Teks tersebut membahas tentang teori-teori belajar menurut para ahli psikologi, yaitu teori Pavlov tentang pengkondisian klasik, teori Thorndike tentang kaidah efek, dan teori Skinner tentang pengkondisian operan.
1. Pertemuan ke-4
BAB 4
BELAJAR
Kimble (dalam Hergenhahn dan Olson, 2008) mendefinisikan
belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di behavioral
potentiality (potensi perilaku) yang terjadi sebagai akibat dari
reinforced practice (praktik yang diperkuat). Definisi ini
mengandung pengertian sebagai berikut:
1) Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku; dengan kata lain, hasil
dari belajar harus selalu diterjemahkan ke dalam perilaku atau tindakan yang
dapat diamati. Setelah menjadi proses belajar, pembelajar (learner) akan
mampu melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan sebelum mereka
belajar;
2) Perubahan behavioral ini relative permanen; artinya hanya sementara dan
tidak menetap;
3) Perubahan perilaku itu tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses
belajar selesai. Kendati ada potensi untuk bertindak secara berbeda, potensi
untuk bertindak ini mungkin tidak akan diterjemahkan ke dalam bentuk
perilaku secara langsung;
4) Perubahan perilaku (atau potensi behavioral) berasal dari pengalaman atau
praktik (latihan);
5) Pengalaman atau praktik harus diperkuat; artinya hanya respons-respons
yang menyebabkan penguatanlah yang akan dipelajari;
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Berikut adalah beberapa tokoh yang mengungkap belajar melalui teori-
teorinya.
A. IVAN PETROVICH PAVLOV : PENGKONDISIAN KLASIK
Teori pengkondisian klasik (Classical Conditioning) adalah
memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi
dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang
melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi
Psikologi Umum II | Oktober 2012 1
2. Pertemuan ke-4
berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan.
Pengkondisian klasik dapat diringkas sebagai berikut:
1. Sebuah stimulus, seperti makanan, disajikan kepada suatu organisme dan
akan menyebabkan reaksi natural dan otomatis, seperti keluarnya air liur.
Stimulus yang menyebabkan reaksi natural ini dinamakan unconditioned
stimulus (US) (stimulus tak bersyarat). Dalam kasus ini, makanan adalah US.
Reaksi natural dan otomatis terhadapt US ini dinamakan unconditioned
response (UR) (respons tak bersyarat). Dalam kasus ini, keluarnya air liur
adalah UR.
2. Suatu stimulus netral (stimulus yang tidak menimbulkan UR), seperti suara
atau cahaya, disajikan kepada organisme itu tepat sebelum penyajian
makanan US (makanan). Stimulus netral ini dinamakan conditioned stimulus
(CS) (stimulus bersyarat atau terkondisikan).
3. Setelah CS dan US dipasangkan beberapa kali, dengan CS selalu
mendahului US, kemudian diajikan CS saja, dan organisme itu akan
mengeluarkan air liur. Respons air liur ini, yang sama dengan respons
organisme tersebut tersebut terhadap US, kini terjadi saat merespons CS,
yakni suara atau cahaya. Kini kita megatakan bahwa tampak ada conditioned
response (CR) (respons yang bersyarat
atau terkondisikan). Dalam pengkondisian
klasik, US dinamakan penguatan
(reinforcement) karena seluruh prosedur
pengkondisian bergantung kepadanya.
Aplikasi Teori Pavlov
Meskipun eksperimen pengondisian awal dilakukan pada binatang,
prinsip-prinsip pengondisian klasik kemudian ditenggarai dapat menjelaskan
banyak aspek dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya, ilustrasi yang telah
disebutkan sebelumnya tentang bagaimana seseorang dapat mengalami
serangan rasa lapar ketika melihat panah emas McDonald. Penyebab dari reaksi
ini adalah pengondisian klasik: panah yang sebelumnya netral telah menjadi
terasosiasi dengan makanan didalam restoran tersebut (stimulus tidak
terkondisi), yang menyebabkan panah tersebut menjadi stimulus terkondisi yang
memunculkan respons terkondisi, yaitu rasa lapar.
Psikologi Umum II | Oktober 2012 2
3. Pertemuan ke-4
Respons-respons emosional biasanya dipelajari melalui pengondisian
klasik. Misalnya, bagaiman beberapa dari kita mengembangkan rasa takut
kepada tikus, laba-laba dan makhluk lain yang sebenarnya tidak berbahaya?
Dalam studi kasus, psikolog John B. Watson dan kolega Rosalie Rayner (1920)
memperlihatkan bahwa pengondisian klasik adalah akar dari rasa takut dengan
mengkondisikan seorang bayi berusia 11 bulan yang bernama Albert yang takut
pada tikus. “Albert kecil”, sebagaimana kebanyakan bayi, pada awalnya takut
dengan suara keras, namun tidak takut terhadap tikus.
Pada penelitian ini, eksperimenter memperdengarkan
suara yang keras setiap Albert menyentuh tikus putih
dan berbulu. Suara (stimulus tidak terkondisi)
membangkitkan rasa takut (respons tidak terkondisi).
Setelah beberapa kali pemasangan suara dengan tikus,
Albert mulai memperlihatkan rasa takut terhadap tikus
dan menangis setiap kali melihatnya. Tikus tersebut, kemudian, telah menjadi
stimulus terkondisi yang menyebabkan respons terkondisi, rasa takut. Lebih jauh
lagi, efek dari pengondisian ini bertahan lama: lima hari kemudian, Albert
bereaksi dengan tingkat rasa takut yang kurang kebih sama tidak hanya ketika
diperlihatkan seekor tikus, namun juga ketika diperlihatkan objek yang terlihat
mirip dengan tikus yang berwarna putih dan berbulu, termasuk kelinci berwarna
putih, jaket bulu berwarna putih, dan bahkan topeng sinterklas berwarna putih.
(meskipun kita tidak tahu pasti apa yang terjadi dengan Albert kecil yang malang,
sepertinya ia adalah seorang anak yang sakit-sakitan dan meninggal pada usia 5
tahun. Dalam kasus ini, Watson sang ekpserimenter telah dituding menggunakan
prosedur yang berlawanan dengan etika, sehingga cara yang sama tidak boleh
lagi digunakan; Beck, Levinson, & Irons, 2009).
Belajar melalui pengongidisian klasik juga terjadi pada masa dewasa.
Misalnya, Anda mungkin tidak pergi ke dokter gigi sesering seharusnya karena
asosiasi dokter gigi dengan rasa sakit. Pada kasus-kasus yang lebih ekstrem,
pengondisian klasik dapat menyebabkan perkembangan fobia, yang mana
merupakan rasa takut yang intens dan tidak rasional yang akan kita bahas lebih
lanjut pada bab-bab berikutnya dalam buku ini. Misalnya, fobia terhadap
serangga mungkin berkembang pada seseorang yang pernah tersengat lebah.
Fobia terhadap serangga ini dapat sangat parah sehingga orang tersebut takut
untuk meninggalkan rumah. Posttraumatic Stress Disorder (PTSD), yang dialami
Psikologi Umum II | Oktober 2012 3
4. Pertemuan ke-4
oleh beberaoa veteran perang dan mereka yang memiliki pengalaman traumatis,
juga dapat dihasilkan oleh pengondisian klasik. Bahkan bertahun-tahun setelah
bertempur di medan perang, para veteran dapat merasakan takut atau cemas
ketika menghadapi stimulus seperti suara yang keras (Kastelan, et al., 2007;
Kozarick-Kovavic, & Borovecki, 2005; Roberts, Moore, & Bechkam, 2007).
Bagaimanapun, pengondisian klasik juga terjadi pada pengalaman yang
menyenangkan. Misalnya, Anda mungkin memliki kesenangan tersendiri
terhadap aroma parfum atau lotion tertentu karena pikiran tentang cinta pertama
Anda kembali muncul setiap kali Anda menghadapi stimulus tersebut. Atau
mendengarkan sebuah lagu dapat membawa kembali kenangan manis karena
sosiasi yang telah Anda kembangkan di masa lalu. Pengondisian klasik,
kemudian, dapat menjelaskan banyak reaksi yang kita miliki terhadap stimulus
dalam dunia disekitar kita.
B. EDWARD LEE THORNDIKE : KAIDAH EFEK
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan
respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen
yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada
sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di
dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error.
Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error, yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai
respon terhadap berbagai situasi, adalah eliminasi terhadap berbagai respon
yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Menurut Thorndike belajar itu bersifat incremental
(inkremental/ bertahap), bukan insightful (berlangsung ke
pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah-
langkah kecil yang sistematis, bukan langsung melompat ke
pengertian mendalam.
Pemikiran Thorndike mengenai proses belajar yaitu:
1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
• Ketika seseorang siap untuk melakukan suatu tindakan, maka
melakukannya akan memuaskan.
• Ketika sesorang siap untuk melakukan tindakan, maka tidak
melakukannya akan menjengkelkan.
Psikologi Umum II | Oktober 2012 4
5. Pertemuan ke-4
• Ketika seseorang belum siap melakukan suatu tindakan tetapi dipaksa
melakukannya maka melakukannya akan menjengkelkan.
2. Hukum latihan (Law of Exercise)
Artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respons akan semakin
bertambah erat (law of use), jika sering dilatih dan akan semakin berkurang
apabila jarang atau tidak dilatih (law of disuse).
3. Hukum akibat (Law of Effect)
Artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan stimulus - respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan
yang terjadi antara stimulus- respons.
Aplikasi Teori Thorndike
Thorndike percaya bahwa proses belajar berlangsung dari yang
sederhana ke yang rumit (kompleks). Motivasi relatif tidak penting, kecuali
menentukan apa yang merupakan ”keadaan yang memuaskan” untuk
pembelajar. Perilaku pembelajar (mahasiswa) terutama ditentukan oleh penguat
eksternal dan bukan oleh motivasi intrinsik. Situasi belajar harus sebisa mungkin
dibuat menyerupai dunia riil. Dalam hal ini Thorndike percaya bahwa proses
belajar akan ditransfer dari ruang kelas ke lingkungan luar sepanjang dua situasi
itu mirip. Mengajari mahasiswa memecahkan problem sulit tidak selalu
memperkaya kapasitas penalaran mereka. Pertukaran mahasiswa dan magang
adalah model belajar yang menganut paham Thorndike. Proses belajar
eksperiensial (berbasis pengalaman) yang terkait erat dengan lapangan kerja
dan dunia di luar pagar kampus/ sekolah.
C. BURRHUS FREDERICK SKINNER : PENGKONDISIAN OPERAN
Skinner menganggap reinforcement (penguat) merupakan faktor
penting dalan belajar. Skinner membedakan dua (2) jenis
perilaku, yaitu (1) Respondent Behavior (perilaku responden),
adalah perilaku yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang
dikenali; (2) Operant Behavior (perilaku operan), adalah perilaku yang tidak
diakibatkan oleh stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme.
Respons yang tidak terkondisikan (bersyarat) atau unconditioned
response adalah contoh dari perilaku responden karena respons ini ditimbulkan
Psikologi Umum II | Oktober 2012 5
6. Pertemuan ke-4
oleh stimuli yang tidak terkondisikan. Contoh dari perilaku responden adalah
semua gerak refleks, seperti menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutup
mata saat terkena cahaya yang menyilaukan, dan keluarnya air liur saat ada
makanan.
Karya Skinner terfokus pada penempatan subyek dalam situasi yang
dikendalikan dan pada pengamatan perubahan perilaku mereka. Skinner
terkenal karena dia mengembangkan dan menggunakan alat yang lazim disebut
kotak Skinner. Kotak Skinner berisi alat yang sangat sederhana untuk
mempelajari perilaku binatang, biasanya tikus dan merpati. Dalam beberapa
eksperimen yang paling awal yang melibatkan kotak Skinner,
alat itu pertama-tama dibentuk sehingga apabila tikus
tersebut kebetulan menekan baloknya, tikus tersebut akan
mulai sering menekan balok itu, dengan memperoleh butiran
setiap saat. Imbalan makanan itu telah mengkondisikan perilaku tikus tersebut,
yang memperkuat penekanan balok dan memperlemah semua perilaku lain
(seperti berputar-putar mengelilingi kotak tersebut).
Ada dua (2) prinsip umum dalam pengkondisian: (1) Setiap respons yang
diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang; dan (2)
Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata
terjadinya respons operan. Prinsip penguatan menurut Skinner ada 2, yaitu:
1) Primary positive reinforcement (penguatan positif primer)
Ini adalah sesuatu yang secara alamiah memperkuat bagi organisme dan
berkaitan dengan survival, seperti makanan dan minuman.
2) Primary negatif reinforcer (penguat negatif primer)
Adalah sesuatu yang membahayakan secara tidak alamiah bagi organisme,
seperti suara yang amat tinggi atau setrum listrik.
Punishment (hukuman) terjadi ketika suatu respons
menghilangkan sesuatu yang positif dari situasi atau
menambahkan sesuatu yang negatif. Hukuman adalah mencegah
pemberian sesuatu yang diharapkan organisme, atau memberi
organisme sesuatu yang tidak diinginkannya. Dalam hal ini Skinner menentang
penggunaan hukuman adalah bahwa hukuman itu dalam jangka panjang tidak
akan efektif. Hukuman hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman hukuman
dihilangkan, tingkat perilaku akan kembali ke level semula. Jadi hukuman sering
Psikologi Umum II | Oktober 2012 6
7. Pertemuan ke-4
kelihatannya sangat berhasil padahal ia sebenarnya hanya menghasilkan efek
temporer.
Aplikasi Teori Skinner
Prinsip-prinsip kondisioning operan dapat menjelaskan banyak sekali
misteri mengapa seseorang berlaku seperti apa adanya, dan mengapa, terlepas
dari segala macam seminar mengenai motivasi yang telah mereka ikuti atau
hadiri, atau juga setelah membuat resolusi tahun baru, mereka tetap mengalami
kesulitan untuk berubaj menjadi seperti yang mereka harapkan. Bila, dalam
dunia kerja dan rumah tangga masih tetap dipenuhi oleh reinforcement ,
hukuman, maupun stimulus diskriminan yang lama (bos yang selalu menggerutu,
pasangan yang tidak responsif, kulkas yang senantiasa penuh dengan makanan
berkalori tinggi), setiap respons terbaru yang telah diperoleh dapat saja gagal
untuk tergeneralisasi.
Untuk membantu orang mengubah perilaku dan kebiasaan yang tidak
diharapkan, berbahaya ataupun merugikan diri sendiri, para ahli dalam aliran
behaviorisme telah menggunakan prinsip-prinsip kondisioning operan di luar
konteks laboratorium dan juga dalam dunia yang lebih luas, seperti dalam kelas,
lapangan atletik, penjara, rumah sakit jiwa, rumah perawatan, atau panti, tempat
rehabilitasi, penitipan anak, pabrik, dan perusahaan.
Penggunaan teknik-teknik kondisioning operant dalam
latar belakang dunia nyata ini sering kali disebut
sebagai modifikasi perilaku (behaviour modification-
juga dikenal sebagai analisis perilaku terapan).
Modifikasi perilaku telah mencapai kisah sukses yang luar biasa (Kazdin,
2001). Para ahli behaviourisme telah mengajarkan orangtua bagaimana melatih
kemampuan mengatur perilaku buang air anak-anaknya hanya dalam beberapa
sesi (Azrin & Foxx, 1974). Mereka telah melatih orang dewasa yang mengalami
gangguan kejiwaan maupun yang memiliki keterbelakangan mental untuk
berkomunnikasi, menggunakan pakaian secara mandiri, dan juga berbaur secara
sosial dengan orang lain dan juga mendapatkan pelerjaan dan penghasilan
mereka sendiri (Lent, 1968; McLeod, 1985). Mereka telah mengajarkan kepada
pasien dengan kerusakan otak untuk mengukur perilaku yang kurang tepat,
memusatkan perhatian mereka dan meningkatkan kemampuan berbahasa
mereka (McGlynn, 1990). Mereka telah mengembangkan program-program yang
Psikologi Umum II | Oktober 2012 7
8. Pertemuan ke-4
efektif untuk pada anak yang menderita autisme untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan sosial, bahasa dan akademiknya (Green,
1996,a,b). mereka telah membantu orang-orang yang menghilangkan segala
kebiasaan yang tidak diinginkan seoertu merokok dan mengigit kuku, atau
menghasilkan kebiasaan baru yang diharapkan, seperti berlatih bermain piano
ataupun belajar.
Meskipun demikian, ketika orang-orang berupaya untuk mengaplikasikan
prinsip-prinsip kondisioning pada masalah di tempat-tempat umum, usaha
mereka sering kali gagal. Mereka mungkin saja tidak memiliki pemahaman yang
kuat mengenai prinsip-psinsip perilaku; misalnya saja, mereka mungkin saja
menunda pemberian penghargaan terlalu lamam atau memberikan partial
reinforcement atas perilaku yang tidak diharapkan. Dan satu yang harus diingat
adalah bahwa baik hukuman dan reinforcement perilaku, memiliki keterbatasan
masing-masing.
D. ALBERT BANDURA: BELAJAR SOSIAL – KOGNITIF SOSIAL
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan
pengkondisian. Bandura menambahkan konsep belajar sosial
(social learning). Teori ini perkembangan dari teori behavioral
tetapi lebih mengarah ke aspek kognitif. Ia mempermasalahkan
peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum
behaviorisme tradisional menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada
maknanya, dipasangkan dengan lambang atau obyek yang punya makna
(pengkondisian klasik).
Albert Bandura mengadopsi suatu pendirian yang cukup berbeda. Teori
kognisinya sosialnya menjelaskan fungsi psikologis dalam kondisi triardic
reciprocal determinan. Sistem ini mengasumsikan bahwa tindakan manusia
adalah hasil dari interaksi antara tiga (3) variabel, yaitu lingkungan, perilaku, dan
manusia. “Manusia” yang dimaksud oleh Bandura diaplikasikan secara umum,
walaupun tidak eksklusif, seperti faktor kognitif; yaitu memori, antisipasi,
perencanaan, dan penilaian. Oleh karena manusia memiliki atau melakukan
restrukturisasi pada lingkungan mereka, yaitu kognisi merupakan sebagian hal
yang menentukan kejadian apa yang diperhatikan oleh seseorang, nilai-nilai apa
yang mereka letakkan pada kejadian tersebut, dan bagaimana mereka
mengorganisasikan kejadian tersebut untuk digunakan di masa depan.
Psikologi Umum II | Oktober 2012 8
9. Pertemuan ke-4
Walaupun kognisi mempunyai dampak kausal yang kuat pada lingkungan dan
perilaku, tetapi kognisi bukanlah sebuah entitas yang otonom atau bersifat
independen dari kedua variabel lainnya.
Triardic reciprocal determinan direpresentasikan secara sistematis; B
mengimplikasikan perilaku (behavior), E
merepresentasikan lingkungan eksternal (external
environtment), dan P merepresentasikan manusia itu
sendiri (person), termasuk gender, kedudukan sosial,
ukuran, penampilan fisik yang menarik dari orang tersebut, tetapi lebih
ditekankan pada faktor kognitif, seperti pikiran, memori, penilaian, insight, dan
lain-lain.
Pembelajaran Observasional
Pembelajaran observasional disebut juga dengan imitasi
atau modeling, yaitu pembelajaran yang dilakukan ketika
seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.
Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi
dapat mengeliminasi pembelajaran trial dan error yang membosankan. Dalam
banyak kasus, pembelajaran observasional membutuhkan lebih sedikit waktu
ketimbang pengkondisian operan.
Model pembelajaran observasional kontemporer Bandura, memfokuskan
pada proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional, yaitu :
a) Atensi (perhatian), sebelum anak dapat meniru tindakan model, mereka
harus memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model sehingga
model harus memiliki sejumlah karakteristik agar dapat diperhatikan oleh
anak seperti orang yang hangat, kuat dan ramah. Anak juga lebih mungkin
memperhatikan model berstatus tinggi ketimbang model berstatus rendah.
Contohnya: orang tua merupakan model berstatus tinggi dimata anak.
b) Retensi, untuk meniru tindakan dari model maka anak harus dapat
menyimpannya di dalam ingatan (memori). Retensi anak akan meningkat jika
model atau orang tua memberikan demonstrasi atau contoh yang hidup dan
jelas.
c) Produksi, anak mungkin memperhatikan model dan mengingat apa yang
mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dan kemampuan geraknya, mereka
tidak bisa meniru perilaku model. Misalnya seorang anak 13 tahun yang
Psikologi Umum II | Oktober 2012 9
10. Pertemuan ke-4
menyaksikan pemain basket Michael Jordan yang melakukan shoot dengan
sempurna. Tetapi anak itu tidak mampu meniru apa yang dilakukan model
tersebut sehingga diperlukan belajar, berlatih dan berusaha dapat membantu
murid untuk meningkatkan kinerja motor mereka.
d) Motivasi, meski anak memperhatikan, mengingat dan memiliki kemampuan
untuk dapat meniru tindakan model, tetapi sering kali tidak termotivasi untuk
melakukannya.
• Modeling
Inti dari pembelajaran melalui proses observasi adalah modeling.
Modeling meliputi menambahi atau mengurangi suatu perilaku yang diobservasi
dan menggeneralisasi dari satu observasi ke observasi yang lainnya. Modeling
meliputi proses kognitif dan bukan sekedar melakukan imitasi. Modeling lebih
dari sekedar mencocokkan perilaku dari orang lain, melainkan
merepresentasikan secara simbolis suatu informasi dan mneyimpannya untuk
digunakan di masa depan.
Pembelajaran Aktif
Bandura meyakini bahwa perilaku manusia yang kompleks dapat
dipelajari saat seseorang memikirkan dan mengevaluasi konsekuensi perilaku
mereka. Konsekuensi dari respon ini memiliki setidaknya tiga (3) fungsi, yaitu:
• Konsekuensi dari respons memberikan kita informasi mengenai dampak
perilaku kita.
• Konsekuensi dari respon-respon memotivasi perilaku kita yang bersifat
antisipasi, yaitu bahwa kita mampu secara simbolik merepresentasikan
pencapaian di masa depan dan bertindak sesuai dengan hal tersebut.
• Konsekuensi dari respons berfungsi untuk menguatkan perilaku.
Pembelajaran terjadi lebih efisien saat pihak yang belajar terlibat secara
kognitif dalam situasi belajar, dan mengerti perilaku apa yang mendahului
respon-respon yang berhasil.
Aplikasi Teori Albert Bandura
Bandura secara dramatis mendemontrasikan kemampuan model untuk
menstimulasi belajar dalam suatu eksperimen klasik. Dalam penelitian ini, anak
muda melihat sebuah film tentang seorang dewasa yang dengan brutal memukul
Psikologi Umum II | Oktober 2012 10
11. Pertemuan ke-4
permainan pukul setinggi 5 kaki yang disebut dengan
boneka Bobo (Bandura, Ross&Ross, 1963a, 1963b).
kemudian, anak tersebut diberikan kesempatan untuk
bermain dengan boneka Bobo tersebut, dan dapat
dipastikan bahwa kebanyakan anak akan memperlihatkan
perilaku yang sama, bahkan pada beberapa kasus meniru
perilaku agresif tersebut secara hampir identik.
Tidak hanya perilaku negatif yang diperoleh melalui belajar observasional.
Dalam suatu eksperimen misalnya, seorang anak yang takut kepada anjing
dihadapkan pada seorang model--yang merupakan anak yang tidak punya rasa
takut—yang sedang bermain dengan seekor anjing (Bandura, Grusec &
Menlove, 1967). Setelah penghadapan ini, besar kemungkinan observer akan
mendekati seekor anjing asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hergenhahn, B.R., & Olson, M.H. (2008). Theories of Learning (Teori Belajar).
(Terjemahan). Jakarta: Prenada Media Group
King, L.A. (2010). Psikologi Umum, Sebuah Pandangan Apresiatif. Buku 1.
Jakarta: Salemba Humanika
Wade, Carol., & Tavris, Carol. (2007). Psikologi Edisi Kesembilan (Terjemahan).
Jakarta: Penerbit Erlangga
Feldman, Robert S. (2012). Pengantar Psilologi “Understanding Psychology”
(Terjemahan). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Psikologi Umum II | Oktober 2012 11