4. Latar Belakang
Penggunaan obat-obatan pelemas otot diawali oleh Harold Griffith
yang mempublikasikan hasil dari ekstrak kurare (racun panah
Amerika Selatan) yaitu d-tubocurarine selama anesthesia. Setelah
itu penggunaan pelemas otot terus berkembang. Penggunaan obat
pelumpuh otot tidak menyebabkan anesthesia dengan kata lain
pelemas otot tidak membuat tidak sadar, amnesia atau analgesia.
Namun penggunaan obat pelemas otot dapat membantu proses
pembiusan dengan memudahkan dan mengurangi cedera dari
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea serta memberikan
relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi
kendali.
9. Pengertian
Obat pelumpuh otot adalah obat yang dapat merelaksasi otot
rangka dengan menghambat transmisi impuls saraf pada
sambungan otot saraf. Obat pelumpuh otot tidak mempunyai efek
sedasi, amnesia, atau analgesic.
● Penyekat neuromuskular
● Spasmolitik
16. Farmakodinamik
● Pengukuran Kecepatan Onset dan Durasi Blokade
Saraf-Otot
● Penentuan Potensi Obat
● Dosis Efektif 50 (ED50) dan ED95
● Signifikansi Klinis dari ED95
● Implikasi Penggunaan Dosis ED95
● Perbedaan Respons Individual
17. Farmakokinetik
● Karakteristik Polar dan Administrasi Parenteral
● Kelompok Amonium Kuartener dan Kelarutan
● Volume Distribusi dan Distribusi Tubuh
● Pengaruh Terhadap Sistem Saraf Pusat dan
Absorpsi Renal
18. Pelemas Otot Depolarisasi
Satu-satunya obat pelemas
otot depolarisasi yang
dipakai adalah suksinilkolin.
Administrasi suksinilkolin
menyebabkan depolarisasi
inisial dan kontraksi otot
tidak terkoordinasi yang
disebut dengan fasikulasi.
19. Farmakodinamik dan Farmakokinetik
● ED95 Suksinilkolin
● Teknik Respon Kumulatif Dosis
● Onset dan Durasi Kerja
● Kelarutan Rendah dalam Lemak
dan Metabolisme
● Efisiensi Metabolisme oleh
Pseudokolinesterase
● Pemeliharaan Durasi Kerja Obat
● Interaksi dengan
Antikolinesterase
● Eliminasi dan Metabolisme
22. Pelemas Otot Non-Depolarisasi
Pelemas otot non-depolarisasi
sering digunakan dalam membantu
intubasi endotrakea. Penggunaan dosis
untuk intubasi sangat mempengaruhi
efek samping yang ditimbulkan.
Meskipun dengan dosis intubasi yang
lebih besar mempercepat onset, namun
dapat mengeksaserbasi efek samping
dan memperpanjang durasi blokade.
23. ● Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia:
Pelemas otot non-depolarisasi dapat
dikelompokkan menjadi benzylisoquinolines,
steroid, atau komponen lainnya. Steroid dapat
memiliki efek vagolitik sementara
benzylisoquinolines dapat menyebabkan
pelepasan histamin.
● Golongan Benzylisoquinolines dan Steroid:
Benzylisoquinolines termasuk tubokurarin,
metokurin, atrakurium, doksakurium, dan
mivakurium. Sementara golongan steroid
mencakup pankuronium, venokuronium,
pipekuronium, ropakuronium, dan rukoronium.
24. Karakter Farmakologis
● Suhu
● Keseimbangan Asam-
Basa
● Abnormalitas elektrolit
● Usia
● Interaksi Obat
● Penyakit yang diderita
● Kelompok oto
25. Pembalikan Blokade Saraf-Otot
Depolarisasi
Pelemas otot depolarisasi tidak
dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, melainkan akan
terdifusi dari tautan neuromuscular
dan dihidrolisis dalam plasma dan
hati oleh enzim yang lain yaitu
pseudokolinesterase, proses ini
sangat cepat karena tidak ada agen
khusus untuk membalikan blockade
agen depolarisasi yang tersedia.
26. Pembalikan Blokade Saraf-Otot
Non-Depolarisasi
Pembalikan blockade pelemas otot
ini tergantung pada redistribusi,
metabolisme gradual, dan eksresi
pelemas otot dari tubuh, atau
pemberian agen khusus untuk
membalikkan pasien, misal
inhibitor kolinesterase yang
menghambat aktivitas enzim
asetilkolinesterase yang
neostigmine metilsulfat
(prostigmin).
27. Penutup
Anastesi tidak perlu dalam, hanya sekedar pasien
tidak sadar, analgesic dapat diberikan dosis tinggi,
dan pemberian obat pelemas otot dapat
memberikan efek relaksasi pada otot lurik. Ketiga
kombinasi ini dikenal dengan istilah trias anastesi.
Obat pelemas otot merupakan obat yang digunakan
untuk melemaskan atau merileksasikan otot.
28. Penutup
Pelemas otot depolarisasi bekerja sebagai acethylcholin reseptor agonist,
sedangkan non depolarisasi bekerja competitive antagonist, karena pelemas
otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh acethylcholinesterase, mereka
difus menjauhi neuromuscular junction dan terhidrolisa didalam plasma
dan hepar oleh enzim lain, pseudocholinesterase (nonspesifik
cholinesterase, plasma cholinesterase). Pelemas otot memiliki efek paralitik
menyerupai asetilkolin. Sebagai contoh suksinilkolin memiliki 2 buah
molekul Ach. Suksinilkolin merupakan kontraindikasi pada pemeberian rutin
kepada anak dan remaja karena risiko dari hyperkalemia, rhabdomyolisis,
dan cardiac arrest pada anak tanpa diagnosa miopati.
29. Penutup
Untuk pelemas otot non depolarisasi
semakin lama pelemas ototnya, semakin
lama onsetnya. Obat pelemas otot saraf
non depolarisasi terdiri atas golongan
benzylisoqoinolinium dan aminosteroid.
Pengukuran Kecepatan Onset dan Durasi Blokade Saraf-Otot: Farmakodinamik obat pelemas otot dievaluasi dengan memantau kecepatan timbulnya efek (onset) dan lamanya efek (durasi) blokade pada saraf-otot.
Penentuan Potensi Obat: Potensi setiap obat pelemas otot dapat diukur dengan mengonstruksi kurva dosis-respons yang menggambarkan hubungan antara depresi kedutan dan dosis obat tersebut.
Dosis Efektif 50 (ED50) dan ED95: ED50 merupakan dosis median yang diperlukan untuk mencapai depresi kedutan sebesar 50%. Sementara ED95 merupakan dosis yang diperlukan untuk mencapai blokade sebesar 95%, yang lebih relevan secara klinis.
Signifikansi Klinis dari ED95: Sebagai contoh, ED95 Vecuronium adalah 0,05 mg/kgBB. Ini berarti bahwa setengah dari pasien akan mencapai minimal 95% blokade kedutan tunggal dengan dosis tersebut, sementara setengahnya lagi akan mencapai blokade kurang dari 95%.
Implikasi Penggunaan Dosis ED95: Informasi mengenai ED95 membantu klinisi dalam menentukan dosis yang tepat untuk mencapai tingkat blokade saraf-otot yang diinginkan pada setiap pasien dengan memperhitungkan variabilitas respons individu.
Perbedaan Respons Individual: Penggunaan ED95 memberikan gambaran bahwa respons terhadap obat pelemas otot dapat bervariasi antarindividu, sehingga pengukuran dosis yang tepat menjadi penting untuk mencapai efek yang diinginkan tanpa menyebabkan kelebihan efek samping
Karakteristik Polar dan Administrasi Parenteral: Semua obat pelemas otot-saraf memiliki sifat sangat polar dan tidak aktif jika diberikan secara oral. Oleh karena itu, harus diberikan melalui rute parenteral.
Kelompok Amonium Kuartener dan Kelarutan: Obat pelemas otot termasuk dalam kelompok amonium kuartener. Mereka larut dalam air, mudah terionisasi pada pH fisiologis, dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam lipid.
Volume Distribusi dan Distribusi Tubuh: Volume distribusi obat ini terbatas dan sama dengan volume cairan ekstraseluler, kira-kira 200 mL/kg. Mereka tidak dapat dengan mudah melewati sawar membran lipid, seperti sawar darah otak, epitel tubulus renal, epitel gastrointestinal, atau plasenta.
Pengaruh Terhadap Sistem Saraf Pusat dan Absorpsi Renal: Karena sifat distribusi yang terbatas, obat pelemas otot tidak mempengaruhi sistem saraf pusat, memiliki reabsorpsi minimal di tubulus renal, absorpsi oral yang tidak efektif, dan pengaruh minimal pada ibu hamil terhadap fetus.
ED95 Suksinilkolin: Dosis efektif 95% (ED95) suksinilkolin adalah 0,51-0,63 mg/kg.
Teknik Respon Kumulatif Dosis: Melalui teknik respon kumulatif dosis, ED95 suksinilkolin dapat dikurangi menjadi kurang dari 0,3 mg/kg.
Onset dan Durasi Kerja: Suksinilkolin memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan durasi kerja yang singkat (kurang dari 10 menit).
Kelarutan Rendah dalam Lemak dan Metabolisme: Onset cepat suksinilkolin berkaitan dengan sifatnya yang memiliki kelarutan rendah dalam lemak. Ketika masuk ke dalam sirkulasi, sebagian besar suksinilkolin di metabolisme oleh pseudokolinesterase (plasma cholinesterase) menjadi suksinil monokolin dan kolin.
Efisiensi Metabolisme oleh Pseudokolinesterase: Pseudokolinesterase memiliki kemampuan besar untuk memetabolisme suksinilkolin, sehingga hanya sekitar 10% dari dosis yang diberikan yang mencapai neuromuskular junction.
Pemeliharaan Durasi Kerja Obat: Durasi kerja obat dapat diperpanjang dengan dosis besar atau pada kondisi metabolisme abnormal seperti hipotermi atau rendahnya level pseudokolinesterase terjadi pada kondisi tertentu seperti kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal, atau penggunaan obat-obatan tertentu.
Interaksi dengan Antikolinesterase: Penggunaan antikolinesterase seperti neostigmine dapat menghambat aktivitas enzim pseudokolinesterase, memperpanjang durasi kerja suksinilkolin.
Eliminasi dan Metabolisme: Sekitar 10% suksinilkolin diekskresikan melalui urin, sedangkan hanya sedikit yang dimetabolisme di hati.