Sekitar Rp 1.387 triliun uang beredar di sektor minyak bumi dan gas (migas) dan mineral dan batubara (minerba), ribuan pengusaha menikmati penghasilan dari mengeruk kekayaan di sektor pertambangan (BPS, 2014 & BI, 2014). Namun, hanya sekitar Rp 96,9 triliun yang dapat ditarik pajaknya (DJP, 2014). Ini terjadi karena pemerintah tak memiliki informasi yang akurat tentang beneficial ownership di sektor pertambangan.
Banyak perusahaan ekstraktif (migas dan minerba) yang beroperasi di Indonesia. Namun, publik tidak pernah tahu siapa orang di balik kendali perusahaan dan penerima manfaat utama dari operasi perusahaan tersebut (beneficial ownership). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI), sepanjang tahun 2014, Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertambangan baik di sektor hulu maupun di sektor hilir mencapai Rp 1.387 triliun (BPS, 2014 & BI, 2014). Banyak perusahaan dan individu yang berinvestasi di sektor ini karena nilai ekonominya sangat fantastis.
Kendati demikian, keuntungan yang didapat oleh perusahaan dan pengusaha tersebut belum seimbang dengan pajak yang dibayarkan ke negara. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukan total penerimaan pajak di sektor pertambangan hanya sebesar Rp. 96,9 triliun. Artinya, nisbah bagi hasil antara penerimaan pajak dengan PDB sektor pertambangan hanya sebesar 9,4%.
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...stephaniejessey
Merupakan Tugas Akhir ( UAS ) Pengantar Aplikasi Komputer
Dosen: Suparno, S.Pd.,M.Pd
03/11/2016
Disusun oleh: Stephanie
Prodi: S1 Akuntansi
Kelas: A
Universitas Negeri Jakarta 2016
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...enggar fajri hasti
Perpajakan Indonesia, Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan unadang-undang ,sehingga dapat dipaksaka ,dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...stephaniejessey
Merupakan Tugas Akhir ( UAS ) Pengantar Aplikasi Komputer
Dosen: Suparno, S.Pd.,M.Pd
03/11/2016
Disusun oleh: Stephanie
Prodi: S1 Akuntansi
Kelas: A
Universitas Negeri Jakarta 2016
Tugas ekonomi,Enggar fajri hasti,Ranti,Perpajakan Indonesia,SMA 12 Tanggerang...enggar fajri hasti
Perpajakan Indonesia, Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan unadang-undang ,sehingga dapat dipaksaka ,dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Edisi kali ini masih mengulas soal Tax Amnesty serta upaya global dalam mengatasi permasalahan Base Erotion and Profit Shifting (BEPS) —terutama menyangkut rekomendasi OECD dalam BEPS Action 12 mengenai Mandatory Disclosure Rule (MDR)
Tax Guide edisi kali ini diisi berbagai topik dan tulisan, yang meliputi urgensi penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) pada tahun 2018; serba-serbi divestasi dalam ranah bisnis dan kebijakan; serta analisis rencana pemerintah mengenakan pajak progresif atas lahan idle.
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesiabennyagussetiono
Melalui kebijakan tax amnesty diharapkan dana-dana tersebut dapat kembali ke tanah air (dana repatriasi). Jika dana ini bisa masuk ke Indonesia, dana tersebut dapat ditanamkan pada instrumen-instrumen seperti saham, obligasi, dan derivatif.
Public Finance in Theory and Practice - Richard Musgrave and Peggy Musgrave
The Challenge of Urban Government (Policies and Practices) - Mila Freire and Richard Stren 2001
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNLailyAnandaPG
Pajak adalah sarana bagi pemerintah untuk memenuhi penerimaan pendapatan kas negara karena pajak merupakan sumber penerimaaan negara. Salah satu usaha untuk mengembangkan APBN adalah pemerintah akan meningkatkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan itu rakyat kecil tidak terbebani. Dengan demikian pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak didalam Daerah Pabean, Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Jenis barang yang dikenakan atas barang mewah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2003 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah No. 145 Tahun 2000 Tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Kata kunci : APBN, PPnBM
Approximately IDR 1,387 trillion (at least $100 billion) financial benefit flew from oil, gas, mineral and coal sector that were enjoyed by thousand of corporates (Badan Pusat Statistik, 2014 & Bank Indonesia, 2014). However, only IDR 96.9 trillion (at least $7 billion) that are taxable (Direktorat Jenderal Pajak, 2014) due to absence of accurate information on beneficial ownership in the mining sector.
Although, there are hundreds of extractive companies operate in Indonesia, public never really know who controls and receive main benefit these companies(or called a beneficial ownership). According to Indonesian Bureau of Statistic (BPS) and Bank of Indonesia (BI), in 2014, Gross Domestic Product (GDP) in mining sector, both downstream and upstream, reached $100 billion (BPS, 2014 & BI, 2014). Undeniably, with such economic values, mining sector attracts lots of companies and business to invest in Indonesia.
Despite creating gigantic financial value for companies, total tax that is paid to state account is still very small. Directorate General of Tax (DJP) reported that mining sector only contribute about $7 billion of tax revenue resulted in 9.4% ratio of tax revenue and GDP of mining sector.
Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) atas dukungan Ford Foundation menginisiasi program Reversing the Resource Curse (Melawan Kutukan Sumberdaya Alam). Program ini berfokus pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif dan pengelolaan penerimaan yang diperoleh dari sumberdaya ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan melalui proses perencanaan dan penganggaran, perbaikan kebijakan publik dan penguatan kelembagaan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, serta pengembangan resources center untuk mendukung program penanggulangan kemiskinan. Di sisi demand, program ini melakukan penguatan kesadaran hak-hak komunitas di desa-desa sekitar tambang melalui pembentukan community center, uji akses informasi oleh komunitas, audit sosial industri ekstraktif serta monitoring
program penanggulangan kemiskinan dan penggunaan dana desa bagi masyarakat.
Program ini dilakukan di empat daerah piloting, yakni kabupaten kaya sumber daya alam, penghasil migas dan pertambangan. Bekerja sama dengan anggota koalisi PWYP sebagai mitra program, yaitu: MATA di Kabupaten Aceh Utara, Nangroe Aceh Darusalam; FITRA Riau di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau; Bojonegoro Institute di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; dan SOMASI di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Industri ekstraktif telah memainkan peran yang lebih aktif di negara-negara Asia Tenggara. Dalam hal tersebut, terdapat hak-hak masyarakat yang harus dihormati. Salah satu pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan berbasis hak asasi manusia, atau disingkat advokasi berbasis hak,. Dalam advokasi berbasis hak, persoalan ekonomi, sosial dan politik yang dihadapi sebuah komunitas dilihat dari hak yang tidak dapat dicabut (inalienable rights) dilindungi dan dihormati dan menganggap hak
asasi manusia tak terlindungi, tak terpenuhi dan tak terduga dan dengan mengakses hak-haknya, komunitas tersebut bisa secara bertanggung jawab menggunakannya untuk menciptakan kehidupan komunitas yang konstruktif.
Siaran Pers PWYP Indonesia bersama dengan LePMIL Kendari pada tanggal 23 Juni 2013 tentang "Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transparan dan Dapat Diakses Oleh Masyarakat..!"
Edisi kali ini masih mengulas soal Tax Amnesty serta upaya global dalam mengatasi permasalahan Base Erotion and Profit Shifting (BEPS) —terutama menyangkut rekomendasi OECD dalam BEPS Action 12 mengenai Mandatory Disclosure Rule (MDR)
Tax Guide edisi kali ini diisi berbagai topik dan tulisan, yang meliputi urgensi penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) pada tahun 2018; serba-serbi divestasi dalam ranah bisnis dan kebijakan; serta analisis rencana pemerintah mengenakan pajak progresif atas lahan idle.
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesiabennyagussetiono
Melalui kebijakan tax amnesty diharapkan dana-dana tersebut dapat kembali ke tanah air (dana repatriasi). Jika dana ini bisa masuk ke Indonesia, dana tersebut dapat ditanamkan pada instrumen-instrumen seperti saham, obligasi, dan derivatif.
Public Finance in Theory and Practice - Richard Musgrave and Peggy Musgrave
The Challenge of Urban Government (Policies and Practices) - Mila Freire and Richard Stren 2001
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNLailyAnandaPG
Pajak adalah sarana bagi pemerintah untuk memenuhi penerimaan pendapatan kas negara karena pajak merupakan sumber penerimaaan negara. Salah satu usaha untuk mengembangkan APBN adalah pemerintah akan meningkatkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan itu rakyat kecil tidak terbebani. Dengan demikian pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak didalam Daerah Pabean, Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Jenis barang yang dikenakan atas barang mewah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2003 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah No. 145 Tahun 2000 Tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Kata kunci : APBN, PPnBM
Approximately IDR 1,387 trillion (at least $100 billion) financial benefit flew from oil, gas, mineral and coal sector that were enjoyed by thousand of corporates (Badan Pusat Statistik, 2014 & Bank Indonesia, 2014). However, only IDR 96.9 trillion (at least $7 billion) that are taxable (Direktorat Jenderal Pajak, 2014) due to absence of accurate information on beneficial ownership in the mining sector.
Although, there are hundreds of extractive companies operate in Indonesia, public never really know who controls and receive main benefit these companies(or called a beneficial ownership). According to Indonesian Bureau of Statistic (BPS) and Bank of Indonesia (BI), in 2014, Gross Domestic Product (GDP) in mining sector, both downstream and upstream, reached $100 billion (BPS, 2014 & BI, 2014). Undeniably, with such economic values, mining sector attracts lots of companies and business to invest in Indonesia.
Despite creating gigantic financial value for companies, total tax that is paid to state account is still very small. Directorate General of Tax (DJP) reported that mining sector only contribute about $7 billion of tax revenue resulted in 9.4% ratio of tax revenue and GDP of mining sector.
Publish What You Pay Indonesia (PWYP Indonesia) atas dukungan Ford Foundation menginisiasi program Reversing the Resource Curse (Melawan Kutukan Sumberdaya Alam). Program ini berfokus pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas industri ekstraktif dan pengelolaan penerimaan yang diperoleh dari sumberdaya ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan melalui proses perencanaan dan penganggaran, perbaikan kebijakan publik dan penguatan kelembagaan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas pemangku kepentingan, serta pengembangan resources center untuk mendukung program penanggulangan kemiskinan. Di sisi demand, program ini melakukan penguatan kesadaran hak-hak komunitas di desa-desa sekitar tambang melalui pembentukan community center, uji akses informasi oleh komunitas, audit sosial industri ekstraktif serta monitoring
program penanggulangan kemiskinan dan penggunaan dana desa bagi masyarakat.
Program ini dilakukan di empat daerah piloting, yakni kabupaten kaya sumber daya alam, penghasil migas dan pertambangan. Bekerja sama dengan anggota koalisi PWYP sebagai mitra program, yaitu: MATA di Kabupaten Aceh Utara, Nangroe Aceh Darusalam; FITRA Riau di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau; Bojonegoro Institute di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; dan SOMASI di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Industri ekstraktif telah memainkan peran yang lebih aktif di negara-negara Asia Tenggara. Dalam hal tersebut, terdapat hak-hak masyarakat yang harus dihormati. Salah satu pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan berbasis hak asasi manusia, atau disingkat advokasi berbasis hak,. Dalam advokasi berbasis hak, persoalan ekonomi, sosial dan politik yang dihadapi sebuah komunitas dilihat dari hak yang tidak dapat dicabut (inalienable rights) dilindungi dan dihormati dan menganggap hak
asasi manusia tak terlindungi, tak terpenuhi dan tak terduga dan dengan mengakses hak-haknya, komunitas tersebut bisa secara bertanggung jawab menggunakannya untuk menciptakan kehidupan komunitas yang konstruktif.
Siaran Pers PWYP Indonesia bersama dengan LePMIL Kendari pada tanggal 23 Juni 2013 tentang "Penerimaan Sektor Pertambangan Sulawesi Tenggara Harus Transparan dan Dapat Diakses Oleh Masyarakat..!"
Koalisi Anti Mafia Tambang mengapresiasi inisiatif yang dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi di sektor Minerba melalui skema kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di bidang Mineral dan Batubara (Minerba). Koalisi Anti Mafia Tambang merasa penting untuk berpartisipasi dalam implementasi korsup Minerba ini melalui kegiatan pengawasan dan pengumpulan data-data di lapangan untuk disampaikan kepada KPK. Dukungan masyarakat sipil ini bertujuan untuk memperkuat kerja pengawasan dan penegakan hukum yang masih lemah di internal pemerintah daerah dan pusat. Korsup KPK Tahap-1 di 12 provinsi telah dimulai sejak awal tahun 2014, sedangkan Korsup KPK Tahap-2 untuk 19 Provinsi telah dimulai sejak Desember 2014 termasuk melalui koordinasi dan pemantauan bersama kepala-kepala daerah di 3 (tiga) provinsi yakni Provinsi Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulawesi Utara pada 8 Juni 2015. Kertas posisi ini disusun sebagai hasil pengawasan koalisi masyarakat sipil di 3 (tiga) provinsi, terutama yang menyangkut aspek ketaatan ijin, penerimaan negara, serta aspek sosial dan lingkungan.
Sebuah evaluasi terhadap kinerja Jokowi-JK di bidang energi dan sumber daya mineral. Disampaikan oleh Maryati Abdullah, menjelang pergantian tahun 2015 ke 2016.
Dalam rangka menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan, Paris Agreement, dan penyelamatan lingkungan hidup, PWYP Indonesia mempresentasikan "Tata Kelola Energi dan Penyelamatan Lingkungan Hidup." Presentasi ini disampaikan oleh Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia dalam PNLH XI WALHI di Palembang, 24 April 2016.
Panama Papers yang mengungkap kekayaan tersembunyi pemimpin dan politisi dunia, termasuk 1.038 wajib pajak Indonesia, menunjukkan bahwa korporasi rentan digunakan untuk praktik pencucian uang. Sebagaimana pemahaman global, pelaku kejahatan menyalahgunakan korporasi untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal aser dan kebanyakan dari pelaku kejahatan tersebut disebut sebagai beneficial owner. Karenanya, pengungkapan beneficial ownership urgen untuk diterapkan di Indonesia, khususnya untuk mengungkap dan mengatasi kejahatan finansial, seperti pencucian uang dan penggelapan pajak, meningkatkan penerimaan pajak, serta mendukung iklim investasi. Indonesia telah mengumumkan sejumlah komitmen global terkait pengungkapan beneficial ownership dan advokasi bersama antara pemerintah dan organisasi non-pemerintah, termasuk masyarakat sipil, telah dilakukan untuk menjalankan komitmen tersebut.
Benny Agus Setiono Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesiabennyagussetiono
Untuk mendorong para pemilik dana tersebut mau memulangkan dananya ke Indonesia, selain kebijakan tax amnesty juga perlu didukung oleh perekonomian nasional yang kondusif seperti faktor kemudahan bisnis, kepastian hukum, stabilitas politik, produktivitas tenaga kerja, dan kesiapan infrastruktur.
Catatan Akhir Tahun 2013 Terkait Tata Kelola Migas dan Tambang di Indonesia. Meliputi aspek transparansi penerimaan sektor ekstraktif (EITI), agenda revisi UU Migas, Pemberantasan Korupsi sektor ekstraktif, Kebijakan Hilirisasi Sektor Mineral dan Batubara, serta Renegosiasi Kontrak (KK dan PKP2B) Mineral dan Batubara.
Topik utama kali ini mengenai terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Pemeriksaan Pajak. Terkait hal itu, Tax Guide menghadirkan penjelasan lengkap dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
2. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
3. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
Rekomendasi
• Pemerintah harus membentuk satuan kerja untuk mendorong penerapan Single Identity Number
(SIN).
• Membuat kerangka regulasi melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Keterbukaan Informasi
dan Basis Data Terpadu terkait beneficial ownership di Sektor Pertambangan.
• Memperkuat standar laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) terkait keterbu-
kaan informasi mengenai beneficial ownership.
• Memasukan kerangka beneficial ownership dan aturan penghindaran pajak dalam Revisi Undang –
Undang (RUU) Pajak Penghasilan.
Ringkasan
Sekitar Rp 1.387 triliun uang beredar di sektor minyak bumi dan gas (migas) dan mineral dan batubara (minerba),
ribuan pengusaha menikmati penghasilan dari mengeruk kekayaan di sektor pertambangan (BPS, 2014 & BI, 2014).
Namun, hanya sekitar Rp 96,9 triliun yang dapat ditarik pajaknya (DJP, 2014). Ini terjadi karena pemerintah tak
memiliki informasi yang akurat tentang beneficial ownership di sektor pertambangan.
Banyak perusahaan ekstraktif (migas dan minerba) yang beroperasi di Indonesia. Namun, publik tidak pernah tahu
siapa orang di balik kendali perusahaan dan penerima manfaat utama dari operasi perusahaan tersebut (beneficial
ownership). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI), sepanjang tahun 2014, Produk
Domestik Bruto (PDB) di sektor pertambangan baik di sektor hulu maupun di sektor hilir mencapai Rp 1.387 triliun
(BPS, 2014 & BI, 2014). Banyak perusahaan dan individu yang berinvestasi di sektor ini karena nilai ekonominya san-
gat fantastis.
Kendati demikian, keuntungan yang didapat oleh perusahaan dan pengusaha tersebut belum seimbang dengan pa-
jak yang dibayarkan ke negara. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukan total penerimaan pajak di sektor
pertambangan hanya sebesar Rp. 96,9 triliun. Artinya, nisbah bagi hasil antara penerimaan pajak dengan PDB sektor
pertambangan hanya sebesar 9,4%.
Latar Belakang
Memasuki tahun fiskal 2016, Indonesia menghadapi persoalan keseimbangan fiskal. Satu sisi, pemerintah ingin
agresif dalam belanja terutama untuk infrastruktur dan pelayanan publik. Disisi lain, pemerintah terkendala dalam
optimalisasi penerimaan, karena penerimaan pajak tidak sesuai dengan harapan. Target penerimaan pajak sebesar
Rp. 1.368 triliun dalam APBN 2016 sangat sulit untuk dicapai (Kementerian Keuangan, 2015).
Kondisi perlambatan ekonomi, juga berdampak terhadap kinerja sektor pertambangan. Sektor pertambangan dan
penggalian yang semula tumbuh sekitar 3%–4% pertahun, kini mengalami penurunan dan di kuartal III/2015 per-
tumbuhan sektor pertambangan dan pengalian justru minus 4,48% (BPS, 2015). Sedangkan penerimaan pajak dari
sektor ini juga mengalami penurunan yang signifikan mencapai 35% di tahun 2015 ini (DJP, 2015).
Banyak masalah yang perlu diselesaikan untuk mendorong optimalisasi penerimaan pajak, terutama di sektor pert-
ambangan. Salah satunya adalah, persoalan transparansi data beneficial ownership di sektor pertambangan.
Beneficial ownership atau penerima manfaat langsung dari aktivitas bisnis merupakan instrumen untuk mendorong
kebijakan transparansi tata kelola perusahaan pertambangan di Indonesia. Beneficial ownership, selain menjadi
kerangka kebijakan perpajakan untuk mengatasi permasalahan penghindaran pajak (tax avoidance), juga bisa digu-
nakan lebih luas untuk mendorong perbaikan tata kelola pertambangan.
4. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
Indonesia butuh terobosan kebijakan dalam integrasi data terkait beneficial ownership. Informasi beneficial owner-
ship yang dikompilasikan dengan data–data pendukung, seperti data pajak, data perbankan, data transaksi keuan-
gan, data kependudukan dan data legal kepemilikan identitas bisnis akan sangat membantu pembuatan kebijakan
dan pengawasan dalam penerimaan negara.
PWYP Indonesia mencoba menganalisis persoalan tersebut, mengidentifikasi prasyarat dan kebijakan yang diper-
lukan dalam mendorong penerapan beneficial ownership di sektor pertambangan di Indonesia. Dan mendorong
penerapan beneficial ownership untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Box 1. Definisi Beneficial Ownership
Beneficial ownership pertama kali muncul dalam kontruksi hukum di Inggris. Secara global, beneficial ownership
pertama kali direkonstruksi oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam
OECD Model Tax Convention yang dipublikasi tahun 1977. OECD beberapa kali memperbaiki kerangka framework
terkait beneficial ownership. Dan terakhir OECD menjelaskannya dalam OECD Working Party di tahun 2011. OECD
mendefinisikan sebagai pihak (individu) penerima manfaat yang sebenarnya. Terkait penerima manfaat sebena-
rnya, OECD membagi menjadi tiga yaitu dalam hal perusahaan pemilik adalah pemegang saham (shareholders)
atau anggota, dalam sebuah kerjasama (partnership) pemilik adalah pihak partner baik terbatas maupun umum
dan dalam sebuah trust atau foundation pemilik adalah pendiri (OECD Tax Convention, 1997, 2002, 2010 & 2012).
Di Indonesia dalam konteks pajak, beneficial ownership ini diadopsi oleh Indonesia dalam Undang – undang (UU)
Pajak Penghasilan (PPh) yang terakhir adalah UU No. 38 Tahun 2008 tentang PPh. Secara teknis pelaksanaan,
pemerintah melalui DJP mengeluarkan Surat Edaran DJP No. SE – 04/PJ.34/2005 tentang Petunjuk Penerapan
Beneficial Ownership sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Bergada (P3B) antara In-
donesia dengan Negara Lain. Dan ini sudah tiga kali di revisi dan terakhir di revisi melalui Peraturan DJP No. PER
– 25/PJ/2010. Dalam beleid tersebut beneficial ownership merupakan pemilik yang sebenarnya dari penghasilan
berupa Dividen, Bunga dan atau Royalti baik Wajib Pajak Perorangan maupun Wajib Pajak Badan, yang berhak
sepenuhnya untuk menikmati secara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut.
Global Framework
Indonesia Framework
1. Ultimate owner – penerima manfaat langsung dari perusahaan tidak sekedar individu yang terdaftar di dalam
legalitas perusahaan karena selama ini belum tentu nama yang tercantum di dalam legalitas perusahaan
merupakan pemilik atau penerima manfaat langsung .
2. Economic benefit – penerima manfaat langsung dari perusahaan tidak sekedar pemegang saham di perusa-
haan tapi juga yang mempunyai akses terhadap cashflow keuangan perusahaan.
3. Control – penerimaa manfaat langsung dari perusahaan tidak sekedar pemegang saham di perusahaan tapi
juga mempunyai kekuatan melakukan control pengendalian terhadap perusahaan.
Ekspansi norma pajak di dalam beneficial ownership terutama pada masing – masing kelompok aktor diatas, ber-
potensi meningkatkan penerimaan Negara. Untuk itu, mengembangkan kebijakan perpajakan berbasis beneficial
ownership perlu dilakukan oleh pemerintah.
Temuan Studi
Studi yang dilakukan oleh PWYP Indonesia mengidentifikasi faktor potensial penyebab kerugian negara (revenue
loss) akibat terbukanya peluang penghindaran pajak (tax avoidence) oleh wajib pajak. Pertama, persoalan data wajib
pajak orang pribadi/pengusaha yang selama ini tidak pernah valid, sehingga menyulitkan DJP mengejar penerimaan
5. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
pajak dari Wajib Pajak pengusaha. Selain itu, banyak pengusaha yang memiliki bisnis dan menerima penghasilan
dari bisnis yang dilakukan. Tapi, tidak banyak informasi keberadaan mereka di dalam bisnis tersebut. Padahal se-
benarnya, mereka merupakan penerima manfaat (beneficial owner) dari bisnis tersebut.
Kedua, persoalan penghindaran pajak berganda atau biasa disebut Double Tax Avoidance (DTA). Informasi yang tidak
valid, memudahkan perusahaan dan pengusaha memindahkan status penghasilannya ke negara – negara surga
pajak (tax havens), untuk menghindari pembayaran pajak di Indonesia. Selain itu, banyak juga terjadi praktek peng-
hindaran pajak dengan skema menggunakan model ‘treaty shopping’ atau memanfaatkan celah regulasi kerjasama
perpajakan antar negara. Untuk menghindari persoalan di atas. Maka perlu didorong model transparansi terkait
penerima manfaat langsung (beneficial owner) di perusahaan, terutama perusahaan pertambangan.
Ketiga, terkait keterbukaan data beneficial ownership di Indonesia. Masih banyak problem regulasi dan sinkronisasi
kebijakan yang perlu dibenahi. Usaha lain juga dibutuhkan, seperti mendorong penerapan Single Identity Number
(SIN) sebagai pondasi untuk mengintegrasikan data. Karena, data beneficial ownership bisa bermanfaat dan efektif,
jika data yang dibutuhkan saling terintegrasi seperti NPWP, KTP, data nasabah dan transaksi keuangan, data kepe-
milikan perusahaan dan data lainnya.
Beneficial Ownership dan Praktek Penghindaran Pajak
Kenapa transparansi beneficial ownership perlu didorong? Untuk mengatasi praktek penghindaran pajak terutama
penghindaran pajak berganda (double tax avoidance), yang sering dilakukan oleh Wajib Pajak dengan memanfaatkan
celah kebijakan perpajakan antar negara.
Celah yang sering dimanfaatkan adalah melalui perjanjian kerjasama perpajakan antara negara (tax treaty). Dalam
tax treaty, biasanya masing – masing negara memberikan insentif perpajakan seperti pemotongan pajak terhadap
bunga pinjaman yang melibatkan kedua negara atau pemotongan pajak terhadap deviden yang melibatkan Wajib Pa-
jak antar negara. Aturan ini biasanya diatur dalam setiap tax treaty, melalui Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B).
Salah satu contoh praktek penghindaran pajak yang dilakukan melalui skema tax treaty dengan memanfaatkan
beneficial ownership terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, sebuah perusahaan di Indonesia (PT.X) yang melakukan
penghindaran pajak dengan melibatkan sebuah perusahaan investasi di Belanda.
Dimana PT. X melakukan pinjaman ke GFBV. Di dalam aturan perpajakan di Indonesia, pembayaran bunga pinjaman
akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26. Tapi, terdapat perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Belanda
terkait P3B, dimana dalam Pasal 11 dinyatakan bahwa “penghasilan bunga yang timbul dari pinjaman dengan jangka
waktu pinjaman lebih dari dua tahun hanya dikenakan pajak di Belanda”.Pasal 11 ini yang digunakan oleh PT. A untuk
mengajukan pemotongan pajak. Tapi, ketika ditelusuri sebenarnya, PT. A bersama GFBV telah merancang skema un-
tuk menghindari pengenaan pajak terhadap bunga pinjaman. Skemanya diatur melalui pendirian perusahaan mulai
dari Indonesia, Mauritius, Malaysia dan sampai Belanda. Semua perusahaan tersebut sebenarnya saling terafiliasi,
tetapi bukan bagian dari beneficial ownership. Mereka hanya memanfaatkan celah kerjasama perjanjian P3B antara
Indonesia dan Belanda untuk melakukan penghindaran pajak. Pada kasus ini, Pemerintah Indonesia mengajukan
keberatan dan menyelidiki bahwa perusahaan tersebut bukan bagian dari beneficial owner, sehingga tidak berhak
mendapatkan pemotongan pajak. Namun, pengajuan keberatan Pemerintah tersebut kalah di pengadilan pajak
karena tidak cukup data untuk membuktikan bahwa mereka bukan beneficial owner serta belum kuatnya regulasi
mengenai beneficial onwership. Kasus ini menunjukan bahwa begitu pentingnya informasi beneficial ownership di
ketahui untuk mencegah terjadinya praktek penghindaran pajak.
GFBV GAIT
PT. A PT. X
GAR
PT. Z
Netherland
Indonesia
Malaysia Mauritius
Stock Stock
Stock Stock
StockInterestCredit
Gambar 1. Skema Tax Avoidance dalam Bentuk Treaty Shopping menggunakan Beneficial Ownership.
Sumber: Tobing, 2013
6. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
Permasalahan dalam Integrasi Data
Transparansi dalam aspek beneficial ownership menjadi tantangan kebijakan di Indonesia. Bicara beneficial owner-
ship dalam konteks penguatan transparansi, baik di sektor pertambangan maupun di sektor lain, akan berhadapan
pada aspek sinkronisasi kebijakan. Beneficial ownership bukan suatu aspek yang berdiri sendiri. Beneficial owner-
ship butuh integrasi data. Ketika bicara keterbukaan informasi data beneficial owner di sektor pertambangan, semua
aspek dari legalitas perusahaan, perizinan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), data rekening kepemilikan, data pe-
megang saham, dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) haruslah terintegrasi dalam satu identitas atau disebut dengan
Single Identity Number (SIN).
Di sinilah persoalan besar yang dihadapi untuk mendorong transparansi data beneficial ownership di Indonesia.
Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki SIN. Karena itu, data–data di atas bersifat parsial, tersebar di instansi-
instansi yang memiliki wewenang seperti legalitas perusahaan ada dibawah Kementerian Hukum dan HAM, NPWP
ada di Kementerian Keuangan, KTP ada di Kementerian Dalam Negeri, data rekening ada di perbankan. Belum ada
sebuah sistem untuk mengintegrasikan data tersebut. Persoalan semakin pelik, ketika setiap data yang seharusnya
terintegrasi tidak bisa di akses oleh institusi yang membutuhkan data tersebut, seperti kasus kerahasian data na-
sabah yang tidak bisa di akses oleh Direktorat Jenderal Pajak. Padahal, data ini penting sebagai basis DJP melaku-
kan pengawasan dan optimalisasi pajak.
Begitu juga data beneficial owner dari perusahaan pertambangan. Karena integrasinya tidak ada, maka dengan mu-
dah seseorang bisa membentuk ‘oligarki’ di sektor pertambangan dan menguasai banyak Izin Usaha Pertambangan
(IUP). Tapi, menimbulkan kesulitan bagi DJP ketika mencari informasi beneficial owner dari Wajib Pajak. Hal ini
merupakan tantangan serius dari tata kelola yang harus segera diperbaiki.
Gambar 2. Integrasi Data dengan Model Single Identity Number
Pemerintah juga memiliki keterbatasan ketika mengeksekusi SIN, karena kerumitan dalam sistem administrasi
kependudukan di Indonesia. SIN juga butuh upaya dukungan yang kuat atau political will dari pemerintah. Tanpa
itu, tidak mudah ke depannya Indonesia menerapkan prinsip – prinsip transparansi, terutama dalam hal beneficial
ownership.
Persoalan Regulasi, Akses Data dan Standar EITI
Persoalan integrasi data merupakan akibat dari tidak sinkronnya regulasi. Regulasi yang dibuat secara parsial, sep-
erti kasus di Undang–undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, yang membatasi akses terhadap data na-
sabah, menyebabkan DJP kesulitan untuk melakukan assessment terhadap SPT Wajib Pajak. Walaupun, informasi
tentang beneficial ownership sudah diketahui, tapi terkendala terhadap data keuangan.
7. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
Dalam legalitas perusahaan, yang dicatat oleh Kementerian Hukum dan HAM, hanya sebatas legal owner. Padahal,
prinsip beneficial ownership, bukan sekedar legal owner, tapi harus memuat tiga prinsip yaitu ultimate owner, eco-
nomic benefit dan control. Legalitas perusahaan merupakan pondasi untuk mendorong akses data terhadap benefi-
cial ownership di perusahaan pertambangan.
Begitu juga beneficial ownership dalam kerangka regulasi perpajakan. Walaupun, secara prinsip sudah ada dalam
Undang – Undang Pajak Penghasilan, tapi turunan teknis penerapan beneficial ownership hanya diatur melalui Per-
aturan Dirjen Pajak. Dan dalam aturan tersebut juga masih belum jelas mendefinisikan prinsip dasar beneficial own-
ership. Hal ini juga tidak didukung oleh aturan terkait praktek penghindaran pajak, yang seharusnya juga menjadi
salah satu elemen untuk memperkuat aturan terkait beneficial ownership.
Di dalam EITI Standar, beneficial ownership sudah masuk ke dalam standar terbaru pelaporan tahun 2013. Walaupun
begitu, beneficial ownership bukan sesuatu yang diharuskan dalam standard, melainkan masih sebatas didorong
untuk dapat dibuka dalam laporan EITI. Padahal beneficial ownership sangat penting menjadi standar wajib EITI,
karena secara prinsip forum EITI merupakan bersifat multistakeholder sehingga bisa menjadi komitmen bersama
untuk mendorong keterbukaan data beneficial ownership dan melakukan integrasi data.
Opsi Kebijakan
Publish What You Pay Indonesia merekomendasikan opsi kebijakan sebagai berikut :
1. Menerapkan Single Identity Number (SIN) sebagai pondasi membangun sistem integrasi data di Indonesia.
Untuk ini perlu dibentuk satuan tugas (task force) penerapan Single Identity Number di Indonesia. SIN meru-
pakan pondasi yang dapat memperkuat penerapan transparansi beneficial ownership di Indonesia.
2. Memperkuat sistem pengawasan perusahaan pertambangan dengan membangun sistem data beneficial own-
ership yang terintegrasi lintas sektor. Agar ini bisa berjalan optimal, maka perlu payung hukum seperti Per-
aturan Presiden (Perpres) tentang Keterbukaan Informasi Beneficial ownership di sektor ekstraktif. Data ini bisa
diintegrasikan dengan SIN dan data perpajakan. Karena itu, DJP dapat menghitung potensi penerimaan pajak
yang bersumber dari beneficial ownership di sektor pertambangan dan membuat tax gap mapping agar terjadi
optimalisasi penerimaan pajak di sektor ini. Selain itu, data ini bisa digunakan untuk meningkatkan sistem pen-
gawasan, baik pengawasan pemilu, pencucian uang sampai pada pengawasan terhadap intervensi elit politik
terhadap regulasi yang menguntungkan mereka dan menyebabkan kerugian negara.
3. Memperkuat beneficial ownership dalam kerangka EITI. Selama ini EITI cukup efektif dalam penguatan
transparansi tata kelola sektor pertambangan, khususnya pada aspek penerimaan negara dan pajak. EITI perlu
mewajibkan perusahaan untuk melaporkan data beneficial owner. Sehingga, informasi mengenai siapa peneri-
ma manfaat sebenarnya dari aktifitas pertambangan di Indonesia dapat ditransparansikan kepada publik.
4. Membangun kerangka regulasi terkait beneficial ownership agar ada kepastian hukum untuk Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Diperlukan penyederhanaan proses administrasi perpajakan terhadap
pemotongan pajak (whitholding tax) terkait dengan status beneficial owner dan perjanjian pajak (tax treaty) an-
tarnegara. Dan menyusun formulasi dan integrasi kebijakan General Anti Avoidance Rule (GAAR) dalam Undang–
undang Pajak Penghasilan dan nanti bisa diturunkan ke dalam aturan teknis terkait Specific Anti Avoidance Rule.
Ini harus dimasukan ke dalam Revisi Undang– undang (RUU) Pajak Penghasilan.
Mitigasi Risiko
Terkait dengan penerapan SIN, Indonesia pernah memulai tahapan menuju SIN, melalui program e-KTP. Program
ini sudah didukung dengan pembiayaan yang besar, melalui APBN. Namun, program itu belum menunjukan kinerja
yang siginifikan dan kurang sesuai dengan rancang awal menuju SIN. Untuk itu, harus segera diperbaiki, meskipun
kebutuhan anggaran sangat besar, tapi manfaat dari SIN terhadap penerimaan negara di kemudian hari sangat be-
sar. Untuk itu, prasyarat satuan tugas khusus menjadi penting untuk mengurangi adanya risiko kegagalan.
Kebijakan transparansi beneficial ownership bisa dipersepsi negatif oleh pelaku usaha, karena terkait dengan me-
ningkatnya beban pajak yang harus di tanggung oleh pelaku usaha. Padahal, kebijakan ini lebih bertujuan untuk
mengefektifkan penerimaan dari Wajib Pajak dan bukan menambah beban pajak baru bagi pelaku usaha. Untuk itu,
perlu dikembangkan komunikasi antara pemerintah dengan pelaku usaha, bahwa pada dasarnya, pajak merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
8. P W Y P I N D O N E S I A - B E N E F I C I A L O W N E R S H I P
Box 2. Studi Kasus: Penerima Manfaat Baru Sebatas Basis Legal ‘Person’ Ownership
Dalam penelitian dasar (prelimenary research) yang dilakukan oleh PWYP Indonesia (2015 – unpublished) ben-
eficial ownership dari sebuah perusahaan (Contoh Adaro Group; Gambar 3), saat ini baru dapat diketahui seba-
tas basis legalnya saja. Data itu belum memberikan jangkauan yang lebih luas seperti siapa pengendali utama,
penerima manfaat ekonomi secara lebih luas dan di siapa kontrol utama dari aktifitas usaha. Persoalan juga ada
pada update data. Seringkali perusahaan melakukan perubahan komposisi kepemilikan, namun proses perubahan
akta perusahaan kurang terupdate dengan baik ke institusi Pemerintah terkait (Depkumham) maupun ke publik.
Gambar 3: Skema Beneficial Ownership Adaro Group
9. * Data di atas diperoleh dari Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, secara
berbayar. Proses mengakses data terbilang rumit, mahal dan inefisien. Hal itu dikarenakan setiap data dari sebuah
perseroan dihargai Rp 500.000 (berdasarkan PNBP) dan memakan waktu rata-rata dua minggu per dokumennya un-
tuk dapat diterima. Keterbatasan informasi inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan mendorong transparansi
sektor pertambangan, yang terutama disebabkan belum terbukanya data beneficial ownership perusahaan pertam-
bangan. Publik bisa jadi mengetahui adanya aktivitas penambangan di suatu daerah, mengetahui nama perusahaan
tapi tak pernah tahu siapa pemilik sebenarnya dari perusahaan tersebut.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (2014). Data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut Sektor di Indonesia, 2014.
Badan Pusat Statistik (2015). Laporan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III tahun 2015.
Bank Indonesia (2014). Laporan Perekonomian Indonesia, 2014.
Bank Indonesia (2014). Laporan Perekonomian Indonesia di Kuartal III tahun 2015.
Direktorat Jenderal Pajak (2014). Realisasi Penerimaan Pajak menurut Sektor Ekonomi, 2014.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2015). Nota Keuangan dan APBN 2016.
Natural Resources Governance Institute (2015). Owning Up: Options for Disclosing the Identities of Beneficial Ownership of
Extractive Companiers. Briefing, August 2015.
OECD Model Tax Convention version 1977, 2002, 2010, 2012
OECD (2001). OECD Steering Group on Corporate Governance Report: Behind the Corporate Veil: Using Corporate Entities for
Illicit Purposes”.
Tobing, C., Ganda (2013). Beneficial Ownership Case. Inside Tax, Edisi 14, Maret 2013.
Terimakasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), Direktorat Jenderal Pajak, Transparency International Indonesia, Center for Tax Analysis dan Danny
Darussalam Tax Center untuk masukan dan ide dalam penyiapan policy brief ini.
Disusun Oleh :
Wiko Saputra, Peneliti Ekonomi, Publish What You Pay Indonesia
Agung Budiono, Program Manager, Publish What You Pay Indonesia
Dewi Yuliandini Hasibuan, Staff Open Data EITI, Publish What You Pay Indonesia
Direview Oleh :
Maryati Abdullah, National Coordinator of Publish What You Pay Indonesia
Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh :
Jensi Sartin, Manager Pengembangan Program, Publish What You Pay Indonesia
pwyp-indonesia.org
10. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan koalisi masyarakat sipil
untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas,
pertambangan dan sumber daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar
sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan
Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Publish
What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan
akuntabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan
kontrak dan operasi pertambangan (publish why you pay and how you extract),
tahap produksi dan pendapatan dari industri (publish what you pay), hingga tahap
pengeluaran pendapatan untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
sosial (publish what you earn and how you spent).
Website : pwyp-indonesia.org
Email : sekretariat@pwyp-indonesia.org
Facebook Fanpage : Publish What You Pay Indonesia
Twitter : @PWYP_Indonesia