Dokumen tersebut membahas tentang kondisi konflik di areal penggunaan lain dan upaya penyelesaiannya. Beberapa poin utama yang disebutkan antara lain adalah jenis konflik yang terjadi terkait lahan, non lahan, dan kehutanan. Dokumen ini juga menyoroti peran pemerintah, pelaku usaha, dan kebijakan yang ditempuh untuk penanganan konflik lahan perkebunan.
1. Ir. Anung Riyanta, MSc
Kabid Prasarana dan Sarana
Disbun Prov Sumsel
Lokakarya Mendorong Kepastian Pengeloaan SDA dalam Mendukung Lansekap
Berkelanjutan di Sumatera Selatan, Palembang, 24 Juni 2016
KONDISI KONFLIK DI AREAL PENGGUNAAN
LAIN (APL) DAN UPAYA PENYELESAIAN
2. ± 8,4 Juta
Population
13 Kabupaten
4 Kota
231 Kecamatan
384 Kelurahan
2.812 Desa
Sumber : - BPS Sumsel 2012
- Permendagri No.8 Tahun 2013
4. “Perkebunan Sumatera Selatan Lebih Maju,
Berdaya Saing Global, Berkelanjutan dan Sebagai
Sumber Kesejahteraan”
VISI DINAS PERKEBUNAN 2013 - 2018
LEBIH MAJU mengandung makna perkebunan Sumatera
Selatan mengalami kemajuan dalam penggunaan teknologi
dan inovasi
BERDAYA SAING GLOBAL mengandung makna Hasil
produksi dapat bersaing dengan produksi dari negara lain
penghasil perkebunan
BERKELANJUTAN mengandung makna Pembangunan
Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan kaidah
berwawasan lingkungan dan kelestarian alam
SUMBER KESEJAHTERAAN mengandung makna
Perkebunan Sumsel dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat menjadi lebih bermartabat
5. MISI DINAS PERKEBUNAN
Mendorong Peningkatan Kualitas SDM, Informasi
dan kelembagaan Perkebunan
Memfasilitasi Penyediaan Bahan Baku Industri
yang berdaya Saing global
Mendorong Pengoptimalan Pemenfaatan Lahan
dan Pelestarian Lingkungan
Meningkatkan Pendapatan dan Kesehteraan
Masyarakat
6. Isu-Isu Pelanggaran HAM di
Perkebunan
1. Penguasaan lahan oleh korporsi perkebunan
yang sangat besar sehingga tidak memberi
kesempatan bagi petani/masyarakat
2. Pemerintah memberi fasilitas besar-besaran
bagi korporasi tanpa pemberdayaan
masyarakat
3. Kehadiran perkebunan memiskinkan dan
menekan kesejahteraan masyarakat
4. Pembiaran konflik berkepanjangan
7. Fakta Perlindungan HAM
Masyarakat
1. Kepemilikan lahan perkebunan rakyat jauh
lebih besar dibanding korporasi.
- Luas perkebunan Sumsel: 2.575.673.000 ha
- Luas Perkebunan Rakyat: 2.118.378.000 ha
(82%)
- Luas Perkebunan Besar: 457.295.000 ha
(18%)
2. Perberdayaan masyakat oleh Pemprov.
Sumsel setiap tahun rata-rata:
8. PERAN INDUSTRI KELAPA SAWIT
DALAM PEREKONOMIAN DAERAH
pertumbuhan ekonomi
penciptaan kesempatan/lapangan kerja
pembangunan sosial masyarakat dan
pengurangan kemiskinan
pengembangan wilayah, termasuk
pemanfaatan lahan kritis yang bermanfaat
bagi lingkungan
penyedia bahan baku bagi pemenuhan
kebutuhan pangan dan non-pangan
penghasil devisa dari ekspor produk kelapa
sawit
penghasil energi PASPI
9. Sumber: Sumatera Selatan dalam Angka, 2000-2013 (diolah)
PDRB Sentra Sawit Bertumbuh Lebih cepat Dibanding Non
Sentra Sawit Di Provinsi Sumatera Selatan
PASPI
10. Perbandingan Pendapatan Petani Sawit
Plasma, Swadaya, dan Petani Non Sawit
(Padi) di Sumatera Selatan
Sumber: PASPI, 2014 (Data Primer) PASPI
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2009 2010 2011 2012 2013
Rp
Juta
Pendapatan Petani per Ha per Bulan
Plasma Swadaya Petani Non Sawit
15. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
DI BIDANG PERKEBUNAN
Banyaknya tanaman perkebunan
rakyat yang sudah tua sehingga
produktivitas menurun.
Benih yang digunakan petani masih
banyak bukan benih unggul sehingga
produksinya masih rendah.
Kemampuan petugas dan petani
dalam berkebun yang baik (good
agriculture practices) masih rendah.
16. Mutu hasil produksi
perkebunan/bahan baku yang masih
rendah (banyak bahan campuran dan
tidak sesuai standar mutu).
Harga produk perkebunan yang
berfluktuatif.
Serangan hama penyakit yang
mengakibatkan hasil dan umur
produksi tanaman jadi menurun.
Lanjutan Permasalahan.........
17. Kemitraan antara Inti dan Plasma
masih banyak yang kurang harmonis.
Produksi yang masih dalam bentuk bahan
mentah atau setengah jadi sehingga nilai
tambahnya masih kurang.
Dukungan perbankan yang rendah dan
hanya pada komoditas tertentu.
Adanya pasar global sehingga banyaknya
komoditas impor yang masuk yang
mengganggu harga.
Lanjutan Permasalahan.........
18. Jenis/Tipologi GUKP
GUKP – Lahan
tanah adat/ulayat, RTRW, penyerobotan lahan, klaim
kepemilikan lahan, ganti rugi lahan, ganti rugi tanam
tumbuh, lahan terlantar.
GUKP – Non Lahan
Tidak memiliki IUP, tuntutan kebun 20%, penetapan harga
panen, ingkar janji kemitraan, pencurian produksi.
GUKP – Kehutanan
Lahan Perkebunan berubah status yang semula non-
kawasan hutan (APL) menjadi Kawasan Hutan, aktivitas
usaha perkebunan sebelum ada Pelepasan Kawasan Hutan
dari Menteri Kehutanan.
19. 54 KASUS
O K U
6 KASUS
KERAGAAN GANGGUAN USAHA DAN KONFLIK PERKEBUNA s/d FEB 2016
O K I
6 KASUS
OKU TIMUR
3 KASUS
BANYUASIN
8 KASUS
MUARA ENIM
4 KASUS
LAHAT
4 KASUS
M U B A
6 KASUS
OGAN ILIR
1 KASUS
4 LAWANG
2 KASUS
MUSI RAWAS
4 KASUS
MURATARA
6 KASUS
PALI
3 KASUS
20. 54 KASUS
(100 %)
NON LAHAN 4
(7.4 %)
KERAGAAN GUKP 2016 BERDASARKAN OBJEK
KEHUTANAN 8
(14.8 %)
LAHAN 42
(77,8 %)
21. Masalah Lahan (77.8 %) :
1. Tanaman petani dalam HGU
Perusahaan
2. Ganti Rugi yang belum selesai
3. HGU Perusahaan dikuasai Masyarakat
4. Klaim HGU
5. Masyarakat menggugat HGU Perus
6.Perusahaan menyerobot
Lanjutan Permasalahan.........
22. Non Lahan (7.4 % ) :
Harga TBS
Kehutanan (14.8 % ) :
Tumpang tindih Kawasan
Lanjutan Permasalahan.........
23. JENIS GUP DI SUMSEL THN 2016
MACAM GANGGUAN jenis gangguan sengketa lahan (okupasi, tumpang
tindih, dll) dan jenis gangguan sengketa lain-lain
(penjarahan produksi, pengrusakan aset, dll)
PELAKU Masyarakat sekitar Perusahaan / Pengusaha lain
LOKASI Di 13 (Tiga Belas KABUPATEN/Kota)
PENYEBAB - Kecemburuan sosial,
- Tumpang tindih areal,
- Tidak transparan antara Inti-Plasma,
- Okupasi lahan “terlantar”,dll
AKIBATNYA Proses produksi terganggu, kerugian materiil,
ketidak pastian iklim usaha, ketegangan hubungan
dg masyarakat.
Kerugian masyarakat: kehilangan akses, kerusakan
struktur sosial dan lingkungan.
24. FAKTOR UTAMA PENYEBAB GANGGUAN USAHA
DAN KONFLIK PERKEBUNAN
(1). POLA PEMBEBASAN LAHAN YANG
BERSIFAT PENDEKATAN KEKUASAAN
(2).KETIDAK TRANSPARANAN ANTAR PARA
PIHAK (PERUSAHAAN VS MASYARAKAT)
(3). KESALAHAN OBJEK GANTI RUGI
(4).KETIDAKJELASAN BUKTI KEPEMILIKAN
25. 1. Melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam
penanganan kasus
2. Pembentukan Tim Teknis Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
3. Melakukan pembinaan dengan melakukan penilaian kebun sesuai peraturan
perundang-undangan
4. Melakukan pengawasan terhadap perusahaan perkebunan
5. Penegakan hukum dan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku usaha yang
terbukti melanggar peraturan perundang-undangan
6. Pemberdayaan dan peningkatan pengetahuan / keterampilan PPNS untuk
mendukung kegiatan yustisi
7. Melakukan pemantauan dan pengecekan pada lokasi-lokasi terjadinya GUKP
8. Menginventarisir kasus-kasus yang terjadi
9. Mengambil langkah-langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaian kasus GUKP
10. Meningkatkan intensitas upaya pengawasan terhadap perusahaan perkebunan
11.Melaporkan perkembangan dan penyelesaian kasus secara rutin setiap 6 (enam)
bulan ke Pusat
Peran Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Dalam
Upaya Penanganan GUKP
26. 1. Sebelum pembukaan baru atau pengembangan kebun perlu melakukan
musyawarah dengan pihak masyarakat pemegang hak.
2. Pembukaan lahan perkebunan dilakukan sesuai luasan yang telah ditetapkan.
3. Melakukan ganti rugi yang wajar sesuai kesepakatan dengan masyarakat dan
instansi terkait serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Membuat IUP dan HGU dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
5. Menerapkan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility/ CSR).
6. Melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling
bertanggung jawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan dengan
pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan.
Peran Pelaku Usaha/Perusahaan Perkebunan Dalam
Upaya Pencegahan Terjadinya GUKP
27. Mempercepat penyelesaian permasalahan Konflik Lahan Perkebunan
melalui :
1. Musyawarah untuk mufakat (win-win solution);
2. Penyelesaian ganti rugi lahan/ ganti rugi tanam tumbuh;
3. Komunikasi intensif dan persuasif antara pihak bersengketa dengan
instansi terkait;
4. Fasilitasi melalui pertemuan;
5. Pembinaan Kemitraan Usaha;
6. Mempercepat pembangunan kebun plasma sesuai peraturan dan
ketentuan yang berlaku;
7. Penilaian Usaha Perkebunan;
8. Mempercepat penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO);
9. Memberdayakan PPNS;
10. Penerapan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Kebijakan Penanganan
Konflik Lahan Perkebunan