PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
671-Article Text-2475-2-10-20201024.pdf
1. 453
BEBAN KELUARGA BERHUBUNGAN DENGAN KOPING SAAT MERAWAT
PASIEN HALUSINASI
Jek Amidos Pardede
Program Studi Ners, Universitas Sari Mutiara Indonesia, Jln. Kapten Muslim No.79 Medan, Sumatera Utara,
Indonesia 20123
jekpardedemi@rocketmail.com
ABSTRAK
Seseorang yang menderita skizofrenia dan mempunyai gejala halusinasi harus mendapatkan perhatian
dan perawatan dari keluarga. Keluarga merupakan orang terdekat pasien dan dianggap berpengaruh
terhadap kesembuhan pasien serta dianggap paling mengetahui keadaan pasien. Sehingga keluarga
sangat dibutuhkan pasien dalam perawatan dan pengobatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi hubungan beban keluarga dengan koping dalam merawat pasien halusinasi. Desain
penelitian ini deskriptif korelasi menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian
ini adalah keluarga pasien yang datang membawa anggota keluarganya untuk rawat jalan berjumlah 288
orang. Teknik pengambilan sampel ini adalah accidental sampling berjumlah 24 responden. Alat
pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah valid dan sudah di uji validitas dan reabilitas.
Analisa data menggunakan uji statistik Che square. Hasil penelitian menunjukan bahwa beban keluarga
mayoritas beban subyektif sebanyak 62.5% dan koping keluarga mayoritas tidak adaptif sebanyak
62.5% dengan nilai p = 0,022< 0.05. Kesimpulannya ada hubungan yang signifikan antara beban
keluarga dengan koping saat merawat pasien halusinasi.
Kata kunci : beban keluarga; halusinasi; koping
FAMILY BURDEN RELATED TO COPING WHEN TREATING HALLUCINATION
PATIENTS
ABSTRACT
A person suffering from schizophrenia and having symptoms of hallucinations should get attention and
care from the family. The family is the closest person to the patient and is considered to have an effect
on the patient's recovery and is considered to be best aware of the patient's condition. So the family
desperately needs patients in the care and treatment of patients. This study aims to identify the
relationship of family burden with coping in treating hallucination patients. The design of this research
is descriptive correlation using a cross sectional approach. The population in this study was the
families of patients who came to bring their family members for outpatient 288 people. This sampling
technique is accidental sampling of 24 respondents. The data collection tool uses a valid questionnaire
that has been tested for validity and reability. Analyze the data using the Che square statistical test. The
results showed that the majority of family expenses were subjective expenses of 62.5% and the majority
of families were uns adaptive by 62.5% with a value of p = 0.022. In conclusion there is a significant
relationship between the burden of family and coping when treating hallucination patients.
Keywords: characteristics of respondents; behavior prevention pneumonia
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan kondisi psikotik
yang berpengaruh terhadap area fungsi
individu, termasuk berpikir,
berkomunikasi, menerima, menafsirkan
kenyatan, merasakan dan menunjukkan
emosi serta penyakit kronis yang ditandai
dengan pikiran kacau, delusi, halusinasi,
dan perilaku aneh (Rhoads, 2011 dalam
Pardede. 2019). Skizofrenia merupakan
gangguan mental berat dan kronis yang
menyerang 20 juta orang di seluruh dunia
(WHO, 2019), Sedangkan di Indonesia,
Prevalensi Skizofrenia yaitu 1,7 per mil
penduduk atau sekitar 400 ribu orang
(Riskesdas, 2013). Sedangkan Hasil
Riskesdas (2018) didapatkan estimasi
prevalensi orang yang pernah menderita
skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per
1000 penduduk.
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 445 - 452, November 2020 e-ISSN 2621-2978
p-ISSN 2685-9394
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
2. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
454
Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi
kekambuhan penderita skizofrenia dengan
halusinasi meliputi ekspresi emosi
keluarga yang tinggi, pengetahuan
keluarga yang kurang, ketersediaan
pelayanan kesehatan, penghasilan keluarga
dan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia (Fadli & Mitra, 2013; Pardede,
2020). Menurut Riskesdas, (2013) jumlah
penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta
dan gangguan jiwa di Sumatera Utara
0,9% serta kota Medan 1,0%. Hal inilah
yang membuat perlunya bantuan keluarga
untuk merawat dan memberikan perhatian
khusus pada pasien skizofrenia.
Merawat pasien skizofrenia dengan
masalah halusinasi dibutuhkan
pengetahuan, keterampilan dan kesabaran
serta dibutuhkan waktu yang lama akibat
kronisnya penyakit ini. Anggota keluarga
yang bersama pasien skizofrenia
menghabiskan lebih banyak waktu di
rumah untuk merawat yang sakit daripada
memperhatikan dan mengurusi dirinya.
Kemampuan dalam merawat pasien
skizofrenia merupakan keterampilan yang
harus praktis sehingga membantu keluarga
dengan kondisi tertentu dalam pencapaian
kehidupan yang lebih mandiri dan
menyenangkan (Patricia et al, 2019).
Menurut Mirza, et al (2015) Pendamping
menghabiskan waktu untuk merawat
pasien selama lima jam perhari. Keluarga
menjadi sumber pendukung utama bagi
perawatan pasien gangguan jiwa berat
ketika berada di tengah masyarakat.
Kekambuhan pasien dapat dicegah dan
diatasi kalau intervensi yang diberikan
dengan melibatkan keluarga yang tinggal
satu rumah dengan pasien dan dipusatkan
pada fungsi keluarga (Wuryaningsih,
Hamid & Helena, 2013).
Keluarga harus mampu memberikan
perawatan dengan sabar dan telaten pada
pasien skizofrenia yang mengalami
halusinasi sehingga perawatan yang
diberikan keluarga mampu secara
maksimal dan optimal. Tetapi keluarga
mengalami keluhan dalam merawat karena
beban yang dirasakan mereka tidak ringan
sebagai sistem pendukung utama untuk
membantu pasien selama dirawat di rumah
sakit maupun setelah kembali ke rumah.
Beban yang dirasakan keluarga yaitu
beban ekonomi untuk biaya perawatan dan
pengobatan, beban psikis ketika
menghadapi perilaku pasien yang
menagalami halusinasi, dan beban sosial
karena adanya stigma dari masyarakat.
Keluarga yang terbebani dengan pasien
skizofreniater yang mengalami halusinasi
terkadang mengalami depresi karena tidak
menggunakan koping dengan baik.
(Pardede, Siregar & Halawa, 2020).
Keluarga yang merawat pasien skizofrenia
juga akan mengalami kualitas hidup yang
tidak baik karena terbebani oleh anggota
keluarga yang sakit (Nuttall, 2019). Akibat
dari beban yang dirasakan keluarga akan
menurunkan semangat dan kemampuan
merawat pasien. Jika keluarga masih
terbebani dengan koping yang tidak
adaptif kemungkinan keluarga tidak
mampu merawat pasien dengan sabar atau
baik.
Beban yang dirasakan keluarga adalah
pengalaman yang tidak menyenangkan
sebagai dampak dan kondisi anggota
keluarganya yang mengalami halusinasi.
Keadaan ini mampu memicu stres
emosional keluarga dan ekspresi emosi
yang tinggi membuat keluarga tidak
sanggup dalam merawat pasien skizofrenia
dengan masalah halusinasi (Fontaine,
2009; Pardede, 2020). Pada analisis beban
keluarga didapatkan 18 responden (17,5%)
memiliki beban berat (Suryaningrum &
Wardani, 2013). Tidak sejalan dengan
Hasil penelitian Pardede, Siregar, &
Halawa (2020) bahwa beban obyektif
keluarga mayoritas sedang sebesar 74,7%
dan beban subyektif keluarga saat merawat
pasien perilaku kekerasan mayoritas
sedang sebesar 60,8%. Sedangkan hasil
3. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
455
penelitian Ripangga & Damaiyanti (2018)
di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Atma
Husada Mahakam Samarinda, hubungan
signifikan antara beban keluarga dengan
sikap keluarga dalam merawat pasien
skizofrenia dengan nilai r: 0,758 dan p-
value 0,00<0,01.
Beban kasus dalam keluarga merupakan
macam kasus dalam keluarga yang dirawat
dan dibina oleh seorang perawat home
care dalam jangka waktu tertentu. Pada
umumnya keluarga yang ditangani oleh
perawat yaitu keluarga yang mempunyai
masalah gangguan jiwa dan rata-rata
keluarga ini berpenghasilan yang rendah.
Kondisi ini yang menjadi permasalahan
bagi keluarga, dimana beberapa penelitian
menemukan bahwa kondisi pasien
skizofrenia yang mengalami halusinasi
bisa menjadi beban bagi keluarga yang
merawat namun penelitian sebelumnya
juga menemukan bahwa koping keluarga
memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kekambuhan dan keberfungsian
sosial pasien halusinasi.
Menurut Nurdiana (2007 dalam Pardede,
Siregar & Halawa, 2020) bahwa keluarga
diharapkan mampu menentukan cara-cara
yang diperlukan pasien di rumah sehingga
akan membantu dan mampu menurunkan
angka kekambuhan pasien skizofrenia.
Keluarga memiliki peran strategis dalam
menurunkan angka kekambuhan,
meningkatkan kemampuan taraf hidupnya
serta menggunakan koping dalam merawat
pasien sehingga pasien dapat beradaptasi
kembali di masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Koping keluarga merupakan upaya yang
diarahkan untuk mengatasi stres termasuk
upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan yang
dugunakan untuk melindungi diri (Stuart,
2014). Dari data yang diperoleh di Rumah
sakit jiwa Medan, klien yang di rawat jalan
berjumlah 4911 orang, dari data tersebut
yang menderita halusinasi sebanyak 288
orang. Peneliti sebelumnya belum ada
yang meneliti tentang bebang keluarga
dengan koping yang merawat pasien
halusinasi sehingga permasalahan ini
penting untuk diteliti. Berdasarkan
fenomena ini peneliti tertarik untuk
meneliti tentang beban dan koping
keluarga saat merawat pasien halusinasi
yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan beban keluarga dengan koping
saat merawat pasien halusinasi.
METODE
Desain penelitian ini adalah deskriptif
korelasi dengan menggunakan pendekatan
cross sectional di mana data yang
menyangkut variabel bebas dan variabel
terikat akan dikumpulkan dalam waktu
yang sama. Populasi dalam penelitian ini
adalah keluarga pasien yang berkunjung
membawa anggota keluarganya untuk
rawat jalan di poliklinik RSJ Medan.
Pasien halusinasi sebanyak 288 orang
datang berobat jalan dibawa oleh
keluarganya dengan rata-rata per bulan
berjumlah 24 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi yang ada. Teknik pengambilan
sampel ini secara accidental sampling,
dimana pengambilan sampel ini dilakukan
dengan mengambil kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia di suatu
tempat sesuai dengan konteks penelitian,
sebanyak 24 orang. Alat pengumpulan data
dengan menggunakan kuisioner, yaitu
pengumpulan data dengan membagikan
daftar pernyataan dan diajukan secara
tertulis kepada responden penelitian untuk
mendapatkan tanggapan, informasi serta
jawaban.
Penelitan ini menggunakan alat ukur
kuesioner untuk mengukur beban obyektif
dan subyektif keluarga yang telah di uji
validitas dan reliabilitas sebanyak 12
pernyataan dengan cronbach alpha sebesar
0,926 dan kuesioner mengukur koping
keluarga sebanyak 14 pernyataan dengan
cronbach alpha sebesar. Untuk
4. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
456
mengetahui hubungan beban keluarga
dengan koping dalam merawat pasien
halusinasi, dengan menggunakan chi-
square dengan p< 0,05 dan CI 95%.
HASIL
Tabel 1 dapat dilihat berdasarkan umur
responden mayoritas berada pada rentang
31-40 tahun sebanyak 11 responden
(45.8%), berdasarkan jenis kelamin
mayoritas perempuan sebanyak 13
responden (54.2%), berdasarkan
pendidikan mayoritas SLTP sebanyak 9
responden (37.5%), berdasarkan pekerjaan
mayoritas bekerja sebanyak 20 responden
(83.3%), dan berdasarkan hubungan
keluarga mayoritas ayah sebanyak 14
responden (58.3%). Tabel 2 dapat
diketahui distribusi frekuensi responden
berdasarkan beban keluarga mayoritas
subyektif sebanyak 15 responden (62.5%).
Tabel 3 dapat dilihat koping responden
mayoritas adaptif sebanyak 15 responden
(62.5%).
Tabel 4 diketahui hasil beban keluarga
berkategori obyektif sebanyak 15
responden(62.5%), dari 62.5% adanya
koping keluarga sebanyak 3 responden
(12.5%) dan tidak adanya koping keluarga
sebanyak 12 responden (50.0%),beban
keluarga berkategori subyektif sebanyak 9
responden (37.5%), dari 37.5% adanya
koping keluarga sebanyak 6 responden
(25.0%) dan tidak adanya koping keluarga
sebanyak 3 responden (12.5%), hasil uji
Che-square diperoleh nilai p = 0,022 yang
berarti ada hubungan beban keluarga
dengan koping dalam merawat pasien
halusinasi.
Tabel 1.
Karakteristik Responden (n=24)
Karakteristik Responden f %
Umur
21-30 9 37.5
31-40 11 45.8
41-50 3 12.5
≥ 51 1 4.2
Jenis Kelamin
Laki-Laki 11 45.8
Perempuan 13 54.2
Pendidikan
SD 6 25.0
SLTP 9 37.5
SLTA 7 29.2
Perguruan Tinggi 2 8.3
Pekerjaan
Bekerja 20 83.3
Tidak Berkerja 4 16.7
Hubungan Keluarga
Ayah 14 58.3
Ibu 10 41.7
5. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
457
Tabel 2.
Beban Keluarga Saat Merawat Pasien Halusinasi (n= 24)
Tabel 3.
Koping Saat Merawat Pasien Halusinasi (n=24)
Tabel 4.
Tabulasi Silang Hubungan Beban Keluarga dengan Koping dalam Merawat Pasien Halusinasi
(n= 24)
PEMBAHASAN
Beban Keluarga Pasien Halusinasi
Hasil penelitian ini bahwa beban keluarga
dalam merawat pasien halusinasi
mayoritas subyektif sebanyak 15
responden (62.5%) hal ini dikarenakan
masih banyak keluarga yang mamandang
pasien prilaku kekerassan sebagai bagian
dari beban keluarga secara subyektif.
Sejalan dengan hasil penelitian Amin, et al
(2017) pengalaman keluarga selama
merawat anggota keluarga yang
mengalami halusinasi merupakan beban
bagi keluarga yang mana merupakan beban
psikologi dengan kategori merasa kecewa
karena klien tidak mau minum obat, putus
asadengan kondisi yang dialami klien, rasa
marah dan takut terhadap perilaku klien,
dan merasa malu terhadap tetangga sekitar.
Beban keluarga adalah tingkat pengalaman
distress keluarga sebagai efek dari kondisi
anggota keluarganya. Kondisi ini dapat
menyebabkan meningkatnya stress
emosional dan ekonomi keluarga adalah
tingkat pengalaman distress keluarga
sebagai efek dari kondisi anggota
keluarganya. Beban keluarga merupakan
tingkat pengalaman yang tidak
menyenangkan dalam keluarga sebagai
efek dari kondisi anggota keluarganya
(Fontaine, 2009).
Penderita skizofrenia khususnya yang
mengalami gejala halusinasi merupakan
beban bagi keluarga Pada kehidupan
masyarakat, skizofrenia masih di anggap
sebagai penyakit yang memalukan dan
merupakan aib bagi keluarga, dan sering
dianggap mempermalukan keluarga karena
pasien halusinasi berbicara sendiri, ketawa
sendiri dan terkadang bicara tidak sesuai
dengan kenyataan dan menganggu
keamanan sekitarnya. Keadaan ini
menyebabkan keluarga dikucilkan dan
mengalami isolasi sosial dari masyarakat.
Hal ini menjadi beban bagi keluarga baik
beban subyektif maupun beban obyektif.
Keluarga adalah orang yang sangat dekat
dengan pasien dan dianggap paling banyak
tahu kondisi pasien serta dianggap paling
banyak memberi pengaruh pada
pasien.Sehingga keluarga sangat penting
artinya dalam perawatan dan
penyembuhan pasien.
Beban Keluarga f %
Subyektif 15 62.5
Obyektif 9 37.5
Koping f %
Adaptif 9 37.5
Tidak Adaptif 15 62.5
Beban Keluarga
Koping Keluarga Total
P value
Adaptif Tidak Adaptif
f % f % f %
Subyektif 3 12.5 12 50.0 15 62.5
0,022
Obyektif 6 25.0 3 12.5 9 37.5
6. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
458
Koping Keluarga Pasien Halusinasi
Hasil penelitian ini bahwa koping dalam
merawat pasien halusinasi mayoritas
koping keluarga tidak adaptif sebanyak 15
responden (62.5%). hal ini dikarenakan
keluarga masih tidak mau dalam
memberikan koping baik itu internal
ataupun eksternal karena terkadang
keluarga menunjukkan ekspresi marah
pada pasien sehingga pasien bisa kambuh
(Pardede et al, 2016). Koping keluarga
menunjuk pada analisa kelompok keluarga
(analisa interaksi). Koping keluarga
didefinisikan sebagai respon positif yang
digunakan keluarga untuk memecahkan
masalah (mengendali stres). Berkembang
dan berubah sesuai tuntutan/stresor yang
dialami.
Peran keluarga dalam merawat klien
dengan halusinasi terbagi dalam tiga
tingkatan. Pertama, keluarga harus mampu
melihat kebutuhan kebutuhan klien dan
mempertahankan kedekatan dalam
keluarga dengan cara belajar ketrampilan
merawat klien, memenuhi kebutuhan
istirahat dan kebutuhan emergensi di saat
krisis, serta member dukungan emosional.
Kedua, keluarga harus mampu
memberikan dukungan financial untuk
perawatan klien dan terlibat
dalamkelompok yang dapat memberikan
bantuan seperti terapi suportif. Ketiga,
keluarga harus mampu mengembangkan
hubungan secara benar untuk membantu
klien halusinasi merubah sikap dan
perilakunya (Harkomah, 2019). Keadaan
inilah menjadikan keluuarga kopingnya
terkadang tidak adaptif karena harus
memenuhi semua yang dibutuhkan pasien
halusinasi.
Koping keluarga dapat berupa koping
internal berupa kemampuan keluarga yang
kohesif dan terintegrasi yang dicirikan
dimana anggota keluarga memiliki
tanggung jawab kuat terhadap keluarga,
mampu memodifikasi peran keluarga bila
dibutuhkan (fleksibel) dan pola
komunikasi dalam keluarga yang baik
mengandalkan kelompok keluarga,
penggunaan humor, pengungkapan
bersama yang semakin meningkat,
mengontrol arti/makna masalah dan
pemecahan masalah bersama.
Beban Keluarga dengan Koping dalam
Merawat Pasien Perilaku Kekerasan.
Hasil penelitian uji statistik dengan
menggunakan Che-square, diperoleh nilai
(P= 0,022≤ 0.05) artinya ada hubungan
beban keluarga dengan koping dalam
merawat pasien halusinasi. Hal ini
memberikan arti bahwa beban keluarga
berhubungan dengan koping dalam
merawat pasien halusinasi, hal ini dapat
disimpulkan bahwa pasien yang menderita
penyakit sebagai beban keluarga dan
keluarga masih enggan dalam melakukan
koping yang adaptif dalam merawat pasien
tersebut. Penderita skizofrenia sering
mengalami ketidakmampuan seperti
merawat diri, berinteraksi sosial, sehingga
sangat bergantung kepada keluarga yang
akan menjadi beban baik subyektif
maupun obyektif. Koschorke et al. (2014)
menyatakan bahwa keluarga sebagai
caregiver memiliki stigma yang tinggi
selama merawat klien skizofrenia.
Akibatnya keluarga sering mendapatkan
reaksi yang negatif dari orang lain karena
gejala yang dimunculkan olek klien
skizofrenia seperti kritikan dan
diskriminasi. Sehingga, kadang keluarga
merasa adanya perasaan malu dan rasa
rendah diri karena memiliki anggota
keluarga dengan skizofrenia. Inilah yang
beban berat bagi keluarga karena tida ada
dukungan dari masyarakat.
Pelayanan kesehatan khususnya kesehatan
mental merupakan sarana yang penting
dalam melakukan perawatan, kemudahan
keluarga untuk membawa klien ke
pelayanan kesehatan akan mengurangi
beban keluarga dalam merawat, begitu
juga sebaliknya, jika pelayanan kesehatan
khususnya mental tidak tersedia atau sulit
dijangkau akan menyebabkan keadaan
klien lebih buruk yang akan menjadi beban
7. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
459
bagi keluarga yang merawat. Pengetahuan
keluarga tentang skizofrenia dan cara
perawatannya sangat mempengaruhi
proses fikir keluarga, keluarga yang
memiliki pengetahuan yang baik akan
meringankan beban keluarga dalam
merawat perilaku kekerasan.
SIMPULAN
Beban keluarga Dalam Merawat Pasien
adalah subyektif, Koping Dalam Merawat
Pasien adalah tidak adaptif dan ada
hubungan beban keluarga dengan koping
dalam merawat pasien halusinasi
(p=0.022).
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. K., Pinilih, S. S., & Yulaikah, A.
(2017). Pengalaman Keluarga Dalam
Merawat Anggota Keluarga Yang
Mengalami Halusinasi di Kabupaten
Magelang. Journal of Holistic
Nursing Science, 4(2), 45-49.
Fadli, S. M., & Mitra, M. (2013).
Pengetahuan dan Ekspresi Emosi
Keluarga serta Frekuensi
Kekambuhan Penderita Skizofrenia.
Kesmas: National Public Health
Journal, 7(10), 466-470. doi:
http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v
7i10.6
Fontaine, K. L. (2009). Mental health
nursing. New Jersey: Pearson
Education Inc.
Harkomah, I. (2019). Analisis Pengalaman
Keluarga Merawat Pasien
Skizofrenia dengan Masalah
Halusinasi Pendengaran Pasca
Hospitalisasi. Jurnal Endurance,
4(2), 282-292.
http://doi.org/10.22216/jen.v4i2.384
4
Koschorke, M., Padmavati, R., Kumar, S.,
Cohen, A., Weiss, H. A., Chatterjee,
S., & Balaji, M. (2014). Experiences
of stigma and discrimination of
people with schizophrenia in India.
Social Science & Medicine, 123,
149-159. doi:
10.1016/j.socscimed.2014.10.035
Mirza, M., Raihan, R., & Kurniawan, H.
(2015). Hubungan Lamanya
Perawatan Pasien Skizofrenia
Dengan Stres Keluarga. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 15(3), 179-
189.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/
article/view/3669
Nuttall, A. K., Thakkar, K. N., Luo, X.,
Mueser, K. T., Glynn, S. M.,
Achtyes, E. D., & Kane, J. M.
(2019). Longitudinal associations of
family burden and patient quality of
life in the context of first-episode
schizophrenia in the RAISE-ETP
study. Psychiatry research, 276, 60-
68.
https://doi.org/10.1016/j.psychres.20
19.04.016
Pardede, J. A. (2019). The Effects
Acceptance and Aommitment
Therapy and Health Education
Adherence to Symptoms, Ability to
Accept and Commit to Treatment
and Compliance in Hallucinations
Clients Mental Hospital of Medan,
North Sumatra. J Psychol Psychiatry
Stud, 1, 30-35.
Pardede, J. A. (2020). Ekspresi Emosi
Keluarga Yang Merawat Pasien
Skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Imelda, 6(2), 117-
122.https://doi.org/10.2411/jikepera
watan.v6i2.403
Pardede, J. A., Sirait, D., Riandi, R.,
Emanuel, P., & Laia, R. (2016).
Ekspresi Emosi Keluarga Dengan
Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia. Idea Nursing Journal,
7(3), 53-61.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa,
M. (2020). Beban dengan Koping
8. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 4, Hal 453 – 460, November 2020
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah
460
Keluarga Saat Merawat Pasien
Skizofrenia yang Mengalami
Perilaku Kekerasan. Jurnal
Kesehatan, 11(2), 189-196. doi:
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v11i2.1
980
Patricia, H., Rahayuningrum, D. C., &
Nofia, V. R. (2019). Hubungan
Beban Keluarga Dengan
Kemampuan Caregiver Dalam
Merawat Klien Skizofrenia. Jurnal
Kesehatan Medika Saintika, 10(2),
45-52. doi:
http://dx.doi.org/10.30633/jkms.v10i
2.449
Ripangga, F., & Damaiyanti, M. (2018).
Hubungan Beban Keluarga Dengan
Sikap Keluarga Dalam Merawat
Pasien Skizofrenia Di Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Atma Husada
Mahakam Samarinda. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.
2017/932
Riskesdas (2018) Hasil Utama Riskesdas
2018 Kementerian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
https://www.kemkes.go.id/resources/
download/infoterkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf
Stuart, G. W. (2014). Principles and
practice of psychiatric nursing-e-
book. Elsevier Health Sciences.
Suryaningrum, S., & Wardani, I. Y.
(2013). Hubungan Antara Beban
Keluarga Dengan Kemampuan
Keluarga Merawat Pasien Perilaku
Kekerasan Di Poliklinik Rumah
Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 1(2). doi:
https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013
.%25p
WHO (2019). Schizophrenia. Diakses 22
Juli 2020.https://www.who.int/news-
room/fact-
sheets/detail/schizophrenia
Wuryaningsih, E. W., Hamid, A. Y. S., &
CD, N. H. (2013). Studi
Fenomenologi: Pengalaman
Keluarga Mencegah Kekambuhan
Perilaku Kekerasan Pasien Pasca
Hospitalisasi RSJ. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 1(2). doi:
https://doi.org/10.26714/jkj.1.2.2013
.%25p