SlideShare a Scribd company logo
TUGAS METODOLOGI PENELITIAN
BIODIVERSITAS SERANGGA HAMA TANAMAN SAWIT (RAYAP)
Oleh
Kelompok 1 :
1. Inne Tiara Anggita (12222049)
2. Istiroha (12222052)
3. Karta Dikarya (12222053)
4. Liskawina (12222061)
5. Lola Hardede (12222062)
6. M. Mubin Ardiansyah (12222064)
7. Mega Destriani (12222067)
Dosen Pembimbing
Drs. Irham Falahudin, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak tahun 1990, di ketahui adanya tanaman kelapa sawit terserang rayap, rayap
ini di kenal dengan nama Captotermes curvignathus. Rayap ini memang banyak di
temukan di Indonesia dan merupakan serangga perusak kayu bangunan (Kalshoven,
1981). Serangan rayap ini terjadi karena pembukaan areal dengan sistem bakar ringan
(light burning), yang meninggalkan banyak kayu yang tidak habis terbakar
(Prawirosoekarto, 1991). Sisa pembakaran dan tunggul kayu tersebut merupakan bahan
pakan dan sarang yang cocok untuk rayap.
Berbagai upaya oleh pihak perkebunan telah di lakukan untuk mengendalikan
rayap seperti cara kimiawi dan mekanis. Aplikasi insektisida dengan penyemprotan dan
fumigasi ke dalam sarang sudah sejak lama dikenal untuk mengendalikan rayap tanah.
Kedua teknik ini merupakan cara termudah dan efektif untuk mengendalikan rayap yang
bersarang di dalam tanah. Berbeda dengan rayap yang menyerang tanaman dan bersarang
di dalamnya, maka teknik penggunaan insektisida perlu pertimbangan khusus.
Pengendalian dengan cara mekanis, seperti merusak dan menggali timbunan sarang dan
mengambil ratu dari sarang merupakan salah satu upaya yang baik, namun sulit di
lakukan karena untuk menemukan ratu Captotermes curvignathus dalam tanaman kelapa
sawit atau tunggul kayu merupakan pekerjaan yang tidak mudah.
Rayap dari jenis Coptotermes curvignathus merupakan masalah hama yang serius
terutama pada perkebunan kelapa sawit di tanah gambut. Pengolahan lahan sebelum
penanaman yang tidak sempurna dan kandungan bahan organik yang tersedia cukup
banyak akan menyebabkan rayap berkembang secara cepat.
Pada tanaman muda, rayap akan mulai menyerang mulai dari pangkal pelepah dan
naik sampai daun tombak. Serangan rayap dapat terdeteksi dengan adanya alur-alur
tanah berwarna hitam basah pada bagian pangkal pelepah sampai daun tombak.
Apabila alu-alur itu dirusak makan akan dijumpai rayap yang masih aktif.
Selanjutnya rayap akan menyerang jaringan tanaman yang masih muda yaitu bagian
pangkal daun tombak, akibatnya daun muda akan mati. Serangan rayap pada jaringan
muda dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri sehingga titik
tumbuh busuk dan mati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan dari bulan Nopember 1998 Pebruari 1999. Penelitian menggunak
an Rancangan Acak Lengkap Faktorial (4x4) dengan 5 ulangan. Faktor yang diteliti
adalah jumlah nematode muda fase infektif atau disebut juga dengan dauer yang terdiri
atas 1) faktor pertama adalah jumlah dauer S. carpocapsae : N0 = pembanding, N1= >
100 - < 150, N2 = >151 – < 200, N3 = > 201 - < 250, dan N4 = > 251 - < 300; 2) faktor
kedua adalah kepadatan rayap : R1 = 20, R2 = 40, R3 = 60, dan R4 = 80 ekor yang terdiri
dari kasta prajurit dan pekerja dengan perbandingan yang sama. Nematoda S.
carpocapsae ini pada awalnya diperoleh dari Research Center of Antibes, National
Institute of Agronomic Research, France (INRA) dan diperbanyak di laboratorium Hama
Fakultas Pertanian USU dengan menggunakan ulat Thirataba rufivena.
Bahan yang digunakan adalah nematoda S. carpocapsae, rayap C.curvignathus
yang terdiri dari kasta pekerja dan prajurit, ulat Thirataba rufivena (ulat buah sawit),
aquadest, dan kain kassa. Alat yang digunakan adalah petridish ukuran diameter 9 cm
dengan tinggi 1,5 cm, hand counter, pipet, kotak plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 8 cm.
Nematoda diperbanyak terlebih dahulu dengan menggunakan ulat bambu T. rufivena.
Ulat ini mudah diperoleh dan banyak diperjualbelikan di pasar sebagai pakan burung.
Ulat diletakkan sebanyak 3–5 ekor ke dalam petridish kemudian ditetesi 1 ml cairan yang
berisi nematoda muda fase infektif, dibiarkan 10 sampai 20 menit. Petridish tersebut
ditutup dengan penutup petridish yang telah dilapisi dengan kertas filter yang dibasahi
dengan aquadest untuk menjaga kestabilan kelembaban dalam petridish tersebut.
Petridish ini ditempatkan pada tempat penyimpanan selama 2–3 hari. Ulat-ulat tersebut
diletakkan di atas tutup botol plastik yang telah dialasi dengan kain kassa yang diletakkan
dalam petridish tempat biakan nematoda. Ujung kain kassa tersebut menyentuh
permukaan air aquadest yang terdapat dalam petridish. S. carpocapsae fase 3 akan keluar
dari host nya untuk mencari host yang baru, sedangkan fase sebelumnya berada di dalam
tubuh host yang lama. Untuk mendorong agar nematoda lebih cepat keluar dari hostnya,
maka ditambahkan air aquadest sehingga air dalam petridish benar-benar menyentuh
ujung kain kassa. Cara ini digunakan untuk memudahkan nematoda keluar dari ulat
dan masuk ke dalam air. Massa dauer dalam air diambil dengan pipet dengan menghitung
jumlah nematoda yang diinginkan sesuai dengan perlakuan. Rayap diambil dari
pertanaman kelapa sawit Kebun Manduamas, Tapanuli Tengah. Untuk infestasi nematoda
digunakan toples ukuran diameter 15 cm, tinggi 20 cm yang telah dilapisi dengan kertas
filter. Kertas filter ini terlebih dahulu dibasahi dengan aquadest sampai lembab. Ke dalam
toples ini dimasukkan nematoda muda fase infektif sesuai dengan perlakuan. Setelah 10
menit kemudian, dimasukkan pula rayap sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
Pengamatan mortalitas dilakukan setelah 1, 2, 3, 4 hari setelah infestasi (HSI)
sesuai dengan metode Hatsukade (1994). Mortalitas dihitung dengan menggunakan
rumus Mortalitas = (jumlah rayap sesuai dengan perlakuan – jumlah rayap yang masih
hidup) x 100%. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan perlakuan yang
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.
2.2 Potensi Kerusakan
Serangan rayap pada kelapa sawit dapat terjadi sejak penanaman sampai umur 11
tahun dengan tingkat serangan dapat mencapai 5% atau 7-8 pohon/Ha. Serangan yang
tidak dilakukan pengendalian secara dini dapat menyebabkan kematian kelapa sawit.
Tanaman muda pada umumnya lebih peka dari pada tanaman tua. Selain dapat
menyebabkan kematian pohon, serangan yang tidak dikendalikan dapat menyebar ke
pohon-pohon disekelilingnya.
2.3 Habitat
Pada umumnya rayap hidup di hutan terutama di daerah rendahan dan daerah
yang mempunyai curah hujan dengan distribusi merata. Sarang-sarang dapat dijumpai
pada kayu-kayu mati yang berada diatas atau dibawah permukaan tanah. Sarang-sarang
rayap tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain hingga mencapai panjang 90 m
pada kedalaman 30-60 cm dibawah tanah.
Rayap merupakan serangga sosial dan dalam kelompoknya dibagi kedalam 3 kasta yaitu :
a. Pekerja : Berwarna putih kekuningan dengan ukuran panjang 5 mm
b. Prajurit : Berukuran lebih besar yaitu panjang 6-8 mm dan mempunyai mandibula
yang kuat. Apabila menggigit akan mengeluarkan cairan putih dari
bagian kepala.
c. Ratu : Panjang dapat mencapai 50 mm. Ratu mempunyai tugas utama untuk
reproduksi anggota koloni.
Rayap dapat menyebar dengan perantaraan laron dan terutama terjadi pada awal
musim penghujan, laron tersebut akan berpasangan dan akan membentuk koloni baru
ditempat lain.
2.4 Identifikasi
Pengumpulan sampel rayap dilakukan dengan teknik pengambilan secara
langsung rayap
yang ditemukan dari masing-masing sarang besar, sedang dan kecil sebanyak 25 ekor
pada kasta prajurit mayor dan prajurit minor, kemudian dilakukan pengukuran morfologi
terhadap rayap menurut Tho (1992) meliputi panjang mandibel, panjang kepala, lebar
kepala, jumlah antena.
Rayap dan jenis Coptotermes curvignathus sangat mudah dibedakan dengan rayap
dari jenis lainnya. Pada tanah gambut ataupun mineral banyak dijumpai berbagai jenis
rayap yang berasosiasi dengan kelapa sawit tetapi tidak menyebabkan kerusakan atau
kematian, sehingga tidak perlu pengendalian. Untuk membedakan rayap C. curvignathus
dengan jenis lainnya serta gejala serangannya disajikan pada tabel berikut :
Kriteria C. curvignathus Rayap Jenis Lain
1. Status Hama Merusak jaringan hidup dan
menyebabkankematian kelapa
sawit.
Tidak berbahaya, hanya merusak
melapukkan jaringan yang sudah
mati.
2. Morfologi Rayap
3. Habitat
4. Pengendalian
Pekerja: berwarna kekuningan
panjang 5 mm.
Prajurit: ukuran 68 mm dengan
mandibula yang kuat dan akan
mengeluarkan cairan warna
putih dari bagian kepala saat
menggigit.
Hidup dengan membuat alur-
alur dari tanah pada pangkal
pelepah sampai daun tombak,
alur-alur ini terlihat basah
apabila rayap masih aktif.
Harus dikendalikan apabila
pohon terserang jenis rayap
ini.
Pekerja : ukuran lebih kecil dan
berwarna coklat kekuningan
Prajurit : ukuran kurang dari 6
mm dan tidak mengeluarkan
cairan putih saat menggigit.
Membuat satu jalur atau lebih
dan jalur tersebut terdiri dari
bahan-bahan organik yang sudah
lapuk.
Alur-alur tersebut hanya
terdapat pada pangkal pelepah
yang sudah tua dan tidak sampai
ke daun tombak. Walaupun
rayap masih aktif, alur-alur
tersebut tetap kering.
Tidak perlu dikendalikan pohon
yang terdapat gejala serangan
seperti point 3.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa S.carpocapsae memiliki efektifitas cukup baik
untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di
dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah
akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil meni-
mbulkan mortalitas 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80%. Seda-
ngkan percobaan tanpa perlakuan tidak ditemukan adaMortalitas rayap (%) Jumlah dauer S.
carpocapsae
2 HSI 4 HSI 6 HSI
NO = 0 0,00 c 0,00 d 0,00 c
N1= >100 - < 150 38,16 b 71,00 c 93,84 b
N2 = > 150 - < 200 43,50 b 82,66 b 98,00 a
N3 = > 200 - < 250 52,66 a 91,16 a 99,34 a
N4 = > 250 - < 300 60,80 a 92,50 a 99,66 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata
pada tingkat kepercayaan 95%. Tabel 1. Pengaruh jumlah dauer S. carpocapsae terhadap
mortalitas C. curvignathus. Pengendalian rayap dengan Steinernema carpocapsae Weiser
83 rayap yang mati. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan tingkat mortalitas dari 2 sampai 4 HIS ternyata cukup tinggi,
tetapi setelah 6 HSI peningkatan semakin kecil dan menurun dari sebelumnya. Mortalitas yang
terjadi hampir mencapai 100% setelah 6 HSI. Kepadatan populasi rayap pada
awalnya berpengaruh terhadap jumlah rayap yang terinfeksi nematoda. Namun, kecenderungan
itu berubah setelah 4 dan 6 HSI (Tabel 2). Hal ini disebabkan S. carpocapsae lebih banyak
menunggu dan hanya sedikit bergerak sehingga mobilitas rayap sangat menentukan terparasitnya
rayap. Jumlah rayap yang memungkinkan bagi individu yang terinfeksi nematoda dapat tertular
pada individu yang sehat sehingga kepadatan populasi rayap tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah nematoda S. carpocapsae yang diinfestasikan. Penggunaan S. carpocapsae sebagai agen
hayati rayap memiliki prospek yang cerah di masa depan, karena nematoda ini juga banyak
terdapat di daerah tropik dan juga dapat hidup di dalam tanah (Poinar & Thomas 1982).
Bila keadaan lingkungan cukup baik, terutama bila suhu tidak terlalu panas dan didukung
pula oleh sifat fisik tanah yang sesuai, maka S. carpocapsae dapat hidup dan berkembang dengan
baik dan bisa diandalkan sebagai agen pengendali hayati rayap. Mortalitas Rayap
(%) Kepadatan Rayap 2 HSI 4 HSI 6 HSI
R 1 = 20 ekor 13,75 d 95,83 d 100,00 a
R 2 = 40 ekor 21,08 c 36,50 c 100,00 a
R 3 = 60 ekor 27,33 b 49,25 b 95,56 b
R 4 = 80 ekor 35,42 a 63,00 a 97,60 ab
Tabel 2. Pengaruh kepadatan rayap terhadap serangan nematoda
S. carpocapsae. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada tingkat kepercayaan 95%.tinggi menyebabkan habitatnya semakin padatsehingga
nematoda mudah mendapatkan inangnya. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa semakin lama waktu
infestasi nematoda, maka akan semakin banyak rayap yang mati. Kepadatan populasi rayap 20
dan 40 ekor menghasilkan mortalitas hampir mencapai 100%, sedangkan kepadatan yang lebih
tinggi masing-masing 60 dan 80 ekor mencapai mortalitas masing–masing 95,56% dan 97,60%.
Penyebab kematian rayap bukan saja disebabkan sifat nematoda yang patogenik tetapi juga
karena sifat parasitik. Dalam tubuh nematoda terdapat bakteri yang hidup bersimbiosis
dengan S. carpocapsae (Kaya 1996).
Di samping sifat parasitic S. carpocapsae dengan menumpangkan hidupnya
dan mengambil makanan dari tubuh rayap juga sifat patogenik dari bakteri Xenorhabdus
nematophilus yang hidup bersimbiosis dan berada di dalam usus nematoda. Bakteri ini
melepaskan toksin yang sangat beracun. Bila toksin ini dilepas ke dalam tubuh rayap, maka
terjadil kematian pada rayap tersebut. Hidup rayap yang berkelompok dan membentuk koloni
BAB V
KESIMPULAN
Jumlah dauer S. carpocapsae selama 2 HIS menimbulkan pengaruh nyata terhadap mortalitas
rayap di laboratorium, sedangkan setelah 6 HSI tidak berbeda nyata secara statistik pada tingkat
kepercayaan 95%. Kepadatan invidivu rayap tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap
akibat serangan S. carpocapsae dalam ruang terbatas dilaboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya
Tanaman.
Epsky, N.D. & Capinera, J.L. 1988. Efficacy of the nematode steinernema feltiae against a
subterranean termites, Reticulitermes tibialis (Isoptera: Rhinotermtidae). J. Economic
Entomology.
Hatsukade, M. 1994. Control of insect pests with entomophatogenic nematodes. FFTC.
Technical Bulletin 139.
Kaya, H.K. 1996. Contempory issues in biological control with entomophatogenic nematodes.
Di dalam Biological Pest Control in Systems of Integrated Pests Management. FTC Book
Series No 47.
Kondo, E. 1996. Infection mechanism and growth regulation inentomopathogenic nematodes. Di
dalam Biological Pest Control in Systems of Integrated Pest Management. FFTC Book
Series No 47: 28-39.
Mauldin, J.K. & Beal, J.H. 1989. Entomogenous nematodes for control of suterranean termites,
Reticulitermes spp. (Isoptera: Rhinotermitidae). J. Economic Entomology 82: 1638-
1642.
Mariau, D., Renoux, J. & Desmier de chenon, R. 1992. Coptotermes curvignathus olmgren,
Rhinotermitidae, mainpest of coconut planted on peat in Sumatera. Oleagineux 47: 562-
568.
Nandika, D.1992. Rayap di Jakarta, Bandung, dan Batam. Pest control. Bulletin IPPHAMMI:
675-676.
Poinar, G.O. & Thomas, G,M. 1982. Diagnostic Manual for the Identification of Insect
Pathogens. University of California at Berkeley: Plenum Press.
Prawirosoekarto, S., Sipayung, A. & Desmier de Chenon, R. 1991. Serangga Rayap pada
Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.

More Related Content

What's hot

Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortelMakalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karetPengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
home
 
Budidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortelBudidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortel
Ningrum Handayani
 
Bertanam jamur merang
Bertanam jamur merangBertanam jamur merang
Bertanam jamur merang
akmalkojah
 
Tanaman Lidah Mertua
Tanaman Lidah MertuaTanaman Lidah Mertua
Tanaman Lidah Mertua
Gyshaa Annishaa
 
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
Guntur Raharjo
 
Pasca
PascaPasca
Pasca
rizky hadi
 
Jurnal DDPT Lepidoptera
Jurnal DDPT LepidopteraJurnal DDPT Lepidoptera
Jurnal DDPT Lepidoptera
Surya Agus
 
Blas padi
Blas padiBlas padi
Blas padi
Ekal Kurniawan
 
PESTISIDA nabati pada hama gudang
PESTISIDA nabati pada hama gudangPESTISIDA nabati pada hama gudang
PESTISIDA nabati pada hama gudang
Posma Andri Octavia Siagian
 
13 55-1-pb
13 55-1-pb13 55-1-pb
13 55-1-pb
Yayan Nurkhasanah
 
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieriaLaporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
Ekal Kurniawan
 
Makalah ornamental plants
Makalah ornamental plantsMakalah ornamental plants
Makalah ornamental plants
Gyshaa Annishaa
 
Budidaya cacing tanah
Budidaya cacing tanahBudidaya cacing tanah
Budidaya cacing tanah
Wahyu Dwi Lestari
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
Surya Agus
 
Rambutan
RambutanRambutan
Rambutan
PriyoSuwono1
 
Jurnal DDPT Orthoptera
Jurnal DDPT OrthopteraJurnal DDPT Orthoptera
Jurnal DDPT Orthoptera
Surya Agus
 
Talas
TalasTalas
Diagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: HamaDiagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: Hama
Nurma Fauzaniar
 

What's hot (20)

Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortelMakalah_69 laporan kel  5 hama dan penyakit tanaman wortel
Makalah_69 laporan kel 5 hama dan penyakit tanaman wortel
 
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karetPengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman karet
 
Budidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortelBudidaya tanaman wortel
Budidaya tanaman wortel
 
Bertanam jamur merang
Bertanam jamur merangBertanam jamur merang
Bertanam jamur merang
 
Tanaman Lidah Mertua
Tanaman Lidah MertuaTanaman Lidah Mertua
Tanaman Lidah Mertua
 
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
Teknikbudidayatanamanpadi 140919105622-phpapp02
 
Pasca
PascaPasca
Pasca
 
Jurnal DDPT Lepidoptera
Jurnal DDPT LepidopteraJurnal DDPT Lepidoptera
Jurnal DDPT Lepidoptera
 
Blas padi
Blas padiBlas padi
Blas padi
 
PESTISIDA nabati pada hama gudang
PESTISIDA nabati pada hama gudangPESTISIDA nabati pada hama gudang
PESTISIDA nabati pada hama gudang
 
13 55-1-pb
13 55-1-pb13 55-1-pb
13 55-1-pb
 
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieriaLaporan vegetatif tanaman sansevieria
Laporan vegetatif tanaman sansevieria
 
Makalah ornamental plants
Makalah ornamental plantsMakalah ornamental plants
Makalah ornamental plants
 
Budidaya cacing tanah
Budidaya cacing tanahBudidaya cacing tanah
Budidaya cacing tanah
 
Jurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT HemipteraJurnal DDPT Hemiptera
Jurnal DDPT Hemiptera
 
Rambutan
RambutanRambutan
Rambutan
 
Rambutan
RambutanRambutan
Rambutan
 
Jurnal DDPT Orthoptera
Jurnal DDPT OrthopteraJurnal DDPT Orthoptera
Jurnal DDPT Orthoptera
 
Talas
TalasTalas
Talas
 
Diagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: HamaDiagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: Hama
 

Similar to Tugas metodologi penelitian ((m. mubin, dkk (biologi 2))

Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunanMakalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Bondan the Planter of Palm Oil
 
Ekologi Fauna Tanah.pptx
Ekologi Fauna Tanah.pptxEkologi Fauna Tanah.pptx
Ekologi Fauna Tanah.pptx
IndahRizkaApriliani
 
Hama Penyakit Tanaman Padi
Hama Penyakit Tanaman PadiHama Penyakit Tanaman Padi
Hama Penyakit Tanaman Padi
Supianto Anto
 
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dllHAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
Nodd Nittong
 
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedePENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedediana novitasari
 
patogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagungpatogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagung
Desti Diana Putri
 
Rumpai di Bawah Kelapa Sawit
Rumpai di Bawah Kelapa SawitRumpai di Bawah Kelapa Sawit
Rumpai di Bawah Kelapa Sawit
Norziela Anuar
 
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptxMAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
MaisaYuslena
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
Andrew Hutabarat
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
Andrew Hutabarat
 
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Andrew Hutabarat
 
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.pptPpt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
LiliWardani1
 
nematoda usus
nematoda ususnematoda usus
nematoda usus
cynthia perdana
 
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptxhamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
AriffatchurFauzi3
 
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
sat rahayuwati
 
Pengenalan Cendawan
Pengenalan CendawanPengenalan Cendawan
Pengenalan Cendawan
Rosma Susiwaty Situmeang
 
Ppt loa loa (cacing mata)
Ppt loa loa (cacing mata)Ppt loa loa (cacing mata)
Ppt loa loa (cacing mata)
Rahmad Hidayat
 
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptxLALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
albakiddies
 
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdfKelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
MeisyaBalaba8
 
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptxpengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
haribudiyanto2
 

Similar to Tugas metodologi penelitian ((m. mubin, dkk (biologi 2)) (20)

Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunanMakalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
Makalah_68 praktikum 10 opt tanaman perkebunan
 
Ekologi Fauna Tanah.pptx
Ekologi Fauna Tanah.pptxEkologi Fauna Tanah.pptx
Ekologi Fauna Tanah.pptx
 
Hama Penyakit Tanaman Padi
Hama Penyakit Tanaman PadiHama Penyakit Tanaman Padi
Hama Penyakit Tanaman Padi
 
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dllHAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
HAMA PADA BENIH, klasifikasi, jenis hama, dll
 
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dedePENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN dede
 
patogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagungpatogen pada jamur bulai jagung
patogen pada jamur bulai jagung
 
Rumpai di Bawah Kelapa Sawit
Rumpai di Bawah Kelapa SawitRumpai di Bawah Kelapa Sawit
Rumpai di Bawah Kelapa Sawit
 
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptxMAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
MAISA YUSLENA_PTM 3 kesehatan masyarakat.pptx
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
 
Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1Dele 13.marwoto 1
Dele 13.marwoto 1
 
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
Hama nilam dan strategi pengendaliannya(1)
 
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.pptPpt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
Ppt_Alat_dan_Mesin_Pengendalian_Hama_dan.ppt
 
nematoda usus
nematoda ususnematoda usus
nematoda usus
 
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptxhamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
hamapenyakittanamanpadi-161204123330.pptx
 
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
7 Penyakit Kelapa Sawit Eksotik
 
Pengenalan Cendawan
Pengenalan CendawanPengenalan Cendawan
Pengenalan Cendawan
 
Ppt loa loa (cacing mata)
Ppt loa loa (cacing mata)Ppt loa loa (cacing mata)
Ppt loa loa (cacing mata)
 
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptxLALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYEBAB PENYAKIT.pptx
 
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdfKelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
Kelompok 3_Tugas PPT_PHT A.pdf
 
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptxpengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
pengendalianhamadanpenyakitpadatanamankaret-121102030214-phpapp01.pptx
 

Recently uploaded

Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
margagurifma2023
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
DewiInekePuteri
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
ananda238570
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
junaedikuluri1
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
NirmalaJane
 
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
ahyani72
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
budimoko2
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
AsyeraPerangin1
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
ssuser4dafea
 

Recently uploaded (20)

Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata anginMedia Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
Media Pembelajaran kelas 3 SD Materi konsep 8 arah mata angin
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
 
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
 
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDFJUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
JUKNIS SOSIALIASI PPDB JATENG 2024/2025.PDF
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
 

Tugas metodologi penelitian ((m. mubin, dkk (biologi 2))

  • 1. TUGAS METODOLOGI PENELITIAN BIODIVERSITAS SERANGGA HAMA TANAMAN SAWIT (RAYAP) Oleh Kelompok 1 : 1. Inne Tiara Anggita (12222049) 2. Istiroha (12222052) 3. Karta Dikarya (12222053) 4. Liskawina (12222061) 5. Lola Hardede (12222062) 6. M. Mubin Ardiansyah (12222064) 7. Mega Destriani (12222067) Dosen Pembimbing Drs. Irham Falahudin, M.Si PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG 2015
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 1990, di ketahui adanya tanaman kelapa sawit terserang rayap, rayap ini di kenal dengan nama Captotermes curvignathus. Rayap ini memang banyak di temukan di Indonesia dan merupakan serangga perusak kayu bangunan (Kalshoven, 1981). Serangan rayap ini terjadi karena pembukaan areal dengan sistem bakar ringan (light burning), yang meninggalkan banyak kayu yang tidak habis terbakar (Prawirosoekarto, 1991). Sisa pembakaran dan tunggul kayu tersebut merupakan bahan pakan dan sarang yang cocok untuk rayap. Berbagai upaya oleh pihak perkebunan telah di lakukan untuk mengendalikan rayap seperti cara kimiawi dan mekanis. Aplikasi insektisida dengan penyemprotan dan fumigasi ke dalam sarang sudah sejak lama dikenal untuk mengendalikan rayap tanah. Kedua teknik ini merupakan cara termudah dan efektif untuk mengendalikan rayap yang bersarang di dalam tanah. Berbeda dengan rayap yang menyerang tanaman dan bersarang di dalamnya, maka teknik penggunaan insektisida perlu pertimbangan khusus. Pengendalian dengan cara mekanis, seperti merusak dan menggali timbunan sarang dan mengambil ratu dari sarang merupakan salah satu upaya yang baik, namun sulit di lakukan karena untuk menemukan ratu Captotermes curvignathus dalam tanaman kelapa sawit atau tunggul kayu merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Rayap dari jenis Coptotermes curvignathus merupakan masalah hama yang serius terutama pada perkebunan kelapa sawit di tanah gambut. Pengolahan lahan sebelum penanaman yang tidak sempurna dan kandungan bahan organik yang tersedia cukup banyak akan menyebabkan rayap berkembang secara cepat. Pada tanaman muda, rayap akan mulai menyerang mulai dari pangkal pelepah dan naik sampai daun tombak. Serangan rayap dapat terdeteksi dengan adanya alur-alur tanah berwarna hitam basah pada bagian pangkal pelepah sampai daun tombak. Apabila alu-alur itu dirusak makan akan dijumpai rayap yang masih aktif. Selanjutnya rayap akan menyerang jaringan tanaman yang masih muda yaitu bagian pangkal daun tombak, akibatnya daun muda akan mati. Serangan rayap pada jaringan
  • 3. muda dapat menyebabkan infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri sehingga titik tumbuh busuk dan mati.
  • 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan dari bulan Nopember 1998 Pebruari 1999. Penelitian menggunak an Rancangan Acak Lengkap Faktorial (4x4) dengan 5 ulangan. Faktor yang diteliti adalah jumlah nematode muda fase infektif atau disebut juga dengan dauer yang terdiri atas 1) faktor pertama adalah jumlah dauer S. carpocapsae : N0 = pembanding, N1= > 100 - < 150, N2 = >151 – < 200, N3 = > 201 - < 250, dan N4 = > 251 - < 300; 2) faktor kedua adalah kepadatan rayap : R1 = 20, R2 = 40, R3 = 60, dan R4 = 80 ekor yang terdiri dari kasta prajurit dan pekerja dengan perbandingan yang sama. Nematoda S. carpocapsae ini pada awalnya diperoleh dari Research Center of Antibes, National Institute of Agronomic Research, France (INRA) dan diperbanyak di laboratorium Hama Fakultas Pertanian USU dengan menggunakan ulat Thirataba rufivena. Bahan yang digunakan adalah nematoda S. carpocapsae, rayap C.curvignathus yang terdiri dari kasta pekerja dan prajurit, ulat Thirataba rufivena (ulat buah sawit), aquadest, dan kain kassa. Alat yang digunakan adalah petridish ukuran diameter 9 cm dengan tinggi 1,5 cm, hand counter, pipet, kotak plastik ukuran 15 cm x 10 cm x 8 cm. Nematoda diperbanyak terlebih dahulu dengan menggunakan ulat bambu T. rufivena. Ulat ini mudah diperoleh dan banyak diperjualbelikan di pasar sebagai pakan burung. Ulat diletakkan sebanyak 3–5 ekor ke dalam petridish kemudian ditetesi 1 ml cairan yang berisi nematoda muda fase infektif, dibiarkan 10 sampai 20 menit. Petridish tersebut ditutup dengan penutup petridish yang telah dilapisi dengan kertas filter yang dibasahi dengan aquadest untuk menjaga kestabilan kelembaban dalam petridish tersebut. Petridish ini ditempatkan pada tempat penyimpanan selama 2–3 hari. Ulat-ulat tersebut diletakkan di atas tutup botol plastik yang telah dialasi dengan kain kassa yang diletakkan dalam petridish tempat biakan nematoda. Ujung kain kassa tersebut menyentuh permukaan air aquadest yang terdapat dalam petridish. S. carpocapsae fase 3 akan keluar dari host nya untuk mencari host yang baru, sedangkan fase sebelumnya berada di dalam tubuh host yang lama. Untuk mendorong agar nematoda lebih cepat keluar dari hostnya, maka ditambahkan air aquadest sehingga air dalam petridish benar-benar menyentuh
  • 5. ujung kain kassa. Cara ini digunakan untuk memudahkan nematoda keluar dari ulat dan masuk ke dalam air. Massa dauer dalam air diambil dengan pipet dengan menghitung jumlah nematoda yang diinginkan sesuai dengan perlakuan. Rayap diambil dari pertanaman kelapa sawit Kebun Manduamas, Tapanuli Tengah. Untuk infestasi nematoda digunakan toples ukuran diameter 15 cm, tinggi 20 cm yang telah dilapisi dengan kertas filter. Kertas filter ini terlebih dahulu dibasahi dengan aquadest sampai lembab. Ke dalam toples ini dimasukkan nematoda muda fase infektif sesuai dengan perlakuan. Setelah 10 menit kemudian, dimasukkan pula rayap sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan. Pengamatan mortalitas dilakukan setelah 1, 2, 3, 4 hari setelah infestasi (HSI) sesuai dengan metode Hatsukade (1994). Mortalitas dihitung dengan menggunakan rumus Mortalitas = (jumlah rayap sesuai dengan perlakuan – jumlah rayap yang masih hidup) x 100%. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%. 2.2 Potensi Kerusakan Serangan rayap pada kelapa sawit dapat terjadi sejak penanaman sampai umur 11 tahun dengan tingkat serangan dapat mencapai 5% atau 7-8 pohon/Ha. Serangan yang tidak dilakukan pengendalian secara dini dapat menyebabkan kematian kelapa sawit. Tanaman muda pada umumnya lebih peka dari pada tanaman tua. Selain dapat menyebabkan kematian pohon, serangan yang tidak dikendalikan dapat menyebar ke pohon-pohon disekelilingnya. 2.3 Habitat Pada umumnya rayap hidup di hutan terutama di daerah rendahan dan daerah yang mempunyai curah hujan dengan distribusi merata. Sarang-sarang dapat dijumpai pada kayu-kayu mati yang berada diatas atau dibawah permukaan tanah. Sarang-sarang rayap tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain hingga mencapai panjang 90 m pada kedalaman 30-60 cm dibawah tanah.
  • 6. Rayap merupakan serangga sosial dan dalam kelompoknya dibagi kedalam 3 kasta yaitu : a. Pekerja : Berwarna putih kekuningan dengan ukuran panjang 5 mm b. Prajurit : Berukuran lebih besar yaitu panjang 6-8 mm dan mempunyai mandibula yang kuat. Apabila menggigit akan mengeluarkan cairan putih dari bagian kepala. c. Ratu : Panjang dapat mencapai 50 mm. Ratu mempunyai tugas utama untuk reproduksi anggota koloni. Rayap dapat menyebar dengan perantaraan laron dan terutama terjadi pada awal musim penghujan, laron tersebut akan berpasangan dan akan membentuk koloni baru ditempat lain. 2.4 Identifikasi Pengumpulan sampel rayap dilakukan dengan teknik pengambilan secara langsung rayap yang ditemukan dari masing-masing sarang besar, sedang dan kecil sebanyak 25 ekor pada kasta prajurit mayor dan prajurit minor, kemudian dilakukan pengukuran morfologi terhadap rayap menurut Tho (1992) meliputi panjang mandibel, panjang kepala, lebar kepala, jumlah antena. Rayap dan jenis Coptotermes curvignathus sangat mudah dibedakan dengan rayap dari jenis lainnya. Pada tanah gambut ataupun mineral banyak dijumpai berbagai jenis rayap yang berasosiasi dengan kelapa sawit tetapi tidak menyebabkan kerusakan atau kematian, sehingga tidak perlu pengendalian. Untuk membedakan rayap C. curvignathus dengan jenis lainnya serta gejala serangannya disajikan pada tabel berikut : Kriteria C. curvignathus Rayap Jenis Lain 1. Status Hama Merusak jaringan hidup dan menyebabkankematian kelapa sawit. Tidak berbahaya, hanya merusak melapukkan jaringan yang sudah mati.
  • 7. 2. Morfologi Rayap 3. Habitat 4. Pengendalian Pekerja: berwarna kekuningan panjang 5 mm. Prajurit: ukuran 68 mm dengan mandibula yang kuat dan akan mengeluarkan cairan warna putih dari bagian kepala saat menggigit. Hidup dengan membuat alur- alur dari tanah pada pangkal pelepah sampai daun tombak, alur-alur ini terlihat basah apabila rayap masih aktif. Harus dikendalikan apabila pohon terserang jenis rayap ini. Pekerja : ukuran lebih kecil dan berwarna coklat kekuningan Prajurit : ukuran kurang dari 6 mm dan tidak mengeluarkan cairan putih saat menggigit. Membuat satu jalur atau lebih dan jalur tersebut terdiri dari bahan-bahan organik yang sudah lapuk. Alur-alur tersebut hanya terdapat pada pangkal pelepah yang sudah tua dan tidak sampai ke daun tombak. Walaupun rayap masih aktif, alur-alur tersebut tetap kering. Tidak perlu dikendalikan pohon yang terdapat gejala serangan seperti point 3.
  • 8. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa S.carpocapsae memiliki efektifitas cukup baik untuk mengendalikan rayap. Umumnya nematoda termasuk S. carpocapsae banyak ditemukan di dalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematoda dengan jumlah terkecil meni- mbulkan mortalitas 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80%. Seda- ngkan percobaan tanpa perlakuan tidak ditemukan adaMortalitas rayap (%) Jumlah dauer S. carpocapsae 2 HSI 4 HSI 6 HSI NO = 0 0,00 c 0,00 d 0,00 c N1= >100 - < 150 38,16 b 71,00 c 93,84 b N2 = > 150 - < 200 43,50 b 82,66 b 98,00 a N3 = > 200 - < 250 52,66 a 91,16 a 99,34 a N4 = > 250 - < 300 60,80 a 92,50 a 99,66 a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidakberbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Tabel 1. Pengaruh jumlah dauer S. carpocapsae terhadap mortalitas C. curvignathus. Pengendalian rayap dengan Steinernema carpocapsae Weiser 83 rayap yang mati. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa peningkatan tingkat mortalitas dari 2 sampai 4 HIS ternyata cukup tinggi, tetapi setelah 6 HSI peningkatan semakin kecil dan menurun dari sebelumnya. Mortalitas yang terjadi hampir mencapai 100% setelah 6 HSI. Kepadatan populasi rayap pada awalnya berpengaruh terhadap jumlah rayap yang terinfeksi nematoda. Namun, kecenderungan itu berubah setelah 4 dan 6 HSI (Tabel 2). Hal ini disebabkan S. carpocapsae lebih banyak menunggu dan hanya sedikit bergerak sehingga mobilitas rayap sangat menentukan terparasitnya rayap. Jumlah rayap yang memungkinkan bagi individu yang terinfeksi nematoda dapat tertular pada individu yang sehat sehingga kepadatan populasi rayap tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah nematoda S. carpocapsae yang diinfestasikan. Penggunaan S. carpocapsae sebagai agen hayati rayap memiliki prospek yang cerah di masa depan, karena nematoda ini juga banyak terdapat di daerah tropik dan juga dapat hidup di dalam tanah (Poinar & Thomas 1982).
  • 9. Bila keadaan lingkungan cukup baik, terutama bila suhu tidak terlalu panas dan didukung pula oleh sifat fisik tanah yang sesuai, maka S. carpocapsae dapat hidup dan berkembang dengan baik dan bisa diandalkan sebagai agen pengendali hayati rayap. Mortalitas Rayap (%) Kepadatan Rayap 2 HSI 4 HSI 6 HSI R 1 = 20 ekor 13,75 d 95,83 d 100,00 a R 2 = 40 ekor 21,08 c 36,50 c 100,00 a R 3 = 60 ekor 27,33 b 49,25 b 95,56 b R 4 = 80 ekor 35,42 a 63,00 a 97,60 ab Tabel 2. Pengaruh kepadatan rayap terhadap serangan nematoda S. carpocapsae. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%.tinggi menyebabkan habitatnya semakin padatsehingga nematoda mudah mendapatkan inangnya. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa semakin lama waktu infestasi nematoda, maka akan semakin banyak rayap yang mati. Kepadatan populasi rayap 20 dan 40 ekor menghasilkan mortalitas hampir mencapai 100%, sedangkan kepadatan yang lebih tinggi masing-masing 60 dan 80 ekor mencapai mortalitas masing–masing 95,56% dan 97,60%. Penyebab kematian rayap bukan saja disebabkan sifat nematoda yang patogenik tetapi juga karena sifat parasitik. Dalam tubuh nematoda terdapat bakteri yang hidup bersimbiosis dengan S. carpocapsae (Kaya 1996). Di samping sifat parasitic S. carpocapsae dengan menumpangkan hidupnya dan mengambil makanan dari tubuh rayap juga sifat patogenik dari bakteri Xenorhabdus nematophilus yang hidup bersimbiosis dan berada di dalam usus nematoda. Bakteri ini melepaskan toksin yang sangat beracun. Bila toksin ini dilepas ke dalam tubuh rayap, maka terjadil kematian pada rayap tersebut. Hidup rayap yang berkelompok dan membentuk koloni
  • 10. BAB V KESIMPULAN Jumlah dauer S. carpocapsae selama 2 HIS menimbulkan pengaruh nyata terhadap mortalitas rayap di laboratorium, sedangkan setelah 6 HSI tidak berbeda nyata secara statistik pada tingkat kepercayaan 95%. Kepadatan invidivu rayap tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap akibat serangan S. carpocapsae dalam ruang terbatas dilaboratorium.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman. Epsky, N.D. & Capinera, J.L. 1988. Efficacy of the nematode steinernema feltiae against a subterranean termites, Reticulitermes tibialis (Isoptera: Rhinotermtidae). J. Economic Entomology. Hatsukade, M. 1994. Control of insect pests with entomophatogenic nematodes. FFTC. Technical Bulletin 139. Kaya, H.K. 1996. Contempory issues in biological control with entomophatogenic nematodes. Di dalam Biological Pest Control in Systems of Integrated Pests Management. FTC Book Series No 47. Kondo, E. 1996. Infection mechanism and growth regulation inentomopathogenic nematodes. Di dalam Biological Pest Control in Systems of Integrated Pest Management. FFTC Book Series No 47: 28-39. Mauldin, J.K. & Beal, J.H. 1989. Entomogenous nematodes for control of suterranean termites, Reticulitermes spp. (Isoptera: Rhinotermitidae). J. Economic Entomology 82: 1638- 1642. Mariau, D., Renoux, J. & Desmier de chenon, R. 1992. Coptotermes curvignathus olmgren, Rhinotermitidae, mainpest of coconut planted on peat in Sumatera. Oleagineux 47: 562- 568. Nandika, D.1992. Rayap di Jakarta, Bandung, dan Batam. Pest control. Bulletin IPPHAMMI: 675-676. Poinar, G.O. & Thomas, G,M. 1982. Diagnostic Manual for the Identification of Insect Pathogens. University of California at Berkeley: Plenum Press. Prawirosoekarto, S., Sipayung, A. & Desmier de Chenon, R. 1991. Serangga Rayap pada Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.