Dokumen tersebut membahas tentang urbanisasi, permukiman kumuh, dan tata kelola yang efektif. Urbanisasi adalah fenomena wajar akibat pertumbuhan penduduk dan migrasi, namun perlu dikelola dengan baik agar tidak menjadi beban. Permukiman kumuh disebabkan kekurangan perumahan layak dan seringkali tidak memiliki status hukum. Pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan perumahan lay
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian kota dan desa menurut para ahli, perbedaan antara kota dan desa, serta hubungan antara kota dan desa meliputi proses urbanisasi, faktor-faktor urbanisasi, dan dampaknya terhadap morfologi kota.
Dokumen tersebut membahas konsep kebijakan perumahan bagi masyarakat miskin di DKI Jakarta. Terdapat empat moda penyediaan perumahan yaitu swadaya, umum, sosial, dan komersial. Rusunawa dianggap sebagai alternatif yang tepat karena harganya terjangkau untuk MBR dan MBS. Namun diperlukan regulasi harga sewa dan perubahan paradigma dari rumah lahan ke rumah susun.
Makalah ini membahas tentang perubahan sosial budaya akibat pengaruh globalisasi. Globalisasi berdampak pada perubahan budaya seperti masuknya budaya asing dan menurunnya nilai-nilai budaya lokal. Mahasiswa memiliki peran penting dalam melestarikan budaya daerah melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti seni tradisional. Perubahan budaya dalam globalisasi antara lain adalah bergesernya masyarakat tertutup menj
Dokumen tersebut membahas peran pemerintah dalam pembangunan desa di Indonesia. Secara garis besar, dokumen menjelaskan empat tahapan perkembangan desa yaitu desa tradisional, swadaya, swakarya, dan swasembada. Dokumen juga menjelaskan langkah dan kebijakan pemerintah dalam pembangunan desa, seperti prinsip pembangunan secara menyeluruh dan terpadu serta sasaran pembangunan
Dimensi peubah dan indikator perkembangan satuan permukiman transmigrasi 0901...Sugeng Budiharsono
Dokumen tersebut membahas tentang dimensi, variabel, dan indikator untuk mengukur perkembangan satuan permukiman transmigrasi. Beberapa dimensi yang dijelaskan adalah ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan prasarana sarana. Variabel dan indikator untuk setiap dimensi juga didefinisikan secara rinci.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian kota dan desa menurut para ahli, perbedaan antara kota dan desa, serta hubungan antara kota dan desa meliputi proses urbanisasi, faktor-faktor urbanisasi, dan dampaknya terhadap morfologi kota.
Dokumen tersebut membahas konsep kebijakan perumahan bagi masyarakat miskin di DKI Jakarta. Terdapat empat moda penyediaan perumahan yaitu swadaya, umum, sosial, dan komersial. Rusunawa dianggap sebagai alternatif yang tepat karena harganya terjangkau untuk MBR dan MBS. Namun diperlukan regulasi harga sewa dan perubahan paradigma dari rumah lahan ke rumah susun.
Makalah ini membahas tentang perubahan sosial budaya akibat pengaruh globalisasi. Globalisasi berdampak pada perubahan budaya seperti masuknya budaya asing dan menurunnya nilai-nilai budaya lokal. Mahasiswa memiliki peran penting dalam melestarikan budaya daerah melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti seni tradisional. Perubahan budaya dalam globalisasi antara lain adalah bergesernya masyarakat tertutup menj
Dokumen tersebut membahas peran pemerintah dalam pembangunan desa di Indonesia. Secara garis besar, dokumen menjelaskan empat tahapan perkembangan desa yaitu desa tradisional, swadaya, swakarya, dan swasembada. Dokumen juga menjelaskan langkah dan kebijakan pemerintah dalam pembangunan desa, seperti prinsip pembangunan secara menyeluruh dan terpadu serta sasaran pembangunan
Dimensi peubah dan indikator perkembangan satuan permukiman transmigrasi 0901...Sugeng Budiharsono
Dokumen tersebut membahas tentang dimensi, variabel, dan indikator untuk mengukur perkembangan satuan permukiman transmigrasi. Beberapa dimensi yang dijelaskan adalah ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan prasarana sarana. Variabel dan indikator untuk setiap dimensi juga didefinisikan secara rinci.
Dokumen tersebut membahas tentang paradoks perkotaan akibat urbanisasi di Indonesia, khususnya di Jakarta, dimana urbanisasi yang pesat menyebabkan munculnya pemukiman kumuh dan kemiskinan di perkotaan meskipun pertumbuhan ekonomi kota juga cepat.
Teks tersebut membahas perbedaan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat pedesaan memiliki ciri-ciri seperti lingkungan yang lebih dekat dengan alam, mata pencaharian yang berfokus pada pertanian, ukuran komunitas yang lebih kecil, dan kepadatan penduduk yang lebih rendah. Sementara itu, masyarakat perkotaan memiliki ciri-ciri seperti lingkungan yang lebih terkontrol
1. Hubungan masyarakat desa dan kota yang saling ketergantungan dan membutuhkan satu sama lain menimbulkan masalah urbanisasi di mana penduduk desa pindah ke kota.
2. Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa pindah ke kota antara lain kegagalan panen, ketatnya adat istiadat desa, lebih banyak peluang pendidikan dan pekerjaan di kota.
3. Perpindahan penduduk desa ke
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang otonomi daerah dan dikotomi antara desa dan kota dalam perekonomian di Indonesia.
2) Terdapat perbedaan antara desa dan kota dalam hal morfologi, jumlah penduduk, lingkungan hidup, mata pencaharian, dan corak kehidupan sosial.
3) Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mengurangi dikotomi antara desa dan k
Tiga kalimat:
Dokumen ini membahas tentang potensi desa dan perkembangan desa ke arah desa-kota. Desa diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi: desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada. Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan menahan laju urbanisasi ke kota.
Dokumen ini membahas konsep eco-architecture sebagai pendekatan desain dalam mengatasi degradasi lingkungan, khususnya di kawasan permukiman padat di Kota Bandung. Eco-architecture dijalankan secara sadar oleh perencana dan masyarakat untuk meningkatkan lingkungan secara berkelanjutan. Dokumen ini juga membahas masalah lingkungan dan permukiman yang dihadapi Kota Bandung akibat pertumbuhan kota yang tidak terkendali.
Teks tersebut membahas masalah dan strategi pembangunan perdesaan di Indonesia. Secara ringkas, teks menjelaskan empat masalah pokok perdesaan yaitu kemiskinan, tekanan penduduk dan ketenagakerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan kelembagaan. Teks juga membahas strategi pembangunan perdesaan Indonesia yang meliputi pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan manusia seutuhnya, dan pemenu
as a brief introduction to broad issue of 'informal economy' and its relation to street vending activity. This was presented in 'informal class' for students & young activists/practitioners in Bandung, Indonesia. The informal class are held regularly by PRAKSIS (& friends)
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian masyarakat, perbedaan masyarakat pedesaan dan perkotaan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Interaksi antara desa dan kota terjadi karena perbedaan sumber daya antara kedua wilayah. Desa memasok bahan mentah dan tenaga kerja ke kota, sementara kota memproses bahan mentah dan menyerap tenaga kerja dari desa. Dampak positif bagi desa adalah peningkatan pengetahuan dan produktivitas, sedangkan dampak negatifnya adalah penurunan tenaga kerja pertanian dan perubahan tata guna lahan. Bagi kota, dampak positif
Dokumen tersebut membahas tentang pola keuangan desa dan kota, meliputi karakteristik, klasifikasi, struktur, dan interaksi antara desa dan kota. Secara khusus membahas tentang upaya pembangunan desa dan dampak interaksi antara desa dan kota bagi pembangunan dan pemerataan.
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas tentang permukiman dan ketahanan pangan di Indonesia, termasuk masalah konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, faktor penyebabnya, dan solusi untuk mengatasinya seperti komitmen pemerintah, pembenahan data, penegakan hukum, insentif, penataan ruang, dan konsep bank tanah dan konsolidasi tanah."
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
perkotaan mengalami banyak masalah disebabkan demikian intensifnya penggunaan moda kendaraan bermotor. sudah saatnya melirik alternatif lain yang lebih berkelanjutan yaitu moda berjalan kaki dan bersepeda
More Related Content
Similar to Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
Dokumen tersebut membahas tentang paradoks perkotaan akibat urbanisasi di Indonesia, khususnya di Jakarta, dimana urbanisasi yang pesat menyebabkan munculnya pemukiman kumuh dan kemiskinan di perkotaan meskipun pertumbuhan ekonomi kota juga cepat.
Teks tersebut membahas perbedaan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat pedesaan memiliki ciri-ciri seperti lingkungan yang lebih dekat dengan alam, mata pencaharian yang berfokus pada pertanian, ukuran komunitas yang lebih kecil, dan kepadatan penduduk yang lebih rendah. Sementara itu, masyarakat perkotaan memiliki ciri-ciri seperti lingkungan yang lebih terkontrol
1. Hubungan masyarakat desa dan kota yang saling ketergantungan dan membutuhkan satu sama lain menimbulkan masalah urbanisasi di mana penduduk desa pindah ke kota.
2. Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa pindah ke kota antara lain kegagalan panen, ketatnya adat istiadat desa, lebih banyak peluang pendidikan dan pekerjaan di kota.
3. Perpindahan penduduk desa ke
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang otonomi daerah dan dikotomi antara desa dan kota dalam perekonomian di Indonesia.
2) Terdapat perbedaan antara desa dan kota dalam hal morfologi, jumlah penduduk, lingkungan hidup, mata pencaharian, dan corak kehidupan sosial.
3) Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan dapat mengurangi dikotomi antara desa dan k
Tiga kalimat:
Dokumen ini membahas tentang potensi desa dan perkembangan desa ke arah desa-kota. Desa diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi: desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada. Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan menahan laju urbanisasi ke kota.
Dokumen ini membahas konsep eco-architecture sebagai pendekatan desain dalam mengatasi degradasi lingkungan, khususnya di kawasan permukiman padat di Kota Bandung. Eco-architecture dijalankan secara sadar oleh perencana dan masyarakat untuk meningkatkan lingkungan secara berkelanjutan. Dokumen ini juga membahas masalah lingkungan dan permukiman yang dihadapi Kota Bandung akibat pertumbuhan kota yang tidak terkendali.
Teks tersebut membahas masalah dan strategi pembangunan perdesaan di Indonesia. Secara ringkas, teks menjelaskan empat masalah pokok perdesaan yaitu kemiskinan, tekanan penduduk dan ketenagakerjaan, keterbatasan infrastruktur, dan kelembagaan. Teks juga membahas strategi pembangunan perdesaan Indonesia yang meliputi pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan manusia seutuhnya, dan pemenu
as a brief introduction to broad issue of 'informal economy' and its relation to street vending activity. This was presented in 'informal class' for students & young activists/practitioners in Bandung, Indonesia. The informal class are held regularly by PRAKSIS (& friends)
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian masyarakat, perbedaan masyarakat pedesaan dan perkotaan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Interaksi antara desa dan kota terjadi karena perbedaan sumber daya antara kedua wilayah. Desa memasok bahan mentah dan tenaga kerja ke kota, sementara kota memproses bahan mentah dan menyerap tenaga kerja dari desa. Dampak positif bagi desa adalah peningkatan pengetahuan dan produktivitas, sedangkan dampak negatifnya adalah penurunan tenaga kerja pertanian dan perubahan tata guna lahan. Bagi kota, dampak positif
Dokumen tersebut membahas tentang pola keuangan desa dan kota, meliputi karakteristik, klasifikasi, struktur, dan interaksi antara desa dan kota. Secara khusus membahas tentang upaya pembangunan desa dan dampak interaksi antara desa dan kota bagi pembangunan dan pemerataan.
Similar to Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif (20)
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas tentang permukiman dan ketahanan pangan di Indonesia, termasuk masalah konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, faktor penyebabnya, dan solusi untuk mengatasinya seperti komitmen pemerintah, pembenahan data, penegakan hukum, insentif, penataan ruang, dan konsep bank tanah dan konsolidasi tanah."
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
perkotaan mengalami banyak masalah disebabkan demikian intensifnya penggunaan moda kendaraan bermotor. sudah saatnya melirik alternatif lain yang lebih berkelanjutan yaitu moda berjalan kaki dan bersepeda
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
Tata kelola kolaboratif dalam pengembangan wilayah berkelanjutan memerlukan kepemimpinan bersama yang mampu meningkatkan kesadaran, memobilisasi, membingkai masalah, dan mengkoordinasi pemangku kepentingan untuk merumuskan strategi bersama. Keterampilan penting pemimpin antara lain menarik perhatian, membangun kepercayaan, dan merumuskan visi bersama.
selama ini skema yang diperkenalkan adalah 3 R (Reuse, Reduce Recycle) kemudian dengan berkembangnya konsep ekonomi sirkuler maka berkembang pula skema lebih baru yang dikenal sebagai upcycling.
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
The implementation of green infrastructure (GI) in Indonesia accelerated by public awareness of the importance of conservation of natural resources and ecosystems. One of the Indonesian government’s efforts to apply the principles of GI in urban areas in a structured and massive manner is through the Green City Development Program (P2KH) Ministry of Public Works and Public Housing (PUPR). The approach taken is Green Planning and Design, Green Open Space, Green Energy, Green Water, Green Waste, Green Building, Green Transportation, Green Community. The city that is the case study for discussion is Jakarta. Jakarta Smart City, Green Buildings, Urban Agriculture, and Child Friendly Integrated Public Space (RPTRA) are programs that successfully implemented. The implementation GI program easily accepted if based on the community.
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
Makalah ini membahas tata kelola kolaboratif dalam pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Tata kelola kolaboratif melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan non-pemerintah dalam penyusunan kebijakan. Namun hasil penelitian menunjukkan penerapan tata kelola kolaboratif dalam pelaksanaan TPB di Indonesia belum optimal karena keterlibatan pemangku kepentingan masih
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
Dokumen ini membahas tentang optimalisasi peran, fungsi, dan pelayanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP-TAPERA) untuk penerima manfaat paska. Dokumen ini menjelaskan beberapa fakta tentang BP-TAPERA, isu-isu yang dihadapi seperti dualisme sumber dana perumahan dan ketersediaan data, serta memberikan saran seperti pengembangan grand design pembiayaan perumahan dan penerapan tata kelola kolaboratif yang
Tata kelola kolaboratif merupakan paradigma baru dalam administrasi publik yang menekankan pada kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tata kelola kolaboratif muncul seiring pergeseran dari paradigma Old Public Administration ke New Public Management yang memberikan peran lebih besar kepada pemangku kepentingan non-pemerintah. Prinsip utama tata kelola kolaboratif adalah melibatkan berbagai pem
Kolaborasi multi-pemangku kepentingan membutuhkan katalis untuk berjalan efektif. Dokumen menjelaskan enam katalis utama yaitu strategi bersama, kejelasan tujuan, inklusivitas luas, pertanggungjawaban yang disetujui, penyelenggaraan bersama, dan inovasi mudah diadaptasi. Katalis-katalis ini mencakup aspek-aspek seperti perencanaan bersama, keterlibatan seluruh pemangku
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
Skema bekerja dari rumah (WFH) merupakan bagian dari konsep bekerja jarak jauh yang telah dikenal sejak tahun 1970-an. Walaupun demikian, konsep ini biasanya diterapkan dalam kondisi normal dan bukan karena pandemi seperti saat ini. Makalah ini membahas sejarah, konsep, dan perkembangan terkini dari bekerja jarak jauh serta langkah yang perlu dilakukan oleh berbagai pihak untuk menerapkan ske
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
1) Jakarta took several steps to respond to COVID-19 including closing public spaces in March, establishing a task force, and implementing large-scale social restrictions (PSBB) in April including limiting gatherings and transport.
2) Lessons learned include the need for improved metropolitan governance and collaborative partnerships between different levels of government and stakeholders. Effective communication is also key.
3) Looking ahead, Jakarta aims to establish a new normal with an emphasis on social capital, digital shift, healthy lifestyles, improved data systems, and a focus on recovery.
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
Dokumen ini membahas tentang latar belakang dan tugas Koordinator Ketahanan Kota Jakarta. Jakarta terpilih bergabung dalam jejaring 100 Resilient Cities pada 2016 untuk mengembangkan strategi ketahanan kota. Koordinator ditunjuk untuk memfasilitasi penyusunan strategi ketahanan dan mengoordinasikan pelaksanaannya hingga 2019.
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
Collaborative approach in solving issues of Jakarta to build resilience
Oswar Mungkasa (Former Chief Resilient Officer of Jakarta 100 Resilient Cities Program)
Advocacy Forum on Giving Inputs to the Implementation of the New Urban Agenda in Myanmar - CORDAID Yangon, 22nd January 2020
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
Tulisan ini disiapkan untuk memeriahkan ajang NTU (Nugroho Tri Utomo) Writing Contest for Water and Sanitation 2019 bertema Menuntaskan Akses Sanitasi dan Air Minum Aman Berkelanjutan 2024 yang diselenggarakan oleh Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL).
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan Tata-Kelola yang Efektif
1. Urbanisasi, Permukiman Kumuh dan
Tata-Kelola yang Efektif
Catatan Pengantar untuk
Pra-Seminar Nasional Penanganan Perumahan dan Permukiman Kumuh
Jakarta 18 September 2012
Wicaksono Sarosa
Kemitraan bagi Pembaruan Tata-Pemerintahan
2. Kerangka Bahasan
1. Pengantar catatan (kerangka
bahasan)
2. Melihat kembali ‘urbanisasi’
3. Melihat kembali
‘permukiman/perumahan
kumuh’
4. Apa yang bisa/harus dilakukan
5. Aspek tata-kelola (governance)
6. Penutup
--------------------
Catatan: sebagian pernyataan dalam presentasi ini bersifat
sangat ‘basic’ dan sudah kita ketahui bersama –
apalagi bagi staf Kemenpera. Namun penyaji tetap
memuatnya sekedar agar uraian bisa runtut dan
sekaligus dapat berfungsi sebagai pengingat
3. Urbanisasi
Urbanisasi adalah fenomena wajar dan global
Akibat (i) pertumbuhan penduduk kota secara natural,
(ii) perluasan kawasan perkotaan, (iii) migrasi dari desa
ke kota yang terutama
Terdapat faktor pendorong (kemiskinan dan
keterbatasan di perdesaan dll.) dan faktor penarik
(peluang pendidikan dan pekerjaan, gemerlap kota,
pilihan-pilihan, kebebasan dll.)
Urbanisasi yang pesat seringkali terjadi seiring dengan
pertumbuhan ekonomi (kecuali dia Afrika, dimana
terjadi urbanisasi tanpa pertumbuhan ekonomi yang
signifikan faktor pendorong yang lebih kuat)
Informasi yang semakin meluas juga mendorong
urbanisasi
4. Urbanisasi
Urbanisasi tidak bisa dihentikan sampai terjadinya
‘urbanization equilibrium’ – tetapi bisa dikelola,
dikurangi lajunya serta dikurangi dampak negatifnya)
Jika dikelola dengan baik, urbanisasi dapat
berkontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi – baik
ekonomi kota (sektor formal perkotaan sangat tertolong
dengan adanya sektor informal barang dan jasa
murah) maupun ekonomi perdesaan (kiriman uang ke
keluarga di desa) tidak otomatis terwujud
Jika tidak dikelola dengan baik, urbanisasi menjadi
beban pemerintah dan tidak membantu
mensejahterakan warga (pendatang tinggal di
permukiman kumuh serta tidak bisa bersaing dengan
penduduk asli kota memindahkan kemiskinan dari
desa ke kota)
5. Urbanisasi dan Kebutuhan Papan
Urbanisasi berakibat pada peningkatan kebutuhan akan
tempat tinggal (papan) di kawasan perkotaan – baik di
pusat/tengah kota maupun di kawasan pinggiran (urban
fringe areas, suburban) baik rumah maupun
prasarana, sarana dan utilitasnya
Pemerintah (khususnya pemerintah kota) umumnya
tidak mampu menyediakan tempat tinggal yang layak
bagi semua warga (asli maupun pendatang)
Tapi pemerintah (nasional dan daerah bersama-sama)
bisa menciptakan kondisi sehingga pemenuhan tempat-
tinggal yang layak terpenuhi – baik melalui penyediaan
secara formal maupun swadaya
6. Urbanisasi dan ‘Gagap Budaya’
‘Budaya’ (dan kebiasaan-kebiasaan) di perdesaan
terkadang terefleksi di permukiman kumuh perkotaan
(yang baik – seperti sifat tolong-menolong dll. – maupun
yang buruk – seperti masih ada kebiasaan membakar
sampah sendiri dll.)
Di sisi lain, terkadang orang pindah dari desa ke kota
untuk melepaskan diri dari aturan-aturan tradisional dan
memiliki ‘kesan yang salah’ bahwa tinggal di kota akan
membebaskannya dari aturan-aturan ‘semau gue’
Padahal, kota yang baik – karena kepadatan,
keragaman dan karakteristik lainnya – justru harus
memiliki banyak aturan-aturan (yang seringkali berbeda
dengan aturan-aturan tradisional)
7. Perumahan/Permukiman Kumuh
Ada banyak cara membuat tipologi perumahan dan
permukiman kumuh:
Geografis: Kekumuhan: Legalitas:
Perdesaan Berat (rumah & Legal
Kawasan lingkungan sangat Semi-legal (ada
pinggiran kota tidak layak-huni, bagian-bagian
(suburban, urban kepadatan sangat yang ‘legal’ tapi
fringe areas) tinggi) ada juga yang
Pusat kota Sedang (sebagian tidak memiliki
rumah & lingkungan status hukum)
Ringan Ilegal
8. Perumahan/Permukiman Kumuh
Ada tipologi lain yang seringkali luput dari perhatian
(meminjam istilah Peter Lloyd):
Permukiman kumuh tanpa harapan (“slums of despair”)
Permukiman kumuh dengan harapan (“slums of hope”)
Faktor yang mempengaruhi ada-tidaknya ‘harapan’ adalah:
“Security of tenure” – kuatnya legalitas atau jaminan tidak
akan digusur
“Sense of ownership” yang tinggi (penyewa < ‘pemilik’)
Modal sosial yang kuat
Adanya harapan akan memudahkan perbaikan kualitas hunian
dan lingkungan oleh warga sendiri (difasilitasi pemerintah)
tanda-tanda: warga secara bertahap memperbaiki rumahnya
9. Perumahan/Permukiman Kumuh
Penyebab timbulnya perumahan/permukiman kumuh:
Kurangnya ketersediaan rumah layak-terjangkau di lokasi
dekat sumber-sumber penghidupan
Kemiskinan (kumuh-miskin)
Ketiadaan sarana-prasarana-utilitas (karena memang tidak
disediakan oleh pemerintah – karena satu dan lain hal,
misalnya karena ilegal – atau karena terabaikan atau karena
pemerintah belum mampu)
Ketiadaan legalitas status penggunaan lahan atau ketiadaan
kepastian tidak akan digusur (tenure security)
Masyarakat abai/tidak peduli/tidak tahu akan pentingnya
menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan (termasuk
ownership kurang)
Dan lain-lain........
10. Perumahan/Permukiman Kumuh
Karakteristik perumahan/permukiman kumuh umumnya
ditandai (secara fisik) dengan ketiadaan satu atau lebih dari
kondisi di bawah ini:
Rumah yang permanen dan sehat di lokasi yang tidak rawan
bencana
Area huni yang layak sehingga tidak lebih dari tiga orang
yang berbagi kamar (serta kepadatan lingkungan yang wajar)
Akses ke air bersih yang relatif mencukupi (kualitas dan
kuantitas) serta terjangkau
Akses ke sanitasi yang layak
Kepemilikan/penggunaan lahan yang aman dan tidak rawan
penggusuran
UNESCAP & UN-Habitat, 2008
11. Perumahan/Permukiman Kumuh
Dimensi yang ada perumahan/permukiman kumuh:
Dimensi/Aspek Masalah Potensi
Fisik kumuh, kotor, tidak dekat tempat kerja atau
sehat, padat, kurang sumber penghasilan
ruang terbuka, dll.
Ekonomi miskin, sektor informal, ‘industrious’
terkadang ilegal
Sosial-budaya penduduk sementara kekeluargaan, saling
kurang merasa memiliki, tolong-menolong
budaya bersih kurang
Legalitas seringkali tidak memiliki terkadang sudah
status legal menghuni puluhan tahun
Politis rentan dimanfaatkan sbg jika punya pemimpin
komoditas politik, sering dapat menjadi ‘kekuatan
tidak punya hak pilih politis’
12. Beberapa ‘Caveats’
Tidak semua penghuni perkampungan kumuh adalah
migran, dan tidak semua migran tinggal di permukiman
kumuh dan ilegal
Tidak semua penghuni perkampungan kumuh dapat
digolongkan sebagai masyarakat miskin, dan tidak
semua masyarakat miskin tinggal di permukiman
kumuh
Tidak semua penghuni perkampungan kumuh bekerja
di sektor ekonomi informal, dan tidak semua kegiatan
ekonomi informal terjadi di perkampungan kumuh
Penghuni perkampungan kumuh umumnya ‘sibuk’
bekerja/mencari nafkah sepanjang hari seringkali
sulit untuk diajak ‘rapat-rapat’ untuk perbaikan kampung
(namun ini tidak berarti mereka tidak bisa dikonsultasi
justru harus dilibatkan)
13. Aspek Tata-Kelola
Berhenti berusaha untuk menahan urbanisasi secara
paksa gantikan dengan upaya-upaya yang
peningkatan kualitas kehidupan di perdesaan DAN
hadirkan kebijakan realistis dan program-program yang
dapat membantu proses urbanisasi dengan baik dan
mensejahterakan (siapkan para pendatang sebelum
berangkat ke kota, buka dan fasilitasi peluang-peluang
yang baik bagi pendatang sehingga bisa terjadi
peningkatan kesejahteraan perlu kebijakan dan
strategi perkotaan nasional; pemerintah kota sendirian
tidak akan bisa menangani hal ini)
Karena kemungkinan besar penyediaan perumahan
formal yang terjangkau tidak akan memadai warga
akan membangun sendiri secara swadaya
Upaya ini perlu didukung (semakin awal, semakin baik)
14. Penutup
Catatan tambahan:
Pemerintah sendiri tidak akan mampu menyediakan secara
langsung perumahan layak-terjangkau (yang berarti harus
disubsidi) – Singapore dan Hong Kong adalah pengecualian
yang sulit direplikasi
Pemerintah juga tidak bisa membiarkan swasta bekerja
sendirian dalam penyediaan perumahan (meskipun sudah
dengan berbagai macam subsidi)
Pemerintah tidak bisa “memaksa” kaum miskin keluar dari
kota pemerintah pusat tidak bisa membiarkan pemerintah
kota menghadapi sendiri permasalahan urbanisasi
Perbaikan permukiman kumuh tidak bisa dilihat sebagai
“proyek” tersendiri bagian dari kebijakan urbanisasi dan
pembangunan kota/lingkungan dan manusia
15. Penutup
Bekerjasama dengan semua pemangku-kepentingan, kita
semua bisa menyediakan hunian layak bagi semua warga
Pemerintah dapat membantu kaum miskin
Kaum miskin dapat membantu diri-sendiri secara bersama-
sama (termasuk membuat tabungan kolektif/komunitas,
mengembangkan rencana perbaikan kampung dan rumah,
terlibat dalam implementasinya)
Organisasi komunitas maupun non-pemerintah lainnya dapat
berperan dalam mendampingi warga
Kemitraan juga bisa diperluas dengan mengajak pelaku
usaha (korporasi)
MATERI: Memahami Permasalahan Perumahan dan Permukiman Kumuh dalam konteks Permasalahan Perkotaan SUBSTANSI: Definisi, karakteristik, formasi, lokasi dan bentuk spasial perumahan dan permukiman kumuh; Proses Pembentukan Permukiman Kumuh dan Dimensi- D imensi Sosial, dan Dinamika Ekonomi Perkotaan. KELUARAN: Pemahaman awal terhadap karakteristik perumahan dan permukiman kumuh secara komprehensif ; Rumusan indikator perumahan dan permukiman kumuh
Banyak upaya untuk “menghentikan” urbanisasi – seperti Operasi Justisi. Tapi ini akan percuma dan buang-buang semberdaya lebih baik tenaga maupun dana diarahkan untuk “menyiapkan” urbanisasi dengan baik (tanpa meninggalkan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar di perdesaan). Migrasi dari desa ke kota adalah sebagai pewujudan dari “naluri” manusia untuk “survival” (pada tingkat paling dasar) maupun untuk “maju” (“the idea of progress”) dan memiliki pilihan-pilihan. Kontribusi sektor informal perkotaan di Asia diperkirakan 31% dari PDB total ‘ Urbanization equilibrium’ akan terjadi ketika nilai tambah sektor-sektor ekonomi perdesaan maupun kualitas kehidupan di perdesaan sudah cukup memadai sehingga tidak lagi mendorong orang untuk meninggalkan desa dan pergi ke kota yang seringkali menawarkan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi (walau tidak selalu memberikan kualitas kehidupan yang lebih baik).
Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya maupun PNPM-Perkotaan (d/h P2KP) merupakan upaya fasilitasi oleh pemerintah. Program ini berpotensi berhasil bila masyarakat melihat adanya “harapan” akan berkontribusi secara swadaya meningkatkan “sense of ownership” memperkuat modal sosial self-help
Permukiman kumuh di perkotaan memiliki beragam bentuk, besaran, sejarah dan budaya-politik.
Sebenarnya sejak pada tahun 2008 – 2009 telah disusun rancangan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) yang antara lain juga menyikapi ‘secara benar’ fenomena urbanisasi. Namun hingga kini KSPN tersebut belum juga mendapatkan status hukum mungkin masih perlu disempurnakan mengingat perkembangan-perkembangan yang baru dan cepat. Pemerintah kota sendirian tidak akan bisa menangani hal ini karena semakin baik sebuah kota memberikan pelayanan kepada pendatang, semakin ‘diserbu’ kota itu oleh para pendatang dari desa mengingat jumlah penduduk perdesaan Indonesia yang besar, maka tidak ada satu kota pun yang akan mampu menangani hal ini tanpa dukungan pemerintah pusat (termasuk dengan adanya KSPN)
Beberapa pilihan yang dihadapi dalam menyikapi fenomena permukiman kumuh – kuratif maupun preventif: Perbaikan setempat terhadap permukiman yang dibangun secara swakelola tanpa rencana bukan hanya aspek fisik saja tetapi juga sosial dan legal (security of tenure) Pemindahan permukiman: “digeser” sedikit – atau dipindahkan ke tempat baru (dengan segala plus dan minusnya) Perumahan bersubsidi yang dibangun pemerintah dan swasta (preventif) Kawasan siap bangun – sites and services (preventif) bisa ditambahkan dengan “assisted self-help” (swadaya yang dibantu oleh profesional) Pembangunan perumahan skala kota (4)