SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
Download to read offline
Downloaded from pharma-c.blogspot.com



                             Dermatitis Kontak
                             Swamedikasi

                             Oleh:
                           Muhammad Agung Sumantri, S.Farm
                           Hertanti Trias Febriani, S.Farm
                           Sriwahyuni T Musa, S.Farm
                           Isi
                           PENDAHULUAN
                           EPIDEMIOLOGI
                           FISIOLOGI
                           ETIOLOGI
                           PATOFISIOLOGI
                           TANDA DAN GEJALA
                           SASARAN TERAPI
                           STRATEGI TERAPI
                           PENATALAKSANAAN TERAPI
                           EVALUASI PRODUK
                           KESIMPULAN
                           DAFTAR PUSTAKA

                           Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta


                                 A. PENDAHULUAN


       Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflamasi),
sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit
mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut
diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Namun,
makalah ini cenderung untuk membagi klasifikasi dermatitis secara umum
berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis: dermatitis eksogen dan dermatitis
endogen. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Buxton
(2005). Salah satu jenis dermatitis eksogen adalah dermatitis kontak. Dermatitis
kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh senyawa
yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Ciri umum dari dermatitis
kontak ini adalah adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan
padat diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari
5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), crust (Freedberg,
2003). Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak iritan
dan dermatitis kontak alergi. Walaupun demikian, beberapa pustaka lain ada yang


                                                                                     1
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


memasukkan jenis dermatitis lainnya ke dalam kelompok dermatitis kontak, seperti
fototoksik dermatitis, fotoalergi dermatitis, sindrom urtikaria kontak dan dermatitis tipe
kontak sistemik (Hayakawa, 2000; Buxton, 2005).
         Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering terjadi.
Selama perang dunia kedua, Kantor The Surgeon General di Amerika Serikat
melaporkan 75.371 kasus dermatitis kontak di rumah sakit. Bagi tentara Amerika
yang sedang berperang, higienitas personal yang terbatas dan banyakanya paparan
iritan selama kegiatan perang membuat banyak tentara yang mengalami dermatitis
kontak sehingga mengganggu tugas mereka. Namun, dalam perang di Vietnam,
menurut laporan Pusat Medis Tentara Angkatan Darat Amerika di Washington
bahwa terjadi penurunan persentase tentara yang menderita akibat dermatitis
kontak. Hal tersebut diakibatkan oleh penemuan dan perkembangan sediaan steroid,
krim antisensitisasi dan antibiotik setelah perang dunia kedua (Crowe dan James,
2001).
         Sedangkan data mengenai tentara di Indonesia yang mengalami dermatitis
kontak belum memadai. Namun, Dermatitis kontak ini memang sering dihubungkan
dengan risiko dari suatu pekerjaan, seperti: petugas kehutanan, nelayan, polisi lalu
lintas dan sebagainya (Keefner, 2004). Dermatitis kontak alergik pada lingkungan
kerja terjadi lebih sedikit dari pada dermatitis kontak iritan. Namun bila hanya ditinjau
dari statistik yang ada hal ini belum valid karena sesungguhnya banyak dermatitis
kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab
utamanya adalah tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test) sebagai
sarana diagnostik.


                                 B. EPIDEMIOLOGI

         Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja
diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit akibat dermatitis
kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel
sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di Amerika.
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita
dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 10 - 20%.
Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari
populasi penduduk. (Keefner, 2004). Secara umum, usia tidak mempengaruhi



                                                                                        2
Downloaded from pharma-c.blogspot.com

timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak-
anak. Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat
dibanding pada laki-laki. Selain itu, bangsa kaukasian lebih sering terkena dermatitis
kontak alergi dari pada ras bangsa lain.
       Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat
Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%.
Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992
dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi
Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993
sebanya 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru
di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik
alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. (Nasition
dkk, 1994). Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan
645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan,
selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien
(27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat
270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Walaupun
demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik
yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang
lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan
industri (Keefner, 2004).


                                    C. FISIOLOGI

       Kulit merupakan organ aktif secara metabolik yang memiliki fungsi vital, yaitu
dalam perlidungan dan homeostasis tubuh. Secara alami, kulit merupakan organ
immunologis yang penting dan mengandung seluruh elemen immunitas seluler,
kecuali sel B limfosit. Komponen immunologis dari kulit dibagi atas tiga bagian:
struktur organ, sistem fungsional dan immunogenetik.
       Secara struktur, sawar epidermis merupakan contoh immunitas bawaan yang
penting karena dengannya banyak mikroorganisme yang tidak mampu penetrasi ke
dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya suplai dari darah dan limfatik memungkinkan
sel immun melakukan migrasi dari dan menuju kulit. Beberapa sel yang memegang
peranan penting yaitu: sel Langerhan, sel T limfosit, sel Mast dan Keratinosit. Sel
Langerhan (gambar 1) pada epidermis merupakan bagian terluat dari sestem immun



                                                                                      3
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


seluler. Sel tersebut merupakan sel dendritik yang memiliki organel sitoplasmik yang
unik, yaitu granul Birbeck. Sel Langerhan mampu melakukan fagositosis, sekresi
sitokin dan sebagai antigen presentation (pengenalan antigen). Sel T merupakan sel
yang bertanggung jawab dalam respon seluler, dan dibagi menjadi dua yaitu sel T
yang memiliki reseptor CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ dibagi lagi menjadi dua: sel
Th1 (promosi inflamasi, sekresi IL3, Ifγ dan TNFα) dan sel Th2 (stimulasi sel B
membentuk antibodi, sekresi IL4, IL 6, IL10), sedangkan sel T CD8+ merupakan sel
Tc yang berperan dalam sitolitik. Selain itu, ada juga sel Ts (CD4+ ataupun CD8+)
yang meregulasi sel limfosit lainnya. Di lapisan kulit juga terdapat sel mast yang
berperan dalam proses inflamasi dan sel keratinosit yang juga mampu melepaskan
sitokin proinflamasi (IL1).




  Gambar 1. Lapisan epidermis terdiri dari beberapa lapis dan mengandung sel keratinosit, sel
                         Langerhan yang berperan dalam immunitas.



        Secara sitem fungsional, perangkat immun kulit terdiri dari: jaringan limfoid
yang terhubung kulit (aliran limfatik, kelenjar limfatik regional), sitokin dan eicosanoid,
komplemen dan molekul adhesi. Sitokin merupakan molekul terlarut yang
memperantarai aksi antar sel (misal: aktivasi jalur NFκB dalam proses inflamasi), dan
diproduksi oleh: sel T limfosit, keratinosit, fibroblas, sel endotelia; dan makrofag.
Sedangkan eicosanoid yang diproduksi dari asam arakidonat oleh sel mast,
makrofag, keratinosit merupakan mediator inflamasi non-spesifik (prostaglandin,
tromboksan, leukotrien). Komplemen berperan dalam opsonisasi, lisis, degranulasi
sel mast. Molekul adhesi, khususnya ICAM1, berperan dalam membantu limfosit, sel
endotelial ataupun keratinosiy untuk menempel pada sel T.
        Secara immunogenetik, perlindungan kulit terlihat dengan adanya gen HLA
pada kromosom 6 manusia yang dapat ditranslasi menjadi Major Histocompatibility
Complex (MHC) di sel Langerhan, sel T, makrofag dan keratinosit. Selain itu, dengan



                                                                                                4
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


adanya gen HLA spesifik dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun tertentu
(tabel 1).
        Tabel 1       Penyakit yang dihubungkan dengan Antigen HLA
Penyakit              Angtigen HLA                          Risiko relatif
Behcet’s desease      B5                                    10
Dermatitis            B8                                    15
Herpetiformis         DRw3                                  >15
Phempigus             DRw4                                  10
Psoriasis             B13                                   4
                      Cw6                                   12
Artropati psoriatik   B27                                   10
Reiter’s desease      B27                                   35



                                  D. ETIOLOGI

1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)
        Sekitar 80-90% kasus Dermatitis Kontak Iritan (DKI) disebabkan oleh
pemaparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah
satu kali pemaparan ataupun setelah pemaparan yang berulang (Keefner, 2004).
Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI
akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperi asam kuat (Tabel 2).
Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut
DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000). Pada
tempat kerja, dermatitis kontak iritan biasanya terjadi akibat dari suatu kecelakaan
kerja atau karena kecerobohan sehingga tidak menggunakan pelindung (Ket dan
Leok, 2002).

Tabel 2 Iritan yang Sering Menimbulkan DKI
Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)
Basa kuat (Kalsium Hidroksida, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida)
Detergen
Resin epoksi
Etilen oksida
Fiberglass
Minyak (lubrikan)
Pelarut-pelarut organik
Agen oksidator
Plasticizer
Serpihan Kayu
(Keefner, K.P., 2004)



                                                                                    5
Downloaded from pharma-c.blogspot.com



Pada bayi, dermatitis kontak iritan yang terjadi biasa dikenal sebagai diaper
dermatitis (Anonim, 2008). Faktor yang berpegaruh pada diaper dermatitis ini adalah:
kelembaban (akibat urinasi yang sering), perubahan pH kulit (akibat feses atau urin).

2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)
       Banyak senyawa di dunia kita ini yang dapat berperan sebagai alergen pada
individu tertentu. Urushiol (dari racun tanaman oak/ovy/sumac), garam nikel (pada
perhiasan) dan parfum (pada kosmetik) merupakan contoh alergen yang mampu
mengakibatkan ACD. ACD akibat senyawa uroshiol dari racun ivy/oak/sumac
merupakan hal penting karena memberikan kontribusi yang besar dalam jenis
dermatitis tersebut di Amerika Serikat. Racun ini berasal dari tanaman genus
toxicodendron. Selain itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan ACD adalah
kacang cashew (Anacardium occidentale L.), mangga (Magnifera indica L.), Lacquer
(T. Vernicifluum) dan gingko bilobba (Ginkgo biloba L.) (Tabel 3 dan Gambar 2).

Tabel 3 Alergen yang Sering Menimbulkan ACD
      Alergen     Uji Patch positif         Sumber Antigen
Benzokain               2               Penggunaan anastetik tipe –kain, baik pada
                                        penggunaan topikal maupun oral
Garam kromium           2,8             Plat elektronik kalium dikromat, semen,
                                        detergen, pewarna
Lanolin                 3,3             Lotion, pelembab, kosmetik, sabun
Latex                   7,3             Sarung tangan karet, vial, Syringes
Bacitracin              8,7             Pengobatan topikal maupun injeksi
Kobal klorida           9               Semen, plat logam, pewarna cat
Formaldehid             9,3             Germisida, plastik, pakaian, perekat
Tiomersal               10,9            Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik
Pewangi                 11,7            Produk rumah tangga, kosmetik, asam
                                        sinamat, geraniol
Balsam Peru             11,9            Sirup untuk obat batuk, penyedap
Neomisin sulfat         13,1            Pengobatan, salep antibiotik, aminoglikosida
                                        lainnya
Nikel sulfat            14,2            Aksesoris pada celana jeans, pewarna,
                                        perabot rumah tangga, koin
Tanaman                 Tidak           Spesies Toxicodendron (racun ivy, oak,
                        ditentukan      sumac), primrose (Primula obonica), tulip
(Keefner, K.P., 2004)




                                                                                     6
Downloaded from pharma-c.blogspot.com




                    A                          B                                           C




                    D                      E                  F                        G

Gambar 2. Tanaman yang dapat mengakibatkan Dermatitis Kontak Alergi: A) Toxicodendron
radicans subsp radicans mengandung racun ivy, B) Toxicodendron diversilobum mengahasilkan
racun oak, C) Toxicodendron toxicarium racun oak, D) kacang cashew (Anacardium occidentale
L.), E) mangga (Magnifera indica L.), F) Lacquer (T. Vernicifluum) dan G) gingko bilobba (Ginkgo
biloba L.).
(CROWE dan JAMES, 2001)

                                     E. Patofisiologi


1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)
        ICD tampak setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen
yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya ICD. Pertama,
bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi
langsung melewati membran sel kemudin merusak sistem sel. Mekanisme kedua,
setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan
mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-
spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan
menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga
memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase.
Asam     arakidonat     kemudian      dirubah      oleh   siklooksigenase      (menghasilkan
prostaglandin,     tromboksan)      dan     lipoosigenase      (menghasilkan       leukotrien).
Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga terlihat
berwarna merah) dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien
meningkaykan permebilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga meningkatkan
jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil,
netrofil dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin,
prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3,
TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan
sebelumnya agar iritan menampakkan reaksi.



                                                                                               7
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


       Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya
penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat
membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi
paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat, asam dan basa tampaknya
menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang
lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan
yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan, seperti
suhu hanat, kelembaban yang tinggi atau pekerkaan basah dapat berpengaruh.


2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)
ACD merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat peaparan alergen yang mampu
mengaktivasi sel T, yang kemudian migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat
pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namum alergen uroshiol
yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat
yang secara umum terlindungi, seperti :annus, organ genital. Selain itu, uroshiol
dapat aktif lama hingga 100 tahun. Penampakan ACD biasanya tidak langsung
terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena alergen melibatkan
reaksi immunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu. Berikut adalah
mekanisme reaksi immunologis tersebut. Pertama, pemaparan awal alergen tersebut
akan mensensitisasi sistem imun. Tahap ini dikenal sebagai tahap induksi. Menurut
beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun
demikian, gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan
(tergantung faktor individu, alergen dan lingkungan). Pada tahap induksi ini, uroshiol
secara cepat (10 menit) masuk melewati kulit dan berikatan dengan protein
permukaan sel Langerhans di epidermis dan sel makrofag di dermis. Sel Langerhans
kemudian memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan
kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi.
Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan
menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV (gambar 3), yang merupakan reaksi
yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu 24-48 jam (atau lebih). Dermatitis
yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari,
karena adanya sistem imun pasien.




                                                                                     8
Downloaded from pharma-c.blogspot.com




Gambar 3. Sel Langerhans memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan
kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem
imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas
tertunda tipe IV



                                  F. Tanda dan Gejala

1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat
berkembng menjadi vesikel kecil atau papul (tonjolan) dan mengeluarkan cairan bila
terkelupas. Gatal, perih dan rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. Reaksi
inflamasi bermacam-macam, mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan
luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapar
terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit
tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi
hiper/hipopigmentasi dan penebalan (likenifikasi).
Kebanyakan ICD terjadi pada daerah tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah,
punggung (bagi pekerja yang tidak menggunakan baju), tangan dan lengan. 80%
ICD terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara klinis, penampakan
yang paling sering adalah batas yang sangat jelas dari lesi (gambar 4).




                          A                            B                              C

Gambar 4. Lesi dengan batas yang jelas pada dermatitis kontak iritan akut pada kasus
penggunaan kosmetika (A) dan dermatitis kontak iritan kronis pada kasus pengguunaan
detergen oleh pembantu rumah tangga (B) serta Diaper dermatitis pada bayi (C)
(Ket dan Leok, 2002)




                                                                                             9
Downloaded from pharma-c.blogspot.com



2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)
Tanda dan gejala ACD sangat tergantung pada alergen, tempat dan durasi
pemaparan serta faktor individu. Pada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla.
Blister juga mungkin terjadi dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka
pecah. Gatal, rasa terbakar dan sakit merupakan gejala dari ACD.
Setelah pemaparan ursohiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang instensif
kemudian diikuti eritema. Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut dapat
mengakibatkan menyebarnya uroshiol ke daerah yang sebelumnya tidak terpapar
sehingga rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang
pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut tidak
mengandung uroshiol. Tetapi, dengan terbukanya bulla/vesikel dapat mengakibatkan
infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi tersebut adalah Staphylococcus
aureus, Streptococcus kelompok A dan E. Coli. Bulla yang pecah tersebut dalam
beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol yang tertinggal di
permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman
pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis (Gambar 5).




Gambar 5. Pada dermatitis kontak alergi ada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla (A),
Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol
yang tertinggal di permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak
kehitaman pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis

Secara umum, tingkat keparahan ACD dapat dibagi menjadi tiga: dermatitis ringan,
dermatitis sedang dan dermatitis berat.
a. Dermatitis ringan
   Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan
   eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang
   biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga
   sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar,
   melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis,
   pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang
   terlindungi.




                                                                                       10
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


b. Dermatitis sedang
   Selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan
   tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian
   tubuh.
c. Dermatitis berat
   Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh
   dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan;
   pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas
   harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang
   segera    (sistemik    atau   parenteral),     khususnya   dermatitis   yang    telah
   mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan
   penyakit lain yang dapat terjadi adalah eosinofilia, serima multiform, sindrom
   pernafasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis.

                                 G. Sasaran Terapi

Sasaran terapi dermatitis kontak iritan adalah:
   1. Menghilangkan inflamasi, rasa sakit saat kulit ditekan dan iritasi
   2. Mencegah pemaparan lebih lanjut pada agen iritan
   3. Edukasi pada pasien mengenai metode untuk mencegah recurrent
Sasaran terapi dermatitis kontak alergi adalah:
   1. Melindungi area yang terpapar selama fase akut ruam
   2. Mencegah gatal dan garukan yang berlebihan yang dapat memicu
       membukanya luka dan berpotensi menyebabkan infeksi kulit sekunder
   3. Mencegah penyebaran dermatitis dengan cara menjaga akumulasi debris
       vesikel
                                 H. Strategi Terapi

Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)
Pendekatan terapi ICD tergantung keparahan reaksi. Selain itu, area yang terpapar
pada substansi iritan, seharusnya dicuci dengan air dan dibersihkan dengan sabun
hipoalergenik ringan. Pencegahan iritan seharusnya menjadi diagnosa primer dan
edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium
asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison
dan losion kalamin, membantu untuk meringankan rasa gatal. Penggunaan topikal
anastesi lokal tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan
kontak dermatitis yang lebih luas.


                                                                                      11
Downloaded from pharma-c.blogspot.com




Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)
Mebersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin (10 menit pertama
setelah terpapar) akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung
pada keparahan reaksi alergi: mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis
berupa antipruritik lokal yang mengandung kalamin, mentol, fenol, champor, dan
agen anti pruritik, atau diberikan krim atau salep hidrokortison. Jika terjadi ruam
maka pasien harus menghindari alergen. Jika ruam makin luas dan tidak mengenai
mata atau organ genitalia dapt digunakan kompres atau rendaman astringent.


                             I. Penatalaksanaan Terapi
Eksklusi pengobatan sendiri
 1.    Berusia kurang dari 2 tahun
 2.    Dermatitis lebih dari 2 minggu
 3.    Lebih dari 25% bagian tubuh yang terkena
 4.    Terlalu banyaknya bulla
 5.    Gatal, iritasi, atau jumlah vesikel dan bulla yang ekstrim
 6.    Pembengkakan pada tubuh atau extremitas
 7.    Pembengkakan pada mata atau kelopak mata
 8.    Genitalia tidak nyaman karena gatal, kemerahan, bengkak, atau iritasi.
 9.    Gatal pada membran mukosa mulut, mata, hidung, dan anus.
 10.   Toleransi rendah pada nyeri, gatal, atau gejala yang tidak nyaman.
 11.   Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.


       Pasien dengan keluhan gatal intensif, kemerahan, dan ruam bergaris



       Tanyakan tentang riwayat gejala, penampakan ruam, area tubuh yang
       terkena dan gatal

                                                   Ya
   Apakah termasuk eksklusi pengobatan                         Rujuk ke dokter
   sendiri?
                                                   Rekomendasikan satu atau lebih
                                                   saran di bawah ini:
       Tidak                                       1. Krim hidrokortison, non salep
                                                   2. Kompres alumunium asetat
                                       Ya          3. Rendaman atau kompres
   Apakah blister, vesikel, atau                      sodium bikarbonat
   bulla terbuka atau berair?                      4. Rendaman atau kompres air
                                                      dingin
                                                   5. Shower hangat
       Tidak                                       6. Colloidal oatmeal baths




                                                                                      12
Downloaded from pharma-c.blogspot.com




   Rekomendasikan satu atau lebih saran di
   bawah ini:
   1. Krim atau salep hidrokortison topikal
   2. Losion kocok yang mengandung
      kalamin, fenol, menthol, camphor
   3. Rendaman atau kompres sodium
      bikarbonat                                         Tunggu dalam 2 hari
   4. Shower hangat
   5. Colloidal oatmeal baths
                                                Tidak
   Sarankan penggunaan anastesi topical                     Gatal berkurang?
   atau AHs dan atau rendaman
                                                                    Ya

     Ya
                  Ada kondisi membaik?               Tunggu dalam 2-7 hari

   Lanjutkan perawatan
   sampai sembuh                                  Rujuk ke dokter
                                     Tidak




Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)
Terapi non-farmakologi ICD
   1. Pencucian sesegera mungkin pada area yang terpapar agen iritan akan
       mengurangi waktu kontak agen iritan dengan kulit, dan jika terjadi respon
       kulit, hal ini akan membantu untuk mencegah penyebaran dermatitis.
   2. Beberapa substansi yang dapat menyebabkan respon iritasi pada kulit
       sebaiknya dihindari. Mengedukasikan kepada pasien bagaimana cara untuk
       mengurangi resiko terpapar merupakan hal yang penting.
   3. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan peralatan proteksi lainnya
       akan mengurangi pemaparan iritan dan sebaiknya penggunaan alat proteksi
       diganti secara periodik.
   4. Hidropel dan pelembab penghalang kulit hollister dapat digunakan untuk
       mencegah ICD jika digunakan sebelum kontak dengan iritan.




                                                                                  13
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Terapi non farmakolog untuk diaper dermatitis pada bayi:
   1. Mengurangi kelembaban pada bayi, misalnya menggunakan pakaian yang
       tidak banyak membuat keringat
   2. Mengurangi kontak dengan feses dan urin
   3. Mencuci pakaian bayi dengan bersih dan menggunakan deterjen yang lembut


Terapi farmakologi ICD
Perwatan ICD sama denga perawatan ACD.
Diaper Dermatitis


Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)
Beberapa hari pertama reaksi alergi merupakan kondisi yang sangat tidak nyaman
bagi pemderita ACD. Dermatitis yang ditangani ataupun tidak ditangani secara alami
membutuhkan waktu sekitar 10-21 hari untuk mereda akibat sistem imun pasien
sendiri (gambar 6). Produk non-resep topikal dibutuhkan untuk meringankan gejala
tersebut.




                                            A                                   B

Gambar 6. Fase lanjut dari DKI akut menunjukkan adanya eritema dan crust (A), sedangkan
setelah beberapa hari fase perbaikan dari DKI lanjut menunjukkan adanya sisa kemerahan dan
kulit terkelupas (B) (Ket dan Leok, 2002)

Terapi non-farmakologi ACD
   1. Membersihkan bagian yang teriritasi
Dilakukan dengan cara mengompres kulit yang teriritasi dengan air hangat (32,2oC)
atau lebih dingin. Namun, farmasis harus mengingatkan agar tidak menggunakan air
panas 40,5oC atau lebih sebab akan memperparah luka, dan bahkan dapat
menyebabkan      luka    bakar    tingkat   kedua..Pencucian      menggunakan       sabun
hipoallergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam.
   2. Mencegah terjadinya ruam




                                                                                       14
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Apabila terpapar agen allergen maka untuk mencegah terjdinya ruam-ruam di kulit
adalah dengan:
a.    Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis
      kontak alergi
b.    Menghindari substansi allergen.
c.    Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d.    Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada
      sabun bilas dengan air.
e.    Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen
f.    Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
g.    Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen
h.    Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
      berisiko terhadap paparan alergen
Terapi farmakologi ACD
Tujuan terapi utama ruam kulit adalah untuk mengurangi rasa gatal, oleh karena itu
pasien biasanya menggunakan hidrokortison topikal, antihistamin topikal, dan
beberapa agen antipruritik. Pasien juga dapat menggunakan astringent untuk
mempercepat pengeringan luka yang basah sehingga memberikan penutup pelindung
kulit yang mengalami inflamasi. Selain itu perlu juga sering digunakan antiseptik untu
melindungi dari infeksi sekunder.


                                J. Evaluasi Produk

Kortikosteroid topikal
Hidrokortison merupakan kortikosteroid topikal yang paling efektif dalam mengatasi
gejala pada Dermatitis kontak ringan hingga sedang yang tidak meliputi daerah yang
sangat luas. Kortikosteroid lainnya adalah: betametason, fluticasone, clobetasol,
prednison, prednisolon.
Indikasi              : hidrokortison merupakan kortikosteroid potensi rendah yang
                      mampu mengatasi rasa gatal dan mengurangi inflamasi akibat
                      dermatitis
Keamanan              : hidrokortison aman untuk diaplikasikan pada semua daerah
                      tubuh, kecuali mata dan kelopak mata, wajah dan kulit yang
                      terbuka




                                                                                    15
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Efek samping            : Penggunaan kortikosteroid        dalam    jangka lama       akan
                        menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid
                        maupun khasiat mineralokortikoid
Kontraindikasi          : infeksi sistemik, kecuali bila diberikan antibiotic sistemik,
                        hindari vaksinasi dengan virus aktif pada pasien yang
                        menerima dosis imunosupresive
Perhatian               : Hidrokortison topikal sebaiknya tidak digunakan untuk anak
                        usia < 2 tahun sebab berpotensi dalam supresi adrenal.
                        Disarankan pada pasien bahwa sebaiknya hidrokortison tidak
                        digunakan apabila dermatitis lebih dari 7 hari atau jika gejala
                        mincul kembali dalam beberapa hari.


Sediaan di Indonesia :
1. Berlicort : komposisi, hidrokortison acetate
   Dosis         : Oleskan tipis pada tempat yang sakit 2-4x sehari
   Harga         : krim 25 mg/g x 5 g = Rp 3.705,-
2. Dermacort            : komposisi, hidrokortison 1 %, camphor 1 %
   Dosis         : Oleskan 2-4x sehari
   Harga         : Krim 15 g = Rp 13.000,-


Antihistamin/antipruritus topikal
Preparat ini mengandung antihistamin topikal (chlorpheniramine, chlorpenoxamine,
dimethindene, difenhidramin, mepiramin) atau antipruritus (calamine, champor,
mentol, phenol) secara tunggal atau kombinasi
Mekanisme               : Antihistamin/antipruritus dapat mendepresi reseptor sensorik
                        di kulit sehingga memberikan efek analgetik topikal. Walaupun
                        antihistamin dapat memblok reseptor histamin namun reseptor
                        tersebut tidak berperab penting dalam respon hipersensitivitas
                        diperlambat tipe IV
Indikasi                : mengatasi rasa gatal dan analgetik topikal pada dermatits
Perhatian               : Penggunaan antipruritus pada luka terbuka tidak            karena
                        dapat   memperparah      rasa   terbakar.     Antihistamin    dapat
                        mengakibatkan inflamasi sekunder sehingga bila gejala
                        tambah parah maka segera cuci/bilas daerah kulit tersebut dan
                        hentikan pemakaian




                                                                                        16
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Sediaan di Indonesia:
1. Regata
   Komposisi            : Difenhidramin HCl 1%, calamine 8%, champora 0,1%
   Penggunaan           : dioleskan pada daerah yang sakit sesudah mandi. Kocok
                        dahulu sebelum digunakan, 4 kali sehari
   Perhatian            : Jangan dioleskan pada kulit yang melepuh. Hindari
                        penggunaan kontak dengan mata atau selaput lendir. Hati-hati
                        dengan penggunaan dengan preparat difenhidramin lainnua
                        dan penggunaan lebih dari 7 hari
   Harga                : Lotion 100mL (Rp 10.000)
2. Caladryl
   Komposisi            : Calamine 8%, champora 0,1%, difenhidramin HCl 1%,
                        alkohol 2%
   Penggunaan           : krim oleskan sesuai dengan kebutuhan, 4 kali sehari
   Perhatian            : hati-hati dengan kontak kulit terkelupas. Hindari kontak
                        dengan mata atau selaput lendir lainnya
   Harga                : Krim 25g (Rp.5.720), Lotion 60mL (Rp 5.600); 115mL (Rp
                        8.700)
Anastetik topikal
Anastetik topikal yang dapat diberikan tanpa resep adalah benzokain.
Indikasi                : anastetik lokal digunakan untuk meringankan rasa gatal dan
                        juga mencegah garukan sehingga mencegah meluasnya
                        daerah dermatitis kontak alergi serta mengurangi risiko infeksi
                        sekunder.
Penggunaan              : sediaan mengandung 3-20% benzokain. Anastetik topikal ini
                        digunakan tidak lebih dari 3-4 kali sehari
Mekanisme aksi          : mempengaruhi impuls yang dihantarkan oleh sel saraf
                        sensorik pada daerah dermatitis
Perhatian               : penggunaan anastetik topikal merupakan langkah terakhir
                        setelah antipruritik (anti gatal) lainnya gagal dalam terapi
                        sebab anastetik lokal dapat menyebabkan inflamasi sekunder
                        dan meningkatkan rasa gatal karena diketahui memiliki
                        kemampuan sensitisasi. Bila setelah digunakan, kondisi
                        dermatitis makin parah maka segera dibilas dengan air atau
                        sabun lembut dan tidak digunakan lagi sediaan ini. (Keefner,
                        2004)




                                                                                       17
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Sediaan di Indonesia :
Benzomid®
        Komposisi              : Benzokain 3%, cetrimid 0,5%
        Penggunaan             : dioleskan pada daerah yang sakit
        Harga                  : Lotion 120 mL (Rp 27.500)
        (Anonim, 2006)


Terapi Farmakologi lainnya:


Antiinfeksi topikal
Antiinfeksi topikal digunakan untuk mengatasi infeksi sekunder yang dapat terjadi
pada dermatitis. Antiinfeksi tersebut adalah: bacitracin, kloramfenikol, gentamicin,
nitrofurazon, clotrimazole, neomycin.
Contoh produk di Indonesia:
Dermagen
Komposisi       : Gentamicin sulfat
Indikasi        : Dermatitis, infeksi kulit primer dan sekunder
Penggunaan : Oleskan 3-4 kali sehari
Sediaan         : Krim 0,1% x 5 g (Rp 5.500), 10g (Rp 8250), Krim forte: 0,3% x5g (Rp
                7.700), 10g (Rp 10.450)
Farsycol
Komposisi       : Kloramfenikol
Indikasi        : Infeksi kulit karena gram positif dan gram negatif serta kuman yang
                peka lainnya
Penggunaan : oleskan pada bagian yang sakit 2-3 kali sehari
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap kloramfenikol
Perhatian       : Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan
                jangka panjang dapat menyebabkan resistensi mikroba
Efek samping : Gatal, panas, engioneurotik
Harga           : Krim 2% 5g (Rp 4.000), 10g (Rp 5.800)


Astringent
Astringent diketahui merupakan agen presipitasi protein yang digunakan untuk
menghentikan dan mengurangi cairan mengalir dari kapiler maupun cairan yang
dikeluarkan dari blister akibat inflamasi. Zat ini membantu mengeringkan dermatitis
basah serta mempercepat kesembuhan. Beberapa astringet adalah: Burrow’s




                                                                                       18
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


solution (alumunium asetat), zinc oxide, zinc acetat, calamine, natrium bicarbonat.
Mereka biasa digunakan dengan cara pengompresan.


Obat Tradisional
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Khasiat        : sebagai antiradang, menghilangkan bengkak, mengurangi rasa
              sakit, penawar racun, dan lain-lain.
Ketepeng Cina (Cassia alata L.)
Khasiat       : menghilangkan gatal-gatal, insecticidal, sebagai obat kulit yang
              disebabkan oleh parasit kulit, dan lain-lain.
Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)
Khasiat        : sebagai antiradang, antibakteri, meredakan rasa sakit (analgetik),
              dan lain-lain.
Kunyit (Curcuma longa L.)
Khasiat        : sebagai antiradang , antibakteri, melancarkan sirkulasi darah, dan
              lain-lain.


Berikut ini contoh beberapa resep untuk pengobatan dermatitis :

Resep 1. (pemakaian dalam)
30 gram temu lawak (dipotong-potong) + 10 gram sambiloto kering + gula aren
secukupnya, dicuci bersih lalu direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc,
disaring, airnya diminum.

Resep 2. (pemakaian luar)
Daun ketepeng cina secukupnya dicuci bersih dan dihaluskan, tambahkan 1 sendok
teh air kapur sirih dan 1 sendok makan minyak kelapa, dipanaskan sebentar, setelah
hangat dioleskan pada bagian yang terkena eksim.

Resep 3 . (pemakaian luar)
Kunyit yang tua secukupnya dicuci bersih dan diparut, tambahkan 1 sendok air kapur
sirih dan perasan 1 buah air jeruk nipis, diaduk sampai merata, lalu adonan tadi
dioleskan pada bagian kulit yang terkena eksim.

Resep 4 . (pemakaian luar)
Sambiloto segar dicuci dan dihaluskan, tambahkan sedikit serbuk belerang, diaduk
rata, lalu dioleskan pada bagian tubuh yang terkena eksim.




                                                                                     19
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Resep 5
2 jari temu hitam
                           Ditumbuk halus
2 jari kunyit
1 jari temu lawak
2 jari brotowali
1 helai daun sirih
semua bahan direbus dengan 2 gelas air hingga menjadi 1 gelas, dan diminum 1 kali
sehari. (Wijayakusuma, 2008)


                                   K. KESIMPULAN
        Kejadian dermatitis kontak yang disebabkan oleh iritan maupun alergi
memiliki hubungan dengan suatu pekerjaan, sehingga orang-orang yang memiliki
bekerja di suatu aktivitas yang memiliki risiko tersebut harus mempersiapkan dirinya
agar terhindar dari dermatitis kontak. Pada dermatitis kontak iritan, iritan yang kuat
seperti asam kuat atau basa kuat dapat mengakibatkan dermatitis kontak iritan akut,
sedangkan iritan yang lemah seperti deterjen keras memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mengakibatkan dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak alergik
merupakan jenis dermatitis kontak terbesar kedua setelah dermatitis kontak iritan.
Penanganan diaper dermatitis pada bayi memerlukan perhatian yang khusus sebab
bayi memiliki daya tahan yang masih lemah.
        Farmasis diharapkan mampu tidak hanya menentukan terapi farmakologi
yang tepat, melainkan juga mampu memberi edukasi kepada pasien untuk
menghindari dan mencegah terjadinya pemaparan yang dapat menyebabkan
dermatitis kontak. Tahap pertama yang penting dilakukan untuk memberika terapi
yang tepat adalah dengan beupaya menggali informasi mengenai kemungkinan
penyebab dari timbulnya dermatitis kontak tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim,     2008,    Contact   Dermatitis,   http://www.edermatitis.com/,   diakses   17
        November 2008
Anonim, 2006, MIMS Petunjukuk Konsultasi 2006/2007, PT Info Master, Jakarta
Buxton, P.K.,2005, ABC of Dermatology, BMJ Publishing Group, London
Crowe, M.A., dan James, W.D., 2001, Alergic and Irritant Contact Dermatitis,
        Madigan Army Medical Center, Washington
Darsow, U. Dan Ring, J., 2005, British Contact Dermatitis Society: Summaries of
        Papers, British Association of Dermatologist, Munich



                                                                                      20
Downloaded from pharma-c.blogspot.com


Dipiro dam Michael, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
       McGraw-Hill Companies Inc, New York
Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S., 2003,
       Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, 6th Ed., McGraw-Hill
       Professional, New York
Hayakawa, R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med. Sci. 63. 83 ~ 90, Nagoya
Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of
       Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C.
Ket, NG., S., dan Leok, GOH., C., 2002, Irritant Contact Dermatitis and Allergic
       Contact Dermatitis
Nasution, D., Manik, M., Lubis, E., 1994, Insidensi Kontak Dermatitis di Rumah Sakit
       Pirngadi, Medan
Sularsito, S.A., 2004, Dermatitis Kontak Alergi dalam Subono, H., Kumpulan
       Makalah Seminar Kontak Dermatitis, FK UGM, Yogyakarta
Wijayakusuma, H., 2008, Mencegah & Mengatasi Ekzema dengan Tumbuhan Obat,
       http://obatherbal.wordpress.com, diakses tanggal 17 November 2008
Winotopradjoko, M., 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol 41, Ikatan
       Sarjana Farmasi Indonesoa, Jakarta




                                                                                     21

More Related Content

What's hot (20)

Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Obat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaanObat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaan
 
Farmakologi pengertian obat.pdf
Farmakologi   pengertian obat.pdfFarmakologi   pengertian obat.pdf
Farmakologi pengertian obat.pdf
 
Antihistamin
AntihistaminAntihistamin
Antihistamin
 
Askep gastritis
Askep gastritisAskep gastritis
Askep gastritis
 
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum Ulkus peptikum
Ulkus peptikum
 
Fisiologi batuk
Fisiologi batukFisiologi batuk
Fisiologi batuk
 
Mandala of health paul
Mandala of health   paulMandala of health   paul
Mandala of health paul
 
anatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroidanatomi dan fisiologis tiroid
anatomi dan fisiologis tiroid
 
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitasReaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
 
glomerulonefritis anak
glomerulonefritis anakglomerulonefritis anak
glomerulonefritis anak
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
 
Tanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksiTanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksi
 
Panitia Farmasi Terapi
Panitia Farmasi TerapiPanitia Farmasi Terapi
Panitia Farmasi Terapi
 
Inflamasi
InflamasiInflamasi
Inflamasi
 
Farmakologi obat pencernaan
Farmakologi obat pencernaanFarmakologi obat pencernaan
Farmakologi obat pencernaan
 
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBATPENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel DarahLeukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
Leukimia Kanker yang Menyerang Sel Darah
 
PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura PPT Efusi Pleura
PPT Efusi Pleura
 

Viewers also liked

Viewers also liked (10)

Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergiDermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi
 
Gastrointestinal Akut (resus dr.maria)
Gastrointestinal Akut  (resus dr.maria)Gastrointestinal Akut  (resus dr.maria)
Gastrointestinal Akut (resus dr.maria)
 
Manifestasi dan patofisiologi
Manifestasi dan patofisiologiManifestasi dan patofisiologi
Manifestasi dan patofisiologi
 
Dermatitis
DermatitisDermatitis
Dermatitis
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
Presentasi kasus klinis
Presentasi kasus klinisPresentasi kasus klinis
Presentasi kasus klinis
 
Dermatitis
DermatitisDermatitis
Dermatitis
 
Dermatitis
DermatitisDermatitis
Dermatitis
 
Dermatitis
DermatitisDermatitis
Dermatitis
 
Ppt lapsus ika
Ppt lapsus ikaPpt lapsus ika
Ppt lapsus ika
 

Similar to DERMATITIS (20)

asuhan keperawatan pada dermatitis kontak
asuhan keperawatan pada dermatitis kontakasuhan keperawatan pada dermatitis kontak
asuhan keperawatan pada dermatitis kontak
 
Asuhan Keperawatan Pada Dermatitis Kontak
 Asuhan Keperawatan Pada Dermatitis Kontak Asuhan Keperawatan Pada Dermatitis Kontak
Asuhan Keperawatan Pada Dermatitis Kontak
 
Makalah dermatitis
Makalah dermatitisMakalah dermatitis
Makalah dermatitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
Makalah dematitis
Makalah dematitisMakalah dematitis
Makalah dematitis
 
79836959 makalah-dermatitis-kontak
79836959 makalah-dermatitis-kontak79836959 makalah-dermatitis-kontak
79836959 makalah-dermatitis-kontak
 
Lp eritroderma
Lp eritrodermaLp eritroderma
Lp eritroderma
 
Asuhan keperawatan pada pasien ekzema
Asuhan keperawatan pada pasien ekzemaAsuhan keperawatan pada pasien ekzema
Asuhan keperawatan pada pasien ekzema
 
Makalah dermatitis
Makalah dermatitisMakalah dermatitis
Makalah dermatitis
 
Askep dermatitis
Askep dermatitisAskep dermatitis
Askep dermatitis
 
Makalah dermatitis
Makalah dermatitisMakalah dermatitis
Makalah dermatitis
 
Makalah dermatitis
Makalah dermatitisMakalah dermatitis
Makalah dermatitis
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
dermatitis kontak, geriatri, DKI, DKA
dermatitis kontak, geriatri, DKI, DKAdermatitis kontak, geriatri, DKI, DKA
dermatitis kontak, geriatri, DKI, DKA
 
Full text dd dkt
Full text dd dktFull text dd dkt
Full text dd dkt
 
Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroikDermatitis seboroik
Dermatitis seboroik
 

DERMATITIS

  • 1. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Dermatitis Kontak Swamedikasi Oleh: Muhammad Agung Sumantri, S.Farm Hertanti Trias Febriani, S.Farm Sriwahyuni T Musa, S.Farm Isi PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI FISIOLOGI ETIOLOGI PATOFISIOLOGI TANDA DAN GEJALA SASARAN TERAPI STRATEGI TERAPI PENATALAKSANAAN TERAPI EVALUASI PRODUK KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta A. PENDAHULUAN Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Namun, makalah ini cenderung untuk membagi klasifikasi dermatitis secara umum berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis: dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Buxton (2005). Salah satu jenis dermatitis eksogen adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), crust (Freedberg, 2003). Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Walaupun demikian, beberapa pustaka lain ada yang 1
  • 2. Downloaded from pharma-c.blogspot.com memasukkan jenis dermatitis lainnya ke dalam kelompok dermatitis kontak, seperti fototoksik dermatitis, fotoalergi dermatitis, sindrom urtikaria kontak dan dermatitis tipe kontak sistemik (Hayakawa, 2000; Buxton, 2005). Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering terjadi. Selama perang dunia kedua, Kantor The Surgeon General di Amerika Serikat melaporkan 75.371 kasus dermatitis kontak di rumah sakit. Bagi tentara Amerika yang sedang berperang, higienitas personal yang terbatas dan banyakanya paparan iritan selama kegiatan perang membuat banyak tentara yang mengalami dermatitis kontak sehingga mengganggu tugas mereka. Namun, dalam perang di Vietnam, menurut laporan Pusat Medis Tentara Angkatan Darat Amerika di Washington bahwa terjadi penurunan persentase tentara yang menderita akibat dermatitis kontak. Hal tersebut diakibatkan oleh penemuan dan perkembangan sediaan steroid, krim antisensitisasi dan antibiotik setelah perang dunia kedua (Crowe dan James, 2001). Sedangkan data mengenai tentara di Indonesia yang mengalami dermatitis kontak belum memadai. Namun, Dermatitis kontak ini memang sering dihubungkan dengan risiko dari suatu pekerjaan, seperti: petugas kehutanan, nelayan, polisi lalu lintas dan sebagainya (Keefner, 2004). Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja terjadi lebih sedikit dari pada dermatitis kontak iritan. Namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini belum valid karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik. B. EPIDEMIOLOGI Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 10 - 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk. (Keefner, 2004). Secara umum, usia tidak mempengaruhi 2
  • 3. Downloaded from pharma-c.blogspot.com timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak- anak. Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat dibanding pada laki-laki. Selain itu, bangsa kaukasian lebih sering terkena dermatitis kontak alergi dari pada ras bangsa lain. Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%. Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993 sebanya 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. (Nasition dkk, 1994). Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan 645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan industri (Keefner, 2004). C. FISIOLOGI Kulit merupakan organ aktif secara metabolik yang memiliki fungsi vital, yaitu dalam perlidungan dan homeostasis tubuh. Secara alami, kulit merupakan organ immunologis yang penting dan mengandung seluruh elemen immunitas seluler, kecuali sel B limfosit. Komponen immunologis dari kulit dibagi atas tiga bagian: struktur organ, sistem fungsional dan immunogenetik. Secara struktur, sawar epidermis merupakan contoh immunitas bawaan yang penting karena dengannya banyak mikroorganisme yang tidak mampu penetrasi ke dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya suplai dari darah dan limfatik memungkinkan sel immun melakukan migrasi dari dan menuju kulit. Beberapa sel yang memegang peranan penting yaitu: sel Langerhan, sel T limfosit, sel Mast dan Keratinosit. Sel Langerhan (gambar 1) pada epidermis merupakan bagian terluat dari sestem immun 3
  • 4. Downloaded from pharma-c.blogspot.com seluler. Sel tersebut merupakan sel dendritik yang memiliki organel sitoplasmik yang unik, yaitu granul Birbeck. Sel Langerhan mampu melakukan fagositosis, sekresi sitokin dan sebagai antigen presentation (pengenalan antigen). Sel T merupakan sel yang bertanggung jawab dalam respon seluler, dan dibagi menjadi dua yaitu sel T yang memiliki reseptor CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ dibagi lagi menjadi dua: sel Th1 (promosi inflamasi, sekresi IL3, Ifγ dan TNFα) dan sel Th2 (stimulasi sel B membentuk antibodi, sekresi IL4, IL 6, IL10), sedangkan sel T CD8+ merupakan sel Tc yang berperan dalam sitolitik. Selain itu, ada juga sel Ts (CD4+ ataupun CD8+) yang meregulasi sel limfosit lainnya. Di lapisan kulit juga terdapat sel mast yang berperan dalam proses inflamasi dan sel keratinosit yang juga mampu melepaskan sitokin proinflamasi (IL1). Gambar 1. Lapisan epidermis terdiri dari beberapa lapis dan mengandung sel keratinosit, sel Langerhan yang berperan dalam immunitas. Secara sitem fungsional, perangkat immun kulit terdiri dari: jaringan limfoid yang terhubung kulit (aliran limfatik, kelenjar limfatik regional), sitokin dan eicosanoid, komplemen dan molekul adhesi. Sitokin merupakan molekul terlarut yang memperantarai aksi antar sel (misal: aktivasi jalur NFκB dalam proses inflamasi), dan diproduksi oleh: sel T limfosit, keratinosit, fibroblas, sel endotelia; dan makrofag. Sedangkan eicosanoid yang diproduksi dari asam arakidonat oleh sel mast, makrofag, keratinosit merupakan mediator inflamasi non-spesifik (prostaglandin, tromboksan, leukotrien). Komplemen berperan dalam opsonisasi, lisis, degranulasi sel mast. Molekul adhesi, khususnya ICAM1, berperan dalam membantu limfosit, sel endotelial ataupun keratinosiy untuk menempel pada sel T. Secara immunogenetik, perlindungan kulit terlihat dengan adanya gen HLA pada kromosom 6 manusia yang dapat ditranslasi menjadi Major Histocompatibility Complex (MHC) di sel Langerhan, sel T, makrofag dan keratinosit. Selain itu, dengan 4
  • 5. Downloaded from pharma-c.blogspot.com adanya gen HLA spesifik dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun tertentu (tabel 1). Tabel 1 Penyakit yang dihubungkan dengan Antigen HLA Penyakit Angtigen HLA Risiko relatif Behcet’s desease B5 10 Dermatitis B8 15 Herpetiformis DRw3 >15 Phempigus DRw4 10 Psoriasis B13 4 Cw6 12 Artropati psoriatik B27 10 Reiter’s desease B27 35 D. ETIOLOGI 1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis) Sekitar 80-90% kasus Dermatitis Kontak Iritan (DKI) disebabkan oleh pemaparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan ataupun setelah pemaparan yang berulang (Keefner, 2004). Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperi asam kuat (Tabel 2). Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000). Pada tempat kerja, dermatitis kontak iritan biasanya terjadi akibat dari suatu kecelakaan kerja atau karena kecerobohan sehingga tidak menggunakan pelindung (Ket dan Leok, 2002). Tabel 2 Iritan yang Sering Menimbulkan DKI Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat) Basa kuat (Kalsium Hidroksida, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida) Detergen Resin epoksi Etilen oksida Fiberglass Minyak (lubrikan) Pelarut-pelarut organik Agen oksidator Plasticizer Serpihan Kayu (Keefner, K.P., 2004) 5
  • 6. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Pada bayi, dermatitis kontak iritan yang terjadi biasa dikenal sebagai diaper dermatitis (Anonim, 2008). Faktor yang berpegaruh pada diaper dermatitis ini adalah: kelembaban (akibat urinasi yang sering), perubahan pH kulit (akibat feses atau urin). 2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) Banyak senyawa di dunia kita ini yang dapat berperan sebagai alergen pada individu tertentu. Urushiol (dari racun tanaman oak/ovy/sumac), garam nikel (pada perhiasan) dan parfum (pada kosmetik) merupakan contoh alergen yang mampu mengakibatkan ACD. ACD akibat senyawa uroshiol dari racun ivy/oak/sumac merupakan hal penting karena memberikan kontribusi yang besar dalam jenis dermatitis tersebut di Amerika Serikat. Racun ini berasal dari tanaman genus toxicodendron. Selain itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan ACD adalah kacang cashew (Anacardium occidentale L.), mangga (Magnifera indica L.), Lacquer (T. Vernicifluum) dan gingko bilobba (Ginkgo biloba L.) (Tabel 3 dan Gambar 2). Tabel 3 Alergen yang Sering Menimbulkan ACD Alergen Uji Patch positif Sumber Antigen Benzokain 2 Penggunaan anastetik tipe –kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral Garam kromium 2,8 Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna Lanolin 3,3 Lotion, pelembab, kosmetik, sabun Latex 7,3 Sarung tangan karet, vial, Syringes Bacitracin 8,7 Pengobatan topikal maupun injeksi Kobal klorida 9 Semen, plat logam, pewarna cat Formaldehid 9,3 Germisida, plastik, pakaian, perekat Tiomersal 10,9 Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik Pewangi 11,7 Produk rumah tangga, kosmetik, asam sinamat, geraniol Balsam Peru 11,9 Sirup untuk obat batuk, penyedap Neomisin sulfat 13,1 Pengobatan, salep antibiotik, aminoglikosida lainnya Nikel sulfat 14,2 Aksesoris pada celana jeans, pewarna, perabot rumah tangga, koin Tanaman Tidak Spesies Toxicodendron (racun ivy, oak, ditentukan sumac), primrose (Primula obonica), tulip (Keefner, K.P., 2004) 6
  • 7. Downloaded from pharma-c.blogspot.com A B C D E F G Gambar 2. Tanaman yang dapat mengakibatkan Dermatitis Kontak Alergi: A) Toxicodendron radicans subsp radicans mengandung racun ivy, B) Toxicodendron diversilobum mengahasilkan racun oak, C) Toxicodendron toxicarium racun oak, D) kacang cashew (Anacardium occidentale L.), E) mangga (Magnifera indica L.), F) Lacquer (T. Vernicifluum) dan G) gingko bilobba (Ginkgo biloba L.). (CROWE dan JAMES, 2001) E. Patofisiologi 1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis) ICD tampak setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya ICD. Pertama, bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi langsung melewati membran sel kemudin merusak sistem sel. Mekanisme kedua, setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non- spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase (menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipoosigenase (menghasilkan leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga terlihat berwarna merah) dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien meningkaykan permebilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga meningkatkan jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil, netrofil dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin, prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan sebelumnya agar iritan menampakkan reaksi. 7
  • 8. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat, asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan, seperti suhu hanat, kelembaban yang tinggi atau pekerkaan basah dapat berpengaruh. 2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) ACD merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat peaparan alergen yang mampu mengaktivasi sel T, yang kemudian migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namum alergen uroshiol yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat yang secara umum terlindungi, seperti :annus, organ genital. Selain itu, uroshiol dapat aktif lama hingga 100 tahun. Penampakan ACD biasanya tidak langsung terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena alergen melibatkan reaksi immunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu. Berikut adalah mekanisme reaksi immunologis tersebut. Pertama, pemaparan awal alergen tersebut akan mensensitisasi sistem imun. Tahap ini dikenal sebagai tahap induksi. Menurut beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun demikian, gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan (tergantung faktor individu, alergen dan lingkungan). Pada tahap induksi ini, uroshiol secara cepat (10 menit) masuk melewati kulit dan berikatan dengan protein permukaan sel Langerhans di epidermis dan sel makrofag di dermis. Sel Langerhans kemudian memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV (gambar 3), yang merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu 24-48 jam (atau lebih). Dermatitis yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari, karena adanya sistem imun pasien. 8
  • 9. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Gambar 3. Sel Langerhans memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV F. Tanda dan Gejala 1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis) Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat berkembng menjadi vesikel kecil atau papul (tonjolan) dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih dan rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. Reaksi inflamasi bermacam-macam, mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapar terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper/hipopigmentasi dan penebalan (likenifikasi). Kebanyakan ICD terjadi pada daerah tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah, punggung (bagi pekerja yang tidak menggunakan baju), tangan dan lengan. 80% ICD terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara klinis, penampakan yang paling sering adalah batas yang sangat jelas dari lesi (gambar 4). A B C Gambar 4. Lesi dengan batas yang jelas pada dermatitis kontak iritan akut pada kasus penggunaan kosmetika (A) dan dermatitis kontak iritan kronis pada kasus pengguunaan detergen oleh pembantu rumah tangga (B) serta Diaper dermatitis pada bayi (C) (Ket dan Leok, 2002) 9
  • 10. Downloaded from pharma-c.blogspot.com 2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) Tanda dan gejala ACD sangat tergantung pada alergen, tempat dan durasi pemaparan serta faktor individu. Pada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla. Blister juga mungkin terjadi dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka pecah. Gatal, rasa terbakar dan sakit merupakan gejala dari ACD. Setelah pemaparan ursohiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang instensif kemudian diikuti eritema. Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut dapat mengakibatkan menyebarnya uroshiol ke daerah yang sebelumnya tidak terpapar sehingga rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut tidak mengandung uroshiol. Tetapi, dengan terbukanya bulla/vesikel dapat mengakibatkan infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi tersebut adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus kelompok A dan E. Coli. Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol yang tertinggal di permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis (Gambar 5). Gambar 5. Pada dermatitis kontak alergi ada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla (A), Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol yang tertinggal di permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis Secara umum, tingkat keparahan ACD dapat dibagi menjadi tiga: dermatitis ringan, dermatitis sedang dan dermatitis berat. a. Dermatitis ringan Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis, pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindungi. 10
  • 11. Downloaded from pharma-c.blogspot.com b. Dermatitis sedang Selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian tubuh. c. Dermatitis berat Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan; pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang segera (sistemik atau parenteral), khususnya dermatitis yang telah mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah eosinofilia, serima multiform, sindrom pernafasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis. G. Sasaran Terapi Sasaran terapi dermatitis kontak iritan adalah: 1. Menghilangkan inflamasi, rasa sakit saat kulit ditekan dan iritasi 2. Mencegah pemaparan lebih lanjut pada agen iritan 3. Edukasi pada pasien mengenai metode untuk mencegah recurrent Sasaran terapi dermatitis kontak alergi adalah: 1. Melindungi area yang terpapar selama fase akut ruam 2. Mencegah gatal dan garukan yang berlebihan yang dapat memicu membukanya luka dan berpotensi menyebabkan infeksi kulit sekunder 3. Mencegah penyebaran dermatitis dengan cara menjaga akumulasi debris vesikel H. Strategi Terapi Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis) Pendekatan terapi ICD tergantung keparahan reaksi. Selain itu, area yang terpapar pada substansi iritan, seharusnya dicuci dengan air dan dibersihkan dengan sabun hipoalergenik ringan. Pencegahan iritan seharusnya menjadi diagnosa primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison dan losion kalamin, membantu untuk meringankan rasa gatal. Penggunaan topikal anastesi lokal tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan kontak dermatitis yang lebih luas. 11
  • 12. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) Mebersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin (10 menit pertama setelah terpapar) akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung pada keparahan reaksi alergi: mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis berupa antipruritik lokal yang mengandung kalamin, mentol, fenol, champor, dan agen anti pruritik, atau diberikan krim atau salep hidrokortison. Jika terjadi ruam maka pasien harus menghindari alergen. Jika ruam makin luas dan tidak mengenai mata atau organ genitalia dapt digunakan kompres atau rendaman astringent. I. Penatalaksanaan Terapi Eksklusi pengobatan sendiri 1. Berusia kurang dari 2 tahun 2. Dermatitis lebih dari 2 minggu 3. Lebih dari 25% bagian tubuh yang terkena 4. Terlalu banyaknya bulla 5. Gatal, iritasi, atau jumlah vesikel dan bulla yang ekstrim 6. Pembengkakan pada tubuh atau extremitas 7. Pembengkakan pada mata atau kelopak mata 8. Genitalia tidak nyaman karena gatal, kemerahan, bengkak, atau iritasi. 9. Gatal pada membran mukosa mulut, mata, hidung, dan anus. 10. Toleransi rendah pada nyeri, gatal, atau gejala yang tidak nyaman. 11. Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien dengan keluhan gatal intensif, kemerahan, dan ruam bergaris Tanyakan tentang riwayat gejala, penampakan ruam, area tubuh yang terkena dan gatal Ya Apakah termasuk eksklusi pengobatan Rujuk ke dokter sendiri? Rekomendasikan satu atau lebih saran di bawah ini: Tidak 1. Krim hidrokortison, non salep 2. Kompres alumunium asetat Ya 3. Rendaman atau kompres Apakah blister, vesikel, atau sodium bikarbonat bulla terbuka atau berair? 4. Rendaman atau kompres air dingin 5. Shower hangat Tidak 6. Colloidal oatmeal baths 12
  • 13. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Rekomendasikan satu atau lebih saran di bawah ini: 1. Krim atau salep hidrokortison topikal 2. Losion kocok yang mengandung kalamin, fenol, menthol, camphor 3. Rendaman atau kompres sodium bikarbonat Tunggu dalam 2 hari 4. Shower hangat 5. Colloidal oatmeal baths Tidak Sarankan penggunaan anastesi topical Gatal berkurang? atau AHs dan atau rendaman Ya Ya Ada kondisi membaik? Tunggu dalam 2-7 hari Lanjutkan perawatan sampai sembuh Rujuk ke dokter Tidak Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis) Terapi non-farmakologi ICD 1. Pencucian sesegera mungkin pada area yang terpapar agen iritan akan mengurangi waktu kontak agen iritan dengan kulit, dan jika terjadi respon kulit, hal ini akan membantu untuk mencegah penyebaran dermatitis. 2. Beberapa substansi yang dapat menyebabkan respon iritasi pada kulit sebaiknya dihindari. Mengedukasikan kepada pasien bagaimana cara untuk mengurangi resiko terpapar merupakan hal yang penting. 3. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan peralatan proteksi lainnya akan mengurangi pemaparan iritan dan sebaiknya penggunaan alat proteksi diganti secara periodik. 4. Hidropel dan pelembab penghalang kulit hollister dapat digunakan untuk mencegah ICD jika digunakan sebelum kontak dengan iritan. 13
  • 14. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Terapi non farmakolog untuk diaper dermatitis pada bayi: 1. Mengurangi kelembaban pada bayi, misalnya menggunakan pakaian yang tidak banyak membuat keringat 2. Mengurangi kontak dengan feses dan urin 3. Mencuci pakaian bayi dengan bersih dan menggunakan deterjen yang lembut Terapi farmakologi ICD Perwatan ICD sama denga perawatan ACD. Diaper Dermatitis Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis) Beberapa hari pertama reaksi alergi merupakan kondisi yang sangat tidak nyaman bagi pemderita ACD. Dermatitis yang ditangani ataupun tidak ditangani secara alami membutuhkan waktu sekitar 10-21 hari untuk mereda akibat sistem imun pasien sendiri (gambar 6). Produk non-resep topikal dibutuhkan untuk meringankan gejala tersebut. A B Gambar 6. Fase lanjut dari DKI akut menunjukkan adanya eritema dan crust (A), sedangkan setelah beberapa hari fase perbaikan dari DKI lanjut menunjukkan adanya sisa kemerahan dan kulit terkelupas (B) (Ket dan Leok, 2002) Terapi non-farmakologi ACD 1. Membersihkan bagian yang teriritasi Dilakukan dengan cara mengompres kulit yang teriritasi dengan air hangat (32,2oC) atau lebih dingin. Namun, farmasis harus mengingatkan agar tidak menggunakan air panas 40,5oC atau lebih sebab akan memperparah luka, dan bahkan dapat menyebabkan luka bakar tingkat kedua..Pencucian menggunakan sabun hipoallergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam. 2. Mencegah terjadinya ruam 14
  • 15. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Apabila terpapar agen allergen maka untuk mencegah terjdinya ruam-ruam di kulit adalah dengan: a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi b. Menghindari substansi allergen. c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air. e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen Terapi farmakologi ACD Tujuan terapi utama ruam kulit adalah untuk mengurangi rasa gatal, oleh karena itu pasien biasanya menggunakan hidrokortison topikal, antihistamin topikal, dan beberapa agen antipruritik. Pasien juga dapat menggunakan astringent untuk mempercepat pengeringan luka yang basah sehingga memberikan penutup pelindung kulit yang mengalami inflamasi. Selain itu perlu juga sering digunakan antiseptik untu melindungi dari infeksi sekunder. J. Evaluasi Produk Kortikosteroid topikal Hidrokortison merupakan kortikosteroid topikal yang paling efektif dalam mengatasi gejala pada Dermatitis kontak ringan hingga sedang yang tidak meliputi daerah yang sangat luas. Kortikosteroid lainnya adalah: betametason, fluticasone, clobetasol, prednison, prednisolon. Indikasi : hidrokortison merupakan kortikosteroid potensi rendah yang mampu mengatasi rasa gatal dan mengurangi inflamasi akibat dermatitis Keamanan : hidrokortison aman untuk diaplikasikan pada semua daerah tubuh, kecuali mata dan kelopak mata, wajah dan kulit yang terbuka 15
  • 16. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Efek samping : Penggunaan kortikosteroid dalam jangka lama akan menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid maupun khasiat mineralokortikoid Kontraindikasi : infeksi sistemik, kecuali bila diberikan antibiotic sistemik, hindari vaksinasi dengan virus aktif pada pasien yang menerima dosis imunosupresive Perhatian : Hidrokortison topikal sebaiknya tidak digunakan untuk anak usia < 2 tahun sebab berpotensi dalam supresi adrenal. Disarankan pada pasien bahwa sebaiknya hidrokortison tidak digunakan apabila dermatitis lebih dari 7 hari atau jika gejala mincul kembali dalam beberapa hari. Sediaan di Indonesia : 1. Berlicort : komposisi, hidrokortison acetate Dosis : Oleskan tipis pada tempat yang sakit 2-4x sehari Harga : krim 25 mg/g x 5 g = Rp 3.705,- 2. Dermacort : komposisi, hidrokortison 1 %, camphor 1 % Dosis : Oleskan 2-4x sehari Harga : Krim 15 g = Rp 13.000,- Antihistamin/antipruritus topikal Preparat ini mengandung antihistamin topikal (chlorpheniramine, chlorpenoxamine, dimethindene, difenhidramin, mepiramin) atau antipruritus (calamine, champor, mentol, phenol) secara tunggal atau kombinasi Mekanisme : Antihistamin/antipruritus dapat mendepresi reseptor sensorik di kulit sehingga memberikan efek analgetik topikal. Walaupun antihistamin dapat memblok reseptor histamin namun reseptor tersebut tidak berperab penting dalam respon hipersensitivitas diperlambat tipe IV Indikasi : mengatasi rasa gatal dan analgetik topikal pada dermatits Perhatian : Penggunaan antipruritus pada luka terbuka tidak karena dapat memperparah rasa terbakar. Antihistamin dapat mengakibatkan inflamasi sekunder sehingga bila gejala tambah parah maka segera cuci/bilas daerah kulit tersebut dan hentikan pemakaian 16
  • 17. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Sediaan di Indonesia: 1. Regata Komposisi : Difenhidramin HCl 1%, calamine 8%, champora 0,1% Penggunaan : dioleskan pada daerah yang sakit sesudah mandi. Kocok dahulu sebelum digunakan, 4 kali sehari Perhatian : Jangan dioleskan pada kulit yang melepuh. Hindari penggunaan kontak dengan mata atau selaput lendir. Hati-hati dengan penggunaan dengan preparat difenhidramin lainnua dan penggunaan lebih dari 7 hari Harga : Lotion 100mL (Rp 10.000) 2. Caladryl Komposisi : Calamine 8%, champora 0,1%, difenhidramin HCl 1%, alkohol 2% Penggunaan : krim oleskan sesuai dengan kebutuhan, 4 kali sehari Perhatian : hati-hati dengan kontak kulit terkelupas. Hindari kontak dengan mata atau selaput lendir lainnya Harga : Krim 25g (Rp.5.720), Lotion 60mL (Rp 5.600); 115mL (Rp 8.700) Anastetik topikal Anastetik topikal yang dapat diberikan tanpa resep adalah benzokain. Indikasi : anastetik lokal digunakan untuk meringankan rasa gatal dan juga mencegah garukan sehingga mencegah meluasnya daerah dermatitis kontak alergi serta mengurangi risiko infeksi sekunder. Penggunaan : sediaan mengandung 3-20% benzokain. Anastetik topikal ini digunakan tidak lebih dari 3-4 kali sehari Mekanisme aksi : mempengaruhi impuls yang dihantarkan oleh sel saraf sensorik pada daerah dermatitis Perhatian : penggunaan anastetik topikal merupakan langkah terakhir setelah antipruritik (anti gatal) lainnya gagal dalam terapi sebab anastetik lokal dapat menyebabkan inflamasi sekunder dan meningkatkan rasa gatal karena diketahui memiliki kemampuan sensitisasi. Bila setelah digunakan, kondisi dermatitis makin parah maka segera dibilas dengan air atau sabun lembut dan tidak digunakan lagi sediaan ini. (Keefner, 2004) 17
  • 18. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Sediaan di Indonesia : Benzomid® Komposisi : Benzokain 3%, cetrimid 0,5% Penggunaan : dioleskan pada daerah yang sakit Harga : Lotion 120 mL (Rp 27.500) (Anonim, 2006) Terapi Farmakologi lainnya: Antiinfeksi topikal Antiinfeksi topikal digunakan untuk mengatasi infeksi sekunder yang dapat terjadi pada dermatitis. Antiinfeksi tersebut adalah: bacitracin, kloramfenikol, gentamicin, nitrofurazon, clotrimazole, neomycin. Contoh produk di Indonesia: Dermagen Komposisi : Gentamicin sulfat Indikasi : Dermatitis, infeksi kulit primer dan sekunder Penggunaan : Oleskan 3-4 kali sehari Sediaan : Krim 0,1% x 5 g (Rp 5.500), 10g (Rp 8250), Krim forte: 0,3% x5g (Rp 7.700), 10g (Rp 10.450) Farsycol Komposisi : Kloramfenikol Indikasi : Infeksi kulit karena gram positif dan gram negatif serta kuman yang peka lainnya Penggunaan : oleskan pada bagian yang sakit 2-3 kali sehari Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap kloramfenikol Perhatian : Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan jangka panjang dapat menyebabkan resistensi mikroba Efek samping : Gatal, panas, engioneurotik Harga : Krim 2% 5g (Rp 4.000), 10g (Rp 5.800) Astringent Astringent diketahui merupakan agen presipitasi protein yang digunakan untuk menghentikan dan mengurangi cairan mengalir dari kapiler maupun cairan yang dikeluarkan dari blister akibat inflamasi. Zat ini membantu mengeringkan dermatitis basah serta mempercepat kesembuhan. Beberapa astringet adalah: Burrow’s 18
  • 19. Downloaded from pharma-c.blogspot.com solution (alumunium asetat), zinc oxide, zinc acetat, calamine, natrium bicarbonat. Mereka biasa digunakan dengan cara pengompresan. Obat Tradisional Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) Khasiat : sebagai antiradang, menghilangkan bengkak, mengurangi rasa sakit, penawar racun, dan lain-lain. Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Khasiat : menghilangkan gatal-gatal, insecticidal, sebagai obat kulit yang disebabkan oleh parasit kulit, dan lain-lain. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) Khasiat : sebagai antiradang, antibakteri, meredakan rasa sakit (analgetik), dan lain-lain. Kunyit (Curcuma longa L.) Khasiat : sebagai antiradang , antibakteri, melancarkan sirkulasi darah, dan lain-lain. Berikut ini contoh beberapa resep untuk pengobatan dermatitis : Resep 1. (pemakaian dalam) 30 gram temu lawak (dipotong-potong) + 10 gram sambiloto kering + gula aren secukupnya, dicuci bersih lalu direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc, disaring, airnya diminum. Resep 2. (pemakaian luar) Daun ketepeng cina secukupnya dicuci bersih dan dihaluskan, tambahkan 1 sendok teh air kapur sirih dan 1 sendok makan minyak kelapa, dipanaskan sebentar, setelah hangat dioleskan pada bagian yang terkena eksim. Resep 3 . (pemakaian luar) Kunyit yang tua secukupnya dicuci bersih dan diparut, tambahkan 1 sendok air kapur sirih dan perasan 1 buah air jeruk nipis, diaduk sampai merata, lalu adonan tadi dioleskan pada bagian kulit yang terkena eksim. Resep 4 . (pemakaian luar) Sambiloto segar dicuci dan dihaluskan, tambahkan sedikit serbuk belerang, diaduk rata, lalu dioleskan pada bagian tubuh yang terkena eksim. 19
  • 20. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Resep 5 2 jari temu hitam Ditumbuk halus 2 jari kunyit 1 jari temu lawak 2 jari brotowali 1 helai daun sirih semua bahan direbus dengan 2 gelas air hingga menjadi 1 gelas, dan diminum 1 kali sehari. (Wijayakusuma, 2008) K. KESIMPULAN Kejadian dermatitis kontak yang disebabkan oleh iritan maupun alergi memiliki hubungan dengan suatu pekerjaan, sehingga orang-orang yang memiliki bekerja di suatu aktivitas yang memiliki risiko tersebut harus mempersiapkan dirinya agar terhindar dari dermatitis kontak. Pada dermatitis kontak iritan, iritan yang kuat seperti asam kuat atau basa kuat dapat mengakibatkan dermatitis kontak iritan akut, sedangkan iritan yang lemah seperti deterjen keras memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengakibatkan dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak alergik merupakan jenis dermatitis kontak terbesar kedua setelah dermatitis kontak iritan. Penanganan diaper dermatitis pada bayi memerlukan perhatian yang khusus sebab bayi memiliki daya tahan yang masih lemah. Farmasis diharapkan mampu tidak hanya menentukan terapi farmakologi yang tepat, melainkan juga mampu memberi edukasi kepada pasien untuk menghindari dan mencegah terjadinya pemaparan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak. Tahap pertama yang penting dilakukan untuk memberika terapi yang tepat adalah dengan beupaya menggali informasi mengenai kemungkinan penyebab dari timbulnya dermatitis kontak tersebut. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Contact Dermatitis, http://www.edermatitis.com/, diakses 17 November 2008 Anonim, 2006, MIMS Petunjukuk Konsultasi 2006/2007, PT Info Master, Jakarta Buxton, P.K.,2005, ABC of Dermatology, BMJ Publishing Group, London Crowe, M.A., dan James, W.D., 2001, Alergic and Irritant Contact Dermatitis, Madigan Army Medical Center, Washington Darsow, U. Dan Ring, J., 2005, British Contact Dermatitis Society: Summaries of Papers, British Association of Dermatologist, Munich 20
  • 21. Downloaded from pharma-c.blogspot.com Dipiro dam Michael, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, McGraw-Hill Companies Inc, New York Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S., 2003, Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, 6th Ed., McGraw-Hill Professional, New York Hayakawa, R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med. Sci. 63. 83 ~ 90, Nagoya Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C. Ket, NG., S., dan Leok, GOH., C., 2002, Irritant Contact Dermatitis and Allergic Contact Dermatitis Nasution, D., Manik, M., Lubis, E., 1994, Insidensi Kontak Dermatitis di Rumah Sakit Pirngadi, Medan Sularsito, S.A., 2004, Dermatitis Kontak Alergi dalam Subono, H., Kumpulan Makalah Seminar Kontak Dermatitis, FK UGM, Yogyakarta Wijayakusuma, H., 2008, Mencegah & Mengatasi Ekzema dengan Tumbuhan Obat, http://obatherbal.wordpress.com, diakses tanggal 17 November 2008 Winotopradjoko, M., 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol 41, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesoa, Jakarta 21