, 0569404 41, 94305960
625 1, 33322 59, 39768806 40, 21037547 137, 9538742 42, 04612576
650 1, 33257 59, 43546465 40, 25290214 137, 8593207 42, 14067926
675 1, 33197 59, 47034346 40, 29220337 137, 7718734 42, 22812656
700 1, 33141 59, 50290393 40, 3289244 137, 6901103 42, 30988974
Bentuk Pelangi
Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran,
atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek
lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit.
Gambar Pelangi
17. 16Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya pada sudut 40°
− 42°
. Karena sudut
pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap dari pusat cahaya, sehingga
jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jari nya tetap konstan dari satu pusat atau titik, kita akan
mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya kita potong, kita selalu dapat bagian lingkaran
yang melengkung.
Untuk dapat melihat pelangi, kita harus mempunyai sudut deviasi sebesar 138°
, ini
menyebabkan kita akan mempunyai sudut pelangi sebesar 42°
. Sudut pelangi merupakan sudut
yang terbentuk antara axis dan titik puncak pelangi. Axis merupakan garis yang
menghubungkan matahari dan pengamat.
Saat memandang sebuah objek, mata manusia bersifat konvergen atau menyebar.
Pandangan mata kita saat melihat sebuah objek dapat diilustrasikan sebagai sebuah kerucut
yang memiliki titik puncak pada mata kita, seperti tampak pada gambar 3.6. Kemiringan
kerucut yang terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagian alas kerucut tidak dapat
φ
Gambar Sifat Konvergen Mata Manusia
Gambar Ilustrasi Bentuk Pelangi
Garis Horizontal Bumi
Sudut
Pelangi
18. 17Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
kita lihat karena berada di bawah garis horizontal bumi, sedangkan sebagian lainnya terlihat
sebagai busur atau biasa kita sebut sebagai pelangi.
Posisi Relatif Pelangi Terhadap Pengamat dan Matahari
Posisi matahari pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu axis, di mana matahari
akan selalu berada di belakang. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak
lurus dengan garis horizontal bumi.
Kesimpulan
Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir
bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Cahaya matahari
masuk ke dalam tetesan air hujan akan mengalami proses pembiasan lalu cahaya tersebut akan
terurai menjadi warna monokromatik. Cahaya yang telah terurai, masing-masing akan
mengalami proses pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan kembali akan
mengalami proses pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan. Rangkaian gelombang
warna monokromatik yang membentuk spektrum cahaya tersebut yang akan membentuk
pelangi pertama.
Kita dapat mengkontruksi model matematika proses terjadinya pelangi pertama. Model
yang pertama ialah ф = 4𝛽 − 2𝛼 , ф merupakan sudut pelangi. Model kedua ialah 𝑇( 𝛼) =
180°
+ 2𝛼 − 4𝛽, 𝑇( 𝛼) merupakan sudut deviasi.
Selanjutnya 𝛼0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(√
1
3
(4 − 𝑘2) ) yang merupakan sudut datang sinar matahari. Model
yang terakhir adalah 𝛽0 = 𝑠𝑖𝑛−1
(
sin 𝛼0
𝑘
) yang merupakan sudut bias pelangi.
Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran,
atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek
lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Bentuk pelangi yang berupa
lingkaran disebabkan oleh sudut pembiasan masing-masing gelombang warna tetap dan sifat
konvergen (menyebar) saat mata manusia memandang sebuah objek.
Gambar Posisi Matahari, Pengamat dan Pelangi
19. 18Kapita Selekta Fisika “Fenomena Pelangi”
Untuk dapat melihat pelangi, kita harus memiliki ф sebesar 40°
− 42°
serta posisi
matahari, pengamat dan pelangi terletak pada satu axis dengan posisi matahari berada di
belakang pengamat. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan
garis horizontal bumi, sehingga kita hanya dapat melihat pelangi pada pagi hari atau sore hari.
Referensi
Thao Dang: The Theory of Rainbow, Vol. 0, No. 0,pp. 01,2006.
Rachel W. Hall and Nigel Higson: The Cakculus of Rainbows, Vol. 0, No.0, pp. 02–03,1998.
Raymond L. Lee, Jr: Mie theory, Airy theory, and the natural rainbow, 1998.
H. Moyses Nusseinveg: The The- ory of The Rainbow, Vol. 0, No.0, pp.007,1997.
20. PEMBUKTIAN MATEMATIS DIBALIK
PERISTIWA PELANGI
Ahmad Zulfakar Rahmadi, Wikky Fawwaz Al Maki
Departemen Matematika STKIP Surya
Abstrak
Jurnal ini membahas bagaimana kita melihat matematika sebagai induk dari segala
ilmu sains melalui kejadian-kejadian yang riil di sekitar. Pelangi, yang sejatinya hanya
terlihat dan jarang ditanggapi secara khusus oleh sebagian orang, disini akan dibuk-
tikan melalui suatu pendekatan konsep matematis dalam hal ini turunan. Dengan
menghitung sudut datang dan sudut pantul dari refraksi cahaya dan refleksinya, kita
dapat menentukan sudut terlihatnya pelangi dari turunan sudut yang ada, dan ke-
mudian menghubungkannya dengan hukum snell tentang cahaya. Selain itu, melalui
pendekatan geometri dapat dijelaskan alasan dari bentuk kurva pelangi itu sendiri.
Penerapan kedua hubungan matematis tersebut diperoleh pemahaman bahwa matem-
atika mempunyai banyak aplikasi kehidupan sesuai asumsinya sebagai induk sains.
Kata Kunci:Sudut datang dan pantul,Refraksi, Refleksi, Hukum Snell, Kurva
Pelangi.
1 PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu ilmu
yang mendasari berkembangnya ilmu
pengetahuan. Namun,kondisi matematis
yang abstrak terkadang membuat kita sulit
bernalar tentang bagaimana aplikasi nyata
dari matematika itu sendiri. Tidak hanya
itu, relasi antara matematika dan ilmu
lain pun terkadang kurang dikenali baik
secara abstrak maupun fenomena alam
yang nyata.
Pelangi, sebagai salah satu fenom-
ena alam yang indah dan sering terli-
hat serta dikenali khalayak ternyata meny-
impan fakta-fakta unik dibalik peristiwa
terjadinya. Pada pelangi, dapat dite-
mukan model matematika yang alamiah
dan tetap dibuktikan dengan logika yang
tepat. Dalam pembuktian model matem-
atika pelangi, digunakan hubungan an-
tara matematika dan fisika yang dalam hal
ini konsep turunan aljabar, geometri, dan
hukum refleksi dan refraksi Snellius.
Dari berbagai teori yang ditelusuri
hubungan dan buktinya, akhirnya akan
digunakan untuk menjelaskan fakta-fakta
yang ada dibalik pelangi. Mulai dari be-
sar sudut pandang terhadap pelangi, proses
terjadinya warna pada pelangi, hingga pen-
jelasan bentuk kurva dari pelangi akan diba-
has secara matematis.
2 METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian
jurnal ini berupa studi literatur yang
berhubungan dengan konsep turunan al-
jabar dan geometri serta hukum Snellius
tentang refraksi cahaya diman setiap konsep
memiliki hubungan khusus mengenai tin-
jauan matematis dari pelangi.
1
21. 3 HASIL DAN PEMBA-
HASAN
3.1 Proses Terjadinya Pelangi
Pelangi adalah fenomena alam yang teben-
tuk karena cahaya matahari melalui tetesan
air yang terpancar atau tersebar di udara.
Pada saat sinar menyentuh permukaan air
hujan, sinar tersebut akan dibiaskan karena
cahaya mengalami perubahan indeks media
dari udara ke air. Ketika sinar dihantarkan
kembali ke permukaan belakang tetesan air,
hampir seluruhnya dibiaskan dan keluar
dari tetesan air. Hanya beberapa yang di-
pantulkan dan saat cahaya tersebut menuju
keluar permukaan, setiap warna akan dib-
iaskan kembali seperti saat meninggalkan
tetesan air. Hal itu terjadi pembiasan
langsung dari sumber cahaya ke medium
diteruskan ke air terlalu banyak dan cepat
[1]. Pada dasarnya, kita dapat membuk-
Figure 1: Pembiasan pelangi
tikannya dengan perhitungan ketika:
sin(α) = k.sin(β)
dimana α dan β adalah sudut datang
sinar dan bias, dan k adalah rasio dari
kecepatan perubahan medium sumber ke
medium penerima.
3.2 Hukum Pemantulan
Pemantulan sinar adalah peristiwa ter-
jadinya perubahan arah rambat cahaya ke
sisi yang berbeda. Dengan kata lain,
sudutdatang = sudutpantul
Hal yang menarik dan harus dicatat
bahwa pembiasan dan pemantulan meru-
pakan manifestasi dari satu hukum yang
disebut Fermat’s Principle, yang meny-
atakan cahaya mencapai yang sampai ke
mata telah diteruskan jauh dari sumbernya
[2].
Figure 2: Refleksi cahaya
Seperti saat kita melihat tangan kita di
kaca atau permukaan air, bayangan yang
terlihat diambil dari pembiasan ke mata.
3.3 Sudut Putar dari Pelangi
Sekarang kita dapat menghitung
hubungan matematis untuk beberapa fakta
umum dari cahaya,mari kembali pada
model gambar tetesan air hujan.Untuk
membuat hal ini menjadi simpel, kita
asumsikan bahwa air hujan ”is perfectly
spherical”,dan hal tersebut memiliki sense
untuk dillihat secara dua dimensi.
Jika sinar datang menuju tetes air
dengan sudut datang α, dipantulkan oleh
permukaan belakang dari tetes air,dan
dibiaskan kembali meninggalkan medium
tersebut. Jadi berapa sudut putar dari
cahaya saat keluar dari medium tersebut?
Diketahui α adalah sudut datang dan
β adalah sudut bias, dimana berhubungan
dengan hukum Snell. Saat cahaya melalui
bagian terjauh dari medium(dalam hal ini
tetesan air), selanjutnya akan dipindahkan
jauh ke dasar dari garis segitiga sama kaki
yang merupakan sisi dari perpanjangan ke-
dua garis radian medium hujan. Setelah
2
22. Figure 3: Sudut balik pelangi
direfleksikan ke bagian dalam dari medium,
sinar akan dibawa kembali melalui tetesan
air dan saling melengkapi bagian yang lain,
segitiga sama kaki.
Seperti yang ditampilkan pada gam-
bar, sudut bias untuk sinar yang mening-
galkan medium dikenali sebagai β.Kembali
pada hal awal yang telah kita catat, ca-
haya dibawa dari air ke udara dengan sudut
datang β akan memiliki sudut bias α.
Kita misalkan T(α) adalah sudut
putar atau balik yang terbentuk jika kita
teruskan perpanjangan sinar datang(seolah-
olah tidak dibiaskan),besarnya adalah jum-
lah total sudut yang terbentuk dari sinar
yang kembali ke medium air hujan, berben-
tuk searah jarum jam dari garis lurus.
Sudut datang α yang terbentuk antara garis
medium,sinar bias, dan perpanjangan sinar
memiliki besar yang sama dengan sudut
bias β, sehingga sudut pada perpotongan
sinar bias besarnya sama dengan 2β dan
sudut yang melakukan pemantulan kem-
bali terhadap sinar besarnya dapat diny-
atakan sebagai 180◦
−2β (lihat pada Fig.4).
Cahaya yang memasuki medium air dikem-
balikan oleh α-β (mengapa)? seperti saat
cahaya meninggalkan medium. Pemantu-
lan dikarenakan oleh sudut 180◦
− 2β. Dari
argumen tersebut, maka T(α) dapat diny-
atakan sebagai jumlah seluruh sudut yang
terbentuk pada sinar datang dan sinar bias.
Figure 4: sudut bias pelangi
Maka:
(1)
T(α) = (α − β) + (180 − 2β) + (α − β)
(2)
= 180◦
+ 2α − 4β
(3)
Jadi,sinar memasuki tetesan air hujan
dengan sudut α akan dikembalikan arahnya
oleh sudut 180 + 2α − 4β yang kemudian
hasil ini dapat kita tentukan sudut pelangi
θ = 180◦
− T(α).
3.4 Warna dari Pelangi
Sejauh ini, kita telah dijelaskan proses ter-
jadinya pelangi, pembiasan cahayanya dan
bagaimana proses masuknya cahaya ke tete-
sen air hujan hingga terjadi pembiasan
serta aplikasi dari hukum Snell. Namun
kita belum menjelaskan sedikit pun tentang
apa yang membuat pelangi berwarna.Tabel
berikut menampilkan panjang gelombang
dari warna-warna pelangi dimana hal terse-
but nantinya akan menjelaskan tentang ben-
tuk dari pelangi itu sendiri(akan dibahas di
subbab lain).
Sinar matahari sebenarnya terdiri dari
banyak warna. Meskipun,ketika semua
warna terkombinasi bersama, yang kita li-
hat hanyalah cahaya putih. Saat mata-
hari muncul, sinar matahari akan menerpa
tetesan air hujan. Hal tersebut akan dibi-
askan, denagan panjang gelombang refraksi
berbeda untuk sudut yang berbeda pula,
3
23. dan warna-warna yang menarik akan tam-
pak. Warna dari pelangi lapis pertama atau
pelangi primer selalu diikuti warna yang
berbeda dan berurutan: merah,jingga, kun-
ing, hijau, biru, nila, dan ungu.
Figure 5: Pembiasan warna pelangi
Efek tersebut terjadi ketika cahaya putih
dibiaskan,setiap komponen warna akan di-
belokkan oleh bagian lain seperti saat
melewati medium transparan ke medium
lainnya. Dispersi ini disebabkan prisma
medium memproduksi spektrum warna dari
cahaya putih. Pada kasus tetesan air,
cahaya ungu akan dibiaskan melalui sisi
dan sudut yang lebih baik dari cahaya
merah. Hal itu menyebabkan cahaya ungu
di pelangi primer selalu terlihat dibawah
cahaya merah(setelah merah).Sisa cahaya
selain merah dan ungu adalah warna
palsu,atau hanya berupa efek dari kedua
warna tersebut. Dari penjelasan pada sub-
bab sebelumnya, kita mendapatkan gam-
baran umum tipe warna pelangi bahwa ca-
haya biru dan ungu dibiaskan lebih dari-
pada cahaya merah. Pembiasan terse-
but tergantung pada indeks pembiasan dari
air hujan, dan perhitungannya dapat men-
galami keselahan dalam ketelitian karena
perbedaaan panjang gelombang antara ca-
haya ”merah” dan ”ungu” yang tidak tentu
pula [3].
Catatan:Ketika hujan, terdapat banyak
tetesan air hujan turun dari langit. Setiap
tetesan hujan dapat membentuk ”hanya
satu” warna yang mata kita bisa lihat.Letak
setiap warna tersebut direfleksikan terhadap
bagian belakang air hujan dan menuju mata
No. Warna Pelangi Panjang Spektrum
1. Merah 620 - 750nm
2. Jingga 590 - 620nm
3. Kuning 570 - 590nm
4. Hijau 495 - 570nm
5. Biru 450 - 495nm
6. Nila ......
7. Ungu 380 - 450nm
selalu pada sudut yang terukur dari garis
antara mata dan matahari. Sudutnya berk-
isar 42 ◦
terukur dari puncak dari gelom-
bang cahaya merah dan 40 ◦
ke bawah dari
cahaya ungu.
Figure 6: Warna dasar pelangi
3.5 Pembentukan Pelangi Per-
tama dan Sudut Pandang
Pelangi
Seperti yang kita ketahui bersama, pelangi
pertama terbentuk dengan sudut kurang
lebih 42 derajat. Bagaimana pembuktian-
nya? Sekarang kita akan membuktikan
bagaimana menentukan sudut pengamat
terhadap pelangi dengan beberapa teori.
Dalam kasus ini, kita tidak hanya menggu-
nakan hukum Snell, tetapi juga hukum ca-
haya, turunan aljabar,trigonometri , dan ge-
ometri. Pada turunan aljabar menggunakan
persamaan dibawah ini untuk menentukan
persamaan turunannya:
f (x) = lim
x→h
f(x + h) − f(x)
h
(4)
Dalam hal ini kita gunakan beberapa
istilah di antaranya:
α= sudut datang
β= sudut bias
4
24. Figure 7: sudut bias pelangi
k=perbandingan indeks bias dari dua
medium yang berbeda.
Sekarang kita akan menghitung tingkat
perubahan pada sudut balik T(α) ter-
hadap α. Dengan kata lain ,kita akan
menyatakannya dalam bentuk dT
dα
. Setelah
selesai ,kita masukkan α ke persamaan
tadi,sehingga dT(α)
dα
sama dengan nol. Perlu
diingat bahwa seluruh persamaan ini untuk
menghitung konsentrasi cahaya di sudut 42
◦
.
Turunkan kedua sisi persamaan:
T(α) = 180◦
+ 2α − 4β (5)
dengan α
dT(α)
dα
= 2 − 4
dβ
dα
(6)
Namun bagaimana dengan dβ
dα
? Kita dapat
menurunkan kedua ruas dari hukum refraksi
Snell:
sin(α) = ksin(β) (7)
dari persamaan hukum Snell di atas, dida-
patkan
cos(α) = kcos(β)
dβ
dα
(8)
Perlu diingat,turunan fungsi diatas digu-
nakan untuk menentukan persamaan lnear
fungsi utama.
Yaitu,
T(α) ≈ T(α0) + T (α0)(α − α0) (9)
T(α) ditaksir memiliki nilai yang hampir
sama karena diketahui α − α0 bernilai san-
gat kecil sehingga tidak berpengaruh ter-
hadap perubahan nilai sudut. Jika kita da-
pat menemukan nilai α0 dimana T =0, ke-
mudian T(α) ≈ T(α0) untuk setiap nilai
α mendekati nilai α0.Hal tersebut berarti
berlaku untuk setiap sinar yang masuk den-
gan sudut datang mendekati nilai dimana
T = 0 akan dikembalikan sesuai dengan
hukum persamaan yang sama.
Sekarang, mari tentukan nilai α0. Misalkan,
0 =
dT
dα
= 2 −
4cos(α0)
kcos(β0)
(10)
Dari persamaan diatas, diperoleh per-
samaan berikut
k2
cos2
(β0) = 4cos2
(α0) (11)
k2
(1 − sin2
(β0)) = 4(1 − sin2
(α0)) (12)
Substitusikan,
sin(α0) = ksin(β0) (13)
sin2
(α0) = k2
sin2
(β0) (14)
Sehingga diperoleh:
k2
− sin2
α0 = 4(1 − sin2
α0) (15)
Dari persamaan-persamaan diatas, kita per-
oleh rumus sudut datang dan bias
sin2
(α0) =
1
3
(4 − k2
) (16)
α0 = arcsin
1
3
(4 − k2) (17)
Kemudian dari persamaan Snellius kita da-
patkan
sinα0 = ksinβ0 (18)
β0 = arcsin
sinα0
k
(19)
Pada pembentukan pelangi pertama,
akan dicari sudut pelangi untuk warna
merah. Diketahui indeks bias warna merah
(k) = 1, 33. Substitusikan nilai k ke
5
25. persamaan berikut:
α0 = sin−1 1
3
(4 − k2) (20)
Sehingga didapat α0= 59.470343460◦
β0 = sin−1 sinα0
k
(21)
dan diperoleh β0=40.292203370◦
Substitusikan nilai α0dan β0 ke persamaan
T(α) = 180◦
+ 2α − 4β.
Sehingga diperoleh T(α) ≈ 138◦
Jadi, besar sudut pada pembentukan
pelangi pertama atau pelangi dengan warna
merah adalah
180◦
− T(α) = 180◦
− 138◦
= 42◦
(22)
Catatan:Perhitungan diatas mengalami
pembulatan yang dianggap perlu, sehingga
sudut pelangi pertama ≈ 42◦
dan nilai terse-
but diukur dari warna merah sebagai pun-
cak pelangi.
3.6 Pelangi Kedua(Sekunder)
Pelangi sekunder trdiri dari cahaya yang
keluar dari pemantulan internal di medium.
Dengan setiap pantulan dari beberapa sinar
hilang, dimana hal tersebut menjadi alasan
utama pelangi kedua ini lebih berwarna dari
pada pelangi pertama(merah). Theodoric
dan Descrate menjelaskan bahwa dari di-
reksi panjang dengan daerah hasil sudut
yang berkorespondensi ke pelangi dengan
hanya satu warna pada saat terlihat dilan-
git.Ketika pandangan mata berpindah ke
tempat lain dan menciptakan sudut pan-
dangan yang lain, spektrum warna lain
mulai bermunculan,satu demi satu.Ia juga
menjelaskan bahwa setiap warna yang terli-
hat oleh mata berasal dari tetesan air yang
lain [4].
Seperti yang dijelaskan oleh Descrate,
setiap fitur utama dari pelangi akan di-
mengerti melalui sebuah pertimbangan
bahwa cahaya melewati tetes air yang singu-
lar. Prinsip dasar telah menentukan pelangi
alami yang dimana terjadi interaksi cahaya
dengan medium transparan,dan dinamakan
refleksi dan refraksi.
Figure 8: Pelangi sekunder
Selain itu, ada satu fakta unik lagi ten-
tang kemunculan pelangi selain pelangi
primer. Fakta unik tersebut adalah kemu-
ngkinannya terbentuk pelangi yang tidak
kasat mata. Kemunculan pelangi tersebut
tak lepas dari peran radiasi dan gelombang
serta atom yang berhubungan. Pelangi
tersebut diproduksi dari peristiwa peng-
hamburan inti atom di udara. [5]
3.7 Interpretasi Bentuk
Pelangi
Bila kita membahas pelangi, ada satu hal
yang menarik tentang bentuk pelangi itu
sendiri. Fakta unik tersebut terletak pada
bentuknya yang selalu menyerupai kurva
parabola, dan lingkaran.
Apa yang menyebabkan bentuk tersebut?
Penjelasannya kita dapatkan dari per-
samaan sudut-sudut pada pelangi,dimana
sudut pembiasaan(β) masing-masing
gelombang warna bersifat tetap,sehingga
dari tiap warna akan membentuk lintasan-
lintasan cahaya yang ketika disatukan
bentuknya menyerupai sebuah parabola
atau lingkaran. Pada tabel panjang gelom-
bang warna pelangi sebelumnya,setiap
warna memiliki interval panjang yang
6
26. berbeda. Selain itu,bila dilihat dari Fig.9,
grafik tersebut menunjukkan bagaimana se-
tiap sudut dari pembiasan dan pemantulan
sinar memiliki frekuensi berbeda terhadap
warna dan panjangnya, sehingga mem-
bentuk kurva. Selain itu, kecenderungan
Figure 9: Grafik pelangi
mata manusia pada saat memandang objek
tertentu bersifat konvergen (menyebar) se-
hingga efek yang ditimbulkan dari refraksi
cahaya ke mata memberikan kesan lebih
terhadap bentuk pelangi itu sendiri.
4 SIMPULAN
Dari paparan di atas mengenai peris-
tiwa pelangi,dapat ditarik kesimpulan seba-
gai berikut.
Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi
yang terjadi sacara alamiah dalam atmos-
fir bumi serta melibatkan cahaya matahari,
pengamat dan tetesan air hujan. Kejadian
pelangi juga dapat dihubungkan dengan
konsep matematis yang ada,mulai dari tu-
runan aljabar, Trigonometri, geometri dan
kurva.
Di dalam tetesan air hujan, cahaya mata-
hari mengalami proses pembiasan, peman-
tulan, dan dispersi cahaya. Cahaya tersebut
merupakan gelombang warna yang mem-
bentuk spektrum cahaya dan membentuk
pelangi pertama.
Kita dapat mengkontruksi model matem-
atika proses terjadinya pelangi pertama.
Model yang pertama ialah T(α) sebagai
jumlah total sudut dan θ merupakan sudut
pelangi. Model kedua ialah yang kita kenal
sebagai sudut deviasi.
Selanjutnya kita dapat menentukan dua
persamaan pelangi, pertama yang meru-
pakan sudut datang sinar matahari (α).
Model yang terakhir adalah persamaan β
yang merupakan sudut bias dari pelangi.
Kita harus memiliki sudut pelangi sebesar
42◦
serta posisi matahari terletak dalam
satu axis dengan posisi matahari berada di
belakang pengamat.
Bentuk pelangi adalah lingkaran karena
disebabkan oleh sudut pembiasan masing-
masing gelombang warna tetap dan sifat
konvergen (menyebar) saat mata manusia
memandang sebuah objek.
Daftar Pustaka
[1] Thao Dang: The Theory of Rainbow,
Vol. 0, No. 0,pp. 01,2006.
[2] Rachel W. Hall and Nigel Higson: The
Cakculus of Rainbows, Vol. 0, No.0,pp.
02–03,1998.
[3] John A. Adam: The Mathematical
Physics of Rainbows and Glories, vol.
0, No.356,pp.07, 2001.
[4] Raymond L. Lee, Jr: Mie theory, Airy
theory, and the natural rainbow, 1998.
[5] H. Moyses Nusseinveg: The The-
ory of The Rainbow, Vol. 0, No.0,
pp.007,1997.
7