Biografi Ali Sukri mengisahkan perjalanan kariernya dari awal tertarik silat hingga akhirnya jatuh cinta pada tari setelah bergabung dengan sanggar tari Nan Jombang. Ia kini menjadi salah satu koreografer muda ternama asal Sumatra Barat.
1. Ali Sukri (Koreografer)
Biografi
Lahir di Pariaman, 28 Oktober 1978,Ali Sukri kini merupakan salah seorang
koreografer muda asal Sumatra Barat. Ayah Sukri yang seorang pelatih silat di
karang taruna sering mengajak Sukri kecil menonton para pemuda berlatih silat dan
menari Indang setiap usai sholat maghrib. Sukri sering disuruh ikut belajar tari
indang, tetapi selalu menolak dan lebih senang belajar silat.Tahun 1993 keluarga
Sukri pindah ke kota Padang. Tahun 1994, Sukri lulus SMP dan melanjutkan studi ke
Sekolah Teknik Menengah mengambil jurusan bangunan. Tetapi karena semua
keluarga mengharapkan Sukri masuk ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia
akhirnya ia masuk SMKI di Padang. Teman-teman Sukri di SMKI yang dominan putri
membuat Sukri merasa terasing; apalagi pelajaran di SMKI banyak praktek tari,
padahal Sukri hanya bisa silat.
Namun Sukri bertahan di SMKI untuk menyenangkan orang tuanya meskipun
menghadapi banyak kendala. Perubahan terjadi awal tahun kedua ketika seorang
guru SMKI—koreografer Ery Mefri–menawarkan kepada siswa/i untuk belajar tari
secara serius di sanggar tari yang dipinpinnya dengan satu syarat: mengikuti segala
ketentuan yang berlaku di sanggar tari Nan Jombang.
2. Sukri pun bergabung. Bulan pertama, Sukri hanya diminta mengamati proses latihan
para senior. Bulan berikutnya, Sukri mulai diajar pemanasan dan teknik tari.
Perlahan tetapi pasti semangat Sukri tumbuh dan setelah enam bulan, Sukri semakin
bergairah, bahkan mulai jatuh cinta pada tari. Melihat kemajuan Sukri yang pesat,
Ery Mefri pun langsung mengajari Sukri berbagai tekhnik tari yang ia miliki.
Tahun terakhir di SMKI (1997), Sukri mengikuti lomba kreasi tari tunggal se-
Kotamadya Padang dan memenangkan Juara Pertama. Sementara itu ia mendapat
tawaran beasiswa PMDK ke Universitas Negeri Yogyakarta. Sayang, pada waktu
yang sama, Nan Jombang ada program pertunjukan keliling ke Jawa-Sumatra.
Sukripun melepas beasiswa PMDK untuk mengikuti pentas keliling Nan Jombang.
Setahun berikutnya Sukri tekun berlatih di sanggar tari Nan Jombang: 5 hari
seminggu dari jam 10:00 pagi sampai 09:00 malam. Pengalaman ini mengasah Sukri
menjadi penari pilihan, tetapi membuat orangtuanya khawatir. Mereka ingin Sukri
meneruskan studi. Akibatnya tahun 1998 Sukri masuk STSI Padangpanjang. Itupun
dengan sedikit ketegangan karena Ery Mefri ingin Sukri tetap menjadi penari Nan
Jombang.
Di STSI Sukri membuktikan kemampuannya dengan menyusun duet Dentuman
Gong untuk memperingati wafatnya perintis tari baru Minang: Hoerijah Adam 10
November 1998. Karya ini berkisah tentang seseorang yang berada di lingkungan
yang baru dan harus merintis hidup yang baru dari nol. Bulan yang sama, Sukri
membuat Baliak Ka-Asa untuk merayakan ulangtahun STSI Padangpanjang dan
mendapat sambutan hangat. Di samping belajar dari Ery Mefri dan pendidikan
formal di STSI Padangpanjang, Sukri pernah belajar koreografi dari penata tari Boi
G. Sakti, Tom Ibnur, dan mengikuti workshop koreografi penati tari Taiwan
kenamaan Lin Hwai-min yang diselenggarakan Kelola di Surakarta 2007.
3. RUDY WOWOR
Biografi Singkat:
Rudy Wowor adalah aktor dan penari Indonesia yang berasal dari Amsterdam.
Keahliannya dalam mengolah seni peran dimulai dari tahun 1965 sampai 1969 di
Belanda dan Prancis, lalu ia memulai karirnya di Indonesia sejak film pertamanya
yang berjudul "Impian Perawan" tahun 1976 sebagai penata tari. Namun dirinya
lebih dikenal dengan peranan antagonis.
Biografi Lengkap:
Rudy Wowor mempunyai latar belakang pendidikan diberbagai pusat sandiwara dan
di IDHEC (Paris) 1967-1970, disusul Living Theatre (Amerika, 1971). Sesudah
belasan tahun di manca negara, Rudy baru menetap di Indonesia mulai 1974.
Setahun kemudian memeluk agama Islam. Pengalaman pentas dimulai di Belanda
dan Perancis antara 1965 dan 1969. Terlibat ke film di Indonesia sebagai penata
tari, Impian Perawan (1976) dan Aladin (1980). Setelah masuk unggulan sebagai
aktor pembantu dalam Tjoet Nja' Dhien (1986) pada FFI 1988, ia juga diajak
bermain dalam TV play untuk stasiun TVRI. Menyusul dalam berbagai sinetron,
walau nyaris selalu dalam peran antagonis dalam sinetron Mutiara Cinta (1995-1996)
dan Tirai Kasih Yang Terkoyak (1996-1997).
4. Prof. Sardono W. Kusumo
Penata Tari bagi Nurani Manusia
Seniman penata tari dan penari berambut sebahu, lulusan SMA Negeri 4 Surabaya,
Sardono Waluyo Kusumo dikukuhkan menjadi Guru Besar Institut Kesenian Jakarta
(IKJ) 14 Januari 2004. Ia seniman pertama dari Asia yang mendapat penghargaan
ISPA. Sepanjang karirnya dia telah menghasilkan tak kurang 25 tarian. Sejak usia 23
tahun ia tak pernah berhenti menciptakan karya tari bukan untuk jual beli, tetapi
mencari arti bagi nurani manusia. Ia penata tari Indonesia berkaliber internasional.
Pagelaran tari ―Nobody’s body‖ yang merupakan karya teranyarnya tahun 2000 serta
peluncuran buku berjudul ―Hanuman, Tarzan, dan Homo Erectus‖ turut
menyemarakkan pengukuhan sang profesor yang seluruh hidupnya diabdikan hanya
untuk seni tari.
Buku berisi kumpulan tulisan Sardono tentang tari agaknya menjadi salah satu
alasan pelengkap penganugerahan jabatan pengajar tertinggi di lingkungan
akademis itu. Mengingat, ―sang prof‖ Mas Don –begitu pria kelahiran Surakarta 6
Maret 1945 ini biasa dipanggil— bukanlah jebolan sarjana setingkat S-1. Maklum,
kuliah ayah satu anak ini, di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada maupun
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tidak sampai selesai. Kendati demikian gelar
itu dijamin tidak palsu sebab sudah ditandatangani langsung oleh Menteri
Pendidikan Nasional Malik Fadjar pada 31 Mei 2003 lalu berdasarkan SK Bersama
Menteri Pendidikan Nasional nomor 9601/A2.7/KP/2003.
Penghargaan seni tari yang pernah diterima Mas Don bukan hanya dari dalam
negeri. Mas Don menerima Distinguished Artist Award dari International Society for
the Perfoming Arts Foundation (ISPA), pada saat Masyarakat Seni Pertunjukan
Internasional menyelenggarakan kongres di Singapura pada 20 Juni 2003 lalu.
5. Sanusi Pane (1905-1968)
Sanusi Pane, sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Pria kelahiran Muara
Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905, ini juga berprofesi sebagai guru dan
redaktur majalah dan surat kabar. Ia juga aktif dalam dunia pergerakan politik,
seorang nasionalis yang ikut menggagas berdirinya ―Jong Bataks Bond.‖ Karya-
karyanya banyak diterbitkan pada 1920 -1940-an. Meninggal di Jakarta, 2 Januari
1968