SlideShare a Scribd company logo
VICTIMOLOGY
(VIKTIMOLOGI)
Rani Hendriana, S.H., M.H
Viktimologi
 Victim (korban)
 Logi (pengetahuan) Ilmu Pengetahuan

* “victima” (Korban)  Bahasa Latin
* “Logos” (ilmu pengetahuan)
 Bahasa Yunani

=

Viktimologi
berarti
ilmu
pengetahuan tentang korban


ZVONIMIR PAUL-SEPAROVIC:
VICTIMOLOGY REFERS TO SCIENCE DEALING WITH
THE STUDY OF THE VICTIM



J.E.SAHETAPY:
VIKTIMOLOGI SECARA SINGKAT ADALAH ILMU
ATAU DISIPLIN YANG MEMBAHAS PERMASALAHAN
KORBAN DALAM SEGALA ASPEK



ARIF GOSITA:
VIKTIMOLOGI ADALAH SUATU STUDI ATAU
PENGETAHUAN
ILMIAH
YANG
MEMPELAJARI
MASALAH PENGORBANAN KRIMINAL SEBAGAI
SUATU MASALAH MANUSIA YANG MERUPAKAN
SUATU KENYATAAN SOSIAL
KEDUDUKAN VIKTIMOLOGI
Kedudukan

Viktimologi

sebagai

ilmu

baru,

apakah hanya merupakan bagian dari kriminologi
atau sudah merupakan disiplin yang mandiri
(sejajar dengan ilmu lainnya)?
Separovic
Dasar pembedaan terletak pada ruang lingkup kajian.
Apabila obyek kajian Viktimologi hanya korban akibat
kejahatan saja, maka viktimologi hanya sebagian dari
kajian masalah kejahatan dan sebagai akibatnya menjadi
bagian dari Kriminologi. (didukung oleh Schneider)
Apabila obyek Viktimologi meliputi semua korban,
termasuk

korban

bencana

alam,

maka

viktimologi

merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri (Didukung oleh
Mandelshon)
Nagel seorang kriminolog yang berpendirian viktimologi

sebagai bagian kriminologi mencoba memberikan penjelasan
kedudukan viktimologi. Apabila kriminologi tetap berpegang
sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang kejahatan, berarti

konsep kriminologi yang demikian itu sangat sempit hanya
mengkaji tentang etiologi kriminal. Kriminologi dalam arti
etilogi kriminal, dengan tegas tidak dapat disetujui, sebab
hanya mempelajari penjahatnya berarti merupakan ilmu
pengetahuan yang sempit dan berat sebelah. Dengan
demikian obyek kriminologi tidak sesuai dengan kenyataan,
bahwa kejahatan di samping penjahat terdapat korban.
Iswanto (1995, dalam Disertasinya)
Viktimologi
pengetahuan

sebagai
yang

suatu
mandiri.

disiplin
Pandangan

ilmu
ini

berdasarkan pendapat pakar hukum pidana
(kriminolog) dan simposium


Scafer (1968)

Viktimologi

merupakan

suatu

disiplin

ilmu

pengetahuan yang mandiri atas dasar hubungan antara
penjahat-korban (criminal-victim relationship). Hal itu
berarti bahwa terjadinya kejahatan atas interaksi antara
penjahat dan korban sekaligus adanya pengakuan
peranan dan tanggungjawab. Di samping itu, viktimologi
menuntut agar supaya pembuat kejahatan bertanggung
jawab terhadap kerugian pisik, morel maupun nyawa

korban.


Simposium

Simposium

Internasional

Pertama

Tentang

Viktimologi di Yerusalem yang diselenggarakan
pada tahun 1973, menyimpulkan bahwa :

1.Viktimologi dirumuskan sebagai suatu studi
ilmiah mengenai korban;
2.Kriminologi telah dipercaya dengan suatu

orientasi viktimologi (Gosita, 1977)
Seminar Kriminologi ke VI di Universitas Diponegoro
Semarang (tanggal 16-18 September 1991), secara tidak langsung
telah mengakui eksistensi
viktimologi atau “Criminal-Victim
Relationship” dengan penjelasan: ...bahwa database statistik
kriminal yang merupakan seperangkat hasil analisis data
mengenai kejahatan yang merupakan hal-hal yang berkaitan
langsung dengan peristiwa kejahatan yaitu:
1. bentuk tindak pidana yang meliputi (a) aturan pidana yang
dilanggar dan ancaman pidananya, (b) waktu dan tempat

tindak pidana;
2. pelaku tindak pidana termasuk (a) biodata, (b) hubungan
keluarga dengan korban;
3. penyelesaian perkara; dan
4. . korban tindak pidana
PEMBAGIAN VIKTIMOLOGI
A. Viktimologi Dalam Arti Sempit/Viktimologi Khusus
Ilmu pengetahuan empiris

yang berkaitan dengan korban

dari

kejahatan/perbuatan yang dapat dihukum  viktimimologi penal/kriminal
B. Viktimologi Dalam Arti Luas/ General Victimology
Mencangkup seluruh ilmu pengetahuan tentang korban pada umumnya 
Termasuk dalam lingkup ini meliputi korban dari perbuatan yang dapat
dihukum/kecelakaan

(lalu-lintas/kerja/bencana

alam),

korban

dari

masyarakat, korban dari negara.
C. Viktimologi Baru/ NewVictimology

Ilmu

pengetahuan

tentang

korban

yang

mencangkup

korban

penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM, dan korban yang
dimaksud kriminologi radikal (korban kejahatan konvensional dan yang
dilakukan oleh khas yang berkuasa)
Kritik yang memunculkan Viktimologi Baru
(Tokoh R.Elias)
Penguasa hukum yang bertindak melalui aparataparat telah mendefinisikan hukum lebih merupakan
kepentingan klas atau kelompoknya daripada
kepentingan masyarakat banyak.
Dengan
demikian
korban
pelanggaran
HAM/Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan
oleh para penguasa tidak kelihatan. Baru terlihat
setelah hal tersebut dirumuskan dalam undangundang/discourse.
TUJUAN VIKTIMOLOGI
A. To Analize the manifold aspect of the victim’s problem
Menganalisis berbagai aspek masalah korban
 Kerugian/Penderitaan

Korban

(fisik,

kerugian

materiil,

sosial/psikologis, lamanya penderitaan)
 a second victimization in criminal justice system
B. To explain the causes for victimization
Menjelaskan sebab-sebab terjadinya pengorbanan (timbulnya
korban)
C. Develop a system of measures for reducing human suffering
Menciptakan suatu sistem kebijakan dalam upaya untuk
mengurangi penderitaan manusia
PENGERTIAN KORBAN
Pengertian korban secara umum pada hakikatnnya dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Dalam

sejarah dikenal beberapa istilah;

Korban dalam arti “sacrifice”  artinya bentuk korban
(pengorbanan) yang dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat
metafisik, supranatural, misalnya korban dalam upacara
keagamaan dan atau sejenisnya, untuk persembahan dewa,
pengampunan,

penghormatan,

ungkapan

terimakasih,

penebusan dosa, dll; “Propitiatory”  untuk meminta belas
kasihan dewa; “Holocaust”  Pengorbanan Pembakaran;
“Komuni” Pengorbanan sebagian yang sisanya dimakan
bersama.
2. Korban dalam Konsep Keilmuan (Victimological)

Objek Korban dalam viktimologi dikenal dengan
korban dalam konsep kelilmuan, antara lain: Korban
akibat kejahatan atau perbuatan yang dapat dihukum

(victim of crime), korban kecelakaan (victim of accident),
korban bencana alam (victim of natural disaster), korban
kesewenang-wenangan

penguasa

atau

korban

atas

pelanggaran hak asasi manusia (victim of illegal abuses
of public power) maupun korban dari penyalahgunaan
kekuasaan di bidang ekonomi (victim of illegal abuses of
economic power)


Pengkajian secara keilmuan tidak hanya terbatas

pada individu, akan tetapi bisa juga berupa kelompok
orang,

masyarakat,

korporasi,

swasta

maupun

pemerintah/negara, bahkan lebih luas lagi termasuk

di

dalamnya

langsung
mengalami

dari

keluarga

dekat

korban

kerugian

dan

ketika

atau

tanggungan

orang-orang
membantu

yang
korban

mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah
viktimisasi.
Pengertian Korban dalam
beberapa Ahli dan Regulasi



Webster,

Kamus,

Webster
a) suatu makhluk hidup yang dikorbankan kepada dewa
atau dalam melaksanakan upacara agama;
b) seseorang yang dibunuh, dianiaya, atau didendan
oleh orang lain; seseorang yang mengalami
penindasan, kerugian, atau penderitaan;
c) seseorang yang mengalami kematian, luka-luka
dalam berusaha menyelamatkan diri;
d) seseorang yang diperdaya, ditipu, atau mengalami
penderitaan; seseorang yang dipekerjakan atau
dimanfaatkan secara sewenang-wenang dan tidak
layak.


Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,
1983)
Mengartikan korban:
1. Pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan
hati dsb);
2. Orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan
(hawa nafsu, dsb);
3. Orang yang mati;
4. Orang yang mati karena menderita kecelakaan,
karena tertimpa bencana alam seperti banjir, gempa
bumi, dsb
 Sahetapy

Orang

perorangan

atau

badan

hukum

yang

menderita luka-luka, kerusakan atau bentuk-bentuk
kerugian lainnya yang dirasakan, baik secara fisik
maupun secara kejiwaan. Kerugian tersebut tidak hanya
dilihat dari sisi hukum saja, tetapi juga dilihat dari segi
ekonomi, politik maupun social budaya. Mereka yang
menjadi korban

dalam

hal ini dapat

dikarenakan

kesalahan si korban itu sendiri, peranan korban secara
langsung atau tidak langsung, dan tanpa adanya
peranan dari si korban
 Arif

Gosita

Mereka yang menderita baik jasmaniah

dan
orang

rohaniah
lain

sebagai
yang

akibat

mencari

tindakan

pemenuhan

kepentingan bagi diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan hak
asasi pihak yang dirugikan


Muladi
Orang-orang

baik secara

individual

maupun

kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian

fisik atau mental, emosional, ekonomi atau gangguan
substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,
melalui perbuatan atau omisi yang melanggar hukum

pidana

di

masing-masing

penyalahgunaan kekuasaan

negara,

termasuk


Deklarasi PBB dalam The Declaration of Basic Principles
of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985
“victims means persons who, individually or collectively,
have suffered harm, including physical or mental injury,
emotional suffering, economic loss or substantial impairment
of their fundamental rights, through acts or omission of
criminal laws operative within Member States, including those
laws proscribing criminal abuse of power”……

Through

acts or omissions that do not yet constitute violations of
national criminal laws but of internationally recognized norms

relating to human rights”


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan pengertian
mengenai korban.
Seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana”



PP No 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan
Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang
Berat
Orang perseorangan/kelompok orang yang mengalami
penderitaan baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian
ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau
perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran
HAM yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.
Macam-macam Korban berdasarkan
Konggres PBB ketujuh:
1. Korban kejahatan Konvensional
2. Korban non-konvensional

3. Korban kejahatan akibat penyalahgunaan
kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap
HAM
Kriterium obyek yang menderita
(Separovic)
1. Korban Individual;
2. Korban Kolektif;

3. Korban Abstrak;
4. Korban pada diri sendiri.
Tujuan Viktimologi I
Menganalisis BERBAGAI
ASPEK
MASALAH KORBAN
BERBAGAI ASPEK
MASALAH KORBAN

Tujuan Viktimologi yang Pertama

Pembicaraan  orientasi pada
kerugian &/ penderitaan korban
akibat tindak pidana yang
menimpanya (viktimisasi)
KERUGIAN &/PENDERITAAN
KORBAN
Kerugian/
penderitaan:
 Dapat dialami
satu jenis

1. Luka Fisik
2. Kerugian Materi
3. Kerugian Sosial dan Psikologis

 Lamanya Penderitaan
 Perhatian
terhadap
Korban
Pidana/Kedudukan Korban dalam
Peradilan Pidana

Tindak
Sistem

 Dapat
pula
dirasakan
sekaligus
1. Luka Fisik


Termasuk yang mudah terlihat (bandingkan dg
kerugian/penderitaan lain)

 Penganiayaan ringan, cenderung
dihiraukan sebagai luka fisik

tidak

begitu

 Korban cenderung akan merasakan penderitaan
yang serius apabila menderita  Luka fisik yang
serius & sangat menggangu aktifitas kerja/ hingga
tidak berfungsinya salah satu/beberapa organ tubuh
(cacat seumur hidup)
2. Kerugian Materi
 Kerugian di bidang Materi  uang/hilangnya
pendapatan yg seharusnya diperoleh, maupun
properti lainnya

 Properti



lainnya

perhiasan/kendaraan,

kaca

hilanganya

jendela/pintu

yang

dirusak, dll kerusakan yg ditimbulkan akibat
tindak pidana yg terjadi
Kerugian Materi
Pasca (setelah terjadinya) Tindak Pidana



Pengeluaran (biaya) transportasi/ akomodasi
selama proses penyelesaian perkara tindak
pidana



Biaya pengobatan &/ terapi psikologis 
Korban yg mengalami luka fisik/ goncangan
jiwa
3. Kerugian Sosial dan Psikologis

 Berkaitan atas kerugian dengan suatu rangkaian
akibat/efek tindak pidana
 Dampak sosial & Psikologis yang paling terasa

terjadi pada korban tindak pidana pemerkosaan
 Sosial



sorotan,

pergunjingan,

pengucilan oleh masyarakat sekitarnya

maupun


Psikologis



Trauma yg pernah dialami seseorang akibat tindakan yg
menyakitkan & menakutkan akan terus membekas pada diri
seseorang. Terus menerus dlm keadaan tegang, bimbang, takut,
lambat laun mengalami kelainan jiwa (Psychoneurose)
(Jersild 1973, dalam Lefrancois 1984)



Mereka tidak mau bergaul, enggan makan & membersihkan diri,
sehingga fisiknya lemah dan sakit maka timbulah Psycosomatris
(Djam’an, 1970)



Selain derita fisik, ia akan merubah kebiasan makan & tidur,
mempunyai rasa takut akan serangan balas dendam, takut
diperkosa lagi, takut reaksi negatif keluarga, dan menujukan tanda
derita emosional lain (Peters, 1973)



Menurunnya harga diri, konsekuensi ketidakmampuan untuk
menyenangkan dalam hubungan heteroseksual secara normal, dan
perilaku ancaman bunuh diri (Weis dan Borges, 1973)
Lamanya Penderitaan
Korban dapat mengalami penderitaan berkelanjutan
 Dalam Iswanto & Angkasa:
 Prosentase lama pengaruh yg diderita:
Kerugian keuangan (financial loss), pengaruh fisik
(physical effect), dan pengaruh psikologis (psychology
effect)
 Tiga kategori tambahan:
Any effect” mencangkup semua kategori.
“Possible emotional need” mencangkup pengaruh sosial
dan psikologis pada diri korban.
“Possible financial need” mencangkup semua pengaruh
yang mungkin mempengaruhi keuangan korban

 Jangka

waktu pengaruh dari berbagai tindak pidana

terhadap korban juga diteliti oleh Maguire (1982) untuk
korban perampokan. Brown dan Yantzi (1980)
meneliti untuk warga Kanada korban segala jenis
tindak pidana. Temuan pengaruh yang diderita korban
juga cenderung sama. Para korban berharap ada

kemajuan dalam kasus yang menimpa mereka dan
juga imbalan, serta dilakukan pendekatan konservatif
oleh para profesional dalam sistem hukum pidana.
Pengaruh-pengaruh tersebut dapat diringkas:
a. Korban biasanya menderita secara fisik dan emosional
setelah tindak pidana, Ada yang perlu perawatan medis,
kebanyakan memerlukan dukungan emosional. Peran teman
atau keluarga sangat berarti di sini;
b.Jumlah korban yang mengemukakan kerugian keuangan
mereka (yang tidak memiliki kartu jaminan sosial) hanya
sedikit. Pengaruh ini baru muncul setelah beberapa bulan;
c.Di lain pihak, pengaruh mental, fisik dan pengaruh keluarga
dan lingkungan sosial akan memberatkan bagi korban.
Mereka merasakan hal ini sangat berat. Beberapa dari
mereka mengharap dukungan dari kelompok penyantun dan
pendukung korban;
d. Dalam kaitannya dengan sistem hukum pidana dan sumber
kompensi korban mengharapkan adanya informasi dan
kemajuan pada kasus mereka.
Perhatian terhadap Korban Tindak Pidana/
Kedudukan Korban dalam SPP
Kedudukan

korban

dalam

Sistem

Peradilan

Pidana saat ini tampaknya belum ditempatkan
secara adil. Hal tersebut cenderung berimplikasi
terhadap dua hal yang fundamental berupa:


Tiadanya perlindungan hukum bagi korban,
dan;



Tiadanya putusan hakim yang memenuhi rasa
keadilan

bagi

korban,

masyarakat luas (Angkasa)

pelaku

maupun


Karmen serta Graborsky :
Korban tindak pidana sebagai "invisible"
atau "forgotten”



Elias:
Korban telah menjadi korban keduakalinya
(a second victimization) dalam Sistem
Peradilan Pidana atau warga negara klas dua
(a second class citizen).

 Soedarto:

Kedudukan
korban
atau
orang
yang
dirugikan dalam perkara pidana selama ini
sangat memedihkan, korban dari kejahatan
seolah-olah dilupakan.


Shapland mengatakan bahwa korban tindak pidana menjadi
“Forgotten man” (Shapland, et al. 1985) dalam SPP atau
“Kurangnya memperhatikan peran korban dalam proses pidana”
(Shapland, et al. 1985). Harding (1982) mengatakan bahwa
“Negara melalui pejabat dalam SPP sedikit kurang memberikan
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan korban”.



Dalam situasi demikian, maka tepat bila Cristie (1977)
mengatakan bahwa korban merupakan pihak yang kalah total
dalam situasi ini (dalam SPP). Paling utama adalah hilangnya
keterlibatan diri dalam kasus yang menimpanya.



Minimal terdapat dua hal yang harus direnungkan bersama,
selain untuk perlindungan terhadap korban serta menuju
putusan yang memenuhi rasa keadilan. Pertama, atas “jasa”
korban tindak pidana yang memegang peranan penting dalam
tahap sub sistme kepolisian, dan Kedua atas kerugian dan/atau
penderitaan korban yang dialami.
TujuanViktimologi II
Menjelaskan Sebab-Sebab
Terjadinya Korban
Faktor-Faktor Penyebab
Terjadinya Viktimisasi
Tujuan Viktimologi II

PERANAN KORBAN

Kriminologi  Dilihat dari Aspek Pelaku
Viktimologi  Dilihat dari Aspek Korban

RISIKO KORBAN
PERANAN KORBAN

Hentig  Menghipotesakan bahwa dalam Beberapa hal Korban
membentuk dan mencetak penjahat dan kejahatannya
Wolfgang  Berdasasarkan Studi Data Statistik ditemukan bahwa
satu korban di antara empat kasus pembunuhan ikut
mempercepat pembunuhan
Amir  Dalam kasus Pemerkosaan, Korban berpartisipasi dan
mempercepat satu diantara lima kasus perkosaan
Meir & Meite  Dalam kasus Pemerkosaan, Victim Precipitation
mencapai sekitar 4-19% karena Kelalaian Korban
6 Tipologi Korban (Mandelsohn)
1. THE “COMPLETELY INNOCENT VICTIM”
 Korban yang sama sekali tidak bersalah
2. THE “VICTIM WITH MINOR GUILT” AND THE “VICTIM DUE TO HIS
IGNORANCE”
 Korban dengan kesalahan kecil dan korban yang disebabkan kelalaian
3. THE “VICTIM AS GUILTY AS THE OFFENDER AND VOLUNTARY
VICTIM”
 Korban sama salahnya dengan pelaku dan korban sukarela.
4. THE “VICTIM MORE GULTY THAN THE OFFENDER”
 Korban kesalahannya lebih besar daripada pelaku
5. THE “MOST GUILTY VICTIM” AND THE “VICTIM AS IS GUILTY ALONE”
 Korban yang sangat salah dan korban sebagai satu-satunya yang bersalah
6. THE “SIMULATING VICTIM” AND THE “IMAGINE AS VICTIM”
 Korban pura-pura dan korban imajinasi
Victim Precipitation Typology
(Stephen Scahfer)
1. Unrelated Victims

2. Provocative Victims
3. Precipitative Victims

4. Biologically Weak Victims
5. Socially Weak Victims

6. Self-Victimizing
7. Political Victims.
Klasifikasi Korban Atas Tingkat
Peranannya (Ezzat A. Fattah)
1.Nonparticipating Victims;
2. Latent or Predisposed Victim;

3. Provocative Victim;
4. Participating Victim;

5. False Victims
RISIKO KORBAN

 Dalam kondisi dan situasi tertentu cenderung
mudah terjadi viktimisasi
 Terjadinya kejahatan menunjukkan  Terdapat
ciri-ciri tertentu, keteraturan, unsur-unsur tipikal
pada kepribadian korban & sikap korban terhadap
pelaku dalam terjadinya kejahatan
RISIKO KORBAN

Separovic

Pribadi

(Biologis

usia,

jenis

kelamin,

kesehatan (terutama kes. jiwa)
Sosial



korban

imigran,

buatan

masyarakat,

minoritas,

jabatan,

hubungan pribadi, dll
Situasi  keadaan konflik, tempat dan waktu
Risiko Korban Berdasarkan Psikologi, Sosial dan Biologi 
13 Tipe Korban (Hans Von Hentig)
1. The young
2. The female
3. The old
4. The mentally defective and other mentally deranged
5. Immigrants
6. Minorities

7. Dull normals
8. The depresed
9. The acquisitive
10. The wanton
11. The lonesome and broken heart
12. Tormentors
13. The blocked, exempted, and fighting.
Tiga Fator Utama yang Mempunyai Risiko
Viktimisasi (STEINMETZ)

A. Attractiveness  mengacu pada nilai bagi pelaku tindak

pidana potensial melakukan tindak pidana terhadap obyek
tertentu
B. Proximity  pendekatan sosial dan geografik (antara korban
dan pelaku potensial)
C. Exposure  sejauh mana pelaku tindak pidana diberikan
kesempatan untuk melakukan tindak pidana ketika mereka
berhubungan dengan target yang sangat menarik

 Ingat kata “BANG NAPI”: Kejahatan bukan hanya dari
niat pelaku tapi karena adanya kesempatan.
TujuanViktimologi III
“Develop a system of measures for
reducing human suffering”
(Menciptakan
upaya
manusia)

suatu sistem kebijakan dalam
untuk
mengurangi
penderitaan
Restitusi dan Kompensasi


Merupakan bagian
atas
kebijakan
dalam
upaya
mengurangi penderitaan korban
(Materi: Dr. Angkasa)
RESTITUSI
Perbaikan atau Restorasi perbaikan atas kerugian baik
fisik, morel, maupun harta benda, kedudukan dan hak-hak
Korban atas serangan penjahat. Merupakan bentuk
pertanggungjawaban penjahat yang berkarakter pidana.
Dibayar oleh penjahat (Pelaku) berdasakan putusan
pengadilan atas tuntutan korban melalui proses peradilan
pidana
(Materi: Dr. Angkasa)

Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (2) UU No 26 Tahun 2004
ttg Pengadilan HAM
“Ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya
oleh pelaku atau pihak ketiga dapat berupa pengembalian harta
milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau
penderitaan atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu” (Rani)
KOMPENSASI
Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari
perbuatan jahat merupakan indikasi pertanggungjawaban
masyarakat atas tuntutan pembayaran kompensasi yang
berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban
dalam bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar
oleh masyarakat (negara).
(Materi: Dr. Angkasa)

Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (1) UU No 26 Tahun 2004
ttg Pengadilan HAM
“Ganti kerugian yang dibayar Negara karena pelaku tidak dapat
memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung
jawabnya” - (Rani)
RESTITUSI
LATAR BELAKANG SEJARAH RESTITUSI
(SEJARAH KORBAN)

SCAHAFER Membagi Tiga Periode:
1. The Golden Age of The Victim (Jaman Keemasan
Korban);
2. The Decline of The Victim (Jaman Kemunduran
Korban);
3. The Revival of The Victim’s Importance (Jaman
Kebangkitan Korban)
(Materi: Dr. Angkasa)
1. The Golden Age of The Victim
(Jaman Keemasan Korban)
Kontrol sosial dipegang oleh keluarga atau/klan;

 Posisi individu korban/pelaku cenderung diambil alih oleh
seluruh keluarga suku
Ex: Bangsa Cheyene dan Comance (serangan terhadap
individu adalah serangan terhadap klas/bangsanya)
Bentuk: Revange dan ganti rugi uang (Akibat perkembangan
sosial ekonomi, tetapi bersifat separodis terutama di kota)
 Apabila gantirugi dibayar  Acara pidana selesai (Apabila
korban menyetujui)

 Pelaku yang mengingkari kesepakatan dengan tidak
membayar ganti rugi akan menjadi Friedlos (orang yang
diluar perlindungan hukum)
 Besarnya ganti rugi bervariasi tergantung dari
(Ex: Suku Ifigoa, di Luson Utara)
1. Sifat Kejahatan;
2. Kedudukan klas yang terlibat;
3. Solidaritas dan perilaku kedua kelompok yang terlibat;
4. Kepribadian dan reputasi dari dua kepala kelompok;
5. Kedudukan Geografis.
(Materi: Dr. Angkasa)
The Golden Age of
The Victim

Kebudayaan Primitif
 Pembalasan

Kejahatan terhadap
keluarga/marga/salah satu
anggotanya  kelompok
korban turut pembalasan

Rani

Perubahan
kontrol arah sosial :
Individu  Keluarga/klan
korban
(konsep
asli
pertanggung
jawaban kolektif)

Sehingga terdapat “hak korban
atas ganti kerugian akibat
tindak pidana  ditanggung
oleh pelaku”

- Besarnya ganti rugi bervariasi
tergantung faktor yg mnjdi
acuan.
- Ex; Ifugao, Jerman, Inggris,
dll (berbeda2)
- Pelaku yg tdk memberikan
ganti rugi  Friedlos (org
diluar perlindungan hukum)

Kelompok primitif menetap 
tingkat
perkembangan
ekonomi/nilai

luka
jasmani/balas dendam diganti
dg barang2 yg mempunyai nilai
ekonomis
2. The Decline of The Victim
(Jaman Kemunduran Korban)
Negara – Penguasa & Gereja  mengambil alih dan
memonopoli lembaga hukum;
 Denda secara berangsur-angsur masuk ke kas negara
(dengan pembayaran berlipat) yang ditarik dari pelaku dan
pelakunya tetap di pidana;

 Kewajiban untuk menganti kerugian menjadi terpisah dari
lapangan hukum pidana;
 Kejahatan dipandang merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak individu sehingga hubungan korban dan pelaku
(penjahat) lebih memiliki aspek keperdataan daripada
aspek pidana.
(Materi: Dr .Angkasa)
Hak korban dalam ganti rugi diganti dengan
denda yang besarnya ditaksir oleh pengadilan

dan dibayar oleh pelaku kepada Raja. Hilangnya
konsepsi ganti rugi kepada korban karena
keinginan pihak Raja dan kaum Bangsawan

Feodal untuk memperoleh kekuasaan yg lebih
besar terhadap rakyatnya dan arogansi Raja
dan

kaum

Bangsawan

yang

berusaha

mengambil alih seluruh komposisi korban.
Rani
3. The Revival of The Victim’s Importance
(Jaman Kebangkitan Korban)
Dikatakan

adanya

kebangkitan

kepentingan

korban ketika terdapat suatu pandangan tentang
peradilan yang menuntut agar korban diilihat lagi
dalam pengertian yang lebih baik sebagai orang
yang dilukai maupun sebagai pelaku.
(Materi: Dr. Angkasa)
Terdapat

konsekuensi

pertanggungjawaban

fungsional

adanya
pelaku

dan

korbannya.
 Pelaku



diwujudkan

restitusi/kompensasi

atas

dalam

kesalahan

yg

dilakukan terhadap korban

 Korban
terhadap



diwujudkan

korban

supaya

dalam
tidak

tuntutan
melakukan

provokasi dan merangsang penjahat untuk
melakukan tindak pidana, serta aktif mencegah
terjadinya viktimisasi

Rani
MANFAAT RESTITUSI

Manfaat Restitusi bagi Korban
1.

Sebagai penggantian kerugian finansial, perbaikan
dan/atau pengobatan atas luka-luka fisik maupun
penderitaan psikologis sebagai korban tindak pidana
yang telah menimpanya;

2.Restitusi akan sangat berarti, mengingat setiap korban
tindak pidana saat ini cenderung menjadi korban ganda;
pertama, menjadi korban atas tindak pidana yang
menimpanya, dan kedua, menjadi korban ketika
memasuki sistem peradilan pidana yang paradigmanya
masih berorientasi terhadap pelaku.
(Materi: Dr. Angkasa)
Manfaat Restitusi bagi Pelaku
1.Merupakan cara yang efektif untuk rehabilitasi pelaku,
karena restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi
pelaku untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas
bermakna yang bermanfaat menumbuhkan harga diri;
dengan restitusi dirasakan akan meringankan beban
kesalahan pelaku dan pelaku cenderung lebih mudah
diterima kembali oleh korban dan/atau masyarakat dalam
kehidupan sosialnya;
2. Memberikan nilai pendidikan yang baik, dalam hal
pertanggungjawaban diri terhadap perbutannya yang
telah menimbulkan kerugian dan/atau penderitaan bagi
orang lain (korban);
3. Mempunyai efek pencegahan (deterrence effect)

dengan asumsi bahwa seseorang yang pernah
melaksanakan restitusi tidak akan kembali
melakukan tindak pidana selesai menjalankan
sanksi pidananya;
4) Apabila diintegrasikan dengan lembaga pidana
bersyarat, restitusi dapat menghindari pengaruh
buruk dari kehidupan di dalam penjara berupa
prisonisasi.
(Materi: Dr. Angkasa)
Manfaat Restitusi bagi
Pemerintah dan/ masyarakat

1.Dengan

efek pencegahan yang dimilikinya maka
restitusi akan menurunkan angka residivisme;

2. Restitusi yang diintegrasikan dengan lembaga pidana
bersyarat, akan mengurangi populasi hunian penjara
(lembaga pemasyarakatan) sekaligus penghematan
dana pengeluaran pemerintah; dengan tidak masuknya
pelaku menjalani pidana penjara di lembaga
pemasyarakatan maka pemerintah dapat menghemat
dana yang seharusnya dikeluarkan untuk memberi
makan, perawatan serta pembinaan bagi narapidana.
(Materi: Dr. Angkasa)
Eglash,

menggambarkan
bahwa
restitusi
merupakan cara efektif untuk rehabilitasi bagi pelaku.
Pertama restitusi memberikan akses dan kesempatan
bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan bermakna
yang bermanfaat menegakkan harga diri. Selanjutnya
Eglash yakin bahwa restitusi membuat perasaan lebih
baik. Restitusi merupakan latihan psikologi yang
dapat melatih ego bagi pelaku.
Dasar argumennya adalah dengan memberi
restitusi bagi korban yang membutuhkan dirasakan
akan meringankan beban kesalahan pelaku dan dapat
diterima di masyarakat di masa mendatang.
(Materi: Dr. Angkasa)
Galaway


Restitusi berdasar pendapat Galaway dapat dibedakan
dalam empat tipe yaitu: Monetary-victim restitution,
Monetary–community
restitution,
Service-victim
restitution dan Service-community restitution.



Galaway dalam menyusun tipe restitusi didasarkan atas
dua variabel yakni:
(1) Pelaku memberikan restitusi dalam bentuk uang atau
pelayanan; dan

(2) Penerima restitusi adalah korban sesungguhnya atau
pihak yang menggantikannya
1) Monetary-victim restitution
Pelaku secara langsung membayar kepada korban
berupa uang yang jumlahnya didasarkan atas jumlah
kerugian atau penderitaan korban. Besarnya dan
pelaksanaannya
ditetapkan
serta
diawasi
oleh
pengadilan.
2) Monetary- community restitution
Pelaku membayar ganti kerugian bukan terhadap
individu-individu sebagaimana di atas, tetapi kepada
kelompok masyarakat.
3)

Service-victim restitution, dan 4) Servicecommunity restitution
Pada hakikatnya sama dengan pengertian kedua
macam restitusi tersebut di atas. Letak perbedaannya
adalah pada service-victim restitution dan servicecommunity restitution bentuk ganti ruginya (restitusinya)
bukan uang tetapi berupa pelayanan. (Materi: Dr. Angkasa)
Schneider
Prosedur pelaksanaan restitusi, terdapat
5 cara program restitusi dapat diakui
eksistensinya:

1. Pertama, model “basic restitution” dengan prosedur
pelaku membayar kepada pengadilan, dan pengadilan
kemudian memberikan uang tersebut kepada korban;

2. Kedua, model “expanded basic restitution” dengan
prosedur pelaku dicarikan pekerjaan (bagi pelaku yang

berpenghasilan rendah dan pelaku berusia muda);
3. Ketiga, model “victim assistance” dengan prosedur pelaku
diberi kesempatan membantu korban sehingga korban
dapat menerima ganti rugi secara penuh;
4. Keempat,
model
“victim
assistance-offender
accountability” dengan prosedur dilakukan negosiasi dan
kadang-kadang mempertemukan kedua belah pihak demi
penyelesaian yang memuaskan;
5. Kelima, model “community accountability-deterrence”
dengan prosedur permintaan ganti rugi dimintakan oleh
sekelompok orang sebagai wakil dari masyarakat.
Permintaan ganti rugi meliputi jenis pekerjaan yang harus
dilakukan, maupun jadwal pembayaran ganti rugi.
(Materi: Dr. Angkasa)
KOMPENSASI
KOMPENSASI
Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari
perbuatan jahat merupakan indikasi pertanggungjawaban
masyarakat atas tuntutan pembayaran kompensasi yang
berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban
dalam bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar
oleh masyarakat (negara).
(Materi: Dr. Angkasa)





Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (1) UU No 26 Tahun
2004 ttg Pengadilan HAM
“Ganti kerugian yang dibayar Negara karena pelaku tidak
dapat memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang
menjadi tanggung jawabnya” - (Rani)
New Zealand  Negara pertama yg membentuk UU ttg
Kompensasi atas Korban Tindak Pidana,
“Criminal Injuris Compensation Act 1963”

* Falsafah  Kewajiban Masyarakat terhadap orang2
menderita merupakan tanggung jawab
negara, karena negara telah gagal mencegah
terjadinya tindak pidana
* Pertimbangan:
 Faktor Pelaku: Kemampuan bertanggung jawab
(umur, kesehatan, mental, pengaruh
alkohol)
 Faktor Korban: Victim precipitated crimes

Rani
Ideologi Kompensasi
Van Dijk menyebut dengan istilah “victimagogic” yang
meliputi empat ideologi pokok sebagai berikut. Pertama,
ideologi

perhatian (the care ideology), kedua, ideologi

resosialisasi atau rehabilitasi (the resocialisation or

rehabilitation ideology), ketiga ideologi pembalasan atau
peradilan

pidana

(retribution

or

criminal

justice

ideology), dan keempat ideologi radikal atau antiperadilan

pidana (radical or anti-criminal justice ideology).
1.Ideologi perhatian
 Disandarkan
pada prinsip negara kesejahteraan
(welfare state) yang memandang bahwa masyarakat
harus turut serta menanggung beban atas kemungkinan
penderitaan dari masyarakat lainnya yang tertimpa
musibah
berupa wabah penyakit, kecelakaan atau
pengangguran. Hakikat utama dari ideologi ini adalah
kesejahteraan. Salah satu bentuk pelaksanaan ideologi
ini berupa pemberian kompensasi berupa fasilitas
pengobatan bagi korban penganiayaan atau korban
perkosaan.
2.Ideologi resosialisasi atau rehabilitasi
 Memusatkan perhatian bukan pada korban tetapi lebih
kepada usaha untuk memahami pelaku dengan harapan
terjadi resosialisasi konstruktif pada diri pelaku.
3. Ideologi retributif
 Menekankan
perlunya memberikan kompensasi
kepada korban sesuai dengan tingkat kejahatan yang
menimpa korban, serta memberi peluang akses
korban dalam Sistem Peradilan Pidana untuk
menyatakan tuntutannya berupa permintaan ganti
kerugian maupun hukuman atas diri pelaku.
4. Ideologi radikal
 Menitik beratkan pada
usaha menerapkan sistem
baru yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum
perdata. Pelaksanaan atas ideologi radikal sudah
dilaksanakan di Amerika, Inggris dan Skotlandia.

(Materi: Dr. Angkasa)
Downer & Lab
“Landasan Filosofis
Kompensasi”
1. Alasan pertama
Berdasar kontrak sosial (social contract). Dalam hal ini
pemerintah memberikan kompensasi kepada warga
negaranya karena mereka telah melaksanakan
kewajiban membayar pajak dan pungutan lainnya.
Dengan demikian warga negara berhak mendapat
perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari negara.
Apabila warga masyarakat menjadi korban maka
merupakan kewajiban dari negara untuk memberikan
kompensasi atas dasar kontrak sosial.
2. Alasan kedua
 Menyangkut kesejahteraan sosial (social welfare) yang
mempunyai pandangan bahwa pemerintah mempunyai
ketentuan tentang standar hidup minimum sebagai
penilaian bagi mereka yang tidak mampu, tidak
berpenghasilan tetap dan warga negara yang kurang
beruntung lainnya. Pada korban akibat tindak pidana
digolongkan ke dalam katagori yang harus mendapatkan
bantuan karena kondisi yang serba kekurangan.
(Materi: Dr. Angkasa)
Landasan Filosofis Penerapan
Pemberian Kompensasi
di Indonesia
1. Pertama
 Menyangkut aspek kemanusian dan keadilan sosial
sebagaimana selaras dengan perumusan Sila ke 2
dan Sila ke 5 Pancasila yakni “Kemanusiaan yang
adil dan beradab” serta “Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia”, sehingga pemerintah mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan kepada
korban tindak pidana yang mengalami kerugian
dan/atau penderitaan. Bagi korban perkosaan
kompensasi sangatlah tepat mengingat kerugian
dan/atau penderitaannya cenderung sangat besar
dan berat.
2. Kedua
 Berdasar kontrak sosial (social contract). Dalam hal ini
pemerintah

memberikan

kompensasi

kepada

warga

negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban

membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan
setiap

warga

negara

berhak

mendapat

demikian

perlindungan

keamanan dan jaminan hidup dari pemerintah. Apabila warga

masyarakat menjadi korban tindak pidana maka pemerintah
dianggap telah gagal dalam memenuhi kewajibannya yakni
mencegah atau melindungi warganya dari kejahatan sehingga
pemerintah memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan
kompensasi.
Pada hemat penulis tangggung jawab atas kegagalan
pemerintah dalam melaksanakan tugas melindungi
warganya menjadi korban kejahatan dapat disandarkan
pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 13
Undang-undang tersebut merumuskan tentang tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
meliputi: (a). memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; (b). menegakkan hukum; (c). memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat. Pada ketentuan huruf (c) tersebutlah
tampaknya landasan pemberian kompensasi dapat
disandarkan.
(Materi: Dr. Angkasa)
Macam Bentuk
Kompensasi
Kompensasi yang diterima korban dapat merupakan
pemenuhan atas harapan korban berupa:
1) Pemberian sejumlah uang;
2) Pemberian informasi tentang kemajuan penyelesaian
kasusnya;

3) Pengobatan atas luka-luka yang diderita, serta ;
4) Pemulihan emosional melalui perawatan medik bagi
korban yang megalami kegoncangan mental.
(Materi: Dr Angkasa)
Korban yang dapat
menerima Kompensasi
1) Korban tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap;

2) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak tertangkap
atau melarikan diri;
3) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara pidana;
4) Korban
dunia;

tindak pidana yang pelakunya meninggal
5) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dalam posisi

yang mampu untuk membayar yang disebabkan karena
masih muda dan belum berpenghasilan, pelakunya secara
ekonomi sangat tidak mampu;

6) Korban sangat

menginginkan

dan membutuhkan

mendapat kompensasi;
7) Korban tidak dalam posisi mendapat pertanggungan dari

program asuransi. Dasar pemikirannya adalah

program

kompensasi tidak dimaksudkan menjadikan seseorang
lebih diuntungkan.
(Materi: Dr. Angkasa)
Manfaat Kompensasi
1) Kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang dapat
dirasakan oleh korban sebagai hal yang sangat bermanfaat
dan dapat diibaratkan sebagai obat panacea;
2) Kompensasi juga dirasakan lebih memenuhi rasa keadilan
terutama bagi korban tindak pidana yang pelakunya tidak
dapat
dipertanggungjawabkan
atas
perbuatannya
sebagaimana diatur dalam hukum pidana; pelakunya belum
atau tidak tertangkap; pelakunya melarikan diri; pelakunya
meninggal dunia; tindak pidana yang kasusnya
tidak
terungkap; serta pelakunya dalam posisi yang tidak mampu
membayar restitusi;
3) Kompensasi dapat menumbuhkan rasa kepercayaan dan
penghormatan bagi korban terhadap pemerintah yang
dirasakan turut peduli dan bertanggungjawab terhadap
warganya yang mengalami kerugian dan/atau penderitaan
sebagai korban tindak pidana.
(M: Dr. Angkasa)
Stefen Scrafer

Kompensasi lebih bersifat keperdatataan
yang timbul dari permintaan korban dan dibayar
oleh

masyarakat/negara/sebagai

bentuk

pertanggungjawaban masyarakat/negara
Restitusi lebih bersifat pidana yang timbul

dari putusan pengadilan pidana dan dibayar
oleh

terpidana/

sebagai

bentuk

pertanggungjawaban terpidana
-Rani-
5 Sistem pemberian Restitusi dan Kompensasi
kepada korban kejahatan:

1. Ganti rugi (damages) yang bersifat keperdataan, diberikan melalui

proses perdata. Sistem ini memisahkan tuntutan ganti rugi korban
dari proses pidana.
2) Kompensasi yang bersifat keperdataan diberikan melalui proses
pidana.
3) Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana,
dan diberikan dalam proses pidana.
4) Kompensasi yang bersifat perdata diberikan melalui proses pidana,

dan didukung oleh sumber-sumber penghasilan negara.
5) Kompensasi yang bersifat netral diberikan melalui prosedur khusus.
-Rani-
KORBAN KORPORASI
Korporasi mempunyai kekuatan yang besar,

sehingga aktivitas kejahatannya sering ditanggapi
secara diskriminatif.
Sering kegiatan aktivitas illegal korporasi (WCC)
tidak

ditanggapi

sebagai

kejahatan

(Hanya

merupakan musibah) dan mereka tidak menyadari

bahwa telah menjadi korban.
Terdapat keengganan korban untuk melapor
karena tidak tahu harus kemana melapor dan merasa
sulit untuk membuktikan.
(Materi: Dr. Angkasa)
Walau sulit untuk mengukur korban korporasi
tetapi bukanlah berarti tidak mungkin. Caranya
dengan Victim Survey dan pencatatan kerugian

aktivitas kejahatan korporasi.
Realitanya korban kejahatan korporasi sangatlah
besar. Misalnya ditemukan 330.0000 kecelakaan
kerja yang disebabkan oleh kondisi tempat bekerja.
Perbandingannya

7:1

dengankejahatan

konvensional.
(Materi: Dr. Angkasa)
Korporasi juga terlibat dalam pemasaran
produk yang tidak teruji secara memadai (12:1
dibandingkan dengan kejahatan konvensional)
Kesimpulannya

bahwa

masyarakat

lebih

berisiko menjadi korban kejahatan korporasi
dibandingkan dengan kejahatan konvensional.
(Materi: Dr. Angkasa)
Korban North Sea Oil menewaskan 160
orang dianjuangan piper Alpha. Penyebabnya
tidak
cermatnya
lolos
uji
keamanan
(Dipaksakannya para pekerja untuk berada
dalam situsi kerja yang membahayakan, yang
sebenarnya dapat dihindari dan dicegah).

Korban korporasi pada industri farmasi
pada kasus “THALIDOMIDE” Tahun 1960’an
mengakibatkan setidaknya 8.000 anak cacat.
(Materi: Dr. Angkasa)
Kejahatan korporasi di bidang Farmasi dilakukan
dengan penyuapan petugas kontrol, kecurangan dalam
pengujian obat, periklanan yang menyesatkan dan
penyuapan terhadap para medik.

Namun
demikian,
penegakan
hukum
terhadap kejahatan korporasi tetap sulit karena:
kadang tidak tampak sebagai kejahatan, korban
memandang hanya sebagai kesialan, korban
pasif, korban tidak tahu harus kemana melapor,
sulit pembuktiannya di samping kekuatan
kapitalisme, serta adanya kolusi antara
korporasi dengan petugas.
(Materi: Dr. Angkasa)
BYSTANDER INTERVENTION
IN A CRIME
BY: LEONARD BICMAN
Viktimologi tidak hanya mencangkup korban dan
pelaku kejahatan saja. Namun, juga meliputi orang yang
ada disekitarnya tempat kejadian dan saksi.
Intervensi Bystander secara langsung maupun tidak
telah memberikan keuntungan tidak saja bagi korban
tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
Viktimologi harus memperluas cakupannya dengan
memasukan tidak hanya korban dan pelaku kejahatan

saja tetapi juga Bystander.
(Materi: Dr. Angkasa)
MACAM BYSTANDER
Dapat dibedakan:
1. Terlibat secara tidak langsung (hanya
melaporkan kejahatan kepada Polisi)

2. Terlibat secara langsung (Turut menolong
korban saat terjadinya tindak pidana)
 Kedua

macam

memberikan

Bystander

manfaat

bagi

ini

sama-sama
korban

dan

masyarakat.
(Materi: Dr. Angkasa)
MANFAAT BYSTANDER

1. Pertolongan
korban
pelacakan
(Polisi
dapat
menemukan pelaku kejahatan dengan cepat dengan
melcak berdasarkan informasi Bystander);
2. Meningkatkan akurasi statistik kriminal (meningkatnya
intervensi warga negara akan mendorong pada
informasi yg lebih akurat mengenai angka kejahatan);
3. Pencegahan
kejahatan
(intervensi
masyarakat
meciptakan atmosfer yg tidak kondusif bagi aktivitas
kriminal kohesivitas sosial – angka keterlibatan
Bystander akan meningkatkan indeks kebersamaan
sosial)
(Materi: Dr. Angkasa)
ARMED ROBERT
IN POST-CIVIL WAR NIGERIA THE
ROLE OF THE VICTIM
BY: NWOKOCHA KU NKPA
Von Hentig:
Dalam beberapa hal korban membentuk dan mencetak
kejahatan dan penjahatnya
Untuk

memahami

sifat

dan

cakupan

kejahatan

perampokan bersenjata di Nigeria, sangat prnting kiranya
dipelajari seluruh aspek korban yg dapat dianggap dapat
bertanggung jawab atas viktimisasi.
Ellenberger

mempunyai

padangan

bahwa

apabila

terdapat kriminogenesis (faktor mendorong munculnya
kejahatan), maka di sana pula terdapat viktimogenesis
(faktor yg menggerakan sesorang menjadi korban).
(Materi: Dr. Angkasa)
Kontribusi Korban pada
Kejahatan Perampokan Bersenjata di Nigeria

“Dalam beberapa kejadian perampokan,
tampak

bahwa

para

korban

karena

tingkah lakunya sendiri telah menarik
perhatian si perampok”
Bentuk Andil Korban
- Memamerkan kekayaan peran “Good Samaritan”
(Orang yang suka menolong)
- Bahaya profesi;
- Kecerobohan berbicara;
- Tidak hati-hati dengan harta milik;
- Mudah percaya pada orang asing;
-Kesalahan petugas bank
(Materi: Dr.Angkasa)
PERLINDUNGAN
SAKSI DAN KORBAN
- UU No 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban-
Pengertian
* Perlindungan
 Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan
untuk memberikan rasa aman kepada Saksi & Korban yg
wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya yg
sesuai dg ketentuan UU ini (Pasal 1 (6))
* Saksi
 Orang yg dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/ia alami sendiri (Pasal 1
(1))
* Korban
 Seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana (Pasal 1 (2))
- Rani-
Urgensi Perlindungan Saksi
& Korban


Penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang

tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering
mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi/dan
Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari
pihak tertentu;


Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana
selama ini kurang mendapatkan perhatian masyarakat dan penegak
hukum;



Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi
Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam
proses peradilan pidana


-Rani-
ASAS dan Tujuan
ASAS:
a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia;
b. Rasa aman;
c. Keadilan;
d. Tidak diskriminatif;
e. Kepastian hukum

TUJUAN
Perlindungan S&K bertujuan memberikan rasa aman
kpd S&/K dalam memberikan keterangan pd setiap proses
peradilan pidana.
- Rani-
Syarat Pemberian
Perlindungan Saksi & Korban
Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi &/Korban
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 ayat (2)
diberikan dg pertimbangan syarat:
a. Sifat pentingnya keterangan Saksi &/Korban;
b. Tingkat

ancaman

yg

membahayakan

Saksi&/Korban;
c. Hasil

analisis

tim

medis/psikolog

terhadap

Saksi&/Korban;
d. Rekam jejak kejahatan yg pernah dilakukan oleh
Saksi&/Korban. (Pasal 28)

- Rani-
Hak Saksi&Korban
* Seorang

saksi dan korban berhak:

a) memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman
yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang,
atau telah diberikannya;
b) ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
c) memberikan keterangan tanpa tekanan;
d) mendapat penerjemah;
e) bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f) mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g) mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h) mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i) mendapat identitas baru;
j) mendapatkan tempat kediaman baru;
k) memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
dengan kebutuhan;
l) mendapat nasihat hukum;
m) dan/atau
memperoleh
bantuan
biaya
hidup
sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir. (Pasal 5 ayat 1)
 Diberikan kpd S&/K tindak pidana dlm kasus-kasus
tertentu sesuai dg keputusan LPSK. (Pasal 5 ayat 2)
* Korban dalam pelanggaran HAM yang berat selain
berhak atas hak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5,
juga berhak utk mendapatkan:
a. Bantuan medis;
b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial. (Pasal 6)
* Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke
pengadilan berupa:
a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran
HAM yang berat;
b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yg menjadi
tanggung jawab pelaku tindak pidana. (Pasal 7)
* (1) Saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada
dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan
hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir
langsung di pengadilan tempat perkara tersebut
sedang diperiksa;
(2) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara
tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang
berwenang dan membubuhkan tanda tangannya
pada berita acara yang memuat kesaksiaannya
tersebut;
(3) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara
langsung melalui sarana elektronik dengan
didampingi oleh pejabat yang berwenang. (Pasal 9)
(1) Saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara
hukum baik pidana maupun perdata, atas laporan,
kesaksian yang akan datang, sedang, atau telah
diberikannya;
(2) Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang
sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana
apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan
pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang
akan dijatuhkan;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak
berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang tidak
memberikan tidak dengan itikad baik. (Pasal 10)
- Rani-
Tata cara Pemberian
Perlindungan
a. Saksi &/Korban, baik atas inisiatif sendiri maupun atas
permintaan

pejabat

yg

berwenang

mengajukan

permohonan scr tertulis kpd LPSK;
b.

LPSK

segera

melakukan

pemeriksaan

terhadap

permohonan;
c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat
7 hari sejak permohonan perlindungan diajukan. (Pasal

29)
- Rani-
* (1) Dalam hal LPSK menerima permohonan
S&/K, S&/K menandatangi pernyataan kesediaan
mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan S&/K;
(2) Penyataan kesediaan, memuat:
a. Kesediaan S&/K utk memberikan kesaksian dlm
proses peradilan;
b. ---menaati
aturan
yg
berkenaan
dg
keselamatannya;
c. --- tidak berhubungan dg cara apapun dg orang
lain selain atas persetujuan LPSK selama ia
berada dlm perlindungan LPSK;
d. --- tidak memberitahukan kepada siapa pun
mengenai keberadaannya di bawah perlindungan
LPSK;
e. Hal-hal lain yg dianggap perlu olh LPSK
(Pasal 30)
* LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada
S&/K, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya
pernyataan kesedian sebagaimana dimaksud dlm Pasal 30.
(Pasal 31)

* Penghentian Perlindungan atas Keamanan S&/K:
1. S&/K

meminta agar perlindungan trhdpnya
dihentikan dlm hal permohonan diajukan atas
inisiatif sendiri;
2. Atas pemrintaan pejabat yg berwenang dlm hal
permintaan perlindungan trhdp S&/K berdasarkan
atas permintaan pejabat yg bersangkutan;
3. S&K melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dlm
perjanjian;
4. LPSK berpendapat bahwa S&/K tidak lagi
memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti
yg menyakinkan. (Pasal 32 ayat 1)
- Rani-
Tata cara Pemberian
Bantuan
* Bantuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 6 diberikan kepada
seorang S&/K atas permintaan tertulis dri yg bersangkutan atau
pun orang yang mewakilinya kpd LPSK. (Pasal 33)
* 1. LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kpd S&/K;
2. Dalam hal S&/K layak diberi bantuan, LPSK menentukan
jangka waktu dan besaran biaya yg diperlukan. (Pasal 34)
* Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kpd S&/K harus
diberitahukan secara tertulis kpd yg bersngkutan paling lama 7
hari sejak diterimanya permintaan tersebut. (Pasal 35).
- Rani-
Kerjasama
1. Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan
bantuan, LPSK dapat bekerjasama dg instansi terkait
yg berwenang;

2. Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan,
instansi terkait sesuai dg kewenangannya wajib
melaksanakan keputusan LPSK sesuai dg ketentuan

yang diatur dlm UU ini. (Pasal 36)
- Rani-
RESTORATIVE
JUSTICE


Restorative Justice adalah suatu respon terhadap tindak
pidana yang menitik beratkan pada pemulihan korban yang
menderita kerugian, memberikan pengertian kepada pelaku
untuk bertanggung jawab atas tindak pidana yang mereka
lakukan, dan membangun masyarakat yang damai.
Restorative Justice dapat digambarkan sebagai suatu
tanggapan kepada perilaku kejahatan untuk memulihkan
kerugian yang diderita oleh para korban kejahatan dan untuk
memudahkan perdamaian antar pihak-pihak yang saling
bertentangan
(Kevin I. Minor and J. T. Morrison. 1996. "A Theoretical Study and Critique of
Restorative Justice." In Restorative Justice: International Perspectives, edited
by Burt Galaway and Joe Hudson. Monsey, NY; Amsterdam, The
Netherlands: Criminal Justice Press and Kugler Publications)
Tony Marshall:
Restorative justice sebagai suatu proses di
mana semua pihak yang berhubungan datang
berkumpul untuk memutuskan solusi secara
bersama akibat dan pengaruhnya pada masa

depan.
Hudson Joe:
Restorative justice mempunyai kaitan hubungan yang
lebih luas antara pelaku, korban dan masyarakat. Semua
pihak dilibatkan dalam penyelesaian masalah dan berdamai.
Kejahatan dilihat lebih dari sekedar suatu pelanggaran
hukum pidana. Sebagai gantinya, fokusnya diberikan pada

korban dan masyarakat dan masing-masing mempunyai
peran dalam menanggapi suatu kejahatan yang diperbuat.
Sebagai hasil pertemuan dengan korban, pelaku diharapkan

untuk mendapatkan satu pemahaman tentang konsekuensi
dari perilaku mereka sehingga dapat merasakan suatu
penyesalan”
Burt Galaway and Joe Hudson, bahwa definisi
restorative justice meliputi beberapa unsur pokok,
antara lain:
"Pertama, kejahatan dipandang sebagai suatu
konflik antara individu yang dapat mengakibatkan
kerugian pada korban, masyarakat, maupun pelaku
itu sendiri; Kedua, tujuan dari proses peradilan
pidana harus menciptakan perdamaian dalam
masyarakat, semua pihak dan mengganti kerugian
yang disebabkan oleh perselisihan tersebut;
Ketiga, proses peradilan pidana memudahkan
peranan korban, pelaku, dan masyarakat untuk
menemukan solusi dari konflik itu.
Manfaat

dengan mengunakan restoratif justice, di mana
restorative justice dalam memperbaiki sistem peradilan pidana
biasa mempunyai manfaat sebagai berikut:
 Memandang tindakan kejahatan dengan penuh pemahaman:
tidak hanya mengetahui pengertian dari kejahatan, tetapi
juga mengenali bahwa pelaku, korban kejahatan, masyarakat
dan bahkan dirinya sendiri;
 Melibatkan banyak pihak: dengan cara memberikan kepada
pemerintah, pelaku, korban maupun masyarakat untuk ikut
berperan aktif;
 Mengukur
kesuksesan dengan cara yang berbeda:
dibandingkan dengan hanya memberikan hukuman yang
berat,
tetapi
berusaha
untuk
memperbaiki
atau
mencegahnya;
 Memberikan pengertian tentang arti pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam menanggapi dan mengurangi kejahatan,
sehingga pemerintah tidak mengatasi kejahatan sendirian.
UU No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
* “Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan
pendekatan Keadilan Restoratif” Pasal 5 ayat (1) 
(Ayat 3  wajib diversi)
* Keadilan restoratif adalah “Penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil
dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan bukan pembalasan”. Pasal 1 angka (6)

* Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak
dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana  1 (7)

More Related Content

What's hot

Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidanaNuelimmanuel22
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
P. 2 sejarah viktimologi..
P. 2 sejarah viktimologi..P. 2 sejarah viktimologi..
P. 2 sejarah viktimologi..
yudikrismen1
 
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
P. 3 ruang lingkup dan teori  korbanP. 3 ruang lingkup dan teori  korban
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
yudikrismen1
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalEvirna Evirna
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
alsalcunsoed
 
Hukum Perdata
Hukum Perdata Hukum Perdata
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Idik Saeful Bahri
 
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAKSISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
sayidmuhfaldy
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Idik Saeful Bahri
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
Sigit Riono
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Memahami Restorative Justice
Memahami Restorative JusticeMemahami Restorative Justice
Memahami Restorative Justice
Lestari Moerdijat
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Idik Saeful Bahri
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
yudikrismen1
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Idik Saeful Bahri
 

What's hot (20)

Bab 6 pertanggungjawaban pidana
Bab 6   pertanggungjawaban pidanaBab 6   pertanggungjawaban pidana
Bab 6 pertanggungjawaban pidana
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
P. 2 sejarah viktimologi..
P. 2 sejarah viktimologi..P. 2 sejarah viktimologi..
P. 2 sejarah viktimologi..
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
P. 3 ruang lingkup dan teori  korbanP. 3 ruang lingkup dan teori  korban
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
 
Contoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasionalContoh kasus hukum perdata internasional
Contoh kasus hukum perdata internasional
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
 
Hukum Perdata
Hukum Perdata Hukum Perdata
Hukum Perdata
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
Hukum acara perdata - Fungsi, tujuan, dan sumber hukum acara perdata (Idik Sa...
 
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAKSISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi secara umum (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Memahami Restorative Justice
Memahami Restorative JusticeMemahami Restorative Justice
Memahami Restorative Justice
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 

Viewers also liked

Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana
hanggardatu
 
Analisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologiAnalisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologihudaaja
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
Angga Nuari Permana
 
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai WhistleblowerPerlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
Abdillah Mt
 
Contoh makalah-kriminologi
Contoh makalah-kriminologiContoh makalah-kriminologi
Contoh makalah-kriminologiTerminal Purba
 
Cara merubah nama pada alamat facebook
Cara merubah nama pada alamat facebookCara merubah nama pada alamat facebook
Cara merubah nama pada alamat facebookAbdillah Mt
 
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di IndonesiaAspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
Wahono Diphayana
 
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesiaPeran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesiaLisa SYP
 
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anakPenegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anakCandra Putra
 
Ham menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamHam menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamFAS DC
 
tipologi kejahatan penjahat
tipologi kejahatan  penjahattipologi kejahatan  penjahat
tipologi kejahatan penjahat
Taufikkurrahman Taufikkurrahman
 
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
ECPAT Indonesia
 
Ppt Pelanggaran HAM
Ppt Pelanggaran HAMPpt Pelanggaran HAM
Ppt Pelanggaran HAM
Febrinaa24
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
meikaa
 
materi Hukum dan ham
materi Hukum dan ham materi Hukum dan ham
materi Hukum dan ham Bang Ucok
 

Viewers also liked (18)

Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana
 
Analisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologiAnalisa kasus kriminologi
Analisa kasus kriminologi
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai WhistleblowerPerlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
Perlindungan Saksi & Korban Sebagai Whistleblower
 
Contoh makalah-kriminologi
Contoh makalah-kriminologiContoh makalah-kriminologi
Contoh makalah-kriminologi
 
Cara merubah nama pada alamat facebook
Cara merubah nama pada alamat facebookCara merubah nama pada alamat facebook
Cara merubah nama pada alamat facebook
 
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di IndonesiaAspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
Aspek Hukum Dan Tindakan Karantina Hewan Di Indonesia
 
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesiaPeran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia
Peran hukum dalam penegakkan hak asasi manusia di indonesia
 
Penologi
PenologiPenologi
Penologi
 
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anakPenegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
Penegakkan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
 
Ham menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islamHam menurut pandangan barat dan islam
Ham menurut pandangan barat dan islam
 
tipologi kejahatan penjahat
tipologi kejahatan  penjahattipologi kejahatan  penjahat
tipologi kejahatan penjahat
 
Ppt spgdt s b
Ppt spgdt s bPpt spgdt s b
Ppt spgdt s b
 
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016 - 2020
 
Ppt Pelanggaran HAM
Ppt Pelanggaran HAMPpt Pelanggaran HAM
Ppt Pelanggaran HAM
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
 
materi Hukum dan ham
materi Hukum dan ham materi Hukum dan ham
materi Hukum dan ham
 

Similar to Materi Viktimologi by Ibu Rani

Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptxBantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
YunHyerim2
 
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptxgwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
humasunis
 
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdfDDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
RayhanJe
 
KRIMINOLOGI 1.pptx
KRIMINOLOGI 1.pptxKRIMINOLOGI 1.pptx
KRIMINOLOGI 1.pptx
haniekusuma
 
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipP. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
yudikrismen1
 
Pengertian & obyek kajian kriminologi
Pengertian & obyek kajian kriminologiPengertian & obyek kajian kriminologi
Pengertian & obyek kajian kriminologiRifan Adriansyah
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
SaktaPrwt
 
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
eli priyatna laidan
 
Muji kuswanto 18060464121
Muji kuswanto 18060464121Muji kuswanto 18060464121
Muji kuswanto 18060464121
MujiKuswanto
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020
MohammadAnandaRezaKu
 
Sari Presentasi.pptx
Sari Presentasi.pptxSari Presentasi.pptx
Sari Presentasi.pptx
TheFlat1
 
Pengertian Kriminologi
Pengertian KriminologiPengertian Kriminologi
Pengertian Kriminologi
Taufikkurrahman Taufikkurrahman
 
Makalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatanMakalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatan
Septian Muna Barakati
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
MuhamadRifkiRamadhan
 
Pertemuan 21 ilmu pendukung
Pertemuan 21 ilmu pendukungPertemuan 21 ilmu pendukung
Pertemuan 21 ilmu pendukung
yudikrismen1
 
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotikaPerlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Deny Ridha
 
KRIMINOLOGI PERKULIAHAN 1.pptx
KRIMINOLOGI  PERKULIAHAN 1.pptxKRIMINOLOGI  PERKULIAHAN 1.pptx
KRIMINOLOGI PERKULIAHAN 1.pptx
MSBPDIH
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
Warnet Raha
 

Similar to Materi Viktimologi by Ibu Rani (20)

Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptxBantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
Bantuan Hukum Advokasi Kelompok 4.pptx
 
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptxgwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
gwwwwaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwr.pptx
 
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdfDDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
DDF M. Raihan Fatikawa 2.pdf
 
KRIMINOLOGI 1.pptx
KRIMINOLOGI 1.pptxKRIMINOLOGI 1.pptx
KRIMINOLOGI 1.pptx
 
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ipP. 4 hubungan viktimologi dgn ip
P. 4 hubungan viktimologi dgn ip
 
Pengertian & obyek kajian kriminologi
Pengertian & obyek kajian kriminologiPengertian & obyek kajian kriminologi
Pengertian & obyek kajian kriminologi
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
Rpp ppkn sma xi bab 1 pertemuan 1
 
Muji kuswanto 18060464121
Muji kuswanto 18060464121Muji kuswanto 18060464121
Muji kuswanto 18060464121
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020
 
Sari Presentasi.pptx
Sari Presentasi.pptxSari Presentasi.pptx
Sari Presentasi.pptx
 
Pengertian Kriminologi
Pengertian KriminologiPengertian Kriminologi
Pengertian Kriminologi
 
Makalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatanMakalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatan
 
Makalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatanMakalah teori kejahatan
Makalah teori kejahatan
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
 
Pertemuan 21 ilmu pendukung
Pertemuan 21 ilmu pendukungPertemuan 21 ilmu pendukung
Pertemuan 21 ilmu pendukung
 
HAM
HAMHAM
HAM
 
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotikaPerlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
 
KRIMINOLOGI PERKULIAHAN 1.pptx
KRIMINOLOGI  PERKULIAHAN 1.pptxKRIMINOLOGI  PERKULIAHAN 1.pptx
KRIMINOLOGI PERKULIAHAN 1.pptx
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
 

Materi Viktimologi by Ibu Rani

  • 2. Viktimologi  Victim (korban)  Logi (pengetahuan) Ilmu Pengetahuan * “victima” (Korban)  Bahasa Latin * “Logos” (ilmu pengetahuan)  Bahasa Yunani = Viktimologi berarti ilmu pengetahuan tentang korban
  • 3.  ZVONIMIR PAUL-SEPAROVIC: VICTIMOLOGY REFERS TO SCIENCE DEALING WITH THE STUDY OF THE VICTIM  J.E.SAHETAPY: VIKTIMOLOGI SECARA SINGKAT ADALAH ILMU ATAU DISIPLIN YANG MEMBAHAS PERMASALAHAN KORBAN DALAM SEGALA ASPEK  ARIF GOSITA: VIKTIMOLOGI ADALAH SUATU STUDI ATAU PENGETAHUAN ILMIAH YANG MEMPELAJARI MASALAH PENGORBANAN KRIMINAL SEBAGAI SUATU MASALAH MANUSIA YANG MERUPAKAN SUATU KENYATAAN SOSIAL
  • 4. KEDUDUKAN VIKTIMOLOGI Kedudukan Viktimologi sebagai ilmu baru, apakah hanya merupakan bagian dari kriminologi atau sudah merupakan disiplin yang mandiri (sejajar dengan ilmu lainnya)?
  • 5. Separovic Dasar pembedaan terletak pada ruang lingkup kajian. Apabila obyek kajian Viktimologi hanya korban akibat kejahatan saja, maka viktimologi hanya sebagian dari kajian masalah kejahatan dan sebagai akibatnya menjadi bagian dari Kriminologi. (didukung oleh Schneider) Apabila obyek Viktimologi meliputi semua korban, termasuk korban bencana alam, maka viktimologi merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri (Didukung oleh Mandelshon)
  • 6. Nagel seorang kriminolog yang berpendirian viktimologi sebagai bagian kriminologi mencoba memberikan penjelasan kedudukan viktimologi. Apabila kriminologi tetap berpegang sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang kejahatan, berarti konsep kriminologi yang demikian itu sangat sempit hanya mengkaji tentang etiologi kriminal. Kriminologi dalam arti etilogi kriminal, dengan tegas tidak dapat disetujui, sebab hanya mempelajari penjahatnya berarti merupakan ilmu pengetahuan yang sempit dan berat sebelah. Dengan demikian obyek kriminologi tidak sesuai dengan kenyataan, bahwa kejahatan di samping penjahat terdapat korban.
  • 7. Iswanto (1995, dalam Disertasinya) Viktimologi pengetahuan sebagai yang suatu mandiri. disiplin Pandangan ilmu ini berdasarkan pendapat pakar hukum pidana (kriminolog) dan simposium
  • 8.  Scafer (1968) Viktimologi merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mandiri atas dasar hubungan antara penjahat-korban (criminal-victim relationship). Hal itu berarti bahwa terjadinya kejahatan atas interaksi antara penjahat dan korban sekaligus adanya pengakuan peranan dan tanggungjawab. Di samping itu, viktimologi menuntut agar supaya pembuat kejahatan bertanggung jawab terhadap kerugian pisik, morel maupun nyawa korban.
  • 9.  Simposium Simposium Internasional Pertama Tentang Viktimologi di Yerusalem yang diselenggarakan pada tahun 1973, menyimpulkan bahwa : 1.Viktimologi dirumuskan sebagai suatu studi ilmiah mengenai korban; 2.Kriminologi telah dipercaya dengan suatu orientasi viktimologi (Gosita, 1977)
  • 10. Seminar Kriminologi ke VI di Universitas Diponegoro Semarang (tanggal 16-18 September 1991), secara tidak langsung telah mengakui eksistensi viktimologi atau “Criminal-Victim Relationship” dengan penjelasan: ...bahwa database statistik kriminal yang merupakan seperangkat hasil analisis data mengenai kejahatan yang merupakan hal-hal yang berkaitan langsung dengan peristiwa kejahatan yaitu: 1. bentuk tindak pidana yang meliputi (a) aturan pidana yang dilanggar dan ancaman pidananya, (b) waktu dan tempat tindak pidana; 2. pelaku tindak pidana termasuk (a) biodata, (b) hubungan keluarga dengan korban; 3. penyelesaian perkara; dan 4. . korban tindak pidana
  • 11. PEMBAGIAN VIKTIMOLOGI A. Viktimologi Dalam Arti Sempit/Viktimologi Khusus Ilmu pengetahuan empiris yang berkaitan dengan korban dari kejahatan/perbuatan yang dapat dihukum  viktimimologi penal/kriminal B. Viktimologi Dalam Arti Luas/ General Victimology Mencangkup seluruh ilmu pengetahuan tentang korban pada umumnya  Termasuk dalam lingkup ini meliputi korban dari perbuatan yang dapat dihukum/kecelakaan (lalu-lintas/kerja/bencana alam), korban dari masyarakat, korban dari negara. C. Viktimologi Baru/ NewVictimology Ilmu pengetahuan tentang korban yang mencangkup korban penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM, dan korban yang dimaksud kriminologi radikal (korban kejahatan konvensional dan yang dilakukan oleh khas yang berkuasa)
  • 12. Kritik yang memunculkan Viktimologi Baru (Tokoh R.Elias) Penguasa hukum yang bertindak melalui aparataparat telah mendefinisikan hukum lebih merupakan kepentingan klas atau kelompoknya daripada kepentingan masyarakat banyak. Dengan demikian korban pelanggaran HAM/Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh para penguasa tidak kelihatan. Baru terlihat setelah hal tersebut dirumuskan dalam undangundang/discourse.
  • 13. TUJUAN VIKTIMOLOGI A. To Analize the manifold aspect of the victim’s problem Menganalisis berbagai aspek masalah korban  Kerugian/Penderitaan Korban (fisik, kerugian materiil, sosial/psikologis, lamanya penderitaan)  a second victimization in criminal justice system B. To explain the causes for victimization Menjelaskan sebab-sebab terjadinya pengorbanan (timbulnya korban) C. Develop a system of measures for reducing human suffering Menciptakan suatu sistem kebijakan dalam upaya untuk mengurangi penderitaan manusia
  • 14. PENGERTIAN KORBAN Pengertian korban secara umum pada hakikatnnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1. Dalam sejarah dikenal beberapa istilah; Korban dalam arti “sacrifice”  artinya bentuk korban (pengorbanan) yang dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat metafisik, supranatural, misalnya korban dalam upacara keagamaan dan atau sejenisnya, untuk persembahan dewa, pengampunan, penghormatan, ungkapan terimakasih, penebusan dosa, dll; “Propitiatory”  untuk meminta belas kasihan dewa; “Holocaust”  Pengorbanan Pembakaran; “Komuni” Pengorbanan sebagian yang sisanya dimakan bersama.
  • 15. 2. Korban dalam Konsep Keilmuan (Victimological) Objek Korban dalam viktimologi dikenal dengan korban dalam konsep kelilmuan, antara lain: Korban akibat kejahatan atau perbuatan yang dapat dihukum (victim of crime), korban kecelakaan (victim of accident), korban bencana alam (victim of natural disaster), korban kesewenang-wenangan penguasa atau korban atas pelanggaran hak asasi manusia (victim of illegal abuses of public power) maupun korban dari penyalahgunaan kekuasaan di bidang ekonomi (victim of illegal abuses of economic power)
  • 16.  Pengkajian secara keilmuan tidak hanya terbatas pada individu, akan tetapi bisa juga berupa kelompok orang, masyarakat, korporasi, swasta maupun pemerintah/negara, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya langsung mengalami dari keluarga dekat korban kerugian dan ketika atau tanggungan orang-orang membantu yang korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi.
  • 17. Pengertian Korban dalam beberapa Ahli dan Regulasi  Webster, Kamus, Webster a) suatu makhluk hidup yang dikorbankan kepada dewa atau dalam melaksanakan upacara agama; b) seseorang yang dibunuh, dianiaya, atau didendan oleh orang lain; seseorang yang mengalami penindasan, kerugian, atau penderitaan; c) seseorang yang mengalami kematian, luka-luka dalam berusaha menyelamatkan diri; d) seseorang yang diperdaya, ditipu, atau mengalami penderitaan; seseorang yang dipekerjakan atau dimanfaatkan secara sewenang-wenang dan tidak layak.
  • 18.  Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1983) Mengartikan korban: 1. Pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati dsb); 2. Orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu, dsb); 3. Orang yang mati; 4. Orang yang mati karena menderita kecelakaan, karena tertimpa bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dsb
  • 19.  Sahetapy Orang perorangan atau badan hukum yang menderita luka-luka, kerusakan atau bentuk-bentuk kerugian lainnya yang dirasakan, baik secara fisik maupun secara kejiwaan. Kerugian tersebut tidak hanya dilihat dari sisi hukum saja, tetapi juga dilihat dari segi ekonomi, politik maupun social budaya. Mereka yang menjadi korban dalam hal ini dapat dikarenakan kesalahan si korban itu sendiri, peranan korban secara langsung atau tidak langsung, dan tanpa adanya peranan dari si korban
  • 20.  Arif Gosita Mereka yang menderita baik jasmaniah dan orang rohaniah lain sebagai yang akibat mencari tindakan pemenuhan kepentingan bagi diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan
  • 21.  Muladi Orang-orang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau omisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing penyalahgunaan kekuasaan negara, termasuk
  • 22.  Deklarasi PBB dalam The Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 1985 “victims means persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental rights, through acts or omission of criminal laws operative within Member States, including those laws proscribing criminal abuse of power”…… Through acts or omissions that do not yet constitute violations of national criminal laws but of internationally recognized norms relating to human rights”
  • 23.  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan pengertian mengenai korban. Seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”  PP No 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat Orang perseorangan/kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi, atau mengalami pengabaian, pengurangan atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran HAM yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.
  • 24. Macam-macam Korban berdasarkan Konggres PBB ketujuh: 1. Korban kejahatan Konvensional 2. Korban non-konvensional 3. Korban kejahatan akibat penyalahgunaan kekuasaan (Ilegal abuses of power) terhadap HAM
  • 25. Kriterium obyek yang menderita (Separovic) 1. Korban Individual; 2. Korban Kolektif; 3. Korban Abstrak; 4. Korban pada diri sendiri.
  • 26. Tujuan Viktimologi I Menganalisis BERBAGAI ASPEK MASALAH KORBAN
  • 27. BERBAGAI ASPEK MASALAH KORBAN Tujuan Viktimologi yang Pertama Pembicaraan  orientasi pada kerugian &/ penderitaan korban akibat tindak pidana yang menimpanya (viktimisasi)
  • 28. KERUGIAN &/PENDERITAAN KORBAN Kerugian/ penderitaan:  Dapat dialami satu jenis 1. Luka Fisik 2. Kerugian Materi 3. Kerugian Sosial dan Psikologis  Lamanya Penderitaan  Perhatian terhadap Korban Pidana/Kedudukan Korban dalam Peradilan Pidana Tindak Sistem  Dapat pula dirasakan sekaligus
  • 29. 1. Luka Fisik  Termasuk yang mudah terlihat (bandingkan dg kerugian/penderitaan lain)  Penganiayaan ringan, cenderung dihiraukan sebagai luka fisik tidak begitu  Korban cenderung akan merasakan penderitaan yang serius apabila menderita  Luka fisik yang serius & sangat menggangu aktifitas kerja/ hingga tidak berfungsinya salah satu/beberapa organ tubuh (cacat seumur hidup)
  • 30. 2. Kerugian Materi  Kerugian di bidang Materi  uang/hilangnya pendapatan yg seharusnya diperoleh, maupun properti lainnya  Properti  lainnya perhiasan/kendaraan, kaca hilanganya jendela/pintu yang dirusak, dll kerusakan yg ditimbulkan akibat tindak pidana yg terjadi
  • 31. Kerugian Materi Pasca (setelah terjadinya) Tindak Pidana  Pengeluaran (biaya) transportasi/ akomodasi selama proses penyelesaian perkara tindak pidana  Biaya pengobatan &/ terapi psikologis  Korban yg mengalami luka fisik/ goncangan jiwa
  • 32. 3. Kerugian Sosial dan Psikologis  Berkaitan atas kerugian dengan suatu rangkaian akibat/efek tindak pidana  Dampak sosial & Psikologis yang paling terasa terjadi pada korban tindak pidana pemerkosaan  Sosial  sorotan, pergunjingan, pengucilan oleh masyarakat sekitarnya maupun
  • 33.  Psikologis  Trauma yg pernah dialami seseorang akibat tindakan yg menyakitkan & menakutkan akan terus membekas pada diri seseorang. Terus menerus dlm keadaan tegang, bimbang, takut, lambat laun mengalami kelainan jiwa (Psychoneurose) (Jersild 1973, dalam Lefrancois 1984)  Mereka tidak mau bergaul, enggan makan & membersihkan diri, sehingga fisiknya lemah dan sakit maka timbulah Psycosomatris (Djam’an, 1970)  Selain derita fisik, ia akan merubah kebiasan makan & tidur, mempunyai rasa takut akan serangan balas dendam, takut diperkosa lagi, takut reaksi negatif keluarga, dan menujukan tanda derita emosional lain (Peters, 1973)  Menurunnya harga diri, konsekuensi ketidakmampuan untuk menyenangkan dalam hubungan heteroseksual secara normal, dan perilaku ancaman bunuh diri (Weis dan Borges, 1973)
  • 34. Lamanya Penderitaan Korban dapat mengalami penderitaan berkelanjutan  Dalam Iswanto & Angkasa:  Prosentase lama pengaruh yg diderita: Kerugian keuangan (financial loss), pengaruh fisik (physical effect), dan pengaruh psikologis (psychology effect)  Tiga kategori tambahan: Any effect” mencangkup semua kategori. “Possible emotional need” mencangkup pengaruh sosial dan psikologis pada diri korban. “Possible financial need” mencangkup semua pengaruh yang mungkin mempengaruhi keuangan korban 
  • 35.  Jangka waktu pengaruh dari berbagai tindak pidana terhadap korban juga diteliti oleh Maguire (1982) untuk korban perampokan. Brown dan Yantzi (1980) meneliti untuk warga Kanada korban segala jenis tindak pidana. Temuan pengaruh yang diderita korban juga cenderung sama. Para korban berharap ada kemajuan dalam kasus yang menimpa mereka dan juga imbalan, serta dilakukan pendekatan konservatif oleh para profesional dalam sistem hukum pidana.
  • 36. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat diringkas: a. Korban biasanya menderita secara fisik dan emosional setelah tindak pidana, Ada yang perlu perawatan medis, kebanyakan memerlukan dukungan emosional. Peran teman atau keluarga sangat berarti di sini; b.Jumlah korban yang mengemukakan kerugian keuangan mereka (yang tidak memiliki kartu jaminan sosial) hanya sedikit. Pengaruh ini baru muncul setelah beberapa bulan; c.Di lain pihak, pengaruh mental, fisik dan pengaruh keluarga dan lingkungan sosial akan memberatkan bagi korban. Mereka merasakan hal ini sangat berat. Beberapa dari mereka mengharap dukungan dari kelompok penyantun dan pendukung korban; d. Dalam kaitannya dengan sistem hukum pidana dan sumber kompensi korban mengharapkan adanya informasi dan kemajuan pada kasus mereka.
  • 37. Perhatian terhadap Korban Tindak Pidana/ Kedudukan Korban dalam SPP Kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana saat ini tampaknya belum ditempatkan secara adil. Hal tersebut cenderung berimplikasi terhadap dua hal yang fundamental berupa:  Tiadanya perlindungan hukum bagi korban, dan;  Tiadanya putusan hakim yang memenuhi rasa keadilan bagi korban, masyarakat luas (Angkasa) pelaku maupun
  • 38.  Karmen serta Graborsky : Korban tindak pidana sebagai "invisible" atau "forgotten”  Elias: Korban telah menjadi korban keduakalinya (a second victimization) dalam Sistem Peradilan Pidana atau warga negara klas dua (a second class citizen).  Soedarto: Kedudukan korban atau orang yang dirugikan dalam perkara pidana selama ini sangat memedihkan, korban dari kejahatan seolah-olah dilupakan.
  • 39.  Shapland mengatakan bahwa korban tindak pidana menjadi “Forgotten man” (Shapland, et al. 1985) dalam SPP atau “Kurangnya memperhatikan peran korban dalam proses pidana” (Shapland, et al. 1985). Harding (1982) mengatakan bahwa “Negara melalui pejabat dalam SPP sedikit kurang memberikan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan korban”.  Dalam situasi demikian, maka tepat bila Cristie (1977) mengatakan bahwa korban merupakan pihak yang kalah total dalam situasi ini (dalam SPP). Paling utama adalah hilangnya keterlibatan diri dalam kasus yang menimpanya.  Minimal terdapat dua hal yang harus direnungkan bersama, selain untuk perlindungan terhadap korban serta menuju putusan yang memenuhi rasa keadilan. Pertama, atas “jasa” korban tindak pidana yang memegang peranan penting dalam tahap sub sistme kepolisian, dan Kedua atas kerugian dan/atau penderitaan korban yang dialami.
  • 41. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Viktimisasi Tujuan Viktimologi II PERANAN KORBAN Kriminologi  Dilihat dari Aspek Pelaku Viktimologi  Dilihat dari Aspek Korban RISIKO KORBAN
  • 42. PERANAN KORBAN Hentig  Menghipotesakan bahwa dalam Beberapa hal Korban membentuk dan mencetak penjahat dan kejahatannya Wolfgang  Berdasasarkan Studi Data Statistik ditemukan bahwa satu korban di antara empat kasus pembunuhan ikut mempercepat pembunuhan Amir  Dalam kasus Pemerkosaan, Korban berpartisipasi dan mempercepat satu diantara lima kasus perkosaan Meir & Meite  Dalam kasus Pemerkosaan, Victim Precipitation mencapai sekitar 4-19% karena Kelalaian Korban
  • 43. 6 Tipologi Korban (Mandelsohn) 1. THE “COMPLETELY INNOCENT VICTIM”  Korban yang sama sekali tidak bersalah 2. THE “VICTIM WITH MINOR GUILT” AND THE “VICTIM DUE TO HIS IGNORANCE”  Korban dengan kesalahan kecil dan korban yang disebabkan kelalaian 3. THE “VICTIM AS GUILTY AS THE OFFENDER AND VOLUNTARY VICTIM”  Korban sama salahnya dengan pelaku dan korban sukarela. 4. THE “VICTIM MORE GULTY THAN THE OFFENDER”  Korban kesalahannya lebih besar daripada pelaku 5. THE “MOST GUILTY VICTIM” AND THE “VICTIM AS IS GUILTY ALONE”  Korban yang sangat salah dan korban sebagai satu-satunya yang bersalah 6. THE “SIMULATING VICTIM” AND THE “IMAGINE AS VICTIM”  Korban pura-pura dan korban imajinasi
  • 44. Victim Precipitation Typology (Stephen Scahfer) 1. Unrelated Victims 2. Provocative Victims 3. Precipitative Victims 4. Biologically Weak Victims 5. Socially Weak Victims 6. Self-Victimizing 7. Political Victims.
  • 45. Klasifikasi Korban Atas Tingkat Peranannya (Ezzat A. Fattah) 1.Nonparticipating Victims; 2. Latent or Predisposed Victim; 3. Provocative Victim; 4. Participating Victim; 5. False Victims
  • 46. RISIKO KORBAN  Dalam kondisi dan situasi tertentu cenderung mudah terjadi viktimisasi  Terjadinya kejahatan menunjukkan  Terdapat ciri-ciri tertentu, keteraturan, unsur-unsur tipikal pada kepribadian korban & sikap korban terhadap pelaku dalam terjadinya kejahatan
  • 47. RISIKO KORBAN Separovic Pribadi (Biologis usia, jenis kelamin, kesehatan (terutama kes. jiwa) Sosial  korban imigran, buatan masyarakat, minoritas, jabatan, hubungan pribadi, dll Situasi  keadaan konflik, tempat dan waktu
  • 48. Risiko Korban Berdasarkan Psikologi, Sosial dan Biologi  13 Tipe Korban (Hans Von Hentig) 1. The young 2. The female 3. The old 4. The mentally defective and other mentally deranged 5. Immigrants 6. Minorities 7. Dull normals 8. The depresed 9. The acquisitive 10. The wanton 11. The lonesome and broken heart 12. Tormentors 13. The blocked, exempted, and fighting.
  • 49. Tiga Fator Utama yang Mempunyai Risiko Viktimisasi (STEINMETZ) A. Attractiveness  mengacu pada nilai bagi pelaku tindak pidana potensial melakukan tindak pidana terhadap obyek tertentu B. Proximity  pendekatan sosial dan geografik (antara korban dan pelaku potensial) C. Exposure  sejauh mana pelaku tindak pidana diberikan kesempatan untuk melakukan tindak pidana ketika mereka berhubungan dengan target yang sangat menarik  Ingat kata “BANG NAPI”: Kejahatan bukan hanya dari niat pelaku tapi karena adanya kesempatan.
  • 50. TujuanViktimologi III “Develop a system of measures for reducing human suffering” (Menciptakan upaya manusia) suatu sistem kebijakan dalam untuk mengurangi penderitaan
  • 51. Restitusi dan Kompensasi  Merupakan bagian atas kebijakan dalam upaya mengurangi penderitaan korban (Materi: Dr. Angkasa)
  • 52. RESTITUSI Perbaikan atau Restorasi perbaikan atas kerugian baik fisik, morel, maupun harta benda, kedudukan dan hak-hak Korban atas serangan penjahat. Merupakan bentuk pertanggungjawaban penjahat yang berkarakter pidana. Dibayar oleh penjahat (Pelaku) berdasakan putusan pengadilan atas tuntutan korban melalui proses peradilan pidana (Materi: Dr. Angkasa) Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (2) UU No 26 Tahun 2004 ttg Pengadilan HAM “Ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu” (Rani)
  • 53. KOMPENSASI Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran kompensasi yang berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban dalam bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar oleh masyarakat (negara). (Materi: Dr. Angkasa) Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (1) UU No 26 Tahun 2004 ttg Pengadilan HAM “Ganti kerugian yang dibayar Negara karena pelaku tidak dapat memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya” - (Rani)
  • 55. LATAR BELAKANG SEJARAH RESTITUSI (SEJARAH KORBAN) SCAHAFER Membagi Tiga Periode: 1. The Golden Age of The Victim (Jaman Keemasan Korban); 2. The Decline of The Victim (Jaman Kemunduran Korban); 3. The Revival of The Victim’s Importance (Jaman Kebangkitan Korban) (Materi: Dr. Angkasa)
  • 56. 1. The Golden Age of The Victim (Jaman Keemasan Korban) Kontrol sosial dipegang oleh keluarga atau/klan;  Posisi individu korban/pelaku cenderung diambil alih oleh seluruh keluarga suku Ex: Bangsa Cheyene dan Comance (serangan terhadap individu adalah serangan terhadap klas/bangsanya) Bentuk: Revange dan ganti rugi uang (Akibat perkembangan sosial ekonomi, tetapi bersifat separodis terutama di kota)  Apabila gantirugi dibayar  Acara pidana selesai (Apabila korban menyetujui)  Pelaku yang mengingkari kesepakatan dengan tidak membayar ganti rugi akan menjadi Friedlos (orang yang diluar perlindungan hukum)
  • 57.  Besarnya ganti rugi bervariasi tergantung dari (Ex: Suku Ifigoa, di Luson Utara) 1. Sifat Kejahatan; 2. Kedudukan klas yang terlibat; 3. Solidaritas dan perilaku kedua kelompok yang terlibat; 4. Kepribadian dan reputasi dari dua kepala kelompok; 5. Kedudukan Geografis. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 58. The Golden Age of The Victim Kebudayaan Primitif  Pembalasan Kejahatan terhadap keluarga/marga/salah satu anggotanya  kelompok korban turut pembalasan Rani Perubahan kontrol arah sosial : Individu  Keluarga/klan korban (konsep asli pertanggung jawaban kolektif) Sehingga terdapat “hak korban atas ganti kerugian akibat tindak pidana  ditanggung oleh pelaku” - Besarnya ganti rugi bervariasi tergantung faktor yg mnjdi acuan. - Ex; Ifugao, Jerman, Inggris, dll (berbeda2) - Pelaku yg tdk memberikan ganti rugi  Friedlos (org diluar perlindungan hukum) Kelompok primitif menetap  tingkat perkembangan ekonomi/nilai  luka jasmani/balas dendam diganti dg barang2 yg mempunyai nilai ekonomis
  • 59. 2. The Decline of The Victim (Jaman Kemunduran Korban) Negara – Penguasa & Gereja  mengambil alih dan memonopoli lembaga hukum;  Denda secara berangsur-angsur masuk ke kas negara (dengan pembayaran berlipat) yang ditarik dari pelaku dan pelakunya tetap di pidana;  Kewajiban untuk menganti kerugian menjadi terpisah dari lapangan hukum pidana;  Kejahatan dipandang merupakan pelanggaran terhadap hak-hak individu sehingga hubungan korban dan pelaku (penjahat) lebih memiliki aspek keperdataan daripada aspek pidana. (Materi: Dr .Angkasa)
  • 60. Hak korban dalam ganti rugi diganti dengan denda yang besarnya ditaksir oleh pengadilan dan dibayar oleh pelaku kepada Raja. Hilangnya konsepsi ganti rugi kepada korban karena keinginan pihak Raja dan kaum Bangsawan Feodal untuk memperoleh kekuasaan yg lebih besar terhadap rakyatnya dan arogansi Raja dan kaum Bangsawan yang berusaha mengambil alih seluruh komposisi korban. Rani
  • 61. 3. The Revival of The Victim’s Importance (Jaman Kebangkitan Korban) Dikatakan adanya kebangkitan kepentingan korban ketika terdapat suatu pandangan tentang peradilan yang menuntut agar korban diilihat lagi dalam pengertian yang lebih baik sebagai orang yang dilukai maupun sebagai pelaku. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 62. Terdapat konsekuensi pertanggungjawaban fungsional adanya pelaku dan korbannya.  Pelaku  diwujudkan restitusi/kompensasi atas dalam kesalahan yg dilakukan terhadap korban  Korban terhadap  diwujudkan korban supaya dalam tidak tuntutan melakukan provokasi dan merangsang penjahat untuk melakukan tindak pidana, serta aktif mencegah terjadinya viktimisasi Rani
  • 63. MANFAAT RESTITUSI Manfaat Restitusi bagi Korban 1. Sebagai penggantian kerugian finansial, perbaikan dan/atau pengobatan atas luka-luka fisik maupun penderitaan psikologis sebagai korban tindak pidana yang telah menimpanya; 2.Restitusi akan sangat berarti, mengingat setiap korban tindak pidana saat ini cenderung menjadi korban ganda; pertama, menjadi korban atas tindak pidana yang menimpanya, dan kedua, menjadi korban ketika memasuki sistem peradilan pidana yang paradigmanya masih berorientasi terhadap pelaku. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 64. Manfaat Restitusi bagi Pelaku 1.Merupakan cara yang efektif untuk rehabilitasi pelaku, karena restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas bermakna yang bermanfaat menumbuhkan harga diri; dengan restitusi dirasakan akan meringankan beban kesalahan pelaku dan pelaku cenderung lebih mudah diterima kembali oleh korban dan/atau masyarakat dalam kehidupan sosialnya; 2. Memberikan nilai pendidikan yang baik, dalam hal pertanggungjawaban diri terhadap perbutannya yang telah menimbulkan kerugian dan/atau penderitaan bagi orang lain (korban);
  • 65. 3. Mempunyai efek pencegahan (deterrence effect) dengan asumsi bahwa seseorang yang pernah melaksanakan restitusi tidak akan kembali melakukan tindak pidana selesai menjalankan sanksi pidananya; 4) Apabila diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat, restitusi dapat menghindari pengaruh buruk dari kehidupan di dalam penjara berupa prisonisasi. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 66. Manfaat Restitusi bagi Pemerintah dan/ masyarakat 1.Dengan efek pencegahan yang dimilikinya maka restitusi akan menurunkan angka residivisme; 2. Restitusi yang diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat, akan mengurangi populasi hunian penjara (lembaga pemasyarakatan) sekaligus penghematan dana pengeluaran pemerintah; dengan tidak masuknya pelaku menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan maka pemerintah dapat menghemat dana yang seharusnya dikeluarkan untuk memberi makan, perawatan serta pembinaan bagi narapidana. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 67. Eglash, menggambarkan bahwa restitusi merupakan cara efektif untuk rehabilitasi bagi pelaku. Pertama restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan bermakna yang bermanfaat menegakkan harga diri. Selanjutnya Eglash yakin bahwa restitusi membuat perasaan lebih baik. Restitusi merupakan latihan psikologi yang dapat melatih ego bagi pelaku. Dasar argumennya adalah dengan memberi restitusi bagi korban yang membutuhkan dirasakan akan meringankan beban kesalahan pelaku dan dapat diterima di masyarakat di masa mendatang. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 68. Galaway  Restitusi berdasar pendapat Galaway dapat dibedakan dalam empat tipe yaitu: Monetary-victim restitution, Monetary–community restitution, Service-victim restitution dan Service-community restitution.  Galaway dalam menyusun tipe restitusi didasarkan atas dua variabel yakni: (1) Pelaku memberikan restitusi dalam bentuk uang atau pelayanan; dan (2) Penerima restitusi adalah korban sesungguhnya atau pihak yang menggantikannya
  • 69. 1) Monetary-victim restitution Pelaku secara langsung membayar kepada korban berupa uang yang jumlahnya didasarkan atas jumlah kerugian atau penderitaan korban. Besarnya dan pelaksanaannya ditetapkan serta diawasi oleh pengadilan. 2) Monetary- community restitution Pelaku membayar ganti kerugian bukan terhadap individu-individu sebagaimana di atas, tetapi kepada kelompok masyarakat. 3) Service-victim restitution, dan 4) Servicecommunity restitution Pada hakikatnya sama dengan pengertian kedua macam restitusi tersebut di atas. Letak perbedaannya adalah pada service-victim restitution dan servicecommunity restitution bentuk ganti ruginya (restitusinya) bukan uang tetapi berupa pelayanan. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 70. Schneider Prosedur pelaksanaan restitusi, terdapat 5 cara program restitusi dapat diakui eksistensinya: 1. Pertama, model “basic restitution” dengan prosedur pelaku membayar kepada pengadilan, dan pengadilan kemudian memberikan uang tersebut kepada korban; 2. Kedua, model “expanded basic restitution” dengan prosedur pelaku dicarikan pekerjaan (bagi pelaku yang berpenghasilan rendah dan pelaku berusia muda);
  • 71. 3. Ketiga, model “victim assistance” dengan prosedur pelaku diberi kesempatan membantu korban sehingga korban dapat menerima ganti rugi secara penuh; 4. Keempat, model “victim assistance-offender accountability” dengan prosedur dilakukan negosiasi dan kadang-kadang mempertemukan kedua belah pihak demi penyelesaian yang memuaskan; 5. Kelima, model “community accountability-deterrence” dengan prosedur permintaan ganti rugi dimintakan oleh sekelompok orang sebagai wakil dari masyarakat. Permintaan ganti rugi meliputi jenis pekerjaan yang harus dilakukan, maupun jadwal pembayaran ganti rugi. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 73. KOMPENSASI Berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran kompensasi yang berkarakter perdata. Kompensasi diminta oleh korban dalam bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar oleh masyarakat (negara). (Materi: Dr. Angkasa)   Ex: Penjelasan Pasal 35 ayat (1) UU No 26 Tahun 2004 ttg Pengadilan HAM “Ganti kerugian yang dibayar Negara karena pelaku tidak dapat memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya” - (Rani)
  • 74. New Zealand  Negara pertama yg membentuk UU ttg Kompensasi atas Korban Tindak Pidana, “Criminal Injuris Compensation Act 1963” * Falsafah  Kewajiban Masyarakat terhadap orang2 menderita merupakan tanggung jawab negara, karena negara telah gagal mencegah terjadinya tindak pidana * Pertimbangan:  Faktor Pelaku: Kemampuan bertanggung jawab (umur, kesehatan, mental, pengaruh alkohol)  Faktor Korban: Victim precipitated crimes Rani
  • 75. Ideologi Kompensasi Van Dijk menyebut dengan istilah “victimagogic” yang meliputi empat ideologi pokok sebagai berikut. Pertama, ideologi perhatian (the care ideology), kedua, ideologi resosialisasi atau rehabilitasi (the resocialisation or rehabilitation ideology), ketiga ideologi pembalasan atau peradilan pidana (retribution or criminal justice ideology), dan keempat ideologi radikal atau antiperadilan pidana (radical or anti-criminal justice ideology).
  • 76. 1.Ideologi perhatian  Disandarkan pada prinsip negara kesejahteraan (welfare state) yang memandang bahwa masyarakat harus turut serta menanggung beban atas kemungkinan penderitaan dari masyarakat lainnya yang tertimpa musibah berupa wabah penyakit, kecelakaan atau pengangguran. Hakikat utama dari ideologi ini adalah kesejahteraan. Salah satu bentuk pelaksanaan ideologi ini berupa pemberian kompensasi berupa fasilitas pengobatan bagi korban penganiayaan atau korban perkosaan. 2.Ideologi resosialisasi atau rehabilitasi  Memusatkan perhatian bukan pada korban tetapi lebih kepada usaha untuk memahami pelaku dengan harapan terjadi resosialisasi konstruktif pada diri pelaku.
  • 77. 3. Ideologi retributif  Menekankan perlunya memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan tingkat kejahatan yang menimpa korban, serta memberi peluang akses korban dalam Sistem Peradilan Pidana untuk menyatakan tuntutannya berupa permintaan ganti kerugian maupun hukuman atas diri pelaku. 4. Ideologi radikal  Menitik beratkan pada usaha menerapkan sistem baru yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum perdata. Pelaksanaan atas ideologi radikal sudah dilaksanakan di Amerika, Inggris dan Skotlandia. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 78. Downer & Lab “Landasan Filosofis Kompensasi” 1. Alasan pertama Berdasar kontrak sosial (social contract). Dalam hal ini pemerintah memberikan kompensasi kepada warga negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan demikian warga negara berhak mendapat perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari negara. Apabila warga masyarakat menjadi korban maka merupakan kewajiban dari negara untuk memberikan kompensasi atas dasar kontrak sosial.
  • 79. 2. Alasan kedua  Menyangkut kesejahteraan sosial (social welfare) yang mempunyai pandangan bahwa pemerintah mempunyai ketentuan tentang standar hidup minimum sebagai penilaian bagi mereka yang tidak mampu, tidak berpenghasilan tetap dan warga negara yang kurang beruntung lainnya. Pada korban akibat tindak pidana digolongkan ke dalam katagori yang harus mendapatkan bantuan karena kondisi yang serba kekurangan. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 80. Landasan Filosofis Penerapan Pemberian Kompensasi di Indonesia 1. Pertama  Menyangkut aspek kemanusian dan keadilan sosial sebagaimana selaras dengan perumusan Sila ke 2 dan Sila ke 5 Pancasila yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”, sehingga pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan kepada korban tindak pidana yang mengalami kerugian dan/atau penderitaan. Bagi korban perkosaan kompensasi sangatlah tepat mengingat kerugian dan/atau penderitaannya cenderung sangat besar dan berat.
  • 81. 2. Kedua  Berdasar kontrak sosial (social contract). Dalam hal ini pemerintah memberikan kompensasi kepada warga negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan setiap warga negara berhak mendapat demikian perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari pemerintah. Apabila warga masyarakat menjadi korban tindak pidana maka pemerintah dianggap telah gagal dalam memenuhi kewajibannya yakni mencegah atau melindungi warganya dari kejahatan sehingga pemerintah memiliki tanggungjawab moral untuk memberikan kompensasi.
  • 82. Pada hemat penulis tangggung jawab atas kegagalan pemerintah dalam melaksanakan tugas melindungi warganya menjadi korban kejahatan dapat disandarkan pada Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 13 Undang-undang tersebut merumuskan tentang tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yang meliputi: (a). memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (b). menegakkan hukum; (c). memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pada ketentuan huruf (c) tersebutlah tampaknya landasan pemberian kompensasi dapat disandarkan. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 83. Macam Bentuk Kompensasi Kompensasi yang diterima korban dapat merupakan pemenuhan atas harapan korban berupa: 1) Pemberian sejumlah uang; 2) Pemberian informasi tentang kemajuan penyelesaian kasusnya; 3) Pengobatan atas luka-luka yang diderita, serta ; 4) Pemulihan emosional melalui perawatan medik bagi korban yang megalami kegoncangan mental. (Materi: Dr Angkasa)
  • 84. Korban yang dapat menerima Kompensasi 1) Korban tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap; 2) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak tertangkap atau melarikan diri; 3) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana; 4) Korban dunia; tindak pidana yang pelakunya meninggal
  • 85. 5) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dalam posisi yang mampu untuk membayar yang disebabkan karena masih muda dan belum berpenghasilan, pelakunya secara ekonomi sangat tidak mampu; 6) Korban sangat menginginkan dan membutuhkan mendapat kompensasi; 7) Korban tidak dalam posisi mendapat pertanggungan dari program asuransi. Dasar pemikirannya adalah program kompensasi tidak dimaksudkan menjadikan seseorang lebih diuntungkan. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 86. Manfaat Kompensasi 1) Kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang dapat dirasakan oleh korban sebagai hal yang sangat bermanfaat dan dapat diibaratkan sebagai obat panacea; 2) Kompensasi juga dirasakan lebih memenuhi rasa keadilan terutama bagi korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya sebagaimana diatur dalam hukum pidana; pelakunya belum atau tidak tertangkap; pelakunya melarikan diri; pelakunya meninggal dunia; tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap; serta pelakunya dalam posisi yang tidak mampu membayar restitusi; 3) Kompensasi dapat menumbuhkan rasa kepercayaan dan penghormatan bagi korban terhadap pemerintah yang dirasakan turut peduli dan bertanggungjawab terhadap warganya yang mengalami kerugian dan/atau penderitaan sebagai korban tindak pidana. (M: Dr. Angkasa)
  • 87. Stefen Scrafer Kompensasi lebih bersifat keperdatataan yang timbul dari permintaan korban dan dibayar oleh masyarakat/negara/sebagai bentuk pertanggungjawaban masyarakat/negara Restitusi lebih bersifat pidana yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana/ sebagai bentuk pertanggungjawaban terpidana -Rani-
  • 88. 5 Sistem pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada korban kejahatan: 1. Ganti rugi (damages) yang bersifat keperdataan, diberikan melalui proses perdata. Sistem ini memisahkan tuntutan ganti rugi korban dari proses pidana. 2) Kompensasi yang bersifat keperdataan diberikan melalui proses pidana. 3) Restitusi yang bersifat perdata dan bercampur dengan sifat pidana, dan diberikan dalam proses pidana. 4) Kompensasi yang bersifat perdata diberikan melalui proses pidana, dan didukung oleh sumber-sumber penghasilan negara. 5) Kompensasi yang bersifat netral diberikan melalui prosedur khusus. -Rani-
  • 90. Korporasi mempunyai kekuatan yang besar, sehingga aktivitas kejahatannya sering ditanggapi secara diskriminatif. Sering kegiatan aktivitas illegal korporasi (WCC) tidak ditanggapi sebagai kejahatan (Hanya merupakan musibah) dan mereka tidak menyadari bahwa telah menjadi korban. Terdapat keengganan korban untuk melapor karena tidak tahu harus kemana melapor dan merasa sulit untuk membuktikan. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 91. Walau sulit untuk mengukur korban korporasi tetapi bukanlah berarti tidak mungkin. Caranya dengan Victim Survey dan pencatatan kerugian aktivitas kejahatan korporasi. Realitanya korban kejahatan korporasi sangatlah besar. Misalnya ditemukan 330.0000 kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kondisi tempat bekerja. Perbandingannya 7:1 dengankejahatan konvensional. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 92. Korporasi juga terlibat dalam pemasaran produk yang tidak teruji secara memadai (12:1 dibandingkan dengan kejahatan konvensional) Kesimpulannya bahwa masyarakat lebih berisiko menjadi korban kejahatan korporasi dibandingkan dengan kejahatan konvensional. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 93. Korban North Sea Oil menewaskan 160 orang dianjuangan piper Alpha. Penyebabnya tidak cermatnya lolos uji keamanan (Dipaksakannya para pekerja untuk berada dalam situsi kerja yang membahayakan, yang sebenarnya dapat dihindari dan dicegah). Korban korporasi pada industri farmasi pada kasus “THALIDOMIDE” Tahun 1960’an mengakibatkan setidaknya 8.000 anak cacat. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 94. Kejahatan korporasi di bidang Farmasi dilakukan dengan penyuapan petugas kontrol, kecurangan dalam pengujian obat, periklanan yang menyesatkan dan penyuapan terhadap para medik. Namun demikian, penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi tetap sulit karena: kadang tidak tampak sebagai kejahatan, korban memandang hanya sebagai kesialan, korban pasif, korban tidak tahu harus kemana melapor, sulit pembuktiannya di samping kekuatan kapitalisme, serta adanya kolusi antara korporasi dengan petugas. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 95. BYSTANDER INTERVENTION IN A CRIME BY: LEONARD BICMAN
  • 96. Viktimologi tidak hanya mencangkup korban dan pelaku kejahatan saja. Namun, juga meliputi orang yang ada disekitarnya tempat kejadian dan saksi. Intervensi Bystander secara langsung maupun tidak telah memberikan keuntungan tidak saja bagi korban tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Viktimologi harus memperluas cakupannya dengan memasukan tidak hanya korban dan pelaku kejahatan saja tetapi juga Bystander. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 97. MACAM BYSTANDER Dapat dibedakan: 1. Terlibat secara tidak langsung (hanya melaporkan kejahatan kepada Polisi) 2. Terlibat secara langsung (Turut menolong korban saat terjadinya tindak pidana)  Kedua macam memberikan Bystander manfaat bagi ini sama-sama korban dan masyarakat. (Materi: Dr. Angkasa)
  • 98. MANFAAT BYSTANDER 1. Pertolongan korban pelacakan (Polisi dapat menemukan pelaku kejahatan dengan cepat dengan melcak berdasarkan informasi Bystander); 2. Meningkatkan akurasi statistik kriminal (meningkatnya intervensi warga negara akan mendorong pada informasi yg lebih akurat mengenai angka kejahatan); 3. Pencegahan kejahatan (intervensi masyarakat meciptakan atmosfer yg tidak kondusif bagi aktivitas kriminal kohesivitas sosial – angka keterlibatan Bystander akan meningkatkan indeks kebersamaan sosial) (Materi: Dr. Angkasa)
  • 99. ARMED ROBERT IN POST-CIVIL WAR NIGERIA THE ROLE OF THE VICTIM BY: NWOKOCHA KU NKPA
  • 100. Von Hentig: Dalam beberapa hal korban membentuk dan mencetak kejahatan dan penjahatnya Untuk memahami sifat dan cakupan kejahatan perampokan bersenjata di Nigeria, sangat prnting kiranya dipelajari seluruh aspek korban yg dapat dianggap dapat bertanggung jawab atas viktimisasi. Ellenberger mempunyai padangan bahwa apabila terdapat kriminogenesis (faktor mendorong munculnya kejahatan), maka di sana pula terdapat viktimogenesis (faktor yg menggerakan sesorang menjadi korban). (Materi: Dr. Angkasa)
  • 101. Kontribusi Korban pada Kejahatan Perampokan Bersenjata di Nigeria “Dalam beberapa kejadian perampokan, tampak bahwa para korban karena tingkah lakunya sendiri telah menarik perhatian si perampok”
  • 102. Bentuk Andil Korban - Memamerkan kekayaan peran “Good Samaritan” (Orang yang suka menolong) - Bahaya profesi; - Kecerobohan berbicara; - Tidak hati-hati dengan harta milik; - Mudah percaya pada orang asing; -Kesalahan petugas bank (Materi: Dr.Angkasa)
  • 103. PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN - UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban-
  • 104. Pengertian * Perlindungan  Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi & Korban yg wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya yg sesuai dg ketentuan UU ini (Pasal 1 (6)) * Saksi  Orang yg dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/ia alami sendiri (Pasal 1 (1)) * Korban  Seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana (Pasal 1 (2)) - Rani-
  • 105. Urgensi Perlindungan Saksi & Korban  Penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi/dan Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu;  Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapatkan perhatian masyarakat dan penegak hukum;  Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana  -Rani-
  • 106. ASAS dan Tujuan ASAS: a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. Rasa aman; c. Keadilan; d. Tidak diskriminatif; e. Kepastian hukum TUJUAN Perlindungan S&K bertujuan memberikan rasa aman kpd S&/K dalam memberikan keterangan pd setiap proses peradilan pidana. - Rani-
  • 107. Syarat Pemberian Perlindungan Saksi & Korban Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi &/Korban Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5 ayat (2) diberikan dg pertimbangan syarat: a. Sifat pentingnya keterangan Saksi &/Korban; b. Tingkat ancaman yg membahayakan Saksi&/Korban; c. Hasil analisis tim medis/psikolog terhadap Saksi&/Korban; d. Rekam jejak kejahatan yg pernah dilakukan oleh Saksi&/Korban. (Pasal 28) - Rani-
  • 108. Hak Saksi&Korban * Seorang saksi dan korban berhak: a) memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b) ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c) memberikan keterangan tanpa tekanan; d) mendapat penerjemah; e) bebas dari pertanyaan yang menjerat; f) mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g) mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
  • 109. h) mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i) mendapat identitas baru; j) mendapatkan tempat kediaman baru; k) memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l) mendapat nasihat hukum; m) dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. (Pasal 5 ayat 1)  Diberikan kpd S&/K tindak pidana dlm kasus-kasus tertentu sesuai dg keputusan LPSK. (Pasal 5 ayat 2)
  • 110. * Korban dalam pelanggaran HAM yang berat selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dlm Pasal 5, juga berhak utk mendapatkan: a. Bantuan medis; b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial. (Pasal 6) * Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa: a. Hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran HAM yang berat; b. Hak atas restitusi atau ganti kerugian yg menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. (Pasal 7)
  • 111. * (1) Saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa; (2) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat kesaksiaannya tersebut; (3) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. (Pasal 9)
  • 112. (1) Saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata, atas laporan, kesaksian yang akan datang, sedang, atau telah diberikannya; (2) Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan; (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang tidak memberikan tidak dengan itikad baik. (Pasal 10) - Rani-
  • 113. Tata cara Pemberian Perlindungan a. Saksi &/Korban, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yg berwenang mengajukan permohonan scr tertulis kpd LPSK; b. LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan; c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 hari sejak permohonan perlindungan diajukan. (Pasal 29) - Rani-
  • 114. * (1) Dalam hal LPSK menerima permohonan S&/K, S&/K menandatangi pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan S&/K; (2) Penyataan kesediaan, memuat: a. Kesediaan S&/K utk memberikan kesaksian dlm proses peradilan; b. ---menaati aturan yg berkenaan dg keselamatannya; c. --- tidak berhubungan dg cara apapun dg orang lain selain atas persetujuan LPSK selama ia berada dlm perlindungan LPSK; d. --- tidak memberitahukan kepada siapa pun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; e. Hal-hal lain yg dianggap perlu olh LPSK (Pasal 30)
  • 115. * LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada S&/K, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesedian sebagaimana dimaksud dlm Pasal 30. (Pasal 31) * Penghentian Perlindungan atas Keamanan S&/K: 1. S&/K meminta agar perlindungan trhdpnya dihentikan dlm hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri; 2. Atas pemrintaan pejabat yg berwenang dlm hal permintaan perlindungan trhdp S&/K berdasarkan atas permintaan pejabat yg bersangkutan; 3. S&K melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dlm perjanjian; 4. LPSK berpendapat bahwa S&/K tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yg menyakinkan. (Pasal 32 ayat 1) - Rani-
  • 116. Tata cara Pemberian Bantuan * Bantuan sebagaimana dimaksud dlm Pasal 6 diberikan kepada seorang S&/K atas permintaan tertulis dri yg bersangkutan atau pun orang yang mewakilinya kpd LPSK. (Pasal 33) * 1. LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kpd S&/K; 2. Dalam hal S&/K layak diberi bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yg diperlukan. (Pasal 34) * Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kpd S&/K harus diberitahukan secara tertulis kpd yg bersngkutan paling lama 7 hari sejak diterimanya permintaan tersebut. (Pasal 35). - Rani-
  • 117. Kerjasama 1. Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerjasama dg instansi terkait yg berwenang; 2. Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan, instansi terkait sesuai dg kewenangannya wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai dg ketentuan yang diatur dlm UU ini. (Pasal 36) - Rani-
  • 119.  Restorative Justice adalah suatu respon terhadap tindak pidana yang menitik beratkan pada pemulihan korban yang menderita kerugian, memberikan pengertian kepada pelaku untuk bertanggung jawab atas tindak pidana yang mereka lakukan, dan membangun masyarakat yang damai. Restorative Justice dapat digambarkan sebagai suatu tanggapan kepada perilaku kejahatan untuk memulihkan kerugian yang diderita oleh para korban kejahatan dan untuk memudahkan perdamaian antar pihak-pihak yang saling bertentangan (Kevin I. Minor and J. T. Morrison. 1996. "A Theoretical Study and Critique of Restorative Justice." In Restorative Justice: International Perspectives, edited by Burt Galaway and Joe Hudson. Monsey, NY; Amsterdam, The Netherlands: Criminal Justice Press and Kugler Publications)
  • 120. Tony Marshall: Restorative justice sebagai suatu proses di mana semua pihak yang berhubungan datang berkumpul untuk memutuskan solusi secara bersama akibat dan pengaruhnya pada masa depan.
  • 121. Hudson Joe: Restorative justice mempunyai kaitan hubungan yang lebih luas antara pelaku, korban dan masyarakat. Semua pihak dilibatkan dalam penyelesaian masalah dan berdamai. Kejahatan dilihat lebih dari sekedar suatu pelanggaran hukum pidana. Sebagai gantinya, fokusnya diberikan pada korban dan masyarakat dan masing-masing mempunyai peran dalam menanggapi suatu kejahatan yang diperbuat. Sebagai hasil pertemuan dengan korban, pelaku diharapkan untuk mendapatkan satu pemahaman tentang konsekuensi dari perilaku mereka sehingga dapat merasakan suatu penyesalan”
  • 122. Burt Galaway and Joe Hudson, bahwa definisi restorative justice meliputi beberapa unsur pokok, antara lain: "Pertama, kejahatan dipandang sebagai suatu konflik antara individu yang dapat mengakibatkan kerugian pada korban, masyarakat, maupun pelaku itu sendiri; Kedua, tujuan dari proses peradilan pidana harus menciptakan perdamaian dalam masyarakat, semua pihak dan mengganti kerugian yang disebabkan oleh perselisihan tersebut; Ketiga, proses peradilan pidana memudahkan peranan korban, pelaku, dan masyarakat untuk menemukan solusi dari konflik itu.
  • 123. Manfaat dengan mengunakan restoratif justice, di mana restorative justice dalam memperbaiki sistem peradilan pidana biasa mempunyai manfaat sebagai berikut:  Memandang tindakan kejahatan dengan penuh pemahaman: tidak hanya mengetahui pengertian dari kejahatan, tetapi juga mengenali bahwa pelaku, korban kejahatan, masyarakat dan bahkan dirinya sendiri;  Melibatkan banyak pihak: dengan cara memberikan kepada pemerintah, pelaku, korban maupun masyarakat untuk ikut berperan aktif;  Mengukur kesuksesan dengan cara yang berbeda: dibandingkan dengan hanya memberikan hukuman yang berat, tetapi berusaha untuk memperbaiki atau mencegahnya;  Memberikan pengertian tentang arti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menanggapi dan mengurangi kejahatan, sehingga pemerintah tidak mengatasi kejahatan sendirian.
  • 124. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak * “Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif” Pasal 5 ayat (1)  (Ayat 3  wajib diversi) * Keadilan restoratif adalah “Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”. Pasal 1 angka (6) * Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana  1 (7)