Perkembangan kurikulum dalam era postmodern didasarkan atas ilmu pengetahuan baru yang kompleks, multidimensi, eklektik, relasional dan interdisipliner. Teori chaos mengajarkan bahwa linearitas tidak pernah terwujud dalam kehidupan nyata yang justru berubah secara tidak terprediksi. Kurikulum postmodern menekankan pada pendekatan proses pendidikan yang merekonseptualisasikan sekolah secara global dan lokal berdasarkan keunikan individu serta menge
1. CURRICULUM DEVELOPMENT IN THE POST MODERN ERA:
TIME AND COMPLEXITY
A VISION OF CURRICULUM IN THE
POSTMODERN ERA
2. Kita tidak membayangkan perubahan yang tiba-tiba, radikal dan irrasional yang
terbangun dalam setiap struktur eksistensi. Teori chaos mengajarkan kepada kita,
sebagaimana Malcolm mengatakan, bahwa linearitas lurus, yang datang secara
apa adanya (take for granted) dalam setiap apapun dari mulai fisik hingga fiksi,
secara sederhana tidak pernah terwujud. Linearitas merupakan cara artificial
dalam melihat dunia. Kehidupan nyata bukanlah seperti sekumpulan kejadian yang
saling tersambung secara berkelanjutan sebagaimana batu perhiasan yang
tersambung di sebuah kalung perhiasan. Kehidupan adalah serangkaian kejadian
yang bisa berubah secara tidak terprediksi, bahkan dengan cara yang merusak
sekalipun. Dan inilah kebenaran yang nyata dalam struktur alam semesta kita,
namun untuk alasan tertentu, kita bersikap seakan-akan itu tidak benar. —Michael
Crichton, Jurassic Park
3. TIME AND COMPLEXITY: MEMAHAMI TEORI
CHAOS
Berawal dari permintaan kepada penulis buku
ini (Patrick Slattery) untuk mengisi seminar
mengenai manajemen waktu sebagai kepala
sekolah. Cara penanganan tidak sesederhana
dengan organizational flow charts, rencana
lima tahun, delegation to department heads,
jadwal pertemuan komputerisasi, handbooks, a
binder filing system, informative newsletters,
dan master calendars.
4. TIDAK ADA YANG LINEAR
KEPALA
SEKOLAH
ANCAMAN BOM SAAT UJIAN
KOMPLAIN DARI KOMITE
SEKOLAH
TOILET RUSAK
PEMANAS RUSAK
AC MATI
SEKRETARIS MENANGIS
GURU MENANGIS
GURUDIMUTASI
PERISTIWA
5. REFERENSI TENTANG TEORI CHAOS
The Tao of Physics (1975) karya Fritjof Capra
The Reenchantment of Science: Postmodern Proposals
(1988a) diedit oleh David Ray Griffin
Order out of Chaos: Man’s New Dialogue with Nature (1984)
by Ilya Prigogine and Isabelle Stengers
Chaos: Making a New Science (1987) by James Gleick
A Brief History of Time: From the Big Bang to the Black
Holes (1988) by Stephen Hawking
The Cosmic Blueprint: New Discoveries in Nature’s Creative
Ability to Order the Universe (1988) by Paul Davies
The Structure of Scientific Revolutions (1970) oleh Thomas
Kuhn.
6. Thomas Kuhn meyatakan bahwa satu
tugas sejarawan ilmu pengetahuan
adalah “menggambarkan dan
menjelaskan kesalahan, mitos dan
takhayul yang muncul dalam teks ilmiah
modern”. Semakin memahami teori
chaos, maka semakin dapat memahami
kealamiahan masalah dalam sekolah
modern. Kuhn dalam kesimpulan
menggarisbawahi bahwa “In both
political and scientific development the
sense of malfunction that can lead to
crisis is a prerequisite to revolution”.
7. TEORI CHAOS DAN KOMPLEKSITAS MENURUT
WILLIAM DOLL
“bahasa ketidakseimbangan intuisi reflektif,
kejutan, bingung, zona ketidakpastian, non-
rasionalitas, dan analisis metafor. Analisis
metafora hampir tidak mungkin dalam model
terstruktur sekitar tujuan perilaku, kinerja
berbasis kompetensi, akuntabilitas,
penguasaan pembelajaran, dan pengajaran
yang efektif”
8. CHAOS MENURUT JIM YORKE (1992:12)
"Kita cenderung berpikir sains, menerangkan
bagaimana bulan berputar mengelilingi bumi.
Tapi ide mengenai clocklike tidak ada
hubungannya dengan dunia nyata “
9. CHAOS MENURUT EDWARD LORENZ
“akumulasi informasi mengenai variabel-
variabel itu berhubungan dengan cuaca,
seperti kecepatan angin, kelembaban,
temperature, siklus bulan dan titik matahari,
tidak meningkatkan akurasi cuaca. Sistem
dinamis dan kompleks seperti cuaca, terdiri
atas elemen yang menarik.” Menurut Lorenz,
peneliti telah meneliti sistem dinamik dari otak
manusia hingga sirkuit listrik sebagai bukti
chaos.
10. CHAOS MENURUT JHON BRIGGS (1992:13)
“Dengan keragaman, ketergantungan dan
ketidakmampuan untuk diprediksi, cuaca
menyaring jadwal, merusak rencana kita,
mempengaruhi mood kita dan menggabungkan
kita dengan lingkungan satu sama lain. Cuaca
merupakan contoh dari rangkaian misterius
dalam chaos.”
11. TEORI CHAOS DALAM KURIKULUM DAN KELAS
Membantu memahami visi postmodern
menantang kealamsemestaan yang statis dan
terkendali.
Mendukung estetika, tawaran postmodern
politik, gender, ras, budaya, teologis, dan
ekologi.
Mengeksplorasi ilmu pengetahuan baru dan
hubungannya kepada perkembangan
kurikulum.
12. Mengubah paradigma penelitian moden kepada
paradigma postmodern.
Menentang prinsip-prinsip absolut dalam ilmu
pengetahuan, pengetahuan sosial tradisional yang
mekanistis.
Mengedepankan chaos, non-rasionalitas dan zona
ketidakpastian karena tatanan kompleks yang ada
di sini adalah tempat di mana pemikiran kritis,
intuisi reflektif, dan pemecahan masalah global
akan berkembang (James Gleick (1987) dan Paul
Davies (1988))
14. CHAOS DALAM KELAS MENURUT DOLL
Pertama, terdapat pusat atraktor—unit tematis,
eksperimen atau cerita pendek.
Kedua, pembahasan akan berbalik ke belakang dan ke
depan dari satu poin ke poin yang lain tanpa bisa
terprediksi—namun semua pertanyaan dan komentar
berada dalam kerangka tema pelajaran.
Ketiga, kejadian atau peristiwa yang “flip-over” dalam
kelas ini tidak dapat terprediksikan dan akan membawa
kepada integrasi dinamis ide-ide baru dalam kurikulum.
Pendekatan atas kompleksitas kurikulum ini akan
melibatkan pula pemahaman lintas pelajaran dan
aspek kognitif dan belajar.
15. KURIKULUM MENURUT REYNOLD DAN DOLL
“Para ahli kurikulum saat ini menantang keteraturan alam
semesta dari teori fisika klasik yang telah lama dikembangkan
sebelum termodinamika. Mereka menantang ide statis kognisi
dan hubungan isomorfik. Dalam semangat ilmu pengetahuan
yang baru, mereka pun menantang gambaran kosmos sebagai
suatu kumpulan partikel yang acak yang tidak dapat
dikendalikan. Newton memberikan gambaran keseragaman
alam semesta dari setiap partikel yang bergerak. Dalam
pemahaman post modernism, manajemen waktu adalah
mustahil karena alam semesta pun tidak diciptakan dalam
waktu dan ruang, melainkan dengan waktu dan ruang.”
16. Kurikulum dalam era post-modernisme menjadi
keharusan estetis dan pencarian untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam
akan mengarahkan secara ekologis kepada
keberlangsungan keadilan dan perasaan dimana
batasan antara pusat dan pinggiran dikaburkan,
serta semua siswa memiliki akses kepada teks
(sumber ilmu). Pendidik dan siswa tidaklah
membaca teks dalam lingkungan kosong dan
senyap dibawah aturan dari otoritas ilmu
sebagaimana yang terungkap dalam novel The
Name of the Rose.
17. PANDUAN VISI KURIKULUM DI ERA
POSTMODERN (WHITEHEAD DAN JENCKS)
Pendekatan proses atas pendidikan akan mampu
merekonseptualisasi hakikat sekolah secara global dan
lokal berdasarkan keunikan individunya.
Behavioristik modern mengedepankan dalam sekolah
yang sesuai dengan pengalaman pendidikan
postmodernisme global.
Postmodernisme konstruktif menawarkan pendekatan
penting dalam memahami kurikulum.
Kurikulum sendiri harus dilihat sebagai currere dan
mendukung konteks pentingnya.
18. Kurikulum sekolahan harus melibatkan hermeneutika,
fenomenologi, sosio psikoanalisis dan teologi liberarl, serta
teologi proses.
Kurikulum postmodernisme harus benar-benar menawarkan
alternatif bagi sekolah-sekolah saat ini. Jika tidak, maka
post-modernime akan melemahkan proyek ultramodern
yang lain.
Tidak ada prinsip-prinsip yang absolut atau mereka
mencoba membentuk paradigma filosifis yang koheren,
dimana mereka memiliki ide berputar yang dalam skema
pendekatan kurikulum tersebut dapat berkontribusi dalam
perubahan pendidikan pada era post-modernisme ini.