2. POKOK PEMBAHASAN
2
1. Arah Pembangunan Kesehatan dalam RPJMN 2020-2024
2. Tantangan Pembangunan Kesehatan
3. Kebijakan Anggaran Kesehatan
4. Transformasi Sistem Kesehatan Nasional
5. Isu dan Strategi Peningkatan Pembiayaan Kesehatan
4. 4
4
Pembangunan kesehatan 2020-2024 yang diarahkan RPJMN
Sasaran pokok bidang yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan
*diidentifikasi Bappenas sebagai sulit dicapai
Visi
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui jaminan kesehatan nasional, khususnya penguatan pelayanan kesehatan
primer dengan peningkatan upaya promotif dan preventif yang didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
A. Meningkatkan
kesehatan ibu, anak,
keluarga berencana
dan kesehatan
reproduksi
B. Mempercepat
perbaikan gizi
masyarakat
C. Meningkatkan
pengendalian penyakit
D. Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (GERMAS)
E. Memperkuat sistem
kesehatan &
pengendalian obat dan
makanan
1. Angka kematian ibu (AKI)
(per100.000 kelahiran
hidup)*
2. Angka kematian bayi (AKB)
(per 1000 kelahiran hidup)
3. Persentase imunisasi dasar
lengkap pada anak usia 12-
23 bulan*
6. Insidensi HIV (per
1.000 penduduk
yang tidak terinfeksi
HIV)
7. Insidensi
tuberkulosis (per
100.000 penduduk)*
8. Eliminasi malaria
(kab/kota)
4. Prevalensi stunting
(pendek dan sangat
pendek) pada balita
(%)*
5. Prevalensi wasting
(kurus dan sangat
kurus) pada balita
(%)
9. Persentase merokok
penduduk usia 10-18
tahun*
10.Prevalensi obesitas
pada penduduk usia
> 18 tahun (persen)*
5. 5
Pembagian Kewenangan antara Kemenkes (Pusat) dengan Daerah
Berdasarkan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
1. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kewenangan Pusat : Penetapan standar deteksi dini, pencegahan dan pengendalian penyakit Pengelolaan
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular berpotensial wabah dan penyakit tidak menular skala nasional,
dan Pengelolaan karantina kesehatan skala nasional.
2. Pelayanan Kesehatan Primer dan Rujukan
Kewenangan Pusat : Penyelenggaran upaya kesehatan dan rujukan nasional, pengaturan akreditasi standarisasi
Faskes, dan penerbitan izin RS Kelas A dan Penanaman Modal Asing.
3. SDM Kesehatan
Kewenangan Pusat : Pengaturan dan penetapan standar kompetensi, sertifikasi dan registrasi Nakes skala nasional,
penetapan penempatan dokter spesialis bagi daerah yang tidak diminati dan tidak mampu.
4. Obat dan Perbekalan Kesehatan
Kewenangan Pusat : Penyediaan obat, vaksin, alat kesehatan, dan suplemen kesehatan program nasional.
7. Belum sesuai target
Sesuai target
Evaluasi Bidang Kesehatan
7
Eliminasi malaria sudah (Kab/Kota)
Prevalensi HIV/AIDS (% dari jumlah penduduk)
Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
Prevalensi wasting, % dari jumlah penduduk
Kualitas obat-obatan di Puskemas
BEBERAPA CAPAIAN TARGET KESEHATAN BELUM OPTIMAL
305
300
0,33%
24
17,7%
98%
346
300
<0,5%
32
19,6%
94%
CAPAIAN TARGET Ke-2 tertinggi
beban TB di dunia
(2020)
Prevalensi TB per 100.000 penduduk
% Kab/Kota cakupan ≥ 80% Imunisasi Dasar Lengkap
% prevalensi stunting (dari jml penduduk)
% penduduk merokok usia 10-18 tahun
puskesmas dengan 5 jenis Nakes
Rasio Dokter Umum per 1.000 penduduk
Rasio tempat tidur RS per 1.000 penduduk
Kab/Kota minimal punya 1 RS terakreditasi nasional
257
85,4%
30,8 %
9,1%
1.618
0,52
1,3
201
245
95%
28%
8,7%
5.600
1,12
2,0
481
Keterangan:
73% jmlh kematian
disebabkan oleh
penyakit tidak
menular, lebih
tinggi daripada
Asia Tenggara dgn
rata-rata 60%
Ke-2 tertinggi
angka kematian
ibu di ASEAN
(2015), per
100,000 kelahiran
hidup
Ke-5 tertinggi
angka kematian
bayi di ASEAN
(2015) per 100,000
kelahiran hidup
Ke-5 tertinggi
preval. stunting di
ASEAN (2019)
39% dari populasi
umur 15 tahun ke
atas merokok–
prevalensi tertinggi
di ASEAN (2020)
0,4 dokter untuk
setiap 1,000 Warga
Negara Indonesia
Rata2 Asia 20: 1,2
Rata2 OECD: 3,2
0 dokter di 50%
Puskesmas di
Maluku dan Papua
600ribu – 1juta
WNI berobat ke
luar negeri per
tahunnya
KOMPARASI DENGAN LUAR NEGERI/DAERAH:
Sumber: WHO Global TB Report (2020), Kemenkes (2021), dan Bappenas (2021)
8. Tantangan Pembangunan Kesehatan & Target Reformasi Sistem Kesehatan
8
Sumber: PER World Bank (2020), Hasil Kajian Taskforce Kesehatan DJA (2020), Kemenkes (2021), dan Kajian Bappenas (2021)
Ketidaksiapan Faskes – Rasio TT Indonesia 1,18 per
1.000 penduduk (Rata2 Asia: 3,3, dan OECD: 4,8),
target Reform SKN: 2,0 per 1.000 penduduk.
29.28% RS di Indonesia masih belum memenuhi
standar ketersediaan sarana, prasarana dan alat
kesehatan, termasuk untuk penyakit katastropik
Angka Kematian Ibu per 100.000 kelahiran hidup :
305 (Target: 346), dan Angka Kematian Bayi (AKB) per
1000 kelahiran hidup : 24 (Target : 32)
Penguatan Layanan Primer dan Rujukan Pemenuhan dan Pemerataan SDM Kesehatan
Rasio ketersediaan doktor di Indonesia 0,4 per 1.000
penduduk (Rata2 Asia: 1,2, dan OECD: 3,2), target
Reform SKN: 1,12 per 1.000 penduduk.
Sebanyak 515 nakes gugur di masa pandemi covid-19
(2020 – Agt 2021)
Distribusi tidak merata (7,7% puskesmas tanpa dokter)
Hanya 31,9% Puskesmas dengan ketersediaan 9 jenis
nakes, target Reform SKN: 83% Puskesmas.
50 % Puskesmas di Wilayah Timur (Maluku & Papua)
tidak memiliki dokter
• Program pemerataan terbatas (mengandalkan program
afirmasi Pemerintah pusat (NS, PDGS, PPDS, PPDGS),
namun cakupannya masih terbatas
• Program afirmasi berdampak positif, namun kontinuitas
kurang terjaga
• Keikutsertaan SDM Kesehatan dalam program
peningkatan kapasitas masih rendah, terutama klinik
swasta
• Kapasitas Fakultas Kedokteran terbatas
• Biaya pendidikan dokter relatif tinggi
Kemandirian Produksi Farmasi dan Alkes Dalam Negeri
Ketidaksiapan farmalkes – obat-obatan bahan medis,
vaksin, dan alkes, bergantung pada impor (>90%
bahan baku obat masih diimpor, Alkes produk DN
berteknologi rendah seperti jarum suntik)
Health Security dan Pengendalian Penyakit
Sistem Pencegahan Lemah – Screening test, tracing &
tracking, sistem surveilans penyakit, dan kapasitas
laboratorium masih belum memadai (pemeriksaan
specimen dibawah standar WHO yaitu 1/1000 penduduk,
kapasitas tes tidak merata per daerah/terpusat di Jawa)
9. 9
Tantangan Pembangunan Kesehatan Lainnya
1
Sumber: NK RAPBN TA 2022, Kemenkes (2021), Public Expenditure Review (Bank Dunia, 2020)
Percepatan penanganan Covid-19 dan
produksi vaksin Covid-19 dalam negri
TANTANGAN LAINNYA (KEMENTERIAN KESEHATAN) YANG PERLU DIATASI
2
Tata Kelola SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan data
masih per program, manual, dan sasaran program tidak
tepat (Target: digitalisasi dan terpadu, satu data kesehatan)
Kontribusi pemda dalam
PBI JKN (ketersediaan
anggaran Pemda)
Penguatan peran JKN
dalam pandemi Covid-
19 dan peningkatan
mutu layanan
Integrasi Sistem Informasi
Kesehatan (SIK) antara Kemenkes
dengan BPJS Kesehatan dan BPJS-TK
Sumber: Menkeu dan DJA (Catatan dalam Penilaian Usulan DaOps BPJS Kes, 2021), Public Expenditure Review (Bank Dunia, 2020)
PROGRAM JKN DALAM RANGKA UNIVERSAL HEALTH COVERAGE (UHC) PERLU DILAKUKAN
IMPROVEMENT MESKIPUN CAKUPANNYA SUDAH LUAS
Upaya pengendalian peningkatan penyakit
Katastropik tidak menular (stroke, jantung, diabetes,
Kanker, dsb) yang dalam jangka panjang akan terus
menjadi beban pembiayaan besar bagi program JKN
Sistem Surveilans masih fragmented,
belum berbasis lab (Target: terpadu,
real-time, berbasis lab)
Ketersediaan Faskes - masyarakat yang
dibiayai negara (PBI JKN) mendapatkan
akses layanan kesehatan (di daerah T3P)
Penataan dan pengendalian paket manfaat
kesehatan dan pembayaran RS yg tdk
dibatasi (inline dengan KDK Kemenkes)
Penetapan premi JKN sesuai perhitungan
aktuaria dan out-of-pocket/OOP masih tinggi
Antisipasi dampak kenaikan anggaran dan rencana kerja
pelaksanaan kegiatan atas penataan manfaat kesehatan
dalam program JKN (beberapa manfaat/penyakit akan
menjadi tanggung jawab Kemenkes (misalnya: TBC)
Perluasan cakupan peserta JKN pada
sektor PPU-BU dan PBPU
Faskes primer dan farmalkes perlu peningkatan dalam tes
diagnostik dasar, obat-obatan esensial, serta pedoman
diagnostik dan perawatan
11. DUKUNGAN ANGGARAN PEN KLASTER KESEHATAN 2021
11
• Penyerapan Earmarking TKDD Penanganan Covid-19 masih
rendah, perlu dioptimalkan dengan intercept yang
dilakukan Pemerintah Pusat.
• Pembayaran Klaim 2021 Pembayaran Klaim 2021 mencapai
Rp33,84T ( 516.245 pasien pd 9.277 faskes) dan pembayaran
tunggakan 2020 sebesar Rp13,41 T (220.211 pasien pada
3.463 faskes)
Tunggakan 2020 yang lain akan terus diproses dan klaim yang
masih dispute akan difasilitasi Tim Penyelesaian Klaim Dispute
(TPKD) Pusat-Provinsi.
• Penambahan Supply Vaksin (242,36 juta dosis telah
didistribusikan dari 220,71 juta dosis * yang telah dirilis)
Realisasi belanja pengadaan vaksin Rp23,83 T
• Realisasi Insentif nakes pusat 2021 mencapai Rp8,58 T (1.2
juta nakes) dan santunan kematian Rp240,4 M (468 nakes).
Untuk tunggakan 2020 Rp1,48 T sudah dibayar Rp1,47 T utk
226.472 nakes.
Triliun Rp
PROGRAM PAGU REAL %
Diagnostik (Testing & Tracing) 4.50 3.09 68.7
Therapeutic 87,99 62.01 70.5
a.l. - Biaya Klaim Perawatan 63.51 45.83 72.2
- Insentif & Santunan Nakes 18.94 14.47 76.4
- Obat Covid 1.19 0.71 59.7
Vaksinasi 57.75 26.60 46.1
a.l. Pengadaan Vaksin 47.61 24.13 50.7
Pelaksanaan Vaksinasi 6.97 2.45 35.2
Penelitian Lab Covid-19 0.67 0.02 2.3
BNPB 1.99 0.99 50.0
Komunikasi 0.50 0.21 41.2
Sarpras Lab Covid-19 1.59 0.45 28.2
Penebalan PPKM 0.79 0.51 65.5
Bantuan Iuran JKN PBPU 2.43 1.44 59.2
Insentif Perpajakan Kesehatan 20.85 8.56 41.1
Alokasi BOK untuk Tracing/APD 3.30 2.01 60.9
Penanganan Covid Lainnya di Daerah 32.60 21.16 58.2
TOTAL 214.96 127.05 59.1
*Termasuk hibah
Realisasi Klaster Kesehatan masih perlu didorong khususnya pada
komunikasi, pengadaan vaksinasi serta penanganan covid-19 pada
tingkat daerah
Realisasi Kluster Kesehatan mencapai Rp127,05 T atau 59,1% dari Pagu Rp214,96 T
Sumber: Kemenkeu, 12 Nov 2021
12. 12
BELANJA NEGARA 2022 UNTUK MENDUKUNG BERBAGAI AGENDA REFORMASI
SDM DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
TRANSFORMASI EKONOMI UNTUK MEMPERKUAT DAYA SAING
PENINGKATAN KUALITAS SDM/ HUMAN CAPITAL
Mendukung pelaksanaan reformasi sumber daya manusia, antara lain melalui:
1. Melanjutkan reformasi pendidikan, yang difokuskan pada pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing.
2. Akselerasi reformasi kesehatan menuju sistem kesehatan yang terintegrasi dan handal (efektivitas Program
JKN serta penguatan health security preparedness).
3. Akselerasi reformasi menuju sistem perlindungan sosial sepanjang hayat dan handal melalui integrasi data
dan program serta perlinsos yang adaptatif (jaring pengaman sosial untuk automatic stabilizer). MENDUKUNG
AKSELERASI
PERTUMBUHAN
EKONOMI DAN
REFORMASI
STRUKTURAL
1. Mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasional dan
kegiatan sejalan dengan cara kerja baru dan pemanfaatan TIK dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.
2. Pengembangan infrastruktur untuk pelayanan dasar dan untuk mendukung peningkatan produktifitas secara
selektif, efisien, dan efektif.
3. Pemberian Subsidi yang lebih tepat sasaran dalam rangka menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat,
khususnya golongan miskin dan rentan.
4. Pemenuhan kewajiban Pemerintah serta dukungan terhadap pembangunan infrastruktur di daerah.
5. Antisipasi dan mitigasi risiko fiskal dalam pelaksanaan APBN, bencana, dan kegiatan mendesak lainnya.
6. Peningkatan harmonisasi belanja KL dengan TKDD dan Pembiayaan Investasi melalui penugasan
Pemerintah
13. 13
Kebijakan Anggaran Kesehatan
92.2 109.2 113.6
172.3
326.4
256.0
2017 2018 2019 2020 Outlook
2021
APBN
2022
(Rp triliun)
Anggaran Kesehatan (2017-2022)
PERKEMBANGAN ANGGARAN KESEHATAN
Pemerintah melaksanakan komitmen pemenuhan Anggaran Kesehatan sekurang-kurangnya 5% dari APBN
1. Anggaran Kesehatan 2022 Rp256,0 T Belanja K/L 42,2%,
Non K/L 31,7% dan TKDD 26,1%
2. Berpotensi meningkat mengikuti perkembangan
penanganan Covid-19
Sejak TA 2016 s.d sekarang, Pemerintah secara konsisten
mengalokasikan Anggaran Kesehatan minimum 5%
terhadap APBN sesuai yang diamanatkan UU No. 36/2009
tentang Kesehatan. Anggaran Kesehatan TA 2022
dialokasikan Rp256,0 T (9,4% dari APBN).
Dalam periode 2017-2021, anggaran kesehatan
mengalami pertumbuhan diantaranya dipengaruhi oleh
kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam rangka mewujudkan cakupan kesehatan semesta.
Pertumbuhan anggaran yang cukup tinggi di tahun 2020
dan 2021 juga disebabkan tingginya alokasi Pemerintah
untuk berbagai kegiatan penanganan pandemi Covid-19
(antara lain untuk klaim pasien, insentif nakes, vaksinasi,
sarpras kesehatan, dan lainnya).
Anggaran Kesehatan 2022 dialokasikan melalui:
Belanja Pemerintah Pusat Rp106,4 T pada 5 K/L
(Kemenkes, BPOM, BKKBN, Kemenhan, dan Polri)
Belanja TKDD Rp67,7 T melalui DAK Fisik bidang
Kesehatan dan KB, DAK Non Fisik (BOK dan BOKB),
serta earmark TKDD (DAU/DBH, DID, dan Dana Desa)
Belanja Non K/L Rp81,1 T untuk Jaminan Kesehatan
bagi PNS/Polri/TNI, Bantuan Iuran JKN bagi peserta
PBPU dan BP Kelas III, serta antisipasi belanja
penanganan Covid-19.
14. 14
Lanjutan Penanganan Covid-19
Jaminan Kesehatan Nasional
Penguatan Kualitas Layanan Kesehatan
• PBI-JKN (96,8 juta jiwa)
• JKN untuk ASN
Tenaga Kesehatan
(pendidikan/pelatihan)
Rumah Sakit pelayanan
kesehatan bergerak, alkes, obat,
ambulance; RS Kemenkes &
TNI/Polri (PNBP/BLU)
Penyakit dan imunisasi (TB, HIV)
Peningkatan Pengendalian
Penyakit & Imunisasi
Peningkatan kualitas dan
Distribusi Nakes
• Penyelesaian program
vaksinasi 2021 dan antisipasi
vaksinasi lanjutan (K/L dan
Pemda)
Kebijakan Pemanfaatan Anggaran Kesehatan 2022
• Antisipasi penanganan
kesehatan lainnya
Peningkatan Layanan Kesehatan di
Daerah Tertinggal, Perbatasan dan
Kepulauan Terluar (DTPK)
• Bantuan Iuran JKN PBPU/ BP
Kelas III
Sarpras dan operasional
kesehatan daerah (DAK Fisik, BOK
dan BOKB)
Dukungan penurunan stunting
(makanan tambahan dan
imunisasi rutin ibu hamil/balita)
Penguatan komunikasi,
edukasi, dan pengawasan
protokol kesehatan pasca
vaksinasi
1
2
3
Reformasi Sistem Kesehatan
4
ARAH REFORMASI KESEHATAN UNTUK SISTEM KESEHATAN YANG TERINTEGRASI DAN HANDAL
Melanjutkan penanganan Covid-19, penguatan kualitas kesehatan, dan reformasi sistem kesehatan
15. 15
PRIORITAS PEMANFAATAN ANGGARAN KESEHATAN 2022
Output Prioritas Pemanfaatan Anggaran Kesehatan 2022
Cakupan peserta PBI-JKN 96,8
juta jiwa
Penugasan tenaga kesehatan ke daerah tertinggal
5.200 orang
Pengujian obat, kosmetik, dan suplemen
kesehatan 60.340 sampel
Penyediaan bantuan operasional kesehatan
(BOK) untuk 10.260 Puskesmas dan bantuan
operasional KB untuk 6.036 balai
penyuluhan KB
Peningkatan Sarpras dan Alkes di 3.439 Puskesmas
Penyediaan Makanan Tambahan (PMT) bagi
• 126 ribu ibu hamil kurang energi kronis
(KEK) dan 126 ribu balita kurus oleh pusat
• 410.270 ibu hamil KEK dan 756.714 balita
kurus oleh daerah
Cakupan lokasi fokus penanganan
stunting 514 kab/kota
Keluarga dengan baduta yang
mendapatkan fasilitasi dan pembinaan
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
8,1 juta keluarga
Layanan pengendalian penyakit TB 434 layanan
17. 17
TRANSFORMASI SISTEM KESEHATAN NASIONAL 2021-2024
5 RPJMN dan 6 Pilar Transformasi
Visi
Sejalan dengan visi Presiden untuk mewujudkan masyarakat yangsehat, produktif, mandiri dan berkeadilan
Meningkatkankesehatan ibu,
anak, keluarga berencana
dan kesehatanreproduksi
Mempercepat perbaikan gizi
masyarakat
Memperbaiki
pengendalianpenyakit
Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat(GERMAS)
Memperkuat sistem
kesehatan& pengendalian
obat dan makanan
Kategori
program
utama
Enabler
mendasar
Hasilsistem
kesehatan
Edukasi
penduduk
Pencegahan
primer
Mis.,
Vaksinasi dan
Imunisasi
Pencegahan
sekunder
Mis.,
pemeriksaan
penyakit kronis
Meningkatkan
akses dan
kualitas
layanan
sekunder &
tersier
Transformasi sistem
pembiayaan
kesehatan
Menjamin transparansidan efektivitas
pendanaan untuk sistem, dan akses yang
adil bagi setiap segmen populasi
Transformasi SDM
Kesehatan
Mempercepat ketersediaan, kualitas dan
distribusi SDM bidang kesehatan lintas
sistem kesehatan
Transformasi teknologi
kesehatan
Mempercepat adopsi teknologi dan solusi
kesehatan digital, meningkatkan pengambilan
keputusan berdasarkan data
Transformasi layanan primer 2 Transformasi
layanan
rujukan
3 Transformasi sistem
ketahanan kesehatan
4
1,86 T
5 6
a
Meningkatkan
Ketahanan
sektor
farmasi &
alat
kesehatan
b
Memperkuat
ketahanan
tanggap
darurat
1
a b
Meningkatkan
kapasitas dan
kapabilitas
layanan
primer
18. Transformasi Layanan Primer
Transformasi Layanan Rujukan
Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan
Untuk memperkuat pelayanan kesehatan dasar melalui:
Penguatan fungsi promotif dan preventif
Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan
Puskesmas
Penguatan pengendalian penyakit
1
2
4
LANGKAH UTAMA TRANSFORMASI SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Sebagai upaya penguatan sistem kesehatan dalam jangka menengah dan panjang
Untuk peningkatan kapasitas RS melalui:
Peningkatan rasio tempat tidur dan sarpras lainnya
Peningkatan kualitas layanan dan akreditasi RS
Peningkatan pelayanan kesehatan di DTPK melalui
pelayanan kesehatan bergerak (flying health care atau RS
terapung)
Transformasi Ketahanan Kesehatan
3
Untuk menciptakan resiliensi dalam menghadapi ancaman krisis
kesehatan melalui:
Peningkatan kemandirian farmasi dan alkes
Penguatan ketahanan tanggap darurat
Integrasi pembiayaan kesehatan (universal health coverage)
antara pemerintah dan swasta
Penguatan dan pengembangan berbagai skema dalam
rangka pembiayaan kesehatan yang lebih efektif dan efisien
Penguatan Pembiayaan Kesehatan pada Kegiatan Promotif
dan Preventif
Transformasi SDM Kesehatan
5
Pemenuhan dan pemerataan SDM Kesehatan
Peningkatan kualitas melalui penguatan pendidikan,
peningkatan kompetensi dan pelatihan SDM Kesehatan
Redistribusi ke DTPK
Transformasi Teknologi Kesehatan
6
Integrasi dan Pengembangan Sistem Data Kesehatan
Pengembangan Telemedicine serta digitalisasi layanan
Posyandu, Puskesmas, dan RS
Pengembangan Ekosistem Teknologi Kesehatan
19. ISU DAN STRATEGI PEMBIAYAAN
KESEHATAN
5
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK 19
20. ISU STRATEGIS PEMBIAYAAN KESEHATAN
20
1. Adanya tantangan pembangunan kesehatan dan eskalasi kebutuhan biaya kesehatan:
a. “Unfinished agenda” seperti penurunan kematian ibu, mengatasi stunting pada balita, serta belum efektifnya imunisasi (misal:
outbreak difteri)
b. Meningkatnya Penyakit Tidak Menular (PTM) mengikuti penuaan struktur umur penduduk;
c. Terjadinya pandemi wabah penyakit menular (Covid-19) di seluruh dunia
d. peran penting lintas sektor yang selama ini belum digerakkan secara maksimal
2. Indonesia dipandang belum cukup memobilisasi potensi ekonominya untuk membiayai kesehatan (underspending for health).
3. Selama ini pembiayaan lebih bersifat “program specific driven” yang bersifat vertikal, atau “input specific driven” - terbatas
misalnya pada SDM saja, RS saja, obat saja, dll.
4. Pembiayaan bias pada UKP (Upaya Kesehatan Perorangan). Parsialisme dan fragmentasi telah mendorong dominasi UKP dalam
belanja kesehatan, sementara UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan PSK (Pengelolaan Sistem Kesehatan) termarginalisasi.
5. Pembiayaan kesehatan kurang komprehensif, tidak secara menyeluruh dan sinkron untuk mencukupi biaya pengobatan,
pencegahan, dan penguatan sistem yang diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan.
6. Adanya miskonsepsi tentang UHC. Universal Health Coverage (UHC) adalah konsep komprehensif dengan tujuan agar semua penduduk
mendapat akses terhadap pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk akses pada lingkungan kesehatan yang layak
(WHO). Jadi UHC berarti adanya akses semua penduduk terhadap pelayanan UKP dan UKM sekaligus. Namun, konsep tersebut direduksi
menjadi asuransi kesehatan dalam implementasinya.
7. Kemampuan kapasitas fiskal daerah terbatas. Setelah berlakunya UU-23/2014 (tentang pembagian urusan pemerintah) dan keluarnya
PP-18/2016 (tentang standar organisasi perangkat daerah) dan PP- 2/2018 (tentang SPM), tanggung jawab daerah semakin besar dalam
membiayai kesehatan. Namun analisis fiskal daerah mengungkapkan bahwa kemampuan fiskal daerah sangat terbatas.
21. STRATEGI PENINGKATAN PEMBIAYAAN KESEHATAN
21
1. Meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah untuk membiayai kesehatan (APBN dan APBD):
Kapasitas fiskal APBN untuk kesehatan: melalui “earmarked” pajak rokok untuk kesehatan dengan alasan bahwa konsumsi rokok
menyebabkan gangguan kesehatan (berbiaya mahal). Apabila pajak rokok di-“earmarked” untuk kesehatan, maka harus ada sektor lain
yang dikurangi alokasinya. Untuk menghindari “displacement effect” tersebut, salah satu cara adalah menaikkan cukai rokok dan
penerimaan dari kenaikan tersebut di-“earmarked” untuk kesehatan. Hal yang sama perlu ditelaah untuk minuman/makanan yang
menggunakan bahan pemanis.
Kapasitas APBD untuk kesehatan: Salah satu penerimaan dalam APBD adalah Dana Bagi Hasil (DBH) dari cukai rokok, yaitu yang
disebut DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau). Pada tahun 2017 penerimaan cukai rokok adalah Rp 149,9 triliun, dimana Rp
49,7 triliunnya dibagi secara proporsional ke 514 kabupaten/kota. DBHCHT bisa ditingkatkan apabila skema kenaikan cukai rokok pada
tingkat nasional direalisir dan tambahan tersebut di-“earmarked” untuk kesehatan.
2. Meningkatkan keterlibatan sektor swasta (penyediaan insentif berinvestasi pada faskes/alkes/nakes, peningkatan skema KPBU).
3. Meningkatkan pembiayaan UKM yang hampir semuanya bergantung pada DAK non-fisik. Dapat dilakukan dengan menerapkan
pajak rokok di-“earmarked tax” untuk kesehatan, maka penggunaannya lebih tepat untuk pelayanan kesehatan masyarakat (UKM) yang
memberikan eksternalitas besar, bukan UKP (“private goods” dan eksternalitas kecil).
4. Penguatan pembiayaan sistem kesehatan dan memobilisasi sumber-sumber non-pemerintah lainnya. Dari 6 subfungsi sistem
kesehatan, yaitu: (1) regulasi, tata kelola dan dukungan sistem informasi; (2) pengelolaan SDM; (3) pengelolaan farmalkes; (4)
menggerakkan peran serta masyarakat; (5) pengelolaan pembiayaan kesehatan; dan (6) penyediaan pelayanan kesehatan UKM dan
UKP atau “delivery system”, dapat melibatkan swasta dalam pengelolaan SDM, farmasi, alkes dan sistem pelayanan kesehatan, serta
memperkuat sistem kesehatan adalah SDM, farmasi/alkes dan pelayanan kesehatan (primer, sekunder dan tertier).
5. Membenahi pembiayaan Puskesmas (optimalisasi pemanfaatan anggaran puskesmas dan penguatan kebijakan afirmatif untuk puskesmas
di daerah terpencil/pegunungan dan kepulauan).