Dokumen tersebut membahas tentang surga dan neraka. Allah menciptakan surga dan meminta Jibril melihatnya, setelah itu Allah menutupi surga dengan hal-hal yang tidak disukai manusia sehingga tidak ada yang ingin masuk. Demikian pula dengan neraka, Allah menutupinya dengan hal-hal yang disukai manusia sehingga semua orang akan masuk neraka.
3. Ketika Allah menciptakan surga Dia berfirman kepada Jibril: ”Pergi
dan lihatlah surga.” Maka Jibril pergi dan melihatnya. Kemudian ia
datang dan berkata: ”Demi keagunganMu ya Rabb, tidak
seorangpun yang mendengar perihal surga melainkan pasti ingin
memasukinya.” Kemudian Allah lapisi surga dengan al-makaarih (hal-
hal yang tidak disukai manusia) lalu Allah berfirman: ”Hai Jibril, pergi
dan lihatlah surga.” Maka Jibril pergi dan melihatnya. Kemudian ia
datang dan berkata: ”Demi keagunganMu ya Rabb, sungguh aku
khawatir tidak seorangpun bakal ingin memasukinya.” Ketika Allah
menciptakan neraka Dia berfirman kepada Jibril: ”Pergi dan lihatlah
neraka.” Maka Jibril pergi dan melihatnya. Kemudian ia datang dan
berkata: ”Demi keagunganMu ya Rabb, tidak seorangpun yang
mendengar perihal neraka bakal mau memasukinya.” Kemudian Allah
lapisi neraka dengan asy-syahawaat (hal-hal yang disukai manusia) lalu
Allah berfirman:
”Hai Jibril, pergi dan lihatlah neraka.” Maka Jibril pergi dan melihatnya.
Kemudian ia datang dan berkata: ”Demi keagunganMu ya Rabb,
sungguh aku khawatir tidak akan ada orang yang bakal lolos dari api
neraka.” (HR Abu Dawud)
4. DOSAKESEHARIAN
• Besar dan kecilnya dosa dimata Allah tidak mesti di karenakan dosa
tersebut termasuk kategori dosa besar atau kategori dosa kecil,
sesungguhnya besar dan kecilnya dosa sangat bisa ditentukan oleh
sikap, perilaku dan pelaku dosa itu sendiri.
• 1. Meremeh – remehkan dosa
• 2. Merasa aman terhadap siksa Allah
• 3. Merasa senang atau beruntung dengan dosa itu
• 4. Dosa yang dilakukan terus menerus “Rasulullah saw telah
bersabda: “Berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia
berkumpul dalam diri seseorang akan dapat membinasakannya.”
(HR Ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath). Seorang sahabat
Rasulullah berkata, “Tidak dianggap dosa kecil jika terus menerus
dan tidak dianggap dosa besar jika disertai dengan istighfar.”
(Ucapan ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas ra berdasarkan atsar
yang saling menguatkan satu dengan yang lain (ithaf as-sa ’adah al-
muttaqin 10/687).
5. • 5. Meng-ekspos dosa “Rasulullah saw bersabda: ”Seluruh umatku akan
dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam dosa (al
mujahirun), termasuk terang-terangan dalam dosa ialah seorang hamba
yang melakukan dosa dimalam hari lalu Allah menutupinya ketika pagi,
namun ia berkata: “Wahai fulan aku tadi malam telah melakukan
perbuatan begini dan begini !” (HR Muslim).
• 6. Pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan atau dikenal
keshalihannya “Allah berfirman:
• ُۡمهَرٰـَثاَءَو ْاوُمَّدَق اَم ُبُت ۡڪَنَو ٰىَت ۡوَمۡٱل ِى ۡحُن ُن ۡحَن اَّنِإ
• “Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang
mereka tinggalkan.” (Yasin:12)
• 7. Merasa tidak apa – apa “Sesuatu perkara mungkar yang mungkin
karena telah biasa dan banyak dilakukan orang sehingga dianggap bukan
dosa lagi. Misalnya, berdusta saat bersenda gurau atau yang seperti
banyak nampak di televisi, cupika cupiki dan peluk – pelukan dengan
yang bukan muhrimnya. Dan pelakunya tampak tenang – tenang saja.
Sikap seperti ini sangat berbahaya karena cenderung menganggap halal
apa yang telah diharamkan Allah.
• ََلَو ِر ِخَ ۡٱۡل ِم ۡوَيۡٱلِب ََلَو ِ َّٱَّللِب َونُنِم ۡؤُي ََل َِينذَّلٱ ْاوُلِتٰـَقُُُلوَُُرَو ُ َّٱَّلل َمَّرَح اَم َونُم ِمرَحُي
• “Dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan
RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah)
”. (At Taubah : 29).
6. • 1. Berjabatan tangan dengan yang bukan Mahrom,
• Berjabat tangan yang dimaksud adalah antara pria dan pria, wanita dan
wanita. Adapun berjabat tangan dengan lawan jenis, maka ada hukum
yang berbeda antara sesama mahram dan yang bukan mahram.
• Dalil-dalil yang melarang berjabat tangan dengan non mahram.
• ‘Urwah bin Az Zubair berkata bahwa ‘Aisyah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam– berkata,
• ُسَر ىَلِإ َن ْرَجاََ اَِْإ َُاتنِمْؤُمْال ِتَناَكِ َّاَّلل ِلو-عليه هللا صلى
وسلم-َّلَج َو َّزَع ِ َّاَّلل ِل ْوَقِب َّنَحَتْمُي(َج اَِْإ ُّىِبَّنال اَهُّيَأ اَيَكَءا
ْشُي ََل ْنَأ ىَلَع ََكنْعِياَبُي َُاتنِمْؤُمْالَي ََل َو اًئْيَش ِ َّاَّللِب َنْك ِرَنْق ِرْس
َينِن ْزَي ََل َو)ِةَياآل ِر ِآخ ىَلِإ.ِئاَع ْتَلاَقِم اََْهِب َّرَقَأ ْنَمََ ُةَشَن
َك َو ِةَنْحِمْالِب َّرَقَأ ْدَقََ ِتَانِمْؤُمْالِ َّاَّلل ُلوُسَر َان-عليه هللا صلى
وسلم-َّنِهِل ْوَق ْنِم َكِلَِْب َن ْرَرْقَأ اَِْإِ َّاَّلل ُلوُسَر َّنُهَل َلاَق-
وسلم عليه هللا صلى-«ْعَياَب ْدَقََ َنْقِلَطْناَّنُكُت».َم ِ َّاَّلل َو ََل َوا
ِ َّاَّلل ِلوُسَر ُدَي ْتَّسَم-وسل عليه هللا صلىم-ُّطَق ٍةَأَرْام َدَي.
ِمَالَكْالِب َّنُهُعِياَبُي ُهَّنَأ َْريَغ–َقُةَشِئاَع ْتَلا–ََْخَأ اَم ِ َّاَّلل َو
ِ َّاَّلل ُلوُسَر-وسلم عليه هللا صلى-َسِِّنال ىَلَعاَمِب ََّلِإ ُّطَق ِاء
َر ُّفَك ْتَّسَم اَم َو ىَلاَعَت ُ َّاَّلل ُهَرَمَأِ َّاَّلل ِلوُس-عليه هللا صلى
َ ُ ُّ ََ َ َ َ
7. • “Jika wanita mukminah berhijrah kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mereka diuji dengan firman Allah Ta’ala (yang
artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-
perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa
mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak
akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12). ‘Aisyah pun berkata,
“Siapa saja wanita mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka ia
berarti telah diuji.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
berkata ketika para wanita mukminah mengikrarkan yang
demikian, “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat kalian”.
Namun -demi Allah- beliau sama sekali tidak pernah menyentuh
tangan seorang wanita pun. Beliau hanya membaiat para wanita
dengan ucapan beliau. ‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali
sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah
pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat, beliau hanya
membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat
kalian.” (HR. Muslim no. 1866).
8. Mahramdalamislam
• Diri kita
• 1. Anak kandung
• 2. Saudara laki laki
• 3. Saudara saudara bapak kandung seperti paman.
• 4. Saudara saudara ibu kandung seperti paman dari fihak ibu.
• 5. Anak laki dari saudara laki, ponakan kandung laki.
• 6. Anak laki dari saudara perempua, ponakan laki dari saudara pr.
• 7.ibu susuan, anak laki laki yang disusukan bagi si wanita ini berarti
mahram bagaikan anak asli.
• 8. Saudara laki laki sesusuan.
• 9. Ibu ibu istri ( Mertua baik laki maupun pr).
• 10. Anak laki laki tiri, yang kita sdh berhubungan intim dg bapaknya.
• 11. Menantu Laki laki bisa menjadi mahrom, karena tdk bisa nikah dg ibu.
• Dengan Muhrom diatas maka dibolehkah berjabatan tangan dengannya.
9. • Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
• ِم ٍطَيْخِمِب ٍلُجَر ِسْأَر يَِ َنَعْطُي ْنَألَأ ْنِم ُهَل ٌْريَخ ٍديِدَح ْنْن
ُهَل ُّل ِحَت َل ًةَأَرْام َّسَمَي
• “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh
lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan
mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211.
• Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini
sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan tersebut, walau
hadits tersebut dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama
lainnya.
10. • 2. LAKI-LAKI MENYERUPAI WANITA ATAU SEBALIKNYA.
• Di antara fitrah yang disyariatkan oleh Allah kepada hambanya yaitu agar
laki-laki menjaga sifat kelelakiannya seperti yang telah diciptakan Allah.
Dan wanita agar menjaga sifat kewanitaannya seperti yang diciptakan
Allah. Hal ini merupakan faktor penting, sehingga manusia hidup dengan
normal.
• Laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki
adalah menyalahi fitrah, membuka pintu kerusakan serta menyebarkan
kepincangan dalam tatanan hidup masyarakat. Hukum semua perbuatan
itu adalah haram.
• Dalam hadits marfu’ riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma disebutkan,
• “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/332.)
• Dalam hadits lain Ibnu Abbas juga meriwayatkan,
• “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang bertingkah
laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki”(
Hadts riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/33333)
• Penyerupaan yang dimaksud bersifat umum. Misalnya melakukan gerakan
anggota tubuh, dalam berbicara, dalam berjalan, dan seluruh gerak diam.
• Termasuk, di dalamnya cara berpakaian dan berdandan. Laki-laki tidak
dibolehkan memakai kalung, gelang, anting, gelang kaki dan sebagainya.
Ironisnya, ini yang banyak kita saksikan, sebab semua itu merupakan
perhiasan wanita.
11. • Demikian juga sebaliknya, wanita tidak diperbolehkan memakai
pakaian yang khusus digunakan oleh laki-laki. Misalnya kemeja,
baju atau pakaian khusus untuk pakaian pria lainnya. Masing-
masing hendaknya menjaga perbedaan jenisnya, dengan memakai
pakaian yang sesuai dengan fitrahnya. Dalil yang mewajibkan hal
tersebut adalah hadits marfu’ riwayat Abu Hurairah,
• “Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita
yang memakai pakaian laki-laki.”( Hadits riwayat Abu Dawud,
4/355; Shahihul Jami’, 5071.)
12. • 3. WANITA KELUAR RUMAH DENGAN PARFUM DAN LEWAT DIHADAPAN
LAKI-LAKI YANG BUKAN MAHRAM.
• Inilah kebiasaan yang menjadi fenomena umum di kalangan wanita.
Keluar rumah dengan menggunakan parfum yang wanginya menjelajahi
segala ruang. Hal yang menjadikan laki-laki lebih tergoda karena umpan
wewangian yang menghampirinya.
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam amat keras memperingatkan
masalah tersebut. Beliau bersabda,
• “Perempuan mana pun yang menggunakan parfum kemudian melewati
suatu kaum agar mereka mencium wanginya, maka dia seorang pezina.”(
Hadits riwayat Ahmad, 4/418; Shahihul-Jami’, 105.)
• Dalam masalah ini, syari’at Islam amat keras. Perempuan yang telah
terlanjur memakai parfum, jika hendak keluar rumah, ia diwajibkan mandi
terlebih dahulu seperti mandi jinabat, bahkan meski tujuannya ke masjid.
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
• “Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid,
(dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak
diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat.”( Hadits riwayat
Ahmad, 2/444; Shahihul Jami’, 2073.)
13. • 4. LAKI-LAKI ATAU WANITA YANG MENYAMBUNG RAMBUTNYA DENGAN
RAMBUT MANUSIA ATAU RAMBUT PALSU LAINNYA.
• Asma’ binti Abu Bakar berkata, seorang wanita datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam Wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya mempunyai anak perempuan yang pernah terserang
campak sehingga rambutnya rontok, kini ia mau menikah, bolehkah aku
menyambung (rambut)nya?” Rasulullah menjawab,
• “Allah melaknat perempuan yang menyambung (rambut) dan yang
meminta disambungkan rambutnya.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1676.)
• Dan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
• “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang wanita menyambung (rambut)
kepalanya dengan sesuatu apapun.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1679.)
• Termasuk dalam hal ini adalah mengenakan sanggul dan wig palsu yang
biasanya dipasangkan oleh perias-perias yang salon-salon mereka penuh
dihiasi dengan berbagai kemungkaran.
• Termasuk perbuatan haram ini adalah memakai rambut palsu
sebagaimana banyak dilakukan orang-orang yang tidak memiliki moral,
baik dari kalangan artis, bintang film, pemain drama teater, dan
sebagainya.
14. • 5. LAKI-LAKI MEMAKAI PERHIASAN EMAS.
• Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
• “Dihalalkan atas kaum wanita dari umatku sutera dan emas, (tetapi
keduanya) diharamkan atas kaum lelaki mereka.”( Hadits marfu’ dari Abu
Musa Al-Asy’ari, riwayat Imam Ahmad, 4/393; Shahihul Jami’, 207.)
• Saat ini, di pasar atau di toko-toko banyak kita jumpai barang-barang
konsumsi laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata,
kancing baju, pena, rantai, medali, dan sebagainya dengan kadar emas
yang berbeda-beda.
• Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, maka serta
merta beliau mencopot lalu membuangnya. Kemudian beliau bersabda,
• “Salah seorang dari kamu sengaja (pergi) ke bara api, kemudian
memakainya (mengenakannya) di tangannya! “Setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pergi, kepada lelaki itu dikatakan, “Ambillah
cincinmu itu dan manfaatkanlah !” Ia menjawab, “Demi Allah, selamanya
aku tidak akan mengambilnya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah membuangnya.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1655.)
15. • 6. BERHUTANG DENGAN NIAT TIDAK MEMBAYAR.
• Dalam pandangan Allah, hak-hak hamba sangat besar nilainya. Seseorang
bisa saja bebas dari hak Allah hanya dengan taubat, tetapi tidak demikian
hal-nya dengan hak antara sesama manusia -yang belum terselesaikan-
kelak akan diadili pada hari yang utang-piutang tidak dibayar dengan dinar
atau dirham, tetapi dibayar dengan pahala atau dosa. Mengenai hak antar
sesama manusia, Allah berfirman,
• ََۡأ ٰٰٓىَلِإ ِتٰـَنٰـَمَ ۡٱأل ْاوُّدَؤُت نَأ ۡمُكُرُمۡأَي َ َّٱَّلل َّنِإُك ۡحَت نَأ ِاسَّنٱل َنۡيَب مُت ۡمَكَح اَِْإ َو اَهِلْاوُم
ِۚلۡدَعۡٱلِب
• “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerima.” (An-Nisa: 58).
• Mudah dalam berutang akan menyeret seseorang pada kebiasaan
menunda-nunda pembayaran atau malah mengakibatkan hilangnya barang
orang lain.
• Memperingatkan akibat perbuatan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
• “Barangsiapa mengambil (berutang) harta manusia dan ia ingin
melunasinya, niscaya Allah akan melunaskan utangnya. Dan barangsiapa
mengambil (berutang) dengan keinginan untuk merugikannya (tidak
membayar), niscaya Allah akan benar-benar membinasakannya.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 5/54.)
16. • Banyak orang meremehkan soal hutang-piutang, mereka menganggapnya
masalah sepele, padahal di sisi Allah utang-piutang merupakan masalah
yang besar. Bahkan hingga seorang syahid yang memiliki berbagai
keistimewaan yang agung, pahala yang besar dan derajat yang tinggi,
tidak lepas dari urusan hutang-piutang.
• 7. WANITA BEPERGIAN TANPA MAHRAM.
• Dalam Ash-Shahihain, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam,
• “Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan
mahramnya.”( Hadits riwayat Muslim, 2/977.)
• Ketentuan di atas berlaku untuk semua bentuk safar (bepergian), bahkan
termasuk di dalamnya pergi haji.
• Perhatikanlah betapa tegas aturan syariat Islam dalam soal mahram.
Untuk menjadi mahram dalam perjalanan disyaratkan adanya empat hal:
Muslim; baligh; berakal dan laki-laki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
bersabda,
• “.. bapaknya, anaknya, suaminya, saudara laki-lakinya atau mahram dari
wanita tersebut.”(Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 11/26.)
17. • 8. KHALWAT (BERDUAAN) DENGAN WANITA YANG BUKAN
MAHRAM.
• Syetan amat giat dalam menebarkan fitnah dan menjerumuskan
manusia kepada yang haram. Karena itu, Allah mengingatkan kita
dengan firmanNya,
• ٰـَطَّۡيشٱل ِتٲَوُطُخ ْاوُعِبَّتَت ََل ْاوُنَماَء َِينذَّلٱ اَہُّيَأٰٰٓـَيِإَف ِنٰـَطَّۡيشٱل ِتٲَوُطُخ ۡعِبَّتَي نَمَو ِنَُُّنُرُمۡأَي ۥ
َِركنُمۡٱلَو ِٰٓءاَش ۡحَفۡٱلِب
• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syetan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah syetan maka
sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan
mungkar.” (An-Nur: 21)
• Kemudian syetan masuk kepada anak Adam melalui aliran darah. Di
antara cara-cara syetan dalam menjerumuskan manusia ke dalam
perbuatan keji adalah khalwat dengan wanita bukan mahram.
Karenanya, syari’at Islam menutup pintu tersebut, sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
• “Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita, kecuali pihak
ketiganya adalah syetan.”( Hadits riwayat At-Turmudzi, 3/474; lihat
Misykatul Mashabih, 3188.)
18. • Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
• “Sungguh hendaknya tidak masuk seorang laki-laki dari kamu,
setelah hari ini kepada wanita yang tidak ada bersamanya (suami
atau mahramnya), kecuali bersamanya seorang atau dua orang laki-
laki”( Hadits riwayat Muslim, 4/1711.)
• 9. MINTA DITHALAK SUAMI TANPA SEBAB YANG DIBOLEHKAN
SYARA’
• Ketika terjadi sedikit percekcokan dengan suami, banyak di antara
para istri yang langsung mengambil jalan pintas, minta cerai. Ada
juga perceraian itu disebabkan sang suami tak mampu memberi
nafkah seperti yang diinginkan istri.
• Padahal, terkadang keputusan itu diambil hanya karena pengaruh
dari sebagian keluarganya atau tetangga yang memang hendak
merusak keluarga orang lain. Bahkan tak jarang yang menantang
sang suami dengan kata-kata yang menegangkan urat leher.
Misalnya, kalau kamu memang laki-laki, ceraikan saya.
19. • Dalam sebuah hadits marfu’ riwayat Tsauban radhiallahu ‘anhu
disebutkan:
• “Siapa saja wanita yang minta diceraikan oleh suaminya tanpa
alasan yang dibolehkan, maka haram baginya bau Surga.”( Hadits
riwayat Ahmad, 5/277; dalam Shahihul Jami’ , hadits no. 2703.)
• Hadits marfu’ lain riwayat Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu
menyebutkan,
• “Sesungguhnya wanita-wanita yang melepaskan dirinya dan
memberikan harta kepada suaminya agar diceraikan, mereka
adalah orang-orang munafik.”( Hadits riwayat Ath-Thabrani,
17/339, dalam Shahihul Jami’, hadits no. 1934.)
• Adapun jika memang ada sebab-sebab yang dibolehkan menurut
syara’, seperti: Suaminya suka meninggalkan shalat; Suka minum-
minuman keras dan narkotika; Memaksa istrinya berbuat haram;
Suka menyiksanya dan menolak memberikan hak-hak istri; Tidak
lagi mau mendengar nasihat dan tak berguna lagi upaya ishlah
(perbaikan), maka tidak mengapa bagi sang istri meminta cerai,
sehingga ia tetap dapat memelihara diri dan agamanya.
20. • 10. MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN SAUDARA MUSLIM LEBIH
DARI TIGA HARI
• Di antara langkah syetan dalam menggoda dan menjerumuskan
manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama
umat Islam.
• Ironisnya, banyak umat Islam yang terpedaya mengikuti langkah-
langkah syetan itu. Mereka menghindar dan tidak menyapa
saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan syara’.
Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi
buruk lainnya.
• Terkadang putusnya hubungan tersebut berlangsung terus hingga
setahun. Bahkan ada yang bersumpah untuk tidak mengajaknya
berbicara selama-lamanya atau bernadzar untuk tidak menginjak
rumahnya. Jika secara tak sengaja berpapasan di jalan, ia segara
membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis, ia hanya menyalami
orang yang sebelum dan sesudahnya, dan sengaja melewatinya.
21. • Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
• “Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan
saudara (sesama muslim) lebih dari tiga hari. Barangsiapa
memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal, maka ia masuk
Neraka.”( HR. Abu Dawud, 5/215; Shahihul Jami’, 7635.)
• Abu Khirasy Al-Aslami radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
• “Barangsiapa memutuskan hubungan dengan saudaranya selama
setahun maka ia seperti mengalirkan darahnya.”( HR.Al Bukhari, Al-
Adabul Mufrad, no.406; Shahihul Jami’ 6557.)
• Dalam hadits riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
• “Semua amal manusia diperlihatkan (kepada Allah) pada setiap
Jum’at (setiap pekan) dua kali: hari Senin dan hari Kamis. Maka
setiap hamba yang beriman diampuni (dosa-nya) kecuali hamba
yang antara dirinya dengan saudaranya ada permusuhan.”
Difirmankan kepada malaikat: “Tinggalkanlah atau tangguhkanlah
(pengampunan untuk) dua orang ini, sehingga keduanya kembali
berdamai.”( HR. Muslim, 4/1988.)
22. • Jika salah seorang dari keduanya bertaubat kepada Allah, ia harus
bersilaturrahmi kepada kawannya dan kemudian memberi salam.
Jika ia telah melakukannya, tetapi sang kawan menolak, maka ia
telah lepas dari tanggungan dosa. Adapun kawannya yang menolak
damai, maka dosa ini tetap ada padanya.
• Abu Ayyub radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
• “Tidak halal bagi seorang laki-laki memutuskan hubungan
saudaranya lebih dari tiga malam. Saling berpapasan tapi yang ini
membuang muka dan yang itu (juga) membuang muka. Yang
terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam.”( HR. Al-
Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/492.)
23. • Tetapi jika ada alasan yang dibenarkan, seperti karena ia
meninggalkan shalat atau terus-menerus melakukan maksiat,
sedang pemutusan hubungan itu berguna bagi yang
bersangkutan, misalnya membuatnya kembali kepada
kebenaran atau membuatnya merasa bersalah, maka
pemutusan hubungan itu hukumnya menjadi wajib. Tetapi bila
tidak mengubah keadaan dan ia malah berpaling, tidak boleh
memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak
membuahkan maslahat tetapi malah mendatangkan madharat.
Dalam keadaan seperti ini, sikap yang benar adalah terus-
menerus berbuat baik dengannya, menasehati dan
mengingatkannya.( Seperti hajr (pemutusan hubungan) yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada Ka’ab
bin Malik dan dua kawannya, karena beliau melihat dalam hajr
tersebut terdapat maslahat. Sebaliknya beliau menghentikan
hajr kepada Abdullah bin Ubay bin Salul dan orang-orang
munafik lainnya, karena hajr kepada mereka tidak membawa
faedah. (Ibnu Baz). )