2. اًن ْ
سُح ِهْيَدِلَاوِب َان َ
سْنِ ْ
اْل َانْيَّصَوَو
…“dan kami telah mewasiatkan kepada manusia agar berbakti terhadap kedua orang
tuanya.” (QS. Al-Ankabut: 8).
َّل َ
َسو ِهْيَلَع ُ َّ
َّللا ىََّلص َّيِبَّنال ُتْلَأ َ
س َلاَق ٍدوُع ْ
َسم ِنْب ِ َّ
َّللا ِدْبَع ْنَع
ِ َّ
َّللا ىَلِإ َُّبحَأ َِلمَعْال ُّيَأ َم
ىَلَع ُة َ
َلَّصال َلاَق
ِب َ
س يِف ُدَاهِجْال َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق ِنْيَدِلَاوْال ُّرِب َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق َاهِتَْقو
ِب يِنَثَّدَح َلاَق ِ َّ
َّللا ِيل
ُهُتْدَزَت ْ
اس ْوََلو َّنِه
يِنَدَازَل
.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya kepada nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi:
‘Kemudian amal apa lagi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada
kedua orang tua.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa
lagi? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad di jalan Allah’. (Setelah
menyampaikan hadits ini) Abdullah nin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Telah
disampaikan kepadaku dari Rasuluullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hal-hal ini, seandainya
aku menambah pertanyaan (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentu akan
ditambahkan kepadaku jawaban lainnya” (HR.Bukhari)
Imam Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam hanya menyebutkan tiga perkara ini?
Karena, tiga perkara ini merupakan poros dari ketaatan-ketaatan kepada yang lainnya
3. Makna Birrul Walidain
Birrul walidain : berbudi pekerti yang baik kepada walidain (kedua orang tua). Al-
Birr dimaknai husnul khuluq (budi pekerti yang baik) berdasarkan hadits An-Nawasi Ibn Sim’an Al-
Anshari yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang makna al-birr dan al-
itsm; dia berkata,
ُّرِبْال َلاَقَف ِمْثِ ْ
َاْلو ِرِبْال ْنَع َمَّل َ
َسو ِهْيَلَع ُ َّ
َّللا ىََّلص ِ َّ
َّللا َلو ُ
سَر ُتْلَأ َ
س
ْثِ ْ
َاْلو ِقُلُخْال ُن ْ
سُح
َتْهِرََكو َكِرَْدص يِف َكَاح َام ُم
ُاسَّنال ِهْيَلَع َعِلََّطي ْنَأ
“Saya bertanya pada Rasul tentang arti al-Bir dan al-Itsm. Maka (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam) menjawab: “Al-Birr adalah budi pekerti yang baik. Sedangkan al-Itsm adalah apa
yang muncul di hatimu, dan kamu sendiri tidak senang tatkala manusia mengetahuinya.” (HR.
Muslim).
Maka, makna birrul walidain sekurang-kurangnya mencakup sikap: al-ihsaanu ilaihima (berbuat baik
kepada keduanya), al-qiyaamu bi huquuqihima (menegakkan hak-hak keduanya), iltizaamu
thaa’atihima (komitmen mentaati keduanya), ijtinaabu isaa-atihima (menjauhi perbuatan yang
menyakiti keduanya), dan fi’lu maa yurdhiihimaa (melakukan apa-apa yang diridhai keduanya).
4. Fadhlu Birril Walidain (Keutamaan Birrul Walidain)
1. Birrul walidain termasuk amal yang dicintai Allah Ta’ala.
َمَّل َ
َسو ِهْيَلَع ُ َّ
َّللا ىََّلص َّيِبَّنال ُتْلَأ َ
س َلاَق ٍدوُع ْ
َسم ِنْب ِ َّ
َّللا ِدْبَع ْنَع
ِ َّ
َّللا ىَلِإ َُّبحَأ َِلمَعْال ُّيَأ
ىَلَع ُة َ
َلَّصال َلاَق
ِب َ
س يِف ُدَاهِجْال َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق ِنْيَدِلَاوْال ُّرِب َلاَق ٌّيَأ َّمُث َلاَق َاهِتَْقو
ِب يِنَثَّدَح َلاَق ِ َّ
َّللا ِيل
َزَل ُهُتْدَزَت ْ
اس ْوََلو َّنِه
يِنَدا
.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya kepada nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi:
‘Kemudian amal apa lagi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada kedua
orang tua.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa lagi? Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad di jalan Allah’. (Setelah menyampaikan hadits ini)
Abdullah nin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Telah disampaikan kepadaku dari Rasuluullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hal-hal ini, seandainya aku menambah pertanyaan (kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentu akan ditambahkan kepadaku jawaban lainnya” (HR.Bukhari)
5. 2. Birrul walidain menjadi sebab diampuninya dosa besar.
َّىِبَّنال ىَتَأ
-
وسلم عليه هللا صلى
-
َع ًابْنَذ ُتْبَصَأ ىِنِإ ِ َّ
َّللا َلو ُ
سَر َاي َلاَقَف
ْلَه َلاَق ٍةَبْوَت ْنِم ىِل َْلهَف اًميِظ
ٍم
ُ
أ ْنِم َكَل
.
َل َلاَق
.
ٍةَالَخ ْنِم َكَل ْلَه َلاَق
.
ْمَعَن َلاَق
.
اَهَّرِبَف َلاَق
Seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
berkata, “Sesungguhnya aku telah melakukan satu dosa yang sangat besar. Apakah aku bisa
bertaubat?” Beliau balik bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” ia
menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau masih memiliki bibi (saudari
ibu)?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR. Tirmidzi)
3. Birrul walidain menjadi salah satu sebab dipanjangkannya umur dan ditambahnya
rizki.
ِهْيَدِلَاو َّرَبَيْلَف ِهِقْزِر ىِف ُهَل َدَازُيَو ِهِرْمُع ىِف ُهَل َّدَمُي ْنَأ ُهَّر َ
س َْنم
َُهمِحَر ْلِصَيَْلو
“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambah rezekinya, maka hendaklah ia
berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim” (HR. Ahmad)
6. 4. Birrul walidain adalah bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menjadi sebab teraihnya
keridhaan.
ِدِلَاوْال َُةيِصَْعم ِ َّ
َّللا َُةيِصَْعمَو ،ِدِلَاوْال ُةَاعَط ِ َّ
َّللا ُةَاعَط
“Taat kepada Allah (salah satu bentuknya) adalah taat kepada orang tua. Durhaka terhadap Allah (salah
satu bentuknya) adalah durhaka kepada orang tua” (HR. Thabrani)
ِدِلَاوْال ِطَخ َ
س ىِف ِبَّرال ُطَخ َ
َسو ِدِلَاوْال اَضِر ىِف ِبَّرال اَضِر
“Keridhaan Tuhan ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Tuhan ada pada kemurkaan orang
tua” (HR. Tirmidzi)
5. Birrul walidain adalah salah satu amal yang menghantarkan ke surga.
,
« ُهُفْنَأ َمِغَر َّمُث ُهُفْنَأ َمِغَر َّمُث ُهُفْنَأ َمِغَر
»
.
َلاَق ِ َّ
َّللا َلو ُ
سَر َاي َْنم َليِق
«
َْنم
َامِهْيَلِك ْوَأ َامَُهدَحَأ ِرَبِكْال َدْنِع ِهْيَدِلَاو َكَرْدَأ
َةَّنَجْال ِلُخَْدي ْمَل َّمُث
»
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang
masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk
surga.” (HR. Muslim)
ُهْظَفْاح ِوَأ َابَبْال َكِلَذ ْعِضَأَف َتْئِش ْنِإَف ِةَّنَجْال ِبَاوْبَأ ُط َ
سْوَأ ُدِلَاوْال
“Orang tua adalah paling pertengahan dari pintu-pintu surga. Jika kamu mau, sia-siakanlah pintu itu
(kau tidak mendapat surga) atau jagalah ia (untuk mendapatkan pintu surga itu).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu
7. Sikap dan akhlak wujud Birrul walidain
1. al–muhafadhatu ‘alal qaul (memelihara tutur kata)
Seorang anak hendaknnya menjaga dan memelihara tutur katanya di hadapan orang tua, terlebih
terhadap mereka yang sudah berusia lanjut; jangan sampai perkataan atau perbuatannya
menyinggung perasaan mereka
َّنَغُلْبَي اَّمِإ ۚ اًنا َ
سْحِإ ِنْيَدِلَاوْالِبَو ُهاَّيِإ َّ
لِإ واُدُبْعَت َّ
لَأ َكُّبَر ٰ
ىَضََقو
ُهَُدحَأ َرَبِكْال َكَدْنِع
ٍف
ُ
أ َامُهَل ْلُقَت َ
َلَف َامُه َ
َلِك ْوَأ َام
َ
َلو
اًميِرَك ً
لْوَق َامُهَل ْلَُقو َامُهْرَهْنَت
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra, 17: 23)
8. 2. al-khafdhul janaah (merendahkan ‘sayap’, yakni bersikap sopan).
Gestur seorang anak hendaknya menunjukkan sikap merendahkan diri kepada kedua
orangtuanya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan mereka agar keduanya dikasihi
Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
ِغَص يِنَايَّبَر َامَك َامُهَْمحْرا ِبَر ْلَُقو ِةَمْحَّرال َنِم ِلُّالذ َحَانَج َامُهَل ْ
ضِفَْاخو
ًاري
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil’” (QS. Al-Isra, 17: 24)
9. 3. at-tha’atul mushahabah (taat dan akrab)
Seorang anak hendaknya menanamkan ketaatan dan keakraban terhadap kedua orang tuanya.
Manakala terpaksa harus tidak mentaatinya pun—karena perintah keduanya mengarah kepada
kemaksiatan—sikap mushahabah (keakraban) tetap harus dijaga.
َاصَو ۖ َامُهْعِطُت َ
َلَف ٌمْلِع ِهِب َكَل َسْيَل َام يِب َكِر ْ
شُت ْنَأ ٰ
ىَلَع َكَادَهَاج ْنَِإو
وُرَْعم َايْنُّالد يِف َامُهْبِح
َليِب َ
س ْعِبََّاتو ۖ اًف
َونَُلمْعَت ْمُتْنُك َامِب ْمُكُئِبَن
ُ
أَف ْمُكُعِجْرَم َّيَلِإ َّمُث ۚ َّيَلِإ َابَنَأ َْنم
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. Luqman, 31:15)
10. 4. tsabatul birri ba’da wafatihima (tetap berbakti setelah keduanya wafat).
Kita tetap berkewajiban berbakti kepada kedua orang tua meski keduanya telah wafat. Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah Ta’ala memberikan kesempatan kepada manusia untuk
memiliki simpanan amal kebaikan setelah wafatnya yang dapat diperoleh diantaranya dari
anak-anaknya yang shaleh dan shalehah.
ُهَازْجُي َّمُث ٰ
ىَرُي َفْو َ
س َُهيْع َ
س َّنََأو ٰ
ىَع َ
س َام َّ
لِإ ِان َ
سْنِ ْ
ْلِل َسْيَل ْنََأو
ٰ
ىَفْوَ ْ
اْل َءَازَجْال
…“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian
akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna…” (QS. An-Najm ayat,
53: 39-41)
ٍمْلِعَو ٍةَيَِارج ٍةََقدَص ْنِم ٍةَث َ
َلَث ْنِم َّ
لِإ ُهَُلمَع َعَطَقْنا ُان َ
سْنِ ْ
اْل ََاتم اَذِإ
ِلَاص ٍدََلوَو ِهِب ُعَفَتْنُي
ُهَل وُعَْدي ٍح
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shaleh” (HR. Muslim)
11. Kisah Nabi Ibrahim a.s
Nabi Ibrahim mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya berseberangan dengan Nabi
Ibrahim a.s. Tetapi beliau tetap menunjukan sikap birrul walidain . Dalam menegur ayahnya, beliau
menggunakan kata-kata yang santun dan lemah lembut.
ِتَبَأ َاي ِهيِبَ ِ
ْل َلاَق ْذِإ اًّيِبَن اًقيِدِص َانَك ُهَّنِإ ۚ َميِهاَرْبِإ ِبَاتِكْال يِف ْرُكْذَاو
َي َ
ل َام ُدُبْعَت َمِل
ْنَع يِنْغُي َ
َلو ُرِصْبُي َ
َلو َُعم ْ
س
َك
ِص َكِدْهَأ يِنْعِبَّاتَف َكِتَْأي ْمَل َام ِمْلِعْال َنِم يِنَءَاج ْدَق يِنِإ ِتَبَأ َاي اًئْي َ
ش
َ
ل ِتَبَأ َاي اًّيِو َ
س اًاطَر
َّنِإ ۖ َانَطْي َّ
الش ِدُبْعَت
َّرال َنِم ٌابَذَع َك َّ
َسمَي ْنَأ ُافَخَأ يِنِإ ِتَبَأ َاي اًّيِصَع ِن َٰمْحَّرلِل َانَك َانَطْي َّ
الش
َطْي َّ
لشِل َونَُكتَف ِن َٰمْح
اًّيِلَو ِان
“Ceritakanlah (Hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada
bapaknya; ‘Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang
kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya
aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku,
sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah,
maka kamu menjadi kawan bagi syaitan’” (QS. Maryam, 19 : 41- 45)
12. Kisah Sa’ad bin Abi Waqash
Kisahnya telah disebutkan sebelumnya; Sa’ad bin Abi Waqash menerapkan bagaimana birrul
walidain kepada orangtuanya yang musyrik dengan tetap mempertahankan keimanan kepada
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama Islam,
ibunya mempengaruhinya agar dia keluar dari Islam, sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak
muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam jika Sa’ad tidak
keluar dari Islam, maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang
lembut Sa’ad merayu ibunya , “Jangan kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tetap tidak
akan meninggalkan agama ini walau apapun resikonya”. Tidak bosan-bosannya Sa’ad
menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan
lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya.