Dokumen tersebut membahas reforma agraria di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa reforma agraria bertujuan untuk menata ulang struktur penguasaan tanah yang tidak merata dengan memberikan tanah kepada petani tanpa tanah dan meningkatkan produktivitas pertanian. Dokumen ini juga menganalisis masalah ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia yang semakin parah.
2. Gerakan Sosial Transformatif
• Transformasi Sosial (TS): Perubahan-perubahan dalam relasi-relasi sosial yang secara simultan
menyebabkan perubahan dalam struktur sosial secara keseluruhan, akibat berbagai macam faktor
seperti perubahan demografi, perkembangan teknologi, perubahan ekonomi, dan perubahan politik
termasuk yang didorong oleh gerakan sosial atau revolusi (cf. Sewel Jr., 2005; Rabie, 2013)
• Gerakan Sosial (GS): Serangkaian tindakan dan proses sosial-politik – berdasarkan pada nilai-nilai
keadilan yang subyektif dan atau tujuan-tujuan tertentu – untuk terus-menerus menantang
pemegang kuasa, pemegang otoritas publik maupun pihak-pihak yang berlawanan yang disokong atau
memanfaatkan kekuasaan pemegang otoritas publik (cf. Tarrow, 2011; Tilly & Tarrow, 2015)
• Gerakan sosial adalah/sebagai “politik” (bermakna politis), meskipun tidak berarti sama dengan atau
jatuh menjadi gerakan politik semata – apalagi gerakan politik untuk kekuasaan (cf. Gamson 1990)
• GS untuk TS: “tantang terus-menerus pada pemegang kuasa, pemegang otoritas, maupun pihak-pihak
yang berlawanan yang disokong atau memanfaatkan kekuasaan pemegang otoritas publik dalam
rangka mendorong perubahan dalam struktur sosial demi terciptanya keadilan sosial”
The global hegemony of neoliberal ideology has unquestionably had a serious impact on the range of possibilities
that appear plausible to struggling peasant farmers – Bachriadi, Lucas, Warren 2013: 346
2
3. Kerangka Umum Memahami Dinamika Gerakan Sosial
sebagai Politik
Agrarian/
social
problems
Scholar-activists / radical
organic intellectuals:
Analysis & Framing
Spontaneous
actions
Organizing;
education
Movement
‘Participants’
Organizers
exchange of interests
(: class consciousness matters)
political
opportunity
structure
framing
resource mobilization
decline
authorities
Repression, Coercion, Cooptation
social
“END”
goal
displacement
3
Repression
4. Tipologi Aksi-aksi Klaim atas Tanah
• Aksi-aksi untuk menuntut pengakuan kembali hak atas tanah (land reclaiming actions) vs aksi-aksi
pendudukan tanah (land occupation actions)
Kelompok Aksi
Modus Aksi
(Tilly, 1978)
Orientasi Aksi
(Aditjondro, 2002)
Target/Tujuan Aksi
(Bachriadi, 2010)
Kelompok korban
penggusuran
Reaktif Restoratif Pengakuan (Rekognisi)
Kelompok bukan
korban penggusuran
Proaktif Transformatif Distribusi/Redistribusi
4
“Gerakan untuk Reforma Agraria”
5. Reforma Agraria: Beberapa Penjelasan Teoritik
! Perubahan yang dilakukan dengan cepat (&radikal) untuk mengubah strukturpenguasaan tanah yang timpang,
dengan cara menata ulang penguasaan tanah à mengurangikonsentrasi, memberikan tanah kepada tenaga kerja
yang secara potensial produktif tetapi tidak memiliki (atau kekurangan) alat produksi (tanah) [: tuna kisma] à
transformasi strukturpenguasaan tanah à Keadilan sosial
! Pemberian tanah kepada tuna kisma dan/atau petani gurem bertujuan meningkatkan produktivitas sektor pertanian
dalam rangka mengubah/transformasi strukturekonomi yang berbasis pada pertanian subsisten ke ekonomi
industri à transformasi tenaga kerja à transformasi strukturekonomi à Pembangunan ekonomi
! Penataan ulang penguasaan tanah &peningkatan produktivitas pertanian rakyat dalam rangka mengatasi akar
masalah kemiskinan baik di pedesaan maupun di perkotaan à Hak-hak ekonomi, kesejahteraan dan keadilan
sosial
! Menyelesaikan konflik-konflik agraria/pertanahan (: dua sisi dari mata koin masalah agraria adalah “ketimpangan
strukturpenguasaan tanah” dan “konflik agraria”) à Keadilan sosial
! Prasyarat-prasyarat penting untuk pelaksanaan RA: komitmen/kehendak politik yang kuat (berkaitan
dengan komitmen terhadap keadilan, tanpa pelibatan korporasi/bisnis skala besar swasta, dukungan militeruntuk
menghadang gerakan-gerakan penolakan), data tentang penguasaan tanah yang adekuat, instrumen hukum dan
administrasi yang mencukupi, keterlibatan penuh dari organisasi-organisasi tani 5
6. Reforma Agraria & Perkembangan Ekonomi
Pertanian pra-RA
surplus
Bangsawan,
tuan tanah
Tuan tanah kapitalis,
korporasi, pedagang
Unit-unit Produksi Pertanian berbasis RTP
Tidak tejadi
akumulasi surplus
yang cukup dari
pertanian untuk
mempercepat
industrialisasi
Feodalisme Kapitalisme
Membutuhkan
surplus yang cukup
untuk
mengembangkan
industri
(industrialisasi)
Ketimpangan distribusi
surplus (:ketidakadilan)
Ketimpangan distribusi
surplus (:ketidakadilan)
RA/LR
Surplus mencukupi
untuk industrialisasi
Industri kecil
di pedesan
Industri
menengah
Industri
besar
Industri berbasis
teknologi tinggi
Transformasi struktur ekonomi
dari perekonomian berbasis
pertanian rakyat ke
perekonomian industri
Industrialiasi ‘dari bawah’
Pertanian pasca-RA
surplus
surplus
surplus
surplus
Bagaimana RA/LR Sosialis
mengubah pertanian pasca-RA?
Pengembangan
Industri
Nasional yang
kuat &
mengakar
Modernisasi pertanian
6
7. Esensi Reforma Agraria
• “Agraria” sebagai benda-benda abiotik dan biotik bukan manusia [aspek “kebendaan”
bukan manusia dari berbagai unsur di bumi], sebagaimana disebutkan dalam UUPA 1960
• “Agraria” sebagai relasi [relasi sosial] à (a) Relasi sosial antara orang-orang (atau entitas
[subyek hukum] tertentu) dengan lingkungan abiotik dan biotik bukan manusia dari bumi,
dan (b) relasi sosial antar orang-orang (entitas tertentu) atau sekumpulan orang-orang
(sekumpulan entitas tertentu) dengan orang-orang (entitas tertentu) atau sekumpulan
orang-orang (sekumpulan entitas tertentu) lainnya yang berkaitan dengan relasi (a) di
dalam suatu lingkungan/wilayah tertentu
“ketimpangan agraria”
Reforma Agraria = esensinya bukan pemberian
suatu obyek ‘agraria’ tertentu, dalam hal ini
tanah… tetapi = penataan ulang relasi-relasi
agraria, sehingga membentuk struktur agraria baru
?
“adanya konsentrasi penguasaan tanah, baik
akibat struktur sosial-politik masyarakat maupun
akibat politik/kebijakan pengadaan tanah”
8. Reforma Agraria: Praktek & Tujuan
• Perombakanstrukturagraria(:stukturpenguasaantanah)khususnyayangberada
dalamkondisitimpang(:inequalityoflanddistribution)
⇲ Membatasi penguasaan tanah berlebihan (konsentrasi penguasaan tanah)
⇲ Memberikan tanah-tanah kepada rumah tangga tani yang memerlukan tanah untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya
• Tujuan:(1)agaradapemerataankesempatanberproduksi,(2)mengurangikonsentrasi
penguasaantanahàkonsentrasipenguasaantanahmembuatproduktivitaspertanian
tidakoptimal,&ketidakmerataantingkatpendapatandipedesaanàjikaproduktivitas
pertaniandioptimalkanmelaluiperombakanpenguasaantanah,sektorpertanian
selainmendorongpemerataandanpeningkatanpendapatandikalanganpetani,juga
akanberkontribusipadapengembanganekonomidaerah&secaraagregatpada
perekonomiannasional 8
9. Reforma Agraria:
Langkah-langkah Pokok
• Pengurangandanpencegahankonsentrasipenguasaantanah
• Penataanulanghubungan-hubungankepenyakapan(tenancyreform)
• Redistribusi&Distribusitanah(:bukan“assetreform”!)
• Langkah-langkahoperasionalpada‘tahappermulaan’:
⇲ Penentuan subyek
⇲ Penentuan obyek
⇲ Penentuan bentuk-bentuk hak atas tanah
• Langkahoperasionalpadatahap‘berikutnya’(yangterintegrasidengan‘tahap
permulaan’):
⇲ Pengembangan unit-unit usaha produksi pertanian (bukan sekedar “akses reform”)
⇲ “Proteksi” petani sebelum mereka menjadi “kuat” + “proteksi” lahan hasil redistribusi/
distribusi tanah agar tidak terjadi rekonsentrasi penguasaan tanah 9
10. Cara penataan
ulang penguasaan
tanah
Asal tanah
Kedudukan
penerima manfaat
& status tanah
Kedudukan
tuan tanah
Kebijakan pertanahan
yang diperlukan
Corak usaha produksi
Distribusi atau
Redistribusi tanah
Tanah Negara Tanah milik
individu/rumah
tangga tani
--- Pembatasan pemilikan &
penguasan tanah maksimal
(& minimal)
Usaha produksi, yang:
! Memenuhi skala
ekonomi yang
menjamin
produktivitas tinggi &
efisien
! Menyerap tenaga
kerja
! Menghasilkan surplus
yang cukup untuk
pengembangan usaha
pengolahan
(processing) (tidak
berhenti pada
produksi bahan
mentah)
Tanah kelebihan
& absentee
Dibatasi
kepemilikannya
Kolektif
Tanah Negara
Penggarap ---
Pembatasan penguasaan
tanah
Tanah kelebihan
& absentee
Konsolidasi tanah
Tanah-tanah
milik petani kecil
Penggarap ---
Pembatasan pemilikan &
penguasan tanah maksimal
& minimal
Pengaturan
penggarapan tanah
& bagi hasil
Tanah kelebihan
& absentee
Penggarap
Dibatasi
kepemilikannya
Pembatasan pemilikan &
penguasan tanah maksimal
& minimal; ketentuan bagi-
hasil yang ‘fair’
‘Kolonisasi’ Tanah Negara
Tanah milik
individu/rumah
tangga tani
---
Pembatasan pemilikan &
penguasan tanah maksimal
(& minimal)
Kepemilikan tanah: dapat
merupakan tanah individual, atau
tanah kolektif (milik komunitas)
Dikelola dalam satuan usaha
yang luasannya tidak
berkurang (bisa bertambah)
Usaha produksi bersama
(KOLEKTIF)
11. Masalah Agraria
Konflik Agraria
Ketimpangan
Penguasaan
Tanah
Landreform/
Reforma Agraria
⇲ Tanah untuk Petani Penggarap
dan Buruh Tani (“Land to the
Tiller”; “Tanah untuk Rakyat”)
⇲ Pembatasan Penguasaan Tanah
! Penataan & Pengembangan
Usaha Produksi (Bersama)
Negara/Pemerintah
Pembangunan pertanian tanpa
LR/AR, pendaftaran tanah &
perbaikan administrasi
pertanahan, “pembagian tanah”,
sertifikasi (legalisasi)
! Perombakan Struktur Penguasaan
Tanah (yang timpang)
1
1
Dapat
diselesaikan tidak
melalui RA/LR
Di Indonesia,
saat ini …
12. Ketimpangan Alokasi, Penguasaan &
Penggunaan Tanah di Indonesia (2018)
Daratan Indonesia +/- 190 juta ha
Dinyatakan sebagai ‘Kawasan Hutan’ oleh pemerintah = 64%
Kawasan non-
kehutanan = 36%
Berbentuk ekosistem
hutan = 71%
Baru 73%
secara legal-
formal dapat
dikatakan
sebagai
kawasan
hutan
Areal pertanian rakyat = 11.1%
(+ 21 jt ha)
Teralokasi unt kegiatan ekonomi ekstraktif & kegiatan
industri lainnya yang dikuasai korporasi = + 114 Jha (60%)
+ 75 Jha (66%) didedikasikan untuk tiga kegiatan
ekonomi/industri extraktif yang utama (tambang,
kehutanan& agro-industry)
Diolah dari berbagai sumber: (1) “Rekapitulasi luas penutupan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan per prov, 2014”,
KLHK 2018: 12-17, http://www.pktl.menlhk.go.id; (2) ST-2013, SUTAS 2018, bps.or.id (3) Bachriadi 2017, (4) dan
http://eiti.ekon.go.id/list-cow-dec-12, http://eiti.ekon.go.id/list-ccow-oct2012/, https://quitcoal.info/iup-pkp2b/, ESDM 2019
12
13. Ketimpangan Penguasaan Tanah di Kalangan
Rumah Tangga Petani,
1963-2018
Year of Census 1963 1973 1983 1993 2003 2013 2018*
Jumlah Rumah Tangga Petani (Jt) NA 21.6 23.8 30.2 37.3 NA NA
Persentase ‘absolute-landless’ NA 33% 21% 30% 36% NA NA
RTP yang menguasai lahan (Jt) 12.2 14.5 18.8 21.2 24.3 25.8 27.2
Total tanah yang dikuasai RTP (Jt ha) 12.9 14.2 16.8 17.1 21.5 23.3 21.2
Rata-rata Penguasaan Lahan (ha) 1.05 0.99 0.89 0.81 0.89 0.89 0.78
Persentase petani kecil (petani gurem) 44% 46% 45% 49% 51% 55% 58%
Rasio Gini penguasaan tanah 0.55 0.52 0.54 0.59 0.56 0.59 0.70
* Survei Antar Sensus Pertanian
Sumber: Bachriadi & Wiradi (2011), hasil-hasil Sensus Pertanian (SP) 2013, hasil Survei Antar Sensus Pertanaian (SUTAS) 2018
13
14. ‘De-industrialisasi’ di Indonesia sejak 2000
Rank Sectors GDP Contribution
1 Processing & Manufacture Industries 23 – 29%
2 Trade, Hotel & Restaurant 13 – 17%
3 Agriculture, Poultry, Fisheries & Forestry 12 – 15%
4 Services 9 – 11%
5 Financial & Office Services 7 – 8%
14
15. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Tani
Sumber Penghasilan
Utama
Tahun sensus
1983 1993 2013
Pertanian 90.8% 83.2% 20.7%
Non Pertanian 9.2% 16.8% 79.3%
Jumlah RTP berdasarkan Sumber Penghasilan Utama, 1983-2013
Kelas Penguasaan
Tanah
1983 1993 2003 2013
Pertanian Non Pertanian Pertanian Non Pertanian Pertanian Non Pertanian Pertanian Non Pertanian
Small peasants
( < 0.5 )
49.9 50.1 NA NA 32.4 67.6 NA NA
Middle
( 0.5 – 2 )
50.1 49.9 NA NA 56.5 43.5 NA NA
Big
( >2 )
49.2 50.8 NA NA 71.6 28.4 NA NA
General/Average 49.6 50.4 60.7 39.3 50.6 49.4 46.7 53.3
Persentase Asal/Sumber Penghasilan RTP pada Kelas-kelas Penguasaan Tanah, 1983-2013
Sumber:: Hasil-hasil Sensus Pertanian 1983, 1993, 2003, 2013
16. Menilai keberhasilan Program RA
• Apakah berhasil menurunkan angka ketimpangan penguasaan tanah di lokasi program/daerah/wilayah/nasional?
(= hitung rasio gini ketimpangan penguasaan tanah before and after!)
• Apakah penurunan ketimpangan penguasaan tanah disertai dengan penurunan ketimpangan pendapatan? (= hitung
rasio gini ketimpangan pendapatan before and after!)
• Apakah pemberian & proteksi hasil-hasil reforma berkontribusi pada peningkatan produktivitas sektor pertanian,
peningkatan pendapatan penerima obyek (beneficiaries) & perkembangan ekonomi (: pertumbuhan ekonomi)
daerah/wilayah/nasional? (= hitung peningkatan produktivitas sektor pertanian, pendapatan beneficiaries, &
kontribusi ekonomi sektor pertanian pada perekonomi pertumbuhan ekonomi secara berkala, paling tidak dalam
periode 5 tahun setelah program dijalankan)
• Apakah peningkatan produktivitas sektor pertanian: (1) mendorong transformasi ekonomi, (2) memperbesar
pendapatan masyarakat secara lebih merata? (= hitung kontribusi ekonomi sector perekonomian pada perkembangan
ekonomi sektor-sektor lainnya & pemerataan pendapatan masyarakat paling tidak mulai tahun kelima setelah program
dijalankan)
• Keberhasilan suatu program RA tidak (dapat) dinilai hanya dari berapa banyak obyek (tanah) yang diredistribusi atau
didistribusi ke penerima manfaat (beneficiaries) program, apalagi dinilai dari berapa banyak sertifiakat tanah yang
diterbitkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan program RA !!! 16
17. Reforma Agraria:
Kelembagaan dan Pelaksanaan
! RA/LR: “Program politik satu paket”
⎆ “Ad hoc” dan “cepat” (5-15 tahun), bukan program rutin & berkelanjutan
⎆ Lintas sektoral, dipimpin langsung oleh Presiden
⎆ Tidak bisa diletakan menjadi bagian dari tupoksi kementrian/departemen yang ada, harus dibentuk satu
badan pelaksana khusus
⎆ Paket penataan penguasaan tanah disertai dengan paket pengembangan usaha (usahatani, usaha yang
terkait penggunaan tanah lainnya) yang produktif dan efisien yang dikelola secara bersama (KUB, koperasi)
! Kebutuhan lahan mengikuti jumlah potensial benefiaries (bukan sebaliknya!)
! Capaian tujuan antara (: pengurangan Rasio Gini) & tujuan akhir (peningkatan produktivitas satuan
usaha kelompok penerima lahan) dapat diukur (terukur)
! Paket hukum komprenhensif (: sudah tersedia ‘warisan program LR ‘60-an, tidak diperlukan aturan-
aturan hukum baru kecuali untuk pembentukan Badan Pelaksana & penyelesaian sengketa paska
(re)distribusi) (Perpes No. 86/2018 TIDAK DIPERLUKAN ! Kecuali diperlukan pengaturan tentang
konsolidasi lahan pasca (re)distribusi lahan)
18. Prinsip-prinsip Pokok dalam Pelaksanaan Land Reform /
Reforma Agraria untuk Indonesia Sekarang
redistribusi
Tanah privat
distribus
i
Tanah Negara
Land reform yang biasanya dikenal
Tanah-tanah privat
LR yang cocok dengan masyarakat Indonesia
Konsolidasi tanah-tanah
privat hasil (re)distribusi
pengembangan unit-
unit produksi kolektif
+
(re)distribusi cum konsolidasi
Tanah obyek
pemberian/pengadaan
lahan pertanian
Lahan
dimiliki/dikuasai oleh
masing-masing
penerima tanah
Lahan dikelola sebagai
kesatuan unit usahatani
bersama oleh kelompok
penerima tanah
(re)distribusi
konsolidasi
LR yang dijalankan pemerintah
: harus jelas regulasinya
LR by leverage
: ada komitmen/konsesus komunitas/organisasi
Satu paket integral
18
19. Tanah milik atau yang dikuasai oleh tuan tanah
pribadi: tanah kelebihan batas maksimum
penguasaan tanah dan tanah guntai (absentee)
Tanah asal (obyek)
Tanah Negara termasuk tanah-tanah yang
masuk dalam ‘Kawasan Hutan’
Sejumlah tanah – dalam satuan luas yang memadai, yakni dapat
memenuhi skala ekonomi tertentu yang baik, untuk membangun
unit produksi bersama – diberikan kepada sekelompok orang
dengan status hak kepemilikan atau penguasaan jangka panjang
orang per orang atau rumah tangga per rumah tangga (setiap
penerima – individu atau rumah tangga – menerima persil
bagiannya atas namanya masing-masing)
redistribusi
distribusi
Satuan-satuan lahan yang cukup besar untuk diusahakan
secara bersama oleh kelompok-kelompok penerima tanah
Satuan-satuan lahan yang cukup besar untuk diusahakan
secara bersama oleh kelompok-kelompok penerima tanah
Satuan-satuan lahan yang cukup besar untuk
diusahakan secara bersama oleh kelompok-kelompok
penerima tanah
Paket pengadaan/pemberian tanah kepada
petani atau rumah tangga tani yang terpilih
Paket & pengembangan kelembagaan
usahatani bersama dalam bentuk koperasi
atau sejenisnya yang menunjukan praktek
kolektivisasi usahatani
Kesatuan lahan yang dimiliki atau dikuasai secara individual
(perorangan atau rumah tangga), yang diusahakan secara kolektif
oleh kelompok penerima tanah untuk mengoptimalkan
produktivitas
Satuan
Usaha
Produksi
Kolektif
Petani
Penerima
Tanah RA/LR
PASAR
Akumulasi produksi Kembali ke anggota kolektif
Dikembangkan ke sektor usaha lain,
khususnya industri pengelohan
hasil panen
Industrialisasi lokal
Program Reforma Agraria / Land Reform
19
20. Apakah Kolektivisasi Usahatani (collective farming)
Lebih baik?
Besaran dan
Kelembagaan
Usahatani
Produktivitas
(%)
Harga Jual
Produk (hasil
panen) per Kg
(%)
Pendapatan
per Hektar
(%)
Biaya Produksi
per Hektar
(%)
Penghasilan
bersih per
Hektar
(%)
Perkebunan Besar
Swasta
100 100 100 N/A N/A
Perkebunan Besar
Negara
102,4 100 102,4 N/A N/A
Usaha Bersama
(Koperasi) Tani
111,0 97,9 102,8 100 100
Petani Mandiri 0-
1,9 ha
58,1 63,3 36,8 30,3 40,7
Petani Mandiri 2 –
4,9 ha
92,6 63,3 58,6 44,6 68,1
Petani Mandiri 5 –
9,9 ha
112 63,3 74,1 81,0 64,0
Petani Mandiri 10 -
25,9 ha
112 63,3 74,1 60,5 82,5
Perbedaan
Produktivitas
Usahatani
20
22. RA ála Jokowi: Setelah 2,5 tahun (2016 - Juni ’19)
‘TORA’: 9 Jtha
Legalisasi Aset
(4,5 Jt ha)
Redistribusi Lahan
(4,5 Jt ha)
Sertifikasi lahan
transmigrasi
(0,6 Jt ha)
Legalisasi
Aset
(3,9 Jt ha)
HGU Habis dan
Tanah Terlantar
(1 Jt ha)
Pelepasan Kawasan
Kehutanan
(3,5 Jt ha)
Nawa Cita
PS: 12,7 Jtha Hutan Kemitraan
Hutan Adat
Hutan Desa
Hutan
Kemasyarakatan
Hutan Tanaman
Rakyat
Setelah 3 tahun
3.641.937 ha (+ 80,9%) 418.748 ha (+ 9,3%)
4.060.685 ha (+ 45,12%)
24.378 ha
1.778.720 ha (+ 14%)
270.414 ha
443.345 ha
91.047 ha
940.159 ha
Perijinan PS (IPHPS) 19.377 ha
Mar ‘18:
1.706.364 ha
(+ 38%)
Mar ‘18:
196.483 ha
(+ 4,4%)
Mar ‘18: 695.391,11 ha (+ 7,73%)
Mar ‘18:
1.058.622,43 ha
(+ 8,34%)
23. Angka-angka Capaian Progam
TORA, menurut Kemen-ATR/BPN
(s.d. Juni 2019)
Capaian s.d.
Legalisasi Aset Redistribusi Lahan
Sertifikasi Tanah
Transmigrasi
Sertifikasi Tanah
Umum (PTSL,
PRONA, dsb)
HGU Habis &
Tanah Terlantar
Pelepasan
Kawasan Hutan
Maret 2018
33.018 ha 1.673.346 ha 196.483 ha --
1.706.364 ha (38%) 196.483 ha (+ 4,4%)
Juni 2019
?? ?? -- --
3.641.937 ha (+ 80,9%) 418.748 ha (+ 9,3%)
Bukan Landreform, bukan RA !
23
24. RA ála Jokowi: Setelah 4 tahun (2016 - Jan 2021)
(sumber: BPN (2021), Roadmap Reforma Agraria 2020-2024)
‘TORA’: 9 Jt ha
Legalisasi Aset
(4,5 Jt ha)
Redistribusi Lahan
(4,5 Jt ha)
Sertifikasi lahan
transmigrasi
(0,6 Jt ha)
Legalisasi
Aset
(3,9 Jt ha)
HGU Habis dan
Tanah Terlantar
(0,4 Jt ha)
Pelepasan Kawasan
Kehutanan
(4,1 Jt ha)
6,54 jt ha (+ 145,31%) 1.189.748 ha (+ 26,4%)
Januari 2021: 7,73 juta ha (+ 85,9%)
Jan ‘21: 113.109 ha
(+ 18,9%)
Jan ‘21: 966.062 ha
(+ 241,5%)
Jan ‘21: 233,7 ha
(+ 16,01%)
Setelah 4 tahun
Jan ‘21: 6,42 jt ha
(+ 164,8%)
Target diubah di tengah jalan, dari 1 jt ha (awal program)
diturunkan jadi 0,4 jt ha (target diturunkan 60%? à
Why??? (Agar kinerja tampak bagus?)
Target diubah di tengah jalan, dari
3,5 jt ha (awal program) dinaikkan
jadi 4,1 jt ha (target dinaikkan
17%? à Why??? (Question:
Apakah semua peruntukan lahan
pelepasan tepat dalam kategori
tanah untuk RA?)
24
25. Capaian Progam TORA, menurut Pemerintah
(s.d. Jan 2021)
Capaian s.d.
Legalisasi Aset Distribusi Lahan
Sertifikasi Tanah
Transmigrasi
Sertifikasi Tanah
Umum (PTSL,
PRONA, dsb)
HGU Habis &
Tanah Terlantar
Pelepasan
Kawasan
Hutan
Maret 2018
33.018 ha 1.673.346 ha 196.483 ha --
1.706.364 ha (38%) 196.483 ha (+ 4,4%)
Januari 2021
113.109 ha 6,42 juta ha 966.062 ha 233,7 ha
6,54 juta ha (+ 145,31%) 1,19 juta ha (+ 26,4%)
Ahli Agraria: “Bukan Landreform,
bukan RA !”
25
26. Simulasi: Jika Distribusi 4,5 Juta Ha
(sebagaimana direncanakan dalam program TORA)
² Menggunakan baseline data Rumah Tangga Petani Pengguna Lahan hasil ST-2013
² Skema (1): Seluruh 4,5 jt ha tanah diserahkan kepada petani gurem saja (14.622.396 RTP); rata-rata mendapat 0,308 ha
² Skema (2): ½ dari masing-masing kelas petani gurem mendapat tanah sebesar 0,5 ha; lahan sisa sekitar 19% tanah obyek distribusi
diberikan kepada absolute-landless (tunakisma) (: 1.688.802 penerima)
² Skema (3): ¼ dari masing-masing kelas petani gurem mendapat tanah sebesar 0,5 ha; sebagian besar tanah obyek distribusi (59%) diberikan
kepada absolute-landless (tunakisma) (: 5.344.401 penerima)
Kelas Penguasaan
Tanah
2013
RTP Lahan
Jml (rb) % Luas (rb ha) %
< 0.1 4,339 16.6 217.7 0.9
0.10 - 0.19 3,550 13.6 512.1 2.2
0.20 - 0.49 6,733 25.8 2,273.1 9.7
0.50 - 0.99 4,555 17.4 3,340.7 14.3
1.00 - 1.99 3,726 14.3 5,466.9 23.4
2.00 - 2.99 1,623 6.2 4,008.2 17.2
> 3.00 1,609 6.2 7,506.8 32.2
Total 26,135 100.0 23,326 100.0
Rasio Gini 0.59
Petani Gurem 14,622,396 55.9%
Skema I
RTP Lahan
Jml (rb) % Luas (rb ha) %
- 0.0 - 0.0
- 0.0 - 0.0
7,889 30.2 3,159.7 11.4
11,288 43.2 7,687.7 27.6
3,726 14.3 5,466.9 19.6
1,623 6.2 4,008.2 14.4
1,609 6.2 7,506.8 27.0
26,135 100.0 27,829 100.0
0.42
7,889,032 30.2%
Skema II
RTP Lahan
Jml (rb) % Luas (rb ha) %
2,169 7.8 108.9 0.4
1,775 6.4 256.1 0.9
3,367 12.1 1,136.6 4.1
13,555 48.7 9,342.2 33.6
3,726 13.4 5,466.9 19.6
1,623 5.8 4,008.2 14.4
1,609 5.8 7,506.8 27.0
27,824 100.0 27,826 100.0
0.47
7,311,198 26.3%
Skema III
RTP Lahan
Jml (rb) % Luas (rb ha) %
3,254 10.3 163.3 0.6
2,663 8.5 384.1 1.4
5,050 16.0 1,704.8 6.1
13,555 43.1 8,591.4 30.9
3,726 11.8 5,466.9 19.6
1,623 5.2 4,008.2 14.4
1,609 5.1 7,506.8 27.0
31,480 100.0 27,826 100.0
0.51
10,966,797 34.8%
27. Membedah “Konflik Agraria” & “Konflik
Lingkungan” versi “Aktivis”
! “Konflik Agraria” yang sering dibicarakan oleh para aktivis = konflik perebutan klaim atas
tanah dan kekayaan alam lainnya yang terjadi antara komunitas (sekelompok orang) dengan
pihak non-komunitas lainnya, yakni: korporasi dan/atau Negara
! “Konflik Agraria” dalam konteks ini = pertentangan antara dua pihak atau lebih berdasarkan
klaim atas penguasaan & pemanfaatan suatu lingkungan ekologis tertentu untuk
memperoleh manfaatnya, yang memperoleh perlakuan berbeda dari aparatus penyelenggara
Negara, dengan segala konsekuensinya pada aspek ekonomi, sosial, dan kultural masyarakat
! Satu aspek penting dalam “konflik agraria” di sini adalah keterlibatan Negara (:aparatus
negara) sebagai “pihak yang berpihak”
! Anatomi “konflik agraria” dalam konteks ini:
Lapisan terluar: alih fungsi lahan, perebutan mengambil manfaat lingkungan dan/atau
eksploitasi kekayaan alam, penggusuran, protes dan perlawanan, kekerasan, kriminalisasi, dan
pelanggaran-pelanggaran HAM
Lapisan-lapisan tengah: hal-hal yang terkait dengan aspek pengaturan termasuk aturan hukum
& peraturan, kebijakan publik, manipulasi kekuasaan & maladministrasi
Lapisan terdalam: hal-hal yang terkait dengan orientasi “pembangunan”, kepentingan ekonomi
& politik pengusaha-penguasa, dan perkembangan kapitalisme global
o Lebih banyak menekankanan aspek
hubungan Negara-Masyarakat
(State-Society relationship)
o Banyak menekankan aspek legal
o Kurang memberi porsi cukup pada
analisa di “lapisan terdalam”,
khususnya perkembangan
kapitalisme global saat ini
(neoliberal capitalism)
o Kurang memberi penekanan &
perhatian pada analisa kelas; tetapi
pada identitas (: ‘politik identitas’)
Para “Aktivis”
28. 28
Beberapa Karakter GRA & GL di Indonesia Era Neoliberal
• Bergerak & berpusar pada isu sengketa/konflik pertanahan/lingkungan (organizing & advocacy)
• Menitik-beratkan pada perubahan kebijakan & legislasi (legal drafting & advocacy)
• Kampanye di tingkat national & internasional + advokasi kebijakan di tingkat global; terlalu
berharap pada kebijakan di tingkat internasional/global untuk menekan pemerintah
• Mengandalkan seruan, petisi, pernyataan sikap, kampanye di medsos sebagai repertoires untuk
perubahan
• Memanfaatkan “kebaikan” pemerintah (khususnya dalam hal piecemeal & partial land distribution)
• Jika ada program pengembangan produksi pasca reform/pendudukan tanah, tidak disertai dengan
analisa mengenai hasil-hasilnya pada perkembangan ekonomi lokal, apalagi memperhitungkan
pembentukan kelas dan kemungkinan berkembangnya (re) konsentrasi penguaaan tanah
• Berharap pada perubahan politik akibat pemilu & pilkada (bersandar pada demokrasi liberal
(liberal democratization)
• Asik & terjebak dalam siklus pemilu/pilkada dengan menjadi ‘tim sukses’, sumber suara (voters
sac), atau mendorong ‘kader gerakan’ menjadi bagian dari penyelenggara negara tanpa ikatan
• Tidak bergerak dari ‘agrarian questions’ (neither ‘of capital’ nor ‘of labor’); tidak dipandu oleh
analisis kelas dan analisis mengenai transisi agraria
• Gerakan pendudukan tanah mengalami penurunan baik dalam skala maupun intensitas
• Politik identitas (“petani”, “masyarakat adat”, “nelayan”) lebih mengemuka; bukan politik kelas
29. 5 Proposisi GSP & GL di Indonesia Era
Neoliberal
1. Transmutasi organisasi gerakan tengah dan terus berlangsung (dikendalikan oleh, dan pada gilirannya
sekaligus menghasilkan, para mutant-activists)
2. Pertukaran kepentingan di antara aktor-aktor utama (exchange of interests among the main actors)
3. Saling menunggangi antara aktor-aktor pedesaan yang bekepentingan dengan tanah dan lingkungan
hidup lokal dengan ‘aktivis terdidik perkotaan’ (activists-rural actors rode on each other)
4. Gerakan sosial pedesaan & gerakan lingkungan semakin nir-ideologi radikal dan secara pragmatis lebih
dijadikan wahana untuk menaiki tangga politik dan sarana untuk pemenuhan kepentingan ekonomi para
aktivis, khususnya ‘aktivis terdidik perkotaan’ (: Ideologi bukan elemen yang penting dalam gerakan sosial
pedesaan, melainkan pragmatisme politik dan ekonomi)
5. “Kemiskinan ideologi radikal”, reformasi, dan “demokratisasi” (: demokrasi liberal) yang berlangsung
setelah 1998, membuat gerakan sosial pedesaan makin jauh dari gagasan-gagasan perubahan sosial yang
transformatif, dan “goals displacement” menjadi kecenderungan yang dibiarkan bahkan ‘dinikmati’ (:
gerakan sosial semakin jauh dari sikap kritis-reflektif)
29
30. Bahan Bacaan
o Bachriadi, D. (forthcoming), Di Antara Wacana dan Aksi: Reforma Agraria dan Gerakan Sosial
Pedesaan di Indonesia Pasca-1965. Jakarta: Komunitas Bambu.
o Bachriadi, D. (2019), Panas Tak Sampai Petang: Reforma Agraria Dipandu Hutang, working paper
ARC No.03/WP-KAPPOB/II/2019
o Bachriadi, D., A. Lucas & C. Warren (2013), “The Agrarian Movement, Civil Society, and Emerging
Political Constellations”, dalam Land for the People: The State and Agrarian Conflict in Indonesia,
A. Lucas & C. Warren (ed.), h. 308-371. Athens: Ohio University Press.
o Gamson, W. A. (1990), The Strategy of Social Protest. Belmont: Wardsworth.
o Rabie, M. (2013), Global Economic and Cultural Transformation: The Making of History. New
York: Palgrave Macmillan.
o Sewell Jr., W. H. (2005), Logic of History: Social Theory and Social Transformation. Chicago The
University of Chicago Press.
o Tarrow, S. G. (2011), Power in Movement: Social Movements and Contentious Politics, revised
and updated 3rd edition. Cambridge: Cambridge University Press.
o Tilly, C. & S. Tarrow (2015), Contentious Politics, fully revised and updated 2nd edition. New York:
Oxford University Press.
30