1. 11.6D.24
aa
Ruth Hanna Mustika RATU 11111280
Lena Susanti 11112979
Astri 11111094
Sri Musdalifah 11111064
Ameliana 11111406
Tri Hestin 11112057
2. Kemajuan zaman dan perkembangan teknologi merupakan dua hal yang saling berbanding lurus. Artinya
semakin maju suatu zaman, semakin berkembang pula teknologi yang digunakan dizaman tersebut. Kemajuan
ini berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, baik segi positif maupun negatif. Begitu juga dengan
teknologi informasi. Bisa dikatakan, teknologi informasi adalah teknologi yang mengalami perkembangan paling
pesat dibandingkan dengan teknologi yang lain. Dalam kurun waktu 50 tahun saja (sejak komputer pertama kali
ditemukan – 1952) teknologi informasi mampu menguasai sendi-sendi kehidupan manusia.
Latar Belakang
3. 2. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari pembuatan makalah yaitu :
1. Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang pelanggaran hukum (Cybercrime) yang
terjadi dalam dunia maya sekarang ini, dan Undang-Undang Dunia Maya (Cyberlaw).
2. Untuk lebih memahami dan mengetahui tentang betapa bahayanya carding dan semoga
kita dapat mencegah serta menghindari carding yang termasuk salah satu pelanggaran hukum
didunia maya.
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat memenuhi nilai UAS
pada mata kuliah EPTIK pada jurusan Komputer Akuntansi Akedemi Manajemen Informatika
dan Komputer Bina Sarana Informatika.
4. 3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis pada penulisan Makalah ini adalah :
Metode Studi Pustaka (Library Study).
4. RUANG LINGKUP
Dalam penyusunan makalah ini, penulis hanya memfokuskan pada kasus carding yang
merupakan salah satu pelanggaran hukum didunia maya.
5. Cybercrime
PEMBAHASAN
Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunkan teknologi
komputer sebagai alat kejahatan utama.
Cybercrime di definisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan
teknologi komputer yang berbasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
6. Cyberlaw
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan cyber (dunia
maya, yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw
dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak
negara adalah “ruang dan waktu. Sementara itu di internet
tidak mengenal ruang dan waktu
7. Carding adalah suatu aktivitas
untuk mendapatkan nomer-nomer
kartu kredit orang lain yang
digunakan untuk berbelanja
diinternet secara tidak sah atau
illegal.
Carding, sebuah ungkapan
mengenai aktivitas berbelanja
secara maya (lewat komputer),
dengan menggunakan, berbagai
macam alat pembayaran yang
tidak sah. pada umumnya carding
identik dengan transaksi kartu
kredit, dan pada dasarnya kartu
kredit yang digunakan bukan milik
carder tersebut akan tetapi milik
orang lain.
CARDING
8.
9.
CARDING
Di Indonesia, kejahatan mengenai pencurian data kartu kredit pernah terjadi, bahkan Indonesia sempat menduduki rating posisi 5 besar cyber crime tertinggi di dunia, akan tetapi
sejak tahun 2011 posisi tersebut bergeser 1 point ke posisi 6 dan hingga saat ini kejahatan carding atau pembobolan kartu kredit masih marak di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan
penolakan – penolakan kartu kredit asal indonesia serta sedikitnya situs perbelanjaan yang bersedia melakukan pengiriman barang ke Indonesia. Berikut beberapa kasus pembobolan kartu
kredit yang terjadi di Indonesia. beberapa diantaranya adalah:
1.Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di Yogyakarta.
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan
mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para
carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal dengan , Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran,
pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah
dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni
kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke
dalam jenis cybercrime menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against person).
STUDY KASUS
10. 2. Pencurian data Pada E-Banking BCA
Pada tahun 2001, internet banking diributkan oleh kasus pembobolan internet banking milik bank BCA, Kasus tersebut dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa
ITB Bandung dan juga merupakan salah satu karyawan media online (satunet.com) yang bernama Steven Haryanto. Anehnya Steven ini bukan Insinyur Elektro ataupun
Informatika, melainkan Insinyur Kimia. Ide ini timbul ketika Steven juga pernah salah mengetikkan alamat website. Kemudian dia membeli domain-domain internet
dengan harga sekitar US$20 yang menggunakan nama dengan kemungkinan orang-orang salah mengetikkan dan tampilan yang sama persis dengan situs internet
banking BCA, www.klikbca.com , seperti:
a. kilkbca.com
b. clikbca.com
c. klickbca.com
d. klikbac.com
Orang tidak akan sadar bahwa dirinya telah menggunakan situs aspal tersebut karena tampilan yang disajikan serupa dengan situs aslinya. Hacker tersebut mampu
mendapatkan User ID dan password dari pengguna yang memasuki situs aspal tersebut, namun hacker tersebut tidak bermaksud melakukan tindakan criminal seperti
mencuri dana nasabah, hal ini murni dilakukan atas- keingintahuannya mengenai seberapa banyak orang yang tidak sadar menggunakan situs klikbca.com, Sekaligus
menguji tingkat keamanan dari situs milik BCA tersebut.
Steven Haryanto dapat disebut sebagai hacker, karena dia telah mengganggu suatu system milik orang lain, yang dilindungi privasinya. Sehingga tindakan Steven ini
disebut sebagai hacking. Steven dapat digolongkan dalam tipe hacker sebagai gabungan white-hat hacker dan black-hat hacker, dimana Steven hanya mencoba
mengetahui seberapa besar tingkat keamanan yang dimiliki oleh situs internet banking Bank BCA. Disebut white-hat hacker karena dia tidak mencuri dana nasabah,
tetapi hanya mendapatkan User ID dan password milik nasabah yang masuk dalam situs internet banking palsu. Namun tindakan yang dilakukan oleh Steven, juga
termasuk black-hat hacker karena membuat situs palsu dengan diam-diam mengambil data milik pihak lain. Hal-hal yang dilakukan Steven antara lain scans, sniffer, dan
password crackers.
11. . 3. Pencurian data dengan skimmer
Kepolisian Metro Jakarta Barat berhasil menangkap pelaku pencuri data kartu kredit dan penjual kartu kredit palsu. Dua pelaku yang berhasil
ditangkap bernama Empih Rasita (26) dan Wang Zhen alias Franky (27). Kedua pelaku saat ini tengah ditahan di Polres Jakbar. Kedua pelaku kejahatan ini
memanfaatkan skimmer (alat perekam data kartu magnetik), untuk mencuri data kartu kredit milik korban-korban mereka. Terbongkarnya kasus ini
berawal dari laporan dua korban bernama Ngoh Inn Seng dan Irwan Tanuwijaya. Mereka adalah nasabah Citibank. Kedua korban melapor ke polisi karena
menemukan kejanggalan pada transaksi kartu kredit mereka.
Kartu kredit korban digunakan di luar negeri seperti di Kanada, Australia, dan Yunani. Padahal, korban tidak pernah ke negara tersebut. "Total transaksi
yang dilakukan di ketiga negara tersebut diperkirakan sebesar Rp 30 juta," ujar Suyudi Ario Seto, Kasat Reskrim Polres Metro Jakbar, di Polres Jakarta
Barat, Rabu, (27/1) sore. Suyudi menjelaskan, penyelidikan yang dilakukan polisi bekerja sama dengan Pihak Citibank melalui AKKI (Asosiasi Kartu
Kredit Indonesia) menemukan kedua kartu kredit itu terakhir dipakai di Restoran Seafood di Jalan Hayam Wuruk, Tamansari, Jakarta Barat. Polisi pun
langsung bergerak ke lokasi dan manangkap seorang karyawan restoran bernama Empih Rasita. Empih yang bekerja sebagai pelayan (waiter) tersebut
akhirnya mengaku kepada polisi bahwa ia melakukan pencurian data pemilik kartu kredit menggunakan skimmer dan menyerahkan data tersebut kepada
Franky alias Wang Zhen seorang warga China. "Dari Empih disita sebuah hand skimmer dan uang sebesar Rp 200 ribu," jelas Suyudi. Berdasarkan
keterangan Empih, polisi kemudian menangkap Wang Zhen alias Franky di Apartemen Mitra Bahari Jl Paking No 1, Penjaringan Jakarta Utara, yang sudah
setahun membeli data hasil curian Empih. Di kediaman warga asal Fujian, China ini, polisi juga menemukan satu unit hand skimmer serupa serta beberapa
kartu identitas palsu terdiri atas 3 KTP, SIM A dan C serta kartu NPWP seluruhnya atas nama Franky. Selain itu, di dalam laptopnya terdapat sejumlah
foto kartu kredit berbagai bank yang diduga telah dipalsukan. "Sedikitnya terdapat 20 foto kartu kredit palsu dari laptop tersangka," tutur Suyudi.
Dari situ polisi yakin korban Wang Zhen tidak hanya dua orang dalam melakukan kejahatan tetapi lebih dari itu. Menurut pengakuan Empih, ia mendapat
upah Rp 30 ribu untuk setiap data kartu kredit gold dan platinum Citibank. Sementara untuk data dari kartu kredit BCA, CIMB Niaga, Standar Charter,
Mandiri dan BNI 46, ia mendapat upah Rp 100 ribu per kartu. "Sejak September 2009 saya baru sembilan kali mengambil data pelanggan restoran," ujar
pria asal Cirebon ini. Selama menjalankan aksinya, atasan maupun rekan-rekannya tidak pernah curiga karena aksinya tak pernah terlihat. Hand Skimmer
yang digunakan untuk mencuri data tersebut memang relatif mudah disembunyikan, bisa dengan mudah ditaruh di kantong baju atau celana. Ukurannya
hanya sekitar 8cm x 4cm, lebih mungil dari sebuah charger telepon seluler. Menurut Suyudi, hand skimmer seperti itu dapat ditemukan dengan mudah
karena dijual bebas di pasaran. "Fungsi aslinya adalah untuk scan/ memindai kartu absen di kantor-kantor," ucapnya.
12. UUD ELEKTRONIK tentang CARDING
Tentang carding diatur Dalam Bab VII Tentang Perbuatan Yang Dilarang, pasal 31, ayat 2 Sedangkan sanksi perbuatan carding diatur dalam
pasal 47. Berikut kutipan pasal 31 ayat 2 RUU ITE :
a.Setiap orang dilarang: “Menggunakan dan atau mengakses dengan cara apapun kartu kredit atau kartu pembayaran milik orang lain secara
tanpa hak dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan”.
b.Untuk sanksinya diatur dalam pasal 47, sebagai berikut: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, atau Pasal 33 ayat (1), pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau denda
paling banyak Rp.2.000.000.000.,- (dua milyar rupiah).”
RUU ITE merupakan satu upaya penting dalam setidaknya dua hal:
1. Pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum
transaksi elektronik dapat terjamin.
2. Diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya
termasuk untuk tindakan carding, hacking dan cracking.
Untuk selanjutnya setelah RUU ITE diundangkan,Pemerintah perlu pula untuk memulai penyusunan regulasi terkait dengan tindak pidana
cyber (Cyber Crime), mengingat masih ada tindak-tindak pidana yang tidak tercakup dalam RUU ITE tetapi dicakup dalam instrumen Hukum
Internasional di bidang tindak pidana cyber, misalnya menyangkut tindak pidana pornografi, deufamation, atau perjudian maya.
13. Kesimpulan
Masalah hukum yang dikenal dengan Cyberlaw ini
tak hanya terkait dengan keamanan dan kepastian
transaksi. Karena, diharapkan dengan adanya perangkat
hukum yang relevan dan kondusif, kegiatan bisnis akan
dapat berjalan dengan kepastian hukum yang
memungkinkan menjerat semua tindakan kejahatan
dalam kegiatan bisnis, maupun yang terkait dengan
kegiatan pemerintah.
Banyak terjadi tindak kejahatan Internet (seperti
carding), tetapi yang secara nyata hanya beberapa kasus
saja yang sampai ke tingkat pengadilan. Hal ini
dikarenakan hakim sendiri belum menerima bukti-bukti
elektronik sebagai barang bukti yang sah, seperti digital
signature. Dengan demikian cyberlaw bukan saja
keharusan melainkan sudah merupakan kebutuhan, baik
untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini,
dengan semakin banyak terjadinyanya kegiatan
cybercrime maupun tuntutan komunikasi perdagangan
mancanegara (cross border transaction) ke depan.
14. Saran
Mengingat begitu pesatnya perkembangan dunia cyber (internet), efek
negatifnya pun ikut andil didalamnya. Untuk itu diharapkan peranan yang
cukup demi tegaknya keadilan di negeri ini dan diharapkan juga bagi
pemegang kartu kredit dan sejenisnya untuk berhati-hati setiap melakukan
transaksi.