SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
1 
MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Mazhab filsafat pendidikan, yaitu: 
A. Filsafat Pendidikan Idealisme 
B. Filsafat Pendidikan Iealisme 
C. Filsafat Pendidikan Materialisme 
D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme 
E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme 
F. Filsafat Pendidikan Progresivisme. 
G. Filsafat Pendidikan Esensialisme. 
H. Filsafat Pendidikan Parenialisme. 
I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme. 
A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME 1. Realitas Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada malam hari. Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari “ide” eksternal dan sempurna. 2. Pengetahuan 
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya
2 
merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut Plato. Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia tetang realitas adalah benar dalam arti sistematis. 3. Nilai Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta. 4. Pendidikan Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangtan teori pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik, yang menekannkan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual . Pendidikan harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta. Seorang guru yang menganut paham idealisme harus membimbing atau didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada siswa, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu dikembangkan. Guru idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates, Plato dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam diri siswa. Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikanidealisme sebagi berikut: 1. Tujuan Pendidikan
3 
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. 2. Kedudukan siswa Bebas untuk menembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya. 3. Peranan Guru Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dal menciptakan lingkungan pendidikan siswa. 4. Kurikulum Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan. 5. Metode Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. B. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersufat monistis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialaha terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Realisme rasional, 2. Realisme 1. Realisme Rasional Realisme rasional didefinisikan kepada dua: realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik, ialah filsafat yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, dikembangkan oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi Kristen, yang disebut tornisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
4 
a. Realisme klasik 
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident” di mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. “Self evident” merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran sekaligus. b. Realitas religius Relisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ada dua order yang terdiri atas “order natural “ dan “order supernatural”. Kedua order tersebut perpusat pada Tuhan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut. Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan. Tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisikdan sosial saja. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut : 
a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa. Keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya. 
b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out-line secara garis besar dari setiap mata pelajaran. 
c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
5 
d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan. 
e. Guru menyampaikan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus. 
f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai. 
g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua anak. 
2. Realisme Natural Ilmiah Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead, dan Betrand Russel. Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social dispossition) yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan dari penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (Free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat). 
Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinasikan konsep-konsep dan temuan- temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen yang menyebabkan alam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus. Pandangannya tentang
6 
teori pengetahuan (epistemologi), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia. Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural alamiah adalah teori “korenspondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau antara pikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan. Teori pengetahuan yang mereka ikuti ialah teori pengetahuan “empiris”, menurut emperisme, pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan sehingga merupakan sumber dari pengetahuan mnusia. 3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis Elain aliran-aliran teori di atas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain yang termasuk realisme. Alirn-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak- hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntutan sosial dan individual. Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera nmun pikiran atau rasio, atau pengertian. Pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan suatu interprestasi tentang benda-benda yang kit terima melalui alat indera kita. Henderson merupakan salah seorang filsof yang dapat digolongkan pada aliran ini. Ia berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki persamaan. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa: 
a) Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
7 
b) Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum. 
c) Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan. 
Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut: 
1) Tujuan pendidikan 
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. 
2) Kedudukan siswa 
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peratuaran yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memeperoleh hasil yanga baik. 
3) Peranan guru 
Menguasai pengetahuan terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa. 
4) Kurikulum 
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. 
5) Metode 
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme. C. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME 1. Latar Belakang Pemikiran Meterialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual atau supernatural. Pelopornya Demokritos (460-360 SM). 
Karakteristik umum materialisme pada abad delapan bebas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang
8 
sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang . Asumsi tersebut menunjukkan bahwa: 
1. Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika. 
2. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berfikir, memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya. 
3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dari kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, simbol subjiektif manusia untuk situasi atau hubungan fisikiyang berbeda. 
2. Pendidikan Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusunkonsep pendidikan secara eksplisit. Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukkan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (Materialisme dan Positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagi hasil belajar. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut:
9 
1. Tema Manusia yang baik dan efien dihasilakan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama. 2. Tujuan Pendidikan Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks. 3. Kurikulum Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku. 4. Metode Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisi (SR. Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi. 5. Kedudukan siswa Tidak ada kebebasan. Prilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran adalah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar. 6. Peranan guru Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. D. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME Pragmatisme (Amerika), namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme,yang yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendirinya adalah: Charles Sandre Peirce (1839-1914), Wiliam James (1842-1910), dan jhon Dewey (1859-1952). Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksunya bahwa makna segala sesuatu terbantung dari lingkungannya dengan apa yang dapat dilakukan. 1. Realitas 
Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus juga tidak terkait kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara
10 
manusia dengan dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia kan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah. Tema pokok filsafat paragmatisme adalah: 
a. Esensi realitas adalah perubahan; 
b. Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial; 
c. Relativitas nilai; 
d. Penggunaan intelegensi secara kritis. 
Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia adalah umuran segala-galanya”. 2. Pengetahuan Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan hidup. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan. Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah. 3. Nilai Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu retatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebanyakan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya.
11 
Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai tu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif. 4. Pendidikan a. Konsep pendidikan Pragmatisme telah memberikan sumbangan besar terhadap teori pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme. Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. “Unfolding theory” berpandangan bahwa anak berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, di mana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang pernah dikemukakan oleh yang lengkap dan pasti. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan- kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding). Pendidikan menurut pragnatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya. John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu: 
a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup,
12 
b. pendidikan sebagai pertumbuhan, dan 
c. pendidikan sebagai fungsi sosial. 
b. Tujuan pendidikan 
Tujuan pendidikan menurut aliran ini, tidak terlepas dari pandangannya tetang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai. Pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan. Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah: 
1. Tujuan pendidikan hendakya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan intrinsik anak didik. 
2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung. 
3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan tujuan akhir. 
Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik. 
c. Proses pendidikan 
Pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahkan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau tingkatan harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial, yang sangat fundamental dalam kehidpan masyarakat. Bahkan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendidikan, adalah bahwa bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu. Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya, maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya.
13 
Kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah di luar sekolah harus dipadukan, sehingga segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan. Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalah metode disiplin, bukan dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar, dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan baik dan benar secara objektif, dan si anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi tehadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama. Guru di sekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan pengamat tingkah laku anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Jadi, dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang harus diperhatikan, terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas, yaitu: 
1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. 
2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut. 
3. Untuk membangkitkan minat anak,hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa. 
4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula guru dengan guru.
14 
Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama- sama. Power (1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme tehadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi. 2. Kedudukan siswa Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh. 3. Kurikulum Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan. 4. Metode Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja). 5. Peran guru Mengawasi dan membingbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya. A. FILSAAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME Filasafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman- pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektif pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas. 
Menurut Parkay (1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme, yang satu bersifat theistik (bertuhan), yang lainnya atheistik. Kebanyakan dari pandangan-oandangan itu masuk ke dalam aliran pemikiran pertama dengan
15 
menyebut diri meraka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan. Eksistensialisme Atheistik memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut (theistik) merendahkan kondisi manusia. 1. Realitas Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan skeptis, filsafat menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita kenal dari realitas. Mereka menganggap bahwa konsep metafisika adalah sementara. Eksistensialisme menolak kedua pandangan filsafat di atas. Ia menolak pandangan spekulatif dengan mengemukakan pandangannya. Bahwa manusia dapat menemukan kebenaran yang fundamental berargumentasi, bahwa yang nyata adalah yang kita alami. Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada Eksistensi . Eksistensia adalah cara manusia berada di dunia. Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard (Denmark, 1813-1855). Inti masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah sekitar: Apa kehidupan manusia? Apa pemikiran pemecahan yang kongkret terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Tokoh-tokoh eksistensialisme lainnya: Martin Buber, Martin Heidegger, Jean-Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, dan lain-lainnya. Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan mereka dapat digolongkan filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut adalah:
16 
a. Motif pokok dari filsafat esistensialisme ialah apa yang disebut “eksistensi”. Yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis. 
b. Bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi dan merencanakan. 
c. Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih dalam proses menjadi. Pada hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih lagi terhadap sesama manusia. 
d. Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman kongkrit, pengalaman yang eksistesial (Harun Hadiwijono, 1980:14). 
2. Pengetahuan Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas, tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas. 3. Nilai Pemahaman Eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan- pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. 4. Pendidikan 
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualis dan pemenuhan diri secra pribadi. Setiap individu dipandang sebagai mahluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungan dengan pendidikan, SikunPribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu
17 
dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup hubungan antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah „keberadaan‟ manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. a. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu menembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan dan berlaku secara umum. b. Kurikulum Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu mendorong berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dirinya. Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. c. Proses belajar mengajar 
Menurut Kneller (1977) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakam percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainny, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan
18 
“Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawann dari dialog adalah “paksaan”, di mana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. d. Peranan guru Guru hendakny memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membingbing siswa untuk memilih alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam satu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme sebagai berikut: 1. Tujuan Pendidikan Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan. 2. Status siswa Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya. Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi. 3. Kurikulum Yang diutamakan adalah kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, di sekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik. 4. Peranan guru Melindungi dan mmemelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid. 5. Metode Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik.
19 
F. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME 1. Latar Belakang Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1018. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Prubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan. 2. Strategi Progresif Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai- nilai yang tepat dalam waktu yang dekat. Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah berfungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang pada intinya memiliki tanggung jawab untuk mempasilitasi pembelajaran siswa. 3. Pendidikan Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidkan harus terpusat pada anak (child-centered) bukunya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920- an dan 1950- an berkontribusi cukup pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini. 
a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik.
20 
b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secra menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam hubungan dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. 
c. Pembelajaran pada pokonya aktif bukannya fasif 
d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada anggota masyarakat. 
e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial. 
f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. 
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil tidaknya usaha pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekontruksi pengalaman yang berlangsungsecra terus menerus. a. Perhatian terhadap anak Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya. Pengalaman anak adalah rekontruksi yang terus menerus dari keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan menjejalkan informasi ke dalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan lingkungan di mana pendidikan berlangsung.
21 
b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk interaksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat. c. Pandangan tentang belajar Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan oleh guru ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara terus menerus, di mana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan manusia. Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif. Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum tersebut pewrlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus- menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi dari guru atau dari text book saja. d. Kurikulum dan peranan guru 
Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan
22 
interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah- masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akuarasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisepliner, kreatif, dan cerdas. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme: 
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memsuki situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan berikutnya. 
2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “Child centered”, dimana proses belajar ditentukan oleh anak. 
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi belajar harus bisa memecahkan masalah yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak. 
4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus dizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar. 
5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain.
23 
Progresivisme berpandangan bahwa kasih dan persaudaraan lebih berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. 
6. Kehidupan yang Demikratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus demokrasi. Sekolah harus meningkatkan “student government”. 
4. Kritik terhadap progresivisme Kritik yang dilontarkan kepada pandangan progresivisme, antara lain: 
1. Siswa tidak mempelajari warisan sosial. Mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik. 
2. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. 
3. mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas sendiri. 
4. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memilih self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum. 
G. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME 1. Latar Belakang Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikian progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut. 
Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perennialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang lebih teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
24 
sekarang seperti kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan. 2. Latar belakang filsafat Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti perennialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun filsafat bar, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep pendidikian perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukian antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan). 3. Pendidikan Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau prennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kurikulum menurut kaum prennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dean sains. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”, para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni san sains) yang merupakan karya terbaikdan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia. Dua pendukung filsafat perennialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap Buku Besar bersejarah (Great Boks) dan pembahasan buku-buku klasik. Kurikulum perenialis Hutchins di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan: 
a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimna pun juga, pendek kata, kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
25 
b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikian juga harus memfokuskan manusia adalah fungsi penting pendidikan. 
c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa. 
H. FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME 1. Latar Belakang Esensialisme sutu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagi suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan , School and Society. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perennialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennilalism, yang menekankan pada sejumlah kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif. Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme. Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk: 
a. penyajian kembali materi kurikulum secara tegas. 
b. Membedakan program-program di sekolah secara esensial.
26 
c. Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilngan wibawanya oleh progresivisme. 
2. Konsep Pendidikan a. Gerakan Back To Basics Sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan- keterampilan tersebut. Ali pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orng yang jahat, dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak- anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, peran guru adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka (seperti, agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai. b. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan intiyang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang. Selain merupakan earisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah “mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar wewenang sekolah. Dalam mencapai tujuan kaum Esensialis menolak rekontruksinisme (neoprogresivisme) yang berpandangan bahwa sekolah harus menjadi lembaga yang aktif untuk melakukan perubahan sosial, apalagi harus bertanggung jawab seluruh pendidikan bagi generasi muda. c. Kurikulum
27 
Kurikulum Esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif yang diangkat oleh kaum progresivisme. Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa, dan sastra. d. Peranan sekolah dan guru Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin teradisional. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat. Peranan guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip penddidikan esensial 
1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dari dalam diri siswa. 
2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secra khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa- siswanya. 
3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan
28 
bagaimana seharusnya ia hidup. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. 
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan masalah (problem solving) ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur untuk dilaksanakan bagi seluruh proses belajar. 
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata. 
I. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTUKSIONISME 1. Rekontruksi Sosial Dan Progresivisme Rekontruksionisme sosial memiliki ikatan-ikatan yang jelas pada filsafat pendidikan progresif. Keduanya melekatkan kepentingan pokoknya pada pengalaman yang dimiliki para siswa. Misalnya, karya Pratt (1948) mengilustrasikan kesatuan rekontrusi sosial dan progresivisme. 2. Latar Belakang Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dan gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh kilpatrikck dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun, mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg, bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikian. 3. Sekolah sebagai Agen Perubahan Sosial 
George S. Counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya “Dare the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah
29 
akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangtan, dan kesukuan (rasialisme). Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantantgan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekontruksi sosial, daripada pendidikan hanya mempertahankan status quo. 4. Teori Pendidikan Teori pendidikan rekontruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld (Kneller, 1971) terdiri atas 5 tesis, yaitu: 
a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat morern. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. 
b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, di mana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. 
c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat meneknkan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat di mana masyarakat telah menjadikan dirinya. Menurut rekontruksionisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah. 
d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta, walupun bertentangan dengan-pandangan-pandangannya. Guru
30 
menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan- pandangan mereka sendiri. 
e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan dsains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai itu bersifat universal. 
f. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih. Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum di mana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
31 
Daftar Pustaka: 
1. Pengantar Filsafat Pendidikan, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd. 
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN TEMA: MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN DISUSUN OLEH:
32 
1. Amin Bunyamin 
2. Ela Rahmah Laelasari

More Related Content

What's hot

Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
ryanz ozuro
 
Ppt. pendidikan karakter
Ppt. pendidikan karakterPpt. pendidikan karakter
Ppt. pendidikan karakter
Reni H_dika BK
 
Prinsip perkembangan menurut hurlock
Prinsip perkembangan menurut hurlockPrinsip perkembangan menurut hurlock
Prinsip perkembangan menurut hurlock
KaRen GiNting
 
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPTPengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Andhika Pratama
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
Edwarn Abazel
 

What's hot (20)

Perkembangan emosi remaja
Perkembangan emosi remajaPerkembangan emosi remaja
Perkembangan emosi remaja
 
148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme148147943 makalah-naturalisme
148147943 makalah-naturalisme
 
Mazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikanMazhab filsafat pendidikan
Mazhab filsafat pendidikan
 
Kode etik guru
Kode etik guruKode etik guru
Kode etik guru
 
Kewibawaan dalam Pendidikan
Kewibawaan dalam PendidikanKewibawaan dalam Pendidikan
Kewibawaan dalam Pendidikan
 
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalahPendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
Pendidikan dalam-perspektif-filosofis-makalah
 
Etika Profesi_9 sertifikasi guru
Etika Profesi_9 sertifikasi guruEtika Profesi_9 sertifikasi guru
Etika Profesi_9 sertifikasi guru
 
4. teori-belajar
4. teori-belajar4. teori-belajar
4. teori-belajar
 
Konsep pendidikan nilai
Konsep pendidikan nilaiKonsep pendidikan nilai
Konsep pendidikan nilai
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakter
 
Ppt. pendidikan karakter
Ppt. pendidikan karakterPpt. pendidikan karakter
Ppt. pendidikan karakter
 
Prinsip perkembangan menurut hurlock
Prinsip perkembangan menurut hurlockPrinsip perkembangan menurut hurlock
Prinsip perkembangan menurut hurlock
 
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPTPengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
 
Teori belajar humanisme
Teori belajar humanismeTeori belajar humanisme
Teori belajar humanisme
 
Teori Belajar Sibernetik
Teori Belajar Sibernetik Teori Belajar Sibernetik
Teori Belajar Sibernetik
 
Makalah Model Keperibadian Sehat
Makalah Model Keperibadian SehatMakalah Model Keperibadian Sehat
Makalah Model Keperibadian Sehat
 
Pengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islamPengertian metodologi studi islam
Pengertian metodologi studi islam
 
Dimensi dan struktur pendidikan ips
Dimensi dan struktur pendidikan ipsDimensi dan struktur pendidikan ips
Dimensi dan struktur pendidikan ips
 
Makalah teori humanistik
Makalah teori humanistikMakalah teori humanistik
Makalah teori humanistik
 
Permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannya
Permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannyaPermasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannya
Permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannya
 

Viewers also liked (11)

Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikan
 
Makalah filsafat pendidikan (2)
Makalah filsafat pendidikan (2)Makalah filsafat pendidikan (2)
Makalah filsafat pendidikan (2)
 
Arah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islamArah baru metode pemikiran hukum islam
Arah baru metode pemikiran hukum islam
 
Dasar pendidikan iv
Dasar pendidikan ivDasar pendidikan iv
Dasar pendidikan iv
 
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesiapower point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
power point aliran progresivisme dalam pengembangan pendidikan di Indonesia
 
POWERPOINT ALIRAN FILSAFAT IDEALISME “Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas”
POWERPOINT ALIRAN FILSAFAT IDEALISME “Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas”POWERPOINT ALIRAN FILSAFAT IDEALISME “Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas”
POWERPOINT ALIRAN FILSAFAT IDEALISME “Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas”
 
Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikan
 
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
Aliran-aliran Dalam Filsafat Pendidikan #1
 
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina AmrilMakalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
Makalah filsafat pendidikan a/n Fitri Ramadhani & Gina Amril
 
Materi sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdfMateri sumber-hukum-islam pdf
Materi sumber-hukum-islam pdf
 
Ppt filsafat pendidikan
Ppt filsafat pendidikanPpt filsafat pendidikan
Ppt filsafat pendidikan
 

Similar to Mazhab filsafat pendidikan

Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugasMakalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
arifrahman87863
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
Pahlepy2013
 

Similar to Mazhab filsafat pendidikan (20)

Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)Makalah filsafat 4 (2)
Makalah filsafat 4 (2)
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4Makalah filsafat 4
Makalah filsafat 4
 
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugasMakalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
Makalah Filsafat Ust. Nely Ilmi Q.docx tugas
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Aliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme reviAliran rasionalisme revi
Aliran rasionalisme revi
 
Cici
CiciCici
Cici
 
PPT RASIONALITAS ILMU FILSAFAT.pptx
PPT RASIONALITAS ILMU FILSAFAT.pptxPPT RASIONALITAS ILMU FILSAFAT.pptx
PPT RASIONALITAS ILMU FILSAFAT.pptx
 
Kuliah 2
Kuliah 2Kuliah 2
Kuliah 2
 
Filsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliahFilsafat materialisme untuk materi kuliah
Filsafat materialisme untuk materi kuliah
 
Aliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikanAliran filsafat pendidikan
Aliran filsafat pendidikan
 
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptxM. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
M. Abu Siri, Dr. Mohammad Hori, M.Ag FILSAFAT KURIKULUM.pptx
 
Bab iii pembahasan
Bab iii pembahasanBab iii pembahasan
Bab iii pembahasan
 

Mazhab filsafat pendidikan

  • 1. 1 MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Mazhab filsafat pendidikan, yaitu: A. Filsafat Pendidikan Idealisme B. Filsafat Pendidikan Iealisme C. Filsafat Pendidikan Materialisme D. Filsafat Pendidikan Pragmatisme E. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme F. Filsafat Pendidikan Progresivisme. G. Filsafat Pendidikan Esensialisme. H. Filsafat Pendidikan Parenialisme. I. Filsafat Pendidikan Rektruksionisme. A. FILSAFAT PENDIDIKAN IDEALISME 1. Realitas Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohnya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak semua tingkah laku manusia. Idealisme tidak menolak eksistensidunia fisik di sekeliling kita, seperti rumah, pepohonan, binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada malam hari. Relitas mungkin bersifat personal, dan mungkin juga bersifat impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia sebagai “roh” yang berasal dari “ide” eksternal dan sempurna. 2. Pengetahuan Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan balaka, sifatnya maya (bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya, pengetahuan yang benar hanya
  • 2. 2 merupakan hasil akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari benda-benda di luar penjelmaan material. Demikian menurut Plato. Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid, sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia tetang realitas adalah benar dalam arti sistematis. 3. Nilai Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta. 4. Pendidikan Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang besar terhadap perkembangtan teori pendidikan, khususnya filsafat pendidikan. Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik, yang menekannkan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual . Pendidikan harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta. Seorang guru yang menganut paham idealisme harus membimbing atau didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada siswa, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu dikembangkan. Guru idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Socrates, Plato dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau dijejalkan ke dalam diri siswa. Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikanidealisme sebagi berikut: 1. Tujuan Pendidikan
  • 3. 3 Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. 2. Kedudukan siswa Bebas untuk menembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya. 3. Peranan Guru Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dal menciptakan lingkungan pendidikan siswa. 4. Kurikulum Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan. 5. Metode Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan. B. FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialisme dan idealisme yang bersufat monistis. Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialaha terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1. Realisme rasional, 2. Realisme 1. Realisme Rasional Realisme rasional didefinisikan kepada dua: realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik, ialah filsafat yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius, dikembangkan oleh Thomas Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi Kristen, yang disebut tornisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
  • 4. 4 a. Realisme klasik Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident” di mana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. “Self evident” merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran sekaligus. b. Realitas religius Relisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ada dua order yang terdiri atas “order natural “ dan “order supernatural”. Kedua order tersebut perpusat pada Tuhan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut. Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan. Tujuan pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisikdan sosial saja. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut : a. Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa. Keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan dari dalam pribadinya. b. Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out-line secara garis besar dari setiap mata pelajaran. c. Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
  • 5. 5 d. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan. e. Guru menyampaikan pelajaran sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan pengetahuan secara terus-menerus. f. Apapun yang dilakukan guru, hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai. g. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua anak. 2. Realisme Natural Ilmiah Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad kelima belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt Whitehead, dan Betrand Russel. Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan sosial (social dispossition) yang dinamakan berpikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan dari penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (Free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat). Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas sains. Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti sifat-sifatnya. Tugas filsafat mengkoordinasikan konsep-konsep dan temuan- temuan sains yang berlainan dan berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang permanen yang menyebabkan alam semesta sebagai suatu struktur yang berlangsung terus. Pandangannya tentang
  • 6. 6 teori pengetahuan (epistemologi), realisme natural ilmiah mengatakan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa (mind) manusia. Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realisme natural alamiah adalah teori “korenspondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri, atau antara pikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Pengetahuan yang sahih adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi atau penginderaan. Teori pengetahuan yang mereka ikuti ialah teori pengetahuan “empiris”, menurut emperisme, pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan sehingga merupakan sumber dari pengetahuan mnusia. 3. Neo-Realisme dan Realisme Kritis Elain aliran-aliran teori di atas, masih ada lagi pandangan-pandangan lain yang termasuk realisme. Alirn-aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak- hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntutan sosial dan individual. Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera nmun pikiran atau rasio, atau pengertian. Pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau yang diterima alat indera melainkan hal-hal tersebut diatur dan disusun menjadi suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita. Pengalaman merupakan suatu interprestasi tentang benda-benda yang kit terima melalui alat indera kita. Henderson merupakan salah seorang filsof yang dapat digolongkan pada aliran ini. Ia berpendapat bahwa semua aliran filsafat pendidikan memiliki persamaan. Semua aliran filsafat pendidikan menyetujui bahwa: a) Proses pendidikan berpusat pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
  • 7. 7 b) Tugas manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraan umum. c) Kita seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah pendidikan. Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut: 1) Tujuan pendidikan Penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial. 2) Kedudukan siswa Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang handal, dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peratuaran yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memeperoleh hasil yanga baik. 3) Peranan guru Menguasai pengetahuan terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi dari siswa. 4) Kurikulum Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna. 5) Metode Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode Conditioning (SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme. C. FILSAFAT PENDIDIKAN MATERIALISME 1. Latar Belakang Pemikiran Meterialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual atau supernatural. Pelopornya Demokritos (460-360 SM). Karakteristik umum materialisme pada abad delapan bebas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang
  • 8. 8 sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang . Asumsi tersebut menunjukkan bahwa: 1. Semua sains seperti biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal (sebab akibat). Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika. 2. Apa yang dikatakan “jiwa” (mind) dan segala kegiatannya (berfikir, memahami) adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya. 3. Apa yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dari kesenangan, serta kebebasan, hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan, simbol subjiektif manusia untuk situasi atau hubungan fisikiyang berbeda. 2. Pendidikan Materialisme maupun positivisme, pada dasarnya tidak menyusunkonsep pendidikan secara eksplisit. Menurut behaviorisme, apa yang disebut dengan kegiatan mental kenyataannya tergantung pada kegiatan fisik, yang merupakan berbagai kombinasi dan materi dalam gerak. Pendidikan, dalam hal ini proses belajar, merupakan proses kondisionisasi lingkungan, misalnya dengan mengadakan percobaan terhadap anak yang tidak pernah takut pada kucing, akhirnya ia menjadi takut kepada kucing. Menurut behaviorisme, perilaku manusia adalah hasil pembentukkan melalui kondisi lingkungan (seperti contoh anak dan kucing di atas). Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati, dan dapat diukur (Materialisme dan Positivisme). Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan (proses belajar) menekankan pentingnya keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains, serta perilaku sosial sebagi hasil belajar. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi pendidikan positivisme behaviorisme yang bersumber pada filsafat materialisme, sebagai berikut:
  • 9. 9 1. Tema Manusia yang baik dan efien dihasilakan dengan proses pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama. 2. Tujuan Pendidikan Perubahan perilaku, mempersiapkan manusia sesuai dengan kapasitasnya, untuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang kompleks. 3. Kurikulum Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku. 4. Metode Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisi (SR. Conditioning), operant conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan kompetensi. 5. Kedudukan siswa Tidak ada kebebasan. Prilaku ditentukan oleh kekuatan dari luar. Pelajaran adalah dirancang. Siswa dipersiapkan untuk hidup. Mereka dituntut untuk belajar. 6. Peranan guru Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses pendidikan. Guru dapat mengukur kualitas dan karakter hasil belajar siswa. D. FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME Pragmatisme (Amerika), namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme,yang yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendirinya adalah: Charles Sandre Peirce (1839-1914), Wiliam James (1842-1910), dan jhon Dewey (1859-1952). Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “pragma” artinya praktik atau aku berbuat. Maksunya bahwa makna segala sesuatu terbantung dari lingkungannya dengan apa yang dapat dilakukan. 1. Realitas Realitas dan dunia yang kita amati, tidak bebas dari ide manusia dan sekaligus juga tidak terkait kepadanya. Realitas merupakan interaksi antara
  • 10. 10 manusia dengan dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia kan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Perubahan merupakan esensi realitas, dan manusia harus siap mengubah cara-cara yang akan dikerjakannya. Manusia pada hakikatnya plastis dan dapat berubah. Tema pokok filsafat paragmatisme adalah: a. Esensi realitas adalah perubahan; b. Hakikat sosial dan biologis manusia yang esensial; c. Relativitas nilai; d. Penggunaan intelegensi secara kritis. Watak pragmatisme adalah humanistis dan menyetujui suatu dalil “ manusia adalah umuran segala-galanya”. 2. Pengetahuan Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikiran (rasio) tidak bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan semua berfikir adalah kemajuan hidup. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berguna. Menurut James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekuensi yang menyenangkan. Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah. 3. Nilai Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa nilai itu retatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebanyakan, masyarakat, dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti menguji kebenaran pengetahuan dengan metode empiris. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari perbuatannya, bukan dari segi teorinya.
  • 11. 11 Menurut pragmatisme, kita harus mempertimbangkan perbuatan manusia dengan tidak memihak, dan secara ilmiah memiliki nilai-nilai yang tampaknya memungkinkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Nilai-nilai tu tidak akan dipaksakan dengan kekuatan apapun kepada kita untuk diterimanya. Nilai-nilai itu akan disetujui setelah diadakan diskusi secara terbuka yang didasarkan atas bukti-bukti empiris dan objektif. 4. Pendidikan a. Konsep pendidikan Pragmatisme telah memberikan sumbangan besar terhadap teori pendidikan. John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme. Menurut Dewey, terdapat dua teori pendidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Kedua teori pendidikan tersebut adalah paham konservatif dan “unfolding theory” (teori pemerkahan). Teori konservatif mengemukakan, bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. “Unfolding theory” berpandangan bahwa anak berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten, di mana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti. Hal ini seperti yang pernah dikemukakan oleh yang lengkap dan pasti. Menurut pragmatisme, pendidikan bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan- kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding). Pendidikan menurut pragnatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya. John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena berdasarkan atas tiga pokok pemikiran, yaitu: a. pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup,
  • 12. 12 b. pendidikan sebagai pertumbuhan, dan c. pendidikan sebagai fungsi sosial. b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan menurut aliran ini, tidak terlepas dari pandangannya tetang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai. Pragmatisme tidak mengenal tujuan akhir pendidikan. Beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang harus diperhatikan adalah: 1. Tujuan pendidikan hendakya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan intrinsik anak didik. 2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung. 3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung. Pendidikan harus tetap menjaga untuk tidak mengatakan yang berkaitan dengan tujuan umum dan tujuan akhir. Tujuan pendidikan adalah suatu kehidupan yang baik. c. Proses pendidikan Pelajaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya. Bahkan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau tingkatan harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial, yang sangat fundamental dalam kehidpan masyarakat. Bahkan pelajaran apabila dikaitkan dengan demokrasi dalam pendidikan, adalah bahwa bahan pelajaran terdiri atas seperangkat tindakan untuk memberi isi kepada kehidupan sosial yang ada pada waktu itu. Karena realitas dihasilkan dari interaksi manusia dengan lingkungannya, maka anak harus mempelajari dunia seperti dunia mempengaruhinya, di mana ia hidup. Sekolah tidak dipisahkan dari kehidupan. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya.
  • 13. 13 Kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah di luar sekolah harus dipadukan, sehingga segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan. Metode yang sebaiknya digunakan dalam pendidikan adalah metode disiplin, bukan dengan kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar, dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan baik dan benar secara objektif, dan si anak dipaksa untuk mencapai tujuan tersebut. Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi tehadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan memiliki dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah di mana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lainnya, dalam usaha mencapai tujuan bersama. Guru di sekolah harus merupakan suatu petunjuk jalan pengamat tingkah laku anak. Dengan mengamati perilaku anak tersebut, guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian anak. Jadi, dalam proses belajar mengajar, ada beberapa saran bagi guru yang harus diperhatikan, terutama dalam menghadapi siswa dalam kelas, yaitu: 1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. 2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut. 3. Untuk membangkitkan minat anak,hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa. 4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula guru dengan guru.
  • 14. 14 Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama- sama. Power (1982) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan pragmatisme tehadap pelaksanaan pendidikan sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Memberi pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi. 2. Kedudukan siswa Suatu organisme yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh. 3. Kurikulum Berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Menghilangkan perbedaan antara pendidikan liberal dengan pendidikan praktis atau pendidikan jabatan. 4. Metode Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja). 5. Peran guru Mengawasi dan membingbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya. A. FILSAAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME Filasafat eksistensialisme itu unik yakni memfokuskan pada pengalaman- pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektif pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas. Menurut Parkay (1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme, yang satu bersifat theistik (bertuhan), yang lainnya atheistik. Kebanyakan dari pandangan-oandangan itu masuk ke dalam aliran pemikiran pertama dengan
  • 15. 15 menyebut diri meraka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan. Eksistensialisme Atheistik memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut (theistik) merendahkan kondisi manusia. 1. Realitas Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan skeptis, filsafat menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatu pun yang dapat kita kenal dari realitas. Mereka menganggap bahwa konsep metafisika adalah sementara. Eksistensialisme menolak kedua pandangan filsafat di atas. Ia menolak pandangan spekulatif dengan mengemukakan pandangannya. Bahwa manusia dapat menemukan kebenaran yang fundamental berargumentasi, bahwa yang nyata adalah yang kita alami. Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada Eksistensi . Eksistensia adalah cara manusia berada di dunia. Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kierkegaard (Denmark, 1813-1855). Inti masalah yang menjadi pemikiran eksistensialisme adalah sekitar: Apa kehidupan manusia? Apa pemikiran pemecahan yang kongkret terhadap persoalan makna “eksis” (berada) dari manusia. Tokoh-tokoh eksistensialisme lainnya: Martin Buber, Martin Heidegger, Jean-Paul Satre, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich, dan lain-lainnya. Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan yang berbeda-beda. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan mereka dapat digolongkan filsafat eksistensialisme. Persamaan-persamaan tersebut adalah:
  • 16. 16 a. Motif pokok dari filsafat esistensialisme ialah apa yang disebut “eksistensi”. Yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis. b. Bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi dan merencanakan. c. Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai, yang masih dalam proses menjadi. Pada hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih lagi terhadap sesama manusia. d. Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman kongkrit, pengalaman yang eksistesial (Harun Hadiwijono, 1980:14). 2. Pengetahuan Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas, tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas. 3. Nilai Pemahaman Eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan- pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. 4. Pendidikan Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualis dan pemenuhan diri secra pribadi. Setiap individu dipandang sebagai mahluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungan dengan pendidikan, SikunPribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu
  • 17. 17 dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup hubungan antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan eksistensialisme adalah „keberadaan‟ manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia. a. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu menembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan dan berlaku secara umum. b. Kurikulum Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu mendorong berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”. Kurikulum yang memberi para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dirinya. Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan introspeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. c. Proses belajar mengajar Menurut Kneller (1977) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakam percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainny, dan merupakan suatu percakapan antara “aku” dan
  • 18. 18 “Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawann dari dialog adalah “paksaan”, di mana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. d. Peranan guru Guru hendakny memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membingbing siswa untuk memilih alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam satu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya. Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme sebagai berikut: 1. Tujuan Pendidikan Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan. 2. Status siswa Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya. Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi. 3. Kurikulum Yang diutamakan adalah kurikulum liberal merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh karena itu, di sekolah diajarkan pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua. Respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial. Kebebasan dapat menimbulkan konflik. 4. Peranan guru Melindungi dan mmemelihara kebebasan akademik, di mana mungkin guru pada hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid. 5. Metode Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik.
  • 19. 19 F. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME 1. Latar Belakang Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1018. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini karena guru telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Prubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan. 2. Strategi Progresif Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, individu dapat mengidentifikasi nilai- nilai yang tepat dalam waktu yang dekat. Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah berfungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang pada intinya memiliki tanggung jawab untuk mempasilitasi pembelajaran siswa. 3. Pendidikan Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidkan harus terpusat pada anak (child-centered) bukunya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920- an dan 1950- an berkontribusi cukup pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini. a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik.
  • 20. 20 b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secra menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam hubungan dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. c. Pembelajaran pada pokonya aktif bukannya fasif d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional sehingga mereka menjadi cerdas, yang memberi kontribusi pada anggota masyarakat. e. Di sekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial. f. Umat manusia ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil tidaknya usaha pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekontruksi pengalaman yang berlangsungsecra terus menerus. a. Perhatian terhadap anak Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya. Pengalaman anak adalah rekontruksi yang terus menerus dari keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan menjejalkan informasi ke dalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan lingkungan di mana pendidikan berlangsung.
  • 21. 21 b. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk interaksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Di mana kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat. c. Pandangan tentang belajar Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan oleh guru ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara terus menerus, di mana perubahan hidup merupakan tantangan di hadapan manusia. Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif. Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum tersebut pewrlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus- menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya. Oleh karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi dari guru atau dari text book saja. d. Kurikulum dan peranan guru Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan
  • 22. 22 interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Peranan guru adalah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek. Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah- masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akuarasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisepliner, kreatif, dan cerdas. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme: 1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekontruksi pengalaman. Anak akan memsuki situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan adalah pertumbuhan berikutnya. 2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “Child centered”, dimana proses belajar ditentukan oleh anak. 3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi preseden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi belajar harus bisa memecahkan masalah yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak. 4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus dizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar. 5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manusia pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain.
  • 23. 23 Progresivisme berpandangan bahwa kasih dan persaudaraan lebih berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. 6. Kehidupan yang Demikratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus demokrasi. Sekolah harus meningkatkan “student government”. 4. Kritik terhadap progresivisme Kritik yang dilontarkan kepada pandangan progresivisme, antara lain: 1. Siswa tidak mempelajari warisan sosial. Mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik. 2. Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. 3. mengurangi bimbingan dan pengaruh guru. Siswa memilih aktivitas sendiri. 4. Siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memilih self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum. G. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME 1. Latar Belakang Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikian progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio kultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perennialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang lebih teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
  • 24. 24 sekarang seperti kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan, selain kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno) dan kebudayaan abad pertengahan. 2. Latar belakang filsafat Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat, dalam arti perennialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang menyusun filsafat bar, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Teori atau konsep pendidikian perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukian antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan). 3. Pendidikan Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi, atau prennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak berubah. Kurikulum menurut kaum prennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada seni dean sains. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”, para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni san sains) yang merupakan karya terbaikdan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia. Dua pendukung filsafat perennialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitian terhadap Buku Besar bersejarah (Great Boks) dan pembahasan buku-buku klasik. Kurikulum perenialis Hutchins di dasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan: a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimna pun juga, pendek kata, kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
  • 25. 25 b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikian juga harus memfokuskan manusia adalah fungsi penting pendidikan. c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa. H. FILSAFAT PENDIDIKAN ESENSIALISME 1. Latar Belakang Esensialisme sutu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagi suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk mengangkat filsafat esensialis, Bagley dan rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan , School and Society. Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perennialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Tidak seperti perennilalism, yang menekankan pada sejumlah kebenaran-kebenaran eksternal, esensialisme menekankan pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif. Esensialisme, seperti halnya perenialisme dan progresivisme, bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme seperti halnya yang dilakukan oleh perenialisme. Esensialisme menyajikan hasil karya mereka untuk: a. penyajian kembali materi kurikulum secara tegas. b. Membedakan program-program di sekolah secara esensial.
  • 26. 26 c. Mengangkat kembali wibawa guru dalam kelas, yang telah kehilngan wibawanya oleh progresivisme. 2. Konsep Pendidikan a. Gerakan Back To Basics Sekolah-sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan- keterampilan tersebut. Ali pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orng yang jahat, dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik. Anak- anak tersebut tidak akan menjadi anggota masyarakat yang berguna, kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan nilai disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas. Kemudian, peran guru adalah membentuk para siswa, menangani insting-insting alamiah dan nonproduktif mereka (seperti, agresi, kepuasan indera tanpa nalar, dll) di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai. b. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan intiyang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang. Selain merupakan earisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme adalah “mempersiapkan manusia untuk hidup”. Namun, hidup tersebut sangat kompleks dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada di luar wewenang sekolah. Dalam mencapai tujuan kaum Esensialis menolak rekontruksinisme (neoprogresivisme) yang berpandangan bahwa sekolah harus menjadi lembaga yang aktif untuk melakukan perubahan sosial, apalagi harus bertanggung jawab seluruh pendidikan bagi generasi muda. c. Kurikulum
  • 27. 27 Kurikulum Esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta: kurikulum itu kurang memiliki kesabaran dengan pendekatan tidak langsung dan introspektif yang diangkat oleh kaum progresivisme. Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa, dan sastra. d. Peranan sekolah dan guru Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin teradisional. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dan sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat. Peranan guru banyak persamaannya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu. e. Prinsip-prinsip pendidikan Prinsip-prinsip penddidikan esensial 1. Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dari dalam diri siswa. 2. Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peranan guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secra khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa- siswanya. 3. Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa. Pandangan ini sesuai dengan filsafat realisme bahwa secara luas lingkungan material dan sosial, adalah manusia yang menentukan
  • 28. 28 bagaimana seharusnya ia hidup. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. 4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan masalah (problem solving) ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur untuk dilaksanakan bagi seluruh proses belajar. 5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata. I. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTUKSIONISME 1. Rekontruksi Sosial Dan Progresivisme Rekontruksionisme sosial memiliki ikatan-ikatan yang jelas pada filsafat pendidikan progresif. Keduanya melekatkan kepentingan pokoknya pada pengalaman yang dimiliki para siswa. Misalnya, karya Pratt (1948) mengilustrasikan kesatuan rekontrusi sosial dan progresivisme. 2. Latar Belakang Rekontruksionisme merupakan kelanjutan dan gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini. Rekontruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Progresivisme yang dilandasi pemikiran Dewey, dikembangkan oleh kilpatrikck dan Jhon Child, juga mendorong pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun, mereka tidak sepakat dengan Count dan Rugg, bahwa sekolah harus melakukan perbaikan masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum pertumbuhan masyarakat melalui pendidikian. 3. Sekolah sebagai Agen Perubahan Sosial George S. Counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya “Dare the School Build a New Social Order”, mengemukakan bahwa sekolah
  • 29. 29 akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan, peperangtan, dan kesukuan (rasialisme). Masyarakat yang menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantantgan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekontruksi sosial, daripada pendidikan hanya mempertahankan status quo. 4. Teori Pendidikan Teori pendidikan rekontruksionisme yang dikemukakan oleh Brameld (Kneller, 1971) terdiri atas 5 tesis, yaitu: a. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat morern. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. b. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, di mana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, industri, dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. c. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat meneknkan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian kaum progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat merealisasikan dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat di mana masyarakat telah menjadikan dirinya. Menurut rekontruksionisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah. d. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis. Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-fakta, walupun bertentangan dengan-pandangan-pandangannya. Guru
  • 30. 30 menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan- pandangan mereka sendiri. e. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan dsains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai-nilai itu bersifat universal. f. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih. Semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum di mana pokok-pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
  • 31. 31 Daftar Pustaka: 1. Pengantar Filsafat Pendidikan, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd. MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN TEMA: MAZHAB-MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN DISUSUN OLEH:
  • 32. 32 1. Amin Bunyamin 2. Ela Rahmah Laelasari