Sistem Pengambilan Keputusan dalam organisasi yang telah implementasi SIM dal...Alfi Nurfazri
Â
Sistem Pengambilan Keputusan dalam organisasi yang telah implementasi SIM dalam aktivitas organisasi atau kegiatan bisnisnya, SIM, ALFI NURFAZRI, HAPZI ALI, UNIVERSITAS MERCU BUANA 2017
Sistem Pengambilan Keputusan dalam organisasi yang telah implementasi SIM dal...Alfi Nurfazri
Â
Sistem Pengambilan Keputusan dalam organisasi yang telah implementasi SIM dalam aktivitas organisasi atau kegiatan bisnisnya, SIM, ALFI NURFAZRI, HAPZI ALI, UNIVERSITAS MERCU BUANA 2017
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan altern...YolandaSibuea
Â
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan alternatif yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mengatasi permasalahan pengambilan keputusan,2018
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan altern...YolandaSibuea
Â
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan alternatif yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mengatasi permasalahan pengambilan keputusan,2018
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan altern...YolandaSibuea
Â
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan alternatif yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mengatasi permasalahan pengambilan keputusan,2018
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan altern...YolandaSibuea
Â
Tugas sim, yolanda sibuea (43218110037), yananto mihadi putra,tindakan alternatif yang harus dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mengatasi permasalahan pengambilan keputusan,2018
Tugas sistem informasi manajemen tentang sistem pengambilan keputusan oleh raka hikmah ramadhan dosen hapzi ali universitas mercubuana, fakultas ilmu komputer sistem informasi
Similar to Tugas sim, alfina rolitasari, yananto mihadi putra, sistem pengambilan keputusan, 2018. (20)
Tugas sim, alfina rolitasari, yananto mihadi putra, blog dan database, 2018.AlfinaRltsr
Â
Pengertian DataBase
Istilah database berawal dari ilmu komputer. Meskipun kemudian artinya semakin luas, memasukkan hal-hal di luar bidang elektronika. Catatan yang mirip dengan database sebenarnya sudah ada sebelum revolusi industri yaitu dalam bentuk buku besar, kuitansi dan kumpulan data yang berhubungan dengan bisnis.
Terdapat beberapa definisi database menurut para tokoh, antara lain:
Menurut Gordon C. Everest :
Database adalah koleksi atau kumpulan data yang mekanis, terbagi/shared, terdefinisi secara formal dan dikontrol terpusat pada organisasi.
Menurut C.J. Date :
Database adalah koleksi âdata operasionalâ yang tersimpan dan dipakai oleh sistem aplikasi dari suatu organisasi.
⢠Data input adalah data yang masuk dari luar sistem
⢠Data output adalah data yang dihasilkan sistem
⢠Data operasional adalah data yang tersimpan pada sistem
Menurut Toni Fabbri :
Database adalah sebuah sistem file-file yang terintegrasi yang mempunyai minimal primary key untuk pengulangan data.
Menurut S. Attre :
Database adalah koleksi data-data yang saling berhubungan mengenai suatu organisasi / enterprise dengan macam-macam pemakaiannya.
Sedangkan sumber-sumber lain menjelaskan bahwa:
Database adalah kumpulan informasi yang disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga menggunakan suatu programkomputer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut.
Tugas sim, alfina rolitasari, yananto mihadi putra, implementasi sistem infor...AlfinaRltsr
Â
Artikel yang menjelaskan tentang proses implementasi sistem informasi pada perusahaan untuk mendukung kelangsungan aktfitas bisnis perusahaan yang disertai dengan contoh kasusnya. Artikel tersebut mencantumkan bagaimana proses implementasi sistem informasi informasi pada perusahaan yang efektif dan efisien serta sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan, bagaimana dampak dari penerapan sistem informasi tersebut disetai dengan contoh realisasi pada penerapan dilapangan
Kewirausahaan,Alfina Rolitasari, Hapzi Ali, MSDM, Manajemen Operasi dan Produ...AlfinaRltsr
Â
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Kewirausahaan,Alfina Rolitasari, Hapzi Ali, Komunikasi dan mengetahui model k...AlfinaRltsr
Â
kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kewirausahaan,Alfina Rolitasari, Hapzi Ali, Model Bisnis, Universitas Mercu B...AlfinaRltsr
Â
Usaha konvensional adalah suatu jenis usaha dibidang jasa atau produksi barang yang dilakukan dengan media promosi konvensional. Media promosi konvensional dapat berupa spanduk, majalah, iklan koran, brosur, sales dari pintu ke pintu, televisi dan radio.
Kreativitas adalah :
1. Bukan semata-mata memecahkan masalah tetapi menciptakan sesuatu yang orisinil, lebih baik, dan pemecahan masalah yang kreatif.
2. Menggunakan cara yang berbeda dari orang lain lakukan.
3. Tanpa kreativitas, tidak ada penemuan
4. Kemampuan utama dan dasar menjadi wirausahawan yang sukses
Kewirausahaan,Alfina Rolitasari, Hapzi Ali, Pola Pikir, Universitas Mercu Bua...AlfinaRltsr
Â
Pola Pikir adalah kepercayaan atau sekumpulan kepercayaan atau cara berpikir yg mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang yang akhirnya menentukan level keberhasilan hidupnya. Setiap manusia pasti memiliki ide,pendapat,rencana serta cita â cita itu semua diolah oleh otak,akal,pikiran dan selalu dipengaruhi oleh sikap dan prilaku.
Kewirausahaan adalah mengembangkan suatu potensi yang dimiliki dari dalam diri untuk menghasilkan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, serta memilki sifat bekerja keras dan mau menerima resiko dalam mengembangkan potensi yang dimiliki, menambah ide ide yang dapat membuat suatu usaha terus berkembang dan melihat segala kesempatan bisnis, mengumpulkan beberapa sumber daya yang diperlukan untuk mengambil keuntungan serta mengambil suatu tindakan yang tepat untuk bisa memastikan kesuksesan dalan berwirausaha.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
2. Tindakan Manajer Dalam Mengambil Keputusan
Sebelum kita mengetahui bagaimana cara seorang Manager mengambil keputusan,
kita cari tahu dahulu mengapa seorang Manager harus mengambil keputusan? Dalam
manajemen, pengambilan keputusan (decision making) memegang peranan penting
karena keputusan yang diambil oleh manajer merupakan hasil pemikiran akhir yang
harus dilaksanakan oleh bawahannya atau organisasi yang ia pimpin. Keputusan
manajer sangat penting karena menyagkut semua aspek. Kesalahan dalam mengambil
keputusan bisa merugikan organisasi, mulai dari kerugian citra sampai pada kerugian
uang. Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemikiran dalam pemecahan
masalah untuk memperoleh hasil yang akan dilaksanakan. Ada masalah yang mudah
diselesaikan ada pula masalah yang sulit, tergantung besarnya masalah dan luasnya
dengan beberapa faktor.
Pembuatan keputusan ini bertujuan mengatasi atau memecahkan masalah yang
bersangkuatan sehingga usaha pencapaiian tujuan yang dimaksud dapat dilaksanakan
secara baik dan efektif. Apa yang membuat seorang manajer lebih dari yang biasa-
biasa adalah saat pengambilan keputusan atas dasar kemampuannya. Pentingnya
pengambilan keputusan dalam manajemen atau bidang lain dari usaha manusia tidak
dapat dianggap remeh. Seorang manajer adalah pemimpin bagi pegawai lainnya. Maka
dari itu seorang manajer harus bisa menjadi pemimpin. Kepemimpinan adalah salah
satu tugas terberat, karena seorang pemimpin membuat keputusan untuk semua
pengikutnya. Nasib semua orang tergantung pada keputusan yang dibuat oleh
3. pemimpin mereka. Dia harus memilih apa yang terbaik untuk semua pengikutnya dan
kemudian dirinya sendiri.
Terdapat 3 Cara Manajer Membuat Keputusan
1. Membuat Keputusan : RASIONALITAS
Asumsi Rasionalitas, pembuat keputusan yang rasional akan sangat objektif dan logis.
2. Pembuat Keputusan : RASIONALITAS TERIKAT
Pendekatan yang lebih realistik untuk menjelaskan bagaimana manajer membuat
keputusan adalah konsep rasionalitas terikat, yang menyatakan bahwa manajer
membuat keputusan yang rasional namun terbatas (terikat) oleh kemampuannya
memproses informasi.
3. Pembuat Keputusan : PERANAN INTUISI
Pembuatan keputusan intuisi adalah pembuat keputusan yang didasarkan pada
pengalaman, perasaan, dan akumulasi pertimbangan.
Proses Pembuatan Keputusan
Ă Proses pembuatan keputusan
- Mengenali sebuah masalah,kriteria keputusan dan bobot dari kriteria keputusan
tersebut.
- Mengembangkan,menganalisa,memilih sebuah alternatif yang dapat mennyelesaikan
masalah tersebut..
- Menerapkan pilihan alternatif tersebut.
- Mengevaluasi ketidakefektifan keputusan tersebut.
Ă Proses pengambilan keputusan
1. mengenali suatu masalah.
2. Mengidentifikasi kritia keputusan.
3. Mengalokasikan berat criteria.
4. Menyusun alternative.
5. Menganalisis alternative.
6. Memilih sebuah alternative.
4. 7. Mengimplementasikan Alternatif Terpilih.
8. Mengevaluasi keefektifan keputusan.
Ă Pengambilan keputusan.
⢠Rasionalitas
Ăź Manager konsisten, memaksimalkan nilai pilihan dengan desakan khusus.
Ăź Asumsi Pengambil keputusan:
1. Sangat rasional, objektif, dan logis.
2. Secara hati-hati mendefinisikan masalah dan mengidentifikasi semua alternative.
3. Mempunyai tujuan yang jelas dan spesifik.
4. Akan memilih alternatif yang akan memaksimalkan hasil untuk kepentingan organisasi
daripada kepentingan diri sendiri.
Asumsi Rasionalitas
Ă Rasionalitas yang terbatas
Hal yang dihindari dalam mengambil keputusan
¡ Manager membuat keputusan yang rasional tetapi terbatas oleh kemampuan
mereka untuk memproses informasi
¡ Asumsi Pengambil keputusan
¡ Tidak akan mencari atau mempunyai pengetahuan alternatif-alternatif
¡ Puas dengan Alternatif pertama yang dapat menyelesaikan masalah dari pada
memaksimalkan hasil dari keputusan mereka dengan mempertimbangkan semua
alternatif dan memilih yang terbaik.
Ă Pengaruh dalam pengambilan keputusan
⢠Perluasan Komitmen
Meningkatkan atau melanjutkan komitmen yang terdahulu walaupun keputusan itu
bisa saja salah
⢠Peran Intuisi
Pengambilan keputusan secara intuitif
Keputusan dibuat berdasarkan pengalaman, perasaan dan keadilan yang terkumpul
Keadaan pengambilan keputusan
⢠Kepastian
Situasi ideal dimana manajer dapat membuat sebuah keputusan yang akurat karena
5. hasil keluaran dari setiap pemilihan alternatif dapat diketahui.
⢠Resiko
Keadaan dimana manajer dapat mengestimasi kemungkinan (probabilitas) dari hasil
keluaran yang dihasilkan dari pemilihan beberapa alternatif.
Gaya Pengambilan Keputusan
⢠Dimensi dari Gaya Pengambilan Keputusan
Ă Cara Berpikir
Rasional, Teratur, dan Konsisten
Intuitif, Kreatif dan Unik
Toleransi Terhadap Ambiguitas
Toleransi Rendah: membutuhkan konsistensi dan keteraturan
Toleransi Tinggi: mampu memproses banyak pemikiran sekaligus
Ă Karakteristik dari suatu Proses Pengambilan Keputusan Secara Efektif
⢠Fokus terhadap apa yang lebih penting. Logis dan Konsisten.
⢠Mengakui antara pemikiran yang subjective and objective and mencampur analitik
dengan pemikiran intuitif.
⢠Hanya membutuhkan informasi dan analisa seperti halnya diperlukan untuk
memecahkan dilema tertentu.
⢠Mendorong dan memandu pengumpulan informasi yang relevan dan memberi tahu
pendapat.
⢠Langsung, dapat dipercaya, mudah untuk menggunakan, dan fleksibel.
Upaya Pemecahan Masalah
Permasalahan sering kali muncul pada suatu organisasi dan di tuntut oleh
anggotanya untuk melewati dan menyelesaikannya. Permasalahan yang kompleks
6. sering terjadi pada perusahaan-perusahaan yang pada akhirnya secara tidak langsung
menuntut seorang menejer untuk membuat sebuah keputusan.
Pada saat ini suatu pendekatan sistematis untuk pemecahan masalah telah
diciptakan yang terdiri dari tiga jenis usaha yaitu persiapan, definisi dan solusi. Dalam
mempersiapkan pemecahan masalah, manajer memandang perusahaan sebagai suatu
system dengan memahami lingkungan perusahaan dan mengidentifikasi subsistem-
subsistem dalam perusahaan. manajer bergerak dari tingkat system ke subsistem dan
menganalisis bagian-bagiansistem menurut suatu urutan tertentu. Dalam memecahkan
masalah manajer mengidentifikasi berbagai solusi alternative, mengevaluaasinya,
memilh yang terbaik, menerapkannya, dan membuat tindak lanjut untuk memastikan
bahwa solusi itu berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam memecahkan masalah kita berpegangan pada tiga jenis usaha yang
harus dilakukan oleh manajer yaitu usaha persiapan, usaha definisi, dan usaha solusi
atau pemecahan.
1. Usaha persiapan, mempersiapkan manajer untuk memecahkan masalah dengan
menyediakan orientasi sistem. Tiga langkah persiapan tidak harus dilaksanakan
secara berurutan, karena ketiganya bersama-sama menghasilkan kerangka pikir
yang diinginkan untuk mengenai masalah. Ketiga masalah itu terdiri dari:
a. Memandang perusahaan sebagai suatu sistem
b. Mengenal sistem lingkungan
c. Mengidentifikasikan subsistem-subsistem perusahaan
2. Usaha definisi, mencakup mengidentifikasikan masalah untuk dipecahkan dan
kemudian memahaminya. Usaha definisi menyadari bahwa suatu masalah ada atau
akan ada (identifikasi masalah) dan kemudian cukup mempelajarinya untuk
mencari solusi (pemahaman masalah). Usaha definisi mencakup dua langkah
yaitu:
a. Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem
b. Menganalisis bagian-bagian sistem dalam sustu urutan tertentu
3. Usaha solusi, mencakup mengidentifikasikan berbagai solusi alternatif,
mengevaluasinya, memilih salah satu yang tampaknya terbaik, menerapkan solusi
itu dan membuat tindak lanjutnya untuk menyakinkan bahwa masalah itu
7. terpecahkan. Sistem informasi berbasis komputer atau CBIS dapat digunakan
sebagai system dukungan (support systems) saat menerapkan pendekatan sistem.
Usaha pemecahan meliputi pertimbangan berbagai alternatif yang layak (feasible),
pemilihan alternatif terbaik, dan penerapannya. Dengan kenyataan tersebut, kita
mendefinisikan masalah sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi untuk
menimbulkan kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan luar biasa. Jadi
pemecahan masalah berarti tindakan memberi respon terhadap masalah untuk
menekan akibat buruknya atau memanfaatkan peluang keuntungannya. Pentingnya
pemecahan masalah bukan didasarkan pada jumlah waktu yang dihabiskan, tetapi
pada konsekuensinya keputusan adalah pemilihan suatu strategi atau tindakan.
Pengambilan keputusan adalah tindakan memilih strategi atau aksi yang
manajer yakini akan memberikan solusi terbaik atas masalah tersebut. Salah satu
kunci pemecahan masalah adalah identifikasi berbagai alternative keputusan. Solusi
bagi suatu masalah harus mendayagunakan system untuk memenuhi tujuannya, seperti
tercermin pada standar kinerja system. Standar ini menggambarkan keadaan yang
diharapkan, apa yang harus dicapai oleh sistem.
Selanjutnya manajer harus memiliki informasi yang terkini, informasi itu
menggambarkan keadaan saat ini, apa yang sedang dicapai oleh system. Jika keadaan
saat ini dan keadaan yang diharapkan sama, tidak terdapat masalah dan manajer tidak
mengambil tindakan. Jika kedua keadaan itu berbeda, sejumlah masalah merupakan
penyebabnya dan harus dipecahkan.Perbedaan antara keadaan saat ini dan keadaan
yang diharapkan menggambarkan kriteria solusi (solution criterion), atau apa yang
diperlukan untuk mengubah keadaan saat ini menjadi keadaan yang diharapkan.
Setelah berbagai alternative, diidentifikasi system informasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi tiap alternatif.
Evaluasi ini harus mempertimbangkan berbagai kendala (constraints) yang
mungkin, baik inter maupun ekstern atau lingkungan.
1. Kendala intern dapat berupa sumber daya yang terbatas, seperti kurangnya bahan
baku, modal kerja,SDM yang kurang memenuhi syarat, dan lain â lain.
2. Kendala lingkungan dapat berupa tekanan dari berbagai elemen lingkungan, seperti
pemerintah atau pesaing untuk bertindak menurut cara tertentu. Gejala adalah
8. kondisi yang dihasilkan oleh masalah. Sangat sering para manajer melihat gejala
dari pada masalah. Gejala menarik perhatian manajer melalui lingkaran umpan
balik. Namun gejala tidak mengungkapkan seluruhnya, bahwa suatu masalah
adalah penyebab dari suatu persoalan, atau penyebab dari suatu peluang.
Pemecahan Masalah Secara Analitis dan Kreatif
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan
perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil
yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah
adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih
solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan
keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan
masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemcahan masalah adalah ketrampilan yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali
seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan seorang
manajer, secara khusus, merupakan pekerjaan yang mengandung unsur pemecahan
masalah di dalamnya. Bila tidak ada masalah di dalam banyak organisasi, mungkin
tidak akan muncul kebutuhan untuk mempekerjakan para manajer. Untuk itulah sulit
untuk dapat diterima bila seorang yang tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan
masalah, menjadi seorang manajer (Whetten & Cameron, 2002).
Ungkapan di atas memberikan gambaran yang jelas kepada kita semua bahwa
sulit untuk menghindarkan diri kita dari masalah, karena masalah telah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan
profesional kita. Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi
sangat penting, agar kita terhindar dari tindakan Jump to conclusion, yaitu proses
penarikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa melalui proses analisa masalah
secara benar, serta didukung oleh bukti atau informasi yang akurat. Ada
kecenderungan bahwa beberapa orag, termasuk para manajer mempunyai
kecenderungan alamiah untuk memilih solusi pertama yang masuk akal yang muncul
9. dalam benak mereka (March & Simon, 1958; March, 1994; Koopman, Broekhuijsen, &
Weirdsma, 1998). Sayangnya, pilihan pertama yang mereka ambil seringkali bukanlah
solusi terbaik. Secara tipikal, dalam pemecahan masalah, kebanyakan orang
menerapkan solusi yang kurang dapat diterima atau kurang memuaskan, dibanding
solusi yang optimal atau yang ideal (Whetten & Cameron, 2002). Pemecahan masalah
yang tidak optimal ini, bukan tidak mungkin dapat memunculkan masalah baru yang
lebih rumit dibandingkan dengan masalah awal.
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang berbeda, yaitu
analitis dan kreatif. Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang
pemecahan masalah secara analitis dan kreatif, serta perbedaan-perbedaan yang ada
diantara keduanya, maka pada bagian berikut , saya akan menjelaskan secara singkat
hal tersebut di atas.
I. Pemecahan Masalah Secara Analitis
Metode penyelesaian masalah secara analitis merupakan pendekatan yang
cukup terkenal dan digunakan oleh banyak perusahaan, serta menjadi inti dari gerakan
peningkatan kualitas (quality improvement). Secara luas dapat diterima bahwa untuk
meningkatan kualitas individu dan organisasi, langkah penting yang perlu dilakukan
adalah mempelajari dan menerapkan metode pemecahan masalah secara analitis
(Juran, 1988; Ichikawa, 1986; Riley, 1998). Banyak organisasi besar (misalnya : Ford
Motor Company, General Electric, Dana) menghabiskan jutaan Dolar untuk mendidik
para manajer mereka tentang metode pemecahan masalah ini sebagai bagian dari
proses peningkatan kualitas yang ada di organisasi mereka (Whetten & Cameron,
2002). Pelatihan ini penting agar para manajer dapat berfungsi efektif, yang salah satu
cirinya adalah pada kemampuannya untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Hunsaker (2005) yang menyatakan bahwa manajer yang efektif,
seperti halnya Pemimpin WJP Group, mengetahui cara mengumpulkan dan
mengevaluasi informasi yang dapat menerangkan tentang masalah yang terjadi,
mengetahui manfaatnya bila kita memiliki lebih dari satu alternatif pemecahan masalah,
dan memberikan bobot kepada semua implikasi yang dapat terjadi dari sebuah
rencana, sebelum menerapkan rencana yang bersangkutan.
10. A. Definisikan Masalah
Langkah pertama yang perlu dilakukan dengan metode analitis adalah
mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, kita perlu melakukan diagnosis
terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian kita
pada masalah sebenarnya, dan bukan pada gejala-gejala yang muncul. Sebagai contoh
: Seorang manajer yang mempunyai masalah dengan staf-nya yang kerapkali tidak
dapat menyelesaikan pekerjaannya pada waktu yang telah ditentukan. Masalah ini bisa
terjadi karena, cara kerja yang lambat dari staf yang bersangkutan. Cara kerja yang
lambat, bisa saja hanya sebuah gejala dari permasalahan yang lebih mendasar lagi,
seperti misalnya masalah kesehatan, moral kerja yang rendah, kurangnya pelatihan
atau kurang efektifnya proses kepemimpinan yang ada.
Agar kita dapat memfokuskan perhatian kita pada masalah sebenarnya, dan
bukan pada gejala-gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu
masalah, diperlukan upaya untuk mencari informasi yang diperlukan sebanyak-
banyaknya, agar masalah dapat didefinisikan dengan tepat.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik:
1. Fakta dipisahkan dari opini atau spekulasi. Data objektif dipisahkan dari persepsi
2. Semua pihak yang terlibat diperlakukan sebagai sumber informasi
3. Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/tegas. Hal ini seringkali dapat
menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas
4. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas adanya ketidak-sesuaian
antara standar atau harapan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kenyataan yang
terjadi.
5. Definisi yang dibuat harus menyatakan dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau
berkepentingan dengan terjadinya masalah.
6. Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar. Contoh: Masalah
yang kita hadapi adalah melatih staf yang bekerja lamban.
11. B. Buat Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah kedua yang perlu kita lakukan adalah membuat alternatif penyelesaian
masalah. Pada tahap ini, kita diharapkan dapat menunda untuk memilih hanya satu
solusi, sebelum alternatif solusi-solusi yang ada diusulkan. Penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah (contohnya oleh
March, 1999) mendukung pandangan bahwa kualitas solusi-solusi yang dihasilkan akan
lebih baik bila mempertimbangkan berbagai alternatif (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik:
1. Semua alternatif yang ada sebaiknya diusulkan dan dikemukakan terlebih dahulu
sebelum kemudian dilakukannya evaluasi terhadap mereka.
2. Alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam penyelesaian
masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan alternatif, dapat
meningkatkan kualitas solusi dan penerimaaan kelompok.
3. Alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan atau kebijakan organisasi.
Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses organisasi maupun proses
pembuatan alternatif pemecahan masalah.
4. Alternatif yang diusulkan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam
jangka pendek, maupun jangka panjang.
5. Alternatif yang ada saling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang
menarik, bisa menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan
lainnya. Contoh: Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepada karyawan yang
terkena dampak diberikan paket kompensasi yang menarik.
6. Alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan masalah yang telah
didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang muncul, mungkin juga penting.
12. Namun dapat diabaikan bila, tidak secara langsung mempengaruhi pemecahan
masalah utama yang sedang terjadi.
C. Evaluasi Alternatif Pemecahan Masalah
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah melakukan evaluasi
terhadap alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam tahap ini , kita perlu berhati-hati
dalam memberikan bobot terhadap keuntungan dan kerugian dari masing-masing
alternatif yang ada, sebelum membuat pilihan akhir. Seorang yang terampil dalam
melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam memilih alternatif
yang ada dinilai berdasarkan:
1. Tingkat kemungkinannya untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan
terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelumnya.
2. Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya
3. Tingkat kemungkinan penerapannya
4. Tingkat kesesuaiannya dengan batasan-batasan yang ada di dalam organisasi;
misalnya budget, kebijakan perusahaan, dll.
Berikut adalah karakteristik-karakteristik dari evaluasi alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang baik:
1. Alternatif yang ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu standar yang optimal,
dan bukan sekedar standar yang memuaskan
2. penilaian terhadap alternatiF yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga semua
alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan,
3. Alternatif yang ada dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan
mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang terlibat didalamnya.
4. Alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkannya, baik
secara langsung, maupun tidak langsung
5. Alternatif yang paling dipilih dinyatakan secara eksplisit/tegas.
D. Terapkan Solusi dan Tindak-Lanjuti
13. Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menindak-lanjuti solusi
yang telah diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah,
kita perlu lebih sensitif terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari beberapa orang
yang mungkin terkena dampak dari penerapan tersebut. Hampir pada semua
perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam melakukan
pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan
kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang-orang yang
terkena dampak dan kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang
bersangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Berikut adalah karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang
efektif:
1. Penerapan solusi dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar.
Penerapan tidak mengabaikan faktor-faktor yang membatasi dan tidak akan terjadi
sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah dilakukan.
2. Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit-demi sedikit"
dengan tujuan untuk meminimalkan terjadinya resistensi dan meningkatkan
dukungan.
3. Proses penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil
tidaknya penerapan solusi, harus dikomunikasikan , sehingga terjadi proses
pertukaran informasi
4. Keterlibatan dari orang-orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi
dianjurkan dengan tujuan untuk membangun dukungan dan komitmen
5. Adanya sistim monitoring yang dapat memantau penerapan solusi secara
berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur.
6. Penilaian terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya
masalah yang dihadapi, bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan
adanya penerapan solusi ini. Sebuah solusi tidak dapat dianggap berhasil bila
masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan dengan baik,
walaupun mungkin muncul dampak positif lainnya.
14. Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi Perusahaan PT.Sampoerna
I.Tentang PT.Sampoerna
Ketika Putera Sampoerna mengumumkan menjual nyaris seluruh saham HM
Sampoerna miliknya kepada Philip Morris Indonesia pada 2005 silam, banyak orang
tercengang. Pasalnya, generasi ketiga keluarga Sampoerna itu menjual 97%
kepemilikan di perusahaan senilai Rp18,5 triliun. Kini, keluarga Sampoerna tak lagi
mengurusi bisnis asap.
Lewat bendera Sampoerna Strategic, Putera menggunakan dana tersebut untuk
menggarap sektor properti, infrastruktur, dan agrobisnis.
Akan tetapi, corporate culture yang ditanamkan keluarga Sampoerna di HM Sampoerna
masih terus bertahan hingga kini. Bahkan, Martin King, presdir PT HM Sampoerna Tbk.,
yang berasal dari Philip Morris, pernah berseloroh tidak akan mengubah budaya
perusahaan. âBudaya Sampoerna sudah kuat dan berhasil membuat perusahaan itu
tumbuh besar. Jadi, buat apa diubah?â cetusnya.
Setidaknya, Sampoerna menggembleng karyawannya dengan budaya adaptif, inovatif,
dinamis, berani mencoba, friendly, dan pantang menyerah. Pernah, suatu kali, hampir
seluruh staf andal Sampoerna dibajak oleh kompetitor. Namun, berkat sistem kerja,
performa Sampoerna saat itu tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. Sementara
itu, hadirnya Philip Morris juga membuat budaya kerja Sampoerna lebih tertata, rapi,
dan teratur. Mulai dari sistem pengelolaan karyawan, peraturan perusahaan,
mekanisme kontrol dan produksi, pemasaran dan penjualan, sampai how to do
business.Di bisnis rokok, gebrakan Putera Sampoerna terus diingat sepanjang masa
dengan inovasi A Mild, rokok rendah tar dan nikotin, di tengah ramainya pasar rokok
kretek. Sadar bahwa kompetisi tak berhenti, Sampoerna meluncurkan U Mild, rokok
rendah tar dan nikotin kelas 2, di bawah A Mild. Teranyar adalah kemunculan A
Volution, rokok rendah tar dan nikotin dengan bentuk slim.
Meski telah berusia senja, perusahaan makin matang. Per akhir 2008, laba bersih
perusahaan naik 7,4% menjadi Rp3,89 triliun jika dibandingkan setahun sebelumnya
yang Rp3,62 triliun. Menurut pihak manajemen, kenaikan laba bersih ini didukung oleh
peningkatan penjualan hingga 16% sepanjang 2007â2008, dari yang semula Rp29,79
15. triliun menjadi Rp34,68 triliun.
Sejatinya, sejarah dimulai ketika Liem Seeng Tee mendirikan perusahaan rokok
bernama Handel Maastchapij Liem pada 1913. Kesempatan muncul pada awal 1916
ketika Liem Seeng Tee membeli berbagai jenis tembakau dalam jumlah besar dari
seorang pedagang tembakau yang bangkrut. Sejak itu, Liem Seeng Tee dan Tjiang Nio,
istrinya, mencurahkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan bisnis tembakau.
Seiring berjalannya waktu, nama perusahaan berubah menjadi Hanjaya Mandala
Sampoerna. Sampai kini, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. terus tumbuh dan
tumbuh.
II. Strategi perusahaan dalam menyelesaikan suatu konflik organisasi
1.Definisi Konflik
Banyak definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini tergantung
pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik
dalam organisasi. Namun, di antara maknamakna yang berbeda itu nampak ada suatu
kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau
perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan budaya. Definisi di bawah ini
menunjukkan perbedaan-perbedaan dimaksud.Permasalahan atau konflik yang terjadi
antara karyawan atau karyawan dengan atasan yang terjadi karena masalah
komunikasi harus di antisipasi dengan baik dan dengan system yang terstruktur.
Karena jika masalah komunikasi antara atasan dan bawahan terjadi bias-bisa terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya mogok kerja, bahkan demo.
Sehingga untuk mensiasati masalah ini bisa dilakukan dengan cara:
- Membentuk suatu system informasi yang terstruktur, agar tidak terjadi kesalahan
dalam komunikasi. Misalnya, dengan membuat papan pengumungan atau
pengumuman melalui loudspeaker.
- - Buat komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan menjadi lancer dan
harmonis, misalnya dengan membuat rapat rutin, karena dengan komunikasi yang dua
arah dan intens akan mengurangi masalah di lapangan
16. ¡ - Beri pelatihan dalam hal komunikasi kepada atasan dan karyawan, pelatihan akan
memberikan pengetahuan dan ilmu baru bagi setiap individu dalam organisasi dan
meminimalkan masalah dalam hal komunikasi
Biasanya masalah timbul karena lingkungan yang kurang kondusif di suatu perusahaan.
Misalnya, kondisi cahaya yang kurang, atau sirkulasi yang kurang baik, dan
temperature ruangan yang tinggi sangat mungkin untuk meningkatkan emosi
seseorang, jadi kondisi dari lingkungan juga harus di perhatikan
2. Jenis-jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian
atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam,
yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional
Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah
konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu
kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat
fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik
tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut
dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu,
maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut
hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik
tersebut disfungsional.
17. b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393)
membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika
seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas
yang melebihi batas kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang
lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi
jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia
bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the
same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan
yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan
yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya.
Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari
anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain.
18. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas
pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan
yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan
yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau
antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu
peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga
klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang
membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict,
dan destructive conflict.
4. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan
variabel pribadi.
19. ¡ Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah
- pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak
cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
¡ Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok,
kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara
kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi
merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan
makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
¡ Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu
yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu
yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber
konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan
para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam
kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan
(perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka
merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah
menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari
dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-
pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara
verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan
sebagainya.
20. Robbins (1996), menggambarkan tahap-tahap lahirnya konflik, sebagaimana yang
diterangkan di atas, melalui gambar sebagaimana yang disajikan di bawah ini (gambar
1). Proses timbulnya konflik, sebagaimana yang digambarkan oleh Robbins, mirip
dengan tahap-tahap konflik yang digambarkan oleh Schermerhorn, et al. (1982:461),
seperti yang disajikan di bawah ini (gambar 2)
Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent
conditions, Schermerhorn, et al. merinci antecedent conditions menjadi lima faktor,
yaitu: (1) ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities); (2)
persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas; (3) rintangan-rintangan
dalam komunikasi (communication barriers); (4) konflik sebelumnya yang tidak
terselesaikan; dan (5) perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan
kebutuhan, nilai-nilai, dan perbedaan tujuan.
¡ Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan
akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
¡ Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
¡ Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
21. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para
tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian
dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.
Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka
untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga
harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di
masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut
bidang politik,ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan
yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha
mereka.
¡ Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses
industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama
pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah
menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan
menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
22. berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau
mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan
akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Daftar Pustaka:
Putra, Yananto Mihadi. (2018). Modul Kuliah Sistem Informasi Manajemen:
Implementasi Sistem Informasi. FEB - Universitas Mercu Buana: Jakarta.
http://ekoriyadi384.blogspot.com/2013/12/konflik-dalam-perusahaan.html
http://yuniatihuang.blogspot.com/2013/12/konflik-organisasi.html
http://tkampus.blogspot.com/2012/04/strategi-penyelesaian-konflik.html
http://adityamuhammadputra.blogspot.com/
https://elmudunya.wordpress.com/2009/11/24/pt-hm-sampoerna-tbk-budaya-
perusahaan-tak-berubah/
http://rnurinaramadhani.blogspot.com/2011/01/perubahan-dan-pengembangan-
organisasi_09.html
http://rhamaugwisnu.blogspot.com/2013/01/wewenang-kekuasaan-dan-
pengaruh_6203.html
http://ais-zakiyudin.blogspot.com/2014/01/bagaimana-manajer-mengambil-
keputusan.html