Gangguan pada sistem syaraf
Bell's Palsy. Gangguan yang terjadi menyerang separuh syaraf pada wajah.
Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor
neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar
sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini
pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan
dokter bedah bernama Sir Charles Bell. Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus
per 100 000 orang setiap tahun. Manifestasi klinisnya terkadang dianggap
sebagai suatu serangan stroke atau gambaran tumor yang menyebabkan
separuh tubuh lumpuh atau tampilan distorsi wajah yang akan bersifat
permanen. Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai Bell’s palsy oleh dokter
umum agar tata laksana yang tepat dapat diberikan tanpa melupakan
diagnosis banding yang mungkin didapatkan.
Saraf fasialis atau saraf kranialis ketujuh mempunyai komponen
motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi,
komponen sensorik kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima
sensasi rasa dari 2/3 depan lidah, dan komponen otonom yang merupakan
cabang sekretomotor yang mempersarafi glandula lakrimalis. Saraf fasialis
keluar dari otak di sudut serebello-pontin memasuki meatus akustikus
internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis fasialis memberikan
cabang untuk ganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya ke
muskulus stapedius dan bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal
dari kanalis fasialis, segmen labirin merupakan bagian yang tersempit yang
dilewati saraf fasialis; foramen meatal pada segmen ini hanya memiliki
diameter sebesar 0,66 mm.
Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bell’s
palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori
virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini. Burgess et al
mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum
seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami
Bell’s palsy. Murakami et al. menggunakan teknik reaksi rantai polimerase
untuk mengamplifikasi sekuens genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di
dalam cairan endoneural sekeliling saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14
kasus Bell’s palsy yang dilakukan dekompresi pembedahan pada kasus yang
berat. Murakami et al. menginokulasi HSV dalam telinga dan lidah tikus yang
menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus tersebut
kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan
adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika
Gangguan pada sistem syaraf
Bell's Palsy. Gangguan yang terjadi menyerang separuh syaraf pada wajah.
Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor
neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar
sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini
pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan
dokter bedah bernama Sir Charles Bell. Insidens sindrom ini sekitar 23 kasus
per 100 000 orang setiap tahun. Manifestasi klinisnya terkadang dianggap
sebagai suatu serangan stroke atau gambaran tumor yang menyebabkan
separuh tubuh lumpuh atau tampilan distorsi wajah yang akan bersifat
permanen. Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai Bell’s palsy oleh dokter
umum agar tata laksana yang tepat dapat diberikan tanpa melupakan
diagnosis banding yang mungkin didapatkan.
Saraf fasialis atau saraf kranialis ketujuh mempunyai komponen
motorik yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi,
komponen sensorik kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima
sensasi rasa dari 2/3 depan lidah, dan komponen otonom yang merupakan
cabang sekretomotor yang mempersarafi glandula lakrimalis. Saraf fasialis
keluar dari otak di sudut serebello-pontin memasuki meatus akustikus
internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis fasialis memberikan
cabang untuk ganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya ke
muskulus stapedius dan bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal
dari kanalis fasialis, segmen labirin merupakan bagian yang tersempit yang
dilewati saraf fasialis; foramen meatal pada segmen ini hanya memiliki
diameter sebesar 0,66 mm.
Etiologi dan Patofisiologi
Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bell’s
palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori
virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini. Burgess et al
mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum
seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami
Bell’s palsy. Murakami et al. menggunakan teknik reaksi rantai polimerase
untuk mengamplifikasi sekuens genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di
dalam cairan endoneural sekeliling saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14
kasus Bell’s palsy yang dilakukan dekompresi pembedahan pada kasus yang
berat. Murakami et al. menginokulasi HSV dalam telinga dan lidah tikus yang
menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus tersebut
kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan
adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
4. KETERAMPILAN KOMUNIKASI
Presentasi adalah alat peragaan, kuliah, ceramah, dan laporan. Presentasi biasanya
disampaikan di hadapan audiens. Beragam kegunaan menjadikan presentasi alat
penyampai dan pengajaran yang ampuh.
5. Apakah pemeriksaan fisis neurologis
hanya dikerjakan pada pasien
dengan diagnosis penyakit saraf?
• Pemeriksaan fisis neurologis adalah bagian dari pemeriksaan fisis rutin,
yang seharusnya dilakukan pada semua pasien
• Pada anak yang masih mengalami proses tumbuh-kembang, PF
neurologis terkait khususnya dengan perkembangan anak. Temuan
patologis dapat menggambarkan gangguan perkembangan
• Kecurigaan diagnosis tertentu perlu dituliskan, misalnya:
–Tanda Gower pada distrofi muskular
6. Ketika menuliskan pemeriksaan fisis rutin
• Pemeriksaan fisis dan neurologis anak merupakan kesatuan, karena anak
tidak dapat ditanya/diperintah
• Pada pemeriksaan kepala:
–TIDAK sekedar rambut berwarna hitam dan sulit dicabut, TETAPI tuliskan
lingkar kepala, bentuk kepala, ubun-ubun besar (UUB) terbuka/tidak,
ukurannya
• Pemeriksaan neurologis harus menjawab:
–Adakah kelainan neurologisnya?
–Dimana letak anatomi penyebabnya?
–Etiologi lesi?
Berg. Principles of child neurology 1996.5-22
Menkes. Child Neurology 2005; 1-27
7. Sambil melakukan anamnesis pasien dengan
masalah neurologis, perkembangan anak dinilai
Usia (bulan) Motorik kasar Motorik halus Sosialisasi Bicara
3 Angkat badan Tangan terbuka Senyum spontan Cooing, ketawa
6 Duduk sebentar Memindahkan benda Suka, tidak suka Babbling
9 Menarik - berdiri Ambil dengan jari Ciluk - Ba Meniru suara
12 Berjalan dituntun Melepaskan benda Dipanggil
menengok
1 – 2 kata
18 Naik tangga dibantu Makan pakai sendok Mengikuti mimik Lebih 20 kata
24 Berlari Susun balok 6 kotak Bermain 2 – 3 kata kalimat
1. Haslam. Nelson Pediatric 2004: 1973-83
8. Pada kasus kejang dan infeksi SSP
• Kejang fokal atau kejang umum
Tipe kejang
• Demam, diare, nyeri tenggorokan,
• Ruam kulit
Tanda infeksi
• UUB membonjol, “high pitch cry”
• Sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran
Peningkatan
Tekanan
Intrakranial
• Hemiparesis, paresis saraf kranial
Defisit
neurologis
13. Tanda rangsang meningeal
• Kaku kuduk: fleksi pada leher
meningkatkan tekanan pada
saraf di medula spinalis
• Brudzinski: ketika memeriksa
kaku kuduk, perhatikan adanya
aduksi dan fleksi tungkai
• Kernig dan Laseguq: iritasi
meninges menyebabkan tahanan
pada pergerakan akibat
pemeriksaan keduanya)
16. Letak lesi pada defisit neurologis
LESI DEM Pola Napas Reaksi Pupil
Korteks Serebri +/+ Cheyne Stokes Miosis
Reaksi cahaya
(+)
Midbrain +/- Kusmaul
hiperventilasi
Dilatasi
Midposisi
Reaksi cahaya
(+)
Pons -/- Ataksik breathing Pinpoint
Reaksi cahaya (-
)
16
17. Ubun-ubun besar
• Diameter transversa: rata-rata 2,1 cm
• Diameter lebih besar – atrofi
otak
• UUB membonjol
–TIK, infeksi, massa
• Penutupan UUB:
–12 bulan (40%
–19 bulan (90%)
–24 bulan (96%)
–Jika UUB masih terbuka lebar hati-
hati
Am Fam Physician 2003:67;12-23
UUB MEMBONJOL
18. Etiologi - Pelebaran dan penutupan UUB
terlambat
• Hipotiroidism
• Sindrom Down
• Peningkatan tekanan intrakranial
• Makrosefali familial
• Atrofi serebri
• Akondroplasia
• Sindrom Dandy Walker, Arnold Chiary Malfformation
• Dll
Sign and symptoms in pediatrics1999.h.125-30
Pediatric Neurology 2006. h. 363-90
22. Nervus kranialis
N. I olfaktorius N. II optikus
N. III
okulomotor
N. IV troklearis
N. V
trigeminus
N. VI abdusens N. VII fasialis
N. VIII
vestibulo-
koklearis
N. IX
glosofaringeus
N. X vagus
N. XI
aksesorius
N. XII
hipoglosus
23. Pemeriksaan Nervus Kranialis (1)
• Pemeriksaan dilakukan setelah memberikan rangsangan
tergantung tingkat kesadaran
–Menggelitik telapak kaki, sampai mencubit
• Cara melakukan pemeriksaan praktis
–Simetri/asimetri wajah – N. VII
–Posisi bahu asimetris – N XI
–Mengikuti benda, Doll’s eye mov. N. II-III–IV–VI
–Refleks cahaya +/+, kontak visual – N. II – III
1. Berg. Principles of child neurology 1996.5-22 2. Menkes. Child Neurology 2005; 1-27
3. Haslam. Nelson Pediatric 2004: 1973-83
24. 24
• Pemeriksaan praktis
–Saat menangis - mulut terbuka
• Posisi uvula dan laring – N. IX
• Posisi lidah ditengah – N. XII
• Refleks menghisap baik – N. VII – IX – X - XII
–Telinga
• Fisis: microtia, gendang telinga
• Neuro: Fungsi pendengaran: dipanggil apakah
menengok, tes BERA – N. VIII
• Pada anak lebih besar dilakukan dengan menyuruh anak
melakukan sesuatu perintah
1. Berg. Principles of child neurology 1996.5-22 2. Menkes. Child Neurology 2005; 1-27
3. Haslam. Nelson Pediatric 2004: 1973-83
Pemeriksaan Nervus Kranialis (2)
25. N. II, III – IV – VI
• Ketajaman penglihatan
–“Snellen chart”
–Finger-counting test
–Fiksasi cahaya/objek dan
mencari sumber cahaya,
pada bayi
• Lapang pandang
• Refleks cahaya langsung
dan tidak langsung
• funduskopi
• Akomodasi (N. III)
• Buka mata (N. III)
26. N. VII fasialis
• Mempersarafi otot-otot mimik
• Paresis sentral vs perifer
• Tutup mata – m. orbicularis
oculi
• Sensoris khusus: pengecapan
2/3 anterior lidah
27. N. VIII
vestibulokoklearis
dan N. IX
glossofaringeus
• Keseimbangan
• Uji Romberg, nistagmus, tes kalori
N. vestibularis
• Ketajaman pendengaran
N. koklearis
• Posisi uvula
• Sensoris khusus: pengecapan lidah
1/3 posterior
• Refleks muntah (bersama N. X)
• Disfagia, gangguan menelan,
salivasi (bersama N. X)
N. glossofaringeus
28. N. X vagus, N.
XI aksesorius,
N. XII
hipoglosus
N. vagus
• Disfagia, gangguan menelan
• Gangguan refleks batuk
• Gangguan diafragma (sesak)
• Fungsi otonom parasimpatis
• Refleks okulokardiak
• Refleks karotis
N. aksesorius
• Mengangkat bahu
• Memutar kepala (m. sternokleido-mastoideus)
N. hipoglosus
• Motorik lidah
• Paresis:
• Di dalam mulut: deviasi ke sisi sehat
• Terjulur: terdorong ke sisi sakit
• Paresis sentral vs perifer:
• Atrofi dan fasikulasi lidah pada paresis perifer
29. Pemeriksaan
Neuromuskular
• Bertujuan membedakan kelainan tipe sentral
(UMN) atau tipe perifer (LMN)
• Dilakukan saat anamnesis – observasi
– Posisi Frog leg – hipotoni
– Ekstremitas lebih aktif satu sisi – hemiparesis
– Gerakan involunter – gerakan tak bertujuan
• Pada bayi, kelumpuhan tipe UMN pada keadaan
awal dapat merupakan hipotoni
29
30. Kelumpuhan ekstremitas
• Susunan Saraf Pusat
– Kaku/ spastis
– Refleks fisiologi meningkat
– Refleks patologis positif
– Tidak ada pengecilan otot
kecuali sudah berlangsung
lama
– Pada keadaan awal sering
layuh
• Susunan Saraf Tepi (Layu)
– Lemas/flaksid
– Refleks fisiologis menurun
atau hilang
– Refleks patologis negatif
– Pengecilan otot
– Fasikulasi otot
31. Periksa tonus otot dan refleks
• Tonus otot pada bayi diperiksa:
• Traksi suspensi - head lag –
tonus leher
• Suspensi vertikal – tonus bahu
• Suspensi horizontal – tonus
batang tubuh
• Kekuatan otot ekstremitas
• Layuh atau spastis
• Refleks meningkat, klonus
33. Membedakan Kejang Demam dan Infeksi SSP
Edukasi bagi Orangtua, Hal Penting yang Harus
Dilakukan Dokter
Tata Laksana untuk Menghindari Overtreatment
Kejang Demam
34. Apakah
kejang itu?
• Disrupsi temporer fungsi otak
akibat cetusan mendadak dan
hiper-sinkron dari neuron di
korteks.
• Kadang dibedakan menjadi
kejang epileptik dan non-
epileptik.
• Manifestasi klinis tergantung
pada area spesifik otak dan
keterlibatan area lainnya.
Gejalanya bisa berupa
perubahan fungsi motorik dan
sensasi, perubahan persepsi,
gangguan fungsi otonom, dll.
35. Definisi/Batasan operasional
Kepmenkes no HK.01.07/Menkes/367/2017
Kejadian klinis yang ditandai aktivitas sinkronisasi sekumpulan neuron otak yang abnormal,
berlebihan, dan bersifat transien. Terjadi disorganisasi paroksismal pada satu/beberapa
fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi positif, negatif, atau gabungan keduanya.
Kejang epileptik
Satu atau lebih kejang tanpa demam maupun gangguan metabolik akut yang terjadi dalam
24 jam, disertai pulihnya kesadaran di antara kejang
First unprovoked
seizure
Serangan kejang paroksismal berulang tanpa provokasi, dengan interval lebih dari 24 jam
tanpa penyebab yang jelas.
Epilepsi
37. Beberapa
fakta
kejang
Kondisi kedaruratan yang
memerlukan tindakan
segera
Mayoritas kejang pada
bayi dan anak berhenti
sendiri dalam waktu
kurang dari 5 menit
Obat anti kejang (lewat
dubur, yang bisa
diberikan di rumah)
diberikan apabila kejang
tidak berhenti setelah 5
menit (pada kejang
umum)
Makin lama kejang, maka
makin sukar dihentikan
Kerusakan sel saraf otak
terjadi pada kejang lama,
yaitu > 30 menit
38. Yang
dapat
terjadi
ketika
anak
kejang
Hentakan gerakan anggota tubuh, akibat
gerakan otot yang tidak terkendali
Anak dapat merasakan sensasi/perasaan dan
emosi tidak wajar (aneh) pada tubuh
Hilang kesadaran total, atau seperti orang
bingung (apabila masih sadar)
Adanya aura (memiliki perasaan aneh) seperti
melihat kilatan cahaya, tidak nyaman di perut
Tatapan kosong (bengong) dan tidak ada
kontak
“Mengeces” (air liur mengalir), atau BAB/BAK
tidak terkendali (mengompol)
39. Pendekatan
kejang pada anak
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
penunjang
• Deskripsi kejang: semiologi,
durasi, frekuensi, interval
• Tingkat kesadaran
Tipe kejang
• Demam/tidak
• Keluhan organ spesifik: batuk,
diare, sesak, ruam
• Tanda lahir (neurokutan)
• Trauma kepala, penyakit kronik
(penyakit ginjal, hemofilia)
Gejala penyerta lain
• Strabismus, paresis, gangguan
keseimbangan
• Sakit kepala, penurunan
kesadaran
Defisit neurologis
40. Bagaimana
membedakan
kejang dan
bukan
kejang?
Kondisi Kejang Bukan kejang
Awitan tiba-
tiba/mendadak
Tidak
mendadak
Kesadaran (pada
kejang umum)
terganggu tidak
terganggu
Gerakan ekstremitas Sinkron/berpola asinkron
Sianosis di area bibir sering jarang
Gerak abnormal
mata
selalu jarang
Lama detik-menit beberapa
menit
Dapat diprovokasi jarang hampir selalu
EEG saat kejang
abnormal
selalu tidak pernah
Kondisi setelah
serangan
Bingung, lemas,
lelah, drooling
normal
Smith dkk, 1998; Wilfong A. www.uptodate.com
41. Kejang umum
Melibatkan struktur di korteks dan
subkorteks, tetapi tidak harus melibatkan
seluruh korteks
Berasal dari satu atau beberapa titik tertentu
dan secara cepat menyebar ke kedua hemisfer
(bilateral) dalam jaringan yang terhubung,
dalam sirkuit kortiko-talamik
42.
43. • Originate within
networks limited
to one hemisphere
• May be discretely
localized
or more widely
distributed.…
Kejang fokal
Berasal dari jaringan
yang terbatas berada
pada satu hemisfer
Bisa menyebar tetapi
masih terlokalisasi,
atau lebih
terdistribusi luas
45. Kejang parsial
Sederhana (tanpa kehilangan kesadaran/gangguan
memori)
Sensoris
Motoris
Sensoris-Motoris
Psikis (pemikiran atau persepsi abnormal)
Autonom (merasa demam, mual, wajah kemerahan)
Kompleks (gangguan kesadaran atau memori)
Dengan atau tanpa aura
Dengan atau tanpa automatisme
Menjadi umum
Kejang umum
Absans (petit mal)
Tonik-klonik (grand mal)
Atonik (drop seizures)
Mioklonik
Lainnya
Kejang yang tidak diklasifikasi Dreifuss dkk. Epilepsia.
1981;22:489-501.
KLASIFIKASI ILAE 1981 (LAMA)
46. Klasifikasi kejang ILAE 2017 (1)
Motorik
Tonik-klonik
Motorik lainnya
Non-Motorik (Absans
Awitan tidak diketahui
Motorik
Non-Motorik
focal to bilateral tonic-clonic
Awitan umum
Awitan fokal
Motorik
Tonik-klonik
Motorik lainnya
Non-Motorik
Unclassified
Sadar Kesadaran
terganggu
Fisher dkk. Epilepsia doi: 10.1111/epi.13671
51. Definisi
• Kejang demam:
bangkitan kejang yang
terjadi pada anak
berumur 6 bulan sampai
5 tahun, yang mengalami
kenaikan suhu tubuh (>
38°C) yang tidak
disebabkan oleh proses
intrakranial
52. BEDAkan antara kejang demam dengan kejang
disertai demam
• Kejang pertama < 24 jam demam
• Penyebab demam BUKAN infeksi SSP
• Kesadaran pasca kejang normal
• Kondisi anak baik
Kejang
demam
• Kejang pertama > 24-72 jam demam
• Gangguan saraf/neurologis pasca kejang
• Kondisi anak tampak sakit sedang sampai
berat
Infeksi otak
(susunan saraf
pusat/SSP)
53. Kejang
Demam
• UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam.
• Berlangsung singkat (<15 menit)
• Kejang umum (tonik/klonik)
• Tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam sederhana
• Kejang > 15 menit
• Kejang fokal satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang fokal
• Berulang atau lebih dari 1x dalam
24 jam
Kejang demam kompleks
54. Karakteristik
• 80% kejang demam adalah
kejang demam sederhana
• Sebagian besar kejang
demam sederhana < 5 menit
dan berhenti sendiri
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam
Smith, dkk. Am Fam Physician 2019
56. Beberapa definisi
Kejang lama
• Kejang yang berlangsung > 15 menit, atau kejang berulang
> 2x, dan di antara bangkitan kejang, anak tidak sadar
Kejang berulang
• Kejang 2x atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan
kejang, anak sadar
Status epileptikus
• Kejang berlangsung > 30 menit, atau berulang dan anak
tidak pulih kesadarannya di antara kejang
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam.
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Status Epileptikus
57. Beberapa
pertanyaan
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam.
Perlukah pemeriksaan laboratorium?
• Tidak dikerjakan rutin untuk kejang demam,
tetapi untuk evaluasi penyebab demamnya
Perlukah pungsi lumbal?
• Tidak rutin pada usia <12 bulan dengan
kejang demam sederhana dan keadaan
umum baik
Perlukah EEG?
• Tidak perlu, kecuali bangkitan kejang fokal
Perlukah CT/MRI kepala?
• Tidak perlu, kecuali ada defisit neurologis
fokal menetap
59. UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang
Demam
Smith, dkk. Am Fam Physician 2019
APAKAH
ANTIPIRETIK
DAPAT
MENCEGAH
KEJANG
DEMAM?
Tidak ada bukti bahwa antipiretik dapat
mencegah kejang demam, meskipun tetap
dapat diberikan.
“Anticipatory guidance for parents should
focus on reassurance, emphasizing the
benign nature of febrile seizures and the
overall excellent prognosis, even if the
seizures recur“
60. Apakah pemberian antikonvulsan
mengurangi risiko kejang demam?
• Kelainan neurologis berat seperti palsi serebral
• Berulang 4x atau lebih dalam setahun
• Usia < 6 bulan
• Kejang terjadi pada suhu < 39oC
• Pada episode sebelumnya, suhu tubuh naik cepat
Antikonvulsan intermiten (diberikan hanya saat demam)
• Kejang fokal
• Kejang > 15 menit
• Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang, misalnya: palsi
serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis
Antikonvulsan rumatan (diberikan selamai satu tahun)
Dosis diazepam: 0,3 mg/kg/kali per oral
Rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg
dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali,
hanya untuk 48 jam pertama
Hati-hati efek samping: ataksia, iritabilitas,
dan sedasi!
Dosis asam valproat: 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2
dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang Demam.
61. Edukasi bagi orangtua
UKK Neurologi IDAI 2016. Rekomendasi Penatalaksaan
Meyakinkan bahwa kejang demam
mempunyai prognosis baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai
kemungkinan berulangnya kejang
Pemberian profilaksis mungkin bermanfaat,
tetapi harus ingat efek samping obat
63. Edukasi
untuk
orangtua
• JANGAN PANIK!
• Baringkan bayi/anak di
tempat datar/lunak,
dan miringkan pada
salah satu sisi tubuh
• Lihat jam! Pastikan
lama kejang < 5 menit
• Boleh melonggarkan
pakaian anak
• Bawa ke IGD terdekat,
apabila kejang > 5
menit
• JANGAN LAKUKAN:
• Memasukkan
sendok/jari tangan
kita ke mulut anak
• Memberikan kopi
• Menggendong/me
mangku/mendeka
p erat
• Membasahi wajah
atau merendam
kaki di air, apalagi
seluruh tubuh
66. DEMAM PLUS
Febrile seizure plus dan GEFS+: kejang demam pada seseorang yang dapat
berlanjut melewati usia wajar (yang seharusnya sudah menghilang)
DAN/ATAU disertai dengan kejang tanpa demam yang dapat berupa kejang
umum (tonik-klonik, atonik, mioklonik, mioklonik-atonik, atau absans) atau
kejang fokal.
Bedanya: riwayat pada keluarga
67. GEFS+
• Riwayat keluarga dengan epilepsi umum dan kejang demam dengan
fenotip berbeda
• Berhubungan dengan mutasi pada kanal sodium (Na) dan reseptor
GABA, antara lain: SCN1A, SCN1B, GABRG2, dan sebagian dengan
epilepsi absans dengan fenotip kejang demam
• Kejang biasa menghilang pada usia 12 tahun. Mayoritas pasien memiliki
perkembangan dan intelegensi normal.
• Beberapa memiliki riwayat keluarga dengan sindrom Doose atau
sindrom Dravet
• Fenichel’s Clinical Pediatric Neurology 8th ed, 2019
• Swaiman’s Pediatric Neurology 6th ed, 2018.
• Pellock’s Pediatric Epilepsy 4th ed, 2017.
68. Apabila anak dicurigai
mengalami infeksi SSP, apa
pemeriksaan yang dilakukan?
• Pungsi lumbal
• CT Scan kepala,
apabila diperlukan
• MRI kepala
(instruksi dokter)
• Lainnya: EEG
69. Kejang
tanpa
demam
First unprovoked seizure (FUS)
• Kejang tanpa pencetus, 1x atau lebih dalam
24 jam, dan TIDAK berulang setelah 24 jam
berikutnya. Lakukan pemeriksaan EEG
Epilepsi
• Kejang tanpa pencetus, terjadi 2x atau
lebih, dengan interval antar kejang > 24 jam
• Kondisi anak normal, di luar serangan.
Lakukan pemeriksaan EEG.
Lainnya
• Tumor otak: gejala muncul bertahap, bisa
disertai muntah/pusing, CT scan kepala
• Cedera kepala: riwayat cedera kepala
biasanya berat, CT scan kepala
• Kelainan metabolik: biasanya kejang umum,
bukan epilepsi
72. Fig. 1. Coronal view illustrating meningeal layers and common sites of central nervous system
infections. (Reproduced from Lewin JJ, LaPointe M, Ziai WC. Central nervous system infections
in the critically ill. Journal of Pharmacy Practice 2005;18(1):25–41; with permission.)
Meningitis
Ensefalitis
73. Ketika inflamasi terjadi
di bawah meningen
• https://integratedlistening.com/meet-the-reticular-
activating-system-ras/
75. Secara
sederhana… • Disebabkan bakteri penyebab TB
• Demam > 7 hari
• Sakit kepala, perubahan perilaku, muntah
berulang
• Kaku di leher
• Bisa disertai kejang
Meningitis tuberkulosis (TB)
• Demam bisa hanya > 1 hari
• Kejang, biasanya diikuti penurunan kesadaran
• Terbukti bukan meningitis
Ensefalitis
• Disebabkan bakteri selain M. tuberculosis
• Demam < 7 hari
• Gejala lain mirip meningitis TB, kecuali
perjalanan penyakitnya
Meningitis bakterialis
76. Pendekatan infeksi SSP
Klinis
Demam, sakit kepala
lama, muntah, kejang
fokal, hemiparesis
UUB membonjol, perubahan kesadaran,
tanda rangsang meningeal, paresis saraf
kranial, funduskopi?
CURIGA MASSA? TIDAK CURIGA
CT SCAN / MRI KEPALA
ABSES
Darah perifer, LED, elektrolit,
glukosa, pungsi lumbal, analisis
CSS, kultur CSS
Klinis, analisis CSS
DIAGNOSIS
Decision Making in Child Neurology 1997.h. 154-64
77. Meningitis
• Adalah peradangan selaput otak
(meninges), terutama di araknoid
dan pia mater
• Edema dan infiltrat inflamasi
menyebabkan demam, defisit
neurologis, penurunan kesadaran,
dan kejang
McMaster Pathophyssiology Review
Ther Adv Neurol Disord 2009
81. Meningitis
bakterialis
• Inflamasi leptomeninges yang dipicu oleh
bakteri di ruang subaraknoid
• Tujuan utama terapi: pencegahan,
diagnosis tepat, dan tata laksana agresif,
untuk mencegah
• Insidens meningitis bakterialis (MB) jauh
menurun setelah pemberian imunisasi
Hib, pneumokokus, dan meningokokus.
• Penyebab tersering pada neonatus
(diagnosis banding dengan sepsis awitan
dini): streptokokus beta hemolitikus grup
B, E. coli, dan Listeria monocytogenes.
• Swaiman’s Pediatric Neurology
83. Patogenesis (1)
Chavez-Bueno S, Mc Cracken JH. Pediatr Clin N Am 2005
Hematogen
• Kolonisasi kuman di saluran napas atas
• Pneumonia, sepsis
Perkontinuitatum
• Penyebaran infeksi secara langsung
• Sinus, mastoid, sinus cavernosus, OMSK
Implantasi langung
• Trauma kepala terbuka, implantasi koklea
• Tindakan bedah saraf, pungsi lumbal
Neonatus
• Aspirasi cairan amnion pada amnionitis/flora kuman normal
• Infeksi transplasental
84. Patogenesis (2)
Bakteremia yang
disebabkan oleh
patogen dari
kolonisasi di mukosa
nasofaring yang
masuk ke aliran darah.
Organisme lalu
melekat,
berkolonisasi, dan
melintasi lapisan sel
epitel, lalu menembus
pembuluh darah.
Koinfeksi virus di saluran napas
memungkinkan peningkatan
invasi di epitel.
Patogen meningeal
yang lolos dari sistem
imun di aliran darah
melintasi sawar darah-
otak, secara
transelular/paraselular
.
• Pada neonatus:
kolonisasi/transmisi secara
vertikal saat persalinan,
atau bakteremia dari RS.
• Invasi non-hematogen,
misalnya: otitis media,
mastoiditis, dan sinusitis.
Atau komplikasi bedah
saraf, anestesi spinal,
implant koklea, atau VP
shunt.
Swaiman’s Pediatric Neurology
87. Manifestasi klinis (1)
Demam
Kaku kuduk
Perubahan kesadaran
Iritabilitas, fotofobia, sakit kepala
Muntah, anoreksia
Tanda Kernig, tanda Brudzinski
Kejang, defisit neurologis fokal
• Ketiadaan tanda rangsang
meningeal tidak
mengeksklusi diagnosis,
khususnya pada bayi < 12
bulan.
• Diagnosis banding:
meningitis virus,
ensefalitis, abses otak,
kejang demam, trauma
kepala, perdarahan
subaraknoid, dan
penyakit neoplastik
leptomeningeal
Swaiman’s Pediatric Neurology
88. Manifestasi
klinis (2)
• Sangat bervariasi, tergantung umur,
lama sakit di rumah sebelum
diagnosis, respons tubuh terhadap
infeksi.
• Meningitis neonatus - 3 bulan :
• Risiko tinggi: prematur, infeksi
intrapartum, ketuban pecah dini
• Tidak khas
• Demam,letargi,malas
minum,muntah,hipotermia,
kesadaran menurun, UUB
membonjol, apneu, kejang.
• Curigai meningitis pada setiap
neonatus dengan
sepsis/pneumonia yang disertai
kejang
• Schwaimann. Pediatric Neurology 2012
• JJ Volpe. Neurology of the newborn 2009
90. Schwaiman. Pediatric Neurology 2012
Manifestasi
klinis (3)
• Usia 3 bulan - 2 tahun
–Demam, muntah, iritabel, gelisah, kejang,
high pitched cry, , UUB membonjol, tanda
rangsang meningeal sulit dievaluasi,
–Pikirkan pada setiap kejang demam
kompleks
• Anak besar
–Gambaran klasik
–Demam, menggigil, muntah, nyeri kepala,
kejang, gangguan tingkah laku, dapat
terjadi penurunan kesadaran, tanda
rangsang meningeal (kaku kuduk,
Bruzinski, Kernig) jelas
–Paresis saraf kranial (N.III, N.IV, N.VI, N.VII)
91. Pemeriksaan penunjang (1)
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan
klinis dan hasil LCS
• Upaya memperkecil sekuele tergantung
pada terapi AB efektif yang sesuai hasil
LCS di awal perjalanan penyakit
• Tindakan pungsi lumbal (LP) adalah
aman dan seharusnya dikerjakan
meskipun kecurigaan klinis minimal
• LP ditunda pada:
–Gangguan kardiorespirasi
berat
–Peningkatan TIK yang
signifikan dan fokal
–Infeksi pada kulit/jaringan
lunak/lokasi epidural area LP
–Kecurigaan/riwayat gangguan
perdarahan
Kultur darah dilakukan dan
berikan AB empiris (positif pada
80% kasus)
Swaiman’s Pediatric Neurology
92. Cairan serebrospinal
Makroskopis: keruh, purulen
Peningkatan ∑ sel sampai ribuan (> 1000 sel/mm3,
hitung jenis predominan PMN.
Fase awal : ∑ sel normal sampai ratusan, hitung jenis
limfositer
Protein meningkat dan penurunan glukosa
(< 60% kadar glukosa darah)
Pewarnaan gram, kultur dan uji resistensi
PCR (Sensitifitas 86% dan spesifisitas 97%)
Chavez-Bueno S, Mc Cracken JH. Pediatr Clin N Am 2005
Schwaimann. Pediatric Neurology 2012
93. Pemeriksaan penunjang (2)
• Neuro-imaging dinilai tidak diperlukan atau tidak adekuat dalam
menegakkan diagnosis MB, tetapi perlu pada impending herniation
atau curiga SOL intrakranial (empiema subdural, abses, stroke).
– Kegunaan lain: menilai komplikasi neurologis (hidrosefalus, infark
arteri/vena, dan ventrikulitis), menentukan sumber lesi pada kejang
menetap atau evaluasi pada terapi yang tidak responsif
• Herniasi akibat pengambilan LCS jarang pada meningitis
• CT Scan sebelum LP tidak perlu pada suspek meningitis. Dikerjakan
khususnya pada riwayat hidrosefalus, VP shunt, trauma kepala,
atau lesi neurologis fokal dengan kecurigaan TIK meningkat tinggi
Swaiman’s Pediatric Neurology
94. Tata
laksana (1)
• Suportif: IVFD, nutrisi, antipiretik,
antikonvulsan.
• Peningkatan TIK: manitol 20% karena
edema otak (sitotoksik)
• Deksametason untuk menekan sitokin
inflamasi: 0,6-1 mg/kgBB/hari dibagi 3-4
dosis, pemberian sebelum (15-30
menit)/bersamaan dengan injeksi
antibiotika, diberikan selama 2-4 hari.
• Deksametason: mengurangi komplikasi
gangguan pendengaran, menurunkan
angka kematian dan kecacatan
• Chavez-Bueno S, Mc Cracken JH. Pediatr Clin N Am 2005
• Mann K, jackson MA. Pediatr Rev 2008
• Van de Beek D, De Gans J, Mc Intyre P, Prasad K. Cochrane Database review 2008
95. Tata
laksana (2)
• Pasien biasanya dirawat di ruang PICU
• Konsultasi ke Bedah Saraf apabila
diperlukan
• Pilihan AB: bakterisidal dan mampu
menembus sawar darah-otak
• Dosis harus lebih tinggi, karena hanya
5-25% konsentrasi serum
• Antibiotik empiris dimulai dalam 15
menit diagnosis
• Swaiman’s Pediatric Neurology
97. Tata
laksana (3)
• Sebanyak 40% S. pneumoniae resistan
terhadap penisilin, dan sebagian sefalosporin
generasi ketiga
• Kecurigaan MB akibat pneumokokus
(kokus gram positif berpasangan pada
pewarnaan Gram di LCS) seharusnya
mendapatkan vankomisin, dikombinasikan
dengan seftriakson/sefotaksim.
• Deksametason menurunkan penetrasi
vankomisin di LCS à deksametason tidak
diberikan, atau rifampin + vankomisin +
sefalosporin generasi ketiga pada
penggunaan deksametason
• Apabila masih sensitif terhadap penisilin,
atau resisten penisilin tetapi sensitif
sefalosporin: stop vankomisin
• Vankomisin diteruskan dengan
seftriakson/sefotaksim pada resistensi
penisilin + sefalosporin generasi ketiga
• Swaiman’s Pediatric Neurology
98. Tata laksana (4)
Pemberian glukokortikoid sebagai terapi ajuvan untuk mengurangi
kerusakan neurologis masih kontroversial
Deksametason meningkatkan luaran fungsi pendengaran,
khususnya pada MB Hib.
Manfaat pada MB lain (pneumokokus, meningokokus, dan gram-
negatif enterik, atau streptokokus grup B neonatus) belum jelas
Di AS: deksametason diberikan sebelum/dalam 1 jam dosis pertama
AB pada anak berusia 6 minggu atau lebih pada MB Hib, atau
dipertimbangkan pada MB pneumokokus
Dosis: 0,15 mg/kg tiap 6 jam selama 4 hari
Swaiman’s Pediatric Neurology
99. Chavez-Bueno S, Mc Cracken JH. Pediatr Clin N Am 2005
Schwaimann. Pediatric Neurology 2012
Komplikasi
¡ Pengobatan yang tidak sempurna/terlambat
¡ Jika dengan pengobatan antibiotik pada minggu pertama tidak terjadi
perbaikan klinis
¡ Komplikasi saat perawatan :
§ Ventrikulitis
§ Efusi subdural
§ Empiema subdural
§ Abses otak
§ Gangguan cairan dan elektrolit
¡ Komplikasi jangka panjang: Tuli (5-10% pada H.influenzae, 25-35% pada
S.Pneumoniae), hidrosefalus,problem motorik/belajar/bicara/perilaku (10%)
100. Edema
serebri,
SIADH
• Permeabilitas sawar
darah-otak meningkat
pada MB à edema
vasogenik à apabila
luas, meningkatkan
risiko herniasi otak dan
kompresi batang otak
akibat peningkatan TIK
fokal
• Pasien meningitis akut
seringkali mengalami
hipovolemia akibat
dehidrasi, dan
hiponatremia.
• SIADH dengan retensi
urin dan hipotonisitas
cairan ekstraselular pada
29 – 88% pasien MB
• Restriksi cairan tidak
rutin dikerjakan
• Swaiman’s Pediatric Neurology
• Gejala peningkatan TIK:
kejang sampai koma;
herniasi impending
(pupil tidak responsif,
dekortikasi, atau
deserebrasi, pola napas
abnormal, bradikardia,
hipertensi, tanda vital
iregular)
• Fase awal MB:
peningkatan aliran
darah otak. Fase lanjut:
cerebral blood flow
turun à iskemia fokal
akibat inflamasi ruang
subaraknoid à brain
damage
Peningkatan
TIK
101. Kejang,
ketulian
• Kejang pada 20-30% kasus
MB. Terjadi pada hari 2-3,
dan menghilang 1-3 hari
kemudian.
• Kejang bisa fokal atau
umum
• EEG normal atau terdapat
gelombang epileptiform
umum/fokal, perlambatan
fokal, atau perlambatan
background
• Dapat terjadi kejang
berulang setelah
pemulihan dari MB
• Swaiman’s Pediatric Neurology
• Sekuele paling sering:
ketulian.
• 31% pada MB
pneumokokal, 10% pada
MB meningokokal, dan 6%
pada MB Hib
• SNHL biasanya berat,
permanen, dan bilateral
• Pendengaran harus
diperiksa sebelum pasien
dipulangkan
• Lain-lain: infark, deficit
sensorimotor fokal,
developmental delay,
epilepsi, dan buta kortikal
102. Hidrosefalus,
syok
• Hidrosefalus
• Gangguan homeostasis
LCS à produksi LCS
meningkat, dan absorpsi
LCS yang melintasi sistem
vili sinus sagittal-araknoid
berkurang
• Pada fase akut:
ventrikulomegali transien
dengan hipertensi
intrakanial. Fase kronik:
hidrosefalus, khususnya
pada bayi
• Shunting dengan drainase
internal dikerjakan pada
hidrosefalus obstruktif
persisten
• Syok sepsis dan DIC
• Biasanya akibat bakteri N.
meningitidis
• Klinis: sakit berat, kaku,
nyeri otot hebat, dan lesi
kulit maculopapular
menjadi petekie dan
purpura
• Sulit dibedakan dengan
meningokoksemia
• Swaiman’s Pediatric Neurology
103. Efusi
subdural,
abses otak
• Penumpukan cairan
ekstra-aksial
• Ruang subdural di
antara dura dan
araknoid adalah
ruang intrakranial
yang potensial
menjadi lokasi
menumpuknya
cairan
• Imaging seringkali
tidak dapat
membedakan antara
fluid collection
dengan ruang sub-
araknoid yang
melebar à disebut
extra-axial fluid
collection
• Terjadi pada 20-50%
anak
• Abses otak
• Jarang terjadi
• Khususnya terjadi
pada neonatus
dengan MB akibat
Citrobacter atau
Cronobacter tertentu
• Swaiman’s Pediatric Neurology
104. Trombosis,
infark
• Inflamasi di ruang subaraknoid
berwarna eksudat kuning keabuan
sampai hijau, yang melapisi dasar otak
• Histologi: predominan granulosit,
dengan campuran limfosit, makrofag,
dan granulosit di bentuk subakut
sampai kronik meningitis
• Arteri dan vena serebral memiliki
infiltrasi fokal di dinding pembuluh
darah, oleh sel-sel inflamasi à
thrombosis dan oklusi vascular
• Kerusakan parenkim otak: edema
serebri, infark à iskemia, reaksi astrosit
dan mikroglia, sampai herniasi
• Swaiman’s Pediatric Neurology
105. Prognosis
• Tergantung dari :
• Umur pasien
• Manifestasi klinis: kejang dan
penurunan kesadaran
• Jenis dan jumlah mikroorganisme
penyebab
• Jumlah sel dan kadar glukosa
• Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi
CSS
• Lamanya sakit sebelum mendapat
pengobatan
• Kepekaan bakteri terhadap antibiotik
yang diberikan
• Chavez-Bueno S, Mc Cracken JH. Pediatr Clin N Am 2005
• Schwaimann. Pediatric Neurology 2012
106. Meningitis
tuberkulosis
• Meningoensefalitis
• Bentuk TBC kronik yang terbanyak di
negara berkembang
• Mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
• Menyerang semua umur
• Insiden tertinggi: 6 bulan-6 tahun
• Infeksi campak, pertusis dan trauma kepala
sering mendahului timbulnya meningitis
tuberkulosis
• Satu dari 300 kasus infeksi TB yang tidak
diobati.
• Ramachandran TS. Tuberculous meningitis.http://www.emedicine 2007
• Schwaimann. Pediatric Neurology 2012
108. Manifestasi klinis
¡ Stadium 1 (prodromal)
§ Demam, mual, apatis, iritabel, defisit
neurologi (-)
¡ Stadium 2 (transisi/meningitis)
§ Penurunan kesadaran sampai sopor, tanda
rangsang meningeal jelas,
tetraparesis/hemiparesis, paresis nervus
kranial (III,IV,VI,VII), klonus, tuberkel di
koroid, funduskopi : edema papil/atrofi
papil.
§ Paresis N. VI lebih sering terjadi dari
n.kranial lain
¡ Stadium 3 (terminal)
§ Koma, pupil tidak bereaksi, hipertermia,
pernapasan tidak teatur.
§ Terjadi jika pengobatan terlambat/tidak
adekuat
Soetomenggolo T. Buku Ajar Neurologi Anak1996
Ramachandran TS. Tuberculous meningitis.http://www.emedicine 2007
109. Stadium Meningitis TBC
Most patients are clinically
diagnosed in this stage
Stage I
Stage I
• Low-grade fever
• Headache
• Irritability
• Drowsiness
• Malaise
• Vomiting
• Photophobia
• Weight gain/weight loss
Stage II
Stage II
• Lethargy
• Neck rigidity
• Positive meningeal
signs,
• Hypertonia
• Seizures
• Focal neurological
deficit(s)
Stage III
Stage III
• Decerebrate/decorticate
posturing
• Hemiplegia
• Coma, and eventually
death.
110. Diagnosis • Manifestasi klinis
• Pemeriksaan CSS rutin
• Jernih dan ada
pengendapan,
santokrom, jumlah sel
200-500/mm3,
limfositer, protein
meningkat dan glukosa
rendah sampai <30 g/dl
• Riwayat kontak dengan
pasien TBC
• Uji tuberkulin (+), anergi
pada 36% pasien
• Foto toraks normal pada
43%, milier pada 23%,
kalsifikasi pada 10% kasus.
• Soetomenggolo T. Buku Ajar Neurologi Anak1996
• Ramachandran TS. Tuberculous meningitis.http://www.emedicine 2007
• Pemeriksaan ELISA, PCR
• Kultur CSS à sulit, karena
membutuhkan CSS yang
banyak (6-10 ml) dengan
hasil positif pada 50%
kasus.
• EEG : perlambatan difus
atau fokal
• CT-Scan/MRI kepala :
penyangatan meningen di
daerah basal,
ventrikulomegali sampai
hidrosefalus, infark.
• Kombinasi hidrosefalus,
penyangatan basal dan
infark : 100% spesifik dan
41% sensitif untuk
meningitis TB
111. Diagnosis
banding
infeksi SSP
Klinis/Lab
.
Ensefalitis Meningi
tis
bakteri
al
Mening.TBC Mening.vi
rus
Ensefalopa
ti
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kroni
k
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-
)
Kejang Umum/fok
al
Umum Umum Umum Umum
Penurun
an
kesadara
n
Somnolen-
sopor
Apatis Variasi,
apatis -
sopor
CM -
Apatis
Apatis -
Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -
Perbaika
n
kesadara
n
Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lam
bat
Etiologi Tidak dpt
diidentifika
si
++/- TBC/riw.
kontak
- Ekstra SSP
Terapi Simpt/anti
viral
Antibiot
ik
Tuberkulost
atik
Simpt. Atasi
penyakit
primer
120. Pengobatan
Terapi suportif: IVFD, nutrisi, antipiretik, antikonvulsan.
Peningkatan tekanan intrakranial: manitol
Kortikosteroid untuk menekan reaksi inflamasi sesuai panduan TBC Anak
2016, dengan dosis 2-4 mg/kg/hari selama 4 minggu, lalu tapering off
INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 12 bulan
Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari selama 12 bulan
Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari selama 2 bulan
Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari selama 2 bulan
121. Tata laksana tambahan
Jika terjadi
hidrosefalus à
pemasangan VP-
shunt
Monitor efek
samping OAT
dengan
pemeriksaan fungsi
hati sebelum terapi
dan secara serial.
123. Prognosis
Pasien yang tidak
diobati biasanya
meninggal
Tergantung dari :
Stadium penyakit
pada saat pengobatan
dmulai
Usia pasien : Usia < 3
tahun mempunyai
prognosis yang buruk.
124. Ensefalitis • Terbanyak : Herpes simpleks,
arbovirus, Eastern & Western Equine
St.Louis encephalitis
• Jarang : Enterovirus,parotitis,
adeovirus,rabies, CMV
Etiologi :
60% etiologi tidak diketahui
• 67% : parotitis, varisela, morbili,
rubela
• 20% : arbovirus dan herpes simpleks
• 5% : enterovirus
40% yang diketahui :
125. Patogenesis
Whitley RJ,Kimberlin DW. Pediatr Rev 1996
Lewis P, Glaser CA.Pediatr Rev 2005
Dua bentuk
• Ensefalitis primer
• Post/parainfeksi
Primer
• Invasi langsung jaringan otak
• Massa kelabu otak
Post/para
infeksi
• Akibat dari respons imun host
• Massa putih otak
126. Patogenesis & predileksi
• Langsung menginvasi jaringan otak
• Hematogen (viremia)
–Arbovirus à Sistem retikuloendotelial à SSP.
–Akut
• Neuronal
–Herpes simpleks, rabies, polio à transport
retrograde di neuron.
–Akut/kronik (reaktifasi)
Whitley RJ,Kimberlin DW. Pediatr Rev 1996
Lewis P, Glaser CA.Pediatr Rev 2005
Penurunan
kesadaran lebih
cepat/gejala utama
• Herpes simpleks : lobus temporal & orbitofrontal
• Rabies : Pons, medula, serebelum,hipokampus
• Japanese encephalitis (JE) : batang otak, ganglia
basal
132. Ensefalitis
HSV
Ensefalitis yang dapat diobati etiologinya
Manifestasi klinis ensefalitis dan defisit
neurologis fokal: kejang fokal, hemiparesis
Pada anak besar: gangguan/perubahan
perilaku
EEG: perlambatan di daerah temporal, PLEDS
(periodic lateralizing epileptiform discharge)
CT-Scan/MRI kepala: Edema fokal,
perdarahan/nekrosis di daerah temporal.
Terapi: Asiklovir 20 mg/kgBB/kali IV, tiap 8
jam selama 14-21 hari.
135. • Upper motor neuron
(Susunan Saraf Pusat)
– Dari otak sampai sumsum
tulang belakang (medulla
spinalis)
• Lower Motor Neuron
(Susunan Saraf Tepi)
– Kornu anterior medulla
spinalis sampai otot
Susunan Saraf
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
136. • Tonus otot meningkat
• Spastic paralysis à hemiplegia atau
hemiparesis
• Spastisitas à menigkatnya resistensi
terhadap gerakan pasif
• Klonus (+) à gerak otot yang timbul
berulang-ulang selama perangsangan
masih berlangsung)
• Refleks patologis (+)
• Tidak ada atrofi pada otot yang
lumpuh, tidak ada kelainan pada EMG,
CK atau biopsi otot
Lesi UMN (1)
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
137. • Tonus otot menurun à hipotoni à
paralisis tipe flaksid
• Aktivitas refleks berkurang bahkan
tidak ada
• Terjadi atrofi pada otot yang terkena
• Fasikulasi (+): gerakan otot karena
denervasi dari saraf motorik
• Dapat ditemukan kelainan pada EMG,
CK
Lesi LMN (2)
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
138. Kelumpuhan
• Susunan Saraf Pusat (UMN)
– Tonus otot : hypertonia/ kaku/
spastik
– Refleks fisiologi meningkat
– Refleks patologis positif
– Klonus positif
– Tidak ada pengecilan otot kecuali
sudah berlangsung lama
– Pada keadaan awal sering layuh
• Susunan Saraf Tepi (LMN)
– Tonus otot : hypotonia/ Lemas/
flaksid
– Refleks fisiologis menurun atau
hilang
– Refleks patologis negatif
– Pengecilan otot
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
139. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP)
• Semua anak usia < 15 tahun
• Kelumpuhan yang sifatnya lemas
(flaccid)
• Terjadi mendadak dalam 1 – 14 hari
• Bukan disebabkan rudapaksa /
trauma
• Bila ada keraguan laporkan
sebagai kasus AFP
• Pemeriksaan tinja
• Deteksi dan eradikasi polio
• Indonesian-publichealth.com
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
143. Anamnesis (2)
Keluhan Ekstremitas:
Aktivitas tungkai berkurang
Bila berjalan nyeri
Jalan harus dibantu
Tidak dapat berdiri sendiri
Jalan diseret
Tidak dapat bangun dari tidur
Kelemahan tungkai bawah dan atas
Sensasi rasa baal (+/-)
Otonom : Buang air besar dan buang air kecil
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
149. Babinski
• Menggores plantar kaki
(bagian lateral) dari
posterior ke anterior
• Positif : ekstensi ibu jari
kaki disertai dengan
menyebarnya jari-jari kaki
yang lain
• Oppenheim, Chaddock,
Gordon, Schaefer
Refleks patologis
151. Motorik
Lari – jalan pincang – tidak kuat berdiri – tidak kuat
mengangkat tungkai – lumpuh total
0. Tidak dapat bergerak sama sekali
1. Hanya dapat menggerakkan jari sedikit/
kontraksi otot
2. Tidak dapat mengangkat tungkai dari tempat
tidur, hanya menggeser saja
3. Masih dapat mengangkat tungkai, tapi tidak
dapat melawan tahanan
4. Dapat melawan tahanan tapi tidak maksimal
5. Tidak ada kelumpuhan
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
152. Pola
Kelemahan/
Kelumpuhan
Kelemahan umum
ditemukan pada pasien
dengan miastenia gravis,
periodik paralisis
Kelemahan asimetris
(paraplegia atau hemiplegia)
pada pasien dengan tumor
atau perdarahan intrakranial,
stroke, lesi medula spinalis
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
153. Pola
Kelumpuhan
Kelemahan simetris dapat dibagi lagi
menjadi kelemahan proksimal dan
distal :
1. Kelemahan proksimal. Karakteristik
dari gangguan otot (miositis, distrofi
muskular Duchenne)
2. Kelemahan distalmenunjukkan
neuropati perifer (Sindrom
Guillain-Barre, CIDP, CMT)
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
160. Penyakit Klinis Pemeriksaan
Penunjang
Terapi
Mielitis
transversa
- Kelumpuhan
asimetris, mulai satu
sisi kemudian sisi lain
- Motorik-sensoris-
otonom.
- Refleks fisiologis
menurun→
meningkat
MRI medulla
spinalis : tanda
inflamasi
LP : sel meningkat
Kortikosteroi
d atau IVIg
jika tidak
respons
Poliomielitis Akut, kelumpuhan
asimetris, motorik
EMG jarum : giant
potential
Pem tinja ; Virus
(+)
Simptomatis
dan Rehabilitasi
medik
Spinal Muscular
Atrophy (SMA)
Kronik, Developmental
delay, tipe 1 ada
gangguan napas
EMG jarum : giant
potential
Analisis gen
Rehabilitasi
medik dan
nursinersen
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
161. Penyakit Klinis Pemeriksaan
Penunjang
Terapi
GBS - Kelumpuhan
simetris,
bilateral dan
ascending.
- Motorik-
sensoris-
otonom.
- Sering
menyebabkan
kelumpuhan
otot
pernapasan
- Refleks
fisiologis
menurun/
hilang
EMG : gambaran
demielinisasi
seperti
perlambatan
konduksi saraf
dan akson atau
adanya blok di
beberapa segmen
saraf
LP : dissosiasi
sitoalbuminik
IVIg atau
plasmafaresi
s
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
163. Penyakit Klinis Pemeriksaan
Penunjang
Terapi
Miastenia
gravis
Akut/kronik, fluktuatif,
ocular-general-bulbar
Ice test pack,
Uji Tensilon,
Anti-AChR
antibodi
EMG
Piridostigmin dan
kortikosteroid/
imunosupresan
Periodik
Paralisis
Akut berulang, pencetus
: muntah, diare
Laboratorim :
hipokalemia/
normokalemia
CK
EMG
Koreksi kalium,
hindari pencetus
Miositis Demam (+/-), nyeri di otot
tungkai yang sakit,
kelemahan otot proksimal
CK meningkat
EMG miopati
Kortikosteroid
Distrofi
Muscular
(DMD, BMD,
LGMD)
Kronik, riw keluarga (+),
Kelemahan otot
proksimal
CK meningkat
EMG miopati
Analisis gen
Rehabilitasi medik,
kortikosteroid,
terapi gen :
Exon skipping
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)
164. Kesimpulan
Anamnesis dan pemeriksaan fisis-
neurologi yang tepat sangat
membantu menentukan diagnosis.
Diagnosis pasti memerlukan
pemeriksaan teliti yang didukung
pemeriksaan penunjang.
Tata laksana kelemahan/kelumpuhan
bersifat komprehensif dan
multidisiplin.
Slide dr. Urfianty, Sp.A(K)