Dokumen tersebut membahas pengelolaan alat dan mesin pertanian yang efisien, termasuk pemahaman karakteristik alat, pemeliharaan yang tepat, dan operasi yang efektif. Faktor kunci operasi yang efektif adalah pengemudian alat yang akurat, kecepatan yang sesuai, dan pola lintasan yang meminimalkan waktu pembelokan. Pemilihan pola lintasan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi area kerja.
2. Field Machinery Management
• Pengelolaan alsintan yang baik meliputi:
1.Pemahaman prinsip mekanis dan
keterbatasan dari tiap alsintan
2.Efisiensi pengoperasian alsintan
3.Pemeliharaan alsintan yang tepat
4.Perbaikan dan penggantian alsintan yang
tepat
5.Penyeleksian alsintan
• Pengelolaan alsintan yang baik mensyaratkan
dilaksanakannya analisa ekonomis utk setiap
kegiatan pengelolaan alsintan
3. Field Machinery Management
• Pengelolaan yang baik dari penggunaan alsintan
di lahan menentukan keberhasilan usaha tani
4. Field operations
• Satu aspek manajemen alsintan adalah efisiensi
implemen dalam pengoperasian alsintan.
5. Field operations
• Efisiensi implemen ini ditentukan oleh:
1. Cara mengemudikan alsintan (pengemudian/steering)
2. Kecepatan pengoperasian alsintan
• Efisiensi implemen bisa berkurang disebabkan oleh:
1. Kelebihan kapasitas fungsional alsintan
2. Ketidakmampuan operator utk mengemudikan alsintan
(menempatkan implemen) secara akurat
3. Tidak berfungsi dan rusaknya mesin karena permukaan
lahan yang bergelombang
4. Tanaman/hasil pertanian yg diolah perlu diperlakukan
secara hati-hati
7. Pengemudian (steering) alsintan termasuk
di dalamnya adalah bagaimana melakukan
manuver2 alsintan.
Lintasan implemen pada pengolahan tanah
biasanya ditumpangtindihkan (overlap)
untuk memastikan bahwa seluruh lahan
terolah
Pengemudian yg dpt mengurangi
overlapping akan meningkatkan efisiensi
8. Overlapping ini biasanya sekitar 7,5%, sehingga
lebar kerja efektif hanya 92,5% (akibatnya efisiensi
lapang tidak pernah > 92,5%)
9. Field operations (steering/pengemudian)
Pada alat panen tanaman padi-padian, biasanya
pisau pemotong akan dioperasikan overlap dengan
lintasan sebelumnya untuk memastikan tidak ada
hasil panen yg tertinggal. Dalam kasus ini, seorang
operator yg handal akan mampu mengoperasikan
alat panen dgn lebar kerja efektif 95 – 97%.
10. Pemanen tanaman berbaris, alat panen harus
diarahkan tepat pada barisan yg akan dipanen
12. Pemberian rambu-rambu pembelokan dilakukan
untuk mengatasi masalah diatas
Hanya saja, agar efektif operator harus memberi
perhatian khusus dan disiplin mengemudikan
alsintan sesuai dengan rambu-rambu tersebut
Mengatasi masalah efisiensi lebar implement yg
diakibatkan oleh pengemudian yang tidak tepat,
GPS dapat diterapkan sebagai perangkat rambu-
rambu pembelokan
13. Alsintan harus dapat dimanuver secara mudah
baik di lahan maupun di jalan. Alsintan perlu
didesain sedemikian rupa, sehingga dpt
melakukan pembelokan yg singkat, namun
tetap dpt melakukan pengolahan/pekerjaan di
sudut2 lahan maupun di seluruh kontur lahan
14. Field operations (steering/pengemudian)
• Radius pembelokan implemen adalah faktor
penting yg mempengaruhi jumlah waktu yg
hilang utk pembelokan
• Industri otomatif dan alsintan umumnya
mendefenisikan radius pembelokan sbg radius
lingkaran hasil pembelokan tersingkat, hanya
saja perlu diingat bahwa radius pembelokan
yg diperhitungkan adalah radius terluar dr
lintasan efektif implemen ketika melakukan
pembelokan tajam
17. Field operations
(kecepatan)
Faktor lain yg menentukan efisiensi pengoperasian
alsintan adalah kecepatan maju alsintan.
Kecepatan maju alsintan berada dibawa kontrol
operator, oleh karenanya penting menekankan
kepada operator bahwa tujuan utama
pengoperasian alsintan adalah: meminimalkan
waktu yang dibutuhkan dan memaksimalkan
efektivitas implemen
Pengoperasian alsintan yg lambat akan membuang
waktu kerja, dan pada pekerjaan pengolahan tanah,
hal ini akan memberikan hasil pengolahan tanah yg
buruk
18. Kecepatan pengolahan tanah yg lambat
akan memberikan hasil yang buruk
Kecepatan pengolahan tanah yg tepat
ditentukan oleh kebutuhan persemaian,
dan dibatasi oleh tenaga (alsintan
dan/atau traktor) yg tersedia hp
Kecepatan pengolahan tanah dipilih pada
level kecepatan yg tidak mengakibatkan
hasil pengolahan tanah buruk (bongkahan
tanah buruk atau posisi tanah tidak tepat
utk penanaman)
19. Kecepatan alat penanam dibatasi oleh
kemampuan implemen utk mengukur jarak
tanam dan meletakkan benih ke dlm tanah
Kecepatan alat panen dibatasi oleh banyaknya
hasil panen yg hilang
Misal, jika angin bertiup kencang atau tanaman
yg dipanen sangat kering, maka kecepatan
alat panen dikurangi
20. FIELD OPERATIONS (KECEPATAN)
Agar dapat mengefektifkan pilihan kecepatan
alsintan, maka permukaan tanah yang
diolah/dikerjakan harus rata, sehingga tidak
menimbulkan guncangan hebat terhadap
alsintan dan operatornya
21. Field operations
Pengoperasian lahan yg efektif hanya dapat
dicapai dengan menggunakan operator yg
kompeten dan senantiasa siaga terhadap
segala kemungkinan yg terjadi dlm
mengoperasikan alsintan
Kesiagaan ini harus meningkat seiring dgn
meningkatnya lebar implemen dan
kompleksitas alsintan
Contoh: pd tanaman berbaris, lebih mudah
mengobservasi implemen 2 baris tanaman,
dibandingkan implemen 6 baris tanaman
23. Field Patterns (Pola Lintasan)
Pola lintasan pengolahan/pekerjaan yg
efisien merupakan tanggung jawab
manajer alsintan
Pola yg diterapkan bergantung pd
kondisi lahan dan kemampuan manuver
alsintan
Terdapat beberapa pilihan pola lintasan.
Pola lintasan yg dipilih adalah pola yg
memiliki pembelokan produktif.
25. Field Patterns (Pola Lintasan)
• Terdapat 3 pola mendasar dari pengerjaan lahan,
yaitu: continuous, circuitous, dan headland,
dimana pola2 ini mengakibatkan:
Sudut pembelokan yang berbeda.
Pola continuous mengakibatkan pembelokan
yang sangat tajam (< 90º)
Pola circuitous mengakibatkan pembelokan
sekitar 90º
Pola headland (ujung lahan) memberikan
keleluasan pembelokan bagi alsintan (bisa
hingga 135º)
26. Berikut adalah gbr ruang kosong akibat pembelokan
yg tetap mempertahankan implemennya bekerja
(gbr 1.11 hal 14):
Ruang kosong yang
ditinggalkan oleh
pembelokan > 135º dapat
diacuhkan.
Hanya saja pembelokan yg
lebih tajam meninggalkan
ruang kosong yg besar, shg
perlu dilewati implemen
sekali lagi. Akibatkan
efisiensi lapang berkurang
27. Berikut adalah tabel lebar ruang kosong
berdasarkan sudut pembelokannya
28. Field Patterns (Pola Lintasan)
Hal ini dpt diatasi dgn membagi lahan menjadi
beberapa bagian, shg waktu lintasan alsintan
di headland dpt dikurangi
29. Field Patterns (Pola Lintasan)
Ketika lahan yg dikerjakan berbentuk segitiga, shg memiliki
headland yang bersudut, maka akan terjadi pengurangan
efisiensi kerja.
Impelemen dgn lebar w
mendekati headland bersudut A.
Agar lahan terkerjakan semua,
maka implemen jg hrs melewati
daerah yg diarsir, shg
mengakibatkan peningkatan wkt
kerja dan biaya
Kehilangan wkt ini semakin tinggi
jika sudut pembelokan < 30º,
sbgm terlihat pd tabel berikut:
30. Field Patterns (Pola Lintasan)
• Tabel kehilangan waktu akibat pembelokan
implement 4 m yg berjalan dgn kecepatan
4.8 km/jam di headland yg bersudut
31. Untuk mengatasi banyaknya kehilangan waktu pada
lahan berbentuk segitiga ini, maka arah lintasan
implemen sebaiknya sejajar dengan sisi terpanjang dr
area segitiga tersebut, krn jumlah pembelokan akan
banyak berkurang
32. Field Patterns (Pola Lintasan)
Jika arah lintasan mengikuti sisi segitiga yang
miring, maka efisiensi akan sangat berkurang
karena kedua headland (ujung lahan)
bersudut.