Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) bagi Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia Kementrian Kesehatan Tahun 2014
1. KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2013
KURIKULUM DAN MODUL
PELATIHAN SANITASI TOTAL
BERBASIS MASYARAKAT (STBM)
BAGI DOSEN JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN DI INDONESIA
2. Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi
Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan di Indonesia - Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI 2013
ISBN 978-602-235-467-3
1. Judul I. SANITATION - EDUCATION
II. COMMUNITY HEALTH SERVICES
363.72
Ind
k
3. Pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan peningkatan akses
terhadap sanitasi yang layak. Tahun 2005, pendekatan Community-Led Total
Sanitation (CLTS) diujicobakan di 6 kabupaten dan selanjutnya direplikasi
pada tahun 2006 dan 2007. Hasilnya, pada tahun 2007 ada 680 desa
yang telah mendeklarasikan kondisi terbebas dari praktek buang air besar
sembarangan (BABS) atau biasa disebut Open Defecation Free (ODF). Ini
memperlihatkan bahwa pendekatan subsidi dan penyediaan sarana fisik
(hardware), yang sebelumnya dilakukan pemerintah, ternyata tidak mampu
menjamin perubahan perilaku masyarakat maupun meningkatkan akses
sanitasi.
Tahun 2009, pemerintah menekankan perhatian kepada aspek sanitasi
dan higiene dengan memasukkan pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN 2010 – 2014) prioritas 3 bidang kesehatan
memprioritaskan upaya preventif dan promotif terpadu melalui peningkatan
akses air minum 67% dan sanitasi 75% pada tahun 2014. Hal ini sejalan
dengan komitmen pemerintah dalam pencapaian target MDGs 2015.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan yang
cukup efektif untuk mempercepat akses terhadap sanitasi yang layak melalui
perubahan perilaku secara kolektif dan pemberdayaan masyarakat. Saat
ini, STBM telah banyak diadopsi oleh berbagai lembaga pemerintah dan
non pemerintah di Indonesia seperti Bappenas, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, WES-UNICEF,
WSP-World Bank, IUWASH, High Five, Plan Indonesia, WVI, Simavi, USDP,
YPCII, CD Bethesda, Yayasan Dian Desa dan lain-lain.
STBM yang mengutamakan pendekatan perubahan perilaku
membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Hasil studi kerjasama antara Bappenas dan Bank Dunia
(2012) menunjukan bahwa dalam jangka pendek, dibutuhkan 12.000
Kata PengaNtar
Direktur Jenderal PP&PL Kemenkes
i
4. tenaga sanitasi profesional, termasuk diantaranya tenaga terdidik yang baru
lulus dari universitas (new intake) dan dalam jangka menengah diperlukan
tambahan 18.000 tenaga sanitasi profesional.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya
untuk mengintegrasikan program STBM ke dalam sistem pendidikan
kesehatan, khususnya pada jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik
Kesehatan. Diharapkan para lulusan nantinya akan memiliki keterampilan di
bidang pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku
dan mampu berkontribusi dalam percepatan pencapaian target MDG 7C
dan pembangunan kesehatan nasional khususnya untuk memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat mandiri dan berkeadilan.
Terima kasih kami sampaikan kepada WSP-World Bank, WES-UNICEF,
SHAW-SIMAVI, USDP, Plan Indonesia, IUWASH, High Five, WVI, dan semua
pihak yang telah mendukung tersusunnya modul STBM bagi dosen jurusan
Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia
Semoga modul ini bermanfaat.
Jakarta, 21 November 2013
Direktur Jenderal PP dan PL
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
ii
5. Kata Pengantar Direktur Jenderal PP & PL Kemenkes i
Daftar Isi iii
BAGIAN 1.
KURIKULUM PELATIHAN STBM BAGI DOSEN JURUSAN
KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKES DI INDONESIA
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Filosofi Pelatihan 2
BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI 4
A. Peran 4
B. Fungsi 4
C. Kompetensi 4
BAB III. TUJUAN PELATIHAN 5
A. Tujuan Umum 5
B. Tujuan Khusus 5
BAB IV. STRUKTUR PROGRAM 6
BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN 7
BAB VI. DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN 18
BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN 22
A. Peserta 22
B. Pelatih/ Fasilitator/ Instruktur 22
C. Pengendali Pelatihan (Master of Training) 22
BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN 23
A. Penyelenggara 23
B. Tempat Penyelenggaraan 23
BAB IX. EVALUASI 24
BAB X. SERTIFIKAT 26
Daftar Isi
iii
6. BAGIAN 2.
MODUL PELATIHAN STBM BAGI DOSEN
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKES DI INDONESIA
Modul MD.1. Kebijakan dan Strategi Nasional STBM 1
Modul MI.1. Konsep Dasar Pendekatan STBM 14
Modul MI.2. Pelaksanaan STBM 41
Modul MI.3. Pemicuan di Komunitas 83
Modul MP.1. Membangun Komitmen Belajar (BLC) 106
Modul MP.2. Rencana Tindak Lanjut (RTL) 120
iv
7. KURIKULUM PELATIHAN
SANITASI TOTAL BERBASIS
MASYARAKAT (STBM) BAGI
DOSEN JURUSAN KESEHATAN
LINGKUNGAN POLITEKNIK
KESEHATAN DI INDONESIA
Bagian 1
KURIKULUM
Pelatihan
STBM
bagi
Dosen
Jurusan
Kesling
Poltekes
di
Indonesia
9. 1
A. Latar Belakang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM
merupakan pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di
Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan
perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk
mempercepat pencapaian pembangunan milenium (MDGs) tujuan 7C, yaitu
mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air
bersih dan sanitasi pada tahun 2015. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia
bisamencapaisanitasitotaluntukseluruhmasyarakat,sebagaimanatercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia.
Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total
Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air
minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran
masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS)
menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Perubahan
perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku santasi secara
menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah Indonesia
menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling
berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar
Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air
Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-
RT). Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan
secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi,
2) peningkatan penyediaan sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang
kondusif.
Dalampelaksanaannya,STBMmembutuhkansumberdayamanusiaterampil
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil studi kerjasama antara
Bappenas dan Bank Dunia (2012) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
BAB I. PENDAHULUAN
10. dibutuhkan 12.000 tenaga sanitasi profesional, termasuk diantaranya
tenaga terdidik yang baru lulus dari institusi pendidikan dan dalam jangka
menengah diperlukan tambahan 18.000 tenaga sanitasi profesional1
.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk
meningkatkan kompetensi tenaga dosen Politeknik Kesehatan (Poltekes)
jurusan kesehatan lingkungan (Kesling) melalui pelatihan-pelatihan yang
terakreditasi.
Melalui jalur pendidikan, Kemenkes mengintegrasikan pendekatan
STBM ke dalam institusi pendidikan kesehatan, khususnya di jurusan
Kesehatan Kesling, Poltekes. Sehingga diharapkan para lulusan nantinya
akan memiliki keterampilan di bidang pemberdayaan masyarakat dengan
pendekatan perubahan perilaku dalam program-program pemerintah
yang menggunakan pendekatan STBM. Untuk melaksanakan upaya
penguatan kapasitas pelaksana program STBM melalui jalur pendidikan
formal di bidang kesehatan, maka perlu dilakukan pelatihan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) bagi dosen-dosen jurusan Kesling di Poltekes.
Diharapkan dosen yang telah dilatih nantinya dapat mengintegrasikan
pendekatan STBM ke dalam mata kuliah yang telah disepakati, diantaranya
mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-
Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
Untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut, maka perlu disusun
Kurikulum dan Modul Pelatihan STBM bagi dosen Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekes. Kurikulum dan modul tersebut selanjutnya dapat
dipergunakan sebagai acuan dalam melakukan pelatihan STBM bagi dosen
Jurusan Kesling Poltekes di seluruh Indonesia.
B. Filosofi Pelatihan
Pelatihan STBM bagi dosen jurusan kesehatan lingkungan di Poltekes ini
diselenggarakan dengan menggunakan filosofi pelatihan sebagai berikut :
1. Berorientasi kepada profesionalisme, yaitu :
a. Sesuai dengan kemampuan dan keahliannya di bidang kesehatan
lingkungan.
1 PT. Qipra Galang Kualita, Sanitation Personnel: Capacity Development Strategy, Final
Report of the Sanitation Training and Capacity Study, Jakarta: 2012.
2
11. b. Sesuai kewenangan dan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) serta
tanggung jawab atas pekerjaannya.
2. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama
pelatihan peserta berhak untuk :
a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya dalam hal pengajaran,
pemberdayaan masyarakat, perubahan perilaku, dan STBM.
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, sejauh berada di
dalam konteks pelatihan.
c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap
proses pembelajaran.
d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan.
3. Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk:
a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM.
b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat memfasilitasi
pembelajaran dengan berbagai metode, melakukan umpan balik,
dan menguasai materi STBM.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya, baik secara
visual, auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-
masing tentang STBM, dan saling berbagi pengetahuan maupun
pengalaman antar peserta maupun fasilitator.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi dan dievaluasi.
4. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk :
a. Mengembangkan keterampilannya langkah demi langkah dalam
memperoleh kompetensi yang diharapkan.
b. Menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diukur
c. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mencapai
kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan.
5. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Melakukan experimentasi berbagai kasus dalam menterjemahkan
3 komponen dan 5 pilar STBM.
b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu
bersama-sama dengan fasilitator.
3
12. BAB II. PERAN, FUNGSI,
DAN KOMPETENSI
Peserta yang telah menyelesaikan pelatihan ini, mempunyai peran dan
fungsi serta kompetensi sebagai berikut :
A. Peran
Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, maka peserta berperan sebagai
dosen jurusan kesling di Poltekes yang memahami pendekatan STBM.
B. Fungsi
Dalam melakukan perannya tersebut, maka peserta mempunyai fungsi
sebagai dosen jurusan kesling di Poltekes yang dapat mengintegrasikan
pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan
Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
C. Kompetensi
Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki
kompetensi dalam hal :
1. Menjelaskan kebijakan dan strategi nasional STBM.
2. Menjelaskan konsep dasar pendekatan STBM.
3. Melakukan pelaksanaan STBM.
4. Melakukan pemicuan di komunitas.
4
13. BAB III. TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum
Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, peserta mampu memahami
konsep dasar dan pelaksanaan STBM untuk diintegrasikan ke dalam mata
kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar
Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan.
B. Tujuan Khusus
Setelah selesai mengikuti pelatihan ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan kebijakan dan strategi nasional STBM.
2. Menjelaskan konsep dasar pendekatan STBM.
3. Melakukan pelaksanaan STBM.
4. Melakukan pemicuan dikomunitas.
5
14. BAB IV. STRUKTUR PROGRAM
No MATERI
WAKTU
JML
T P PL
A MATERI DASAR
1. Kebijakan dan Strategi Nasional STBM 2 0 0 2
Subtotal A : 2 0 0 2
B
MATERI INTI
1. Konsep Dasar Pendekatan STBM
2. Pelaksanaan STBM
3. Pemicuan di Komunitas.
2
4
1
4
6
3
0
0
6
6
10
10
Subtotal B : 7 13 6 26
C
MATERI PENUNJANG
1. Membangun Komitmen Belajar (BLC)
2. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
1
1
2
2
0
0
3
3
Subtotal C : 2 4 0 6
Total (A+B+C) : 11 17 6 34
Keterangan :
T = Teori ; P = Penugasan ; PL = Praktik Lapangan
1 JP @ 45 menit
Untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan tersebut, maka
disusun materi pelatihan dengan struktur program yang terdiri dari materi
dasar, materi inti dan materi penunjang dengan jumlah keseluruhan jam
pelajaran (JP) sebanyak 34 JP seperti yang tertera pada struktur program
sebagai berikut :
6
B
C
26. 18
BAB VI. DIAGRAM ALIR
PROSES PEMBELAJARAN
Pengetahuan dan
Keterampilan
1. Konsep Dasar STBM
2. Pelaksanaan STBM
3. Pemicuan di Komunitas
METODE :
CTJ, Curah Pendapat,
Diskusi, Simulasi, Role
Play, Penugasan, Praktik,
Pemutaran Film.
Wawasan
1.
Kebijakan dan Strategi
Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat
(STBM)
METODE:
CTJ, curah pendapat
MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC)
E
V
A
L
U
A
S
I
PEMBUKAAN
PRE TEST
POST TEST
RENCANA TINDAK LANJUT
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
PENUTUPAN
27. 18
Rincian rangkaian alur proses pelatihan sebagai berikut:
1. Pembukaan
Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan
berikut:
a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan dan penjelasan
program pelatihan.
b. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar
belakang perlunya pelatihan dan dukungannya terhadap
program STBM.
c. Perkenalan peserta secara singkat.
2. Pelaksanaan Pre-Test
Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman awal peserta terhadap materi yang akan
diberikan pada proses pembelajaran.
3. Membangun Komitmen Belajar
Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta
dalam mengikuti proses belajar mengajar selanjutnya dan
menciptakan komitmen terhadap norma-norma kelas yang
disepakati bersama oleh seluruh peserta serta membentuk
struktur kelas sebagai penghubung antara peserta, MOT, dan
panitia penyelenggara.
Kegiatannya antara lain:
a. Penjelasan oleh pelatih tentang tujuan pembelajaran dan
kegiatan yang akan dilakukan dalam materi membangun
komitmen belajar.
b. Perkenalan antara peserta dan para pelatih dan panitia
penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar
sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan
permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif.
c. Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekhawatiran dan
komitmen masing-masing peserta selama pelatihan.
19
28. d. Kesepakatan antara para pelatih, penyelenggara
pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama
pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas,
kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.
4. Pengisian Wawasan
Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan
dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar
pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta
dalam pelatihan ini, sebagai berikut adalah:
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
5. Pemberian Pengetahuan dan Keterampilan
Pemberianmateriketerampilandariprosespelatihanmengarah
pada kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta.
Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta
aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu metode
ceramah tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok, bermain
peran, tugas baca, simulasi, presentasi, dan latihan- latihan
tentang konsep dasar dan fasilitasi Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat dengan menggunakan kurikulum dan modul
pelatihan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat untuk dosen
jurusan Kesling, Poltekes di Indonesia.
6. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang
Tujuan dari Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang ini adalah agar
peserta mampu menerapkan peran dan fungsinya sebagai
dosen jurusan Kesling di Poltekes yang dapat mengintegrasikan
pendekatan STBM ke dalam mata kuliah Promosi Kesehatan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Dasar-Dasar Pemecahan
Masalah Kesehatan Lingkungan.
20
29. 7. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setiap hari dengan cara melakukan
review terhadap kegiatan proses pembelajaran yang sudah
berlangsung sebagai umpan balik untuk menyempurnakan
proses pembelajaran selanjutnya. Proses umpan balik juga
dilakukan dari pelatih ke peserta berdasarkan penjajagan
awal melalui pre-test, pemetaan kemampuan dan kapasitas
peserta, penilaian penampilan peserta, baik di kelas maupun
di lapangan.
8. Rencana Tindak Lanjut (RTl)
Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut hasil
pelatihan berupa rencana melakukan proses belajar mengajar
danmengevaluasimatakuliahintegrasipeningkatankebutuhan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di kampus masing-masing.
9. Post-Test
Post-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta
dapat menyerap materi selama pelatihan. Selain post-test,
dilakukan evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap
kemampuan yang telah didapat peserta melalui penugasan-
penugasan dan praktik lapang.
10. Penutupan
Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk
mendapatkan masukan dari peserta ke penyelenggara dan
pelatih untuk perbaikan pelatihan yang akan datang. Dalam
penutupan dilakukan laporan hasil evaluasi penyelenggaraan
pelatihan termasuk terhadap fasilitator, narasumber,
peserta maupun penyelenggara sendiri oleh ketua panitia
penyelenggara. Selanjutnya pelatihan ditutup dengan resmi
oleh pejabat yang berwenang.
21
30. BAB VII. PESERTA, PELATIH
PENGENDALI PELATIHAN
A. Peserta
1. Kriteria Peserta:
- Dosen mata kuliah Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat
dan Dasar-Dasar Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan,
- Berbasis pendidikan minimal D3 Kesling.
2. Jumlah Peserta
Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang.
B. Pelatih/ Fasilitator/ Instruktur
Pelatih adalah tim pelatih/ fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan
praktisi STBM dari berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan
memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta
terlibat dalam kegiatan STBM.
b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM.
c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya.
d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan
lingkungan.
C. Pengendali Diklat (Master Of Training)
Pengendali diklat adalah orang yang mengatur proses kegiatan pelatihan
dari awal sampai akhir pelaksanaan pelatihan.
Persyaratan:
a. Mengetahui program STBM,
b. Merancang kerangka acuan,
c. Menguasai materi secara garis besar,
d. Pernah mengikuti pelatihan MOT, atau
e. Pernah mengikuti Training of Trainer (TOT).
22
31. BAB VIII. PENYELENGGARA
TEMPAT PENYELENGGARAAN
A. Penyelenggara
Penyelenggara pelatihan STBM bagi dosen jurusan Kesling, Poltekes,
adalah:
1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, Badan PPSDM
Kesehatan,
2. Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Badan PPSDM
Kesehatan,
3. Balai Pelatihan Kesehatan Nasional, Badan PPSDM Kesehatan,
4. Balai Pelatihan Kesehatan di tingkat Provinsi.
B. Tempat Penyelenggaraan
Tempat penyelenggaraan pelatihan akan dilaksanakan pada lokasi-
lokasi dimana program STBM berada.
23
32. BAB IX. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan dalam pelatihan ini meliputi :
1. Evaluasi terhadap peserta melalui :
a. Penjajagan awal melalui pre-test,
b. Pemahaman peserta terhadap materi yang telah diterima
(post-test),
c. Evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan
yang telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan
praktik lapang.
2. Evaluasi terhadap pelatih/ fasilitator/ narasumber
Evaluasi terhadap pelatih/ fasilitator/ narasumber ini dimaksudkan
untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang menggambarkan
tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan pelatih dalam
menyampaikan pengetahuan dan atau keterampilan kepada
peserta dengan baik, dapat dipahami dan diserap oleh peserta,
yang meliputi:
1. Penguasaan materi,
2. Ketepatan waktu memulai dan mengakhiri pembelajaran,
3. Sistematika penyajian materi,
4. Penggunaan metode dan alat bantu pembelajaran,
5. Empati, gaya dan sikap terhadap peserta,
6. Penggunaan bahasa dan volume suara,
7. Pemberian motivasi belajar kepada peserta,
8. Pencapaian Tujuan Pembelajaran (TPU/TPK),
24
33. 9. Kesempatan tanya jawab,
10. Kemampuan menyajikan,
11. Kerapihan berpakaian,
12. Kerjasama antar Tim Pengajar.
3. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan
Evaluasi terhadap penyelenggaraan pelatihan dilakukan oleh
peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Obyek evaluasi
adalah pelaksanaan administrasi dan akademis, yang meliputi:
a. Tujuan pelatihan,
b. Relevansi program pelatihan dengan tugas,
c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di
tempat kerja,
d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi,
e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan,
f. Pelayanan sekretariat panitia terhadap peserta,
g. Pelayanan akomodasi dan lainnya,
h. Pelayanan konsumsi,
i. Pelayanan komunikasi dan informasi.
25
34. 26
BAB X. SERTIFIKAT
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, kepada setiap peserta yang telah
mengikuti pelatihan dengan ketentuan kehadiran 95 % dari keseluruhan
jumlah jam pelatihan (34JP), dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil evaluasi
pelatihan akan diberikan sertifikat yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan RI dengan angka kredit 1 (satu) yang ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan dan oleh panitia
penyelenggara.
35. BAGIAN 2
MODUL PELATIHAN STBM
BAGI DOSEN JURUSAN
KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN
DI INDONESIA MODUL
Pelatihan
STBM
bagi
Dosen
Jurusan
Kesling
Poltekes
di
Indonesia
36. 30
Modul MD.1.
Kebijakan dan Strategi Nasional STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT 1
II. TUJUAN PEMBELAJARAN 2
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 2
IV. BAHAN BELAJAR 2
V. METODE PEMBELAJARAN 3
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
VII. URAIAN MATERI 4
POKOK BAHASAN 1:
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI
DI INDONESIA 4
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi 4
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM 5
POKOK BAHASAN 2:
PERAN DAN STRATEGI STBM 6
a. Peran STBM dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN
dan MDGs Tujuan 7C 6
b. Strategi STBM 7
c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder
di Masing-Masing Tingkatan 10
VIII. REFERENSI 13
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
37. MODUL MD.1.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali
peserta agar dapat memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam kaitannya dengan keberhasilan
pembangunan kesehatan manusia Indonesia.
STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di
Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan
perilaku. STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation
(CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan
sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat
untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi
buang air besar di jamban yang saniter dan layak.
STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008
untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi
hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih
dan sanitasi pada tahun 2015. Selanjutnya, pada tahun 2025, diharapkan
seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak
dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya,
sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) Indonesia 2005-2025.
Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara
seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi,
2) peningkatan penyediaan sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang
kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar STBM, yaitu
(1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun
1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
38. (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
(PAMM-RT), (4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami
kebijakan dan strategi nasional STBM.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan
sanitasi di Indonesia,
2. Menjelaskan peran dan strategi STBM.
2 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. Pokok Bahasan 1:
Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia
a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi.
b. Arah kebijakan dan strategi STBM.
B. Pokok Bahasan 2: Peran dan Strategi STBM
a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs
tujuan 7C.
b. Strategi STBM.
c. Pemetaan peran dan tanggung jawab stakeholder di masing-
masing tingkatan.
IV. BAHAN BELAJAR
Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, komputer / laptop, dan
modul.
39. V. METODE PEMBELAJARAN
CTJ dan curah pendapat.
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam
pelajaran(T=2jp,P=0jp,PL=0jp)@45menit.Untukmempermudah
proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh peserta,
dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:
A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit)
1. Perkenalkan diri dan tawarkan untuk memulai dengan
pencairan suasana.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan, metode dan
waktu yang digunakan untuk pembahasan,
3. Gali pendapat peserta tentang kebijakan STBM dan
mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan
metode dimana semua peserta terlibat secara aktif,
4. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan
tentang kebijakan STBM.
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit)
1. Sampaikan pokok bahasan:
• Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di
Indonesia.
• Peran dan Strategi STBM.
2. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-
hal yang kurang jelas, dan berikan jawaban dan klarifikasi atas
pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Berikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar
peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang baik.
3
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
40. C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit):
1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik
dari fasilitator maupun dari peserta lain.
2. Minta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta
pada kertas evaluasi yang telah disediakan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan
tercapainya TPU dan TPK sesi ini.
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
SANITASI DI INDONESIA
a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi
Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa
Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat
terwujud. Selanjutnya dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
(Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014 yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.HK.03.01/160/1/2010
ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan.
Adapun Misi Kemenkes adalah :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat
madani;
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan;
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
4 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
41. Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan,
khususnya bidang air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar.
Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development
Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih
berperilaku buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan
studi Basic Human Services di Indonesia, kurang dari 15% penduduk
Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun
pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya
angka diare yaitu 423 per seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16
provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality
Rate (CFR) sebesar 2,52.
Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu
melalui pendekatan sanitasi total. Untuk itu, pemerintah merubah
pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan sektoral
dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak
memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan
peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku
higienis.
Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi
Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini telah
berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan
(open defecation free-ODF), sehingga pada tahun 2006, pemerintah
mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci tangan pakai
sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan
pada tahun 2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008.
b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan
untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
5
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
42. masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM memiliki
indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit
diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan
sanitasi dan perilaku.
Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana
sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas
dari buang air di sembarang tempat (SBS).
b. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan
makanan yang aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu
komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas,
pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci
tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
POKOK BAHASAN 2. PERAN DAN STRATEGI STBM
a. Peran STBM dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan
7C
STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional
pembangunan sanitasi di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat
upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran
penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat
sertamengimplementasikankomitmenpemerintahuntukmeningkatkan
akses sanitasi dasar yang layak dan berkesinambungan. Komitmen
pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian target pembangunan
millennium (Millenium Development Goal), khususnya target 7C, yaitu
mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses
terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015.Komitmen pemerintah
terkait sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka
6 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
43. Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat
Indonesia pada tahun 2025.
Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah:
*) BPS, Susenas
Tabel 1: Tujuan MDG
b. Strategi STBM
Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 6 strategi, yaitu :
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)
Goal 7
Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup
Target
10
Menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga
tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan
berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015
INDIKATOR
Baseline
1993
Capaian
2010*)
Target
MDGs 2015
Proposi rumah
tangga dengan akses
berkelanjutan terhadap
air minum layak
(Kota dan Desa)
Kota 50.58% 42.51% 75.29%
Desa 31.61% 45.85% 65.81%
Total 37.73% 44.19% 68.87%
Proposi rumah
tangga dengan akses
berkelanjutan terhadap
sanitasi layak
(Kota dan Desa)
Kota 53.64% 72.78% 76.82%
Desa 11.10% 38.50% 55.55%
Total 24.81% 55.54% 62.41%
50.58%
7
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
44. Prinsip :
• Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnnya dalam meningkatkan perilaku
higienis dan saniter.
Pokok Kegiatan :
• Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah
dan pemangku kepentingan lainnya secara berjenjang,
• Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah,
• Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah
daerah, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat dan swasta.
2. Peningkatan kebutuhan (demand creation)
Prinsip :
• Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter
untuk mendukung terciptanya sanitasi total.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkanperanseluruhpemangkukepentingandalam
perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi pengembangan
kebutuhan,
• Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang
konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (buang air
besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan
perilaku komunitas,
• Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih
teknologi, material dan biaya sarana sanitasi yang sehat.
• Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural
leader) untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku
masyarakat,
• Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat
untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi
total.
3. Peningkatan penyediaan suplai (supply improvement)
Prinsip :
8 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
45. • Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Pokok Kegiatan :
• Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam
penyediaan sarana sanitasi,
• Mengembangkankemitraandengankelompokmasyarakat,
koperasi, lembaga keuangan dan pengusaha lokal dalam
penyediaan sarana sanitasi,
• Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian
perguruan tinggi untuk pengembangan rancangan sarana
sanitasi tepat guna.
4. Pengelolaan pengetahuan (knowledge management)
Prinsip :
• Melestarikan pengetahuan dan pembelajaran sanitasi
lokal.
Pokok Kegiatan :
• Mengembangkan dan mengelola pusat data dan
informasi,
• Meningkatkan kemitraan antar program-program
pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam
peningkatan pengetahuan dan pembelajaran sanitasi di
Indonesia,
• Mengupayakan masuknya pendekatan sanitasi total dalam
kurikulum pendidikan.
5. Pembiayaan
Prinsip :
• Meniadakan subsidi untuk penyediaan fasilitas sanitasi
dasar.
Pokok kegiatan :
• Menggali potensi masyarakat untuk membangun sarana
sanitasi sendiri,
• Mengembangkan solidaritas sosial (gotong royong),
9
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
46. • Menyediakan subsidi diperbolehkan untuk fasilitas sanitasi
komunal.
6. Pemantauan dan evaluasi
Prinsip :
• Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan
evaluasi.
Pokok kegiatan :
• Memantau kegiatan dalam lingkup komunitas oleh
masyarakat,
• Pemerintah daerah mengembangkan sistem pemantauan
dan pengelolaan data,
• Mengoptimumkan pemanfaatan hasil pemantauan dari
kegiatan-kegiatan lain yang sejenis,
• Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan
sistem pemantauan berjenjang.
Dari 6 (enam) strategi tersebut, 3 (tiga) strategi pertama merupakan
strategi utama dalam pelaksanaan STBM. Tiga strategi ini disebut
Komponen Sanitasi Total.
c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder
di Masing-Masing Tingkatan
STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan
koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan,
termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi,
sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM
dapat tercapai.
10 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
48. Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi
penyelenggaraan STBM di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah:
a. Advokasi kebijakan
program, penggalian
pendanaan, koordinasi dan
penyediaan bantuan teknis
b. Penyiapan NSPK, modul
pelatihan, sistem
monitoring dan evaluasi
a. Advokasi program,
pendanaan dan koordinasi
b. Menyapkan panel pelatih
master STBM provinsi
c. Pemantauan dan fasilitasi
pembelajaran
d. Bekerjasama dengan
lembaga riset pasar untuk
mengembangkan strategi
pemasaran komunikasi
perubahan perilaku
a. Mengelola dan memantau program
b. Advokasi dan komunikasi kepada Bupati/
DPRD untuk pendanaan dan dukungan
program.
c. Mengorganisir pelatihan fasilitator STBM
d. Memfasilitasi wirausaha sanitasi
melayani konsumen warga ekonomi
rendah.
a. Memicu masyarakat melakukan
pendampingan tindak lanjut pasca
pemicuan.
b. Memantau, melaporkan data secara
regular ke kabupaten, verifikasi ODF.
c. Melakukan fasilitasi kepada masyarakat
dalam memilih teknologi sanitasi.
d. Melakukan fasilitasi di antara
masyarakat yang dipicu dan wirausaha
sanitasi
Tugas dan
Fungsi Provinsi
Tugas dan Fungsi
Kabupaten
Tugas dan Fungsi Kecamatan
Tugas dan Fungsi Puskesmas/Mitra
LSM di tingkat masyarakat
Gambar 1: Tupoksi STBM
Tugas
dan
Fungsi
Pusat
12 | KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
49. VIII. REFERENSI
1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
Sanitasi, Jakarta: 2003,
2. Setneg RI, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, Jakarta: 2005,
3. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/2008, tentang Strategi Nasional
STBM, Jakarta: 2008,
4. Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: 2008,
5. Setneg RI, Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Jakarta: 2009,
6. Kemenkes RI, Renstra 2010-2014, Jakarta: 2010,
7. Kemenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen
P2PL, Jakarta: 2013.
8. Update terkait STBM juga dapat diakses melalui www.stbm-
indonesia.org
13
KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT |
50.
51. Modul MI.1. :
KONSEP DASAR PENDEKATAN
SANITASI TOTAL BERBASIS
MASYARAKAT (STBM) MODUL
MI.1.
Konsep
Dasar
Pendekatan
STBM
52. Modul MI.1.
Konsep Dasar Pendekatan STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT 14
II. TUJUAN PEMBELAJARAN 14
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 15
IV. BAHAN BELAJAR 16
V. METODE PEMBELAJARAN 16
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 16
VII. URAIAN MATERI 17
POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM 17
a. Pengertian STBM 17
b. Tujuan STBM 21
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi 21
d. Konsep STBM 23
POKOK BAHASAN 2: KOMPONEN STBM 26
a. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi 26
b. Peningkatan Layanan Penyediaan/Suplai 26
c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif 27
POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM 28
a. Pengertian 28
b. Penyelenggara Pelaksanaan 5 Pilar STBM 29
c. Manfaat Pelaksanaan 5 Pilar STBM 29
d. Tujuan Pelaksanaan 5 Pilar STBM 30
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
53. POKOK BAHASAN 4 : PRINSIP-PRINSIP STBM 30
a. Tanpa Subsidi. 30
b. Masyarakat Sebagai Pemimpin 30
c. Tidak Menggurui / Memaksa 30
d. Totalitas Seluruh Komponen Masyarakat 31
POKOK BAHASAN 5 : PILAR PERUBAHAN PERILAKU STBM
DAN TANGGA PERUBAHAN PERILAKU 32
a. Tangga Sanitasi 32
b. Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM 32
VIII.REFERENSI 34
IX. LAMPIRAN 34
Lembar Penugasan 35
a. Pembelajaran Penerapan STBM 35
b. Komponen STBM 37
c. Kaitan Tiga Komponen 39
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
54. MODUL MI.1.
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali
peserta agar memahami pengertian, komponen-komponen, dan prinsip-
prinsip dasar pendekatan STBM secara lebih rinci dan mendalam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60%
penduduk Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi
antara 72,54% di perkotaan dan 38,97% di perdesaan. Angka ini masih
jauh dari target MDG Indonesia yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan
dan 55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk
mencapai 20.000 desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) pada
tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan. Berdasarkan data
Kemenkes, hingga Juni 2013, baru 12.543 desa yang sudah ODF (SBS).
Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM
menjadi sangat penting agar peserta pelatihan bisa memahami secara
utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi penerapan STBM di
masyarakat, termasuk mengajarkan materi ini kepada mahasiswa-
mahasiswa Poltekes.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar
pendekatan STBM.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan pengertian STBM,
2. Menjelaskan komponen STBM,
14 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
55. 3. Menjelaskan lima pilar STBM,
4. Menjelaskan prinsip-prinsip STBM, dan
5. Menjelaskan pilar perubahan perilaku pada STBM dan tangga
perubahan perilaku.
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK
BAHASAN
A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM
a. Pengertian STBM,
b. Tujuan STBM,
c. Sejarah program pembangunan sanitasi,
d. Konsep STBM.
B. Pokok Bahasan 2: Komponen STBM
a. Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi,
b. Peningkatan penyediaan/suplai sanitasi,
c. Penciptaan lingkungan yang kondusif.
C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM
a. Pengertian,
b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM,
c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM,
d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM.
D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM
a. Tanpa subsidi,
b. Masyarakat sebagai pemimpin,
c. Tidak menggurui/memaksa,
d. Totalitas seluruh komponen masyarakat.
E. Pokok Bahasan 5: Pilar Perubahan Perilaku STBM dan Tangga
Perubahan Perilaku
a. Tangga sanitasi,
b. Tangga perubahan perilaku visi STBM.
15
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
56. IV. BAHAN BELAJAR
Bahan tayang (slide ppt, film CLTS dan STBM), LCD projector,
komputer/laptop, fliptchart, spidol, meta plan, kain tempel,
panduan penugasan, panduan diskusi kelompok, dan modul.
V. METODE PEMBELAJARAN
Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi, dan
penugasan.
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
PEMBELAJARAN
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak
6 jam pelajaran (T=2 jp, P= 4 jp, PL = 0 jp) @45 menit. Untuk
mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi
seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut:
A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit)
1. Penyegaran dan pencairan suasana,
2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan
keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini,
3. Fasilitatormenyampaikantujuanpembelajaran,pokokbahasan
dan metode yang digunakan,
4. Menggali pendapat peserta tentang konsep dasar pendekatan
STBM dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran
menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara
aktif,
5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang
konsep dasar pendekatan STBM.
B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (240 menit)
1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan:
• Pengertian STBM,
• Tiga Komponen Pokok STBM,
16 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
57. • Lima Pilar STBM,
• Prinsip-prinsip STBM,
• PilarPerubahanPerilakupadaSTBMdanTanggaPerubahan
Perilaku.
2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan
jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya
sehingga antar peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang
baik.
4. Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan diskusi
kelompok tentang:
a. Pembelajaran Penerapan STBM (90 menit),
b. Komponen STBM (60 menit),
c. Kaitan Tiga Komponen STBM (30 menit).
C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit):
1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik
dari fasilitator maupun dari peserta lain.
2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta
pada kertas evaluasi yang telah disediakan.
3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan
bahwa TPU dan TPK sesi telah tercapai.
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM
a. Pengertian STBM
STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan
sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan.
Definisi Operasional STBM
• Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak
buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii)
17
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
58. mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah
dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan
aman.
• Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas.
• Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi
sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah
tangga.
• Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat
sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab dalam rangka
menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan
berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya.
• ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar
Sembarangan) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak buang air besar di sembarang tempat, tetapi di fasilitas
jamban sehat.
• Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk
memutus mata rantai penularan penyakit.
• Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan secara
benar dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
• Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai
sabun yang dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran
pembuangan air limbah.
• Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT)
adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air
minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan
oral lainnya, serta pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga
yang meliputi 6 prinsip Higiene Sanitasi Pangan: (1) Pemilihan bahan
makanan, (2) Penyimpanan bahan makanan, (3) Pengolahan bahan
makanan, (4) Penyimpanan makanan, (5) Pengangkutan makanan, dan
(6) Penyajian makanan.
• Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah proses
pengelolaan sampah dengan aman pada tingkat rumah tangga dengan
mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang dan mendaur
18 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
59. ulang. Pengelolaan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemprosesan, pendaurulangan atau pembuangan dari
material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan
masyarakat dan lingkungan.
• Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah proses
pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga
untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.
• Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
• PemerintahpusatyangselanjutnyadisebutPemerintahadalahPresiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk
meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis
dan saniter.
• Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan
mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan
layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan
mengembangkan pasar sanitasi.
• Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang
mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan
kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antar pelaku STBM, termasuk
di dalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta.
• Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari
satu keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki
kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan.
• Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur
pencapaian seperangkat indikator yang dijadikan standar.
• LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau
sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan
19
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
60. dari kegiatannya.
• Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun
kelompok masyarakat, yang memotori gerakan STBM di masyarakat
tersebut.
• Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan
disepakati oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator.
• Pemicuan adalah upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat
yang higiene dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode partisipatory berprinsip pada pendekatan CLTS (Community-
Led Total Sanitation)
• Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan
intervensi pendekatan STBM dan dijadikan target antara karena untuk
mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan pencapaian kelima pilar
STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM: (i)
Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun
dalam desa/kelurahan tersebut; (ii) Ada masyarakat yang bertanggung
jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM seperti disebutkan pada
poin pertama, baik individu (natural leader) ataupun bentuk komite; (iii)
Sebagai respon dari aksi intervensi STBM, masyarakat menyusun suatu
rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen-komitmen
perubahan perilaku pilar-pilar STBM, yang telah disepakati bersama;
misal: mencapai status SBS.
• Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar
Sembarangan) adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah
buang air besar di jamban sehat , yaitu, mencapai perubahan perilaku
kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM
• Desa/Kelurahan STBM, selain menyandang status ODF, 100% rumah
tangga memiliki dan menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan
dan telah terjadi perubahan perilaku untuk pilar lainnya seperti
memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100%
rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan
dan air minum rumah tangga.
• Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/
ODF++, 100% rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan
20 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
61. sampah dan limbah cair domestik yang aman, yaitu desa/kelurahan
yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait seluruh Pilar
1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total.
b. Tujuan STBM
Tujuan program STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total
dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat yang meliputi 3 komponen yaitu penciptaan lingkungan
yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan
penyediaan sanitasi serta pengembangan inovasi sesuai dengan konteks
wilayah.
c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi
Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan
oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier,
pada tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa mandi ke sungai
dan buang air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada
masa itu, masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalan-
jalan kota atau air tergenang untuk BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener
Brouson mencatat bahwa orang Indonesia terbiasa mandi 3 kali sehari,
menggunakan bak, menyabun, membilas dan mengeringkan badannya.
Pada akhir tahun 1800-an, pemerintah Belanda sudah membuat
sambungan air ke rumah-rumah di kawasan komersial di Jakarta dan
membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada tahun
1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantri higiene Belanda, Dr. Heydrick
melakukan kampanye untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal
sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah sekolah mantri higiene
di Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan sebelum mereka
diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat
dan melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit.
Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air
Minum dan Jamban Keluarga (SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia dalam melaksanakan
program-program tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan
sekolah-sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan
21
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
62. nama Politeknik Kesehatan (Poltekes). Periode 1970-1997, pemerintah
melakukan beragam program pembangunan sanitasi. Program-program
tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan, sehingga
faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung
menyebabkan rendahnya peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil
studi ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat Indonesia yang BAB
di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di
sembarang tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka
diare dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak
bersih.
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program
dan tingkat keberhasilan yang ingin dicapai, pemerintah melakukan
perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dari keproyekan menjadi
keprograman. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan program
nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Secara ringkas,
perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini
terlihat pada tabel di bawah ini:
Program-Program Terdahulu
(biasanya Target Oriented)
Kecenderungan Saat Ini
Perkembangan jumlah sarana Perubahan perilaku dan kesehatan
Subsidi Solidaritas sosial
Model-model sarana
disarankan oleh pihak luar
Model-model sarana digagas dan
dikembangkan oleh masyarakat
Sasaran utama adalah kepala
keluarga
Sasaran utama adalah masyarakat
desa secara utuh
Top down (dari atas ke bawah) Bottom up (dari bawah ke atas)
Fokus pada: jumlah jamban
Fokus pada: berhentinya BAB di
sembarang tempat
Pendekatannya bersifat ‘blue
print’
Pendekatannya lebih fleksibel.
Tabel 3:
Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia
22 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
63. d. Konsep STBM
Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation
(CLTS)yangtelahdisesuaikandengankonteksdankebutuhandiIndonesia.
Sebelum memahami konsep dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara
singkat konsep CLTS.
CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi
pedesaan dan mulai berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini
awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat
ini sudah diadopsi secara luas di negara tersebut. Salah satu negara
bagian di India yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi pendekatan
CLTS ke dalam program pemerintah secara masal yang disebut dengan
program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti
Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS.
Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air
bersih dan sanitasi yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water
Aid. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut adalah perlunya
mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut
subsidi pembangunan toilet.
Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap
infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar
jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat.
PadadasarnyaCLTSadalah“pemberdayaan”dan“tidakmembicarakan
masalah subsidi”. Artinya, masyarakat yang dijadikan “guru” dengan
tidak memberikan subsidi sama sekali.
Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui film tentang
implementasi CLTS di Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan
CLTS di Indonesia (Awakening).
Community Led (dipimpin masyarakat) tidak hanya dipakai dalam
bidang sanitasi, tetapi dapat juga diterapkan dalam hal lain seperti dalam
pendidikan, pertanian, dan lain-lain. Prinsip yang terpenting dari CLTS
adalah:
• Inisiatif masyarakat,
• Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara
23
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
64. kolektif adalah kunci utama,
• Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat
dalam pendekatan ini.
• Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan
biasanya akan muncul “natural leader”.
Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama Participatory Rural Appraisal
(PRA), yaitu:
1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan
kebiasaan)
2. Sharing (berbagi)
3. Method (metode)
Gambar 2: Tiga Pilar Utama PRA
Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam
pendekatan CLTS, namun dari ketiganya yang paling penting adalah
“perubahan perilaku dan kebiasaan” (Attitude and Behavior Change)”,
karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan
pernah mencapai tahap “berbagi (sharing)” dan sangat sulit untuk
menerapkan “metode” yang tepat.
Personal
Perilaku dan
kebiasaan
Institusional
Profesional
Proses
Berbagi
Penerapan
Metode
24 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
65. Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana
didalamnya meliputi perilaku personal atau individual, perilaku
institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau yang
berkaitan dengan profesi. Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus
berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya:
• Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas
(upper) dan kelompok yang berada di tingkat bawah (lower). Cara
pandang “upper-lower” harus dirubah menjadi “pembelajaran
bersama”, bahkan menempatkan masyarakat sebagai “guru”
karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam
masyarakat itu.
• Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk “memberi” sesuatu tetapi
“menolong” masyarakat untuk menemukan sesuatu.
• Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan
upper lower. Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa seorang
fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan yang lebih
dibandingkan masyarakat, harus dihindari.
Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa
tubuh) dari fasilitator telah berubah maka “sharing” akan segera
dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan tentang apa
yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk
melakukan sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode
mulai dapat diterapkan. Masyarakat secara bersama-sama melakukan
analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut.
Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode
telahditerapkan(prosespemicuantelahdilakukan)danmasyarakatsudah
terpicu sehingga diantara mereka sudah ada keinginan untuk berubah
tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala teknis,
ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka
untuk mencapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan
cara memberikan alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut.
Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya
harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut.
25
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
66. Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM
menekankan pada upaya perubahan perilaku yang berkelanjutan untuk
mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat.
POKOK BAHASAN 2: TIGA KOMPONEN POKOK STBM
Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara
ketiga komponen pokok sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu,
sebagai berikut:
a. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi
Komponen peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi
merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku
yang higienis dan saniter, berupa:
• Pemicuan perubahan perilaku,
• Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara
langsung,
• Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi
lainnya,
• Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku,
• Memfasilitasi terbentuknya komite/ tim kerja masyarakat,
• Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/
institusi melalui mekanisme kompetisi dan benchmark kinerja daerah.
b. Peningkatan Layanan Penyediaan/ Suplai Sanitasi
Peningkatan penyediaan sanitasi yang secara khusus diprioritaskan
untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan
akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan
mengembangkan pasar sanitasi perdesaan, yaitu:
• Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan
dan terjangkau,
• Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan,
• Mengembangkan kapasitas pelaku pasar sanitasi termasuk wirausaha
sanitasi lokal,
26 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
67. • Mempromosikan pelaku usaha sanitasi dalam rangka memberikan
akses pelaku usaha sanitasi lokal ke potensi pasar (permintaan) sanitasi
on site potensial.
c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif.
Komponeninimencakupadvokasikepadaparapemimpinpemerintah,
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun
komitmen bersama untuk melembagakan kegiatan pendekatan STBM
yang diharapkan akan menghasilkan:
• Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk
melaksanakan pendekatan STBM menyediakan anggaran untuk
penguatan intitusi,
• Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK
Bupati, Perda, RPJMD, Renstra, dan lain-lain,
• Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor
sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah,
koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non-pemerintah,
• Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan kegiatan peningkatan
kapasitas,
• Adanya sistem pemantauan hasil kinerja dan proses pengelolaan
pembelajaran.
Komponen peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi dapat
dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan gambaran kepada
masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang kumuh,
seperti mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan
dan minuman yang tidak higienis, lingkungan yang kotor dan bau,
pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya belajar anak
menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led
Total Sanitation (CLTS) yang mendorong perubahan perilaku masyarakat
sasaran secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi secara
mandiri sesuai kemampuan.
Peningkatan layanan penyediaan sanitasi dilakukan untuk
mendekatkan pelayanan jasa pembangunan sarana sanitasi dan
memudahkan akses oleh masyarakat, menyediakan bebagai tipe sarana
27
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
68. yang terjangkau oleh masyarakat dan opsi keuangan khususnya skema
pembayaran sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki akses
terhadap sarana sanitasi yang sehat. Pendekatan ini dapat dilakukan
tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha sanitasi,
namun juga memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/
opsi jenis sarana yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan
dan kemampuan segmen pasar. Infomasi yang rinci, akurat dan mudah
dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung promosi
sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi
dan hal ini dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk
menjaring konsumen.
Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme
pasar bila mendapatkan dukungan dari pemerintah yang dituangkan
dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran dan pendekatan yang
dikembangkan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan
yang kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada
beberapa indikator yang dapat menggambarkan lingkungan yang
kondusif antara lain:
• Kebijakan,
• Kelembagaan,
• Metodologi pelaksanaan program,
• Kapasitas pelaksanaan,
• Produk dan perangkat,
• Keuangan,
• Pelaksanaan dengan biaya yang efektif,
• Monitoring dan evaluasi.
POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM
a. Pengertian
Lima Pilar STBM terdiri dari :
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang
air besar sembarangan.
28 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
69. 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih
yang mengalir.
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-
RT)
Suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air
minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan
keperluan oral lainnya, serta pengelolaan makanan yang aman
di rumah tangga yang meliputi 6 prinsip Higiene Sanitasi Pangan:
(1) Pemilihan bahan makanan, (2) Penyimpanan bahan makanan,
(3) Pengolahan bahan makanan, (4) Penyimpanan makanan, (5)
Pengangkutan makanan, (6) Penyajian makanan.
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Proses pengelolaan sampah yang aman pada tingkat rumah
tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai
ulang dan mendaur ulang. Pengelolaan sampah yang aman adalah
pengumpulan, pengangkutan, pemprosesan, pendaurulangan
atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak
membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan.
5. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga.
Proses pengelolaan limbah cair yang aman pada tingkat rumah
tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang
berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.
b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM
Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM adalah masyarakat, baik yang
terdiri dari individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat.
c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM
Adanya lima pilar STBM akan membantu masyarakat untuk mencapai
tingkat higiene yang paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari
kesakitan dan kematian akibat sanitasi yang tidak sehat. Perubahan perilaku
pada pilar pertama, buang air besar pada tempat yang layak, merupakan
pintu masuk bagi perilaku hidup bersih dan sehat lainnya yang ada pada
pilar 2, 3, 4 dan 5.
29
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
70. d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM
Dibaginya pelaksanaan STBM di bawah naungan lima pilar akan
mempermudah upaya mencapai tujuan akhir STBM, tidak hanya untuk
meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik tetapi juga merubah
dan mempertahankan keberlanjutan praktik-praktik budaya hidup bersih dan
sehat. Sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat
mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM
Prinsip-prinsip STBM adalah :
a. Tanpa subsidi.
30 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain
untuk menyediakan sarana sanitasi dasarnya.
Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat.
Sekiranya individu masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi
dasar, maka diharapkan adanya kepedulian dan kerjasama dengan
anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi.
b. Masyarakat sebagai pemimpin
Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari
masyarakat. Fasilitator maupun wirausaha sanitasi hanya membantu
memberikan masukan dan pilihan-pilihan solusi kepada masyarakat
untuk meningkatkan akses dan kualitas higiene dan sanitasinya.
Semua kegiatan maupun pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh
masyarakat. Sehingga ikut campur pihak luar tidak diharapkan dan
tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya, biasanya akan tercipta natural-
natural leader di masyarakat.
c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara
menggurui dan memaksa mereka untuk mempraktikkan budaya
higiene dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka membeli
jamban atau produk-produk STBM.
d. Totalitas seluruh komponen masyarakat
71. Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan-
perencanaan-pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan.
Keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci
keberhasilan STBM.
Secara lebih rinci, keempat prinsip diatas bisa dipahami dari
perbedaan antara sistem kejar target/ proyek dengan STBM yang dapat
dilihat pada tabel dibawah:
31
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
Kriteria
Sistem Kejar Target
(Proyek)
STBM
Input dari luar
masyarakat
Subsidi benda-benda
untuk jamban
Pemberdayaan masyarakat
Model Model ditentukan
Muncul inovasi lain dari
masyarakat.
Cakupan Sebagian Menyeluruh
Indikator
keberhasilan
Menghitung jamban
Tidak ada lagi kebiasaan BAB
di sembarang tempat
Bahan yang
digunakan
Semen, porselen, batu
bata, dan lain-lain
Bisa dimulai dengan bambu,
kayu, dan lain-lain
Biaya
Berkisar antara Rp.
500.000-1.000.000 per
model
Relatif lebih murah
Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat
miskin
Waktu yang
dibutuhkan
Seperti yang
ditargetkan oleh
proyek
Ditentukan oleh masyarakat
Motivasi
utama
Subsidi / bantuan Harga diri
Model
penyebaran
Oleh organisasi luar /
formal
Oleh masyarakat melalui
hubungan persaudaraan,
perkawanan dan lain-lain
72. Kriteria
Sistem Kejar Target
(Proyek)
STBM
Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh masyarakat
Sanksi bila
melakukan
BAB
sembarangan
Tidak ada
Disepakati oleh masyarakat.
Contoh denda Rp. 1.000.000
di desa Jombe, kecamatan
Turatea, kab. Jeneponto
Tipe
monitoring
Oleh proyek
Oleh masyarakat (bisa
harian, bulanan, mingguan)
Tabel 4: Perbedaan Pendekatan Proyek dan STBM
POKOK BAHASAN 5: PILAR PERUBAHAN PERILAKU
a. Tangga Sanitasi
Tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi
yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana
sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan,
keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya.
Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk
membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi
mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah
mau merubah kebiasaannya, misalnya kebiasaaan BAB atau CTPSnya,
sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan.
Seringkali pemikiran masyarakat memandang sarana sanitasi
seperti jamban adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan
membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini
sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun
jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan
masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya
tetap berlanjut.
b. Tangga perubahan perilaku visi STBM
Langkah-langkah perkembangan visi STBM terkait dengan
perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat (terlihat dalam
gambar 3). Belajar dari pengalaman global, diketahui perilaku higiene
32 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
73. tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara
bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus
pada satu atau dua perilaku yang berkaitan pada saat bersamaan.
mengubah
(pilar 2-5)
(5 pilar STBM)
• Adanya proses pemicuan
• Adanya Komite/”Natural
Leaders”
• Adanya Rencana Aksi
Masyarakat
• Adanya Pemantauan terus
menerus
• Tersedianya supply
• 100% masyarakat sudah berubah
perilakunya dengan status SBS
(terverifikasi)
• Adanya rencana untuk mengubah perilaku
Higiene lainnya
• Adanya aturan dari masyarakat untuk
menjaga status SBS
• Adanya pemantauan dan verifikasi secara
berkala
• Adanya upaya peningkatan
kualitas sanitasi
• Terjadinya perubahan perilaku
higiene lainnya di masyarakat
(pilar 2-5)
• Adanya pemantauan dan
evaluasi
Masyarakat
sudah
mempraktekkan
perilaku Higiene
sanitasi secara
permanen
(5 pilar STBM)
Tangga Perubahan Perilaku -
Visi STBM
Gambar 3: Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM
33
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
74. VIII. REFERENSI
1. Kar, Kamar, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total
Community Sanitation in Bangladesh, Institute for Development
Studies, September 2003.
2. Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film
Awakening Change, Community Led Total Sanitation in Indonesia,
Jakarta: 2006.
3. Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta: 2009.
4. Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional,
Jakarta: 2012.
5. Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:
2013.
6. Update STBM, www.stbm-indonesia.org
7. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23, www.ampl.or.i
34 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
75. IX. LAMPIRAN
Lembar Penugasan
A. Pembelajaran Penerapan STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 90 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
a. Pembelajaran
• Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja
yang memfasilitasi penerapan STBM yang sedang atau pernah
dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja peserta.
• Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM
yang akan diambil pembelajarannya, dan juga 1-2 narasumber yang
memahami program/proyek tersebut.
• Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek
yangakandidiskusikan.Aturlahagarjumlahpesertasetiapkelompok
seimbang.
• Mintasetiapkelompokuntukmenganalisa/mendiskusikanprogram/
proyek yang menjadi pilihannya (selama 20 menit) dengan pokok-
pokok kajian, sebagai berikut:
• Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa
capaiannya seperti itu?
• Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah
lain)? Dan kenapa kondisinya seperti itu?
• Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika
sudah selesai, menempelkannya di dinding atau kain tempel.
• Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, mintalah
masing-masing kelompok mempresentasikan secara singkat hasil
diskusinya selama 5 menit. Berikan kesempatan kepada peserta lain
untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan
diskusi.
• Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi
refleksi pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan
pada hasil diskusi yang membahas mengenai “kenapa”, karena akan
dibahas pada diskusi selanjutnya.
35
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
76. Poin kunci untuk pemandu:
Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang
pembelajaran penerapan STBM:
1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan
penerapan STBM tidak berkesinambungan atau tidak di
replikasi, dan
2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai
dan penerapan STBM berkesinambungan atau akan
menyebar ke wilayah lain.
b. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat
1. Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil
diskusi sebelumnya bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis,
target tercapai dan penerapan STBM berkesinambungan, dan
b) pesimis, target sulit tercapai dan penerapan STBM tidak
berkesinambungan.
2. Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula
untuk mendiskusikan hal-hal berikut selama 20 menit:
a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang
optimis?
b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang
pesimis?
3. Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan
dengan warna yang berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan
faktor penghambat.
4. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menyiapkan kain tempel
dengan 2 kolom terpisah dengan judul ”faktor pendukung” dan
”faktor penghambat” dalam kertas metaplan panjang.
5. Mintalah salah satu kelompok untuk menempelkan terlebih
dahulu jawaban faktor pendukung. Kemudian kelompok lain
menambahkan jika ada jawaban yang berbeda. Lakukan hal yang
sama untuk jawaban faktor penghambat.
6. Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika
ada beberapa jawaban yang kurang pas atau tidak jelas.
36 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
77. c. Penutup
1. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan
penyimpulan) tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat.
B. Komponen STBM
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 60 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar
mengenai komponen STBM. Mintalah 2-3 peserta untuk
menjelaskan mengenai komponen STBM.
2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano.
Poin kunci untuk pemandu:
• Pilih peserta yang sudah mengenal 3 komponen STBM
• Giring diskusi untuk menyepakati 3 komponen STBM
berikut: demand, supply dan enabling
• Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta
apakah komponen tersebut berdiri sendiri atau bagian dari
dari salah komponen tersebut.
3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk
mendiskusikan hal-hal berikut dengan menggunakan hasil diskusi
tentang faktor pendukung dan penghambat:
• Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan factor
pendukung dan mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan
STBM?
4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas
metaplan.
5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 komponen
STBM (demand, supply, enabling) dalam kertas metaplan dan
menempelkan pada kain tempel di 3 tempat berbeda yang
berbentuk segitiga.
37
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
78. Ilustrasi:
6. Pemandu meminta kelompok untuk menempelkan kegiatan-
kegiatan yang sudah diidentifikasi per komponen. Mulailah dengan
komponen demand, mintalah peserta untuk mengidentifikasi
kegiatan mana yang masuk komponen demand, ingatkan peserta
mengenai pengertian demand dari diskusi sebelumnya.
7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen supply dan enabling.
8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang
tepat.
Poin kunci untuk pemandu:
• Kegiatan Demand adalah kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan penumbuhan kebutuhan terhadap sanitasi
(perubahan perilaku), misalnya: pemicuan, promosi
kesehatan dan sanitasi, pendampingan tindak lanjut, dll.
• Kegiatan Supply adalah kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan peningkatan penyediaan layanan sanitasi
(sanitation marketing), misalnya: memfasilitasi pemilihan
opsi teknologi jamban sehat, menciptakan wirausaha
sanitasi, menghubungkan masyarakat dengan wirausaha
sanitasi, dll.
• Kegiatan Enabling adalah kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung
(dukungan dan keterlibatan para pelaku), misalnya:
advokasi kebijakan dan pendanaan, peningkatan kapasitas
(pelatihan, fasilitasi pembelajaran), pemantauan, dll.
38 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
79. 9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu
dapat meminta peserta untuk menambahkan kegiatan dalam
komponen tersebut, atau pemandu dapat juga menambahkan
dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi
peserta.
10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan
penyimpulan) tentang kegiatan-kegiatan untuk 3 komponen STBM.
C. Kaitan Tiga Komponen
Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit.
Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok:
1. Pemandu memulai sesi belajar dengan menanyakan apakah
kegiatan-kegiatan di masing-masing komponen dapat berdiri
sendiri? Kenapa?
2. Mintalah 4-5 peserta untuk menanggapi dengan singkat (catatan
untuk pemandu: jika ada peserta yang menjawab bisa, biarkan
jangan ditanggapi dulu).
3. Ajaklah peserta untuk mengetes jawaban mereka dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut:
• Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan
masyarakat terpicu, namun pada saat bersamaan Bupati
meluncurkan program bantuan jamban. Apakah upaya
pemicuan akan berhasil?
• Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin
segera membuat jamban sendiri, namun material untuk
jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal. Apakah
upaya perubahan perilaku tidak terhambat?
• Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk mendukung
percepatan program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit
dan belum tersedia opsi teknologi jamban yang terjangkau.
Apakah tujuan programnya akan berhasil?
39
KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM |
80. 4. Dari hasil curah pendapat dengan tiga pertanyaan diatas, pemandu
menanyakan kembali, apakah peserta masih ragu bahwa tiga
komponen STBM saling terkait dan tidak dapat dipisahkan?
5. Tegaskan kembali keterkaitan komponen STBM dengan membuat
tulisan dalam kartu ketiga komponen STBM dan menempelkan di
kain dalam bentuk segitiga besar.
6. Dari visualisasi ketiga komponen tersebut, ajak peserta melakukan
análisis bersama:
o Komponen mana saja sudah dan belum dilaksanakan?
o Mengapa itu terjadi?
o Bagaimana seharusnya?
7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya.
8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali
bahwa dalam penerapan STBM ketiga komponen harus diterapkan
secara terintegrasi. Pemandu dapat memotivasi peserta untuk
mulai dari sekarang menerapan ketiga komponen STBM secara
lengkap.
9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup.
40 | KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM
82. Modul MI.2.
Pelaksanaan STBM
I. DESKRIPSI SINGKAT 41
II. TUJUAN PEMBELAJARAN 41
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN 41
IV. BAHAN BELAJAR 42
V. METODE PEMBELAJARAN 42
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 43
VII. URAIAN MATERI 44
POKOK BAHASAN 1 : KONSEP DASAR PEMICUAN 44
a. Pengertian Pemicuan 44
b. Maksud dan Tujuan Pemicuan 44
c. Tahapan Kegiatan Pemicuan 45
POKOK BAHASAN 2 : PRA PEMICUAN 45
a. Persiapan Teknis dan Logistik untuk Menciptakan Suasana
yang Kondusif Sebelum Pemicuan 45
b. Observasi Kebiasaan PHBS Masyarakat 45
c. Persiapan Pemicuan : Penyusunan Jadwal, Pemilihan Lokasi, dll. 46
d. Instrumen Pendukung untuk Melaksanakan Proses Pemicuan
di Komunitas 47
POKOK BAHASAN 3 : LANGKAH-LANGKAH PEMICUAN 48
a. Alur Penularan Penyakit (diagram F) 48
b. Alat-Alat Utama dalam Penerapan Penilaian Kondisi Desa
Secara Partisipatif 50
PELAKSANAAN STBM
83. c. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan 51
d. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dalam Pemicuan 53
POKOK BAHASAN 4 : ALAT-ALAT PADA METODE CLTS 54
POKOK BAHASAN 5 : PASKA PEMICUAN 54
a. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM 54
b. Penyediaan Suplai Sanitasi dan Pemasaran Sanitasi 58
c. Membangun Komitmen Masyarakat dengan Menuangkan
ke Dalam RTL 58
d. Pendampingan dan Monitoring 58
e. Promosi PHBS yang Berkelanjutan 73
VIII.REFERENSI 73
IX. LAMPIRAN 74
LEMBAR KERJA 74
a. Panduan Melakukan Demo Alur Kontaminasi (Diagram F) 74
b. Panduan Diskusi Kelompok Penggunaan Diagram F
untuk Memutus Alur Penularan Penyakit 77
c. Panduan Simulasi Upper dan Lower dalam STBM 80
d. Panduan Bermain Peran dalam Demonstrasi Alat-Alat Utama CLTS 82
PELAKSANAAN STBM