Dokumen tersebut membahas tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang merupakan bagian penting dalam pengelolaan risiko keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. SMK3 terdiri atas 5 prinsip dasar yaitu komitmen dan kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran dan evaluasi, serta peninjauan ulang dan peningkatan. Dokumen ini juga menjelaskan proses pelaksanaan SMK3 mulai dari perencanaan
Modul ini membahas prosedur tanggap darurat untuk menangani berbagai keadaan darurat seperti kebakaran, tumpahan bahan kimia, atau kegagalan peralatan utama. Prosedur ini mencakup rencana, latihan, penanggulangan, dan pemindahan dalam menghadapi kondisi tidak diinginkan untuk meminimalkan kerugian.
Dokumen tersebut membahas tentang keselamatan dan kesehatan kerja di industri migas, termasuk pengenalan bahaya-bahaya yang ada, pengendalian risiko, dan upaya pencegahan kecelakaan kerja."
Dokumen tersebut membahas prosedur kesehatan dan keselamatan kerja pada teknik ototronik, mencakup pengendalian melalui perundang-undangan, administrasi, teknis, dan jalur kesehatan, serta mengidentifikasi aspek-aspek keamanan kerja seperti jenis kecelakaan, faktor bahaya, dan cara pengendaliannya."
Modul ini membahas prosedur tanggap darurat untuk menangani berbagai keadaan darurat seperti kebakaran, tumpahan bahan kimia, atau kegagalan peralatan utama. Prosedur ini mencakup rencana, latihan, penanggulangan, dan pemindahan dalam menghadapi kondisi tidak diinginkan untuk meminimalkan kerugian.
Dokumen tersebut membahas tentang keselamatan dan kesehatan kerja di industri migas, termasuk pengenalan bahaya-bahaya yang ada, pengendalian risiko, dan upaya pencegahan kecelakaan kerja."
Dokumen tersebut membahas prosedur kesehatan dan keselamatan kerja pada teknik ototronik, mencakup pengendalian melalui perundang-undangan, administrasi, teknis, dan jalur kesehatan, serta mengidentifikasi aspek-aspek keamanan kerja seperti jenis kecelakaan, faktor bahaya, dan cara pengendaliannya."
SMK3 - sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja PP No 50 tahun 2012Ekhsan Hari Nuryanto
Dokumen tersebut membahas tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Dokumen ini menjelaskan lima prinsip dasar dan dua belas unsur SMK3, serta beberapa aspek penerapan SMK3 seperti komitmen manajemen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan peninjauan SMK3."
Dokumen tersebut membahas berbagai teori penyebab kecelakaan kerja dan program pencegahan kecelakaan, termasuk teori domino, faktor manusia, sistem, dan kombinasi. Dokumen ini juga menjelaskan kerugian langsung dan tidak langsung akibat kecelakaan serta strategi untuk mencegah kecelakaan melalui engineering, pendidikan, dan penegakan aturan.
Dokumen tersebut membahas tentang Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Dibahas sejarah penggunaan APD, definisi dan tujuannya, hukum yang mengatur APD, jenis resiko dan bahaya di tempat kerja, serta kesimpulan bahwa APD penting untuk mencegah kecelakaan di berbagai industri.
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahayaSyaifi Al-Mahfudzi
Dokumen tersebut memberikan panduan umum tentang prosedur keselamatan di tempat kerja, termasuk tujuan dari prosedur keselamatan, tindakan yang tidak aman, kondisi lingkungan yang tidak aman, dan berbagai simbol bahaya umum seperti simbol peringatan, bahaya, kebakaran, dan larangan. Dokumen ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen proyek konstruksi bangunan. Terdapat informasi mengenai pengertian proyek konstruksi, jenis-jenis proyek konstruksi, tahapan proyek konstruksi, pentingnya manajemen proyek, dan pengendalian sumber bahaya di tempat konstruksi.
Dokumen tersebut membahas mengenai pengawasan kesehatan kerja yang mencakup pengertian, dasar hukum, ruang lingkup, pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, dan penyakit akibat kerja. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang upaya jaminan dan perlindungan kesehatan bagi pekerja dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujuan untuk melindungi pekerja dan orang lain di tempat kerja serta menjamin proses produksi berjalan dengan aman dan efisien dengan fokus pada pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja."
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi tubuh dari bahaya di tempat kerja, dan merupakan cara terakhir untuk melindungi pekerja setelah upaya pengendalian bahaya lain. APD harus sesuai dengan bahaya yang ada, nyaman digunakan, dan memberikan perlindungan efektif.
Dokumen tersebut membahas kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) nasional Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan para pekerja dan menjamin produktivitas nasional. Dokumen ini menjelaskan tanggung jawab berbagai pihak terkait penerapan K3, serta strategi dan program pemerintah untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determine Control) yang merupakan bagian standar OHSAS 18001:2007 untuk memanajemen risiko di tempat kerja dengan mengidentifikasi bahaya, menilai risiko, dan menentukan pengendalian. Dokumen tersebut juga menjelaskan proses HIRADC serta metode identifikasi bahaya dan penilaian risiko seperti checklist, brainstorming, dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
SMK3 - sistem manajemen keselamatan & kesehatan kerja PP No 50 tahun 2012Ekhsan Hari Nuryanto
Dokumen tersebut membahas tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012. Dokumen ini menjelaskan lima prinsip dasar dan dua belas unsur SMK3, serta beberapa aspek penerapan SMK3 seperti komitmen manajemen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan peninjauan SMK3."
Dokumen tersebut membahas berbagai teori penyebab kecelakaan kerja dan program pencegahan kecelakaan, termasuk teori domino, faktor manusia, sistem, dan kombinasi. Dokumen ini juga menjelaskan kerugian langsung dan tidak langsung akibat kecelakaan serta strategi untuk mencegah kecelakaan melalui engineering, pendidikan, dan penegakan aturan.
Dokumen tersebut membahas tentang Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan untuk melindungi pekerja dari bahaya di tempat kerja. Dibahas sejarah penggunaan APD, definisi dan tujuannya, hukum yang mengatur APD, jenis resiko dan bahaya di tempat kerja, serta kesimpulan bahwa APD penting untuk mencegah kecelakaan di berbagai industri.
Materi k3 prosedur keselamatan kerja dan simbol bahayaSyaifi Al-Mahfudzi
Dokumen tersebut memberikan panduan umum tentang prosedur keselamatan di tempat kerja, termasuk tujuan dari prosedur keselamatan, tindakan yang tidak aman, kondisi lingkungan yang tidak aman, dan berbagai simbol bahaya umum seperti simbol peringatan, bahaya, kebakaran, dan larangan. Dokumen ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan kerja.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen proyek konstruksi bangunan. Terdapat informasi mengenai pengertian proyek konstruksi, jenis-jenis proyek konstruksi, tahapan proyek konstruksi, pentingnya manajemen proyek, dan pengendalian sumber bahaya di tempat konstruksi.
Dokumen tersebut membahas mengenai pengawasan kesehatan kerja yang mencakup pengertian, dasar hukum, ruang lingkup, pelayanan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, dan penyakit akibat kerja. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang upaya jaminan dan perlindungan kesehatan bagi pekerja dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujuan untuk melindungi pekerja dan orang lain di tempat kerja serta menjamin proses produksi berjalan dengan aman dan efisien dengan fokus pada pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja."
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi tubuh dari bahaya di tempat kerja, dan merupakan cara terakhir untuk melindungi pekerja setelah upaya pengendalian bahaya lain. APD harus sesuai dengan bahaya yang ada, nyaman digunakan, dan memberikan perlindungan efektif.
Dokumen tersebut membahas kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) nasional Indonesia. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan para pekerja dan menjamin produktivitas nasional. Dokumen ini menjelaskan tanggung jawab berbagai pihak terkait penerapan K3, serta strategi dan program pemerintah untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determine Control) yang merupakan bagian standar OHSAS 18001:2007 untuk memanajemen risiko di tempat kerja dengan mengidentifikasi bahaya, menilai risiko, dan menentukan pengendalian. Dokumen tersebut juga menjelaskan proses HIRADC serta metode identifikasi bahaya dan penilaian risiko seperti checklist, brainstorming, dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Pengertian Audit
adalah pemeriksaan secara sistematik dan independen, untuk menentukan suatu kegiatan dan hasil-hasil yang berkaitan sesuai dengan pengaturan yang direncanakan dan dilaksanakan secara efektif dan cocok untuk mencapai kebijakan dan tujuan perusahaan.
Dokumen tersebut membahas tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang meliputi pengertian, tujuan penerapan, dasar hukum, proses, dan strategi penerapannya. Dokumen ini memberikan panduan lengkap tentang implementasi SMK3 di perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sesuai dengan peraturan pemerintah. Ia menjelaskan 5 prinsip dasar dalam penerapan SMK3 yaitu penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, serta peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3. Dokumen ini juga menjelaskan
Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di berbagai industri serta standar internasional untuk SMK3 yaitu OHSAS 18001. Dokumen ini menjelaskan bahwa SMK3 mulai dikembangkan sejak tahun 1970-an dan semakin diterapkan secara luas di berbagai sektor industri. OHSAS 18001 merupakan standar global untuk SMK3 yang terdiri atas 17 unsur implement
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfnarayafiryal8
Industri batu bara telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran udara global. Proses ekstraksi batu bara, baik melalui penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah, menghasilkan debu dan gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan industri menyebabkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab utama perubahan iklim global dan pemanasan global.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh industri batu bara juga memiliki dampak lokal yang signifikan. Di sekitar area penambangan, debu batu bara yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal. Paparan terus-menerus terhadap debu batu bara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta berkontribusi pada penyakit paru-paru yang lebih serius. Selain itu, hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dapat merusak tanaman, air tanah, dan ekosistem sungai, mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi industri batu bara.
1. SMK 3 ( SISTEM
MANAJEMEN K3 )
oleh
IR. BAMBANG SP.MKKK
Dipersembahkan untuk FS 14 AKAMIGAS BALONGAN
APRIL 2017
1
2. INTRODUKSI SMK3
• Sebagaimana dengan fungsi lainnya dalam perusahaan, seperti sumber
daya manusia, keuangan, produksi, kualitas dan lainnya, aspek K3 juga
harus dikelola dengan baik melalui suatu Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan
untuk mengelola berbagai risiko yang ada dalam kegiatan perusahaan.
Menurut OHSAS 18001 dan SMK3 Depnaker, Sistem Manajemen K3 adalah
organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efisien dan produktif”.
Sistem Manajemen K3 merupakan proses pengelolaan K3 yang dipadukan
dalam suatu sistem manajemen yang utuh mulai dari tahap perencanaan,
penerapan, pengukuran dan pengawasan.
3. • Ada 4 pendekatan thd SMK3 :
• 1. Manajemen tradisional, K3 dipadukan dlm peran Pengawasan dan “
Orang penting “adalah Pengawas dan/atau Spesialis K3, Karyawan
turut dilibatkan,ttp keterlibatan mereka tdk dipandang penting bagi
Pelaksanaan pada sumber SMK3 atau Komite K3.
• 2. Manajemen Inovatif, manajemen memiliki peran penting dlm usaha
K3, ada level integrasi yg tinggi dlm penerapan SMK3, keterlbatan
karyawan dipandang penting dlm pelaksanaan sistem
• 3.Sebuah strategy “ tempat aman “ yg dipusatkan pada kontrol bahaya
pd sumber dgn memperhatikan prinsip tingkat perencanaan dan
penerapan Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan kontrol /
Pengawasan resiko.
• 4. Suatu strategi Kontrol “Orang yg selamat / aman “ yg dipusatkan
atas Pengawasan tingkah laku karyawan /pekerja
3
4. PEDOMAN PENERAPAN SMK3
SMK3 Wajib dilaksanakan oleh perusahaan disemua sektor dan
terintegrasi dengan sistem Manajemen Perusahaan Dan harus
Memenuhi Persyaratan Minimum :
– 5 Prinsip Dasar :
1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN
2. PERENCANAAN
3. PENERAPAN
4. PENGUKURAN & EVALUASI
5. PENINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN
OLEH PIHAK MANAJEMEN
5. • 1. KOMITMEN DAN KEBIJAKAN
1.1 KEPEMIMPINAN DAN KOMITMEN
* organisasi K3
* menyediakan anggaran, SDM dan sarana
* penetapan tanggung jawab, wewenang dan
kewajiban
* perencanaan K3
* melakukan penilaian
5
6. Pedoman Penerapan…
• 1.2. TINJAUAN AWAL K3
* identifikasi bahaya dan sumber bahaya
* pengetahuan dan peraturan perundangan K3
* membandingkan penerapan
* meninjau sebab dan akibat
* efisiensi dan efektifitas
7. • 2. PERENCANAAN
• 2.1. MANAJEMEN RESIKO
• 2.2. PERATURAN PERUNDANGAN
• 2.3. TUJUAN DAN SASARAN
* Dapat diukur
* Satuan/indikator pengukuran
* Sasaran pencapaian
7
8. 2.4. INDIKATOR KINERJA
2.5. PERENCANAAN AWAL DAN PERENCANAAN KEGIATAN YANG SEDANG
3. PENERAPAN
• 3.1 JAMINAN KEMAMPUAN
* SDM, sarana dan dana
* Integrasi
* Tanggung jawab
* Konsultansi, motivasi dan kesadaran
* Pelatihan dan kompetensi kerja
9. • 3.2. KEGIATAN PENDUKUNG
* Komunikasi
* Pelaporan
* Pendokmentasian / Dokumentasi
* Pengendalian dokumen
* Pencatatan dan manajemen informasi
10. • 3.3. IDENTIFIKASI BAHAYA, PENILAIAN, DAN PENGENDALIAN RESIKO
• * Identifikasi sumber bahaya
• * Penilaian resiko
• * Tindakan pengendalian
• * Perancangan (design) dan rekayasa
• * Pengendalian adminsitratif
• * Tinjauan ulang kontrak
• * Pembelian
• * Prosedur menghadapi insiden
• * Prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana
• * Prosedur rencana pemulihan keadaan darurat
10
11. 4. PENGUKURAN DAN EVALUASI
• 4.1. INSPEKSI DAN PENGUJIAN
- Personel berpengalaman dan berkeahlian
- Catatan terpelihara dan tersedia
- Peralatan dan metode yang memadai
- Tindakan perbaikan dan ketidak sesuaian
- Penyelidikan atas insiden
- Temuan dianalisa dan ditinjau ulang
• 4.2. AUDIT SMK3
- Dilakuan secara berkala, sistematik dan independen
- Personel berkompeten / sertifkasi auditor
- Frekuensi audit ditentukan berdasarkan tinjauan ulang dari hasil audit
12. • 4.3. TINDAKAN PERBAIKAN DAN PENCEGAHAN
Hasil temuan pemantauan, audit dan tinjauan
SMK3 digunakan untuk perbaikan dan pencegahan
terhadap kejadian
5. PENINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH
PIHAK MANAJEMEN
• Evaluasi penerapan kebijakan K3
• Tujuan,sasaran dan kinerja K3
• Hasil temuan audit SMK3 yg harus ditinjau ulang
perbaikan yg berkelanjutan
13. A. Tujuan dan Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3 )
Setiap kegiatan pasti mengandung risiko, salah satu di antaranya
berkaitan dengan K3.
Risiko K3 biasanya dikaitkan dengan bahaya yang dapat menimbulkan
cedera pada manusia, kerusakan material dan Lingkungan dan
lainnya.
Sasaran program K3 adalah
untuk mencegah semua kejadian yang tidak diinginkan tersebut.
Salah satu diantaranya adalah melalui penerapan SMK3 yang baik dan
konsekwen
14. Tujuan & Penerapan SMK3
( lanjutan..)
• Penerapan SMK3 yang baik akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan, yaitu menekan risiko dan kejadian, meningkatkan kesisteman
dan konsistensi dalam pelaksanaan K3 serta meningkatkan sistem
pengawasan dan pengendalian.
Karena itu, penerapan SMK3 merupakan landasan utama untuk
meningkatkan kinerja K3 dalam perusahaan. SMK3 telah menjadi kebutuhan
bagi perusahaan yang menjalankan K3, termasuk juga di lingkungan Migas
Indonesia.
Di lingkungan Migas di Indonesia, setiap perusahaan minyak umumnya telah
mengembangkan SMK3 masing-masing yang dipengaruhi oleh latar
belakang perusahaan, sifat operasi ,pengalaman kejadian2 dan manajemen.
15. Cara mengevaluasi SMK3
Untuk mencapai penerapan SMK3 kelas dunia faktor
dibawah ini harus diperhatikan :
• a) SMK3 harus komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh
langkah pengendalian yang dilakukan.
• Antara elemen implementasi dengan potensi bahaya atau resiko
yang ada dalam organisasi harus sejalan. SMK3 di susun dengan
pendekatan risk based concept sehingga tidak salah arah
(misguide).
• b) SMK3 harus dijalankan dengan konsisten dalam operasi satu-
satunya cara untuk pengendalian risiko dalam organisasi. Semua
program K3 atau kebijakan K3 yang diambil harus mengacu kepada
SMK3 yang ada. Sebagai contoh, ketika organisasi akan melakukan
proyek ekspansi fasilitas, maka dikembangkan program K3 untuk
proyek yang tetap mengacu kepada SMK3 yang sudah ada.
16. Cara mengevaluasi (Lanjutan …..)
• c) SMK3 harus konsisten dengan hasil identifikasi
bahaya dan penilaian risiko yang sudah dilakukan. Hal
ini akan tercermin dalam penetapan objektif dan
program kerja yang harus mengacu kepada potensi
bahaya yang ada dalam organisasi.
• d) SMK3 harus mengandung elemen-elemen
implementasi yang berlandaskan siklus proses
manajemen.
• e) Semua unsur atau individu yang terlibat dalam
operasi harus memahami konsep dan implementasi
SMK3.
17. Cara mengevaluasi (Lanjutan …..)
• f) Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan
seluruh elemen dalam organisasi untuk mencapai kinerja K3
terbaik.
• g) SMK3 harus integrasi dengan sistem manajemen lainnya yang
ada dalam organisasi.
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di perusahaan adalah
salah satu fungsi manajemen K3 dalam perusahaan yang berupa
suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai
sejauh mana proses kegiatan K3 di perusahaan itu berjalan,
mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu
kegiatan K3 dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
18. Cara mengevaluasi ( Lanjutan….)
Bagaimana kriteria SMK3 yang diperlukan untuk perusahaan Migas di
Indonesia?
Penerapan SMK3 didasari oleh dua faktor yaitu
1. potensi atau sifat risiko dan
2. kompleksitas operasi perusahaan.
Bagi perusahaan yang sederhana dengan skala kegiatan kecil dan risiko
rendah, dapat membangun SMK3 yang sederhana dengan sistem
pengawasan dan pengendalian K3 yang sederhana pula.
Namun untuk perusahaan dengan tingkat risiko tinggi, disertai dengan
kegiatan yang luas dan rumit, diperlukan SMK3 yang komprehensif disertai
dengan sistem pengendalian dan pengawasan yang intensif pula
19. B. Proses SMK3
Sistem Manajemen K3 menggunakan pendekatan manajemen modern
dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen seperti Perencanaan,
pengorganisasian, pemantauan, dan pengendalian serta langkah koreksi.
Secara garis besar Sistem Manajemen K3 terdiri dari 2(dua ) unsur utama
yaitu
* proses manajemen dan
* elemen implementasinya.
Proses manajemen K3 dalam model SMK3 ini terdiri
atas 5 tahapan proses yaitu :
20. • Proses manajemen K3 dalam
model SMK3 ini terdiri atas 5
tahapan proses yaitu :
• 1. Strategis dan Kebijakan
• 2. Perencanaan
• 3. Implementasi dan Operasi
• 4. Pemantauan dan Pengukuran
• 5. Audit dan Tinjau Ulang
20
21. 1. Strategis dan Kebijakan
Proses pertama dalam siklus SMK3 adalah menetapkan landasan strategis dan
kebijakan. Landasan strategis dalam bentuk komitmen manajemen, penetapan
filosofi K3 perusahaan yang kemudian dituangkan dalam kebijakan K3.
Tahapan ini sangat penting karena menentukan keberhasilan program K3 dalam
perusahaan.
Aspek K3 pada dasarnya merupakan tanggungjawab manajemen sebagai bagian
fungsi manajemen.
Karena itu, penerapan K3 dalam perusahaan harus menjadi komitmen manajemen
sebagaimana halnya dengan fungsi lainnya dalam perusahaan.
Manajemen harus melihat masalah K3 sebagai bagian dari strategi bisnis untuk
mencegah kerugian akibat kecelakaan dan kejadian lainnya yang tidak
yang dapat mengganggu pencapaian tujuan perusahaan.
Melalui komitmen manajemen, upaya K3 dalam perusahaan akan
berkembang dan dijalankan oleh semua unsur dalam perusahaan.
22. 2. Perencanaan
Proses kedua dalam siklus manajemen K3 adalah
perencanaan.
Suatu kegiatan tanpa perencanaan yang baik tidak
berhasil dengan optimal.
Prinsip dasar perencanaan K3 yang baik adalah
sebagai berikut :
Menggunakan pendekatan yang sistematik untuk
mengimplementasikan kebijakan K3 melalui SMK3
efektif.
23. • Berlandaskan pengendalian risiko (risk based planning).
• Perencanaan K3 harus didasarkan atas potensi risiko K3 yang dihadapi
perusahaan melalui proses identifikasi bahaya dalam setiap tahapan kegiatan.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya tersebut, perusahaan melakukan
penilaian risiko dan menetapkan langkah strategis untuk pengendaliannya.
Hasilnya dituangkan dalam sasaran K3 yang akan dicapai melalui rencana
kerja yang sistematis
Kriteria perencanaan K3 yang baik antara lain :
- Memiliki sasaran K3 yang jelas dan mudah dipahami.
- Memiliki tanggungjawab dan akuntabilitas yang jelas dalam
pelaksanaannya pada setiap jenjang dan unit kegiatan.
- Cara untuk mencapai sasaran.
- Sumber daya yang diperlukan meliputi dana, sumber daya manusia dan
prasarana.
- Agenda atau jadwal penyelesaian.
- Ukuran kinerja keberhasilan
- Mekanisme evaluasi.
24. • Dalam proses perencanaan K3 ini ada 2 elemen pokok
yaitu
a).Organisasi dan Manajemen risiko.
Dalam aspek organisasi, antara lain berkaitan dengan struktur
organisasi,peran dan tanggungjawab semua unsur dalam
perusahaan serta sistem dokumentasi SMK3 yang efektif.
b) Manajemen Risiko, yang menjadi landasan
• perencanaan dan pengembangan program K3 dalam perusahaan.
• Perencanaan K3 yang baik harus mampu menjawab bagaimana
menangani risiko yang ada dalam perusahaan. Semua rencana K3
yang disusun harus memiliki kaitan dengan hasil identifikasi dan
evaluasi bahaya.
25. 3. Implementasi dan Operasi
Proses ketiga ...Perencanaan yang baik tanpa Implementasi yang
konsisten dan terarah tidak akan berhasil mencapai kinerja K3
yang diharapkan.
Karena itu seluruh rencana kerja dan program K3 harus
diimplementasikan dan dijalankan dalam aktivitas operasi untuk
mengendalikan semua potensi bahaya.
Implementasi SMK3 mencakup seluruh aspek, baik yang berkaitan
dengan manusia seperti pelatihan, pembinaan kompetensi,
maupun berkaitan dengan perangkat keras, seperti
fasilitas operasi, kegiatan pemeliharaan dan pengembangan
fasilitas operasi.
26. 4. Pemantauan dan Pengukuran
Proses keempat adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan implementasi serta
kekurangan dan kelemahan yang ada dalam
penerapan SMK3.
Pemantauan dan pengukuran kinerja dilakukan
dengan melakukan perbandingan kinerja K3
terhadap standar kinerja yang telah
27. 5. Audit dan Tinjau Ulang
Proses kelima adalah merupakan bagian penting
dalam siklus manajemen K3.
Audit adalah untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan yang terdapat dalam proses manajemen
K3 yang dijalankan dibandingkan dengan
persyaratan atau standar yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil audit tersebut, perusahaan dapat
melakukan langkah perbaikan secara menyeluruh
dan melakukan proses tindak lanjut peningkatan
berkelanjutan.
28. C. Strategi Penerapan
Banyak perusahaan yang telah melaksanakan K3 namun belum
menunjukkan hasil dan kinerja K3 yang signifikan.
Untuk mencapai kinerja manajemen K3 yang baik dan meningkatkan
komitmen terhadap K3, pihak manajemen perlu memahami peran K3 dalam
mendukung tercapainya misi perusahaan.
Manajemen melihat K3 adalah sebagai bagian integral dari bisnis menyeluruh.
Ada beberapa strategy Penerapan SMK3 dengan pendekatan yang digunakan untuk
meningkatkan dukungan terhadap K3 antara lain :
- 1. pendekatan pengendalian kerugian (loss control),
- 2. pendekatan budaya K3 (Safety Culture),
- 3. pendekatan kesisteman (system approach)
dan keterkaitan K3 dengan manajemen lain seperti
manajemen mutu / ISO 9000 dan manajemen operasional.
29. Strategi Penerapan ( lanjutan )
1. Pendekatan Pengendalian Rugi
Salah satu faktor yang kurang mendukung dalam keberhasilan K3 adalah
masih adanya persepsi yang menilai bahwa K3 hanya pemborosan biaya.
Padahal sebaliknya K3 membawa manfaat untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan melalui pencegahan kerugian. Karena itu,
penerapan K3 dalam perusahaan harus dilihat dari sisi pengendalian
kerugian.
Setiap kecelakaan akan membawa kerugian yang besar bagi
perusahaan baik cedera pada manusia, kerusakan sarana produksi,
kerugian waktu, korban jiwa dan terhentinya produksi./ shutdown
Pendekatan K3 harus memasukkan aspek pengendalian kerugian (total loss
approach) sebagai salah satu landasan penerapannya.
Pendekatan ini berbasis teori kecelakaan yang dikembangkan oleh Frank
Bird yaitu “multiple causation model”. Menurut pendekatan ini, terjadinya
kecelakaan disebabkan oleh berbagai faktor (multi causal factor).
30. Strategi Penerapan ( lanjutan )
• Suatu kecelakaan akan bermula dari kondisi tidak aman atau tindakan tidak
aman serta terjadinya “near misses” yang mendahului terjadinya kejadiantersebut.
• Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan
pengendalian terhadap insiden dan near misses yang melatar belakangi
terjadinya kecelakaan. Penggambaran mengenai perbandingan (ratio)
kecelakaan dengan kejadian insiden .
• Sejalan dengan pendekatan tersebut, manajemen puncak harus meyakini
bahwa K3 akan memberikan dampak positif terhadap jalannya bisnis
perusahaan melalui pengurangan biaya kecelakaan dan pemborosan
lainnya.
Dengan demikian, K3 dapat dilihat sebagai bagian penting dalam
pengelolaan bisnis sehingga manajemen akan memberikan prioritas yang
sama dengan aspek lainnya dalam perusahaan.
31. • Di samping dampak kerugian materil,kecelakaan juga
akan membawa pengaruh terhadap “image” perusahaan
di mata masyarakat.
• Oleh karena itu setiap unsur dalam perusahaan, mulai
level terendah sampai manajemen puncak harus
memiliki persepsi yang sama bahwa keselamatan akan
mendukung pengendalian kerugian dalam perusahaan
dan untuk itu, setiap insiden bagaimanapun kecilnya
harus dicegah.
32. Strategi Penerapan ( lanjutan )
Studi Tentang Accident Ratio
• Studi mengenai “Accident Ratio” banyak dilakukan antara lain oleh
H.WHeinrich, James Tye dari British Safety Council, Frank Bird dan
lain-lainnya.
• Terdapat suatu ratio antara faktor penyebab kecelakaan dgn
terjadinya kecelakaan yg menyebabkan cidera ringan,sedang,
berat & fatal
• Jumlah kejadian2 berbahaya yg belum menimbulkan celaka /
nearmiss jauh lebih besar dibandingkan dg jumlah kecelakaan yg
terjadi
• Untuk mencegah kecelakaan , persh hrs menghilangkan kondisi
berbahaya yg ada ditempat kerja shg peluang terjadinya cidera dpt
diminimize
33. • Perusahaan sering mengabaikan kejadian yang
tidak menyebabkan cedera atau “near misses”
karena tidak menimbulkan kerugian berarti.
• Jika hal ini terjadi berulang-ulang, suatu saat
akan dapat menimbulkan kecelakaan yang lebih
berat.
• Karena itu, program K3 harus bersifat
menyeluruh mengendalikan semua potensi
terjadinya kecelakaan baik karena kondisi
lingkungan kerja yang tidak aman, maupun
karena faktor manusia.
34. • Karena itu pendekatan sistem manajemen K3
adalah berlandaskan manajemen risiko (Risk
Management ) yaitu adanya bahaya yang
berdampak timbulnya risiko bagi perusahaan
yang selanjutnya harus dikelola atau
dikendalikan.
Upaya pengendalian risiko tersebut merupakan
bagian dari sistem manajemen K3 yang dikenal
dengan istilah HIRARC
(Hazards Identification - Risk Assessment
dan Risk Control).
35. STRATEGI Lanjutan…..
2. Pendekatan Budaya K3
Menurut teori kecelakaan, sebagian besar kejadian kecelakaan disebabkan
oleh unsur manusia. / Human error.
Karena itu unsur manusia merupakan kunci keberhasilan setiap usaha keselamatan.
Dalam hal ini faktor yang sangat menentukan adalah masalah budaya K3 dalam perusahaan.
Karena itu dalam pendekatan K3 dilakukan berbagai upaya dalam bentuk
pengawasan terhadap berbagai kondisi dan perilaku dalam lingkungan kerja
untuk mencegah terjadinya tindakan dan perilaku tidak aman.
Fungsi K3 dalam perusahaan harus terus menerus melakukan pengawasan
memantau jalannya kegiatan.
Dalam pendekatan K3 modern, peran sbg polisi ini harus dikurangi atau
dihilangkan dengan membangun budaya K3 dikalangan pekerja walaupun
akan memerlukan waktu yang lama.
Budaya K3 di perusahaan adalah produk nilai-nilai individu, kelompok dan
organisasi, sikap, persepsi, kemampuan dan pola perilaku yang menentukan
komitmen dan gaya serta kecakapan manajemen di bidang K3.
36. • Perusahaan yang mempunyai budaya K3 yang positif mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
- Komunikasi yang berdasarkan kepercayaan (trust).
- Shared perception terhadap pentingnya K3.
- Kemampuan untuk meningkatkan efektifitas program pencegahan.
• Pengertian lain dari budaya K3, adalah “the way we do things around here”
(cara, pola pikir, sikap, perilaku mengerjakan suatu pekerjaan).
• Budaya K3 dapat dilihat dengan :
- Seberapa jauh pekerja dapat memahami manfaat dari “cara” yang telah
mereka laksanakan terhadap pekerjaannya.
- Peningkatan kinerja yang diperoleh perusahaan dari perubahan
pendekatan manajemen K3 yang dilakukan.
37. • Budaya K3 dapat dibangun melalui berbagai upaya antara lain :
- Melalui proses pengawasan yang intensif di dalam perusahaan (control).
- Meningkatkan kerjasama dan team building diantara para pekerja baik
secara individu, kelompok maupun secara umum (co-operation)
- Meningkatkan komunikasi antar individu di dalam perusahaan
(communication).
- Meningkatkan kemampuan individual dari masing-masing pekerja
(competence).
• Pengawasan dan pengendalian merupakan landasan untuk
mengembangkan budaya K3.
Faktor di atas (pengawasan, kerjasama, komunikasi dan kemampuan)
memiliki kaitan yang erat. Untuk itu diperlukan konsistensi dan kontinuitas
dalam penerapannya, sehingga diharapkan iklim K3 (HSE Climate) yang
dibutuhkan untuk pengembangan budaya K3 (Safety Culture) dapat tercipta.
Integrasi antara ke empat komponen tersebut yang dijalankan secara
konsisten akan menjadi kerangka kerja organisasi (Organisational Framework )
dalam mengelola K3 secara efektif.
38. 3. Pendekatan Sistematik
Salah satu faktor penting mendukung keberhasilan K3 dalam perusahaan
adalah dengan melakukan pendekatan yang sistematik. Pengelolaan K3
bukan sekadar bersifat reaktif atau kuratif, tetapi ditekankan kepada
pendekatan proaktif atau bersifat pencegahan (prevention).
Untuk itu perlu dilakukan pendekatan sistematik, yang melihat masalah K3
sebagai suatu kesatuan kesisteman yang ada dalam perusahaan.
K3 menyangkut unsur–unsur produksi yang saling berintegrasi dalam
menggerakkan roda produksi, seperti unsur manusia, peralatan, lingkungan
kerja, proses dan metoda kerja. Semuanya harus dikelola secara
sistematis.
Dalam melaksanakan K3, perusahaan juga harus menyusun strategi yang
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang yang dikaitkan dengan
sasaran bisnis perusahaan.
39. Persyaratan Umum SMK3
• Ruang Lingkup dalam SMK3 bervariasi tergantung pada perusahaan,
Negaranya dan faktor lokal lainnya, tetapi secara umum mensyaratkan
:
- Adanya Kebijakan K3
- Struktur Organisasi untk menerapkan
Kebijakan K3
- Program Implementasinya
- Metode untk mengevaluasi Keberhasilan
Penerapannya
- Rencana Tindakan Perbaikan / Tinjau ulang
untk peningkatan secara berkesinambungan
41. •
•
LANGKAH - LANGKAH DALAM SISTEM MANAJEMEN
SMK3 DEPNAKERTRANS
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL4
KEBIJAKSANAAN
KOMITMEN
Perencanaan
Pengukuran &
Evaluasi
Tinjauan Ulang &
Peningkatan Mgmt
Penerapan
42. LANGKAH SMK3
1.KOMITMEN & KEBIJAKAN
a. Kepemimpinan dan Komitmen
b.Tinjauan awal K3
c. Kebijakan K3
2.PERENCANAAN
a. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian Pengendalian Resiko
b. Peraturan Perundang2an
c. Tujuan dan Sasaran
d. Indikator Kerja
e. Perencanaan Awal & Perenc Kegiatan yg sedang berlangsung
43. LANGKAH SMK3
3 .PENERAPAN
a. Jaminan Kemampuan
SDM,sarana dan Dana
Integrasi
Tanggung jawab
Konsultasi,motivasi dan Kesadaran
Pelatihan dan Kompetisi Kerja
b. Kegiatan pendukung
Komunikasi
Pelaporan
Pendokumentasian
Pengendalian Dokumen
Pencatatan dan Manajemen Informasi
c. Identifikasi Sumber bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko
Identifikasi Sumber bahaya
Penilaian Risiko
Tindakan Pengendalian
44. Langkah SMK3 (Lanjutan)
• Perancangan ( design ) dan Rekayasa
• Pengendalian Administrasi
• Tinjauan ulang Kontrak
• Pembelian
• Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat
• Prosedur Menghadapi Insiden
• Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat
45. LANGKAH SMK3
4. PENGUKURAN dan EVALUASI
a. Inspeksi dan Pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
5.TINJAUAN ULANG dan PENINGKATAN
BERKELANJUTAN oleh MANAJEMEN
46. ELEMEN SMK3 Depnaker RI
• Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI , nomor
Per 05/ MEN/ 1996 tentang SMK3
• Elemen 1. Pembangunan dan Pemeliharaan
Komitmen
1.1. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.2. Tanggung jawab dan wewenang untuk
bertindak
1.3. Tinjauan Ulang dan Evaluasi
1.4. Keterlibatan dan Konsultasi dgn Tenaga
Kerja
48. SMK3 Depnaker ( Lanjutan )
• Elemen 4. Pengendalian Dokumen
4.1. Persetujuan dan Pengeluaran Doku
men
4.2. Perubahan dan Modifikasi Dokumen
Elemen 5. Pembelian
5.1 Spesifikasi dari Pembelian barang &
Jasa
5.2. Sistem Verifikasi untuk Barang & Jasa yg
dibeli
5.3. Kontrol barang & Jasa yg dipasok Pelang
gan
49. Elemen SMK3 Depnaker
( Lanjutan )
• Elemen 6. Keselamatan , Kesehatan
bekerja berdasarkan SMK3
6.1. Sistem Kerja
6.2. Pengawasan
6.3. Seleksi dan Penempatan Personil
6.4. Lingkungan Kerja
6.5. Pemeliharaan, Perbaikan dan Peru
bahan sarana Produksi
6.6. Pelayanan
6.7. Kesiapan untuk menangani Keadaan
Darurat
6.8. Pertolongan Perttama pada Kecelakaan
50. Elemen SMK3 Depnaker ( Lanjutan )
• Elemen 7. Standar Pemantauan
7.1. Pemeriksaan Bahaya
7.2. Pemantauan Lingkungan Kerja
7.3. Peralatan Inspeksi. Pengukuran dan Pengujian
7.4. Pemantauan Kesehatan
Elemen 8. Pelaporan dan Perbaikan
Kekurangan
8.1. Pelaporan Keadaan Darurat
8.2 Pelaporan Insiden
8.3. Penyelidikan Kecelakaan Kerja
8.4. Penanganan Masalah
51. Elemen SMK3 Depnaker ( Lanjutan )
• Elemen 9. Pengelolaan Material dan Pemindahannya
9.1.Penanganan secara Manual dan Mekanis
9.2. Sistem Pengangkutan, Penyimpanan
dan Pembuangan
9.3. Bahan bahan Berbahaya
Elemen 10. Pengumpulan dan Penggunaan Data
10.1. Catatan Keselamatan & Kesehatan Kerja
10.2. Data & Laporan K3
52. Elemen SMK3 Depnaker ( Lanjutan )
• Elemen 11. Audit Sistem Manajemen K3
11.1. Audit Internal SMK3
Elemen 12. Pengembangan Ketrampilan dan Kemampuan
12.1. Strategi Pelatihan
12.2. Pelatihan bagi Manjemen & Supervisor
12.3. Pelatihan bagi Tenaga Kerja
12.4. Pelatihan untuk pengenalan bagi Pengunjung
dan
Kontraktor
12.5 Pelatihan Keahlian Khusus
54. Elemen SMK3 Industri Semen
• Elemen 1. Sistem Manajemen Keselamatan Kerja
• Elemen 2. Kebijakan K3
• Elemen 3. Perencanaan & Organisasi K3
• Elemen 4. Penilaian Resiko & Implementasinya
• Elemen 5. Operasionil
• Elemen 6. Pemeliharaan
• Elemen 7. Pengendalian Resiko
• Elemen 8. Pengukuran Kinerja K3
• Elemen 9. Tindakan Korektif atas kejadian yg ada
• Elemen10. Audit K3
55. ELEMEN DARI PSM ( PROCESS SAFETY MANAGEMENT
)
SMK3 DARI REFINERY PERTAMINA
• Elemen 1 : Informasi Keselamatan Proses (Process Safety
Information )
• Elemen 2 : Analisa Bahaya Proses (Process Hazard Analysis)
• Elemen 3 : Keterpaduan Mekanik (Mechanical Integrity)
• Elemen 4 : Review Keselamatan Pre Start Up (Per-Start Up Safety
Review)
• Elemen 5 : Keselamatan Kerja Kontraktor (Contractor Safety)
• Elemen 6 : Cara Kerja Aman (Safe Work Practices)
• Elemen 7 : Prosedur Operasi (Operating Procedures)
• Elemen 8 : Pelatihan (Training)
• Elemen 9 : Partisipasi Pekerja (Employee Participation)
• Elemen 10 : Manajemen Perubahan (Management of Change)
• Elemen 11 : Rencana Tanggap Darurat (Emergency Planning and
Response
• Elemen 12 : Kesehatan Lingkungan Kerja (Industrial Hygiene)
• Elemen 13 : Penyelidikan Kecelakaan (Accident Investigation)
• Elemen 14 : Audit Sistem MKP. 55
56. SMK3 PT. Pertamina ( Persero )
Untuk Pertamina tidak hanya mencakup
K3, tetapi meliputi aspek Lingkungan /
Environment, shg diseluruh Direktorat P.T
Pertamina ( Persero ) untuk Sistem
Manajemennya adalah SMK3LL / SMHSE
57. •
•
LANGKAH - LANGKAH DALAM SISTEM MANAJEMEN
SMK3LL/SMHSE
PT PERTAMINA ( Persero ) KORPORAT
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL4
KEBIJAKSANAAN
KOMITMEN
PROGRAM
KORPORAT
PROGRAM
KERJA
SELF
ASSESSMENT
RENCANA
PERBAIKAN
ANALISA HASIL
(AUDIT)
PENELAAHAN
MANAJEMEN
TUJUAN &
SASARAN
59. KOMITMEN MANAJEMEN
Segenap manajemen di seluruh jajaran PERTAMINA pada setiap jenjang
organisasi dan semua karyawan PERTAMINA berpegang pada komitmen
untuk memberlakukan SMK3LL sebagai salah satu alat untuk mencapai dan
meningkatkan kinerja K3LL melalui upaya – upaya penanganan K3LL.
Dalam melakukan semua kegiatan perusahaan sangat diperlukan kesungguhan
pengawasan dan pelaksanaan agar SMK3LL dapat diterapkan secara optimal,
yang pada akhirnya akan mendukung pelaksanaan misi dan pencapaian tujuan
perusahaan.
• Sebagai langkah awal penerapan SMK3LL, komitmen pimpinan tertinggi
perusahaan mengenai aspek K3LL merupakan kunci utama untuk melaksanakan
Sistem Manajemen K3LL di perusahaan.
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 6
60. KEBIJAKSANAAN
Landasan kebijaksanaan penerapan SMK3LL adalah komitmen PERTAMINA dalam
aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan pada bulan
Pebruari 1992 dan direvisi pada tanggal 12 Juni 1998 yang berisikan sebagai berikut :
1. Menerapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan
2. Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan K3LL yang berlaku
3. Menggalakkan kegiatan lindungan lingkungan dalam rangka memperkecil
dampak negatif dari kegiatan usaha.
4. Menciptakan kondisi kerja yang aman, bebas dari kecelakaan, bahaya kebakaran
dan penyakit akibat kerja.
5. Menggalang kemampuan di dalam menanggulangi kejadian pencemaran,
kecelakaan kerja atau keadaan darurat.
6. Mendidik dan melatih karyawan serta kontraktor tentang aspek K3LL.
7. Menciptakan dan memelihara hubungan yang harmonis dengan masyarakat di
sekitar kegiatan usaha, serta bersikap tanggap apabila timbul masalah yang
berkaitan dengan dampak akibat kegiatan usaha.
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 7
61. PROGRAM KERJA
• PROGRAM KERJA BERAWAL DARI STRATEGI UNTUK
MELAKSANAKAN KEBIJAKSANAAN K3LL.
PROGRAM KERJA HARUS DIBUAT SEEFESIEN DAN SEEFEKTIFMUNGKIN,
DENGAN TUJUAN DAN SASARAN YANG JELASDAN DAPAT DIUKUR DENGAN
INDIKATOR K3LL
PROGRAM KERJA MENGACU KEPADA VISI DAN MISI,
•SERTA KEBIJAKSANAAN SETIAPTINGKAT KEGIATAN OPERASI
•PERUSAHAANDENGAN MEMPERHATIKAN SUMBER DAYA YANG TERSEDIA
PROGRAM KERJA JUGA HARUS SESUAI DAN MEMPERTIMBANGKAN
PERSYARATANPERUNDANG - UNDANGAN
DAN NORMA K3LLYANG BERLAKU.
•PROGRAM KERJA JUGA MENGARAH KEPADA ELEMEN-ELEMEN
• BERIKUT KRITERIA KEBERHASILAN YANG INGIN DI CAPAI
•DALAM PENGELOLAAN ASPEK K3LL
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 8
62. SELF ASSESSMENT
•
• SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGENAL
• GAMBARAN (POTRET) STATUS KONDISI DAN
• KEMAMPUAN UNIT OPERASI PADA SAAT SEKARANG, YANG DILAKUKAN OLEH
MASING - MASING UNIT KERJA ATAU
• SEKTOR KEGIATAN.
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 9
UNTUK MENCAPAI KRITERIA -KRITERIA YANG DITERAPKAN, DIPERLUKAN
:
1. PENGKAJIAN AWAL K3LL
2. TEKNIK PELAKSANAAN PENGKAJIAN AWAL K3LL
3. IDENTIFIKASI PERSYARATAN HUKUM DAN PERSYARATAN LAINNYA
63. TUJUAN DAN SASARAN
•
• BERDASARKAN POTRET K3LL YANG ADA MAKA DISUSUNLAH
TUJUAN DAN SASARAN
• UNTUK MENCAPAI TARGET YANG TELAH DITETAPKAN SECARA
BERTAHAP
• TUJUAN DAN SASARAN JUGA MERUPAKAN BAGIAN TERPADU
DARI RENCANA KEGIATAN
• KECELAKAAN KERJA NIHIL (ZERO ACCIDENT)
• BEBAS DARI PENCEMARAN LINGKUNGAN
• TARGET NIR EMISI
• SERTIFIKASI ISO 14001 / SMK-3 DEPNAKER
• PEMATUHAN / PEMENUHAN STANDARD DAN PERATURAN
NASIONAL / INTERN
• LINGKUNGAN KERJA SEHAT, AMAN DAN NYAMAN
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 10
64. RENCANA PERBAIKAN
• SELANJUTNYA, RENCANA KEGIATAN DI IMPLEMENTASIKAN
MELALUI PROGRAM PENINGKATAN K3LL SECARA
• EFISIEN EFEKTIF, DAN BERKELANJUTAN GUNA MENCAPAI
KESEMPURNAAN DISESUAIKAN DENGAN HASIL SELF
ASSESMENT YANG MELIPUTI ASPEK :
• ELEMEN LL & ELEMEN KK, ELEMEN KESEHATAN KERJA
• ( ISO 14000 ( Env ); PSM / Process Safety Management (
refinery / kilang ) ; SMK-3 ( OHSAS 18000 ) ; ISM - CODE )
HAL 11
65. ANALISA HASIL (AUDIT)
•
• HASIL AUDIT SMK3LL AKAN MEMBERIKAN
GAMBARAN YANG LEBIH JELAS TENTANG PENCAPAIAN
PROGRAM ASPEK K3LL YANG TELAH DILAKSANAKAN SESUAI
DENGAN HARAPAN.
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL 13
66. PENELAAHAN MANAJEMEN
•
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99 HAL14
MERUPAKAN PENELAAHAN OLEH TIM MANAJEMEN SMK3LL YANG
TELAH DILAKUKAN, DIMANA UNTUK MEYAKINKAN BAHWA
PENERAPAN SMK3LL DILAKSANAKAN SECARA EFEKTIF, EFISIEN
DALAM ASPEK FINANSIIL DAN PENINGKATAN KINERJA/
PRODUKTIVITAS PERUSAHAAN.
MERUPAKAN KUNCI DARI PENYEMPURNAAN BERKELANJUTAN
SMK3LL DAN JUGA PENENTU BAGI PERUSAHAAN DALAM
MENCAPAI SASARAN-SASARAN YANG DIINGINKAN
67. SMK3LL TERINTEGRASI
• ASPEK K3LL HARUS ADA DALAM SETIAP SOP
YANG BERLAKU DI PERUSAHAAN
• SEMUA KEGIATAN YANG
BERKAITAN DENGAN ASPEK K3LL
MELIBATKAN SEMUA KARYAWAN
• ASPEK K3LL SELALU MENJADI
PERTIMBANGAN DALAM PELAKSANAAN
OPERASI PERTAMINA
HAL 16
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt.99
• ADANYA KOMITMENT MANAJEMEN
DALAM BIDANG K3LL SEHINGGA DIPAKAI
SEBAGAI ACUAN SETIAP LANGKAH PERUSAHAAN
68. • ASPEK K3LL SELALU BERADA DALAM
PERHATIAN DI SETIAP KEGIATAN PENGAWASAN
• PELATIHAN K3LL TIDAK TERBATAS HANYA
BAGI KARYAWAN K3LL
• SETIAP KARYAWAN HARUS BERTANGGUNG
JAWAB PADA SETIAPASPEK K3LL YANG ADA
DI LINGKUNGAN KERJANYA
• ADANYA MATA PELAJARAN BIDANG K3LL DALAM
SETIAP KURSUS YANG DISELENGGARAKAN OLEH
PERUSAHAAN
• PEMBERIAN PENGHARGAAN (REWARD SYSTEM)
DAN HUKUMAN BAGI KARYAWAN ATAS
PERHATIANNYA PADA ASPEK K3LL DI LINGKUNGAN
KERJANYA
HAL17
BSP/SMK3LL/SISTEM.ppt-99
• ASPEK K3LL MASUK DALAM SALAH SATU
ITEM LPHK TAHUNAN
69. SMK3LL PERTAMINA KORPORAT
Mempunyai 12 Elemen :
Elemen 1 : Kebijaksanaan LK3
Elemen 2 : Persyaratan Perundang-undangan
Elemen 3 : Aspek Lindungan Lingkungan
Elemen 4 : Aspek Keselamatan Kerja
Elemen 5 : Aspek Kesehatan Kerja
Elemen 6 : Program Manajemen LK3
Elemen 7 : Pelatihan, Kepedulian dan Kompetensi
Elemen 8 : Pengelolaan Dokumen SMLK3
Elemen 9 : Pengendalian Operasional d
an Pengelolaan Resiko
Elemen 10 : Kesiagaan dan Tanggap Darurat
Elemen 11 : Pengkajian dan Evaluasi
Elemen 12 : Hubungan Dengan Masyarakat
Yang dapat diuraikan menjadi 181 kriteria
HAL 15
BSP/SMLK-3/SISTEM.ppt.99
73. 73
SM-K3LL TERINTEGRASI DALAM SISTEM
MANAJEMEN PERTAMINA
ADANYA KOMITMENT MANAJEMEN DALAM BIDANG K3L SEHINGGA DIPAKAI
SEBAGAI ACUAN SETIAP LANGKAH PERUSAHAAN
ASPEK K3 LL SELALU MENJADI PERTIMBANGAN DALAM PELAKSANAAN
OPERASI PERTAMINA
SEMUA KEGIATAN YANG BERKAITAN DENGAN ASPEK K3LL MELIBATKAN SEMUA
KARYAWAN
ASPEK K3LL HARUS ADA DALAM SETIAP SOP YANG BERLAKU DI PERUSAHAAN
75. TAHAPAN / LANGKAH 2 PELAKSANAAN
SMHSE Pertamina EP
PERBAIKAN
BERKELANJUTAN
Komitmen Manajemen
Keteladanan
Peran dan Tanggung jawab
Penilaian Awal
Peraturan Perundangan,
Pedoman & Standar
Tujuan dan Sasaran
Program kerja
Implementasi 13
Elemen SMHSE
Audit Internal dan Eksternal
Pelaporan
PEMERIKSAAN &
TINDAKAN KOREKSI
KEBIJAKAN HSE
PERENCANAAN
VISI, MISI & TATA
NILAI UNGGULAN
PENERAPAN
PENELAAHAN
MANAJEMEN
76. Referensi
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Kepmen,
dengan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan
Lingkungan
Peraturan Daerah, dengan SK-Gub, terkait dengan Otonomi
daerah tentang HSE
Pedoman Pengelolaan HSE BPMIGAS
Standar dan CODE Internasional (ISO, ASME, ASTM, ANSI,
SMK3 BPMIGAS / SKKMIGAS
Implementasi
Implementasi SMHSE ini telah mencakup Sistim Manajemen
yang didasarkan pada ISO 14001
Pemantauan implementasi, mengacu pada TKI ( Tata Kerja
Audit SMHSE
SMHSE PT PERTAMINA EP bersifat dinamis, sejalan dengan
operasi perusahaan dan perkembangan peraturan perundangan
berlaku
SISTEM MANAJEMEN HSE (SMHSE)
77. Kebijakan HSE PT PERTAMINA EP
• Kepemimpinan yang menunjukkan keteladanan dalam aspek K3LL.
• Menerapkan prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dan
serta mematuhi peraturan perundangan dan standar K3LL yang berlaku.
• Secara berkelanjutan melakukan pengelolaan terpadu aspek K3LL melalui
pembinaan dan penerapan teknologi tepat guna yang handal, sejak rancang
bangun, konstruksi, operasi, sampai dengan tahap pasca operasi.
• Menjadikan aspek K3LL sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Budaya
Perusahaan dan Ukuran Kinerja Individu, pembinaan SDM serta mitra kerja.
• Bersikap proaktif dalam mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkan oleh
kegiatan operasi.
• Meningkatkan kemampuan pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat
rangka pengamanan aset, pencegahan kerusakan lingkungan, pencegahan
jiwa serta peningkatan citra perusahaan.
• Menjamin kelayakan sarana dan fasilitas operasi secara berkesinambungan
standard & code nasional maupun internasional.
• Menciptakan, membina dan memelihara hubungan yang harmonis dengan
stakeholder.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
78. • Komitmen Manajemen
Segenap manajemen di seluruh jajaran PT PERTAMINA EP
bertekad memprioritaskan aspek HSE dalam setiap kegiatan
Komitmen pimpinan tertinggi di Area Operasi/Unit Usaha
merupakan kunci utama keberhasilan pelaksanaan Sistem
Manajemen HSE. Hal ini diimplementasikan dalam bentuk :
– Mengintegrasikan dan memprioritaskan aspek HSE dalam
pelaksanaan kegiatan operasi.
– Menempatkan posisi organisasi HSE independent dan
pimpinan tertinggi.
– Memberikan dukungan anggaran/dana yang memadai.
• Keteladanan
– Pola pikir dan perilaku serta tindakan jajaran manajemen
mencerminkan kepedulian terhadap aspek HSE terutama
kegiatan operasi.
– Tekad dan sikap pimpinan yang disampaikan melalui
dan pertemuan lainnya baik secara formal maupun informal
mencerminkan keteladanan.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
79. • Peran dan Tanggung Jawab
Pimpinan tertinggi Area Operasi/Unit Usaha menunjuk
wakil manajemen yang diberi kewenangan untuk :
– Menjamin persyaratan dalam SMHSE diterapkan dan
dipelihara sesuai dengan peraturan, prosedur, norma-
norma HSE yang berlaku.
– Melaporkan kinerja SMHSE kepada pimpinan tertinggi
Area/Unit Usaha untuk dikaji dan sebagai dasar untuk
penyempurnaan.
– Mendokumentasikan tanggung jawab dan wewenang
mengefektifkan pelaksanaan SMHSE.
– Menguraikan secara jelas tanggung jawab HSE pada
jabatan manajerial.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
80. Perencanaan
• Sebelum menerapkan SMHSE harus terlebih dahulu diketahui
kondisi awal kinerja HSE di setiap Area Operasi/Unit Usaha.
• Hal tersebut dilakukan dengan melaksanakan kajian
awal, menggunakan daftar periksa / checklist yang
mengacu kepada elemen-elemen SMHSE.
• Dari kegiatan pengkajian awal HSE ini akan diperoleh
"Baseline Assessment”
Peraturan Perundangan, Pedoman dan Standar
• Guna mematuhi peraturan-perundangan, Sistim Tata Kerja
dan standar HSE yang berlaku, terlebih dahulu harus
dan memahami peraturan-perundangan, standar, dan STK
yang berlaku serta implikasinya terhadap kegiatan operasi.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
81. Tujuan dan Sasaran
• Setelah melakukan penilaian awal, ditetapkan tujuan dan
sasaran jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan
sasaran harus realistis, terukur dapat dicapai sesuai sarana
prasarana serta anggaran yang tersedia,
– Kecelakaan kerja nihil (zero accident).
– Lingkungan kerja sehat, aman dan nyaman.
– Bebas pencemaran lingkungan.
– Sertifikasi Internasional Aspek HSE (ISO 14001/OHSAS
Series).
– Pematuhan/Pemenuhan Standar dan Peraturan
Internasional.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
82. Program Kerja
• Program kerja dibuat sebaik mungkin dengan tujuan
dan sasaran yang jelas, terukur dapat dicapai dengan
mempertimbangkan sumber bahaya, penilaian dan
pengendalian resiko kegiatan sesuai persyaratan
peraturan-perundangan yang berlaku, serta hasil
pelaksanaan tinjauan/kajian awal SMHSE.
• Program Kerja HSE harus mengacu kepada Visi dan
Misi serta kebijakan pimpinan tertinggi
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
83. Pelaksanaan penerapan 13 elemen SMHSE meliputi :
• Melaksanakan dan mensosialisasikan Program Kerja kepada semua
pekerja.
• Melaksanakan koordinasi program kerja dengan semua unsur
terkait.
• Menetapkan prioritas pelaksanaan program kerja.
• Menjalankan program kerja sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan
Audit Internal dan Eksternal
• Pelaksanaan SMHSE harus di verifikasi melalui pelaksanaan audit
• Hasil audit SMHSE internal/eksternal akan memberikan gambaran
lebih jelas tentang pencapaian program yang telah dilaksanakan
serta menganalisa berbagai keadaan yang dihadapi.
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
84. Penelaahan Manajemen
Merupakan penelaahan atas pelaksanaan SMHSE
yang dilakukan oleh tim manajemen, hal ini untuk
meyakinkan bahwa penerapan SMHSE,
secara efektif dan efisien.
SMHSE perlu dikaji secara periodik, untuk
meyakinkan bahwa sistem tersebut berada
Untuk melakukan penelaahan manajemen
dibutuhkan SDM yang memiliki informasi,
pengalaman, pengetahuan HSE dan dapat
mengambil keputusan
TAHAP PELAKSANAAN SMHSE
85. SMHSE PT PERTAMINA EP terdiri dari 13 (tiga belas)
elemen sebagai berikut :
Elemen 1 : Kepemimpinan dan Tanggung Jawab
Elemen 2 : Kepedulian, Pelatihan dan Kompetensi
Elemen 3 : Manajemen Kontraktor / Mitra Kerja
Elemen 4 : Disain, Konstruksi dan Komisioning
Elemen 5 : Operasi dan Pasca Operasi
Elemen 6 : Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan
Elemen 7 : Keselamatan Bahan dan Produk
Elemen 8 : Manajemen Perubahan
Elemen 9 : Komunikasi
Elemen 10 : Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat
Elemen 11 : Penyelidikan Kejadian
Elemen 12 : Dokumentas
Elemen 13 : Evaluasi dan Audit
ELEMEN - ELEMEN SMHSE (13 ELEMEN )
86. Elemen 1 - Kepemimpinan dan Tanggung Jawab.
Kepemimpinan dan tanggung jawab setiap individu dalam organisasi harus
dengan kebijakan perusahaan. Kebijakan HSE merupakan landasan penting
keberhasilan pengelolaan HSE dalam setiap Field / Area Operasi, UBEP, Mitra
Usaha. Kebijakan dilandasi oleh komitmen kuat Pimpinan Tertinggi dalam
melaksanakan pengelolaan HSE secara baik dan benar guna melindungi
masyarakat sekitar Field / Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha dan lingkungan serta
memberi nilai tambah dan peningkatan kepercayaan stakeholder.
• Komitmen dan Kebijakan.
Komitmen Manajemen
Seluruh manajemen hingga pimpinan unit kerja terkecil di
lingkungan PERTAMINA EP harus menunjukkan sikap
kepemimpinan dan memiliki komitmen untuk selalu
menerapkan dan meningkatkan kinerja HSE.
Kepemimpinan dan komitmen akan diwujudkan dalam
tindakan-tindakan nyata, yaitu :
87. o Memprioritaskan aspek HSE dengan melakukan upaya terbaik
dan bertanggung jawab dalam setiap pelaksanaan kegiatan
operasi.
o Menempatkan organisasi HSE pada posisi independen dan
secara langsung dapat memberikan saran serta masukan
dalam penentuan kebijakan perusahaan di bidang HSE.
o Menetapkan anggaran, sarana/fasilitas, tenaga profesional
yang bertanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang
jelas dalam penanganan manajemen HSE serta
mengusahakan teknologi tepat guna.
o Mengusahakan terwujudnya perencanaan dan implementasi
manajemen HSE yang terkoordinasi.
o Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut hasil
pengkajian/penelaahan manajemen bidang HSE.
88. Kebijakan HSE
Kebijakan HSE adalah suatu pernyataan tertulis yang
ditandatangani oleh Pimpinan Tertinggi, memuat keseluruhan
pandangan dan tujuan perusahaan, komitmen serta tekad
melaksanakan manajemen aspek HSE.
Kebijakan HSE PERTAMINA EP yang telah ditandatangani oleh
Direktur Utama, disebarluaskan dan disosialisasikan ke seluruh
Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha.
Pimpinan manajemen unit kegiatan/usaha harus menjamin agar
penjabaran tersebut :
o Sesuai dengan sifat, karakteristik, skala, dampak dan resiko
bahaya serta lingkungan Field /Unit /Area Operasi di
sekitarnya.
o Mencakup komitmen untuk melakukan pencegahan
kecelakaan, kebakaran, ledakan, penyakit akibat kerja,
pencemaran lingkungan dan gangguan operasi lainnya.
o Mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar ,
Prosedur industri yang relevan.
89. o Melakukan penyempurnaan secara berkesinambungan.
o Memberikan kerangka untuk menyusun dan menetapkan
tujuan dan sasaran.
o Didokumentasikan, diterapkan, selalu dimutakhirkan serta
dikomunikasikan kepada semua pekerja.
o Bersifat transparan dan tersedia bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
o Ditandatangani oleh Pimpinan tertinggi Area Operasi/Unit
Usaha untuk menunjukkan komitmennya.
90. • Rencana Kerja, Tujuan dan Sasaran.
Rencana Kerja.
Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha
di lingkungan PERTAMINA EP harus melakukan identifikasi dan
dampak negatif yang mungkin timbul dari setiap kegiatan, untuk
menilai dan menentukan prioritas pengendalian dan besamya
resiko yang akan terjadi.
Identifikasi dan pengkajian dilakukan secermat mungkin ditinjau
dari berbagai jenis dan tingkatan kegiatan, sesuai
ketentuan/peraturan perundangan dan kaidah/metoda baku
antara lain studi lingkungan, analisa keselamatan kerja dan
kesehatan kerja, analisa resiko dan sebagainya.
Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha
menyusun dan menetapkan tujuan dan sasaran HSE sesuai
karakteristik kegiatan dan kondisi lingkungan serta
didokumentasikan secara baik dan mudah diakses setiap saat oleh
pihak-pihak yang berkepentingan. Dampak penting dan resiko
bahaya tinggi merupakan pertimbangan utama dalam penyusunan
tujuan dan sasaran manajemen HSE.
91. Program-program HSE mengacu pada kebijakan HSE dan
terintegrasi dengan operasi.
Di dalam program-program HSE harus ditetapkan penanggung
jawab dari setiap fungsi/bagian, cara dan jangka waktu
pencapaian tujuan dan sasaran.
Program manajemen HSE harus bersifat dinamis dan secara
berkala disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan
perubahan tujuan dan sasaran perusahaan.
Program manajemen HSE meliputi :
o Program pemenuhan dan pentaatan terhadap peraturan
perundang-undangan, standar dan norma-norma HSE yang
berlaku.
o Program pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta
upaya-upaya pelestarian lingkungan.
o Program pencegahan dan penanggulangan kecelakaan,
kebakaran, ledakan dan penyakit akibat kerja serta upaya-
upaya pengendalian kerugiannya.
92. o Program pelaksanaan inspeksi peralatan/ instalasi untuk
memberikan jaminan terhadap kehandalan operasi.
o Program-program lain penunjang pelaksanaan manajemen
HSE diantaranya sistem informasi HSE.
Tujuan dan Sasaran.
Penetapan tujuan dan sasaran harus mengacu persyaratan perundang-
undangan dan standar industri, aspek dan dampak HSE, teknologi,
keuangan, keekonomian dan operasional.
Harus konsisten dengan kebijakan HSE dan memuat komitmen terhadap
upaya pencegahan, kecelakaan, kebakaran, ledakan dan penyakit akibat
kerja serta pencemaran lingkungan.
Tujuan dan Sasaran Bidang HSE PERTAMINA EP adalah :
Terciptanya budaya HSE di setiap Field/Area Operasi, UBEP, Mitra
Usaha ( pihak ketiga ) PT PERTAMINA EP serta mengembangkan
kesadaran HSE masyarakat sekitar daerah kegiatan operasi.
93. Tercapainya kondisi handal, aman, sehat dan akrab lingkungan
serta mendukung program pembangunan nasional berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.
Mengembangkan dan menerapkan Sistem Manajemen HSE yang
meliputi rencana kerja pokok, Audit HSE, pelatihan, minimalisasi
dan pengelolaan limbah serta manajemen resiko.
Sasaran tersebut dirumuskan dalam bentuk sasaran pokok dan
target-target kuantitatif, sehingga dapat dilakukan pengukuran
dalam kemajuan pencapaiannya.
94. • Organisasi dan Tanggung Jawab
Organisasi.
Penanganan aspek HSE dilakukan oleh seluruh pekerja dalam
Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha
Organisasi HSE Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha merupakan
kelompok profesional yang membantu dan memberikan saran
serta pertimbangan kepada Pimpinan Tertinggi dalam penetapan
dan pelaksanaan kebijakan HSE sejalan dengan Kebijakan HSE
PERTAMINA EP serta membina hubungan baik dengan instansi
pemerintah dan institusi terkait.
Sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya, maka organisasi
HSE bersifat independen dan memiliki akses langsung ke Pimpinan
Tertinggi.
Pembentukan Komite Manajemen HSE :
o Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, UBEP, Mitra
Usaha di lingkungan PERTAMINA EP dapat membentuk Komite
HSE sebagai badan yang bertanggung jawab atas
terlaksananya program HSE.
95. o Komite HSE adalah wadah yang dibentuk sehubungan dengan
komitmen perusahaan atas HSE yang merupakan bagian
integral kegiatan operasi.
o Komite HSE bersidang sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan
sekali dan/ atau bila dipandang perlu sehubungan dengan
terjadinya suatu kasus/insiden.
o Komite HSE tingkat Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha
dipimpin oleh Pimpinan Tertinggi setempat, dengan wakil
dan anggota menyesuaikan pola yang diterapkan di tingkat
pusat.
o Komite HSE beranggotakan pimpinan seluruh bagian/fungsi
di Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha bersangkutan.
96. Tanggung Jawab.
Tugas dan tanggung jawab individu.
o HSE merupakan aspek yang melekat dan tidak terpisahkan
dalam pelaksanaan dan tanggung jawab bagi setiap pekerja
PERTAMINA EP.
o Setiap SDM, baik pekerja PERTAMINA EP maupun Field/Area
Operasi, UBEP, Mitra Usaha, Mitra Kerja (sesuai kebijakan
HSE) memiliki tanggung jawab pribadi atas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja masing-masing serta orang lain yang
bekerja bersama dan berkewajiban menjaga lingkungan
tempat kerja.
o Setiap pekerja dalam melaksanakan tugasnya agar sesuai
prosedur kerja yang telah ditetapkan serta selalu
mempertimbangkan aspek HSE.
o Tanggung jawab tersebut termasuk membaca, memahami
dan melaksanakan setiap kegiatannya sesuai Kebijakan HSE
PERTAMINA EP.
97. Tanggung Jawab Manajemen.
o Direktur Utama merupakan penanggung jawab utama atas
Perumusan Kebijakan HSE dan pelaksanaan Sistem Manajemen
HSE di seluruh lingkup kegiatan PERTAMINA EP.
o Manajemen HSE bertanggung jawab untuk memonitor
pelaksanaan Sistem Manajemen HSE Field/Area Operasi, UBEP,
Mitra Usaha dan Mitra Kerja.
o Pimpinan setiap Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha dan
Mitra Kerja merupakan penanggung jawab penjabaran
Kebijakan serta pelaksanaan Sistem Manajemen HSE PERTAMINA
EP.
o Sesuai Kebijakan HSE PERTAMINA EP, tanggung jawab aspek HSE
dan Inspeksi peralatan di setiap Field/Area Operasi, UBEP,
Mitra Usaha berada ditangan Pimpinan Tertinggi setempat.
o Sesuai pengawas operasi bertanggung jawab atas terlaksananya
program HSE dalam lingkup kerjanya dan berkewajiban
memantau kinerja dan kendala sebagai masukan bagi
manajemen guna penyempurnaan.
98. o Manajemen HSE PERTAMINA EP merupakan kelompok spesialis
yang bertanggung jawab membantu dan memberikan saran
serta pertimbangan kepada Presiden Direktur dan pimpinan
puncak dalam penetapan serta pelaksanaan kebijakan HSE.
o Manajemen HSE setiap Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha
bertanggung jawab untuk memberikan saran dan dukungan
teknis kepada tim manajemen.
o Secara fungsional kelompok profesionalis HSE Field/Area
Operasi, UBEP, Mitra Usaha bertanggung jawab kepada
Organisasi HSE PERTAMINA EP.
99. Elemen 2 – Kepedulian, Pelatihan & Kompetensi.
Keberhasilan penerapan SMHSE sangat tergantung pada kepedulian dan
kompetensi SDM, sehingga diperlukan program pelatihan HSE bagi SDM HSE
dan non HSE.
• Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha di
lingkungan PERTAMINA EP bertanggung jawab atas tersedianya
sumberdaya untuk melaksanakan manajemen HSE, meliputi :
o SDM yang profesional dan berbudaya HSE.
o Teknologi, peralatan dan fasilitas.
o Sumberdaya finansial.
• SDM merupakan aset paling menentukan keberhasilan penerapan
kaidak-kaidah HSE, oleh karenanya sejak penerimaan sampai akhir
masa baktinya kesadaran dan kepedulian terhadap aspek HSE harus
dibina terus menerus secara sistematis dalam bentuk pelatihan
maupun penugasan (conference, loka karya dan lain-lain).
100. • Penilaian kinerja aspek HSE menjadi bagian dari penilaian
kinerja tahunan setiap pekerja.
• Seleksi, penempatan dan penugasan pekerja baru atau pekerja
yang dipindahkan ke posisi baru (mutasi) harus didasarkan pada
pengetahuan, kemampuan dan tingkat keterampilan yang
dimiliki, termasuk pertimbangan kemampuan/pengetahuan dan
pelatihan aspek-aspek HSE.
• Field/Area Operasi, UBEP, Mitra Usaha lingkungan PERTAMINA
EP melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan HSE bagi
seluruh fungsi dan strata organisasi.
• Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, UBEP, Mitra
Usaha di lingkungan PERTAMINA EP harus mensyaratkan bahwa
semua pekerja yang aktifitasnya akan menimbulkan dampak
penting dan/atau resiko bahaya tinggi, telah memperoleh
pelatihan yang memadai.
101. • Semua pekerja pada semua fungsi dan tingkatan, harus
memperoleh pelatihan peningkatan kepedulian dan kesadaran
HSE, meliputi :
o Pentingnya kesesuaian kebijakan, prosedur dan persyaratan
SMHSE.
o Potensi terjadinya dampak penting terhadap resiko bahaya
kecelakaan/kebakaran, ledakan, penyakit akibat kerja dan
pencemaran lingkungan.
o Peran dan tanggung jawab pekerja dalam implementasi
kebijakan, prosedur HSE dan persyaratan SMHSE, termasuk
persyaratan kesiagaan dan tanggap darurat.
o Konsekuensi atas terjadinya penyimpangan prosedur
operasi.
o Keekonomian dan pemilihan teknologi tepat guna.
102. Elemen 3 – Manajemen Mitra Kerja ( Contractor SMS )
Dalam usaha meningkatkan peran serta Mitra Kerja yang berkerja
lingkungan Field/Area /Unit Operasi, harus dipenuhi ketentuan-
sebagai berikut :
• Mitra Kerja harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab HSE
sebagaimana ditetapkan untuk pekerja PERTAMINA EP.
• Mitra Kerja untuk pekerjaan tertentu harus melengkapi pekerjanya
dengan sertifikat keterampilan dari instansi berwenang, peralatan
kerja dan alat pelindung diri yang diwajibkan, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, standar industri dan norma-
HSE yang berlaku.
• Setiap personil Mitra Kerja harus mendapatkan pelatihan dan
penyuluhan HSE yang diberikan oleh fungsi HSE setempat atau
lain yang ditunjuk.
• Pengalaman dan prestasi kinerja HSE yang dimiliki merupakan salah
satu aspek yang dipertimbangkan sebagai persyaratan Mitra Kerja.
• Setiap selesai melaksanakan pekerjaan, pimpinan/manajemen
setempat dengan pertimbangan dari fungsi HSE, memberikan
rekomendasi tentang kinerja HSE Mitra Kerja tersebut.
103. Elemen 4 – HSE Dalam Disain, Konstruksi dan Komisioning.
Setiap aktivitas pembangunan/pengembangan suatu unit kegiatan/usaha
dibagi dalam 3 (tiga) tahap utama yaitu disain konseptual (conceptual
design), disain rinci (detail design), konstruksi dan komisioning
(construction and commissioning).
• Tahap Disain.
Disain Konseptual.
Dalam penyusunan disain konseptual, aspek HSE harus menjadi salah
satu pertimbangan, bila semua bahaya signifikan (significant
hazards) aspek HSE tidak dapat diidentifikasi, maka pembangunan
disarankan untuk ditunda sampai identifikasi bahaya selesai
dilaksanakan atau proyek menjadi tidak ekonomis (biaya tinggi)
karena harus dipasang fasilitas tambahan untuk mencegah dampak
negatif.
Disain konseptual mencakup dokumen mengenai hal-hal sebagai
berikut :
o Identifikasi semua bahaya signifikan
o Panduan umum penanganan seluruh material yang ada
o Material Safety Data Sheet (MSDS)
o Peta lokasi dengan skala akurat.
104. Disain Rinci.
Pada tahap ini dilakukan tinjauan yang lebih mendalam terhadap
disain konseptual untuk memastikan bahwa semua bahaya yang
teridentifikasi pada tahap disain konseptual telah tercakup. Selain
itu identifikasi bahaya tambahan yang mungkin ada harus
teridentifikasi di tahap ini.
o Disain rinci mencakup dokumen hal-hal sebagai berikut :
Gambar-gambar enjinering secara rinci yang terkait
dengan aspek HSE.
Analisa-analisa bahaya.
Jumlah dan spesifikasi material dalam setiap produksi,
penyimpanan dan pengangkutan.
Data mengenai peralatan kritis (critical items).
o Teknik-teknik identifikasi bahaya aspek HSE yang dapat
digunakan antara lain :
Analisa bahaya & resiko (Hazard & Risk Analysis).
Analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analysis).
105. Analisa sebab akibat / mode kegagalan dan efek (Failure
Mode & Effect Analysis).
Analisa Analisa kerja aman (Job Safety Analysis).
Tunjauan Analisa reabilitas (Realibility Analysis)
Tinjauan peraturan, standar dan kode.
What If Analysis.
Check List.
HAZOPS.
Studi Lingkungan.
o Konstruksi dan Komisioning.
Perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari selama tahap
konstruksi berlangsung, harus dilakukan studi HAZOPS lagi.
Daftar periksa pra-konstruksi harus digunakan untuk memastikan
bahwa semua masalah HSE pada tahap pra-konstruksi sudah
terpenuhi sehingga kegiatan konstruksi dapat berjalan sesuai
rencana. Daftar periksa pra-komisioning harus digunakan untuk
memastikan bahwa kegiatan operasi awal (start up) dapat
terlaksana dengan baik.
106. Konstruksi dan komisioning mencakup dokumen
hal-hal sebagai berikut :
Analisa bahaya sesuai perubahan selama
konstruksi.
Daftar Periksa Pra-Konstruksi.
Daftar Periksa Pra-Komisioning.
107. Elemen 5 – HSE Operasi dan Pasca Operasi.
Guna menunjang kelancaran operasi diperlukan pengendalian operasi dari
aspek HSE agar diperoleh kinerja yang aman, handal dan efisien.
• Pengendalian Keselamatan Kerja.
Manajemen dan pimpinan Field/Area/Unit Operasi, Mitra Usaha di
lingkungan PERTAMINA EP menyusun dan mengembangkan Sistim Tata
Kerja (STK) Keselamatan Kerja Operasi sebagai acuan/referensi
pengelolaan aspek Keselamatan Kerja dalam setiap kegiatan operasi.
Sistem Tata Kerja Keselamatan Kerja Operasi disusun berdasarkan
identifikasi bahaya dan analisis dampak/resiko kegiatan, yang
dilakukan melalui analisis keselamatan pekerjaan JSA (Job Safety
Analysis). STK tersebut harus dimengerti oleh dan dikomunikasikan
kepada semua pihak yang berkepentingan.
Sistem Tata Kerja Keselamatan Kerja Operasi harus selalu
dimutakhirkan dan direvisi secara periodik sesuai
perkembangan/perubahan/modifikasi kegiatan operasi.
108. Upaya keselamatan kerja berupa ketentuan penggunaan alat
keselamatan harus dilakukan sesuai standar keselamatan nasional
maupun intemasional yang berlaku. Penyediaan peralatan merupakan
kewajiban perusahaan maupun Mitra Kerja yang bermitra dengan
setiap Field/Area /UnitOperasi, Mitra Usaha.
Sistem Tata Kerja Keselamatan Kerja Operasi tersebut harus ditaati
oleh setiap pihak tanpa kecuali terutama bagi yang terlibat langsung
dalam kegiatan operasi.
• Pengendalian Kesehatan Kerja.
Kesehatan Kerja adalah aspek akibat kegiatan operasi yang memiliki
dampak terhadap kesehatan pekerja pada jangka waktu panjang
(kronis).
Pimpinan dan Manajemen Field/Area/Unit Operasi, Mitra Usaha
harus memahami potensi bahaya terhadap kesehatan para pekerja
pada setiap tahapan dan kegiatan operasi.
109. Meskipun dampaknya tidak dapat dilihat segera setelah paparan
terjadi, upaya pencegahan/proteksi harus dilaksanakan secara
konsisten antara lain menyediakan peralatan pelindung dalam
jumlah cukup dan memenuhi standar industri nasional/
intemasional.
Setiap pekerja dalam lingkungan PERTAMINA EP dan Mitra Kerja
harus mematuhi peraturan /per UU / perlindungan terhadap bahaya
kesehatan kerja.
• Pengelolaan Lindungan Lingkungan.
Seluruh aspek pengelolaan dan pemantauan lingkungan baik bersifat
teknis maupun sosial harus dilakukan secara konsekwen dan
konsisten dengan tetap mengupayakan penyempumaan sesuai batas
kemampuan teknis dan ekonomis.
Limbah yang timbul dari setiap kegiatan operasi harus dikelola
secara benar dengan memperhatikan prinsip-prinsip hirarki
pengelolaan limbah, yaitu pengurangan (reduce), pemanfaatan
kembali (reuse), daur ulang (recycle/recover), pengolahan
(treatment) dan pembuangan bertanggung jawab (responsible
disposal).
110. Pengelolaan harus diupayakan mulai dari hirarki lebih tinggi.
Pembuangan harus dilakukan sesuai ketentuan, sesuai baku mutu
limbah, altematif ini merupakan pilihan pengelolaan terakhir.
Pimpinan dan manajemen unit kegiatan/usaha harus benar-benar
memahami jenis, jumlah dan karakteristik limbah yang dihasilkan
serta alur proses pengelolaan dan pembuangannya.
Tanggung jawab atas pengelolaan limbah merupakan bagian yang
tak terpisahkan dengan pelaksanaan operasi.
Dikarenakan limbah merupakan hasil ikutan dari proses operasi
maka biaya pengelolaan lingkungan harus diintegrasikan kedalam
biaya operasi.
Dokumentasi limbah merupakan hasil ikutan dari proses operasi
maka biaya pengelolaan lingkungan harus diintegrasikan kedalam
biaya operasi.
Dikarenakan limbah merupakan hasil ikutan dari proses operasi
maka biaya pengelolaan lingkungan harus diintegrasikan kedalam
biaya operasi.
111. Dokumentasi atas jumlah, jenis dan karakteristik limbah serta
pelaksanaan pengelolaannya harus dibuat sebagai data pendukung
pertanggungan jawaban pengelolaan limbah.
Hasil pengelolaan dan pemantauan lingkungan didokumentasikan
secara baik dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
sesuai ketentuan.
• Persyratan perundangan, Standar, Prosedur.
Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, Mitra Usaha di
lingkungan PERTAMINA EP harus memahami persyaratan perundang-
undangan dan standard/code dan Sistim Tata Kerja (STK) HSE.
Untuk keperluan tersebut maka, standard/code harus selalu edisi
terakhir dan prosedur / STK harus selalu dievaluasi untuk
disempurnakan sesuai perkembangan teknologi dan perubahan
kondisi internal/eksternal perusahaan.
112. • HSE Pasca Operasi.
Setiap penanganan Pasca Operasi harus sesuai dengan Pengkajian
Aspek dan Dampak HSE (yang merupakan bagian dari HSE Disain,
Konstruksi dan Komisioning).
Kegiatan tersebut mencakup antara lain:
o Permanently Abandonment (onshore & offshore)
o Pembongkaran Fasilitas Utama & Penunjang (termasuk
platform/anjungan lepas pantai).
o Rehabilitasi Lahan
o Pengelolaan Limbah Padat dan B3
o Pelepasan Tenaga Kerja
o Kehidupan sosial sesudah kegiatan operasi berakhir.
113. Elemen 6 – Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan
Inspeksi dan pemeliharaan peralatan bertujuan untuk menjamin kelayakan
operasi melalui berbagai analisa teknis dan ekonomis berdasarkan
standar/kode nasional dan internasional serta peraturan perundangan yang
berlaku. Hasil-hasil serta rekomendasi inspeksi peralatan digunakan
sebagai salah satu dasar untuk pemeliharaan peralatan sehingga
kegagalan peralatan/instalasi dapat dicegah/dikurangi.
• Tujuan dan Manfaat Inspeksi Peralatan
Setiap Field/Area/Unit Operasi, Mitra Usaha harus melakukan
pemeriksaan/inspeksi terhadap semua peralatan produksi,
pemboran, transmisi dan peralatan operasi lainnya secara rutin dan
berkala untuk mendapatkan jaminan kelayakan operasi berdasarkan
standar/kode nasional dan internasional serta peraturan
perundangan yang berlaku. Rekomendasi hasil inspeksi peralatan
diberikan kepada manajemen dan fungsi terkait untuk
ditindaklanjuti segera.
114. Inspeksi peralatan harus terlibat sejak tahap perencanaan
khususnya dalam pemilihan material, analisis/perhitungan desain
serta pengujian agar peralatan/instalasi mampu beroperasi sesuai
rencana.
Mengusahakan pentaatan terhadap seluruh ketentuan peraturan-
perundangan, menjalin kerja sama dan melakukan komunikasi
secara effektif dan proaktif dengan lembaga/institusi berwenang
diantaranya BPMIGAS, Direktorat Jendral Migas, Departemen Tenaga
Kerja dan Trasmigrasi, BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir)
dan Direktorat Metrologi.
Membuat standar teknik pelaksanaan dan rekomendasi perbaikan
atau perubahan desain serta pemilihan material pengganti.
Melakukan analisa kerusakan/kecelakaan peralatan beserta
rekomendasinya agar kejadian serupa tidak terulang.
115. • Inspeksi Peralatan Terencana.
Inspeksi peralatan terencana dilaksanakan untuk mengetahui sejak
dini kemungkinan adanya keadaan tak aman, tindakan tak aman
ataupun tata cara atau prosedur tak aman sehingga dapat dilakukan
perbaikan secepat mungkin guna mencegah/ mengurangi
kecelakaan kerja, kerusakan peralatan/fasilitas produksi dan
dampak negative HSE lainnya.
Inspeksi peralatan terencana dilakukan untuk mengetahui klasifikasi
tingkat kerusakan atau tingkat bahaya sehingga perbaikan yang
diperlukan dapat dilakukan secara terencana sesuai skala prioritas.
Inspeksi peralatan terencana dilaksanakan secara internal oleh
Inspektor PERTAMINA EP, sedangkan inspeksi peralatan untuk
keperluan sertifikasi dan/atau kalibrasi dilaksanakan oleh Inspektor
PERTAMINA EP dan pelaksana Inspeksi Tambang Direktorat Jendral
Migas serta bila dianggap perlu memanfaatkan Perusahaan Jasa
Inspeksi Teknik (PJIT).
116. Inspeksi peralatan terencana dilaksanakan berdasar jadwal yang
telah ditetapkan.
Hasil inspeksi peralatan terencana didokumentasikan dan
dikomunikasikan sebagai data historis yang digunakan sebagai
rujukan.
• Jenis dan Frekwensi Inspeksi
Inspeksi Wajib.
Inspeksi Wajib atau lebih sering dikenal dengan Statutory Inspection
dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan.
Inspeksi ini dilakukan secara berkala oleh instansi pemerintah
bertujuan untuk mendapatkan ijin penggunaan peralatan dalam
bentuk Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan (SKPP), Sertifikat
Kelayakan Konstruksi Platform (SKKP) dan Sertifikat Kelayakan
Penggunaan Instalasi (SKPI) di lingkungan Direktorat Jenderal Migas,
Depnaker serta Direktorat Metrologi. Inspeksi wajib dapat
dilaksanakan dengan menggunakan jasa pihak ketiga yaitu
Perusahaan Jasa Inspeksi Teknik (PJIT). Sertifikasi di lingkungan
Migas antara lain :
117. o Instalasi meliputi Instalasi Produksi, instalasi Pemboran dan
Instalasi lainnya yang terkait dengan kegiatan Eksplorasi &
Produksi Migas.
o Peralatan meliputi katup pengaman, bejana tekan, boiler,
pesawat angkat, heat exchanger, peralatan listrik, peralatan
putar, rig/hoist, platform/anjungan lepas pantai dan pipa
penyalur.
o Teknik meliputi Spesifikasi Prosedur Las/Welding Prosedur
Spesification (SPL/WPS), Rekaman Kualifikasi Prosedur/
Procedure Qualification Record (RKP/PQR), Sertifikat Juru
Las/Operator Las, Prosedur Uji Tekan Pipa Penyalur, prosedur Uji
Beban Pesawat angkat, Prosedur Reparasi, Modifikasi dan
Alterasi.
118. Inspeksi Internal.
Inspeksi Internal bersifat sukarela (Voluntary Inspection) dilakukan
oleh pemakai/pemilik untuk meyakinkan peralatan dapat beroperasi
secara aman. Inspeksi internal lebih detail sehingga lebih banyak
informasi yang diperoleh, dapat dilakukan secara individu terhadap
bagian peralatan tertentu maupun keseluruhan sistem. Secara
umum inspeksi internal meliputi :
o Mill Inspection, inspeksi selama pabrikasi untuk menjamin mutu
mutu produk meliputi desain, pengerjaan (workmanship) dan
delivery time. Untuk kategori mass product, pemeriksaan dan
dan uji coba dilaksanakan secara random.
o Bulk/Raw Material Inspection adalah kontrol kualitas bahan
material/peralatan yang dipesan.
o Remaining Life, inspeksi yang dilakukan untuk menentukan umur
umur sisa suatu peralatan.
o Failure Analysis, inspeksi yang dilakukan untuk melakukan
analisa kegagalan peralatan.
119. o Inspeksi selama konstruksi, melaksanakan counter check hasil
kerja vendor (pabrik pembuat) maupun main / sub contractor
untuk mengamankan mutu pekerjaan dan konstruksi peralatan
guna kelancaran operasi sehingga memperkecil kerusakan akibat
penyimpangan desain.
o Inspeksi selama operasi dilakukan guna mencegah terjadinya
kerusakan serta menentukan jadwal perbaikan atau
penggantian. Tujuan Inspeksi ini untuk pemeliharaan dengan
cara memonitor kondisi peralatan dari waktu ke waktu
berdasarkan visual, Non Destructive Test, Laboratory Test,
ketebalan, Destructive Test.
o Inspeksi internal dapat dilaksanakan sendiri atau dengan
menggunakan pihak ketiga (Perusahaan Jasa Inspeksi
teknik/PJIT).
120. Frekwensi Inspeksi.
Frekwensi inspeksi peralatan harus dilakukan secara efektif dan
efisien. Inspeksi yang berlebihan merupakan pemborosan dan
mengakibatkan penghentian operasi (shutdown) lebih sering,
sedangkan inspeksi yang sangat minim dapat mengakibatkan
kerusakan (breakdown) terlampau sering atau dapat mengakibatkan
penggantian yang terlampau dini.
Frekwensi inspeksi peralatan ditentukan berdasarkan :
o Umur dan kondisi peralatan existing, semakin tua kondisinya
harus semakin sering diperiksa.
o Kondisi operasi berat mengakibatkan tingkat kerusakan lebih
besar, memerlukan inspeksi lebih sering dibanding peralatan
yang sama dengan sifat operasi lebih ringan.
o Khusus untuk peralatan putar ditentukan oleh jumlah jam
operasi.
o Kondisi lingkungan korosif mengharuskan frekwensi inspeksi lebih
sering dibanding lingkungan yang tidak korosif.
o Hasil analisa inspeksi terhadap peralatan yang mengalami
kerusakan ataupun kegagalan operasi.
121. Salah satu bentuk pemantauan aktif adalah Inspeksi K3 & Teknis
Peralatan.
• Kegiatan inspeksi difokuskan kepada daerah yang memiliki potensi
bahaya besar, atau yang memberikan peluang terbesar untuk
pengendalian bahaya.
– Inspeksi K3 untuk mencegah dan mengendalikan unsafe act dan
unsafe condition termasuk lingkungan/tempat kerja kerja.
• Inspeksi tempat kerja merupakan unsur penting dalam pemantauan aktif,
hal ini dapat menjadi bagian dari prosedur pemeliharaan tempat kerja dan
peralatan yang berlaku di dalam perusahaan, termasuk inspeksi yang
diwajibkan sesuai dengan perundangan.
– Teknis Peralatan yang masuk kategori ini antara lain Heat Exchanger,
Rotary Equipment, Pengelasan, Hoist, Crane, Tanki, Boiler, Pipa
Penyalur, Peralatan & Instalasi Elektrikal, Tubular Goods (casing,
tubing, pipe), Existing Platform, Katup Pengaman, Bejana Tekan, Drill
String, Wire Rope & Acessories, Breather Valve.
122. • Program inspeksi yang baik akan mencakup
seluruh risiko yang kemungkinan ada dalam
tempat kerja, dapat diprioritaskan kepada
lingkungan kerja yang dinilai mengandung risiko
tinggi.
• Untuk tempat kerja dengan tingkat risiko
rendah mungkin pelaksanaan inspeksi diadakan
diadakan 3 bulan atau 6 bulan sekali, namun
bagi tempat kerja yang mengandung risiko
sedang & risiko tinggi, kekerapan inspeksi dan
ketelitiannya harus lebih ditingkatkan.
123. Base practice, minimum :
• Risiko Rendah 6 bulan – 1 tahun sekali
• Risiko Sedang 3 bulan sekali
• Risiko Tinggi 1 – 3 bulan sekali
Program Inspeksi harus mempertimbangkan :
• Aspek peraturan perundangan
• Skala prioritas tingkat risiko
• SDM yang kompeten & profesional dan yang
cukup mengenal tempat kerja.
124. Elemen 7 – Keselamatan Bahan dan Produk.
Untuk menjamin bahwa bahan baku, bahan pembantu, produk dan hasil
buangan telah dikelola sesuai dengan persyaratan HSE, maka harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Setiap bahan baku, bahan pembantu dan produk serta hasil buangan
yang mempunyai resiko bahaya harus dilengkapi dengan keterangan dan
prosedur tentang cara penyimpanan, penggunaan, penanganan,
transportasi dan pembuangannya. Keterangan-keterangan tersebut
dikomunikasikan dan diinformasikan kepada semua pihak yang
berkepentingan.
• Setiap produk perusahaan yang dipasarkan harus dilengkapi dengan
Lembar Data Keselamatan Material (MSDS) yang menginformasikan
kandungan unsur dalam produk serta tindakan yang harus dilakukan bila
terjadi kondisi darurat. Lembar data ini harus diberikan kepada
pengguna atau yang menangani produk.
• Di dalam kemasan setiap produk harus diberi label, simbol dan tanda
peringatan serta petunjuk bahaya dari produk dan cara penanganannya,
cara penggunaan serta masa kadaluwarsa.
125. Elemen 8 – Manajemen Perubahan
Setiap perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas di
Field/ Area / Unit Operasi, Mitra Usaha di lingkungan PERTAMINA EP harus
harus dilaksanakan sesuai prosedur dan direncanakan dengan baik,
perubahan harus dilakukan sesuai ketentuan berikut :
• Setiap perubahan sementara atau permanen menyangkut perubahan
organisasi, Sistem Tata Kerja, peralatan/fasilitas, material dan Sumber
Daya Manusia ( SDM )harus direncanakan secara tepat dan teliti agar
dampak negatif aspek HSE dapat dihindari atau kalaupun terjadi dampak
negatif masih pada tingkat yang dapat diterima.
• Usulan perubahan harus didiskusikan pada tingkat kewenangan yang
tepat.
• Hasil perubahan harus ditinjau dan dianalisa dari aspek teknis dan HSE.
• Dokumen / gambar perubahan dibuat secara lengkap dan ditandatangani
serta didistribusikan ke fungsi terkait dilengkapi prosedur operasi,
pemeliharaan, informasi penanganan aspek HSE serta pelatihannya
akibat adanya perubahan.
126. Elemen 9 – Komunikasi
Setiap Field/Area Operasi, Mitra Usaha di lingkungan PERTAMINA EP
menjaga dan mengembangkan komunikasi secara baik dengan
pihak yang berkepentingan (stake holder) yaitu para pekerja, Mitra
instansi/institusi terkait dan masyarakat sekitar. Untuk mendapatkan
komunikasi yang efektif dilakukan melalui beberapa cara antara lain.
• Rapat manajemen dan rapat-rapat operasi secara periodik.
• Safety meeting , safety talk, Safety Breifing, TBM ( Tool Box Meeting)
• Panel diskusi yang dihadiri tim manajemen dan pekerja menyangkut
permasalahan/kasus-kasus HSE.
• Pelatihan, seminar, workshop.
• Media cetak, media elektronik.
• Laporan periodik Daily/ Weekly/ Monthly/ Annually
127. Elemen 10 – Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat.
Setiap mengantisipasi kejadian-kejadian darurat, diperlukan suatu sistem
untuk menangani, mengendalikan dan menanggulanginya. Field/Area
Operasi, Mitra Usaha di lingkungan PERTAMINA EP harus melakukan
identifikasi potensi bahaya yang dapat mengakibatkan keadaan darurat,
membuat dan mensosialisasikan prosedur tanggap darurat, menguji
prosedur tanggap darurat melalui latihan dan simulasi serta mengkaji dan
merevisi prosedur tanggap darurat secara berkala. Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam menyusun sistem tanggap darurat adalah sebagai
berikut :
• Tanggap Darurat disusun untuk mengahadapi penyusunan sisten tanggap
darurat melibatkan fungsi-fungsi terkait,dengan koordinasi pimpinan
setempat . setiap keadaan/ kejadian darurat yang menimbulkan
dampak negatif/kerugian sangat berarti bagi personil, lingkungan
maupun aset perusahaan.
Kejadian/keadaan darurat dimaksud antara lain semburan liar/blow
out, gas beracun, kebakaran/ledakan, kecelakaan kerja, tumpahan
minyak/bahan kimia berbahaya, kebocoran pipa gas/uap, bencana
alam dan kerusuhan sosial.
128. • Penyusunan sistem tanggap darurat melibatkan fungsi-fungsi terkait,
dengan koordinasi pimpinan setempat.
• Setiap keadaan darurat ditelaah oleh sebuah komite yang terdiri dari
para pimpinan fungsi terkait dan fungsi HSE setempat dengan
koordinasi pimpinan setempat.
• Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi, Mitra Usaha di
lingkungan PERTAMINA EP secara berkala harus selalu mengkaji dan
memperbaharui sistem tanggap darurat sesuai kondisi dan situasi
setempat.
• Sistem darurat minimal harus mencakup perencanaan, operasional,
pengendalian, manajemen sumberdaya, prosedur evakuasi dan
pemulihan.
129. Elemen 11 – Penyelidikan Kejadian
Penyelidikan kejadian ditujukan untuk menjelaskan fakta dan keadaan
yang berkaitan dengan penyebab dasar dan penyebab langsung serta
tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak
terulang dikemudian hari.
• PERTAMINA EP, Mitra Usaha dan Mitra Kerjanya akan selalu
melakukan investigasi/penyelidikan atas setiap kejadian
kecelakaan kerja, kebakaran, pencemaran, kerusakan
peralatan/aset dan “near miss” secara terencana dan
terorganisasi untuk memperoleh data obyektif sebab dan akibat
kejadian serta melaporkannya kepada instansi terkait sesuai
tata cara dan tata waktu yang telah ditetapkan.
• Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi dan Mitra
Usahanya membentuk tim untuk melakukan penyelidikan
(pelaporan, analisa kejadian dan penanggulangan yang
diperlukan) yang beranggotakan fungsi operasi, fungsi
pendukung teknis dan fungsi HSE. Setiap petugas penyelidik
harus terlatih, mampu dan bertanggung jawab.
130. • Penyelidikan kejadian yang komprehensip memuat prosedur tertulis
tentang :
Jenis, waktu, tempat dan uraian kejadian.
Pelapor dan penerima laporan
Pelapor dan penerima laporan.
• Penyelidikan kejadian memberikan manfaat untuk : Jenis,
waktu, tempat dan uraian kejadian.
Pelapor dan penerima laporan
Metode penyelidikan.
Metode penyelidikan.
Penyusunan laporan dan dokumentasi.
131. • Pelaporan dan penyelidikan kejadian memberikan manfaat
untuk : Jenis, waktu, tempat dan uraian kejadian.
Memastikan bahwa semua kejadian telah dilaporkan dan
diselidiki.
Menemukan penyebab dasar dan penyebab langsung.
Mengidentifikasi pengendalian dan penanggulangan kejadian
sebagai acuan untuk penanganan kejadian-kejadian lain yang
mungkin terjadi dimasa mendatang.
Menyediakan informasi rinci untuk penyidikan bila
diperlukan.
Bahan perhitungan/analisa biaya operasi maupun biaya
penanggulangan termasuk biaya rehabilitasi/pemulihan.
Mencerminkan adanya kepedulian manajemen.
132. • Format laporan penyelidikan kejadian harus memuat
hal-hal sebagai berikut :
Evaluasi potensi kerugian.
Evaluasi frekuensi kemungkinan terulangnya
kejadian.
Gambaran/kronologis kejadian.
Penyebab kejadian.
Tindakan perbaikan/rehabilitasi.
Saran/rekomendasi.
133. Elemen 12 – Dokumentasi
Dokumentasi merupakan elemen penting dalam SMHSE, sebagai jaminan
agar semua data dan informasi tersimpan secara baik untuk berbagai
keperluan diantaranya sebagai bahan evaluasi, maka :
• Setiap tahap dalam implementasi sistem manajemen HSE harus
didokumentasikan sebagai acuan dan data pendukung bagi setiap
pekerja atau pihak-pihak yang berkepentingan.
• Dokumentasi disimpan dalam bentuk hard copy atau soft copy (data
elektronik).
• Materi dan jenis dokumen yang perlu didokumentasikan antara lain :
Kebijakan, sasaran dan program HSE.
Informasi sasaran dan program HSE.teknis operasi meliputi P & ID
(Piping & Instrumentation Diagram) dan PFD (Process Flow
Diagram).
Data historis semua peralatan pemboran, fasilitas produksi,
transmisi dan peralatan-peralatan operasi lainnya sejak tahap
desain hingga kondisi paling akhir.
134. Standar/code/ Prosedur , Tata Kerja Organisasi (TKO), Tata Kerja
Individu (TKI) dan Tata Kerja Pemeriksaan Alat (TKPA).
Peraturan Perundangan HSE.
Pelaksanaan Perundangan HSE.
Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan (AMDAL,
RKL/RPL, UKL/UPL).
Material Safety Data Sheet (MSDS)
Laporan kejadian HSE (kecelakaan kerja, kebakaran, ledakan,
penyakit akibat kerja, pencemaran dsb).
• Semua dokumen dijamin kebenarannya, terdistribusikan kepada pihak
terkait, tersimpan dengan aman dan dimusnahkan setelah masa
kadaluarsa.
• Menjamin semua dokumen yang diterbitkan telah diperiksa
kebenaran materinya dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
• Menjamin bahwa semua perubahan atas dokumen dilakukan oleh
pejabat berwenang.
135. Elemen 13 – Evaluasi dan Audit
Implementasi SMHSE memerlukan verifikasi dan evaluasi melalui
pelaksanaan audit. Hasil Audit SMHSE ini akan memberikan gambaran lebih
jelas tentang pencapaian program yang telah dilaksanakan dan
menganalisa berbagai keadaan yang dihadapi.
• Manajemen dan pimpinan Field/Area Operasi/ dan Mitra Usaha di
lingkungan PERTAMINA EP membuat dan selalu memutakhirkan program
serta Tata Kerja Organisasi (TKO) Audit SMHSE.
Hasil Audit SMHSE harus terdokumentasi dan dilaporkan kepada
pimpinan tertinggi setempat sebagai bahan pengkajian/penelaahan
manajemen.
Pengukuran Pengukuran dan pemantauan kinerja K3 dilakukan secara
menyeluruh dengan menetapkan indikator kinerja yang bersifat usaha
(leading indicator) dan indikator negatif (lagging indicator).
Audit dilakukan secara berkala untuk menilai efektifitas pelaksanaan
SMK3.
136. EVALUASI & AUDIT
• Performance Indicators.
• Indikator dan pengukuran kinerja merupakan aspek
penting dalam setiap sendi kehidupan sehari-hari.
Indikator dan ukuran kinerja menjadi masukan bagi kita
dalam menjalankan kegiatan. Tujuan indikator dan
ukuran kinerja adalah :
– Untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita
– Untuk menilai bagaimana hasil yang dicapai
– Mengetahui apa yang terjadi pada saat ini
– Sebagai rambu peringatan untuk menunjukkan adanya bahaya
atau masalah yang perlu diperbaiki.
137. Evaluasi & Audit
• Ada 2 (dua) indikator :
a) Leading Indicators (pengukuran aktif)
• Menunjukkan kinerja yang sedang
berjalan sebelum insiden, yang akan
mempengaruhi kinerja mendatang.
b) Lagging Indicator (reaktif).
• Memberikan indikasi hasil (outcome)
dari kinerja sebelumnya, setelah
insiden.
138. Evaluasi & Audit
• Selama ini perusahaan terpaku menggunakan indikator
“lagging“ misalnya Frekuensi dan Keparahan
kecelakaan (FR dan SR) atau ”Zero Incident“ sebagai
indikator kinerja K3.
• Penggunaan hanya “lagging indicator“ saja kadang-
kadang dapat menyesatkan dalam menilai kenerja K3
dalam perusahaan.
• Tidak adanya kecelakaan belum secara objektif
menjelaskan bagaimana kinerja pelaksanaan K3 dalam
perusahaan.
• Karena itu, banyak perusahaan yang mengkombinasikan
kedua metoda pengukuran ini.
139. Pengendalian Aktif
• Pemantauan ini mencakup :
– Pencapaian sasaran dan rencana kerja khusus,
– Penerapan / Operasional dari Sistem Manajemen K3 (SMK3),
– Pemenuhan terhadap standar kinerja yang ditetapkan.
• Hasil pemantauan ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan sistem pengendalian
risiko dan Sistem Manajemen K3 (SMK3).
• Sistem pemantauan ini dapat mendorong perilaku
positif pekerja dengan menonjolkan sisi
keberhasilannya, dibanding menekankan sisi negatif
dan hukuman akibat suatu kejadian.
140. Pengendalian aktif
• Berbagai bentuk dan tingkat pemantauan aktif antara
lain:
• Prosedur rutin untuk memonitor sasaran tertentu,
misalnya laporan atau hasil triwulan atau bulanan.
• Penilaian berkala untuk memeriksa apakah sistem yang
berkaitan dengan promosi budaya K3 telah terpenuhi.
Salah satu contoh adalah dengan melihat apakah
sasaran yang sesuai bagi manajer telah ditetapkan dan
telah dilakukan peninjauan kinerjanya secara berkala.
• Pemeriksaan tempat kerja, fasilitas dan peralatan yang
sistematis oleh pihak terkait, untuk memastikan bahwa
tindakan pencegahan yang efektif telah dilaksanakan di
tempat kerja.
141. Pengendalian Aktif
• Pemantauan lingkungan dan survei kesehatan
untuk memeriksa sistem pengamannya telah
efektif dan untuk mendeteksi adanya gangguan-
gangguan terhadap kesehatan.
• Observasi langsung secara sistematik ke tempat
kerja untuk memantau perilaku dan pemenuhan
standar, peraturan khususnya yang berkaitan
dengan pengendalian bahaya.
• Penerapan sistem audit.
142. Audit dilakukan secara berkala untuk
menilai efektifitas pelaksanaan SMK3.
• Ekspektasi Audit SMK3 :
• Perusahaan mengembangkan dan
menetapkan sistem pengukuran kinerja
K3.
• Perusahaan mengembangkan dan
menetapkan audit SMK3.
143. • Program dan prosedur audit minimal mencakup :
Kriteria kegiatan dan lingkup yang perlu mendapatkan perhatian,
Frekuensi audit, audit internal 3 (tiga) tahun sekali dan audit
eksternal 5 (lima) tahun sekali.
Metodologi audit.
Tanggung jawab pelaksanaan audit.
Komunikasi/sosialisasi hasil audit.
Rekomendasi penanganan dan pemantauan tindak lanjut hasil
temuan audit.
• Sekali pelaksanaan audit internal diharuskan seluruh elemen sudah
terevaluasi secara benar.
145. 145
Mengapa Internal Audit penting?
• Verifikasi Pemahaman
• Verifikasi Kecukupan /
adequacy dan Penerapan
• Verifikasi Kesesuaian
• Permasalahan Sistem
• Sebagai Kontrol
Pengukuran
• Peningkatan /
improvement
• Peningkatan
Berkelanjutan
• Tahu Lebih Dahulu
• Sertifikasi
146. 146
Audit SMHSE Internal
• Dilakukan oleh Tim Audit unit operasi/usaha
yang bersangkutan dengan mengacu pada
elemen SMHSE Direktorat Hulu.
• Tim Audit SMHSE Internal terdiri dari pekerja
fungsi HSE dan fungsi operasi yang telah
memenuhi kualifikasi sebagai Auditor HSE dan
ditetapkan dengan Surat Keputusan Pimpinan
tertinggi Unit Operasi/Usaha.
• Audit Internal dilaksanakan minimal 2 tahun
sekali.
147. 147
Audit SMHSE Eksternal
Dilakukan oleh Tim Audit SMHSE Pusat
(Direktorat bekerjasama dengan Korporat dan
wakil-wakil dari Unit-Unit Operasi).
Tim Audit SMHSE Internal terdiri dari pekerja
fungsi HSE Direktorat dan HSE Korporat dan
wakil-wakil dari Unit-Unit Operasi yang telah
memenuhi kualifikasi sebagai Auditor.
Audit SMHSE Eksternal dilaksanakan minimal
3 tahun sekali.
148. 148
Metode Audit SMHSE
1. Pengumpulan data dan Informasi
2. Verifikasi dan Evaluasi
3. Merumuskan rekomendasi
149. 149
Metode Audit SMHSE
1. Pengumpulan Data dan Informasi dilakukan
dengan cara.
a. Pengisian daftar pertanyaan.
b. Peninjauan dokumen-dokumen HSE
c. Wawancara
d. Kunjungan Lapangan
150. 150
2. Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
• Fire Station, Sarana Fire Brigade, Fire Training Area.
• Fire Alarm, Detection System.
• Sistem Air Pemadam (pipa, pompa, sprinkler, dll).
• Fire Proofing.
• Sistem Pemadam Api
• APAR
• Stock media Pemadam
• Sistem Komunikasi
• Dll.
3. Sarana Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan.
Alat Pelindung Diri (APD) / Personal Protection
Equipment.
Sarana pengolahan limbah cair, padat dan gas (oil
separator, dll).
151. 151
1. Sarana operasi/produksi.
• Sistem perpipaan.
• Pompa, compressor, turbine, dll.
• Sarana penunjang proses (pembangkit listrik, uap, air,
udara bertekanan).
• Sistem pengendali (instrumen, trip system, emergency
shut down).
• Sistem pembuangan (relief valve, flare system, water
drainage).
• Tangki penimbun (crude, LPG).
• Bangunan dan lingkungan (control building, layout,
house keeping, kebisingan, penerangan, dll).
152. 152
2. Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
• Fire Station, Sarana Fire Brigade, Fire Training Area.
• Fire Alarm, Detection System.
• Sistem Air Pemadam (pipa, pompa, sprinkler, dll).
• Fire Proofing.
• Sistem Pemadam Api
• APAR
• Stock media Pemadam
• Sistem Komunikasi
• Dll.
3. Sarana Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan.
Alat Pelindung Diri (APD) / Personal Protection
Equipment.
Sarana pengolahan limbah cair, padat dan gas (oil
separator, dll).
153. 153
4. Sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Keadan tempat kerja seperti kebersihan,
keteraturan dan ketepatan peralatan kerja.
6. Aspek ergonomi di lingkungan kerja.
7. Sarana dan fasilitas HSE lainnya.
Lamanya pelaksanaan audit.
Audit dilaksanakan paling lama dua minggu,
dimulai dari tahap pelaksanaan audit di lapangan
s/d tahap Evaluasi, Analisa Hasil Audit dan
Penyusunan Laporan.
154. 154
Tahapan Audit SMHSE
A. Tahap persiapan.
B. Tahap pelaksanaan di lapangan.
C. Tahap pasca pelaksanaan di lapangan.
155. 155
A. Tahap persiapan.
1. Pembentukan Tim Audit.
2. Pelatihan Tim Audit.
3. Penyusunan rencana kerja dan jadwal Audit
4. Pengembangan daftar pertanyaan
5. Sosialisasi pelaksanaan audit
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
156. 156
A. Tahap persiapan.
1. Pembentukan Tim Audit (melalui SK
Pimpinan Tertinggi setempat).
Terdiri dari : Ketua
Sekretaris
Anggota
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
Tetap
Tidak tetap
157. 157
Tugas Ketua Tim Audit :
Bertugas memimpin dan
mengarahkan diskusi Tim, tanpa
memaksakan pendapatnya sendiri.
Ketua Tim minimal setingkat
Manajer.
Sekurang – kurangnya telah 2 ( dua )
kali melakukan Audit SMHSE (
SMK3LL )
158. 158
Tugas Sekretaris Tim Audit :
Bertugas mencatat dan memproses hasil
audit secara cermat dan lengkap, serta aktif
dalam diskusi selama pelaksanaan audit
(sebaiknya profesional dari HSE).
Menyelesaikan urusan administrasi tim.
Minimal setingkat Asisten Manager.
Sekurang-kurangnya telah melakukan 1 ( satu
) kali Audit SMHSE ( SMK3LL )
159. 159
Tugas Anggota Tidak Tetap Tim Audit :
• Memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada
tim.
• Anggota ini dipanggil jika ada hal-hal penting yang
terkait dengan keahliannya (profesional dari beberapa
bidang), yang perlu dibahas secara bersama.
Tugas Anggota Tetap Tim Audit :
• Mengembangkan & membahas persiapan penulisan,
pelaksanaan dan laporan audit.
• Anggota tetap ini diambil dari berbagai
disiplin./fungsi operasi/non operasi
• Jumlah anggota tetap tim tidak boleh lebih dari
7 (tujuh) orang. Anggota tetap minimal
berpengalaman kerja minimal 3 ( tiga ) tahun dan
memahami karalteristik kegiatan operasional
perusahaannya.
160. 160
Tugas Tim Audit :
1. Menentukan sasaran, cakupan, rencana kerja
dan jadwal pelaksanaan audit.
2. Mengembangkan dan memfokuskan pertanyaan
serta standar penilaian yang akan
dipergunakan. Tim harus mempelajari
organisasi, sifat Area/Unit yang diaudit, standar
inspeksi HSE yang berlaku, program HSE, data
kecelakaan, kesehatan kerja dan pencemaran
lingkungan.
3. Menyusun laporan hasil audit dan saran
(rekomendasi) untuk perbaikan
berkesinambungan.
161. 161
2. Pelatihan Tim Audit.
Untuk memberikan pemahaman kepada tim agar
memahami :
• Prinsip-prinsip didalam SMHSE (elemen-elemen
SMHSE).
• Metoda audit SMHSE.
• Kriteria penilaian.
• Cara pembuatan laporan audit termasuk
“Rekomendasi & Tindak lnajut”.
3. Penyusunan rencana kerja dan jadwal audit.
4. Pengembangan daftar pertanyaan.
5. Sosialisasi pelaksanaan audit.
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
162. 162
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
B. Tahap Pelaksanaan di Lapangan.
1. Pertemuan dengan pimpinan setempat.
2. Pemeriksaan lapangan.
3. Pertemuan penutup.
C. Tahap Pasca Pelaksanaan Audit SMHSE.
1. Evaluasi dan Analisa Hasil Audit.
2. Penyusunan Laporan Audit.
164. 164
2. Pelatihan Tim Audit.
Untuk memberikan pemahaman kepada tim agar
memahami :
• Prinsip-prinsip didalam SMHSE (elemen-elemen
SMHSE).
• Metoda audit SMHSE.
• Kriteria penilaian.
• Cara pembuatan laporan audit termasuk
“Rekomendasi & Tindak lnajut”.
3. Penyusunan rencana kerja dan jadwal audit.
4. Pengembangan daftar pertanyaan.
5. Sosialisasi pelaksanaan audit.
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
165. 165
Tahapan Pelaksanaan Audit SMHSE
B. Tahap Pelaksanaan di Lapangan.
1. Pertemuan dengan pimpinan setempat.
2. Pemeriksaan lapangan.
3. Pertemuan penutup.
C. Tahap Pasca Pelaksanaan Audit SMHSE.
1. Evaluasi dan Analisa Hasil Audit.
2. Penyusunan Laporan Audit.
167. 167
Sistematika Laporan Audit SMHSE
1. Ringkasan Eksekutif.
Menjelaskan secara singkat tujuan audit, kesimpulan
serta rekomendasi yang ditujukan untuk kepentingan
manajemen dan fungsi terkait.
2. Pendahuluan.
Menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan
serta sasaran audit SMHSE. Pelaksanaan audit
(internal/eksternal) lengkap dengan nama anggota Tim
Audit dan tanggal pelaksanaan audit.
3. Pelaksanaan Audit.
Menguraikan secara singkat tentang unit kerja yang
diaudit dan menjelaskan tentang tahapan pelaksanaan
audit.
168. 168
4. Hasil Audit / Temuan Lapangan.
• Menguraikan hasil temuan atas kekurangan yang
ditemukan dari fasilitas yang di audit.
• Hasil temuan ini merupakan temuan yang secara
logis, okyektif dan sistematis, baik positif maupun
negatif dari penerapan SMHSE.
5. Kesimpulan.
Pernyataan pendapat yang diambil berdasarkan kepada
fakta dan informasi yang diroleh.
Sistematika Laporan Audit SMHSE
169. 169
6. Rekomendasi / Saran.
• Saran-saran perbaikan yang luas, jelas dan mudah
untuk diterapkan.
• Alternatif dan solusi berikut uraian ringkas dari
alternatif serta solusi.
• Disusun berdasarkan prioritas, yang terbagi dalam
rencana perbaikan jangka pendek dan jangka
panjang.
7. Lampiran-Lampiran (dokumen pendukung).
Digunakan untuk menambahkan informasi dan
penjelasan yang dibutuhkan antara lain seperti: diagram
alir proses, foto-foto, peta, dokumen-dokumen
pendukung lainnya dan daftar pertanyaan yang telah diisi
dan dilengkapi saran-saran perbaikan yang luas, jelas
dan mudah untuk diterapkan.
Sistematika Laporan Audit SMHSE
170. 170
Hal yang perlu mendapat perhatian :
• 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan audit,
pimpinan unit operasi (GM) membuat
laporan singkat hasil pelaksanaan audit dan
rencana tindak lanjutnya kepada Direktur
Hulu dengan tembusan HSE Direktorat
Hulu.
• Kemajuan / progress dari status perbaikan
dipantau dan dilaporkan oleh Tim Audit ke
pimpinan unit dengan tembusan HSE
Direktorat Hulu secara berkala 3 bulan
sekali.
171. 171
Tindak Lanjut dan Pemantauan
• Pimpinan setempat membuat laporan
pelaksanaan audit.
• Pimpinan setempat bertanggung jawab atas
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi
audit.
• Fungsi HSE bertanggung jawab memantau
pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi dan
membuat laporan status pelaksanaannya
(progress report).
172. 172
Sistem Penilaian
Kriteria Penilaian
Jawaban dengan mengisi angka 1 sampai 5 pada masing-masing kolom jawaban.
1. (1) = Belum dan/atau tidak mempunyai rencana untuk
melaksanakan kegiatan/ program tersebut.
2. (2) = Kegiatan/program terkait masih dalam proses rencana
3. (3) = Kegiatan/program sudah disosialisasikan namun belum
diterapkan.
4. (4) = Kegiatan/program sudah disosialisasikan dan sudah
diterapkan.
5. (5) = Kegiatan/program sudah direview dan dimodifikasi/diperbaiki.
173. 173
Sistem Penilaian (Lanjutan)
NO NAMA ELEMEN BOBOT (%)
1 Kepemimpinan dan Tanggung Jawab 20
2 Kepedulian, Pelatihan dan Kompetensi 8
3 Manajemen Kontraktor (Mitra Kerja) 6
4 Disain, Konstruksi dan Komisioning 8
5 Operasi dan Pasca Operasi 8
6 Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan 6
7 Keselamatan Bahan dan Produk 4
8 Manajemen Perubahan 9
9 Komunikasi 5
10 Manajemen Krisis dan Tanggap Darurat 7
11 Penyelidikan Kejadian 5
12 Dokumentasi 5
13 Evaluasi dan Audit 9
Prosentase (%) Bobot masing-masing elemen.
174. 174
Sistem Penilaian (Lanjutan)
Total Nilai masing-masing elemen :
Jumlah Total Nilai Kuesioner
Nilai Elemen = ---------------------------------------------------------------------------------------------x % Bobot
5 x Jumlah Pertanyaan Elemen
Nilai Akhir :
Nilai akhir adalah hasil penjumlahan seluruh nilai elemen, total nilai kinerja diperoleh
berdasarkan kriteria sebagai berikut :
• ( 0 – 30) % : Kurang sekali
• (31 – 50) % : Kurang
• (51 – 65) % : Sedang / Cukup
• (65 – 80) % : Baik
• (81 – 100) % : Baik sekali
175. 175
Sistimatika Laporan Audit SMHSE
1. Ringkasan Eksekutif.
Ringkasan Eksekutif menjelaskan secara singkat tujuan audit, kesimpulan
serta rekomendasi yang ditujukan untuk kepentingan manajemen dan fungsi
terkait.
2. Pendahuluan.
Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan serta
manfaat audit, lengkap dengan nama anggota Tim Audit dan tanggal
pelaksanaan audit.
2.1. Maksud Audit SMHSE.
Menilai dan mengevaluasi tingkat penerapan SMHSE di seluruh Field /
Area Operasi/UBEP/Mitra Usaha serta pelaksanaan proyek-proyek yang
berada dibawah otorisasi PT Pertamina EP.
176. 176
Sistimatika Laporan Audit SMHSE (Lanjutan)
2.2. Tujuan Audit SMHSE
• Memastikan pengelolaan aspek HSE telah dilaksanakan sesuai
kebijakan dan program HSE serta memenuhi peraturan dan
ketentuan, standard teknis/operasi dan norma-norma HSE yang
berlaku.
• Menentukan langkah-langkah untuk mencegah dan mengendalikan
dampak negatif terhadap operasi dan lingkungan sekitar.
2.3. Manfaat Audit SMHSE
• Membantu pimpinan perusahaan mendeteksi kelemahan atau
kekurangan penerapan SMHSE secara dini, sehingga dapat diambil
langkah-langkah tepat perbaikan guna meningkatkan kehandalan
dan efisiensi kegiatan operasi.
177. 177
Sistimatika Laporan Audit SMHSE (Lanjutan)
• Diperoleh gambaran jelas tingkat kesadaran (aspek HSE) setiap
pekerja untuk menentukan langkah-langkah perbaikan guna
mencapai sasaran yang ingin dicapai.
• Meningkatkan kehandalan dalam pencegahan dan pengendalian
kegagalan peralatan, kecelakaan kerja, kebakaran, bahaya penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan.
2.3. Pelaksanaan Audit
Menguraikan secara singkat tentang unit kerja yang diaudit dan
menjelaskan tentang tahapan pelaksanaan audit.
2.4. Hasil Audit Temuan Lapangan
Bagian ini menguraikan secara rinci hasil temuan audit meliputi hal-hal
positif maupun negatif dalam penerapan Sistem Manajemen HSE.
178. 178
Sistimatika Laporan Audit SMHSE (Lanjutan)
2.5. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan pernyataan pendapat yang diambil
berdasarkan fakta obyektif dan informasi yang diperoleh.
2.6. Rekomendasi / Saran
Saran-saran perbaikan yang mudah diterapkan termasuk altenatif
solusi berikut uraian ringkasnya. Rekomendasi ini sebaiknya disusun
berdasarkan prioritas, dibagi dalam rencana perbaikan jangka pendek
dan jangka panjang. Saran-saran hasil audit SMHSE hendaknya
ditujukan untuk meningkatkan kehandalan penerapan SMHSE dan
efektivitas serta efisiensi operasi.
2.6. Lampiran
Lampiran digunakan untuk menambah informasi dan penjelasan
yang dibutuhkan meliputi diagram alir proses, foto, peta, dokumen
pendukung lainnya dan daftar pertanyaan yang telah diisi serta
dilengkapi hasil penilaian.
179. 179
Sistimatika Laporan Audit SMHSE (Lanjutan)
2.5. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan pernyataan pendapat yang diambil
berdasarkan fakta obyektif dan informasi yang diperoleh.
2.6. Rekomendasi / Saran
Saran-saran perbaikan yang mudah diterapkan termasuk altenatif
solusi berikut uraian ringkasnya. Rekomendasi ini sebaiknya disusun
berdasarkan prioritas, dibagi dalam rencana perbaikan jangka pendek
dan jangka panjang. Saran-saran hasil audit SMHSE hendaknya
ditujukan untuk meningkatkan kehandalan penerapan SMHSE dan
efektivitas serta efisiensi operasi.
2.6. Lampiran
Lampiran digunakan untuk menambah informasi dan penjelasan
yang dibutuhkan meliputi diagram alir proses, foto, peta, dokumen
pendukung lainnya dan daftar pertanyaan yang telah diisi serta
dilengkapi hasil penilaian.