1. Konflik Tanah Ulayat dan
Upaya Penyelesaiannya
Oleh. Dr. Edy Ikhsan MA
Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pertanahan
Dalam Penyelesaian Sengketa/Konflik Pertanahan
di Provinsi Sumatera Utara. Hotel Madani
Medan, 05 November 2019
2. Garis Besar Paparan
• Pengertian Umum Tanah Ulayat dan Kesatuan
Masyarakat Hukum Adat
• Manifestasi Tanah Ulayat
• Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia
• Strategi Mengakhiri Sengketa Berkepanjangan
Tanah Ulayat
• Tim IP4T: Komponen dan Tugas
• Kepentingan Adanya Perda Perlindungan dan
Pengakuan Masyarakat (Hukum) Adat
• Ruang Lingkup Ranperda Masy. (Hukum) Adat
3. Pengertian Umum Tanah Ulayat
• Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat
hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.
• Hak Ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat,
dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu
yang merupakan lingkungan warganya, di mana kewenangan
ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat
dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah
tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan
sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara
lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara
masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang
bersangkutan.
4. Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat adalah
sekelompok orang yang memiliki identitas budaya
yang sama, hidup secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu berdasarkan ikatan asal usul
leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal,
memiliki harta kekayaan dan/atau benda adat milik
bersama serta sistem nilai yang menentukan
pranata adat dan norma hukum adat sepanjang
masih hidup sesuai perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Manifestasi Tanah Ulayat (Beschikkingsrecht)
Menurut Van Vollenhoven
• Persekutuan Hukum (Masy. Hukum Adat/Adat
Rechtsgemeenschap) dan anggotanya secara
bebas boleh “exploit any virgin land”) (Sonius
dalam Holleman; 1981);
• Orang luar hanya boleh melakukan tindakan2 di
atas tanah ulayat jika mendapatkan persetujuan
dari persekutuan hukum;
• Kadang-kadang, orang luar mesti membayar
sesuatu untuk mendapat izin tersebut;
• Tidak dapat diserah-lepaskan selama-lamanya.
6. Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia (1)
• Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
• Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”
• Pasal 2 ayat (4) UUPA No.5/1960: “Hak menguasai dari negara
tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum
adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
peraturan pemerintah.”
7. Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia (2)
• Pasal 3 UUPA No.5/1960: “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak serupa itu dari
masyarakat- masyarakat hukum adat harus sedemikian rupa,
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi.”
• Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi
Manusia: “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan
dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan
dan dilindungi oleh hukum, masyrarakat, dan pemerintah. Ayat (2)
Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah
ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.”
8. Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia (3)
• Pasal 2 UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa: “Kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya yang masih hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a harus memiliki wilayah dan paling kurang
memenuhi salah satu atau gabungan unsur adanya: a. masyarakat yang
warganya memiliki perasaan bersama dalam kelompok; b. pranata
pemerintahan adat; c. harta kekayaan dan/atau benda adat; dan/atau d.
perangkat norma hukum adat.”
• Lampiran PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota: “Tugas pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam penetapan tanah ulayat yaitu melalui pembentukan panitia
peneliti, penelitian dan kompilasi hasil penelitian, pelaksanaan dengar
pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat, pengusulan
rancangan peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat dan
penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat.”
9. Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia (4)
• Pasal 2 ayat (1) Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun
2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan: “sebagian
kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota, dan ayat (2) menentukan bahwa ada
sembilan kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota, salah satunya
adalah penetapan dan penyelesaian masalah tanah hak ulayat.”
• Putusan Mahkamah Konstitusi No.32 Tahun 2013 tentang
Hutan Adat.
• Pasal 2 Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
(Gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan
perlindungan masyarakat hukum adat).
10. Dasar Pengakuan Tanah Ulayat
dan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia (5)
• Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri RI.
Menteri Kehutanan RI, Menteri Pekerjaan Umum
RI, Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
79/2014, PB.3/Menhut-22/2014,
17/PRT/M/2014, 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara
Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada
dalam Kawasan Hutan.
• Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No.18
Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan
Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat.
11. Beberapa Fakta Historis Tanah Ulayat di SUMUT
• Rapat Besar Padang Lawas 22/06/1929: “Apabila seorang
warga pindah ke kampung lain, maka sawah yang
dikerjakannya menjadi salipi natartar (tanah/lahan
Huta/Ulayat)”;
• Rapat Kecil Laguboti 21/12/1932: “ Setiap pendatang dari
luar Horja boleh mengerjakan tanah dengan izin Horja.
Orang tersebut memiliki hak parripe ( hak mengerjakan);
• Keputusan Sultan Deli 12/03/1924, Sultan Serdang
19/05/1924 dan Sultan Langkat 10/07/1924: Ada 9
Kelompok orang yang memiliki hak atas tanah jaluran
(Rakyat Penunggu), tanah bekas tembakau yang baru
dipanen oleh perkebunan asing. ( Mahadi: 1987, Edy
Ikhsan: 2015)
12. Beberapa Kendala Terkini
Pengakuan Hak Ulayat Dalam Praktek (1)
• Kekaburan atas keberadaan Masy. Hukum Adat
(Organisasi/Struktur, Hukum Adat yang dijalankan,
anggota persekutuan)
• Kekaburan atas batas tanah ulayat yang dimiliki
(lemah dalam dokumen dan mengandalkan pada
ingatan kolektif dan tanda-tanda fisik yang masih
ada)
• Tradisi/kebiasaan adat dalam hubungan manusia
dengan tanah secara terus menerus memudar
sejalan dengan hilangnya kekuasaan politik dan
hukum Sultan/Raja, Kemerdekaan RI 17/08/1945;
13. Beberapa Kendala Terkini
Pengakuan Hak Ulayat Dalam Praktek (2)
• Tidak ada catatan/dokumen pendukung yang
kuat atas klaim tanah ulayat yang dimiliki
persekutuan hukum (Masy. Hukum Adat);
• Ketidakpastian hukum yang nyata (The real
legal certainty) antara hukum tertulis dan
praktek pengadilan;
• Salah tafsir negara atas sifat hak ulayat yang
dikuasai oleh Masy. Hukum Adat (khususnya
untuk hak ulayat orang Melayu yang
dikonsesikan ke Pengusaha Belanda oleh
14. Beberapa Kendala Terkini
Pengakuan Hak Ulayat Dalam Praktek (3)
• Negara masih menggunakan prinsip Kolonial tentang Domain
Verklaring (Sepanjang tidak bisa dibuktikan, tanah menjadi milik
(dikuasai) negara);
• Tanah-tanah yang diklaim sebagai tanah ulayat telah diduduki,
dikuasai (baik dengan alas hak yang dikenal pemerintah maupun
tidak) oleh pihak ketiga;
• Eksekusi atas putusan pengadilan yang memenangkan
masyarakat/komunal sulit untuk dijalankan;
• Pengabaian dan atau penundaan yang sangat panjang atas
Keputusan Pemerintah yang memberikan hak tanah komunal
kepada masyarakat (hukum) adat.
• Pelaksanaan Hak Ulayat tidak bisa dilakukan atas tanah-tanah yang
sudah dipunyai seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak
atas tanah.
15. Keputusan Presiden No.34 tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan
Pasal 2 ayat (1) Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang
pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ayat
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. pemberian ijin lokasi; b. penyelenggaraan pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan; c. penyelesaian sengketa
tanah garapan; d. penyelesaian masalah ganti kerugian dan
santunan tanah untuk pembangunan; e. penetapan subyek dan
obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan tanah absentee; f. penetapan dan penyelesaian
masalah tanah ulayat; g. pemanfaatan dan penyelesaian masalah
tanah kosong; h. pemberian ijin membuka tanah; i. perencanaan
penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota. Ayat (3)
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang bersifat
lintas Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi, dilaksanakan oleh
Pemerintah Propinsi yang bersangkutan.
16. Strategi Mengakhiri Sengketa
Berkepanjangan Tanah Ulayat (1)
• Pemerintah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota bisa
mencoba penerapan Permendagri No. 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat dengan membentuk Panitia
Masyarakat Hukum Adat yang melibatkan Masyarakat
Hukum Adat dan Kelompok Masyarakat Terkait;
• Pemerintah mengeluarkan Surat Penetapan Pengakuan
Masyarakat Hukum Adat berdasarkan Identifikasi yang
dilakukan Panitia (identifikasi meliputi Sejarah, Wilayah
dan Hukum Adat, Harta Benda/Kekayaan serta
Kelembagaan);
17. Strategi Mengakhiri Sengketa
Berkepanjangan Tanah Ulayat (2)
• Menjalankan Permen Agraria/Tata Ruang No. 9/2015
tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas
Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang
Berada Dalam Kawasan Tertentu dengan membentuk
Tim IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan,
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah);
• Tim IP4T bisa dibentuk di tingkat Kabupaten dan Kota
jika persoalannya di dalam Kabupaten/Kota terkait
dan atau di tingkat Propinsi jika persoalannya lintas
Kabupaten/Kota;
18. Tim IP4T: Komponen dan Tugas
• Tim IP4T berisi: Kepala Kantor Pertanahan, Camat setempat,
lurah/Kepala Desa, Unsur Pakar Hukum Adat, Perwakilan
Masyarakat Adat, LSM dan instansi yang mengelola sumber
daya alam;
• Tugas IP4T memeriksa dokumen permohonan, melakukan
identifikasi dan verifikasi identitas pemohon, riwayat tanah,
jenis, penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan tanah;
membuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah; Melakukan Analisa
data Fisik dan data Yuridis; Melakukan musyawarah jika ada
sengketa di atas tanah tersebut; Menyampaikan laporan hasil
kerja ke Gubernur dan atau Bupati/Walikota terkait.
• Atas dasar laporan tersebut, Gubernur dan atau
Bupati/Walikota mengeluarkan Penetapan.
19. Pasca Penetapan
• Pengajuan Permohonan ke Kantor Pertanahan
Setempat.
• Selanjutnya dilakukan: Pengukuran, Pemetaan
dan Pencatatan dalam Daftar Tanah.
• Pemberian Nomor Identifikasi Bidang Tanah
dengan satuan Wilayah Kabupaten/Kota.
• Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat dicatat dalam Daftar Tanah.
20. Kepentingan Adanya Perda Perlindungan dan
Pengakuan Masyarakat (Hukum) Adat
• Strategi menjalankan Permendagri No.52/2014 dan
Permen Agraria dan Tata Ruang No.18/2019 bisa
dicoba tanpa harus menunggu Perda Perlindungan
dan Pengakuan Masy. Hukum Adat baik di tingkat
Kabupaten/Kota atau Propinsi;
• Keberadaan Perda tidak hanya sebatas untuk lebih
memperkuat Norma Hukum Lokal yang disana-sini
memiliki keunikan kultural namun juga untuk
menjamin keseteraan antar kelompok masyarakat
yang juga diakui secara universal;
21. Ruang Lingkup Ranperda Masy. Hukum Adat
Bab I : Ketentuan Umum
Bab Ii : Azas dan Tujuan dan Ruang Lingkup
BAB III : Pengakuan dan Kedudukan Hukum
Bab IV : Wilayah Adat
Bab V : Hukum Adat
Bab VI : Sumber Daya Alam dan Benda Adat
Bab VII : Kelembagaan Adat
Bab VIII : Perlindungan
Bab IX : Hak dan Kewajiban MHA
Bab X : Kewenangan dan Tugas Pemerintah
Daerah
22. Terima Kasih
Dr. Edy Ikhsan MA,
Fakultas Hukum USU.
Email: eikhsan@yahoo.com
MP. 0811658654