Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan sistem persarafan yang mencakup tanda vital, status mental, saraf kranial, dan mata. Pemeriksaan ini penting untuk mendeteksi gangguan sistem saraf pusat dan saraf kranial.
Bagaimana jika ada penderita epilepsi yang sudah bertahun-tahun menderita epilepsi dan tidak sembuh meskipun sudah melakukan berbagai macam pengobatan, apakah epilepsi yang dideritanya sudah termasuk parah ?
Mata pelajaran yang membahas tentang panca indra pada tubuh manusia yang terdiri dari mata, telinga, hidung, dan kulit. pada mata pelajaran ini akan dibahas anatomi dan fisiologi dari panca indra tersebut
Bagaimana jika ada penderita epilepsi yang sudah bertahun-tahun menderita epilepsi dan tidak sembuh meskipun sudah melakukan berbagai macam pengobatan, apakah epilepsi yang dideritanya sudah termasuk parah ?
Mata pelajaran yang membahas tentang panca indra pada tubuh manusia yang terdiri dari mata, telinga, hidung, dan kulit. pada mata pelajaran ini akan dibahas anatomi dan fisiologi dari panca indra tersebut
2. TANDA VITAL
Pada cedera medula spinalis trias klasik
hipotensi, bradikardia, hipotermia (hilangya fungsi
sistem saraf simpatis)
Perubahan TTV dapat menyertai tahap akhir
peningkatan TIK
Respons Cushing peningkatan TD Sistolik,
tekanan andi meningkat, bradikardia
Frekuensi dan irama pernapasan terganggu
peningkatan TIK di batang otak
3. STATUS MENTAL
Pemeriksaan terhadap ;
Tingkat kesadaran
Orientasi
Memori
Suasana hati dan afek
Perfoma intelektual
Pengambilan keputusan dan daya tilik diri
Bahasa dan komunikasi
4. Tingkat kesadaran
Alert : Composmentis / kesadaran penuh
– Berespon secara tepat terhadap stimulus minimal,
– tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan
lingkungan.
Lethargic
– Seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti
enggan bicara.
– Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal,
mungkin dapat berespon dengan cepat.
– Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
5. Tingkat kesadaran
Obtuned
– Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit,
respon verbal dan kalimat membingungkan.
Stuporus
– Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan
rangsang verbal.
– Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
Koma
– Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan
stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil
6. Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open
= E), respon motorik (motorik response = M), dan
respon verbal (verbal response = V).
Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu
mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling
jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga)
sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score 3 - 4 : vegetatif (hanya organ otonom yg bekerja)
< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
7. RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
Spontan membuka mata
Terhadap suara membuka mata
Terhadap nyeri membuka mata
Tidak ada respon
4
3
2
1
2. Motorik = Motoric response (M)
Menurut perintah
Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur
dekortikasi
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
3. Verbal = Verbal response (V)
Berorientasi baik
Bingung
Kata-kata respon tidak tepat
Respon suara tidak bermakna
Tidak ada respon
5
4
3
2
1
8. Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal,
hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti :
nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat
rumah
9. Memori
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan
sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik.
Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang
sudah diperlihatkan
10. Suasana hati dan afek
Ekspresi wajah dapat menunjukan emosi,
seperti ;
– Cemas
– Curiga
– Depresi
Apakah afek klien sesuai situasi?
11. Perfoma intelektual
Perfoma intelektual
– Sumber pengetahuan
– Kemampuan berhitung
Minta klien mengidentifikasi orang yang
dikenal, tempat, atau peristiwa tertentu
12. Pengambilan keputusan dan daya
tilik diri
Termasuk
– Penalaran
– Pemikiran abstrak
– Memecahkan masalah
– Persepsi terhadap situasi
Dengarkan bagaimana klien menjawab pertanyaan
Dapat berkonsentrasi, tetap fokus, atau mudah
mengalami distraksi
13. Bahasa dan Komunikasi
Afasia motorik, lesi di area Broca, klien tidak mampu
menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa
verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai
perintah.
Afasia sensorik / perseptif, lesi pada area Wernicke, ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan
visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-
kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
Disatria gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan
tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat
ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat
14. Inspeksi
Kepala ; ukuran, bentuk, kontur dan kesimetrisan
Temuan
– ekimosis sekitar mata atau telinga
– Ekimosis periorbital
– Ekimosis prosesus mastoideus belakang telinga (tanda
Battle)
– Cairan dari telinga (darah, CSS, atau keduanya)
– Keluar cairan serebrospinal dari lubang hidung
– Lipan kulit, lipoma, bercak berambut
15. Palpasi
Pada tulang tengkorak nodul/massa,
menonjol atau berlekuk (abnormal)
Otot leher massa atau area dengan rasa
nyeri
Kaku kuduk manisfestasi iritasi meningeal
Tulang belakang deviasi
Otot paravertebrae massa, spasme
16. Perkusi
Perkusi lembut pada prosesus spinosus
tanda-tanda nyeri (abnormal)
Auskultasi
Pembuluh darah leher/lain bruit (terjadi
karena aliran turbulen dan biasanya
merupakan manifestasi penyakit
arterosklerosis)
17. SARAF KRANIAL
Saraf kranial III s.d XII (berawal dari batang
otak) mengkaji fungsi saraf ini memberikan
informasi ttg batang otak dan jaras terkait
Tiga refleks melibatkan saraf kranial refleks
protektif (refleks kornea, muntah & batuk)
Hilangknya respons normal
– Kegagalan menerima stimulus (input)
– Kegagalan untuk berespons dengan tepat (output)
– Kombinasi kegagalan input & output
18. Saraf kranial I (Olfaktorius)
Persiapan :
– Pasien hrs sadar & kooperatif
– Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk
pepperminth,kamper,aq.rosarum
Pemeriksaan :
1. Inspeksi
Periksa kedua lubang hidung
yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik
19. 2. Inspeksi
– Pasien diberitahu bahwa daya
penciumannya hendak diperiksa.
– Tutup mata pasien.
– Pasien mengidenfikasi apa yang
tercium olehnya bila suatu zat di
dekatkan pada lubang hidungnya.
Interpretasi :
– Normal Hiperosmia
– Anosmia Parosmia
– Hiposmia Kakosmia
– Halusinasi olfactorik baik
21. Pemeriksaan dan interpretasi tajam
penglihatan
Persiapan : Yakinkan tdk ada ggn visus ok penyakit mata.
Tabel Snellen
– Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
– Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
– Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
– Begitu jg sebaliknya u/ mata kiri.
Interpretasi
– Visus normal : 6/6
x jarak penderita dg snellen
y jarak,dimana org normal dpt melihat
tulisan dlm snellen
22. Jari-jari tangan
Visus pasien menurun →< 6/6,visus diperiksa dengan
menghitung jari-jari.
Pasien memberitahukan berapa jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai
dapat dilihat.
Interpretasi
– Normal:menghitung jari tangan jarak 6 m,
– jika hanya dpt menghitung jari-jari tangan dr jarak 5 m→ visus:
5/6
23. Pemeriksaan & Interpretasi
pengenalan warna
Pemeriksaan
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang
wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara
atau stiling
– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
Interpretasi
– Normal
– Buta Warna
24. Pemeriksaan & Interpretasi
medan pengelihatan
Tanpa alat Test konfrontasi.
Persiapan :
– Pasien harus kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.
Interpretasi
– Normal
– Menyempit
25. Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan
tangan kanan.
Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi ps/.
Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum
manus tangan kiri yang memegang dahi ps/.
Mata kanan ps/ diperiksa dg mata kanan
pemeriksa,begitu sebaliknya.
Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi
26. Interpretasi Funduskopi
1. Gambaran retina, Normal :
– Latar belakang :merah keoranye-oranyean
– Papil nervi optisi : lebih muda
– Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan
cabang-cabangnya ke seluruh retina
– Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua.
– Reflek sinar hanya tampak pd arteri
– Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok
dibandingkan arteri
– Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan
penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
27. 2.Gambaran Nervi Optisi, Normal :
– bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal
sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal
agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2
Gambaran Nervi Optisi, Abnormal :
– Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur,
cupping menghilang
– Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas,
cupping (+)
– Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas
cupping (-)
28. Saraf Kranial III, IV & VI (Okulomotorius,
Troklearis, Abdusens)
Pemeriksaan nervi III,IV,VI:
1.Inspeksi saat istirahat :
– Kedudukan bola mata
– Observasi celah kelopak mata
2.Inspeksi saat bergerak :
– Observasi gerakan mata sesuai perintah
3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
29. 1.Inspeksi saat istirahat
a.Kedudukan bola mata
Pemeriksaan
– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
– Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
– Normal : Kedudukan bola mata simetris
– Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis,
okulogirik, eksoptalmus /endoftalmus
30. B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
– Penderita memandang lurus kedepan
– Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
– Normal : simetris kanan-kiri
– Kelainan : Celah kelopak mata menyempit
Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus
– Kelainan : Celah kelopak mata melebar
Eksoftalmus & proptosis
31. 2. Pemeriksaan gerakan bola mata
Penilaian gerakan monokular
Penilaian gerakan kedua bola mata atas
perintah
Penilaian gerakan bola mata mengikuti
obyek bergerak
Pemeriksaan gerakan konjungata
reflektorik (doll’s eye movement)
32. Interpretasi gerakan bola mata
Normal :
– Gerakan konjungata
– Gerakan diskonjungat/
– gerakan konversion
– Dolls eye movement (+)
Kelainan :
– Tanda parinaud (+) (paralisis lirikan ketas)
– Stabismus
– Gerakan okulogirik
– Diplopia
– Gangguan gerakan bola mata kesamping
– Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
33. 3.Pemeriksaan & Interpretasi
Pupil-Reaksi pupil
Pemeriksaan :
Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
Perbandingan pupil kanan dan kiri
Pemeriksaan reflek pupil
34. Interpretasi
Normal :
– Bentuk pupil : bulat reguler
– Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
– Posisi pupil : ditengah-tengah
– Isokor
– Reflek cahaya langsung (+)
– Reflek cahaya konsensuil (+)
– Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
35. Saraf Kranial V (Trigeminus)
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
– Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya,
– palpasi m.maseter & temporalis
– Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi
rahang bawah (m.pterigoideus lateralis)
– Tongue spatel digigit bergantian, bandingkan
bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
36. Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam
pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan
kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke
sisi m.pterigoideus lateralis yg lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis
yang lumpuh lebih dangkal.
37. 2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus
Interpretasi :
Normal : gangguan sensibilitas(-)
Kelainan :
– Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
– Termanestesi : tidak merasakan rangsangan
suhu
– Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
38. Saraf Kranial VII (Fasialis)
Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan & Interpretasi fungsi motorik
a. Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
41. 3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :
– Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah
– Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl.
Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl. Sublingualis
Interpretasi :
– Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula
submasilaris dan sublingualis baik
– Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi
gl.submaxilaris dan sublingualis
42. Saraf Kranial VIII (Kokhlearis dan N.
Vestibularis)
A. Kokhelaris ( Akustikus)
1.Suara Bisik
43. 2.Uji garputala
a. Rinne
Interpretasi :
Rinne (+)
Rinne (-)
b. Schwabach
− Getarkan garputala,tempelkan pd proc.mastoideus penderita
− Jika suara garputala tdk di dengar lg oleh penderita,pindahkan
ke proc.mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
– Schwabach normal
– Schwabach memendek
44. 3. Weber
Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria
penderita.
– Tanyakan kpd penderita ke telinga mana suara
garputala terdengar lebih keras.
Interpretasi :
45. 4. Bing
Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria penderita.
– Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita.
– Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara garputala lebih keras.
Interpretasi :
– Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat
– Bing - : tidak ada lateralisasi
46. Saraf Kranial IX dan X
(Glosofaringeus & Vagus)
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan
“Ah,Ah”
Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
47. Interpretasi :
– Normal : Simetris lengkung langit-langit
– Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak
keatas
– Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal.
b. Pemeriksaan fungsi menelan
– Minta penderita minum air
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke
hidung
Interpretasi:
– Normal : mampu minum air dg baik.
– Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX
bilateral
48. c. Pemeriksaan Fonasi suara
– Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”
Interpretasi :
– Normal
– Ggn fonasi suara “sangau”
2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
– Inspeksi sekresi kelenjar ludah
Interpretasi :
– Normal
– Kelainan : sekresi kelenjar ludah tidak ada
49. 3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
a. Refleks muntah
– Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi :
Replek muntah +/ -
50. b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.
– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian
belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah
1/3 belakang.
Interpretasi :
– Ageusia Hipoageusia
– Parageusia Hemiageusia
51. Saraf Kranial XI (Aksesorius)
1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
– Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi
kontralateral.
Interpretasi :
– Normal : ada kontraksi otot
– Kelainan : tidak ada kontkaksi otot
52. Saraf Kranial XII (Hipoglosus)
Pemeriksaan:
– Inspeksi lidah saat istirahat
– Inspeksi lidah saat dijulurkan
– Pemeriksaan artikulasi kata “ ular loreng lari, lurus
dilorong”
Interpretasi :
– Normal : tidak ada deviasi
– Kelainan : ada deviasi +
53. 2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
– Saat Istirahat
– Saat bahu digerakkan
Interpretasi :
– Normal : simetris
– Kelainan :
Asimetris
kelemahan pd bahu yg sakit
54. SISTEM MOTORIK
Massa/ukuran Otot inspeksi semua
kelompok bilateral simeteris, hipertrofi, atrofi
Kekuaan Otot kekuatan otot pada skala 5
untuk setiap ekstremitas
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh
55. Tonus Otot
– Tonus otot menurun (hipotonik) otot menjadi
lunak, lembek atau flaksid
– Tonus otot meningkat (hipertonik) otot menjadi
resisten dengan gerakan, rigid, atau spastik
– Abnormalitas postur fleksi atau ekstensi
Koordinasi Otot
– Pemeriksaan gerakan bergantian secara cepat
– Manuver titik ke titik
– Mempertahankan keseimbangan badan dan posisi
kepala
Kelainan koordinasi mengindikasikan lesi serebelum
atau kolumna vertebralis
56. Karakteristik disfungsi serebelum yang
khas yaitu :
Ataksia
Tremor intensional (tremor saat mendekati objek)
Nistagmus
Dismetria okular (ketidakmampuan melitik mata
pada objek)
Disdiadokokinesis (menahan satu impuls motorik
dan menggantikan pada sisi yang berlawanan)
57. Gaya berjalan dan sikap tubuh
– Dengan meminta pasien berdiri tegak, berjalan,
dan berjalan tandem
Gerakan
– Fasikulasi reaksi involunter pada saat sedang
istirahat (motorik halus)
– Gerakan motorik kasar akinesis, atetosis,
balismus, bradikinesia, distonia, mioklonus,
spasme, tiks, tromor
– Nyeri, kontraktur sendi, tahanan otot
– Ketidakmampuan melakukan gerakan yang
diperintahkan walaupun tidak terdapat kelemahan
atau paralisis apraksia
58. Pemerikasaan motorik pasien yang tidak sadar
dengan stimulus nyeri dan respon motorik GCS
Respons terhadap stimulus nyeri
– Lokalisasi meraih sumber stimulus dan mencoba
mendorong pemeriksa
– Fleksi menarik diri bergerak tanpa tujuan dan dapat
menunjukkan gerakan yang minimal, menyeringai,
mengerinyit.
– Fleksi abnormal (postur dekortikasi) fleksi, adduksi, dan
rotasi dalam pergelangan tangan dan lengan pada dada dan
ekstensi tungkai secara rigid
– Eksternal abnorma (postur deserebrasi) ekstensi dan
pronasi lengan saat tungkai ekstensi rigid
– Tanpa respons tidak respons terhadap nyeri
59. FUNGSI SENSORIK
Pemeriksaan rabaan, nyeri, getar, posisi dan
diskriminasi
Sensasi superfisial
– Nyeri superfisial stimulus ujung tajam dan tumpul
– Rabaan ringan kapas
– Rasa suhu air hangat dan air dingin
Sensasi mekanis
– Sensasi getar garpu tala
– Posisi (propriosepsi) pakai jari pasien
60. Diskriminasi
– Stereognosis (ketajaman bentuk dan
konfigurasi objek yang terasa) tiga benda
kecil (familier)
– Grafestesia (pengenalan bentuk dan
konfigurasi simbol tertulis) goreskan
huruf/angka tertentu pada telapak tangan
pasien dgn ujung tumpul pena
– Stimulus dua titik simultan (diskriminasi dua
titik) secara simultan tusuk kulit dengan
dua ujung jarum dengan jarak bervariasi
61. Abnormalitas sensasi
Disestesia terlokasi baik, sensasi iritasi seperti
hangat, dingin, gatal, menggelitik, merayap, menusuk,
dan rasa geli
Parestesia distorsi stimulus sensorik (raba halus
dapat dirasakan sebagai sensasi nyeri atau terbakar)
Anastesia hilangnya sensasi raba
Hipoestesia pengurangan sensasi raba
Hiperestesia persepsi berlebih yang
abnormal/patologis terhadap raba
62. Abnormalitas sensasi
Analgesia hilangnya sensasi nyeri
Hiperalgesia pengurangan sensasi nyeri
Hiperalgesia peningkatan sensasi nyeri
Agrafestesis ketidakmampuan
mengidentifikasi simbol yang digoreskan pada
telapak tangan saat mata ditutup
Astereognesis kehilangan sensasi
deskriminasi tiga dimensi
63. REFLEKS
Refleks superfisial (kutaneus)
– dengan rangsangan pada kulit atau membran
mukosa
– Pada abdomen, telapak kaki, kornea, faringeal,
kremasterika, anal
Refleks tendon dalam (regangan otot)
– refleks karena kontraksi otot, dihasilkan dari pukulan
tajam pada tendon otot dengan ayunan palu refleks
(tiba-tiba dan pendek)
– Pada bisep, trisep, brakhioradialis, patela, achiles
64. Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan
pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive/penurunan respon,
kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata,
tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
65. Refleks patella
– Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
–
– Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
Refleks biceps
– Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas
lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
– Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan
jari-jari atau sendi bahu.
66. Refleks triceps
– Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
– Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
Refleks achilles
– Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
– Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
67. Refleks abdominal
– Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores
Refleks Babinski
– Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki.
– Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
68.
69.
70. Pemeriksaan khusus sistem persarafan
Kaku kuduk
– Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan,
sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada
kaku kuduk positif (+).
Tanda Brudzinski I
– Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
– Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
71. Tanda Brudzinski II
– Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.
Tanda Kernig
– Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
– Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
Test Laseque
– Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.