Dokumen tersebut membahas mengenai penyulit dalam program penanggulangan tuberkulosis, yang antara lain meliputi ketidakpatuhan terhadap protokol pengobatan DOTS dan ISTC, serta ketidaktepatan dalam menerapkan PNPK. Dokumen tersebut juga membahas mengenai penanganan TB pada pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, gagal ginjal, hepatitis, dan kehamilan.
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimAchmad Wahid
PENANGGULANGAN KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM, kanker payudara dan kanker leher rahim
merupakan kanker terbanyak di Indonesia yang
memerlukan tindakan/intervensi kesehatan
masyarakat dalam bentuk program penanggulangan
nasional
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimAchmad Wahid
PENANGGULANGAN KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM, kanker payudara dan kanker leher rahim
merupakan kanker terbanyak di Indonesia yang
memerlukan tindakan/intervensi kesehatan
masyarakat dalam bentuk program penanggulangan
nasional
Proses dan lingkungan di tempat kerja dapat menjadi hazards bagi pekerja dengan penyakit kronis seperti Diabetes Melitus. Manajemen perusahaan harus memiliki perencanaan terkait persiapan kemungkinan terjadi emergensi ataupun kelayakan kerja bagi pekerja dengan DM.
Diabetes memang suatu penyakit yang kompleks. Ia bisa mempengaruhi semua organ yang ada di tubuh kita, terutama pada komplikasinya. Salah satu yang menjadi organ target adalah paru-paru. Berikut bahasan dari dr. Hezza Bigitha, SpP seperti yang disampaikannya pada Seminar Awam di RS Royal Progress pada 12 November 2011 yang lalu.
Moderasi agama memegang peranan vital dalam mempertahankan kerukunan antar umat beragama, menjaga stabilitas sosial, dan mempromosikan nilai-nilai toleransi serta kerjasama lintas agama. Dalam konteks Indonesia, negara dengan beragam kepercayaan dan keyakinan, moderasi agama menjadi fondasi utama bagi keberlangsungan kehidupan beragama yang damai dan harmonis. Moderasi agama merupakan konsep yang mengajarkan pendekatan yang seimbang dalam praktik keagamaan, dengan menekankan toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, serta penolakan terhadap ekstremisme dan intoleransi. Di Indonesia, moderasi agama tidak hanya menjadi prinsip panduan dalam praktik keagamaan, tetapi juga menjadi bagian dari identitas nasional yang memperkuat persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Kehadiran Islam di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk karakter moderasi agama. Sejak masuknya Islam pada abad ke-13, agama ini telah meresap ke dalam budaya dan masyarakat Indonesia dengan pendekatan yang toleran dan inklusif. Selain itu, keberadaan agama-agama lain seperti Hindu, Buddha, dan Kristen juga turut membentuk lanskap keberagaman agama di Indonesia. Moderasi agama membantu masyarakat Indonesia untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Melalui dialog antar agama, kegiatan lintas agama, dan kerjasama sosial, moderasi agama memfasilitasi pertukaran budaya dan pemahaman yang lebih dalam antar penganut agama. Hal ini mengurangi potensi konflik antar kelompok agama dan mendorong terbentuknya hubungan yang harmonis di antara mereka. Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mempromosikan moderasi agama melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung kerukunan antar umat beragama. Salah satu contohnya adalah Pancasila, yang menekankan pada prinsip-prinsip seperti keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan Indonesia dalam keberagaman. Selain itu, pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Dewan Gereja Indonesia (DGI) merupakan upaya konkret untuk mendorong dialog antaragama dan pencegahan ekstremisme agama. Meskipun moderasi agama memiliki dampak positif yang besar dalam masyarakat Indonesia, tetapi masih ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam mewujudkannya sepenuhnya. Salah satunya adalah adanya kelompok-kelompok radikal yang mempromosikan ideologi ekstremisme agama. Kelompok-kelompok ini seringkali menimbulkan konflik dan ketegangan antar umat beragama, serta mengancam stabilitas sosial dan keamanan nasional. Selain itu, ketidaksetaraan dalam perlakuan terhadap umat beragama juga menjadi masalah serius dalam konteks moderasi agama. Diskriminasi dan intoleransi terhadap minoritas agama masih terjadi di beberapa daerah, memperumit upaya untuk mencapai kerukunan antar umat beragama secara menyeluruh. Untuk mengatasi tantangan tersebut, penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya moderasi agama melalui pendidikan agama yang inklusif dan holistik.
Reformasi Administrasi Publik di Indonesia (1998-2023): Strategi, Implementas...Universitas Sriwijaya
Reformasi tahun 1998 di Indonesia dilakukan sebagai respons terhadap krisis ekonomi, ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan otoriter dan korup, tuntutan demokratisasi, hak asasi manusia, serta tekanan dari lembaga keuangan internasional. Tujuannya adalah memperbaiki kondisi ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan memperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola pemerintahan. Reformasi ini mencakup bidang politik, ekonomi, hukum, birokrasi, sosial, budaya, keamanan, dan otonomi daerah. Meskipun masih menghadapi tantangan seperti korupsi dan ketidaksetaraan sosial, reformasi berhasil meningkatkan demokratisasi, investasi, penurunan kemiskinan, efisiensi pelayanan publik, dan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Tetap berpegang pada ideologi bangsa dan berkontribusi dalam pembangunan negara sangat penting untuk masa depan Indonesia.
Implementasi transformasi pemberdayaan aparatur negara di Indonesia telah difokuskan pada tiga aspek utama: penyederhanaan birokrasi, transformasi digital, dan pengembangan kompetensi ASN. Penyederhanaan birokrasi bertujuan untuk membuat ASN lebih lincah dan inovatif dalam pelayanan publik melalui struktur yang lebih sederhana dan mekanisme kerja baru yang relevan di era digital. Transformasi digital memerlukan perubahan mendasar dan menyeluruh dalam sistem kerja di instansi pemerintah, yang meliputi penyempurnaan mekanisme kerja dan proses bisnis birokrasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan pelayanan publik. Selain itu, pengembangan kompetensi ASN mencakup penyesuaian sistem kerja yang lebih lincah dan dinamis, didukung oleh pengelolaan kinerja yang optimal serta pengembangan sistem kerja berbasis digital, termasuk penyederhanaan eselonisasi.
Disusun oleh :
Kelas 6D-MKP
Hera Aprilia (11012100601)
Ade Muhita (11012100614)
Nurhalifah (11012100012)
Meutiah Rizkiah. F (11012100313)
Wananda PM (11012100324)
Teori ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas
Matakuliah : KEPEMIMPINAN
Dosen : Dr. Angrian Permana, S.Pd.,MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
Reformasi Birokrasi Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2020-2024Universitas Sriwijaya
Selama periode 2014-2021, Kementerian Pertanian Indonesia mencapai beberapa keberhasilan, termasuk penurunan jumlah penduduk miskin dari 11,5% menjadi 9,78%. Ketahanan pangan Indonesia juga meningkat, dengan peringkat ke-13 di Asia Pasifik pada tahun 2021. Berdasarkan Global Food Security Index, Indonesia naik dari peringkat 68 pada tahun 2021 ke peringkat 63 pada tahun 2022. Meskipun ada 81 kabupaten dan 7 kota yang rentan pangan pada tahun 2018, volume ekspor pertanian meningkat menjadi 41,26 juta ton dengan nilai USD 33,05 miliar pada tahun 2017. Walaupun pertumbuhan ekonomi menurun 2,07% pada tahun 2020, ini membuka peluang untuk reformasi dan restrukturisasi di berbagai sektor.
2. PENYULIT DLM
PROGRAM TB
PENYIMPANGAN THD SISTEM
- TIDAK DOTS
- TIDAK MENGGUNAKAN ISTC
- TIDAK MENEPATI PNPK
KETERATURAN BEROBAT DAN PENGOBATAN
- EFEK SAMPING OAT
- PEMILIHAN PMO
- NASEHAT
TB dg. PENYAKIT PENYERTA / KEAD.KHUSUS
PENYULIT LAIN ............?????
-STIGMA MASYARAKAT
--....................................
3. Fakta ttg S.D.M.
Limitasi kapasitas ingatan jangka
pendek (5- 7 informasi), diperburuk
dengan kelelahan dan stres
Error of omission (mis lupa
melakukan) terjadi kira-kira 1 dalam
100 Error of commission (mis salah
baca) terjadi kira-kira 3 dalam 100
Errors dapat karena: cognitive
overload, poor communication, fatigue,
workload, fear , dll)
Kontribusi Permasalahan penangan TB
oleh DPM
Dipertanykan karena tidak
terlaporkan
Tidak DOTS dan belum menerapkan
ISTC (tidak tahu, tidak mau,
mekanisme tidak menjangkau)
Mencetak MDR )disengaja atau
tidak) dengan kematian yang tinggi
(tidak terdata / tidak terjangkau
susrveilance)
(yang terpapar DOTS : 245 dan ISTC
: 16.000 dari 113.843 DPM di Ind.)
Pelatihan DOTS terbatas hanya pada
sektor pemerintah
Subdit TB : Ko-morbid MDR adalah DM
tak terkendali, TB dengan DM 2-3x
lebih banyak dp yang tanpa DM
4.
5. Saat ini, prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring
dengan peningkatan prevalensi pasien DMTB paru..
Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut
mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru di mana
pada pasien DM terjadi defek pada fungsi sel-sel imun.
Manifestasi klinis TB paru yang terjadi tidak berbeda, hanya
saja gejala klinik yang timbul pada pasien DM dapat
lebih banyak.
Prinsip pengobatan, perlu diperhatikan adanya interaksi
dan efek samping obat antara obat antituberkulosis dan
obat oral untuk DM, misalnya antara rifampisin dengan
obat golongan sulfonilurea.
6. Keadaan yang perlu diperhatikan ialah
pemberian rifampisin pada pasien DM
yang menggunakan obat oral
antidiabetes, khususnya sulfonilurea
karena dapat mengurangi efektivitas
obat tersebut dengan cara
meningkatkan metabolisme
sulfonilurea. Sehingga pada pasien DM,
pemberian sulfonilurea harus dengan dosis
yang diting- katkan
Pasien TB diabetes mellitus
harus dikontrol, penggunaan
Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes
(sulfonil urea), sehingga obat
anti diabetes perlu ditingkatkan.
Insulin digunakan mengontrol
gula darah, selesai pengobatan
TB dilanjutkan anti diabetes oral.
Pada pasien diabetes mellitus
sering terjadi komplikasi
retinopathy diabetika, waspadai
pemberian etambutol, dapat
memperberat kelainan tersebut.
7. Pada pasien TB dengan gagal ginjal diberikan Isoniasid (H),
Rifampisin (R) dan Pirasinamid (P) dosis standar, diekskresi melalui
empedu, dapat dicerna menjadi senyawa tidak toksik.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, hindari
penggunaanya, jika fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia,
Etambutol dan Rifampisin dapat diberikan dengan dosis sesuai faal
ginjal.
Paduan OAT paling aman bagi pasien TB gagal ginjal 2HRZ/4HR.
8. Mengapa terjadi Renal
Tuberculosis ???•
• Ginjal terinfeksi oleh penyebaran
hematogen basil M.tuberculosa dariinfeksi
pusat di paru-paru• Lesi TB yang terjadi di
paru-paru memiliki kemungkinan untuk
dapatmasuk ke sistem vaskular oleh erosi
dari dinding vena, biasanyapembuluh
darah, maka dapat terjadi emboli yang
mengandung bakterisehingga dapat
disebarkan ke seluruh tubuh, termasuk
ginjal.• Tuberkulosis dapat menyebabkan
gagal ginjal oleh dua mekanisme
yangmelibatkan infeksi intrinsik dalam
parenkim ginjal atau obstruktifuropati.
Pengobatan Renal
Tuberculosis..•
• Pemilihan OAT seperti Isoniasid (H),
Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) untuk
pasien dengan gagal ginjal dianjurkan,
karena ketiga obat tersebut dapat di
ekskresi melalui empedu dan dapat
dicerna menjadi senyawa- senyawa yang
tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal.• Sedangkan
Streptomisin dan Etambutol diekskresi
melalui ginjal, oleh karena itu harus di
hindari penggunaannya pada pasien
dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas
pemantauan faal ginjal tersedia,
Etambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal
ginjal.
9. Kehamilan dan tuberkulosis
merupakan dua stressor yang
berbeda pada ibu hamil.
Efek TB pada kehamilan tergantung
pada beberapa faktor antara lain tipe,
letak dan keparahan penyakit, usia
kehamilan saat menerima
pengobatan antituberkulosis, status
nutrisi ibu hamil, ada tidaknya
penyakit penyerta, status imunitas,
dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB
Status nutrisi yang jelek,
hipoproteinemia, anemia dan keadaan
medis maternal merupakan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil
mendapatkan pengobatan
antituberkulosa merupakan factor yang
penting dalam menentukan kesehatan
maternal dalam kehamilan dengan TB.
Kehamilan dapat berefek terhadap
tuberkulosis dimana peningkatan
diafragma akibat kehamilan akan
menyebabkan kavitas paru bagian
bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad
20, induksi aborsi direkomondasikan
pada wanita hamil dengan TB.
10. Namun pada dasarnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB umumnya.
Menurut WHO hampir semua OAT aman untuk kehamilan kecuali streptomisin,
karena bersifat permanent ototoxic dapat menembus barier placenta.
Dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan
menetap pada bayi akan dilahirkan.
Perlu dijelaskan pada ibu hamil, keberhasilan pengobatan sangat penting agar
proses kelahiran berjalan lancar, bayi terhindar kemungkinan tertular TB.
Seorang ibu menyusui penderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat
dan tepat, dapat mencegah penularan TB kepada bayinya.
Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan, bayi dapat terus disusui, pengobatan
pencegahan dengan INH diberikan pada bayi sesuai berat badannya.
11. Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal
(pil KB, suntikan dan susuk), dapat menurunkan
efektifitas kontrasepsi, sebaiknya menggunakan
kontrasepsi non hormonal maupun mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg).
12. Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan
streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal tiga bulan sampai hepatisinya sembuh,
dilanjutkan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama enam bulan.
Bila ada kecurigaan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
TB.
Jika SGOT dan SGPT meningkat lebih dari tiga kali, OAT tidak diberikan, bila dalam
pengobatan harus dihentikan.
Peningkatannya kurang dari tiga kali pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan
dengan pengawasan ketat.
Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan, paduan obat
dianjurkan 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
13. Pasien TB ada yang perlu mendapat tambahan
kartikosteroid, hanya digunakan pada keadaan khusus
membahayakan jiwa pasien seperti meningitis, TB milier
dengan atau tanpa meningitis, TB dengan Pleuritis
Eksudativa, TB dengan Perikarditis Konstriktiva.
Selama fase akut prednisone diberikan dosis 30-40 mg
per hari, diturunkan secara bertahap, lama pemberian
disesuaikan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
14.
15. Tuhan Sembilan Senti
Oleh Taufiq Ismail
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,
18. Penyakit-penyakit yang disebabkan rokokPenyakit-penyakit yang disebabkan rokok
3 besar penyebab kematian akibat rokok di AS
1) Kanker Paru
2) Penyakit Jantung Iskemik
3) Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOK)
Kanker:
Paru Leukemia
Laring (AML, ALL,
CLL)2-4
Mulut/faring Esofagus
Usus Pankreas
Ginjak Kandung
kemih Mulut rahiml
Lain:
Luka lama sembuh
Fraktur pinggul
Densitas tulang yang rendah
Katarak
Ulkus peptik†
Kardiovaskuler:
Penyakit Jantung Iskemik
Stroke-demensia vaskuler5
Penyakit pembuluh darah tepi6
Aneurisma Aorta Abdominal
Saluran Pernapasan:
• PPOK
• Pneumonia
• Asthma yang tidak
terkontrol
Saluran Pernapasan:
• PPOK
• Pneumonia
• Asthma yang tidak
terkontrol
Alat Reproduksi
Berat Badan Lahir Rendah
Komplikasi kehamilan
Infertilitas
Kematian Janin Mendadak
11
19. Hsien-Ho Lin dan timnya dari Harvard
School of Public Health, Amerika Serikat.
menyatakan bukti hubungan antara
kebiasaan merokok, perokok pasif, dan
polusi udara di dalam ruangan dari kayu
bakar dan batu bara terhadap risiko infeksi,
penyakit, dan kematian akibat TBC. Dari
sekitar 100 orang yang diteliti,
ditemukan yang merokok tembakau dan
menderita TBC sebanyak 33 orang,
perokok pasif dan menderita TBC 5
orang, dan yang terkena polusi udara
dan menderita TBC 5 orang
Dr. Saskia den Boon dari KNCV
Tuberculosis Foundation di Belanda
menulis hasil penelitian mereka dalam
jurnal Pediatric edisi April 2007. Ia
mengungkapkan tuberkulosis dan merokok
merupakan dua masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan. Kaitan
perokok pasif dan infeksi TBC pada
anak menjadikannya bahan pemikiran
yang sangat penting, mengingat
tingginya prevalensi merokok dan
tuberkulosis di negara berkembang.
20. • Di AS, para perokok yang telah
merokok 20 tahun atau lebih
ternyata 2,6 kali lebih sering
menderita TBC daripada yang tidak
merokok. Kebiasaan merokok
meningkatkan mortalitas akibat TBC
sebesar 2,8 kali.
Angka ini cukup tinggi bila
dibandingkan dengan rasio mortalitas
pada penyakit jantung iskemik (1,6
kali) dan penyakit serebrovaskular
(1,5 kali), walaupun memang jauh
lebih rendah dari rasio mortalitas
akibat kanker paru, yang 15 kali lebih
sering pada perokok dibandingkan
bukan perokok.
• Kaitan ini bisa dijelaskan bahwa
dengan racun yang dibawanya, rokok
merusak mekanisme pertahanan
paru-paru. Bulu getar dan alat lain
dalam paru-paru yang berfungsi
menahan infeksi rusak akibat asap
rokok.
Asap rokok meningkatkan tahanan
pelan napas (airway resistance).
Akibatnya, pembuluh darah di paru
mudah bocor. Juga merusak sel
pemakan bakteri pengganggu dan
menurunkan respon terhadap
antigen, sehingga bila benda asing
masuk ke dalam paru-paru, tidak
ada pendeteksinya
21. Profil merokok pada penderita TB di BP4:
• 96% merokok setiap hari; 4% merokok kadang-kadang
• 77% penderita TB di BP4 masih merokok sebelum
terdiagnosis TB. Di antara mereka, 47% merokok
kurang dari 10 batang per hari, 45% antara 11-20
batang per hari.
• 50% penderita menyatakan bahwa merokok sampai 12
batang per hari tidak berbahaya; 50% lainnya
menyatakan bahwa merokok 3-6 batang per hari tidak
berbahaya
Penelitian terhadap :
136 pasien di TB di BP-4 tahun 2004 :
22. Setelah terdiagnosis TB :
• 99% penderita pernah mencoba berhenti, 1% berusaha
mengurangi kebiasaan merokok
• 81% berhasil berhenti pada fase intensif pengobatan
• 8% berhasil berhenti, namun relaps pada tingkat rendah
• 10% mencoba berhenti, namun merokok kembali seperti
semula.
---------------------------------------------------------------------------
Kaitan merokok terhadap penyakit TB :
• 91% menjawab merokok memperparah penyakit
23. Setelah pengobatan intensif:
50% kembali merokok kadang-kadang (21% di antaranya
merokok setiap hari)
Jumlah rokok yang dihisap oleh orang yang merokok
setiap hari: 4-6 batang per hari
25. MASALAH PENERAPAN DOTS ITU SENDIRI
BELUM SEMUA TERCATAT DI RR
TB
Belum semua
terpapar DOTS
RS : Rawat Jalan
DOTs tetapi Rawat
Inap belum
Awalnya DOTS ada
mslh. (side effect dll)
dilepas
R/ walau sesuai
regimen tidak
dimsk. RR
26. PASTIKAN :
TB :
1. DITEMUKAN
2. DOBATI SAMPAI
SEMBUH
PUSKESMAS : MANAJEMEN PUSKESMAS
PEDOMAN TB
BOK
RS : TIM DOTS RS
MANAJEMEN DOTS DI RS
JEJARING INTERNAL
CONTINUING CARE
AKREDITASI RS
DPS / APT : STANDAR PROFESI
PERAN DOKEL
ANGKA KREDIT
28. Prinsip Pengobatan TB
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.Jakarta;2011
29. • Tahap Awal (Intensif)
Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
• Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.Jakarta;2011
30. Penelitian Mitchison membagi kuman M. tuberculosis dalam
beberapa populasi dalam hubungan antara pertumbuhannya
dengan aktivitas obat yang membunuhnya, yaitu:
• Populasi A. Kuman tumbuh berkembang biak terus menerus
dengan cepat. INH
• Populasi B. Kuman tumbuh sangat lambat dan berada dalam
lingkungan asam. Pirazinamid
• Populasi C. Kuman berada dalam keadaan dormant hampir
sepanjang waktu. Hanya kadang saja kuman ini mengadakan
metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.
Rifampicin
• Populasi D. Terdapat kuman yang sepenuhnya bersifat
dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh
obat anti tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan
hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh
manusia itu sendiri.
Aditama TY, et.al. Tuberkulosis Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia; 2006.p. 26-32.
31. ISTC: Standar 9
• Untuk meningkatkan serta mengevaluasi kepatuhan terhadap
pengobatan, dilakukan pendekatan yang berfokus pada pasien, didasari
oleh kebutuhan pasien serta adanya hubungan yang saling menghargai di
antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Supervisi dan dukungan
yang dilakukan seharusnya menaruh perhatian khusus pada gender dan
kelompok usia, serta harus pula sesuai dengan intervensi yang dianjurkan,
termasuk di dalamnya edukasi dan konseling pasien. .................................
32. Kepatuhan Berobat
Hopewell PC, et al. International Standars for Tuberculosis Care. 2nd edition. San Fransisco:
Tuberculosis Coalition for Tehcnical Assistance; 2009.p.38-45
33. Pengawas Minum Obat (PMO)
• Syarat:
– Bersedia dengan sukarela membantu pasien tuberkulosis hingga
sembuh selama pengobatan dengan OAT, serta menjaga kerahasiaan
penderita HIV / AIDS.
– Diutamakan seorang petugas kesehatan, tetapi dapat pula kader
kesehatan ataupun anggota keluarga yang disegani oleh pasien
Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono,
Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5
34. • Tugas:
– Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik
– Melakukan pengawasan minum obat terhadap pasien
– Mengingatkan pasien untuk memeriksa ulang dahaknya sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan
– Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga selesai
– Mengenai efek samping minor akibat obat dan menasihati pasien agar
tetap mau meminum obat
– Merujuk pasien bila efek samping berat muncul
– Melakukan kunjungan rumah
– Menganjurkan anggota keluarga lain untuk memeriksa dahak bila
ditemui gejala untuk tuberkulosis.
Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5
35. Suspek Resisten TB
• Gagal pengobatan kategori 1
• Gagal pengobatan pada kategori 2
• Gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 1
• Gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 2
• Mendapatkan terapi dari fasilitas non DOTS, termasuk pada penggunaan
terapi lini ke dua seperti kuinolon dan kanamisin
• TB paru kasus kambuh setelah dinyatakan sukses terapi
• Kembali setelah lalai / default pada pengobatan kategori 1 maupun 2
• Suspek TB dengan keluhan, yang sering berkontak atau tinggal dekat
dengan pasien TB – MDR yang telah terkonfirmasi.
• TB-HIV
Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5
36. ISTC: Standar 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons
bakteriologis, dan efek samping seharusnya disimpan untuk
pasien.
37. Global report :
2013 All form TB 3,4 jt; tetapi yang terlaporkan : 2,3 jt
TB resisten obat 90.000; tetapi yang terlaporkan 19.000
Extensively Resisten TB Global (-), tetapi kenyataan South Asia
(SEARO) sudah melaporkan
ODHA dengan TB 170,000 terlaporkan 56.000 lebih sulit lagi
mencari TB yang HIV (+)
...............................oki ada Permenkes 21 th 2013.
38. PENDAFTARAN
Poli, unit
do+s, dll
Suspek TBC
TB 06
TB 05
LAB
Dahak Sewaktu
I
TB 04
PULANG
Pot P
Hari 1
TB 05
Radiologi
PA, dll
Sendiri /
upk lain (TB09)
TB 09
39. PENDAFTARAN
Poli, unit
do+s, dll
Dahak P
TB 06,
05,03
LAB
SPS
TB 04
PULANG
Pot P
Hari 2
TB 05
Radiologi
PA, dll
Rawat
inap
UPK lain
Farmasi
Rekam medis
PKMRS
Suspek &
PMO
Unit do+s
42. KARTU PENGOBATAN PASIEN TB
Nama pasien : ………………………………………No.telp/Hp: ………………
Tahun : …………………………
Alamat lengkap : ……………………………………………………………………. No
Register TB.03 Sarana
Pelayanan Kesehatan : …………………………
Nama PMO : ……………………………………… No.telp/Hp: ……………… No
Register TB.03 Kab/Kota : …………………………
Alamat lengkap PMO : …………………………………………………………………….
Nama Sarana Pelayanan Kesehatan:
(Berilah tanda √ pada kotak pilihan yang sesuai)
Jenis Kelamin: L √ P Umur 2 4 Thn. Parut BCG: Jelas Tdk ada Meragukan √ KLASIFIKASI PENYAKIT
Riwayat pengobatan sebelumnya: Belum pernah/ √ Pernah diobati lebih dari 1 bulan Paru √ Ekstra paru
kurang 1 bulan Lokasi
Catatan: (untuk hasil pemeriksaan lain, misalnya: foto toraks, biopsi, kultur, skoring TB Anak, dll) …………………
Foto toraks menunjukkan gambaran proses spesifik
Dirujuk oleh:
No seri foto 33, tanggal 10 Juni 2007 TIPE PASIEN
Tgl. 23 Juni 2007 keluhan gatal-gatal setelah makan obat. √ Inisiatif pasien
Diberikan CTM 3 x 1 tablet, keluhan hilang. Anggota masy Baru √ Kambuh
Sarana Pelayanan
Kesehatan
Pemerintah
Pindahan Gagal
Pemeriksaan kontak serumah: Sarana Pelayanan
Kesehatan swasta
Pengobatan Lain-lain
No Nama L/P Umur Tgl pemeriksaan Hasil Lain-lain, sebutkan setelah default sebutkan
1 …………………….. …… …… ………………… ………… ……………….. …………………
2 …………………….. …… …… ………………… …………
3 …………………….. …… …… ………………… ………… HASIL PEMERIKSAAN DAHAK
4 …………………….. …… …… ………………… ………… Laboratorium pembaca
5 …………………….. …… …… ………………… …………
Bulan ke
Tanggal No Reg Lab BTA *
BB (kg)
6 …………………….. …… …… ………………… ………… 0 (awal) 12/06/07 504 2+ 46
2 03/08/07 712 Neg 46
Jenis OAT: Kombipak KDT (FDC) √ 3
TAHAP AWAL 4
Kategori 1 √ Kategori 2 Kategori Anak Sisipan 5/6 23/10/07 1106 Neg 48
7/8
4KDT(FDC): 3 tablet/hari Streptomisin: mg/hari AP 23/11/07 1214 Neg 48
*) Tulislah 1+, 2+, 3+ atau Neg sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak
Tanggal
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah
Juni 07 √ √ √ 16
Juli 07 √ √ √ √ 31
Agust 07 √ 9
Jumlah 56
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda “garis lurus menyambung” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah.
TB.01
Rasyid
Desa Ambang Lk.II
Bustaman (Pet. Pustu)
Desa Ambang
7877966
.
2007
.
175
RS Inobonto
Rusli L 52 22-06-2007
Mariana P 36 22-06-2007 T.A.K
T.A.K
. . .. .
. . .. .
. . .. .
. . .. .
43. Tanggal
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Jumlah
Agust 07 √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ √ ▬ ▬ ▬ 10
Sept 07 ▬ ▬ √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ √ ▬ ▬ ▬ ▬ 13
Okt 07 ▬ √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ 13
Nop 07 √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ √ ▬ ▬ ▬ ▬ ▬ 12
Jumlah 48
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda “garis lurus putus-putus sesuai tanggal minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri
dirumah.
CATATAN:
Layanan Konseling dan Test Sukarela
Tgl. dianjurkan
Tgl. Pre Test
Konseling
Tempat
Test
Tgl. Test
Tgl. Post Test
Konseling
Hasil Test
HASIL AKHIR PENGOBATAN: Hasil test ditulis dengan kode :
(tulis tanggal dalam kotak yang sesuai) R = REAKTIF IND = INDETERMINE
NR = NON REAKTIF
Sembuh P. Lengkap Default
27/11/07 Layanan PDP (Perawatan, Dukungan & Pengobatan)
Gagal Pindah Meninggal
Nama Sarana Pelayanan
Kesehatan
No. Reg.
Pra ART
Tgl. Rujukan
PDP
Tgl. Mulai
PPK
Tgl. Mulai
ART
TAHAP LANJUTAN
(Berilah tanda √ pada kotak pilihan yang sesuai)
Kategori 1 √ Kategori
2
Kategori Anak
2KDT(FDC): 3 tablet/hari Etambuthol tablet/hari
45. ANALISIS MASALAH
JEJARING
1. Ada Wilayah kerja
2. Ada tenaga pelacak
3. Lemah dalam
penemuan kasus
4. Kuat dalam case
holding
1. Wilayah kerja tidak
terbatas
2. Tdk ada tenaga
pelacak
3. Kuat dlm penemuan
kasus
4. Lemah dalam case
holding
PERLU
JEJARING
YANG KUAT
PUSKESMAS RS/BP4/DPS/KLINIKCLINICAL APPROACH
PUBLIC HEALTH APPROACH
RESPONSIBILITY
APPROACH of Provider
47. Langkah untuk Menjamin
Kelangsungan Pengobatan
• Memastikan ketersediaan obat dan logistik non-OAT (reagen, peralatan dan
suplai laboratorium) yang kontinyu, tepat waktu dan bermutu di seluruh
fasilitaspelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan DOTS, termasuk di
fasilitas yang melayani masyarakat miskin dan rentan.
• Menjamin sistem penyimpanan dan distribusi obat TB yang efektif dan efisien,
termasuk kemungkinan untuk bermitra dengan pihak lain
• Menjamin distribusi obat yang efisien dan efektif secara berjenjang sesuai
kebutuhan.
• Menjamin terlaksananya sistem informasi manajemen untuk obat TB
(termasuk sistem alert elektronik dan laporan pemakaian dan stok OAT).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta:
2011, hal.53.
48. Alur Permintaan, Distribusi, dan Pelaporan
Logistik
Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional: penanggulangan tuberculosis. Edisi 2.
Jakarta: 2011, hal.57.
50. Langkah2 :
Ikut pelatihan..................meningkatkan peran dalam
program TB (penemuan..............pengobatan dan
pemantauan penyelesaian beobat)
Sertifikasi.............ada catatan dan laporan sebagai
dasar
Monev...................dari Puskesmas Wilayah, dari
Profesi dan dari program.................supervisi terpadu
Dicatat dalam kontribusi