1. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 129
ANALISIS EKONOMI USAHA PELAYANAN JASA ALSINTAN (UPJA)
DI KABUPATEN KAMPAR
Economic Analysis of Business Services Alsintan (UPJA) in the Kampar District
Henry Dunan Nasution, Hasan Basri Jumin dan UP Ismail
Fakultas Pasca Sarjana Universitas Islam Riau Jl.Kaharudin Nasution Km 11,
No.113 Marpoyan Simpang Tiga Pekanbaru
[Diterima Desember 2012; Disetujui Febuari 2013]
A survey was carried out in seven districts in Kampar Regencies from September to
December 2012. The respondens were determined by multy-stage sampling and the amount of
16 groups of machinery hire services were selected purposively under reason: the group actively
provides services to farmers’ member for perform rice farm operations every growing season.
Both primary and secondary data were collected for analysis purposes. The primary data were
gathered by interviewing managers of the custom hiring service groups and operators of the
machines using a structural questionnaire. The secondary data were obtained from legitimate
sources published mainly by Food Crops Service and Statistical Bureau of Kampar Regency.
The collected data were tabulated and later analyzed using descriptive-kuantitatif techniques,
including cost, income, profit, and break-even point analyses.
The results of the research show that the largest working capacity of the tillage machines
was rotary tiller to reach 8.86 ha per cultivating season and the lowest one was power tiller to
only 1.92 ha/growing season. While both power thresher and rice milling unit (RMU) had work
capacity about 9.1 tonnes and 22.1 tonnes per growing season, respectively. For operational the
machines, the rotary tiller required the highest cost to about Rp. 7,843 thousand per growing
season, whereas water pump needed the lowest cost to about Rp. 1,625 thousand per growing
season. The largest income came from rotary tiller as Rp. 10,639 thousand per growing season
and the lowest income obtaned from water pump as Rp 1,947 thousand per growing season.
Furthermore, hydro tiller had the highest profit to about Rp. 3,186 thousand per growing seaon
and the lowest one was power tiller to about Rp 272 thousand per growing season. To meet
break-even, the seasonal use must reach 5,60 ha for rotary tiller, 3,7 ha for hydro tiller, 4,6 ha for
power tiller, 1,6 ha for culivator, 3,6 ha for water pump, 6,3 tonnes for power thresher, and 13,4
tonnes for RMU. From the survey, we also found some problems, including task and
responsibility in organized machines, delay payment, limited capital, poor control system, lack
of machinery available, over capacity especially for RMU, inadequate repairshop facilities and
lack of spare parts in machinery opearting areas. Some suggestions were proposed to overcome
the problems, so the machinery hire services which managed by farmers’ groups can be operated
by good management procedures for reducing operating costs and making more income and
profit.
Keywords : Rice, System of Rice Intensification and Agribusiness
2. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 130
I. INDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mekanisasi pertanian sebagai
supporting systems mempunyai peran vital
untuk ikut mendukung modernisasi pertanian
dalam arti yang luas, antara lain memberikan
citra pertanian Indonesia yang kuat dan tidak
berkesan kumuh, mampu menjadi harapan
sebagian besar masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor ini
sekaligus menyediakan pangan yang cukup
bagi seluruh masyarakat dan menghasilkan
devisa bagi tumbuhnya perekonomian negara
dengan teknologi yang dibutuhkan. Melalui
mekanisasi pertanian ketepatan waktu dalam
aktivitas pertanian dapat lebih ditingkatkan.
Pertanian merupakan kegiatan yang tergantung
pada musim. Pada saat musim tanam dan
musim panen tenaga kerja yang dibutuhkan
sangat besar. Tetapi pada waktu lain tenaga
kerja kurang dibutuhkan dan ini
mengakibatkan terjadinya pengangguran tak
kentara. Dengan mekanisasi pertanian semua
aktivitas pertanian dapat diselesaikan dengan
lebih tepat waktu sehingga memberikan hasil
yang lebih baik, di samping itu penggunaan
alat dan mesin pertanian dapat juga
mengurangi kejenuhan dalam pekerjaan dan
tenaga kerja dapat dialokasikan untuk
melakukan usaha tani lain atau kegiatan di
sektor lain yang sifatnya lebih kontinyu.
Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin
Pertanian adalah suatu lembaga ekonomi
perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan
jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan
alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan
keuntungan usaha pengelolaan alsintan baik di
dalam maupun di luar kelompok
tani/gapoktan. Pendayagunaan alsintan melalui
Usaha Pelayanan Jasa Alsintan ini sebenarnya
sudah dimulai sejak tahun 1996/1997 dengan
membentuk kelompok UPJA, namun belum
berkembang sebagaimana yang diharapkan,
yaitu suatu usaha jasa yang dapat melayani
seluruh pekerjaan seluruh anggota kelompok,
mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu, dalam
rangka optimalisasi pendayagunaan alsintan
melalui penumbuhan dan pengembangan
UPJA sebagai lembaga perekonomian di
pedesaan untuk mendukung pengembangan
usaha tani, telah dikeluarkan Peraturan
Menteri Pertanian RI Nomor 25/Permentan/PL
130/5/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan
Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin
Pertanian (UPJA).
Keberadaan UPJA dari tahun ke tahun
terus mengalami perkembangan danmulai
menemui bentuk pengelolaannya. UPJA yang
sudah ada perlu ditata kembali dan
diklasifikasikan berdasarkan
perkembangannya, yaitu ada yang pemula,
berkembanga dan profesional. Pada tahun
2010 jumlah UPJA secara nasional sebanyak
12.612 kelompok. Dari jumlah tersebut
sebanyak 707 UPJA terdapat di Provinsi Riau
(Departemen Pertanian RI, 2011). Sedangkan
pada tahun 2012 jumlah UPJA di Kapupaten
Kampar terdapat sebanyak 42 kelompok dan
tersebar di 13 Kecamatan dan terbanyak di
Kecamatan Kuok sebanyak 6 kelompok (Dinas
Pertanian dan Hortikultura Kabupaten
Kampar, 2012).
Dengan adanya penyediaan jasa
penyewaan mesin, petani kecil yang sebagian
usahatani pangan yang tidak sanggup membeli
alsintan dapat tertolong. Mereka dapat
menggunakan mesin dan mendapatkan
manfaat dari mesin tanpa harus mengeluarkan
biaya besar untuk membelinya. Selain itu,
petani yang berfungsi sebagai penyewa jasa
dapat mendapatkan manfaat ganda. Mereka
dapat memperoleh keuntungan dari
pemanfaatan mesin maupun dari penyewaan
mesin bersangkutan. Dalam prakteknya, usaha
jasa penyewaan alsintan oleh kelompok tani
dan KUD kurang menguntungkan karena
rendahnya profesionalisme dan pengelolaan
yang kurang baik. Karena itu, kemampuan
manajemen kelompok tani atau KUD perlu
3. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 131
ditingkatkan agar mampu mendapatkan
keuntungan dari usaha sewa jasa yang
dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik alsintan dan
operator serta berapa kapasitas kerja
alsintan per musim tanam yang dikelola
kelompok UPJA di Kabupaten Kampar.
2. Berapa biaya penggunaan alsintan, besar
pendapatan, sisa hasil usaha (SHU) dan
berapa kapasitas kerja mesin per musim
tanam yang dapat mencapai keekonomian.
3. Apa permasalahan yang dihadapi dan
bagaimana solusinya dalam mengelola
UPJA di Kabupaten Kampar.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik alsintan dan
operator serta kapasitas kerja alsintan per
musim tanam yang dikelola kelompok
UPJA di Kabupaten Kampar.
2. Menganlisis biaya penggunaan alsintan,
besarnya pendapatan, sisa hasil usaha
(SHU) dan tingkat keekonomian
penggunaan alsintan yang dikelola oleh
kelompok UPJA di Kabupaten Kampar.
3. Mengidentifikasi permasalahan yang
dihadapi dan solusi pemecahannya dalam
mengelola UPJA di Kabupaten Kampar.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran tentang kondisi
pembiayaan, kapasitas kerja, pendapatan
dan break-even point usaha pelayanan jasa
alsintan (UPJA)
2. Diperoleh gambaran perkembangan dan
permasalahan yang dihadapi oleh usaha
pelayanan jasa alsintan (UPJA)
3. Sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya
yang berminat mendalami tentang usaha
pelayanan jasa alsintan di Kabupaten
Kampar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Meknisasi Pertanian
Istilah mekanisasi sering digunakan
untuk menggambarkan alat, mesin dan
perlengkapannya dengan menggunakan salah
satu atau kombinasi dari tenaga manusia,
ternak atau mesin dalam rangka meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan lahan (Sim,
2006: Clarke, 2000; Olaoye dan Rotimi, 2010).
Berdasarkan sumber tenaga tersebut, level
teknologi mekanisasi secara luas
diklasifikasikan ke dalam 3 tingkatan
teknologi, yaitu hand-tools technology,
draught-animal technlogy, dan mechanical
power technology (Gifford, 1992). Setiap
level atau tingkatan teknologi tersebut
mempunyai perbedaan secara tehnis, finansial,
ekonomi dan konsekuensi sosial. Oleh sebab
itu, mekanisasi pertanian adalah komplek dan
dampaknya, positif atau negatif, tergantung
pada tipe teknologi yang dipilih pada spesifik
lokasi dan situasi (Rijk, 1985).
Menurut Moens (1978), mekanisasi
pertanian diartikan sebagai pengenalan dan
penggunaan dari setiap bantuan yang bersifat
mekanis untuk melangsungkan kegiatan
operasi pertanian. Bantuan yang bersifat
mekanis tersebut termasuk semua jenis alat
atau perlengkapan yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor
listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya.
Dalam pengertian yang lebih
sederhana, mekanisasi pertanian diartikan
sebagai penggunaan teknologi alat dan mesin
pertanian dalam arti luas untuk berbagai
kegiatan dalam produksi pertanian. Dalam
pengertian yang lebih luas adalah lebih tepat
jika mekanisasi pertanian dipandang sebagai
bagian dari disiplin enjiniring pertanian
(Handaka, 2004). Rizaldi (2006) menngatakan
dalam mempelajari daya dan alat-alat mesin
pertanian, sebenarnya ada dua ilmu yang
terkait yaitu: Agricultural Engineering dan
Agricultural Mechanization.
2.2. Konsep Kelembagaan UPJA
4. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 132
UPJA merupakan suatu lembaga
ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang
pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi
penggunaan alat danmesin pertanian untuk
mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam
maupun di luar kelompok tani/gapoktan.
Kelembagaan UPJA merupakan suatu sistem
usaha jasa yang dibangun atau dibentuk atas
dasar kepentingan kelompok tani maupun
gabungan kelompok tani yang dapat
memberikan keuntungan. Pengembangan
UPJA sebagai kelembagaan ekonomi di
pedesaan yang bergerak di bidang pengelolaan
dan pelayanan jasa alsintan ditunjukan untuk
mendapatkan keuntungan usaha (profit
making), yang dikelola berdasarkan skala
ekonomi (economic of scale), berorientasi
pasar (market oriented), serta didukung oleh
SDM yang profesional. Secara operasional
pengembangan UPJA diarahkan untuk
mendorong penggunaan alsintan oleh petani
dan atau kelompok tani, dan atau gabungan
kelompok tani, dan sekaligus merupakan
terobosan dalam mengatasi masalah
kepemilikan alsintan secara individu yang
kurang menguntungkan. Pada hakekatnya
pengembangan UPJA dimaksudkan untuk
dapat membangun sistem Usaha Pelayanan
Jasa Alsintan di sentra produksi komoditas
pertanian yang berorientasi bisnis (Direktorat
Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
Departemen Pertanian RI, 2011).
UPJA adalah kelompok usaha yang
melakukan usaha pelayanan jasa alsintan, yang
dalam pelaksanaannya kelompok tersebut
dapat sebagai kelompok khusus usaha
pelayanan jasa alsintan ataupun sebagai
kelompok tani yang memiliki unit usaha jasa
pelayanan jasa alsintan, atau mereka yang
mengelola alsintan untuk usaha jasa pelayanan
jasa alsintan (Mashudi, 2000). Siam (2000)
mendefinisikan bahwa fungsi UPJA adalah
melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk
penyewaan jasa alsintan baik dalam kegiatan
jasa pra-panen, jasa panen, pasca panen, dan
jasa pengolahan hasil.
Pendayagunaan alsintan melalui UPJA
sudah dimulai sejak tahun 1996/1997 dengan
membentuk kelompok UPJA percontohan di
13 Provinsi (Daerah Istimewa Aceh, Sumatera
Utara, Riau, Jambi, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara
Barat), dan kemudian tanggal 2 Desember
1998, Departemen Pertanian telah
mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal
Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor
I.HK.05098.71 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pendayagunaan dan Pengembangan Alat dan
Mesin Pertanian, dengan output (keluaran)
yaitu pengembangan penggunaan alsintan di
kalangan masyarakat tani/kelompoktani;
tumbuhnya kelompok-kelompok tani; UPJA
dan bengkel pembuatan, perawatan dan
perbaikan alsintan serta berkembangnya sistem
agribisnis dan agroindustri di perdesaan.
Namun demikian melalui instrumen atau
upaya tersebut kelembagaan UPJA belum
berkembang sebagaimana yang diharapkan.
Untuk itu, dalam rangka optimalisasi
pendayagunaan alsintan melalui penumbuhan
dan pengembangan UPJA sebagai lembaga
perekonomian di pedesaan untuk mendukung
pengembangan usaha tani, telah dikeluarkan
Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
25/Permentan/PL 130/5/2008 tanggal 22 Mei
2008 tentang Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan
Mesin Pertanian (UPJA). Tujuannya adalah
untuk mendorong dan memotivasi
perkembangan dan kemajuan kinerja lembaga
UPJA, meningkatkan dan mengoptimalkan
pemanfaatan alsintan dari aspek teknis,
ekonomis, organisasi dan aspek penunjang
untuk menuju kearah UPJA
profesional.(Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 25/Permentan/-PL.130/5/2008).
5. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 133
2.3. Konsep Biaya dalam Penggunaan Alat
dan Mesin Pertanian
Total biaya melaksanakan operasi
lapangan dengan mekanisasi mencakup biaya
peralatan/perlengkapan, mesin yang
digunakan, dan tenaga kerja (Kepner et al,
1980). Biaya kepemilikan dan operasional
(selanjutnya disebut biaya tetap dan tidak
tetap) dalam bisnis pertanian penting bagi
manajer ketika membuat suatu keputusan
tentang apakah membeli atau menyewa mesin
atau mengupahkan pekerjaan melalui jasa
penyewaan (Finner dan Straub, 1985).
Biaya penggunaan alat dan mesin
pertanian secara luas dibagi ke dalam2
kategori: biaya tetap (fixed cost) dan biaya
tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah
biaya yang tidak berhubungan dengan
kepemilikan atas mesin dan konstan per tahun
apakah mesin digunakan atau tidak (Kepner,
1980; Fairbanks et al, 1971), dan kemudian
biaya tetap ini akan menurun per hektar or ton
ketika kapasitas penggunaan mesin meningkat
(Butterworth dan Nix, 1983). Sedangkan biaya
tidak tetap (operasional) adalah biaya yang
secara langsung berhubungan dengan
penggunaan mesin (Kepner et al., 1980;
Fairbanks et al, 1971) dan biaya ini konstan
per hektar or ton, tetapi akan meningkat secara
proporsional per tahun sebagai akibat
kapasitas penggunaan mesin meningkat
(Butterworth dan Nix, 1983). Biaya tetap
terdiri dari biaya depresiasi, bunga modal,
asuransi, pajak dan gudang, sedangkan biaya
tidak tetap mencakup biaya perbaikan dan
pemeliharaan, bahan bakar, pelumas dan
tenaga kerja (operator) (Hunt, 1983; Jacobs
and Harrell, 1983; Butterworth dan Nix,
1983).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Lokasi
penelitian ditetapkan secara sengaja
(purposive) yaitu Kabupaten Kampar.
Penetapan kabupaten tersebut didasarkan pada
pertimbangan karena Kabupaten Kampar salah
satu kabupaten yang menerima bantuan alat
dan mesin pertanian kepada kelompok UPJA
dan belum pernah dilakukan penelitian secara
khusus berkaitan dengan keberadaan UPJA di
Kabupaten Kampar.
Pelaksanaan penelitian ini akan
memakan waktu selama 4 bulan yang dimulai
dari bulan September sampai dengan
Desember 2012 yang meliputi kegiatan
penyusunan proposal dan kuesioner, seminar
proposal, pengumpulan data lapangan, tabulasi
dan analisis data, seminar hasil penelitian,
ujian komprehensif dan penggandaan laporan.
3.2. Teknik Pengambilan Sampel dan Data.
Pemilihan kelompok UPJA dilakukan
secara bertahap (multi stages sampling) yang
dimulai dengan penetapan Kabupaten Kampar
sebagai lokasi penelitian. Dari 21 kecamatan
yang ada di Kabupaten Kampar, dipilih 7
kecamatan dan kemudian dipilih pula 15 Desa
dengan pertimbangan di desa tersebut terdapat
kelompok UPJA yang mengelola alsintan yang
aktif setiap musim tanam dan mempunyai
administrasi/pembukuan yang relatif lengkap.
Jadi jumlah responden adalah 16 kelompok
UPJA. Kemudian, kelompk UPJA yang ada di
desa tersebut dipilih secara sensus dan sealigus
ditetapkan sebagai responden dalam penelitian
ini.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan
mengadakan survei lapangan untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan
manajemen organisasi UPJA, pengelolaan
keuangan kelompok, skala pelayanan, jenis
dan jumlah mesin yang dikelola, kapasitas
kerja masing-masing mesin, profil mesin
(jenis, umur, merek, dan daya), jumlah
operator dan mekanik, profil operator (umur,
pendidikan, pengalaman, dan pelatihan), biaya
perbaikan dan perawatan, biaya bahan bakar
dan pelumas, upah operator dan data lain yang
6. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 134
berkaitan. Survei ini dilakukan terutama
melalui observasi dan wawancara langsung
dengan pengelola UPJA dalam hal ini kepada
manajer, operator dan mekanik yang terlibat
dalam pengelolaan UPJA bersangkutan.
Data sekunder diperoleh melalui survei
instansional, yang dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang geografis, iklim,
kependudukan, luas penggunaan tanah, potensi
lahan sawah, jumlah alsintan, perkembangan
luas lahan dan produksi tanaman pangan
khususnya padi, palawija dan sayuran, jumah
kelompok tani, dan jumlah kelompok UPJA
yang ada di Kabupaten Kampar. Survey
instansional ini dilakukan melalui metode
pengumpulan langsung dari instansi/lembaga
terkait, seperti Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Propinsi dan Kabupaten dan Biro
Pusat Statistik (BPS).
.3. Metode Pengolahan Data
Data dan informasi yang diperoleh dari
lapangan maupun melalui pelacakan
instansional selanjutnya dianalisis secara
deskriptif melalui metode tabulasi.Sistem
tabulasi dilakukan untuk menelaah tentang
analisis biaya operasional Alsintan oleh
kelompok UPJA dan analisis usahatani baik
yang menggunakan alsintan maupun secara
manual.
3.4. Analisis Data
Dari data yang diperoleh dilakukan
analisis biaya, pendapatan dan break-even
point dari penggunaan mesin. Adapun analisis
yang digunakan dijelaskan sebagai berikut.
Biaya usaha pelayanan jasa alsintan
dibagi ke dalam biaya tetap (Fixed cost) dan
biaya variabel (Variable cost). Biaya tetap
(FC) dihitung dengan menggunakan rumus:
FC = D + I + A + P …………………….…(1)
Dimana: FC = Fixed costs (biaya Tetap)
(Rp/mt)
D = Depresiasi mesin dan gudang
(Rp/mt)
I = Interest (Bunga Modal) (Rp/mt)
A = Asuransi (Rp/mt)
P = Pajak (Rp/mt)
Depresiasi (penyusutan) diperoleh dari:
…………..…………………..(2)
Dimana: NB = Nialai beli (Rp/mt)
NS = Nilai sisa (Rp/mt)
MP = Masa Pakai (Rp/mt)
Interest atas modal (I) dihitung dengan rumus:
…………………..………… (3)
Dimana: i adalah tingkat bunga yang relevan
Sedangkan biaya variabel dihitung dengan
menggunakan rumus:
VC = L + F + M + P………………..…….(4)
Dimana: VC = Variable costs (biaya variabel)
(Rp/mt)
L = Labor (Operator) (Rp/mt)
F = Fuel (Bahan bakar) Rp/mt)
M = Maintenance (Perbaikan dan
pemeliharaa) Rp/mt)
P = Pelumas (Rp/mt)
Jadi total cost akan diperoleh dari hasil
penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel
dengan rumus:
TC = FC + VC ……….……………………(5)
Pendapatan yang dihitung dalam
penelitian ini adalah pendapatan kotor (total
penerimaan) dan bersih dari usaha pelayanan
jasa alsintan. Rumus yang digunakan adalah:
TR = Y x Py……………..…………………(6)
Dimana: TR = Total penerimaan (Rp/mt)
Y = Kapasitas kerja mesin di
lapangan (ha atau ton)
Py = Upah per hektar (Rp/ha)
Sedangkan untuk menghitung sisa hasil usaha
(SHU) digunakan rumus:
………..…………………(7)
Dimana: (Rp/mt)
TR = Total Penerimaan (Rp/mt)
TC = Total Cost (Rp/mt)
Analisis break-even point digunakan
untuk mengetahui luas olahan minimum dari
penggunaan alat dan mesin pertanian agar
memenuhi titik impas.Menurut Butterworth
dan Nix (1983), Break-even point (BEP) dapat
7. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 135
dihitung dengan pembagian biaya tetap per
tahun dengan perbedaan antara sewa alat dan
mesin pertanian dengan rata-rata biaya
variabel yang digunakan. Rumus BEP dapat
ditulis dengan rumus:
…………………………….. (8)
Dimana: BEP = Breka-even point
FC = Fixed cost (Rp/mt)
S = Upah kerja mesin (Rp/ha)
AVC = Averaga variable costs
(Rp/ha)
IV. KEADAAN UMUM DAERAH
PENELITIAN
4.1. Letak Geografis
Kabupaten Kampar dengan luas
wilayah lebih kurang 11.289,28 km2
atau
1.128.928 ha merupakan daerah yang terletak
antara 010
00’40” Lintamg Utara sampai
000
27’99” Lintang Selatan dan 1000
28’30” –
1010
14’30” Bujur Timur. Adapun batas-batas
wilayah Kabupaten Kampar adalah sebagai
berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kota
Pekanbaru dan Kabupaten Siak
- Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kuantan Singingi
- Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi
Sumatera Barat,
- Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten
Siak.
Pada tahun 2011, secara administrasi
Kabupaten Kampar terbagi ke dalam 21
kecamatan, 8 kelurahan dan 240 desa dimana
kecamatan terluas wilayahnya adalah
Kecamatan Tapung (91.365,97 km2
) dan yang
paling kecil wilayahnya adalah Kecamatan
Rumbio Jaya (74,92 km2
).
4.2. Kondisi Iklim
Rata-rata curah hujan di Kabupaten
Kampar Tahun 2011 adalah 258 mm. Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember
yaitu 475 mm dan yang terendah pada bulan
Juli yaitu 46 mm. Sedangkan rata-rata hari
hujan (HH) tahun 2011 yaitu 10 hari dimana
hari hujan terbanyak terjadi pada bulan
Desember yaitu 18 hari dan paling sedikit
terjadi pada bulan Juli yaitu 5 hari.
Temperatur udara di Kabupaten
Kampar berkisar antara 24,7 – 29,10
C yang
masing-masing terjadi pada bulan Februari dan
Mei. Data tempratur ini penting dalam
pertumbuhan tanaman. Tanaman biasanya
memerlukan temperatur yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Disamping temperatur, data
kelembaban udara juga faktor iklim penting
dalam pertanian. Tanaman juga memerlukan
kelembaban tertentu untuk pertumbuhannya.
Kelembaban udara di Kabupaten Kampar
berkisar antara 95,1 – 95,9% yang masing-
masing terjadi pada bulan Mei dan Maret.
4.3. Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan sumberdaya
penting dalam pembangunan baik ditinjau dari
segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi
kuantitas, jumlah penduduk Kabupaten
Kampar sampai tahun 2011 adalah sebanyak
686.030 jiwa dimana laki-laki sebanyak
353.787 jiwa dan perempuan sebanyak
332.243 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak
yaitu di Kecamatan Siak Hulu yang berjumlah
85.922 jiwa dan yang paling sedikit di
Kecamatan Kampar Kiri Hilir yang berjumlah
10,158 jiwa.
Jumlah penduduk laki-laki lebih
banyak, yaitu 51.08 persen dari penduduk
perempuan sebesar 48.92 persen. Dengan
demikian maka angka sex ratio yaitu
perbandingan penduduk wanita dengan laki-
laki di Kabupaten Kampar tahun 2011 sebesar
0.94. Ini artinya setiap seratus jiwa penduduk
laki-laki terdapat 94 jiwa penduduk
perempuan. Kemudian kepadatan penduduk
di Kabupaten Kampar pada tahun 2010 rata-
rata sebanyak 61 jiwa per kilometer.
Kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan
Kampar yang mencapai 327 jiwa per kilometer
dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan
8. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 136
Kampar Kiri Hulu yang hanya 8 jiwa per
kilometer.
Struktur umur penduduk Kabupaten
Kampar sebagian besar berada pada kisaran
15-64 tahun yang mencapai sebanyak 433.995
jiwa atau 63,10 persen. Kelompok umur ini
termasuk ke dalam kelompok umur produktif
karena kelompok ini mampunyai kemampuan
fisik yang lebih kuat untuk melakukan
aktivitas yang bersifat produktif. Sedangkan
kelompok umur dengan kisaran 0-14 tahun dan
di atas 64 tahun termasuk ke dalam kelompok
umur non produktif. Di Kabupaten Kampar
jumlah kedua kelompok umur ini sebanyak
253.802 jiwa atau 36,90 persen. Berdasarkan
kelompok umur produktif dan non produktif
ini, kita dapat menentukan rasio
ketergantungan (Dependency ratio) yaitu
perbandingan penduduk non produktif dan
penduduk produktif. Dari hasil perhitungan
rasio ketergantungan penduduk Kabupaten
Kampar diperoleh sebesar 0,58 yang berarti
setiap 100 penduduk produktif menanggung
58 jiwa penduduk non produktif.
Jumlah penduduk Kabupaten Kampar
sebesar 687.797 jiwa terdiri dari 187.390
rumah tangga. Dengan demikian, maka rata-
rata anggota rumah tangga di Kabupaten
Kampar sebesar 4 jiwa dengan kisaran 3 jiwa
sampai 6 jiwa per rumah tangga. Anggota
rumah tangga terbesar terdapat di Kecamatan
Tapung Hulu dan anggota rumah tangga
terkecil terdapat di Kecamatan Gunung
Sahilan.
4.4. Potensi Sumberdaya Lahan
Jenis penggunaan tanah di Kabupaten
Kampar terbagi ke dalam 11 jenis pengunaan
dan terluas penggunaannya adalah untuk usaha
perkebunan yang mencapai 353.505 ha atau
31.31 persen dan kemudian untuk hutan seluas
196.505 atau 17.41 persen. Sedangkan
penggunaan untuk padi sawah hanya seluas
10.476 ha atau 0.93 persen dari total luas
Kabupaten Kampar. Potensi untuk
pengembangan pertanian dapat dilihat dari
masih adanya lahan sementara yang tidak
diusahakan seluas 43.634 ha atau 3.87 persen
dan tanah lainnya seluas 228.271 ha atau 20.22
persen dari luas Kabupaten Kampar.
Potensi sumberdaya lahan sawah di
Kabupaten Kampar tahun 2011 adalah 10.173
ha yang dimanfaatkan seluas 6.515 ha atau
sebesar 64,04%, sedangkan yang belum
dimanfaatlkan seluas 3,658 ha atau sebesar
35,95%. Penyebab belum dimanfaatkannya
lahan sawah tersebut adalah masalah
ketersediaan air, permodalan petani dan
kekuragan tenaga untuk mengerjakan lahan
bersankutan. Potensi lahan sawah terluas yaitu
di Kecamatan Tambang dengan luas 2,229 ha.
Potensi sumberdaya lahan kering di
Kabupaten Kampar tahun 2011 adalah seluas
255.859 ha yang bisa dimanfaatkan untuk padi
gogo dan palawija hanya seluas 11.700 ha dan
sisanya untuk pengembangan buah-buahan
dengan potensi terluas di Kecamatan Tapung
Hulu seluas 76.897 ha.
4.5. Potensi Produksi Tanaman Pangan
Kabupaten Kampar tahun 2011
memproduksi padi sebanyak 48.481,07 ton
dan dikonversikan menjadi beras sebanyak
30.640,04 ton. Produksi padi ini dipengaruhi
oleh luas tanam, luas panen, produktivitas dan
perubahan cuaca atau yang dikenal dengan
anomali iklim dimana terjadi perubahan cuaca
yang cukup ekstrim pada bulan Juni-Juli 2011.
Hal ini menyebabkan sebagian wilayah
Kabupaten Kampar mengalami kekeringan
yang cukup berat sehingga mempengaruhi
angka produksi padi pada tahun 2011.
Dari ke lima jenis tanaman palawija
tersebut yang paling luas diusahakan adalah
jagung yang mencapai 1.641 ha dengan
produksi 10.320,26 ton pada tahun 2011.
Sedangkan jenis tanaman palawija yang paling
kecil diusahakan adalah tanaman kacang hijau
yang hanya seluas 232 ha dengan jumlah
produksi 475,77 ton pada tahun yang sama.
Namun demikian dari segi produksi, tanaman
palawija yang tertinggi produksinya adalah ubi
9. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 137
kayu yang mencapai 14.406,05 ton dan yang
terendah produsinya adalah tanaman kacang
hijau yang hanya 475,77 ton pada tahun 2011.
Ada sembilan jenis tanaman sayur-
sayuran yang diusahakan petani di Kabupaten
Kampar dan yang terluas diusahakan adalah
kacang panjang dengan luas 564 ha dan
tersempit adalah tanaman labu siam yang
hanya 6 ha. Sedangkan produksi tertinggi
adalah tanaman ketimun sebanyak 8.635,22
ton dan terendah adalah tanaman labu siam
yang hanya 78 ton pada tahun 2011.
4.6. Alat dan Mesin Pertanian
Adappun sarana pendudung dalam
produksi padi, palawija, sayur-sayuran dan
buah-buahan adalah adanya alat dan mesin
pertanian (alsintan). Alsintan yang ada di
Kabupaten Kampar tahun 2011 untuk jenis
hand traktor berjumlah 94 unit, hidro tiller 46
unit, cultivator 30 unit, pompa air 25 unit,
power thresher 34 unit, RMU 69 unit dan sabit
bergerigi 3.376 unit. Alsintan tersebut hanya
ada di 13 kecamatan sementara di 8 kecamatan
lainnya belum ada alsintannya terutama mesin
pertanian.
Jumlah alsintan terbanyak terdapat di
Kecamatan Bangkinang seberang sebanyak
1,099 unit yang terdiri dari Hand Traktor 13
unit, Hidro tiller 16 unit, Cultivator 9 unit,
Pompa air 4 unit, power thresher 5 unit, RMU
2 unit dan dryer 3 unit, sedangkan alat
pemanen padi berupa sabit bergerigi terdapat
sebanyak 1.050 unit. Sementara jumlah hand
traktor terbanyak terdapat di Kecamatan
Perhentian Raja sebanyak 14 unit, Hidro tiller
di Kecamatan Bangkinang Seberang sebanyak
6 unit, Cultivator di Kecamatan Bangkinang
seberang sebanyak 9 unit, Pompa air di
Kecaatan Bangkinang sebanyak 14 unit,
Power thresher di Kecamatan Kampar
sebanyak 9 unit, RMU di Kecamatan Kampar
dan Tambang yang masing-masing 15 unit,
dryer di Kacamatan Kampar, Tambang dan
Kuok yang masing-masing sebanyak 4 unit
dan sabit bergerigi terbanyak ditemukan di
Kecamatan Bangkinang Seberang sebanyak
1050 unit.
4.7. Kelompok Tani
Kelompok tani di Kabupaten Kampar
tahun 2011 berjumlah sebanyak 1.355
kelompok dengan anggota sebanyak 34.802
orang petani. Kelompok tani dibagi ke dalam
empat kelas yaitu Pemula berjumlah 684
kelompok, Lanjut berjumlah 480 kelompok,
Madya berjumlah 64 kelompok dan Utama
tidak ada, serta kelompok yang belum
dikukuhkan berjumlah 137 kelompok.
Penyebaran kelompok tani di
Kabupaten Kampar tidak merata dan ada di 20
kecamatan. Ada hanya satu kecamatan yang
belum ada kelompok taninya yaitu Kecamatan
Kampar Hulu yang merupakan kecamatan
termuda di Kabupaten Kampar. Kelompok
tani tersebut terbanyak terdapat di Kecamatan
Tapung sebanyak 433 kelompok dengan
anggota 1.383 petani dan kemudian diikuti
Kecamatan XIII Koto Kampar sebanyak 171
kelompok dengan anggota 3.300 petani.
Keberadaan kelompok tani ini sangat
diperlukan untuk memajukan pertanian khusus
usahatani padi di Kebupaten Kampar.
Kelompok tani berperan untuk mudahnya
mengorganisir petani yang jumlahnya ribuan
tersebut, baik dalam rangka penyampaikan
informasi teknologi dan penyaluran pupuk
bersubsidi maupun kerjasama antar petani,
khususnya anggota kelompok terutama dalam
pengelolaan alat dan mesin pertanian yang
dibantu pemerintah.
4.8. Kelompok UPJA
Model pengembangan mekanisasi
pertanian yang dikenal dengan Usaha
Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) ini bertujuan
untuk meningkatkan pengembangan alsintan di
tingkat petani dan sekali gus meningkatkan
produksi dan produktivitas pertanian
khususnya tanaman padi dan meningkatkan
efisiensi penggunaan tenaga kerja. Alsintan
yang dikelola UPJA ini umumnya alsintan
bantuan pemerintah dan diberikan kepada
10. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 138
kelompok tani yang sudah dibentuk dan
biasanya setiap desa dibentuk satu kelompok
penerima UPJA. Penetapan desa/kelompok
penerima UPJA berdasarkan pada adanya areal
persawahan yang ditanami padi secara
kontiniu setiap tahun.
Penyebaran UPJA di setiap kecamatan
tidaklah merata dan bahkan ada kecamatan
yang tidak ada kelompok UPJA sama sekali.
Jumlah kelompok UPJA yang ada di
Kabupaten Kampar tercatat sebanyak 42 UPJA
dan tersebar hanya di 13 kecamatan.
Konsentrasi UPJA terbanyak terdapat di
Kecamatan Kampar dan Kuok yang masing-
masing 6 UPJA dan kemudian diikuti dengan
Kecamatan Kampar Timur sebanyak 5 UPJA.
Umumnya kelompok UPJA masih kelas
pemula dan baru tiga UPJA yang termasuk
kelas berkembang, yaitu 2 di Kecamatan
Bangkinang Seberang dan 1 di Kecamatan
Kuok. Seangkan kelompok UPJA dengan
kelas profesional belum ditemukan di
Kabupaten Kampar.
V. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
5.1. Profil UPJA
UPJA melakukan usaha utama yaitu
pelayanan jasa alsintan dalam bentuk
pelayanan jasa dengan sistem sewa, baik
kepada anggota maupun kepada petani non
anggota kelompok tani. Setiap kelompok
UPJA yang menerima alat dan mesin pertanian
akan dikelola oleh kelompok bersangkutan
yang dipimpin oleh seorang manajer. Dalam
pelaksanaannya, manajer dibantu oleh operator
untuk mengoperasikan traktor dan mekanik
untuk memperbaiki jika alat dan mesin
pertanian mengalami kerusakan. Dari hasil
survei di tujuh kecamatan di Kabupaten
Kampar telah dapat diidentifikasi sebanyak 16
UPJA.
Jumlah operator yang mengoperasikan
alsintan yang ada di kelompok UPJA tidaklah
sama dan jumlah ini sangat tergantung pada
jumlah alsintan yang dikelola kelompok.
Umumnya satu jenis mesin dioperasikan oleh
1 - 2 operator. Kedua operator ini
mengoperasikan mesin secara bergantian.
Jumlah operator berkisar dari 3 orang untuk
kelompok Karya Indah sampai 12 orang untuk
kelompok Sri Rezeki dengan rata-rata 6 orang
operator. Akan tetapi jumlah mekanik sudah
hampir merata bahwa setiap kelompok
memliki satu orang mekanik, kecuali
kelompok Sinar Harapan dan Karya Indah
yang belum memiliki mekanik.
Alsintan yang dikelola oleh kelompok
UPJA terdiri dari Rotary tiller, Hidro tiller,
Singkal, Cultivator, Pompa air, Power
thresher, dan Rice milling unit (RMU).
Pemilihan jenis dan jumlah alsintan umumnya
dihubungkan dengan luas areal dan jenis
tanaman yang dibudidayakan serta jenis
kegiatannya. Sehingga jenis dan jumlah
alsintan yang ada pada setiap kelompok UPJA
tidaklah sama. Alsintan yang selektif dalam
pemakaiannya akan mampu menjamin
keberhasilan petani dalam mengelolanya
secara komersil.
Kalau dilihat dari segi jenis alsintan
yang dikelola kelompok UPJA, jenis terbanyak
adalah Hidro tiller sebanyak 26 unit atau rata-
rata 1,63 unit dan hanya ada di 12 kelompok
UPJA. Kemudian diikuti oleh Rotari tiller
sebanyak 18 unit dengan rataan 1.13 unit dan
terdapat di 13 kelompok UPJA. Dua jenis
mesin pengolahan tanah ini sangat cocok
dengan kondisi sawah yang dimiliki petani di
Kabupaten Kampar, sehingga hampir setiap
kelompok UPJA memilikinya. Jenis alsintan
yang paling sedikit dikelola oleh kelompok
UPJA adalah Cultivator yang hanya 6 unit
dengan rataan 0,38 unit dan ditemukan hanya
di 5 kelompok UPJA. Jumlah terkecil kedua
adalah RMU sebanyak 8 unit dengan rataan
0,50 unit dan dijumpai di 8 kelmpok UPJA.
Secara khusus, Cultivator merupakan jenis
mesin yang digunakan untuk lahan kering
(usahatani sayuran), bukan digunakan untuk
lahan sawah (padi). Sedangkan jumlah
11. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 139
kelompok tani pada setiap UPJA berkisar dari
2 kelompok tani pada UPJA Karya Bersama,
Sinar Tani dan Kya Indah sampai 11
kelompok pada UPJA Sinar Harapan dengan
total kelompok sebanyak 92 kelompok dari 16
UPJA dengan rataan 6 kelompok per UPJA.
Jumlah kelompok tani mempunyai
hubungan dengan luas areal sawah, walaupun
pada kelompok UPJA hubungan tersebut tidak
proporsional. Luas areal sawah yang terluas
ada pada kelompok UPJA Tani Maju yang
mencapai 400 ha dengan jumlah kelompok
tani 5 kelompok dan kemdian diikuti
kelompok UPJA Birandang Jaya seluas 250 ha
dengan jumlah kelompok tani 5 kelompok.
Sedangkan luas areal sawah tersempit adalah
Kelompok UPJA Karya Indah yang hanya 2 ha
dengan jumlah kelompok tani 2 kelompok dan
kemudian diikuti oleh kelompok UPJA Karya
Jaya seluas 30 ha dengan jumlah kelompok 3
kelompok tani. Total luas areal untuk 16
kelompok UPJA dan 92 kelompok tani
mencapai 2491 ha dengan rata-rata 155,69 ha
per kelompok UPJA. Sementara itu, jenis
irigasi ada adalah setengah teknis dengan
indek pertanaman (IP) berkisar dari 200, dan
diareal tertentu sudah mulai dengan IP 250 ( 5
kali musim tanam per 2 tahun).
Perbandingan jumlah mesin dengan
luas areal sawah yang dapat di olah dan
kekurangan mesin per musim tanam pada
kelompok UPJA di Kabupaten Kampar. Kalau
kita lihat jumlah alsintan pengolahan tanah
yang tersedia di setiap UPJA rata-rata baru
3,38 unit. Dari jumlah tersebut baru mampu
mengolah lahan seluas rata-rata 50,19 hektar
atau kira-kira 43,44% dari luas lahan yang ada
rata-rata seluas 160,06 ha pada kelompok
UPJA atau dengan rata-rata per musimnya
hanya mampu diolah sekitar 15 hektar. Kalau
kita asumsikan kemampuan sebuah mesin
untuk mengolah tanah per musim 15 ha (sesuai
dengan yang data ril dari survei lapangan),
maka jumlah kekurangan mesin pengolah
tanah rata-rata sebanyak 7 unit. Memang
sudah ada kelompok UPJA yang mampu
melayani 100% dari luas lahan kelompok yang
ada, seperti kelompok UPJA Karya Jaya dan
Karya Indah. Hal ini disebabkan luas lahan
sawah yang ada pada kelompok UPJA tersebut
relatif kecil sehingga mampu dikerjakan oleh
mesin pengolahan tanah yang ada. Akan tetapi
untuk kelompok UPJA, seperti Tani Bersama
baru dapat dikerjakan seluas 15 hektar atau
baru 6% dari lahan yang tersedia seluas 235
hektar.
5.2. Karakteristik Alsintan
Sebagian besar merek alsintan yang
dikelola UPJA adalah Yanmar, Honda dan
Agrindo. Merek lain seperti Dongfeng
(RMU), Kubota (Rotari tiller dan RMU), dan
Mitsubishi (RMU) baru sedikit. Penentuan
merek alsintan ini tidak oleh petani, akan
tetapi oleh Pemerintah selaku pengadaan
utama bantuan alsintan tersebut khususnya
untuk UPJA. Sedangkan daya (power) alsintan
tersebut juga bervariasi mulai dari yang
terendah 5,5 hp (hidro tiller dan pompa air)
sampai 23 hp (RMU). Daya mesin sangat
menentukan kemampuan kerja mesin di
lapangan. Mesin dengan daya tinggi
mempunyai kemampuan kerja (kapasitas
kerja) yang lebih besar, dan sebaliknya mesin
dengan daya kecil mempunyai kemampuan
yang lebih kecil pula sehingga kapasitas kerja
mesin menjadi kecil.
Selanjutnya kisaran umur rata-rata
alsintan tersebut bervariasi dari 1 sampai 6
tahun. Rata-rata umur tertinggi adalah singkal
dan pompa air yaitu 3,7 tahun, dan rataan
umur terendah adalah cultivator 2,5 tahun.
Umur mesin juga sangat mempengaruhi
kemampuan kerja mesin di lapangan. Selama
mesin dipakai, mesin juga semakin menua dan
pada akhirnya mesin tidak ekonomis lagi
untuk dioperasikan karena tingginya dan
meningkatnya biaya perbaikan dan perawatan
mesin. Khusus untuk alsintan yang dikelola
UPJA tesebut, umur ekonomis mesin
ditetapkan/diperkirakan selama 4 tahun kecuali
12. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 140
RMU. Ini berarti setelah mesin berumur 4
tahun, petani tidak perlu lagi membayar
setoran wajib ke PAD pemerintah.
5.3. Karakteristik Operator Operator
Operator merupakan sumberdaya
manusia yang sangat penting dalam
pengelolaan alsintan. Operator bertugas
mengoperasikan alsintan dan mereka juga
yang menentukan sukses tidaknya pekerjaan
yang dilakukan. Umur rata-rata operator per
kelompok UPJA tertinggi ditemukan pada
kelompok UPJA Birandang Jaya yaitu 44,38
tahun dan umur termuda dijumpai pada
kelompok UPJA Rizki Bersama 31,50 tahun
dengan rata-rata seluruh operator 37,68 tahun.
Operator alsintan perlu berumur muda karena
mengoperasikan mesin memerlukan
kemampuan fisik yang kuat. Berdasarkan
temuan di atas, maka operator alsintan yang
ada pada kelompok UPJA dapat dikatakan
tergolong relatif muda, sehingga masih
mempunyai kemampuan fisik yang kuat untuk
mengoperasikan alsintan.
Selanjutnya, rataan tingkat pendidikan
operator UPJA berkisar dari 6 tahun (tamat
Sekolah Dasar) pada UPJA Tani Maju sampai
10,25 tahun (perguruan tinggi) pada UPJA
Birandang Jaya dengan rata-rata pendidikan
seluruh operator selama 8,58 tahun atau setara
dengan sekolah menengah pertama (SMP).
Sementara itu, rataan pengalaman operator
dalam mengoperasikan alsintan per kelompok
UPJA berkisar dari 1,67 tahun pada kelompok
UPJA Tani Maju sampai 12,5 tahun pada
kelompok UPJA Tani Bersama dengan rata-
rata seluruh operator 5 tahun. Ini berarti
operator alsintan kelompok UPJA sudah
mempunyai pengalaman yang relatif lama dan
pengalaman ini tentunya akan sangat berguna
dalam mengoperasikan alsintan secara baik
dan benar. Sehingga kerusakan alsintan dapat
diminimalisasi yang pada akhirnya
mengurangi biaya perbaikan dan pemeliharaan
alsintan bersangkutan. Kemudian umur
ekonomi dan fisik alsintan yang dikelolapun
menjadi lebih panjang.
Dari hasil survei, rata-rata baru
sebanyak 48, 96 persen operator yang
mendapat pelatihan baik sebelum maupun
sesudah menjadi operator, selebihnya 51,04
persen belum pernah mendapatkan pelatihan
sama sekali. Pelatihan di Bengkel Dinas
tersebut biasanya dilakukan selama 2 – 3 hari
dan tenaga pelatihnya seorang profesional
yang didatangkan dari perusahaan Pemilik
Alsintan, seperti dari PT. Yanmar. Sedangkan
bagi operator yang mendapat pelatihannya di
Depok, biasanya memakan waktu lama yaitu
lebih-kurang satu minggu dan tidak
terporgram secara rutin. Program tersebut
biasanya satu kali dalam setahun dan jumlah
pesertanya sangat terbatas 1 – 2 orang
operator/mekanik saja. Bagi operator/mekanik
yang dikirim ke Depok, setelah kembali
diharapkan menjadi tenaga pelatih di Bengkel
UPJA bersama yang ada di Kabupaten
Kampar.
5.4. Penggunaan Alat dan Mesin Pertanian
dalam Usaha tani Padi Sawah
Sedikitnya ada 12 kegiatan yang
dikerjakan dalam kegiatan usahatani padi
sawah yaitu; pengolahan lahan, persemaian,
penanaman, penyiangan, pengendalian hama
dan penyakit tanaman (H & P), pengairan,
pemanenan, perontokan, pembersihan gabah,
pengangkutan, pengeringan dan penggilingan.
Namun demikian, di Kabupaten Kampar
belum semua pekerjaan tersebut dikerjakan
dengan melibatkan alsintan karena
keterbatasan jenis dan jumah alsintan yang
ada. Hasil survei menunjukkan bahwa baru 4
jenis pekerjaan yang melibatkan mesin
pertanian yaitu pengolahan tanah (dengan
Rotari tiller, hidro tiller, singkal dan cultivator
untuk lahan kering), pengairan (dengan pompa
air), merontok (dengan power thresher), dan
penggilingan (dengan rice miling unit).
Sementara 8 jenis kegiatan lainnya masih
dikerjakan secara manual dengan peralatan
13. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 141
atau cara tradisional. Melaksanakan
pekerjaan dengan cara manual ini sangat
menguras tenaga, memakan waktu yang lama,
membutuhkan biaya yang lebih besar dan
kurang efisien.
Pola penggunaan alsintan pada
kelompok UPJA di Kabupaten Kampar
mengikuti pola tanam padi yang di lakukan
oleh petani selama ini. Pola tanam padi ini
dilakukan umumnya dua musim tanam dalam
satu tahun, yaitu musim tanam I (pada musim
kemarau) dan musim tanam II (pada musim
hujan).
Pada musim tanam I dimulai pada
bulan Maret, dimulai dengan persiapan
pengolahan tanah dan persiapan persemaian.
Pengolahan tanah menggunakan alat dan
mesin pertanian dengan menggunakan jasa
UPJA di masing masing wilayah. Alsintan
yang lazim digunakan untuk mengolah tanah
adalah Rotari tiller, Hidro tiller, dan bajak
singkal. Musim tanam I ini sering disebut
musim tanam solek (tanam kecil) dikarenakan
musim tanam ini hanya dilakukan petani IP
200, bertanam dua kali setahun.
Musim tanam II dimulai pada bulan
Agustus dengan dilaksanakannya pengolahan
tanah/persiapan lahan dan persemain. Musim
tanam II ini disebut juga musim tanam besar
karena pada bulan September di laksanakan
penanam serentak, baik IP 200 maupun IP 100
yang belum memiliki irigasi setengah teknis
(sawah tadah hujan) pertanian dengan IP 100
banyak menggunakan varietas unggul lokal,
sedangkan petani dengan IP 200 secara umum
menggunakan varitas unggul nasional
dikarenakan varietas unggul nasional memiliki
umur relative pendek dan potensi hasilnya
(produktifitas) lebih tinggi jika di bandingkan
dengan varietas unggul lokal.
5.5. Analisis Kapasitas Kerja Alsintan
Analisis kapasitas kerja mesin
diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh
kinerja alsintan yang dioperasikan oleh UPJA.
Kinerja ini selanjutnya akan mempengaruhi
kemampuan kerja alsintan dalam menangani
kebutuhan pelayanan jasa di daerah kerjanya.
Faktor penentu kapasitas kerja mesin adalah
tenaga/daya yang dihasilkan (hp), umur mesin,
keterampilan operator dan kondisi lahan yang
akan diolah atau kondisi gabah yang akan
dirontok/digiling. Kapasitas kerja mesin yang
diuraikan dalam penelitian ini dinyatakan
dalam jam kerja per hari, hari kerja per musim,
jam kerja per hektar, dan jumlah hektar per
musim.
Rataan Kapasitas Kerja Berbagai Jenis Alsintan yang Dikelola UPJA di Kabupaten Kampar.
No Jenis Alat
Jam kerja per
hari
Hari kerja per
musim
Kapasitas kerja mesin
Jam/ha, ton Ha, ton/MT
1 Rotari tiller 7,39 23,33 22,50 9,44
2 Hidro tiller 7,65 19,65 19,88 8,46
3 Singkal 7,50 20,50 24,00 8,22
4 Cultivator 7,83 20,00 38,67 1,92
5 Pompa air 7,88 20,00 1.950,00* 5,25
6 Power thresher 7,55 20,00 622,73 9.136,36
7 RMU 7,14 - 1,68 22.142,86
Note: Ltr/menit
Jam kerja per hari mesin pengolahan
tanah berbeda antara mesin yang satu dengan
yang lainnya. Jam kerja tertinggi adalah
Cultivator yang rata-rata selama 7,83 jam dan
yang terendah adalah Hidro tiller 7,65 jam.
Namun demikian, jam keja mesin pengolahan
tanah berkisar dari 7 sampai 8 jam per hari.
Angka ini sama dengan jam kerja per hari
nasional selam 8 hari untuk traktor roda dua
(hand traktor). Lamanya jam kerja mesin per
14. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 142
hari ditentukan oleh kesepakatan antara
manajer dan operator. Sedangkan hari kerja
per musim juga ditemukan berbeda di antara
mesin pengolahan tanah tersebut. Hari kerja
per musim tertinggi adalah Rotari tiller rata-
rata selama 23,33 hari dan terendah adalah
Hidro tiller selama 19,65 hari. Hari kerja per
musim pada dasarnya berkisar mulai dari 10
hari sampai 45 hari, tapi hari kerja per musim
yang dominan adalah 20 hari atau 40 hari per
tahun untuk dua kali musim tanam. Angka ini
lebih kecil dari hari kerja per musim nasional
yang berkisar 50 – 60 hari per tahun atau 25 –
30 hari per musim.
Jam kerja pompa air per hari selama
rata-rata 7,88 jam dan hari kerja per musim
selama 20 hari. Pompa air ini mampu
memompa air sebanyak 1.950 liter per menit.
Kemampuan pompa air memompa air ini
tergantung kepada daya mesin (hp) dan
diameter pompa. Sedangkan pemanfaatan
pompa air per musim rata-rata 5,25 ha.
Menurut pengalaman petani daya mesin
penggerak pompa 7,5 – 15 hp dapat mengairi 5
– 6 ha per musim, sedangkan 5,5 – 6,5 dapat
mengairi 2 – 2,5 ha per musim.
Penggunaan Power thresher dalam
perontokan dapat menekan kehilangan hasil
padi sekitar 3%. Hal ini disebabkan Power
thresher dirancang untuk mampu
memperbesar kapasitas kerja, meningkatkan
effisiensi kerja, mengurangi kehilangan hasil
dan memperoleh mutu hasil gabah yang baik.
Penggunaan mesin perontok menghasilkan
gabah rontok sebesar 99%. Jam kerja per hari
Power thresher rata-rata selama 7,55 jam,
sedangkan hari kerja per bulan selama 20 hari
sesuai dengan lamanya musim panen padi di
daerah bersangkutan. Kapasitas mesin
perontok bervariasi antara mesin yang satu
dengan yang lainnya dengan rata-rata 9.136,36
kg/musim dan 622,73 kg/jam bergantung pada
spesifikasi (daya) atau pabrik pembuatnya.
Dari pengamatan langsung di lapangan,
diperoleh nilai kapasitas rata-rata RMU
sebesar 1,68 jam/ton atau 6.286 ka/jam dalam
bentuk gabah kering giling (GKG) dengan jam
kerja per hari 7,15 jam. Menurut sistem
penggilingan padi, penggilingan ini tergolong
dalam penggilingan padi relatif kecil. Faktor-
faktor yang menentukan besar kecilnya
kapasitas adalah keterampilan operator,
kondisi gabah yang digiling, dan kondisi
mesin. Dengan demikian, kapasitas kerja per
musim rata-rata sebesar 22.142,86 ton dengan
hari kerja permusim adalah sepanjang musim.
Ini disebabkan petani tidak sekali gus
menggiling padi setelah panen, akan tetapi
digiling ketika dibutuhkan untuk konsumsi
keluarga.
5.6. Analisis Ekonomi Usaha Alsintan
Kelompok UPJA Di Wilayah
Penelitian
Untuk mengetahui kinerja UPJA
tersebut maka perlu diketahui terlebih dahulu
pembiayaan, pendapatan, keuntungan dan
akhirnya Breka-even point (BEP) sebagai
indikator keberhasilan pengelolaan UPJA.
Berikut ini akan diuraikan secara rinci analisis
biaya dan pendapatan UPJA untuk setiap jenis
alsintan yang dikelolanya. Ada 7 jenis alsintan
yang dikelola oleh UPJA, yaitu Rotari tiller,
Hidro tiller, Singkal, Cultivator, Pompa air,
Power thresher, dan Rice Milling Unit (RMU).
Analisis Ekonomi Usaha Penggunaan
Rotari tiller
Analisis biaya operasional per unit
Rotari tiller selama satu musim tanam terdiri
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Kebutuhan bahan bakar untuk operasional alat
adalah ± 0,7 liter/jam dan kebutuhan oli ±
0,028 liter/jam. Besarnya biaya
reparasi/perbaikan alat dipengaruhi oleh
tingkat kerusakan alat dan mesin Rotari tiller.
Besarnya balas jasa (sewa) yang diterima dari
petani ditetapkan secara musyawarah dalam
kelompok tani atau bersama sama dengan
pengurus UPJA. Besarnya sewa penggunaan
Rotari tiller berkisar Rp.900000 s/d
15. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 143
Rp.1500000 per ha dengan rataan Rp.
1.144.444 per hektar.
Hasil kerja Rotari tiller selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
seluas 9,44 ha dengan kisaran dari 4 ha pada
UPJA Nikmat Usaha sampai 24 ha pada UPJA
Birandang Jaya. Biaya yang dikeluarkan untuk
operasional Rotari tiller mencapai
Rp7.842.660 yang terdiri dari 50,42% biaya
tetap dan 49,58% biaya tidak tetap. Biaya
tidak tetap ini sudah termasuk upah operator
sebesar Rp 2.796.028 yang merupakan
komponen biaya terbesar dari biaya tidak tetap
yang mencapai 71,90%. Biaya operator ini
dihitung sebesar 50% dari pendapatan bersih
operasional Rotari tiller. Sedangkan sisa hasil
usaha (SHU) pengelolaan UPJA untuk jenis
mesin Rotari tiller sebesar Rp. 2.796.028 atau
26,28% dari penerimaan total. Ini artinya
UPJA yang dikelola petani menguntungkan
dan semakin besar luas lahan yang dapat
dikerjakan per musim maka keuntungan usaha
pengelolaan Rotari tiller tersebut cenderung
semakin besar.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan Rotari tiller, maka berikut ini
disajikan analisis Break Event Point (BEP)
yang merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka Rotari
tiller harus dapat mengolah tanah sawah
sampai jumlah luas tertentu. Apabila mesin
ternyata tidak dapat mencapai luasan tersebut
maka usaha pengelolaan Rotari tiller tersebut
rugi. Break-Even Point akan dicapai apabila
luas areal yang dapat diperoleh sebanyak 5,60
ha per musim. Luas lahan perolehan ini lebih
kecil dari luas lahan real yang dikerjakan
Rotari tiller yang dikelola oleh UPJA seluas
9.44 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional Rotari tiller Per Musim Tanam di Kabupaten
Kampar Tahun 2012.
Analisis Usaha Penggunaan Hidro Tiller
Analisis biaya operasional per unit
Hidro tiller selama satu musim tanam terdiri
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Kebutuhan bahan bakar untuk operasional alat
adalah ± 0,9 liter/jam dan kebutuhan oli ± 0,02
liter/jam. Besarnya biaya reparasi/perbaikan
alat dipengaruhi oleh tingkat kerusakan alat
dan mesin Hidro tiller. Besarnya sewa
penggunaan Hidro tiller berkisar Rp.900000
s/d Rp.1500000 per hektar dengan rataan Rp.
1055769 per hektar.
Hasil kerja Hidro tiller selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
seluas 8,58 ha dengan kisaran dari 5 ha pada
UPJA Karya Jaya, Nikmat Usaha dan Rizki
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 3.188.889 80,64
2. Bunga modal - - 765.333 19,36
Total biaya tetap 3.954.222 50,42
B Biaya todak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 135 4.500 605.500 15,58
2. Oli (Pelumas) (litr) 6,83 27.000 183.333 4,71
3. Upah Operator - - 2.796.028 71,90
4. Perawatan dan perbaikan - - 303.778 7,81
Total biaya tidak tetap 3.888.639 49,58
C Total biaya 7.842.660 73,72
D Penerimaan
Sewa Rotari tiller (ha) 9,44 1.144.444 10.638.889 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 2.796.028 26,28
F Break-even point (ha/mt) 5,60 -
16. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 144
Bersama sampai 16 ha pada UPJA Sinar
Harapan. Biaya yang dikeluarkan untuk
operasional Hidro tiller mencapai Rp
6.159.999, yang terdiri dari 35,33% biaya tetap
dan 64,67% merupakan biaya tidak tetap.
Biaya tidak tetap ini sudah termasuk upah
operator sebesar Rp 2.882.308 yang
merupakan komponen biaya terbesar dari
biaya tidak tetap yang mencapai 72,36%.
Sama halnya dengan pengelolaan Rotari tiller,
biaya operator ini dihitung dari 50% dari
pendapatan bersih operasional. Sedangkan
sisa hasil usaha (SHU) pengelolaan UPJA
untuk jenis mesin Hidro tiller ini sebesar Rp.
2.882.308 atau 31,88% dari penerimaan total.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan Hidro tiller, maka berikut ini
disajikan analisis Break Event Point (BEP)
yang merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka Hidro
tiller harus dapat mengolah tanah sawah
sampai jumlah luas tertentu. Apabila mesin
ternyata tidak dapat mencapai luasan tersebut
maka usaha pengelolaan Hidro tiller tersebut
merugi. Break-Even Point akan dicapai apabila
luas areal yang dapat diperoleh sebanyak 3,71
ha per musim. Luas lahan perolehan ini lebih
kecil dibandingkan dengan luas lahan real
yang dapat dikerjakan oleh Hidro tiller yang
dikelola UPJA per musimnya seluas 8.58 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional Hidro Tiller Per Musim Tanam di Kabupaten
Kampar Tahun 2012.
Analisis Ekonomi Usaha Pengggunaan
Singkal
Analisis biaya operasional per unit
singkal selama satu musim tanam terdiri dari
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Kebutuhan
bahan bakar untuk operasional alat adalah ±
0,7 liter/jam dan kebutuhan oli ± 0,028
liter/jam. Besarnya biaya reparasi/perbaikan
alat dipengaruhi oleh tingkat kerusakan alat
dan mesin Singkal. Besarnya sewa
penggunaan Singkal berkisar dari Rp.900000
s/d Rp.150000 per hektar dengan rataan Rp.
1.100.000 per hektar. Lebih jelas analisis biaya
dan pendapatan penggunaan singkal per
musim tanam di Kabupaten Kampar disajikan
pada Tabel 5.12.
Hasil kerja singkal selama satu musim
tanam di Kabupaten Kampar rata-rata seluas
8,22 ha dengan kisaran dari 5 ha pada UPJA
Suka Maju, Karya Jaya, Nikmat Usaha dan
Tani Maju sampai 24 ha pada UPJA
Birandang Jaya. Biaya yang dikeluarkan untuk
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 1.511.538 69,44
2. Bunga modal - - 665.077 30,56
Total biaya tetap 2.176.615 35,33
B Biaya todak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 140 4.500 630.692 15,83
2. Oli (Pelumas) (litr) 6 ,00 26.577 148.615 3,73
3. Upah Operator - - 2.882.308 72,36
4. Perawatan dan perbaikan - - 321.769 8,08
Total biaya tidak tetap - 3.983.384 64,67
C Total biaya 6.159.999 68,12
D Penerimaan
Sewa Hidro tiller (ha) 8,58 1.055.769 9.042.308 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 2.882.308 31,88
F Break-even point (ha/mt) 3,71 -
17. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 145
operasional singkal mencapai Rp 6.489.469,
yang terdiri dari 32,11% biaya tetap dan
66,81% merupakan biaya tidak tetap. Biaya
tidak tetap ini sudah termasuk upah operator
sebesar Rp 3.186.325 yang merupakan
komponen biaya terbesar dari biaya tidak tetap
yang mencapai 72,31% dari total biaya tidak
tetap. Sama dengan Rotari tiller, biaya
operator ini dihitung dari 50% dari pendapatan
bersih operasional. Sedangkan sisa hasil usaha
(SHU) pengelolaan UPJA untuk jenis mesin
singkal sebesar Rp. 3.186.325 atau 33,19%
dari penerimaan total.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan singkal, maka berikut ini disajikan
analisis Break Event Point (BEP) yang
merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka singkal
harus dapat mengolah tanah sawah sampai
jumlah luas tertentu. Apabila mesin ternyata
tidak dapat mencapai luasan tersebut maka
usaha pengelolaan Singkal tersebut merugi.
Break-Even Point akan dicapai apabila luas
areal yang dapat diperoleh sebanyak 4,61 ha
per musim tanam. Luas lahan perolehan ini
lebih kecil dibandingkan dengan luas lahan
real yang dapat dikerjakan singkal per musim
tanamnya seluas 8.22 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional Singkal Per Musim Tanam di Kabupaten Kampar
Tahun 2012.
Analisis Ekonomi Usaha Penggunaan
Cultivator
Analisis biaya penggunaan per unit
Cultivator selama satu musim tanam terdiri
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Kebutuhan bahan bakar untuk operasional alat
adalah ± 0,8 liter/jam dan kebutuhan oli ±
0,012 liter/jam. Besarnya biaya
reparasi/perbaikan alat dipengaruhi oleh
tingkat kerusakan alat dan mesin Cultivator.
Besarnya sewa penggunaan Cultivator berkisar
Rp.1.200.000 sampai dengan Rp.1.500.000 per
meter dengan rataan Rp 1.400.000 per hektar.
Rata-rata sewa cultivator lebih tinggi dari sewa
pengolahan tanah sebelumnya karena yang
dikerjakan adalah lahan kering.
Hasil kerja Culivator selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
seluas 1,09 ha dengan kisaran dari 1 ha pada
UPJA Sri Rezeki sampai dengan 2,5 ha pada
UPJA Pulau Lestari dan Nikmat Usaha. Biaya
yang dikeluarkan untuk operasional Cultivator
mencapai Rp 2.377.840, yang terdiri dari
71,66% biaya tetap dan 28,34% merupakan
biaya tidak tetap. Biaya tidak tetap ini sudah
termasuk upah operator sebesar Rp 272.160
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 1.680.000 80,65
2. Bunga modal - - 403.200 19,35
Total biaya tetap 2.083.200 32,11
B Biaya tidak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 128 4.500 538.611 12,22
2. Oli (Pelumas) (litr) 7,00 27.667 212.444 4,82
3. Upah Operator - - 3.186.325 72,31
4. Perawatan dan perbaikan - - 468.889 10,64
Total biaya tidak tetap - 4.406.269 67,89
C Total biaya 6.489.469 66,81
D Penerimaan
Sewa Singkal (ha) 8,22 1.100.000 9.600.000 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 3.186.325 33,19
F Break-even point (ha/mt) 4,61 -
18. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 146
yang merupakan komponen biaya terbesar
kedua dari biaya tidak tetap yang mencapai
40,39%. Sama dengan Rotari tiller, biaya
operator ini dihitung dari 50% dari pendapatan
bersih operasional. Sedangkan sisa hasil usaha
(SHU) pengelolaan UPJA untuk jenis mesin
Cultivator ini sebesar Rp. 272.160 atau
10,27% dari penerimaan total pengelolaan
Cultivator.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan Cultivator, maka berikut ini
disajikan analisis Break Event Point (BEP)
yang merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka Cultivator
harus dapat mengolah tanah sampai jumlah
luas tertentu. Apabila mesin ternyata tidak
dapat mencapai luasan tersebut maka usaha
traktor tersebut merugi. Break-Even Point
akan dicapai apabila luas areal yang dapat
dikerjakan seluas 1,63 ha per musim tanam.
Luas lahan perolehan ini lebih kecil
dibandingkan dengan luas lahan real yang
dapat dikerjakan Cultivator per musim
tanamnya seluas 1.92 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Penggunaan Cultivator per Musim Tanam di Kabupaten Kampar
Tahun 2012.
Analisis Usaha Penggunaan Pompa Air
Analisis biaya penggunaan pompa air
terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Kebutuhan bahan bakar untuk operasional
pompa air adalah 0,77 liter/jam, sedangkan
kebutuhan oli/pelumas adalah 0,017 liter/jam.
Hasil kerja Pompas air selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
seluas 5 ha dengan kisaran dari 3 ha pada
UPJA Titian Rizki sampai dengan 8 ha pada
UPJA Pulau Lestari. Total biaya yang
dikeluarkan untuk operasional Pompa air
mencapai Rp 1.669.674, yang terdiri dari
35,47% biaya tetap dan 64,53% merupakan
biaya tidak tetap. Biaya tidak tetap ini sudah
termasuk upah operator sebesar Rp. 330.326
yang merupakan komponen biaya terbesar
kedua dari biaya tidak tetap yang mencapai
30,66%. Sama dengan Pompa air, biaya
operator ini dihitung sebesar 50% dari
pendapatan bersih operasional. Sedangkan
sisa hasil usaha (SHU) pengelolaan UPJA
untuk jenis mesin Pompa air ini sebesar Rp.
330.326 atau 16,52% dari penerimaan total
pengelolaan Pompa air.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan Pompa air, maka berikut ini
disajikan analisis Break Event Point (BEP)
yang merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 1.183.333 69,44
2. Bunga modal - - 520.667 30,56
Total biaya tetap 1.704.000 71,66
B Biaya tidak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 61 4.500 275.250 40,85
2. Oli (Pelumas) (litr) 1,00 27000 25.097 3,72
3. Upah Operator - - 272.160 40,39
4. Perawatan dan perbaikan - - 101.333 15,04
Total biaya tidak tetap - 673.840 28,34
C Total biaya 2.377.840 89,63
D Penerimaan
Sewa Cultivator (ha) 1,92 1.400.000 2.650.000 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 272.160 10,27
F Break-even point (ha/mt) 1,63 -
19. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 147
Untuk mencapai kondisi BEP maka Pompa air
harus dapat mengolah tanah sampai jumlah
luas tertentu. Apabila mesin ternyata tidak
dapat mencapai luasan tersebut maka usaha
traktor tersebut merugi. Break-Even Point
akan dicapai apabila luas areal yang dapat
dikerjakan seluas 3,16 ha per musim tanam.
Luas lahan perolehan ini lebih kecil
dibandingkan dengan luas lahan real yang
dapat dikerjakan Pompa air per musim
tanamnya seluas 5 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional Pompa Air per Musim Tanam di Kabupaten Kampar
Tahun 2012.
Analisis Ekonomi Usaha Penggunaan
Power Thresher
Analisis biaya penggunaan Power
thresher selama 1 musim tanam meliputi biaya
tetap dan biaya tidak tetap. Kebutuhan bahan
bakar di wilayah kajian sebanyak 0,9 liter/jam
dengan kebutuhan oli sebanyak 0,10 liter/jam.
Biaya sewa Power thresher berkisar dari Rp.
175/kg sampai dengan Rp. 250/kg dengan
rataan Rp 218/kg atau ekuivalen sebanyak
10% dari jumlah gabah yang dirontok.
Sedangkan upah operator sama dengan upah
mesin pengolahan tanah sebesar 50% dari
penerimaan bersih.
Hasil kerja Power Threser selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
sebanyak 9.136 kg dengan kisaran dari 6.000
kg pada UPJA Sri Rezeki sampai dengan
12.000 kg pada UPJA Nikmat Usaha. Total
biaya yang dikeluarkan untuk operasional
Power thresher mencapai Rp 1.625.447, yang
terdiri dari 60,01% biaya tetap dan 37,99%
merupakan biaya tidak tetap. Biaya tidak tetap
ini sudah termasuk upah operator sebesar Rp
321.145 yang merupakan komponen biaya
terbesar dari biaya tidak tetap yang mencapai
31,30%. Sama dengan analisis alsintan
sebelumnya, biaya operator ini dihitung
sebesar 50% dari pendapatan bersih
operasional. Sedangkan sisa hasil usaha
(SHU) pengelolaan UPJA untuk jenis mesin
Power thresher sebesar Rp. 321.145 per
musim tanam atau 16,50% dari penerimaan
total pengelolaan Power thresher.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan Power thresher, maka berikut ini
disajikan analisis Break-Even Point (BEP)
yang merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka Power
thresher harus dapat merontok gabah sampai
jumlah tertentu. Apabila mesin ternyata tidak
dapat mencapai jumlah tersebut maka usaha
Power thresher tersebut merugi. Break-Even
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 477.778 80,65
2. Bunga modal - - 114.667 19,35
Total biaya tetap 592.445 35,47
B Biaya todak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 96,25 4.500 433.125 40,21
2. Oli (Pelumas) (litr) 3,75 26.444 100.667 9,34
3. Upah Operator - - 330.326 30,66
4. Perawatan dan perbaikan - - 213.111 19,78
Total biaya tidak tetap - 1.077.229 64,53
C Total biaya 1.669.674 83,48
D Penerimaan
Sewa Pompa Air (ha) 5 400.000 2.000.000 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 330.326 16,52
F Break-even point (ha/mt) 3,16 -
20. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 148
Point akan dicapai apabila jumlah gabah yang
dirontok mencapai sebanyak 6301 kg per
musim tanam. Jumlah gabah yang diperoleh
ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
real yang dapat dirontok Power thresher per
musim tanamnya sebanyak 9.136 ha.
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional Power Thresher per Musim Tanam di Kabupaten
Kampar Tahun 2012.
Analisis Ekonomi Usaha Penggunaan Rice
Milling Unit (RMU)
Analisis biaya pengoperasian RMU
selama 1 musim tanam terdiri dari biaya tetap
dan biaya tidak tetap. Kebutuhan bahan bakar
untuk operasional RMU adalah 1,6 liter/jam
dan kebutuhan oli adalah 0,08 liter/jam. Biaya
sewa alat sedikit berbeda-beda untuk setiap
kelompok UPJA, yaitu berkisar Rp.230 sampai
dengan Rp. 300 per kg gabah kering giling
(GKG) atau 6-8 % dari hasil giling.
Hasil kerja rata-rata RMU selama satu
musim tanam di Kabupaten Kampar rata-rata
sebanyak 22.000 kg dengan kisaran dari
18.000 pada UPJA Pulau Lestari sampai
dengan 28.000 kg pada UPJA Birandang Jaya.
Total biaya yang dikeluarkan untuk
operasional RMU mencapai Rp 3.639.531,
yang terdiri dari 45,79% biaya tetap dan
54,21% merupakan biaya tidak tetap. Biaya
tidak tetap ini sudah termasuk upah operator
sebesar Rp 1.336.183 yang merupakan
komponen biaya terbesar dari biaya tidak tetap
yang mencapai 56,11%. Sama dengan
analisis alsintan sebelumnya, biaya operator
ini dihitung sebesar 50% dari pendapatan
bersih operasional. Sedangkan sisa hasil usaha
(SHU) pengelolaan UPJA untuk jenis mesin
RMU sebesar Rp. 1.336.183 per musim tanam
atau 23,35% dari penerimaan total pengelolaan
RMU.
Untuk mengetahui titik impas
pengelolaan RMU, maka berikut ini disajikan
analisis Break-Even Point (BEP) yang
merupakan suatu kondisi dimana total
pengeluaran sama dengan total pendapatan.
Untuk mencapai kondisi BEP maka RMU
harus dapat meggiling padi sampai jumlah
tertentu. Apabila mesin ternyata tidak dapat
mencapai jumlah tersebut maka usaha RMU
tersebut merugi. Break-Even Point akan
dicapai apabila jumlah GKG yang digiling
mencapai sebanyak 13.390 kg per musim
tanam. Jumlah GKG yang diperoleh ini lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah real yang
dapat giling RMU per musim tanamnya
sebanyak 22.000 ha.
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan - - 700.000 69,44
2. Bunga modal - - 308.000 30,56
Total biaya tetap 1.008.000 62,01
B Biaya tidak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 13.9 4.500 62.407 10,11
2. Oli (Pelumas) (litr) 1.5 26.545 40.622 6,59
3. Upah Operator - - 321.145 52,01
4. Perawatan dan perbaikan - - 193.273 31,30
Total biaya tidak tetap - 617.447 37,99
C Total biaya 1.625.447 83,50
D Penerimaan
Sewa Rotari tiller (Kg) 9.136 218 1.946.591 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 321.145 16,50
F Break-even point (Kg/mt) 6.301 -
21. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 149
Analisis Biaya dan Pendapatan Operasional RMU per Musim Tanam di Kabupaten Kampar
Tahun 2012.
5.7. Permasalahan Pengelolaan UPJA dan Solusi Pemecahannya.
Permasalahan dan alternatif pemecahannya untuk pengembangan pengelolaan aksintan
oleh kelompok UPJA yang lebih baik ke depan disajikandlam tabel matrik di bawah ini.
Matrik Permasalahan Pengelolaan UPJA dan Alternatif Pemecahannya
No Item Permasalahan Alternatif pemecahannya
1 Organisasi Manajer dan operator sering kali tidak
memahami tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing.
Restrukturisasi organisasi UPJA yang
memisahkan tugas yang jelas antara
manajer dengan operator.
2 Pembayaran
Sewa Alsintan
Biaya sewa altsintan sering dibayar
petani terlambat misalnya setelah
panen sebagai akibat lemahnya
ekonomi petani.
Penyewa dapat diberikan sangsi dengan
bunga uang rendah dan pendekatan ke
pihak perbankan (lembaga keuangan
lainnya).
3 Permodalan Keterbatasan dalam hal permo-dalan
dan berdampak pada perencanaan
kelompok UPJA tidak dapat terealisasi
dengan baik.
Pengembangan modal usaha alternatif yang
bersumber dari perbankan, ventura, leasing,
atau Joint Operation (modal kemitraan).
4 Sistem
Pengawasan
Sistem pengawasan atau pem-binaan
terhadap struktur dan fungsi belum
dilakukan secara intensif.
Sistem pengawasan terhadap alsintan UPJA
harus baik terutama pelaksanaan servis
teratur dan terjadwal serta penggunaan
manual.
5 Jumlah Alsintan Jumlah alsintan yang ada di kelompok
UPJA belum me-madai/mencukupi
untuk me-ngerjakan seluruh lahan
petani anggota kelompok.
Perlu penambahan jumlah alsintan dengan
memper-timbangkan luas lahan anggota
kelompok UPJA yang tersedia.
6 Kapasitas Kerja Masih adanya RMU yang bekerja di
bawah kapasitas, karena petani
menggiling padi hanya untuk
kebutuhan konsumsi keluarga.
Petani harus menjual produk-si dalam
bentuk padi beras sehingga harga lebih
mahal dan kekuangan kapasitas RMU dapat
terpenuhi.
7 Fasilitas Fasilitas perbengkelan yang tidak Perlu membangun sistem per-bengkalan
No Uraian Volume
Harga/Satuan
(Rp/unit)
Nilai
(Rp)
Persen
(%)
A Biaya Tetap
1. Penyusutan Mesin - - 1.066.667 53,12
2. Penyusutan Gedung - - 154.286 7,68
3. Bunga modal - - 787.200 39,20
Total biaya tetap 2.008.153 45,79
B Biaya tidak tetap
1. Bahan bakar (ltr) 59.53 4.500 267.906 11,27
2. Oli (Pelumas) (litr) 3.35 27.286 27.289 1,15
3. Upah Operator - - 1.336.183 56,21
4. Perawatan dan perbaikan - - 745.714 31,37
Total biaya tidak tetap - 2.377.092 54,21
C Total biaya 4.385.245 76,65
D Penerimaan
Sewa Rotari tiller (Kg) 22.000 259 5.721.428 100,00
E Sisa Hasil Usaha (SHU) 1.336.183 23,35
F Break-even point (Kg/mt) 13.390 -
22. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 150
Perbengkelan memadai dan belum tersedia di setiap
kelompok UPJA; jumlah bengkel,
peralatan dan suku cadang.
yang memadai yang dilengkapi dengan
peralatan, suku cadang dan mekanik
terampil.
8 Pola Tanam
Serentak
Pola tanam serentak yang dilakukan
petani menyebabkan kebutuhan
alsintan serentak pula dan
menyebabkan hari kerja mesin menjadi
pendek.
Merobah pola tanam menjadi sepanjang
tahun sehingga pe-nggunaan mesin dapat
tersebar lebih lama dan tidak menumpuk
pada waktu tertentu.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Jenis alsintan yang dimiliki kelompok
UPJA didominasi mesin pengolah tanah
(Rotari tiller, Hidro tiller, singkal dan
Cultivator) dengan merek Yanmar dan
Agrindo dan jenis alsintan lainnya adalah
pompa air, Power thresher dan RMU
yang didominasi merek Honda. Daya
mesin berkisar dari 5,5 hp sampai 23 hp
dan umur mesin berkisar dari 1 tahun
sampai 6 tahun.
2. Jumlah operator alsintan yang dikelola
kelompok UPJA berjumlah 92 orang
dengan rataan 6 orang per kelompok
UPJA. Rataan umur 37, 68 tahun,
pendidikan 8,58 tahun, pengalaman 5,0
tahun dan sekitar 48,96% dari operator
tersebut sudah pernah mendapat pelatihan
tentang mengoperasikan mesin, perawatan
dan perbaikan ringan baik di bengkel
bersama di Kbupaten Kampar maupun di
Depok Jawa Barat.
3. Kapasitas kerja alsintan yang dikelola
oleh kelompok UPJA sebesar 9,44 ton/mt
untuk Rotari tiller, 8,46 ha/mt untuk
Hidro tiller, 8,22 ha/mt untuk Singkal,
1,92 ha/mt untuk Cultivator, 5,25 ha/mt
untuk Pompa air, 9,136 kg/mt untuk
Power thresher dan 22.143 kg/mt untuk
RMU.
4. Biaya operasional pengelolaan masing-
masing alsintan yang dikelola oleh
kelompok UPJA adalah Rp 7.842.660/mt
untuk Rotari tiller, Rp 6.159.999/mt untuk
Hidro tiller, Rp 6.489.469/mt untuk
Singkal, Rp 2.377.840/mt untuk
Cultivator, Rp 1.669.674/mt untuk Pompa
air, Rp 1.625.447/mt untuk Power
thresher, dan Rp 4.385.245/mt untuk
RMU.
5. Pendapatan/penerimaan bersih yang
diperoleh dari penggunaan alsintan yang
dikelola oleh kelompok UPJA adalah
Rp.10.638.889/mt untuk Rotari tiller Rp
9.042.308/mt untuk Hidro tiller Rp
9.600.000/mt untuk Singkal, Rp.
2.650.000/mt untuk Cultivator, Rp
2.000.000/mt untuk Pompa air, Rp
1.946.591/mt untuk Power thresher, dan
Rp 5.721.428/mt untuk RMU.
6. Sisa hasil usaha penggunaan alsintan yang
dikelola oleh kelompok UPJA sebesar Rp.
2.796.028/mt untuk Rotari tiller, Rp.
2.882.308/mt untuk Hidro tiller, Rp.
3.186.325/mt untuk Singkal, Rp.
272.160/mt untuk Cultivator, Rp.
330.326/mt untuk Pompa air, Rp.
321.145/mt untuk Power thresher dan Rp.
1.336.183/mt untuk RMU.
7. Tingkat keekonomian (break-even point)
penggunaan alsintan yang dikelola oleh
kelompok UPJA adalah 5,60 ha/mt untuk
Rotari tiller, 3,71 ha/mt untuk Hidro
tiller, 4,61 ha/mt untuk Singkal, 1,63
ha/mt untuk Cultivator, 3,16 ha/mt untuk
Pompa air, 6.301 ton/mt untuk Power
thresher dan13.390 ton/mt untuk RMU.
8. Adapun permasalahan yang ditemukan
dalam pengelolaan dan pengembangan
sistem UPJA adalah pembagian tugas dan
tanggung jawab, pembayaran sewa
alsintan, keterbatasan modal, sistem
pengawasan, terbatasnya jumlah alsintan
23. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 151
yang ada pada kelompok UPJA, kelebihan
kapasitas khususnya untuk jenis mesin
RMU dan fasilitas perbengkelan yang
belum memadai serta ketersediaan suku
cadang yang masih terbatas di lokasi
alsintan beroperasi.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan temuan
di lapangan maka disarankan sebagai berikut:
1. Restrukturisasi organisasi yang
memisahkan tugas yang jelas antara
manajer dengan operator untuk
menghindari campur aduk tugas dan
fungsi dari kegiatan masing-masingnya.
2. Modal usaha perlu dikembangkan dengan
memperhatikan sumber-sumber modal
yang dapat diperoleh melalui perbankan,
ventura, leasing, atau Joint Operation
(modal kemitraan).
3. Diperlukan jaminan pembayaran dalam
sistem sewa menyewa alsintan agar tidak
mengganggu keuangan organisasi UPJA.
4. Perlu penambahan jumlah unit Alsintan
dengan melihat luas lahan tanaman
pangan yang tersedia dan terolah setiap
tahun sangat menjanjikan.
5. Diperlukan sistem pengawasan yang baik
terhadap pengelolaan alsintan terutama
yang berkaitan dengan pelaksanaan servis
secara teratur dan terjadwal untuk
menjaga kondisi mesin tetap sehat.
6. Perlu dibangun fasilitas perbengkelan
yang memadai terutama di daerah alsintan
beroperasi minimal satu bengkel setiap
kelompok UPJA yang dilengkapi dengan
tenaga mekanik yang handal dan
pennyediaan suku cadang.
7. Perlu perubahan musim tanam serentak
dengan musim tanam sepanjang tahun
agar penggunaan mesin tidak menumpuk
pada waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, A.W., 1988. Factors Affecting
Machinery Costs in Grain
Production.ASAE Paper No. 88-1057.
Ariningsih, E dan H. Tarigan. 2005. Keragaan
Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA)
di Jawa Barat; Studi Kasus di
Kabupaten Jawa Barat. ICASEPS
Working Paper No. 79, Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Balangkari, O. K., and V. M. Salokhe. 1999. A
Case Study of Tractor Utilization by
Farmers, Coimbatore District India.
Agricultural Mechanization in Asia,
Africa and Latin America, 30(3): 14 –
18.
Butterworth, B dan J. Nix. 1983. Farm
Mechanization for Profit. Grnada,
London.
Chancellor, W. J. 1985. Improving Acces to
and Use of Appropriate Agricultural
Machinery by Small-Scale Farmers. In
Small Farm Equipment for Developing
Country. Proceeding of the
International Conference for
Developing Countries: Past
Experiences and Future Priorities 2-6
September 1985. Philippines.
Clarke, L. J. 2000. Strategies for Agricultural
Mechanization Development; the Roles
of the Private Sector and the
Government. Food and Agriculture
Organization of the United Nations,
Rome. 15 p.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003.
Standar Kompetensi Nasional Bidang
Keahlian Mekanisasi. Jakarta.
Departemen Pertanian Republik Indonseia.
2011. Data Kelembagaan Alsintan.
Jakarta.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten
Kampar. 2012. Laporan Tahunan.
Bangkinang.
Duff, B. 1986. Some consequences of
Agricultural Mechanization in the
Philippines, Thailand, and Indonesia.
In Small Farm Equipment for
24. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 152
Developing Countries, Proceedings of
the International Conference on Small
Farm Equipment for Developing
Countries; Past Experiences and Future
Priorities, 2-6 September 1985, The
International Rice Research Institute,
Manila, Philippines, pp. 59-94.
Fairbanks, G. E., Larson, G. H. and Chung, D.
S. 1971. Costs of Using Farm
Machinery, Transaction of the
ASAE,14 (1): 98-101.
FAO. 1992. Agricultural Engineering in
Development: Guidelines for
Rebuilding Replacement Parts and
Assemblies. Agricultural Services
Bulletin 91, Rome. 106 p.
Galib, R. 2010. Pengkajian Kelembagaan
UPJA, Distribusi dan Pemasaran
Jagung di Kalimantan Selatan. Dalam
Prosiding Pekan Serealia Nasional,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Selatan, Samarinda.
Gego, A. 1986. Problem of Agricultural
Mechanization in Developing
Countries. Agricultural Mechanization
in Asia, Africa and Latin America,
16(1): 11-21.
Gifford, R. C. 1992. Agricultural Engineering
in Development; Mechanization
Strategy Formulation, Concepts, and
Principles. FAO, Agricultural Service
Bulletin, Rome.
Haeruman, K. M. 1998. Perkembangan
Pemanfaatan Mekanisasi Pertanian di
Jawa Barat. Dalam Proceeding of
Agricultural Mechanization Use
Perspective in Increasing Compettive
Commodities. Erwidodo Syafaat, N.,
and Hendiarto Suhaeti, R. N. (Eds).
Bogor, P. 86-90.
Hamidah, H. dan T. Soedarto. 2006. Analisis
Operasional Traktor Tangan Pada
Usaha Pelayanan Jasa Alsintan Pola
Kerjasama Operasional di Kabupaten
Gresik. Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi,
6(2): 76-85.
Handaka. 1996. Pengembangan Alat dan
Mesin Pertanian di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional
Konstribusi Teknik Pertanian untuk
Memacu Pembangunan Industri
dalam Era Globalisasi.
Handaka. 2004. Inovasi mekanisasi Pertanian
Berkelanjutan. Suatu Alternatif
Pemikiran. IPB, Bogor.
Hunt, D. 1983. Farm Power and Machinery
Management, 8th ed., 66-69. Ames,
Iowa: Iowa State University Press.
Hutabaean, L, R. H. Anasiru dan I. G. P.
Sarasutha. 2005. Analisa Kelayakan
Usaha Pelayanan Jasa Alsintan di
Sulawesi Tengah. Jurnal Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 8(1): 150-163.
Jacobs, C. O., and W. R. Harrell. 1983.
Agricultural Power and Machinery.
McGraw-Hill, Inc. New York.
Kampe, D. F. (1971) Methods for Machine
Cost Analysis, Agricultural
Engineering, March Issue, pp.121-123.
Kay, R. D. and W. E. Edwards. 1994. Farm
Management. McGraw-Hill, Inc. New
York.
Kepner, R.A., Bainer, R. and Barger, E. L.
1980. Principle of Farm Machinery,
Third Addition, AVI Publishing
Company, Inc., Westport, USA.
Koike, M. 2009. Custom Hire System for
Agricultural Machines in Doutheast
Asia – In a Rural Community in
Thailand. Engineering in Agriculture,
Environment and Food. 2(4): 144-149.
Kolawole, M. I. 1972. Economic Aspects of
Tractor Contracting Operations in
Western Nigeria. Journal Agricultural
Engineering Research, 17: 289-294.
Finner, M, F. and R. J. Straub. 1985. Farm
Machinery Fundamenal.Amerian
Publishing Co. Wisconsin, USA.
25. Jurnal RAT (Vol.1.N0.2.Desember 2012) ISSN : 2252-9606
Http://rat.uir.ac.id 153
Mashudi, 2000. Analisis Usaha Persewaan
Traktor Tangan di Kabupaten Sleman,
Yogyakarta.
Moens. 1978. Objective of Agricultural
Mechanization. Paper in Agricultural
Mechanization Strategy, NUFFIC
THE/LHW. IPB. Bogor.
Olaoye, J. O. and A. O. Rotimi. 2010.
Measurement of Agricultural
Mechanization Index and Analysis of
Agricultural Productivity of some Farm
Settlements in South West, Nigeria.
Agricultural Engineering International:
the CIGR Ejournal. 12:
Paman, U, Uchida, S., &Inaba, S. (2010). The
Economic Potential of Tractor Hire
Business in Riau Province, Indonesia;
A Case of Small Tractor Use for Small
Rice Farms. Agricultural Engineering
International: the CIGR Journal, 12(1):
135 – 142.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
25/Permentan/PL.130/5/2008 Tentang
Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa
Alat dan Mesin Pertanian. Jakarta.
Priyanto, A. 1997. Penerapan Mekanisasi
Pertanian. Bulletin Keteknikan
Pertanian. 11(1): 54-58.
Rijk, A. G. 1985. The Role of Farm
Mechanization in Developing
Countries: Exeprinces in Asian
Contries. In Small Farm Equipment for
Developing Country. Proceeding of the
International Conference for
Developing Countries: Past
Experiences and Future Priorities 2-6
September 1985. Philippines.
Rizaldi, T. 2006. Mesin Peralatan. Buku Ajar.
Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Salokhe, V. M. and N. Ramalingam. 1998.
Agricultural Mechanization in South
and South-East Asia. Paper at the
Plenary session of the International
Conference of the Philippines. Society
of Agricultural Engineers. Las Banos,
Philippines.
Sebayang, T. 2002. Analisis Sistem Unit
Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) dan
Dampaknya Terhadap Pengembangan
Ekonomi. USU digital library, Medan.
Siam, S. 2000. Membangun Sistem dan
Kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa
dan Mesin Pertanian (UPJA)
Mendukung Program Ketahanan
Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Holtikultura, Jakarta.
Srivastava, A. K., C. E. Goering, R. P.
Rohrbach, and D. R. Buckmaster.
2006. Engineering Principles of
Agricultural Machines. 2nd
Edition.
American Society of Agricultural and
Biological Engineers (ASABE),
Michigan.
Susanti, D. 2008. Faktor-faktor yang
Mmpengaruhi Petani Dalam
Memanfaatkan Alsintan UPJA Jata di
Kelurahan Keranji, Kecamatan Keranji,
Kota Padang. Skripsi: Fakultas
Pertanian Universitas Andalas, Padang
(Tidak di Publikasi).
Tastra, I. K. 2003. Strategi Penerapan Alsintan
Pascapanen Tanaman Pangan Di Jawa
Timur Dalam Memasuki Afta 2003.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3):95-102.
Wattanuchariya, S. 1983. Economic Analysis
of the Farm Machinery Industry and
Tractor Contractor Business in
Thailand. In Consequences of Small-
Farm Mechanization, International
Rice Research Institute, Philippines.