SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Hubungan antara Optimisme dan Hardiness pada Mahasiswa Program
Diploma III Kebidanan
Sella Santi Ramadani dan Sugiarti Musabiq
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
Email: ramadanisella@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program
Diploma III Kebidanan di daerah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Banten. Pengambilan data
dilakukan pada 571 partisipan mahasiswa program Diploma III Kebidanan dengan menggunakan kuesioner, Life
Orientation Test Revised (LOT-R) untuk mengukur optimisme dan Dispositional Resilience Scale 15-
Revised (DRS 15-R) untuk mengukur hardiness. Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan positif
dan signifikan antara optimisme dan hardiness (r = + 0.380, N = 571; p < 0.01, two tails) pada mahasiswa
program Diploma III Kebidanan pada empat wilayah yang sudah ditentukan. Hal tersebut menunjukan bahwa
semakin tinggi skor optimisme individu, maka semakin tinggi pula skor hardiness.
Kata kunci: Optimisme; Hardiness; Mahasiswa; Bidan
The Correlation between Optimism and Hardiness among Midwifery
Diploma III Programs Students
Abstract
The purpose of this study is to examine the relationship between optimism and hardiness in midwifery students
in the area of Jakarta, West Sumatra, West Java and Banten. Data were collected on 571 midwifery diploma
students using questionnaires, which consist of Life Orientation Test-Revised (LOT-R) to measure optimismand
Dispositional Resilience Scale 15-Revised (DRS 15-R) to measure hardiness. Statistical test results showed that
there is a positive and significant relationship between optimism and hardiness (r = + 0.380, N = 571; p < 0.01,
two tails) on midwifery diploma students in four areas mentioned. In other words, the higher the optimismscore
individual gets, the higher his/her hardiness score.
Keywords: Optimism; Hardiness; Collage Students; Midwifery
Pendahuluan
Pada tahun 2015 yang lalu Indonesia gagal dalam mencapai target MDGs untuk menekan
angka kematian ibu (AKI). Millenium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi
Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015. Target dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah tercapai
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015. Dari delapan butir
tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan
angka kematian ibu. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per
100.000 kelahiran hidup (Wardah, 2013). Namun, berdasarkan data yang dilansir oleh website
resmi Central Intelligence Agency (CIA, 2016) pada tahun 2015 lalu, AKI di Indonesia
berada pada peringkat 52 dari 184 negara lainnya dengan 126 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Hal ini membuktikan bahwa pencapian yang ingin diraih oleh MDGs pada
tahun 2015 telah gagal pada butir tujuan kelima, mengenai target penurunan AKI.
Tingginya AKI ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena tingginya kasus
ibu melahirkan pada usia yang terlalu muda biasanya dibawah 20 tahun, banyaknya ibu yang
melahirkan dalam usia tua biasanya diatas 35 tahun atau rapatnya usia kelahiran (Robby,
2014). Selain itu menurut data dari hasil sensus penduduk tahun 2010 terdapat tiga faktor
tertinggi penyebab kematian ibu yaitu Perdarahan, HDK (Hipertensi Dalam Kehamilan) dan
Infeksi, namun yang tertinggi sebanyak 32% kematian ibu disebabkan oleh HDK (Depkes,
2013). Salah satu pencegahan dari masalah tersebut adalah dengan melaksanakan program
KB (Keluarga Berencana). Berbagai upaya seperti peningkatan pengetahuan kesehatan ibu
saat kehamilan, kualitas kebersihan lingkungan, akses ke pelayanan kesehatan, pemerataan
tenaga ahli seperti bidan di berbagai daerah terpencil, serta upaya intervensi dan preventif
lainnya harus gencar dilaksanakan. Dalam rangka menerapkan program tersebut tidak hanya
pemerintah saja yang bekerja, dibutuhkan pula kerjasama para tenaga kesehatan yang terlatih
seperti dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, serta bidan.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, penolong saat persalinan dengan kualifikasi
tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga
kesehatan (11,8%) (Pratiwi, 2014). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa bidan
dinilai memiliki peran strategis dalam proses melahirkan dan menjadi pilihan masyarakat
dalam persalinan. Peran sebagai bidan telah dijabarkan dalam Buku Panduan Pelayanan
Kebidanan dan Neonatal yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan diantaranya adalah dengan
memberikan pelayanan seperti pemeriksaan kehamilan, persalinan, pemeriksaan bayi baru
lahir, pemeriksaan pasca melahirkan dan pelayanan KB (Kumreg, 2014). Sejalan dengan hal
ini Direktur Jenderal Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi
Yuwono, mengatakan bahwa Indonesia akan melaksanakan program EMAS atau Expanding
Maternal and Newborn Survival dimana selama lima tahun (2012-2016) pemerintah RI dan
Amerika Serikat bekerja sama dalam rangka penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir
(Wardah, 2012). Hal ini menegaskan kembali bahwa tugas dan peran sebagai bidan sampai
saat ini masih penuh dengan tantangan dalam penurunan AKI di Indonesia. Menurut Ikatan
Bidan Indonesia (IBI, 2016) bidan merupakan seorang perempuan yang lulus dari pendidikan
kebidanan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau
secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Melihat tingginya kebutuhan bidan sebagai lini pertama bagi proses persalinan serta
perlindungan kesehatan ibu dan anak tersebut, membuktikan bahwa profesi pekerjaan sebagai
seorang bidan merupakan kesempatan karir yang sangat dibutuhkan baik dalam berdiri sendiri
sebagai seorang bidan atau yang membantu dokter di instansi kesehatan. Sekolah kebidanan
di Indonesia kini telah banyak berdiri baik yang diselenggarakan pemerintah dan swasta.
Berdasarkan data dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (2011), No.
400/D/T/2009 terdapat 729 perguruan tinggi menyelenggarakan Program Studi Kebidanan
Diploma III, dan 69 perguruan tinggi menyelenggarakan Program Studi Bidan Pendidik (D4).
Berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk jenjang
S1 terdapat dua perguruan tinggi yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa,
Banda Aceh dan Universitas Brawijaya, Malang serta untuk jenjang S2 juga terdapat dua
yaitu di Universitas Brawijaya, Malang dan Universitas Padjajaran, Bandung. Pendidikan
Bidan dilakukan dalam waktu yang pendek, hanya dengan minimal menyelesaikan Diploma
III saja seseorang mahasiswa kebidanan sudah dapat mengikuti uji kompetensi, dan bekerja
pada pelayanan kesehatan. Lebih kurang terdapat 54.000 dalam 6 tahun lulusan bidan, oleh
karena itu kualitas bidan masih perlu ditingkatkan agar memenuhi standar kompetensi
(Depkes, 2013).
Menjamurnya sekolah kebidanan yang ada tersebut tidak diimbangi dengan lapangan
kerja yang mencukupi. Pada kenyataanya masih tedapat fakta-fakta lain di lapangan yang
memperlihatkan kesan seakan-akan profesi bidan masih kurang mendapat perhatian di
Indonesia. Berdasarkan pernyataan dari tujuh mahasiswa kebidanan yang berhasil peneliti
wawancarai, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa yang selama ini menjadi kecemasan
di masa depan adalah mengenai lapangan pekerjaan dan kehidupan sebagai bidan saat nanti
mereka lulus. Mereka merasa bahwa yang sering dibutuhkan posisinya di rumah sakit adalah
para perawat, dokter, dan sedikit bidan. Mereka merasa profesi bidan masih dikesampingkan
dan kurang dijamin kesejahteraannya. Terlebih lagi untuk membuka praktik sendiri
dibutuhkan pula persayaratan yang cukup panjang dan sulit. Menurut salah satu lulusan
mahasiswa kebidanan berinisial SM yang peneliti wawancarai secara personal, persyaratan
untuk dapat membuka praktik sendiri sebagai bidan yang ia ketahui diantaranya adalah
memiliki pengalaman bekerja selama dua tahun, memiliki STR (Surat Tanda Regristrasi),
Masuk dalam keanggotaan IBI (Ikatan Bidan Indonesia), memiliki SIPB (Surat Izin Praktik
Bidan), Memiliki tempat praktik sesuai kriteria yang ditetapkan oleh IBI.
Sulitnya mengurus surat-surat untuk menjadi seorang tenaga ahli kesehatan,
merupakan isu yang hangat dan ramai dibicarakan oleh kalangan mahasiswa Diploma III
Kebidanan. Setelah nantinya dinyatakan lulus uji kompetensi, proses untuk mendapatkan STR
ini ternyata sangat lambat. Bisa setahun bahkan ada yang mencapai tiga tahun, alasannya
kinerja dari MTKI lambat. Oleh karena itu untuk para bidan yang fresh graduate dalam
mencari pekerjaan harus menggunakan surat keterangan STR dalam proses. Hal ini akhirnya
menimbulkan keresahan para calon lulusan sekolah kebidanan yang merasa tidak memiliki
arah yang jelas akan karir mereka.
Terlebih lagi berdasarkan wawancara tersebut, didapatkan keterangan bahwa rekan-
rekan dari lulusan sekolah kebidanan masih banyak yang tidak bekerja menjadi seorang bidan
karena mereka merasa tidak yakin akan profesinya. Peneliti juga berkesempatan
mewawancarai dosen di salah satu sekolah kebidanan di Bogor, beliau mengatakan bahwa
beberapa mahasiswanya kerap kali memutuskan untuk berhenti melanjutkan studi kebidanan
saat masa studinya. Alasannya bermacam-macam, karena masalah beban kerja yang cukup
berat, kurang terjaminnya lapangan pekerjaan dan persaingan yang ketat untuk menjadi
bidan. Kesan profesi ini hanya banyak dibutuhkan di daerah-daerah terpencil dibandingkan
perkotaan pun membuat para mahasiswa kebidanan merasa tidak berharga dan berfikir
kesejahteraan mereka akan sulit.
Adanya pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai bidan, yang telah di ceritakan
oleh para narasumber diatas dapat mendorong sebuah keyakinan akan hasil yang tidak baik
dalam diri mahasiswa Diploma III Kebidanan. Hal ini berdampak pada ketidakpastian bagai
mahasiswa program Diploma III Kebidanan yang masih menempuh pendidikannya untuk
menjadi ragu dan menyurutkan ekspektasi mahasiswa Diploma III Kebidanan untuk sukses
menjadi seorang bidan. Ekspektasi atau keyakinan bahwa hasil yang buruk akan terjadi
disebut dengan pesimisme (Carver, Scheier, & Segerstrom 2010). Bila merujuk kembali pada
keterangan dari para narasumber mengenai masih banyaknya lulusan bidan yang mengaggur
atau bahkan bekerja sebagai profesi lain dan adanya keterangan mengenai mahasiswa yang
tidak ingin melanjutkan studinya menunjukan adanya kecenderungan pesimis pada
mahasiswa Diploma III Kebidanan. Kondisi tersebut menggambarkan kondisi mahasiswa
yang menyakini bahwa kegagalan yang akan didapat, sehingga mereka menjauhkan diri,
menjadi pasif, serta berhenti berusaha mengejar tujuan yang telah di tentukan sebelumnya
(Scheier & Carver, 1985).
Padahal profesi bidan merupakan profesi yang berperan penting sebagai lini pertama
dalam memperkuat sistem kesehatan primer untuk masyarakat desa maupun kota pada
kesehatan dan keselamatan ibu/anak selama masa kehamilan hingga pasca melahirkan. Sikap
yang sebaliknya harus dimiliki adalah keyakinan bahwa hasil yang baik akan terjadi pada
dirinya yang biasa disebut dengan optimisme (Carver, Scheier, & Segerstrom 2010).
Optimisme menjadi sesuatu hal yang penting untuk dimiliki, khususnya bagi para mahasiswa
kebidanan mengingat tantangan menjadi seorang bidan sangat besar serta berbagai situasi
penuh tekanan harus siap mereka hadapi. Selain itu individu yang memiliki kecenderungan
optimisme akan lebih baik dalam mengatasi tekanan atau masalah yang datang kedalam
kehidupannya. Sejalan dengan penelitian dari Passer dan Smith (2009) yang menunjukkan
bahwa orang yang memiliki optimisme berada pada risiko yang lebih rendah terhadap
kecemasan dan depresi ketika menghadapi stres. Fakta mengenai optimisme mempengaruhi
tindakan seseorang dalam mencoba menangani masalahnya ini tidak terlepas dari kepribadian
individu itu sendiri. Menurut Carver dan Scheier, optimisme dan pesimisme adalah kualitas
dasar dari kepribadian (Snyder & Lopez, 2002). Mereka mempengaruhi bagaimana individu
mengorientasikan atau mengarahkan tiap peristiwa dalam hidup mereka.
Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pola pikir yang
bersifat optimis. Melihat berbagai hambatan dan rintangan yang dihadapi para mahasiswa
kebidanan tersebut dapat membuat individu rentan akan stres. Salah satu kepribadian yang
diidentifikasi dapat menetralkan stressor yang terkait dengan situasi yang penuh dengan
tekanan adalah kepribadian hardiness (Kobasa, dalam Kreitner & Kinicki, 2005). Schultz &
Schultz (2006) mengatakan bahwa hardiness merupakan suatu variabel kepribadian yang
dapat menjelaskan perbedaan individual dalam kerentanan terhadap stres. Individu yang
hardy melihat peristiwa yang membuat stres sebagai kesempatan yang bermakna untuk
belajar dan berkembang, oleh karena itu individu lebih terlibat dalam memecahkan masalah
daripada menghindari masalah aktif (Heckman & Clay, 2005). Namun, menurut hasil
wawancara yang dilakukan sebelumnya mengenai adanya para mahasiswa kebidanan yang
pindah jurusan dan lebih memilih bekerja pada profesi lain mengindikasikan bahwa para
calon bidan tersebut cenderung memiliki hardiness yang rendah. Individu dengan hardiness
yang rendah memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya serta diatur oleh nasib
(Schultz & Schultz, 2002). Penilaian tersebut menyebabkan kurangnya pengharapan,
membatasi usaha dan mudah menyerah ketika mengalami kesulitan sehingga mengakibatkan
kegagalan.
Sebaliknya, Schultz dan Schultz (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki
tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam
melawan stres. Individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi cenderung melihat
pengalaman baru yang menantang sebagai peluang untuk pertumbuhan pribadi dan dengan
aktif akan mencari dan mengejar peluang tersebut (Hystad et al, 2011). Kecenderungan ini
tidak hanya meningkatkan kesiapan mereka untuk belajar dan berkembang, tetapi juga
membuat individu ini siap untuk memilih cara koping terbaik dalam menghadapi peristiwa
yang penuh tekanan. Seperti penelitian dari Hull et al, bahwa hardiness telah terbukti untuk
memprediksi kesehatan fisik maupun mental yang baik, karena individu ini mengurangi
dampak peristiwa kehidupan yang penuh stres dengan meningkatkan penggunaan strategi
koping yang adaptif (Stasiowski, 2008). Sehingga harapannya apabila para mahasiswa
kebidanan memiliki tingkat hardiness yang tinggi maka mereka akan mampu bertahan dalam
melanjutkan studi kebidannya.
Individu dengan kepribadian hardiness yang tinggi mempunyai perilaku-perilaku yang
membuat mereka lebih kuat dalam menahan stres, perilaku tersebut merupakan tiga kumpulan
aspek yaitu kontrol, komitmen dan tantangan (Kobasa, 1979). Individu yang hardy percaya
bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidup mereka
agar dapat mengantisipasi ancaman yang akan datang. Individu juga berkomitmen kuat pada
pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain yang mereka senangi serta mengubah pandangan bahwa
sesuatu yang mengancam dapat menjadi sebuah tantangan (Kobasa, 1979). Hardiness
mahasiswa kebidanan dalam hal ini dalam bertahan menyelesaikan studinya adalah sebuah
karakteristik kepribadian mahasiswa yang tahan bahkan dapat menetralkan stres dalam
penyelesaikan beban studi yang ada, percaya masalah yang muncul dalam perjalanan studinya
di kebidanan dapat dikontrol, dan berkomitmen kuat untuk menyelesaikan studinya serta
mengubah pandangan bahwa isu atau masalah mengenai profesi bidan yang ada adalah
sebuah tantangan yang harus dihadapi.
Baik optimisme dan hardiness keduanya merupakan prediktor individu dalam
merespon stress (Eschleman, Bowling & Alarcon, 2010). Adanya kemungkinan penurunan
performa mahasiswa kebidanan karena memiliki ekspektasi yang buruk serta rentan akan
berbagai tekanan tersebut mendorong peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana bentuk dan
besarnya hubungan antara hardiness dan optimisme pada mahasiswa program Diploma III
Kebidanan ini. Sejauh ini penelitian terkait hubungan antara hardiness dan optimisme belum
banyak dilakukan, serta penelitian dengan subjek mahasiswa kebidanan masih belum banyak
dilakukan pula. Mengingat terdapat fenomena atau isu terkait profesi bidan yang telah
dijelaskan sebelumnya, yang dapat berakibat menurunkan optimisme, dan mendorong
munculnya pesimis pada mahasiswa kebidanan menjadikan peneliti memilih mahasiswa
kebidanan sebagai subjek penelitian ini.
Tinjauan Pustaka
Optimisme
Definisi ilmiah baik optimisme maupun pesimisme fokus pada harapan untuk masa
depan (Carver, Scheier & Segerstrom, 2010). Optimisme dapat diartikan sebagai keyakinan
yang ada pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya
merupakan hal yang positif (Scheier & Carver, 1985). Carver, Scheier dan Segerstrom (2010)
kemudian berpendapat bahwa keyakinan menyeluruh tersebut relatif stabil dalam rentang
waktu maupun konteks. Istilah optimisme juga sering dikenal dengan sebutan dispositional
optimism, yang artinya harapan menyeluruh terhadap terjadinya hasil yang baik dalam hidup
seseorang (Scheier & Carver, 1985)
Konsep optimisme tumbuh dari self-regulation of behavior model yang berasal dari
teori expectancy-value dalam psikologi. Berdasarkan model ini, selama harapan individu
yakin untuk hasil positif, mereka akan tetap berkomitmen dalam mencoba untuk mengatasi
kesulitan dalam mencapai tujuan mereka. Namun, ketika mereka memiliki keraguan yang
kuat tentang hasil positif dan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan itu, mereka lebih
mungkin untuk mengurangi semangat mereka untuk mengejar tujuan dan/atau benar-benar
melepaskan diri dari upaya yang diarahkan pada tujuan lebih lanjut (Stasiowski, 2008).
Menurut Scheier dan Carver (2005) optimisme dengan pendekatan expectancy-value,
yang mengasumsikan bahwa tingkah laku manusia terorganisasi dalam upaya pencapaian
tujuan yang diinginkan (goal). Tujuan (goal) adalah tindakan, atau nilai-nilai yang dilihat
orang sebagai yang baik diinginkan atau tidak diinginkan. Individu mencoba untuk
menyesuaikan perilaku mereka dengan apa yang mereka pandang sebagai tujuannya, dan
menjauh dari apa yang mereka tidak inginkan (Scheier & Carver, 1985 ). Inti selanjutnya dari
konsep ini adalah expectancies yang artinya rasa percaya diri atau keraguan tentang mencapai
tujuan (goal). Kepercayaan diri inilah yang akan mengarahkan individu untuk bertindak
kepada tujuannya. Ketika seseorang mampu mempertahankan kepercayaan dirinya mengenai
hasil dari usaha mereka, maka individu tersebut akan terus berusaha meskipun menghadapi
kesulitan.
Menurut Seligman dan koleganya yang menyatakan bahwa optimisme merupakan
sebuah pandangan bagaimana seseorang dapat menjelaskan sebuah kejadian (explannatory
style) (Peterson, 2000). Menurut pandangan ini seseorang yang optimis cenderung akan
menjelaskan kejadian atau pengalaman negatif sebagai akibat dari faktor eksternal (kesalahan
diluar dirinya), unstable (hanya sementara), dan hanya di situasi spesifik. Sebaliknya,
seseorang yang pesimis cenderung menjelaskan kejadian negatif yang menimpanya sebagai
sesuatu yang disebabkan oleh faktor internal (kesalahan diri sendiri), stabil (berlangsung
terus-menerus), dan menganggap situasi itu secara menyeluruh merusak segalanya dan
sebagai kegagalan diri (Peterson, 2000).
Beberapa manfaat bagi orang yang optimis adalah persahabatan lebih panjang,
memiliki interaksi sosial yang baik, dan lebih banyak disukai (Stasiowski, 2008). Sebaliknya,
pesimisme berkorelasi positif dengan tingkat yang lebih tinggi dengan kecemasan, depresi,
gejala fisik kegagalan, dan kerenggangan sosial.
Pengukuran variabel optimisme menggunakan Life Orientation Test-Revised (LOT-R)
oleh Scheier, Carver, dan Bridges (1994). LOT-R terdiri dari sepuluh item pernyataan, yakni
enam item terdiri dari tiga item yang mengarah pada hasil positif (optimisme), tiga item
lainnya mengarah pada hasil negatif (pesimisme), serta empat item merupakan pernyataan
pengalih perhatian (filler item).
Hardiness
Istilah hardiness atau bisa diartikan juga sebagai ketahanan atau ketangguhan. Ada
pula yang menyebutkan hardiness dengan istilah psychological hardiness, namun dalam
penelitian ini peneliti menggunakan istilah hardiness karena dalam pengertian kedua istilah
tersebut yang sama. Ide mengenai konsep hardiness ini adalah adanya perbedaan individu
sejauh mana orang secara efektif merespon dan mengatasi situasi penuh tekanan (Eschleman,
Bowling, & Alarcon, 2010). Konsep tersebut menggambarkan kecenderungan seseorang
untuk menjadi tahan terhadap efek dari stres dan mampu dengan efektif beradaptasi serta
mengatasi lingkungan yang menekan (Eschleman, Bowling, & Alarcon, 2010).
Kobasa, Maddi, & Kahn, mengatakan bahwa hardiness merupakan kumpulan dari
karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya bagi individu dalam
menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan (Heckman & Clay, 2005).
Menurut Kobasa dan Maddi (1979), hardiness merupakan kombinasi dari tiga kualitas
kepribadian atau trait yaitu: (a) keyakinan pada kemampuan sendiri untuk mengontrol atau
mempengaruhi jalannya suatu peristiwa (control), (b) motivasi internal dan komitmen untuk
berbagai bidang kehidupan, termasuk pekerjaan, hubungan interpersonal, dan diri sendiri
(commitment), dan (c) apresiasi dari pengalaman baru dan tantangan sebagai kesempatan
untuk belajar dan pribadi tantangan pertumbuhan (challenge) (Hystad, Safvenbom, Olsen, &
Espevik, 2015).
Hardiness berkembang sejak dini dalam kehidupan manusia dan sifat hardiness relatif
stabil sepanjang waktu (Bartone, 1995). Kobasa, Maddi & Courington mengatakan bahwa
hardiness merupakan campuran dari kognisi, emosi, dan tindakan yang bertujuan tidak hanya
untuk bertahan hidup tetapi juga memperkaya kehidupan melalui pengembangan (Heckman &
Clay, 2005). Selain itu, Menurut Kobasa, efek hardiness pada kesehatan mental dimediasi
oleh penilaian kognitif individu dari situasi stres dari strategi koping. Secara khusus,
hardiness akan mengubah dua komponen penilaian tersebut dengan, mengurangi penilaian
ancaman dan meningkatkan harapan seseorang bahwa upaya koping yang dilakukan akan
berhasil (Bissonnette, 1998).
Kobasa juga memaparkan bahwa Individu yang hardy melihat tekanan dalam hidup
sebagai peluang berarti, oleh karena itu, lebih melibatkan pada hal memecahkan masalah
daripada menghindari masalah (Heckman & Clay, 2005). Ketahanan (hardiness) juga telah
terbukti menjadi faktor dalam efektifitas kinerja pada orang dewasa yang bekerja dan
mahasiswa (Maddi et al., 2012). Barton et al., menemukan bahwa pegawai yang memiliki
hardiness rendah, sering membuat keputusan yang lebih keliru daripada pegawai yang tinggi
hardinessnya saat simulasi (Hystad, Safvenbom, Olsen, & Espevik, 2015). Hardiness
dipelajari di awal kehidupan, tetapi masih bisa ditingkatkan di masa dewasa melalui
intervensi pelatihan. Di beberapa penelitian, Maddi dan rekan telah mampu menunjukkan
efektivitas pelatihan hardiness pada pelajar dan orang dewasa yang bekerja (Hystad,
Safvenbom, Olsen, & Espevik, 2015).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur DRS 15 Revised (DRS 15-R) yang
telah diadaptasi di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh pendapat Funk (1992) yang
menyatakan bahwa DRS merupakan alat ukur yang baik dalam mengukur hardiness. Selain
itu, alat ukur DRS adaptasi ini juga sesuai dengan karakteristik populasi penelitian yaitu
dibuat untuk dewasa muda, dimana para mahasiswa program Diploma III Kebidanan lebih
banyak berada pada tahap usia tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu optimisme dan hardiness. Pada penelitian
ini juga terdapat empat hipotesis, yakni hipotesis alternatif 1 (Ha) yaitu terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program
Diploma III Kebidanan. Hipotesis alternatif 2 (Ha) yaitu terdapat hubungan yang signifikan
antara optimisme dan dimensi hardiness komitmen pada mahasiswa program Diploma III
Kebidanan. Hipotesis alternatif 3 (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan antara optimisme
dan dimensi hardiness kontrol pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Terakhir
hipotesis alternatif 4 (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara hardiness
tantangan pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan.
Definisi konseptual dari optimisme dalam penelitian ini adalah keyakinan yang ada
pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya merupakan hal
yang positif (Scheier & Carver, 1985). Definisi operasional optimisme dalam penelitian ini
adalah skor total dari alat ukur Life Orientation Test-Revised. Semakin tinggi skor total Life
Orientation Test-Revised, maka semakin optimis seseorang, sebaliknya semakin rendah skor
yang didapat maka semakin pesimis orang tersebut. Definisi konseptual variabel selanjutnya
yaitu, hardiness pada penelitian ini adalah kumpulan dari karakteristik kepribadian yang
berfungsi sebagai sumber daya bagi individu dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang
penuh dengan tekanan (Heckman & Clay, 2005). Terakhir definisi operasional dari hardiness
pada penelitian ini adalah jumlah skor total yang didapatkan dari alat ukur Dispositional
Resilience Scale 15-Revised (DRS 15-R). Semakin tinggi skor total yang dihasilkan
menunjukan semakin tinggi tingkat hardiness individu, begitupun sebaliknya semakin rendah
skor yang didapat maka semakin rendah tingkat hardiness.
Berdasarkan pada cara memeroleh data, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
karena terdapat proses kuantifikasi dari variabel penelitian. Proses kuantifikasi tersebut adalah
dengan melakukan perhitungan respon partisipan secara statistik untuk mengetahui hubungan
antarvariabel pada penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional karena
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari lebih mendalam tentang hubungan antara
optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-
probability atau non-random sampling sehingga tidak semua anggota populasi mendapatkan
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian (Kumar, 2005). Jenis non-probability
yang digunakan adalah Accidental sampling atau yang biasa dikenal juga sebagai convenience
sampling, yang mana kelompok subjek dinilai dapat diperoleh secara mudah dalam
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian (Kumar,1996;
Gravetter & Forzano, 2009). Mengingat penelitian ini tergabung dalam payung penelitian,
maka peneliti memutuskan untuk menargetkan pengambilan sampel berjumlah minimal 400
mahasiswa program Diploma III Kebidanan dari total empat provinsi yang sudah ditentukan
sebelumnya.
Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian, yaitu Life Orientation
Test-Revised (LOT-R) dan Dispositional Resilience Scale 15 - Revised (DRS 15-R) yang telah
diadaptasi oleh penelitian sebelumnya. Adapun adaptasi LOT-R menggunakan hasil revisi
LOT terakhir yaitu Life Orientation Test-Revised (LOT-R) yang sudah dilakukan oleh
Mentari (2013) pada skripsinya dalam pengukuran optimisme yang telah diuji cobakan pada
66 pasien rehabilitasi. Pada pengukuran hardiness, peneliti menggunakan Disposotional
Resilience Scale 15 – Revised yang telah di adaptasi oleh Lukman tahun 2008 yang telah
diuji cobakan pada 55 pramu sosial di Panti Sosial Bina Laras
Kedua alat ukur yang telah diadaptasi selanjutnya diujicobakan melalui uji keterbacaan,
uji reliabilitas, dan uji validitas. Uji reliabilitas kedua alat ukur dilakukan dengan menghitung
nilai coefficient-alpha atau Cronbach’s Alpha (Anastasi & Urbina, 1997) yang menghasilkan
reliabilitas sebesar α = 0,51 untuk LOT-R dan α = 0,61 untuk hardiness. Uji validitas LOT-R
berdasarkan nilai corrected item-total correlation (rIT) menyatakan bahwa item nomor 3,
sedangkan validitas hardiness direvisi pada item nomor 14. Perlu direvisi karena memiliki
nilai korelasi item dengan skor total di bawah 0.2 (Nunnaly, 1994).
Pengambilan data penelitian ke empat provinsi ini dilakukan mulai tanggal 13 April – 4
Mei 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner offline (luring/hardcopy) dan juga
kuesioner online, untuk memperluas penjaringan partisipan. Total dari seluruh kuesioner yang
didapat dan dapat diolah adalah sebanyak 571 kuesioner. Setelah pengumpulan data selesai,
peneliti melakukan pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data diawali dengan
menggunakan program Microsoft Excel 2013. Setelah itu penelitian ini menggunakan
perhitungan statistik melalui program IBM SPSS. Setelah semua data terkumpul, peneliti
menggunakan metode dan teknik statistik untuk mengetahui hubungan dua variabel serta
distribusi frekuensi dan persentase data partisipan yang telah didapatkan.
Hasil Penelitian
Berikut adalah penjabaran distribusi partisipan berdasarkan beberapa data kontrol
yang disusun oleh peneliti dalam kuesioner yang digunakan.
Tabel 1. Gambaran Umum Data Demografis Partisipan Penelitian
Kategori Frekuensi Persentase
Usia
17-20 472 82.6%
21-25 99 17.3%
Provinsi
DKI Jakarta 180 31.5%
Sumatera Barat 283 49.6%
Jawa Barat 37 37%
Banten 71 12.4%
Agama
Islam 554 97%
Kristen Katolik 3 0.5%
Kristen Protestan 13 2.3%
Hindu 1 0.2%
Suku
Minang 273 47.8%
Jawa 142 24.9%
Melayu 23 4%
Betawi 2 6.7%
Batak 14 2.5%
Sunda 74 13%
Sumba Timur 1 0.2%
Bugis 2 0.4%
Dayak 1 0.2%
Bali 1 0.2%
Flores 2 0.4%
Tempat Tinggal
Asrama 116 20.3%
Sebagian besar partisipan berusia 17-20 dengan jumlah 472 partisipan. Berdasarkan
provinsi dengan jumlah partisipan terbanyak adalah dari Sumatera Barat sebanyak 283.
Tempat tinggal parapartisipan lebih banyak tinggal di tempat kos yaitu sebanyak 283
partisipan. Pilihan kebidanan yang dijalani saat ini lebih banyak merupakan pilihan pertama
para partisipan yaitu sebanyak 276. Keinginan untuk memilih jurusan kebidanan pun lebih
banyak dari keinginan diri sendiri dengan 410 partisipan.
Tabel 2. Gambaran Umum Optimisme
Kategorisasi Skor Rentang Skor Frekuensi Persentase
Rendah 8 – 14 102 17.86%
Sedang 15 – 20 375 65.67%
Tinggi 21 – 24 94 16,46%
Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai pesebaran rata-rata skor total (mean)
optimisme partisipan adalah sebesar 17,53 dan standar deviasi (SD) sebesar 2,96. Sedangkan
untuk nilai maksimum yang didapatkan sebesar 24 dan nilai minimum sebesar 8. Perhitungan
berdasarkan nilai mean pula peneliti melakukan pembuatan katagorisasi. Pesebaran skor
optimisme dianggap rendah jika skor partisipan kurang dari 15 (mean – 1 SD), dianggap
Kos 283 49.6%
Orang Tua 156 27.3%
Saudara 14 2.5%
Wali 2 0.4%
Pilihan Ke-
1 276 48.3%
2 183 32%
3 64 11.2%
4 26 4.6%
5 22 3.9%
Pendapatan Orangtua
< Rp. 2.600.000 199 34.9%
Rp. 2.600.000- Rp. 6.000.000 319 55.9%
>Rp. 6.000.000 53 9.3%
Pelatihan
0-4 500 87.56%
5-10 69 12.0%
11-15 2 0.35%
Kepuasan Hidup
Sangat Tidak Puas 10 1.8%
Tidak Puas 20 3.5%
Agak Tidak Puas 42 7.4%
Agak Puas 99 17.3%
Puas 283 49.6%
Sangat Puas 117 20.5%
Keinginan Siapa
Diri Sendiri 410 7.18%
Orang tua 158 27.7%
Kakak 3 0.5%
tinggi jika skor partisipan lebih dari 20 (mean + 1 SD), sementara dianggap sedang jika skor
berada di antara mean + 1 SD dan mean – 1 SD. Melihat perhitungan di atas dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar sampel partisipan penelitian, yakni mahasiswa program
Diploma III Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten,
memiliki tingkat optimisme sedang (cukup optimis) yaitu sebanyak 375 orang (65,67%).
Sebanyak 102 orang (17,86%) memiliki tingkat optimisme yang rendah dan 94 orang
(16,46%) memiliki tingkat optimisme yang tinggi.
Tabel 3. Gambaran Umum hardiness
Kategorisasi Skor Rentang Skor Frekuensi Persentase
Rendah 16 – 27 99 17.34%
Sedang 28 – 34 344 60.25%
Tinggi 35 – 42 128 22.42%
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai rata-rata skor total (mean) hardiness
partisipan adalah sebesar 31,39 dengan SD= 4, nilai minimum 16, dan nilai maksimum 42.
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel partisipan penelitian, yakni mahasiswa
program Diploma III Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, jawa Barat, dan
Banten, memiliki tingkat hardiness yang sedang yaitu sebanyak 344 orang (60, 25%).
Sedangkan sebanyak 99 orang (17,34%) memiliki tingkat hardiness yang rendah dan 128
sisanya (22,42%) memiliki hardiness yang tinggi.
Tabel 4. Hasil Uji Korelasi Optimisme dan hardiness
Variabel r Sig (p) r2
Optimisme dengan hardiness 0.380 .000** 0.144
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi didapatkan nilai korelasi sebesar r = + 0.380, n
= 571; p < 0.01, two tails. Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis alternatif 1 (ha)
diterima, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara skor optimisme dengan hardiness. Nilai r yang positif menunjukan bahwa kenaikan
skor optimisme individu akan diikuti pula oleh kenaikan skor hardiness, atau dengan kata lain
maka semakin tinggi pula skor hardiness, begitu pun sebaliknya.
Kuadrat dari nilai korelasi atau coefficient of determintation (r2) digunakan untuk
mengukur persentase variabilitas suatu variabel yang bisa diprediksi dari hubungannya
dengan variabel yang lain, sebagai evaluasi dari kekuatan hubungan antara dua variabel
(Gravetter & Forzano, 2009). Nilai r2 optimisme dengan hardiness ditemukan sebesar 0.144,
dapat diinterpretasikan bahwa sebanyak 14,4% variabilitas skor hardiness dapat diprediksi
atau dijelaskan melalui skor optimisme, sedangkan 85,6% variabilitas skor hardiness dapat
dijelaskan melalui hubungannya dengan variabel lain.
Diskusi
Kesimpulan dari hasil utama penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III
Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten. Sesuai dengan
teori yang ada bahwa optimisme dan hardiness adalah dua variabel yang mempengaruhi cara
orang berinteraksi dengan lingkungan, khususnya untuk situasi yang penuh dengan tekanan
(Salvatore & Hightower, 1999). Hubungan ini dapat dijelaskan dengen penjelasan berikut.
Profesi menjadi seorang bidan tidaklah mudah, untuk itu dibutuhkan individu-individu yang
berkualitas, baik dari segi akademis, keterampilan dan kepribadinya. Ketika setiap individu
yang memiliki kepribadian hardiness, mereka yakin bahwa mereka dapat mengendalikan
peristiwa yang ada (Nurtjahjanti & Ratnaningsih, 2011). Hal ini pula yang pada akhirnya
menumbuhkan sikap optimisme, dimana salah satu ciri dari sikap optimsime adalah yakin
bahwa sesuatu yang baik akan terjadi pada dirinya. Meskipun sedang menghadapi situasi
yang sulit, orang optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikannya dan pada akhirnya
akan mendapat sesuatu yang baik (Snyder & Lopez, 2002).
Hasil selanjutnya adalah mengenai gambaran umum dari skor optimisme dan
hardiness. Pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan baik skor optimisme dan
hardiness lebih banyak pada kategorisasi sedang. Hal tersebut menandakan bahwa secara
umum mahasiswa program Diploma III Kebidanan cukup memiliki harapan positif akan masa
depannya dan mampu bertahan dalam kondisi yang penuh tantangan sekalipun. Namun,
individu dengan skor rendah baik pada optimisme dan hardiness masih cukup banyak yaitu
berjumlah 99 orang untuk hardiness dan 102 untuk optimisme. Hal ini menunjukan bahwa
mahasiswa Diploma III Kebidanan kurang memiliki harapan positif akan masa depannyadan
kurang mampu bertahan dalam kondisi sulit. Hal ini dimungkinkan karena berbagai fakta
yang ada mengenai profesi sebagai bidan yang cukup menantang, yang pada akhirnya
membuat mereka cenderung tidak yakin. Hal inilah yang memungkinkan mahasiswa
kebidanan mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan studinya atau bahkan tidak memilih
untuk menjadi seorang bidan seperti hasil dari wawancara yang telah dilakukan. Pada
dasarnya optimisme dan hardiness penting dimiliki karena jika individu tinggi pada kedua
variabel ini memungkinkan seseorang untuk dapat memilih cara koping terbaik bukan justru
menghindarinya (Bissonnette, 1998).
Hal lain yang menyebabkan masih banyaknya individu yang rendah pada skor
optimisme dan hardiness bisa pula disebabkan karena kurangnya faktor pendukung seperti
pelatihan, kepuasan hidup, atau dukungan sosial. Salah satu contoh penelitian sebelumnya
mengatakan bahwa baik optimisme dan hardiness berhubungan secara positif dengan
kepuasan hidup seseorang (Taheri et al., 2014). Dapat disimpulkan bahwa semakin puas
seseorang akan kehidupannya maka semakin tinggi pula kecenderungan optimis dan
hardiness dalam dirinya. Selain itu, dukungan sosial juga sangat dibutuhkan dalam
membentuk individu yang optimis serta hardy. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
mengatakan bahwa efek buruk dari stressor akan terbantu berkurang karena adanya dukungan
sosial (Weiss et al., 2013). Budaya kolektivitas yang dominan di Indonesia memungkinkan
individu menjadi lebih tangguh dan optimis karena mendapat dukungan dari orang-orang
sekitar. Begitu pula dengan mahasiswi kebidanan yang secara umum memiliki karakteristik
yang homogen, berbeda dengan mahasiswa pada umumnya sehingga hal ini juga mampu
membantu mempererat hubungan satu sama lain salah satunya dengan cara memberikan
dukungan sosial.
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti merasa ada kendala yang terletak pada hal-
hal teknis seperti didapatkannya partisipan dari wilayah yang tidak seimbang. Hal ini terbukti
dengan jumlah partisipan pada penelitian ini lebih banyak berasal dari suku minang. Hal ini
disebabkan karena berbagai kendala salah satunya adalah masalah birokrasi sekolah
kebidanan yang cukup sulit dan cukup lama. Sehingga menjelang batas waktu pengambilan
data para partisipan tidak dapat terambil dengan jumlah yang setara pada setiap daerahnya.
Namun, ada kelebihan yang ditawarkan dari penelitian ini. Salah satunya penelitian ini
merupakan penelitian dengan menggunakan subjek atau partisipan penelitian yang masih
sangat jarang untuk diteliti khususnya dalam bidang ilmu psikologi. Menurut data yang
didapatkan persalinan di Indonesia lebih banyak dibantu oleh tenaga kesehatan dari seorang
bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%) (Pratiwi,
2014).
Saran
Saran Metodologis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat memberikan beberapa
saran metodologis yang dapat diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, yakni:
1. Pastikan penggunaan kata-kata didalam kuesioner tidak ambigu agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang dapat mempengaruhi gambaran dari hasil yang didapatkan.
Oleh karena itu analisis item secara kualitatif selanjutnya harap dilakukan secara
lebih mendalam guna meningkatkan validitas dan reliabilitas alat ukur.
2. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan keseimbangan proporsi partisipan
dengan cara probability atau random sampling, yang mana setiap individu dalam
populasi memiliki kesempatan setara untuk dapat menjadi sampel dalam
penelitian.
Saran Praktis
Ada pun saran praktis yang dapat peneliti berikan yakni :
1. Dibuatnya seminar atau pelatihan yang dapat membantu para mahasiswa program
Diploma III Kebidanan dalam meningkatkan optimisme dan hardiness. Hal ini
diketahui karena hasil skor akhir optimisme dan hardiness pada mahasiswa
program Diploma III Kebidanan masih banyak yang rendah. Mengingat khususnya
terdapat hubungan antara pelatihan dengan konstruk hardiness dan pentingnya
kedua konstruk untuk dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.
2. Alat ukur hardiness dan optimisme yang ada juga dapat dipertimbangkan untuk
menjadi tes seleksi masuk calon bidan ke instansi-instansi kesehatan atau bagi
konselor maupun psikolog sekolah dalam melihat tinggi rendahnya skor kedua
variabel pada tiap mahasiswa.
3. Bagi penelitian selanjutnya dengan subjek yang sama harus dipersiapkan perizinan
ke pihak-pihak sekolah kebidanan atau pihak terkait jauh-jauh hari agar terhindar
dari berbagai hambatan yang tidak diinginkan.
Daftar Referensi
Archer, S.L. (1994). Intervention for Adolescent Identity Development. London: Sage
Publication.
Arnett, J. J. (2004). Emerging Adulthood : The Winding Road From the Late Teens Through
the Twenties. Oxford University Press: New York. Ebook, available at :
http://gen.lib.rus.ec
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Di unduh dari: http://ban-
pt.kemdiknas.go.id/direktori.php
Bartone, P.T., et al. (2009). Big Five Personality Factors, Hardiness, and Social judgment as
Predictors of Leader Performance. Development Journal. Vol. 30 No. 6. DOI
10.1108/01437730910981908
Bissonnette, M. (1998). Optimism, Hardiness, and Resiliency: A Review of the Literature.
Di Unduh dari:
http://www.reachinginreachingout.com/documents/optimism%20hardiness%20and%20
resiliency.pd
Carver, C. S., Scheier, M. F., & Segerstrom, S. C. (2010). Optimism. Clinical Psychology
Review 30, 879–889.
Central Intelligence Agency. (2016). The World Factbook: Indonesia. Di unduh
dari:https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world factbook/geos/id.html
Departemen Kesehatan. (2013). Rencana Aksi percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu
Di Indonesia. Di unduh dari: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2013/12/RAN-PP-AKI-2013-2015.pdf
Eschleman. K. J., Bowling. N., & Alarcon. G.M. (2010). A Meta-Analytic Examination of
Hardiness. International Journal of Stress Management. Vol. 17, No. 4, 2777-307. DOI
10.1037/a0020476
Goleman, D. (2002). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Hystad, S. W., Safvenbom, R., Olsen, O.K., & Espevik, R. (2015). On the Stability of
Psychological Hardiness: A Three-Year Longitudinal Study. Military Psychology. Vol.
27, No. 3, 155–168. http://dx.doi.org/10.1037/mil0000069.
Hystad, S.W., Eid, J., Laberg J. C., & Bartone, P. T. (2011). Psychological Hardiness
Predicts Admission Into Norwegian Military Officer Schools. Military Psychology, Vol.
23:381–389, 2011. DOI: 10.1080/08995605.2011.589333
Heckman, C. J., dan Clay, D, L. (2005). Hardiness, History of Abuse and Women’s Health.
Journal of Health Psychology, Vol 10(6) 767–777. DOI: 10.1177/1359105305057312
Hutz, C. S., et al. (2014). The Relationship of Hope, Optimism, Self-Esteem,
Subjective Well-Being, and Personality in Brazilians and Americans. Psychology. Vol.
5, 514-522. http://dx.doi.org/10.4236/psych.2014.5606.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. USA: macGraw-Hill inc.
Ikatan Bidan Indonesia. (2016). Bidan. Di unduh dari: http://ibi.or.id/
Isma, M. N. P. (2013). Hubungan Optimisme Dan Subjective Well- Being Pada Pasien Yang
Sedang Menjalani Program Rehabilitasi Medik. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Expanding Maternal and Neonatal
Survival (EMAS) 2012-2016. Di unduh dari: http://www.gizikia.depkes.go.id/kategori-
emas/emas/
Kobasa, S, C. (1979). Stressful Life Events, Personality, and Health: An Inquiry Into
Hardiness. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 37 No.1
Kreitner, R. & Kinicki, A. (2005). Perilaku Organisasi. Buku 2. Edisi 5. Alih Bahasa: Erly
Suandy. Jakarta: Salemba Empat.
Kumar, R. (1996). Research Methodology. New Delhi: Sage Publications India.
Kumreg. (2014). BukuPanduan Praktis Kebidanan dan Neonatal. Humas BPJS Kesehatan. Di
unduh dari: http://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/c2145cecc7a821fe00e19d57e67bc950.pdf
Lukman, A. (2008). Adaptasi Dispositional Resilience Scale-short form pada Pramu Sosial
Usia Dewasa Muda di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa. Thesis. Depok :
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Maddi, S., Khoshaba, D.M., Resurreccion, N., et. al. (2012).The Relationship of Hardiness
and Some Other Relevant Variabels to College Performance. Journal of Humanistic
Psychology. 52(2) 190-205. DOI: 10.1177/0022167811422497.
Maddi. S.R., Harvey R.H. Khoshaba D.M., Lu, J.L, Persico, & M., Brow. (2006). The
Personality construct of hardiness III: Relationship with repression,
innovativeness, authoritarianism and performance. Journal of Personality. 74 (2), 575-
598
Maddi, S. R., & Kobasa S.C. (1984). The Hardy Executive: Health and Stress.
Homewood II: Dow Jones Irwin.
Marcia, J.E., Archer, S.L., Waterman, A.S., Orlofsky, J.L., & Matteson, D.R. 1993. Ego
Identity. A Handbook for Psychological Research. New York: Springer Verlag.
Mishra., K. K. (2013). Optimsm and Well-being. Social Science International. Vol. 29, No. 1
(2013), page 75-87.
Moazedian, A., Nazari, M. A., & Ahghar, Ghodsi. (2014). The Effectiveness of Hardiness
Training on Test Anxiety. Iranian Journal of Cognition and Education. Vol.1, No.1, 47-
52.
Papalia, D.E. dan Feldman, R.D. (2012). Experience Human Development (12th ed).
McGraw-Hill Companies, Inc.
Passer, M.W., & Smith, R. E. (2009). Psychology: The Science of Mind and Behavior
(4th ed). New York: Mc Graw Hill.
Peterson, C. (2000). The Future of Optimism. American Psychological Association. Vol. 55,
No. 1, 44-55. DOI: 10.1037//0003-066X.55.1.44
Pratiwi,. D,. A. (2014). Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs
2015. Diunduh dari: http://www.kompasiana.com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di-
indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928
Rachman, A. M. P. (2014). Hardiness Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Skripsi Ditinjau
Dari Tingkat Optimisme. Thesis. Semarang: Universitas Diponogoro.
Robby. (2014).Target MDGs 2015: Angka Kematian Ibu Sulit Diatasi. Di unduh dari:
http://harianterbit.com/read/2014/05/07/1860/0/29/Target-MDGs-2015-Angka-
Kematian-Ibu-Sulit-Diatasi
Sarwono, S. W. (1987). Perbedaan Antara Pemimpin Dan Aktivis Dalam Gerakan Proses
Mahasiswa. Suatu Studi Psikologi Sosial. Disertasi Pasca Sarjana. Depok: Universitas
Indonesia.
Scheier, M.F. & Carver, C.S. (2002). Optimism. (In C.R. Snyder & Shane J. Lopez).
Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
Scheier, M.F., Carver, C.S., & Bridges, M.W. (1994). Distinguishing Optimism from
Neuroticism (and trait anxiety, self-mastery, and self-esteem): A reevaluation of The
Life Orientation Test. Journal of personality and social psychology, 67, 1063-1078.
Schultz, D., & Schultz, S., E,. 2006. Psychology and Industry Today: An Introduction to
Industrial and Organizational Psychology. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson
Education.
Schultz, D. dan Schultz, S. E. 2002. Psychology and Work Today. Eight Edition. New
Jersey: Prentice Hall
Seligman, M.E.P. (2008). Positive Health. Applied Psychology. Volume 57, Issue
Supplement s1, pages 3–18. DOI: 10.1111/j.1464-0597.2008.00351.x
Shapiro, L.E. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama
Surat Edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2011). Di unduh dari:
http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/SEDirjen1643-ET2011MoratoriumProdiKesehatan.pdf
Srivastava, S., & Angelo, K. M. (2009). Optimism, effects on relationships. In H.T.Reis and
S. K. Sprecher (Eds.), Encyclopedia of human relationships. Thousand Oaks, CA: Sage.
Stasiowski, S. (2008). Optimism And Hardiness: Influence on Coping and Psychological
Distress. Dissertation. Long Island University.
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook Of Positive Psychology. Oxford University.
New York.
Taheri, A. et al. (2014). Mental Hardiness and Social Support in Life Satisfaction of Breast
Cancer Patients. Social and Behavioral Sciences. Vol. 159, 23 Pages 406-409.
Doi:10.1016/j.sbspro.2014.12.397
Wardah, F. (2012). Idonesia Akan Luncurkan Program Emas Untuk Turunkan Angka
Kematian Ibu Melahirkan. Di unduh dari:
http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-akan-luncurkan-program-emas-untuk-
turunkan-angka-kematian-ibu-melahirkan/106226.html
Wardah, F. (2013). Tiga Target MDG Indonesia Sulit Dicapai 2015. Di unduh dari:
http://www.voaindonesia.com/content/tiga-target-mdg-indonesia-sulit-dicapai-
2015/1604198.html

More Related Content

What's hot

Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
Bli De Bean
 

What's hot (20)

Modul 2 kb 3 peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan dan tanda bahaya...
Modul 2 kb 3 peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan dan tanda bahaya...Modul 2 kb 3 peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan dan tanda bahaya...
Modul 2 kb 3 peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan dan tanda bahaya...
 
Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Ibu Hamil Primigravida Trime...
 
Modul 8 Praktik Kebid III
Modul 8 Praktik Kebid IIIModul 8 Praktik Kebid III
Modul 8 Praktik Kebid III
 
KB 1 Masalah Kesehatan Reproduksi yang Sering Terjadi pada Siklus Reproduksi ...
KB 1 Masalah Kesehatan Reproduksi yang Sering Terjadi pada Siklus Reproduksi ...KB 1 Masalah Kesehatan Reproduksi yang Sering Terjadi pada Siklus Reproduksi ...
KB 1 Masalah Kesehatan Reproduksi yang Sering Terjadi pada Siklus Reproduksi ...
 
KB 3 Memahami Isu-isu Kesehatan Gender
KB 3 Memahami Isu-isu Kesehatan GenderKB 3 Memahami Isu-isu Kesehatan Gender
KB 3 Memahami Isu-isu Kesehatan Gender
 
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil kunjungan awal
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil kunjungan awalKb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil kunjungan awal
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil kunjungan awal
 
Kb3 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb3 dokumentasi asuhan kehamilanKb3 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb3 dokumentasi asuhan kehamilan
 
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Gangguan Sistem Reproduksi
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Gangguan Sistem ReproduksiKB 3 Asuhan Kebidanan pada Gangguan Sistem Reproduksi
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Gangguan Sistem Reproduksi
 
Modul 2 kb 1 peningkatan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan oleh ten...
Modul 2 kb 1 peningkatan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan oleh ten...Modul 2 kb 1 peningkatan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan oleh ten...
Modul 2 kb 1 peningkatan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan oleh ten...
 
Kb1 pelayanan antenatal terpadu
Kb1 pelayanan antenatal terpaduKb1 pelayanan antenatal terpadu
Kb1 pelayanan antenatal terpadu
 
Kb1 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb1 dokumentasi asuhan kehamilanKb1 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb1 dokumentasi asuhan kehamilan
 
Kb2 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb2 dokumentasi asuhan kehamilanKb2 dokumentasi asuhan kehamilan
Kb2 dokumentasi asuhan kehamilan
 
Kb1 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb1 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembanganKb1 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb1 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
 
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Perempuan yang Berkaitan dengan Sistem Reproduksi
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Perempuan yang Berkaitan dengan Sistem ReproduksiKB 3 Asuhan Kebidanan pada Perempuan yang Berkaitan dengan Sistem Reproduksi
KB 3 Asuhan Kebidanan pada Perempuan yang Berkaitan dengan Sistem Reproduksi
 
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembanganKb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb2 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
 
Kb1 konsep tumbuh kembang
Kb1 konsep tumbuh kembangKb1 konsep tumbuh kembang
Kb1 konsep tumbuh kembang
 
Modul 5 Praktik Kebid III
Modul 5 Praktik Kebid IIIModul 5 Praktik Kebid III
Modul 5 Praktik Kebid III
 
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan ReproduksiKB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
KB 2 Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Reproduksi
 
hubungan karakteristik ibu dengan kecukupan asi
hubungan karakteristik ibu dengan kecukupan asihubungan karakteristik ibu dengan kecukupan asi
hubungan karakteristik ibu dengan kecukupan asi
 
Kb3 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb3 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembanganKb3 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
Kb3 asuhan kebidanan pada ibu hamil sesuai tahap perkembangan
 

Similar to Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016

Paper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
Paper UAS Final_Tadzkia Dara AyundaPaper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
Paper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
Tadzkia Dara Ayunda
 
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docxProposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
ELISSANTIKA2
 
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
nitasasmita2
 
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
erlindasst
 
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
NasrunGayo2
 

Similar to Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016 (20)

Paper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
Paper UAS Final_Tadzkia Dara AyundaPaper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
Paper UAS Final_Tadzkia Dara Ayunda
 
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docxProposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
Proposal_D4_Pengaruh_aplikasi_kehamilan-56999800.docx
 
Makalah masalah kb
Makalah masalah kbMakalah masalah kb
Makalah masalah kb
 
Artikel evaluasi pelaksanaan ddtk balita
Artikel evaluasi pelaksanaan ddtk balitaArtikel evaluasi pelaksanaan ddtk balita
Artikel evaluasi pelaksanaan ddtk balita
 
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
Tugas standarisasi pelayanan kesehatan pert 11 nita sasmita erlina puspitalok...
 
Presentasi Proposal.pptx
Presentasi Proposal.pptxPresentasi Proposal.pptx
Presentasi Proposal.pptx
 
Proposal &amp; thesis
Proposal &amp; thesisProposal &amp; thesis
Proposal &amp; thesis
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
24881-Article Text-65657-1-10-20190216.pdf
 
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx2. BAB I,BAB II REVISI.docx
2. BAB I,BAB II REVISI.docx
 
Kejadian stunting (1)
Kejadian stunting (1)Kejadian stunting (1)
Kejadian stunting (1)
 
Kti
KtiKti
Kti
 
Kejadian stunting
Kejadian stuntingKejadian stunting
Kejadian stunting
 
Kejadian stunting
Kejadian stuntingKejadian stunting
Kejadian stunting
 
Kejadian stunting
Kejadian stuntingKejadian stunting
Kejadian stunting
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anakBab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
 
Bab i doh
Bab i dohBab i doh
Bab i doh
 
cakupan kunjungan nifas
cakupan kunjungan nifascakupan kunjungan nifas
cakupan kunjungan nifas
 
LAPORAN KASUS PRAKONSEPSI DENGAN OBESITAS.docx
LAPORAN KASUS PRAKONSEPSI DENGAN OBESITAS.docxLAPORAN KASUS PRAKONSEPSI DENGAN OBESITAS.docx
LAPORAN KASUS PRAKONSEPSI DENGAN OBESITAS.docx
 

Sella Santi Ramadani-Naskah Ringkas-FPsi-2016

  • 1. Hubungan antara Optimisme dan Hardiness pada Mahasiswa Program Diploma III Kebidanan Sella Santi Ramadani dan Sugiarti Musabiq Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: ramadanisella@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan di daerah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Banten. Pengambilan data dilakukan pada 571 partisipan mahasiswa program Diploma III Kebidanan dengan menggunakan kuesioner, Life Orientation Test Revised (LOT-R) untuk mengukur optimisme dan Dispositional Resilience Scale 15- Revised (DRS 15-R) untuk mengukur hardiness. Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara optimisme dan hardiness (r = + 0.380, N = 571; p < 0.01, two tails) pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan pada empat wilayah yang sudah ditentukan. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi skor optimisme individu, maka semakin tinggi pula skor hardiness. Kata kunci: Optimisme; Hardiness; Mahasiswa; Bidan The Correlation between Optimism and Hardiness among Midwifery Diploma III Programs Students Abstract The purpose of this study is to examine the relationship between optimism and hardiness in midwifery students in the area of Jakarta, West Sumatra, West Java and Banten. Data were collected on 571 midwifery diploma students using questionnaires, which consist of Life Orientation Test-Revised (LOT-R) to measure optimismand Dispositional Resilience Scale 15-Revised (DRS 15-R) to measure hardiness. Statistical test results showed that there is a positive and significant relationship between optimism and hardiness (r = + 0.380, N = 571; p < 0.01, two tails) on midwifery diploma students in four areas mentioned. In other words, the higher the optimismscore individual gets, the higher his/her hardiness score. Keywords: Optimism; Hardiness; Collage Students; Midwifery Pendahuluan Pada tahun 2015 yang lalu Indonesia gagal dalam mencapai target MDGs untuk menekan angka kematian ibu (AKI). Millenium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Target dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah tercapai
  • 2. kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015. Dari delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup (Wardah, 2013). Namun, berdasarkan data yang dilansir oleh website resmi Central Intelligence Agency (CIA, 2016) pada tahun 2015 lalu, AKI di Indonesia berada pada peringkat 52 dari 184 negara lainnya dengan 126 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini membuktikan bahwa pencapian yang ingin diraih oleh MDGs pada tahun 2015 telah gagal pada butir tujuan kelima, mengenai target penurunan AKI. Tingginya AKI ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena tingginya kasus ibu melahirkan pada usia yang terlalu muda biasanya dibawah 20 tahun, banyaknya ibu yang melahirkan dalam usia tua biasanya diatas 35 tahun atau rapatnya usia kelahiran (Robby, 2014). Selain itu menurut data dari hasil sensus penduduk tahun 2010 terdapat tiga faktor tertinggi penyebab kematian ibu yaitu Perdarahan, HDK (Hipertensi Dalam Kehamilan) dan Infeksi, namun yang tertinggi sebanyak 32% kematian ibu disebabkan oleh HDK (Depkes, 2013). Salah satu pencegahan dari masalah tersebut adalah dengan melaksanakan program KB (Keluarga Berencana). Berbagai upaya seperti peningkatan pengetahuan kesehatan ibu saat kehamilan, kualitas kebersihan lingkungan, akses ke pelayanan kesehatan, pemerataan tenaga ahli seperti bidan di berbagai daerah terpencil, serta upaya intervensi dan preventif lainnya harus gencar dilaksanakan. Dalam rangka menerapkan program tersebut tidak hanya pemerintah saja yang bekerja, dibutuhkan pula kerjasama para tenaga kesehatan yang terlatih seperti dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, serta bidan. Berdasarkan data Riskesdas 2013, penolong saat persalinan dengan kualifikasi tertinggi dilakukan oleh bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%) (Pratiwi, 2014). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa bidan dinilai memiliki peran strategis dalam proses melahirkan dan menjadi pilihan masyarakat dalam persalinan. Peran sebagai bidan telah dijabarkan dalam Buku Panduan Pelayanan Kebidanan dan Neonatal yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan diantaranya adalah dengan memberikan pelayanan seperti pemeriksaan kehamilan, persalinan, pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan pasca melahirkan dan pelayanan KB (Kumreg, 2014). Sejalan dengan hal ini Direktur Jenderal Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi Yuwono, mengatakan bahwa Indonesia akan melaksanakan program EMAS atau Expanding Maternal and Newborn Survival dimana selama lima tahun (2012-2016) pemerintah RI dan Amerika Serikat bekerja sama dalam rangka penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir
  • 3. (Wardah, 2012). Hal ini menegaskan kembali bahwa tugas dan peran sebagai bidan sampai saat ini masih penuh dengan tantangan dalam penurunan AKI di Indonesia. Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI, 2016) bidan merupakan seorang perempuan yang lulus dari pendidikan kebidanan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Melihat tingginya kebutuhan bidan sebagai lini pertama bagi proses persalinan serta perlindungan kesehatan ibu dan anak tersebut, membuktikan bahwa profesi pekerjaan sebagai seorang bidan merupakan kesempatan karir yang sangat dibutuhkan baik dalam berdiri sendiri sebagai seorang bidan atau yang membantu dokter di instansi kesehatan. Sekolah kebidanan di Indonesia kini telah banyak berdiri baik yang diselenggarakan pemerintah dan swasta. Berdasarkan data dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (2011), No. 400/D/T/2009 terdapat 729 perguruan tinggi menyelenggarakan Program Studi Kebidanan Diploma III, dan 69 perguruan tinggi menyelenggarakan Program Studi Bidan Pendidik (D4). Berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk jenjang S1 terdapat dua perguruan tinggi yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa, Banda Aceh dan Universitas Brawijaya, Malang serta untuk jenjang S2 juga terdapat dua yaitu di Universitas Brawijaya, Malang dan Universitas Padjajaran, Bandung. Pendidikan Bidan dilakukan dalam waktu yang pendek, hanya dengan minimal menyelesaikan Diploma III saja seseorang mahasiswa kebidanan sudah dapat mengikuti uji kompetensi, dan bekerja pada pelayanan kesehatan. Lebih kurang terdapat 54.000 dalam 6 tahun lulusan bidan, oleh karena itu kualitas bidan masih perlu ditingkatkan agar memenuhi standar kompetensi (Depkes, 2013). Menjamurnya sekolah kebidanan yang ada tersebut tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang mencukupi. Pada kenyataanya masih tedapat fakta-fakta lain di lapangan yang memperlihatkan kesan seakan-akan profesi bidan masih kurang mendapat perhatian di Indonesia. Berdasarkan pernyataan dari tujuh mahasiswa kebidanan yang berhasil peneliti wawancarai, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa yang selama ini menjadi kecemasan di masa depan adalah mengenai lapangan pekerjaan dan kehidupan sebagai bidan saat nanti mereka lulus. Mereka merasa bahwa yang sering dibutuhkan posisinya di rumah sakit adalah para perawat, dokter, dan sedikit bidan. Mereka merasa profesi bidan masih dikesampingkan dan kurang dijamin kesejahteraannya. Terlebih lagi untuk membuka praktik sendiri
  • 4. dibutuhkan pula persayaratan yang cukup panjang dan sulit. Menurut salah satu lulusan mahasiswa kebidanan berinisial SM yang peneliti wawancarai secara personal, persyaratan untuk dapat membuka praktik sendiri sebagai bidan yang ia ketahui diantaranya adalah memiliki pengalaman bekerja selama dua tahun, memiliki STR (Surat Tanda Regristrasi), Masuk dalam keanggotaan IBI (Ikatan Bidan Indonesia), memiliki SIPB (Surat Izin Praktik Bidan), Memiliki tempat praktik sesuai kriteria yang ditetapkan oleh IBI. Sulitnya mengurus surat-surat untuk menjadi seorang tenaga ahli kesehatan, merupakan isu yang hangat dan ramai dibicarakan oleh kalangan mahasiswa Diploma III Kebidanan. Setelah nantinya dinyatakan lulus uji kompetensi, proses untuk mendapatkan STR ini ternyata sangat lambat. Bisa setahun bahkan ada yang mencapai tiga tahun, alasannya kinerja dari MTKI lambat. Oleh karena itu untuk para bidan yang fresh graduate dalam mencari pekerjaan harus menggunakan surat keterangan STR dalam proses. Hal ini akhirnya menimbulkan keresahan para calon lulusan sekolah kebidanan yang merasa tidak memiliki arah yang jelas akan karir mereka. Terlebih lagi berdasarkan wawancara tersebut, didapatkan keterangan bahwa rekan- rekan dari lulusan sekolah kebidanan masih banyak yang tidak bekerja menjadi seorang bidan karena mereka merasa tidak yakin akan profesinya. Peneliti juga berkesempatan mewawancarai dosen di salah satu sekolah kebidanan di Bogor, beliau mengatakan bahwa beberapa mahasiswanya kerap kali memutuskan untuk berhenti melanjutkan studi kebidanan saat masa studinya. Alasannya bermacam-macam, karena masalah beban kerja yang cukup berat, kurang terjaminnya lapangan pekerjaan dan persaingan yang ketat untuk menjadi bidan. Kesan profesi ini hanya banyak dibutuhkan di daerah-daerah terpencil dibandingkan perkotaan pun membuat para mahasiswa kebidanan merasa tidak berharga dan berfikir kesejahteraan mereka akan sulit. Adanya pengalaman yang tidak menyenangkan sebagai bidan, yang telah di ceritakan oleh para narasumber diatas dapat mendorong sebuah keyakinan akan hasil yang tidak baik dalam diri mahasiswa Diploma III Kebidanan. Hal ini berdampak pada ketidakpastian bagai mahasiswa program Diploma III Kebidanan yang masih menempuh pendidikannya untuk menjadi ragu dan menyurutkan ekspektasi mahasiswa Diploma III Kebidanan untuk sukses menjadi seorang bidan. Ekspektasi atau keyakinan bahwa hasil yang buruk akan terjadi disebut dengan pesimisme (Carver, Scheier, & Segerstrom 2010). Bila merujuk kembali pada keterangan dari para narasumber mengenai masih banyaknya lulusan bidan yang mengaggur
  • 5. atau bahkan bekerja sebagai profesi lain dan adanya keterangan mengenai mahasiswa yang tidak ingin melanjutkan studinya menunjukan adanya kecenderungan pesimis pada mahasiswa Diploma III Kebidanan. Kondisi tersebut menggambarkan kondisi mahasiswa yang menyakini bahwa kegagalan yang akan didapat, sehingga mereka menjauhkan diri, menjadi pasif, serta berhenti berusaha mengejar tujuan yang telah di tentukan sebelumnya (Scheier & Carver, 1985). Padahal profesi bidan merupakan profesi yang berperan penting sebagai lini pertama dalam memperkuat sistem kesehatan primer untuk masyarakat desa maupun kota pada kesehatan dan keselamatan ibu/anak selama masa kehamilan hingga pasca melahirkan. Sikap yang sebaliknya harus dimiliki adalah keyakinan bahwa hasil yang baik akan terjadi pada dirinya yang biasa disebut dengan optimisme (Carver, Scheier, & Segerstrom 2010). Optimisme menjadi sesuatu hal yang penting untuk dimiliki, khususnya bagi para mahasiswa kebidanan mengingat tantangan menjadi seorang bidan sangat besar serta berbagai situasi penuh tekanan harus siap mereka hadapi. Selain itu individu yang memiliki kecenderungan optimisme akan lebih baik dalam mengatasi tekanan atau masalah yang datang kedalam kehidupannya. Sejalan dengan penelitian dari Passer dan Smith (2009) yang menunjukkan bahwa orang yang memiliki optimisme berada pada risiko yang lebih rendah terhadap kecemasan dan depresi ketika menghadapi stres. Fakta mengenai optimisme mempengaruhi tindakan seseorang dalam mencoba menangani masalahnya ini tidak terlepas dari kepribadian individu itu sendiri. Menurut Carver dan Scheier, optimisme dan pesimisme adalah kualitas dasar dari kepribadian (Snyder & Lopez, 2002). Mereka mempengaruhi bagaimana individu mengorientasikan atau mengarahkan tiap peristiwa dalam hidup mereka. Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pola pikir yang bersifat optimis. Melihat berbagai hambatan dan rintangan yang dihadapi para mahasiswa kebidanan tersebut dapat membuat individu rentan akan stres. Salah satu kepribadian yang diidentifikasi dapat menetralkan stressor yang terkait dengan situasi yang penuh dengan tekanan adalah kepribadian hardiness (Kobasa, dalam Kreitner & Kinicki, 2005). Schultz & Schultz (2006) mengatakan bahwa hardiness merupakan suatu variabel kepribadian yang dapat menjelaskan perbedaan individual dalam kerentanan terhadap stres. Individu yang hardy melihat peristiwa yang membuat stres sebagai kesempatan yang bermakna untuk belajar dan berkembang, oleh karena itu individu lebih terlibat dalam memecahkan masalah daripada menghindari masalah aktif (Heckman & Clay, 2005). Namun, menurut hasil
  • 6. wawancara yang dilakukan sebelumnya mengenai adanya para mahasiswa kebidanan yang pindah jurusan dan lebih memilih bekerja pada profesi lain mengindikasikan bahwa para calon bidan tersebut cenderung memiliki hardiness yang rendah. Individu dengan hardiness yang rendah memandang kemampuannya rendah dan tidak berdaya serta diatur oleh nasib (Schultz & Schultz, 2002). Penilaian tersebut menyebabkan kurangnya pengharapan, membatasi usaha dan mudah menyerah ketika mengalami kesulitan sehingga mengakibatkan kegagalan. Sebaliknya, Schultz dan Schultz (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres. Individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi cenderung melihat pengalaman baru yang menantang sebagai peluang untuk pertumbuhan pribadi dan dengan aktif akan mencari dan mengejar peluang tersebut (Hystad et al, 2011). Kecenderungan ini tidak hanya meningkatkan kesiapan mereka untuk belajar dan berkembang, tetapi juga membuat individu ini siap untuk memilih cara koping terbaik dalam menghadapi peristiwa yang penuh tekanan. Seperti penelitian dari Hull et al, bahwa hardiness telah terbukti untuk memprediksi kesehatan fisik maupun mental yang baik, karena individu ini mengurangi dampak peristiwa kehidupan yang penuh stres dengan meningkatkan penggunaan strategi koping yang adaptif (Stasiowski, 2008). Sehingga harapannya apabila para mahasiswa kebidanan memiliki tingkat hardiness yang tinggi maka mereka akan mampu bertahan dalam melanjutkan studi kebidannya. Individu dengan kepribadian hardiness yang tinggi mempunyai perilaku-perilaku yang membuat mereka lebih kuat dalam menahan stres, perilaku tersebut merupakan tiga kumpulan aspek yaitu kontrol, komitmen dan tantangan (Kobasa, 1979). Individu yang hardy percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidup mereka agar dapat mengantisipasi ancaman yang akan datang. Individu juga berkomitmen kuat pada pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain yang mereka senangi serta mengubah pandangan bahwa sesuatu yang mengancam dapat menjadi sebuah tantangan (Kobasa, 1979). Hardiness mahasiswa kebidanan dalam hal ini dalam bertahan menyelesaikan studinya adalah sebuah karakteristik kepribadian mahasiswa yang tahan bahkan dapat menetralkan stres dalam penyelesaikan beban studi yang ada, percaya masalah yang muncul dalam perjalanan studinya di kebidanan dapat dikontrol, dan berkomitmen kuat untuk menyelesaikan studinya serta
  • 7. mengubah pandangan bahwa isu atau masalah mengenai profesi bidan yang ada adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi. Baik optimisme dan hardiness keduanya merupakan prediktor individu dalam merespon stress (Eschleman, Bowling & Alarcon, 2010). Adanya kemungkinan penurunan performa mahasiswa kebidanan karena memiliki ekspektasi yang buruk serta rentan akan berbagai tekanan tersebut mendorong peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana bentuk dan besarnya hubungan antara hardiness dan optimisme pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan ini. Sejauh ini penelitian terkait hubungan antara hardiness dan optimisme belum banyak dilakukan, serta penelitian dengan subjek mahasiswa kebidanan masih belum banyak dilakukan pula. Mengingat terdapat fenomena atau isu terkait profesi bidan yang telah dijelaskan sebelumnya, yang dapat berakibat menurunkan optimisme, dan mendorong munculnya pesimis pada mahasiswa kebidanan menjadikan peneliti memilih mahasiswa kebidanan sebagai subjek penelitian ini. Tinjauan Pustaka Optimisme Definisi ilmiah baik optimisme maupun pesimisme fokus pada harapan untuk masa depan (Carver, Scheier & Segerstrom, 2010). Optimisme dapat diartikan sebagai keyakinan yang ada pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya merupakan hal yang positif (Scheier & Carver, 1985). Carver, Scheier dan Segerstrom (2010) kemudian berpendapat bahwa keyakinan menyeluruh tersebut relatif stabil dalam rentang waktu maupun konteks. Istilah optimisme juga sering dikenal dengan sebutan dispositional optimism, yang artinya harapan menyeluruh terhadap terjadinya hasil yang baik dalam hidup seseorang (Scheier & Carver, 1985) Konsep optimisme tumbuh dari self-regulation of behavior model yang berasal dari teori expectancy-value dalam psikologi. Berdasarkan model ini, selama harapan individu yakin untuk hasil positif, mereka akan tetap berkomitmen dalam mencoba untuk mengatasi kesulitan dalam mencapai tujuan mereka. Namun, ketika mereka memiliki keraguan yang kuat tentang hasil positif dan kemampuan mereka untuk mencapai tujuan itu, mereka lebih mungkin untuk mengurangi semangat mereka untuk mengejar tujuan dan/atau benar-benar melepaskan diri dari upaya yang diarahkan pada tujuan lebih lanjut (Stasiowski, 2008).
  • 8. Menurut Scheier dan Carver (2005) optimisme dengan pendekatan expectancy-value, yang mengasumsikan bahwa tingkah laku manusia terorganisasi dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan (goal). Tujuan (goal) adalah tindakan, atau nilai-nilai yang dilihat orang sebagai yang baik diinginkan atau tidak diinginkan. Individu mencoba untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan apa yang mereka pandang sebagai tujuannya, dan menjauh dari apa yang mereka tidak inginkan (Scheier & Carver, 1985 ). Inti selanjutnya dari konsep ini adalah expectancies yang artinya rasa percaya diri atau keraguan tentang mencapai tujuan (goal). Kepercayaan diri inilah yang akan mengarahkan individu untuk bertindak kepada tujuannya. Ketika seseorang mampu mempertahankan kepercayaan dirinya mengenai hasil dari usaha mereka, maka individu tersebut akan terus berusaha meskipun menghadapi kesulitan. Menurut Seligman dan koleganya yang menyatakan bahwa optimisme merupakan sebuah pandangan bagaimana seseorang dapat menjelaskan sebuah kejadian (explannatory style) (Peterson, 2000). Menurut pandangan ini seseorang yang optimis cenderung akan menjelaskan kejadian atau pengalaman negatif sebagai akibat dari faktor eksternal (kesalahan diluar dirinya), unstable (hanya sementara), dan hanya di situasi spesifik. Sebaliknya, seseorang yang pesimis cenderung menjelaskan kejadian negatif yang menimpanya sebagai sesuatu yang disebabkan oleh faktor internal (kesalahan diri sendiri), stabil (berlangsung terus-menerus), dan menganggap situasi itu secara menyeluruh merusak segalanya dan sebagai kegagalan diri (Peterson, 2000). Beberapa manfaat bagi orang yang optimis adalah persahabatan lebih panjang, memiliki interaksi sosial yang baik, dan lebih banyak disukai (Stasiowski, 2008). Sebaliknya, pesimisme berkorelasi positif dengan tingkat yang lebih tinggi dengan kecemasan, depresi, gejala fisik kegagalan, dan kerenggangan sosial. Pengukuran variabel optimisme menggunakan Life Orientation Test-Revised (LOT-R) oleh Scheier, Carver, dan Bridges (1994). LOT-R terdiri dari sepuluh item pernyataan, yakni enam item terdiri dari tiga item yang mengarah pada hasil positif (optimisme), tiga item lainnya mengarah pada hasil negatif (pesimisme), serta empat item merupakan pernyataan pengalih perhatian (filler item). Hardiness
  • 9. Istilah hardiness atau bisa diartikan juga sebagai ketahanan atau ketangguhan. Ada pula yang menyebutkan hardiness dengan istilah psychological hardiness, namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah hardiness karena dalam pengertian kedua istilah tersebut yang sama. Ide mengenai konsep hardiness ini adalah adanya perbedaan individu sejauh mana orang secara efektif merespon dan mengatasi situasi penuh tekanan (Eschleman, Bowling, & Alarcon, 2010). Konsep tersebut menggambarkan kecenderungan seseorang untuk menjadi tahan terhadap efek dari stres dan mampu dengan efektif beradaptasi serta mengatasi lingkungan yang menekan (Eschleman, Bowling, & Alarcon, 2010). Kobasa, Maddi, & Kahn, mengatakan bahwa hardiness merupakan kumpulan dari karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya bagi individu dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan (Heckman & Clay, 2005). Menurut Kobasa dan Maddi (1979), hardiness merupakan kombinasi dari tiga kualitas kepribadian atau trait yaitu: (a) keyakinan pada kemampuan sendiri untuk mengontrol atau mempengaruhi jalannya suatu peristiwa (control), (b) motivasi internal dan komitmen untuk berbagai bidang kehidupan, termasuk pekerjaan, hubungan interpersonal, dan diri sendiri (commitment), dan (c) apresiasi dari pengalaman baru dan tantangan sebagai kesempatan untuk belajar dan pribadi tantangan pertumbuhan (challenge) (Hystad, Safvenbom, Olsen, & Espevik, 2015). Hardiness berkembang sejak dini dalam kehidupan manusia dan sifat hardiness relatif stabil sepanjang waktu (Bartone, 1995). Kobasa, Maddi & Courington mengatakan bahwa hardiness merupakan campuran dari kognisi, emosi, dan tindakan yang bertujuan tidak hanya untuk bertahan hidup tetapi juga memperkaya kehidupan melalui pengembangan (Heckman & Clay, 2005). Selain itu, Menurut Kobasa, efek hardiness pada kesehatan mental dimediasi oleh penilaian kognitif individu dari situasi stres dari strategi koping. Secara khusus, hardiness akan mengubah dua komponen penilaian tersebut dengan, mengurangi penilaian ancaman dan meningkatkan harapan seseorang bahwa upaya koping yang dilakukan akan berhasil (Bissonnette, 1998). Kobasa juga memaparkan bahwa Individu yang hardy melihat tekanan dalam hidup sebagai peluang berarti, oleh karena itu, lebih melibatkan pada hal memecahkan masalah daripada menghindari masalah (Heckman & Clay, 2005). Ketahanan (hardiness) juga telah terbukti menjadi faktor dalam efektifitas kinerja pada orang dewasa yang bekerja dan mahasiswa (Maddi et al., 2012). Barton et al., menemukan bahwa pegawai yang memiliki
  • 10. hardiness rendah, sering membuat keputusan yang lebih keliru daripada pegawai yang tinggi hardinessnya saat simulasi (Hystad, Safvenbom, Olsen, & Espevik, 2015). Hardiness dipelajari di awal kehidupan, tetapi masih bisa ditingkatkan di masa dewasa melalui intervensi pelatihan. Di beberapa penelitian, Maddi dan rekan telah mampu menunjukkan efektivitas pelatihan hardiness pada pelajar dan orang dewasa yang bekerja (Hystad, Safvenbom, Olsen, & Espevik, 2015). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur DRS 15 Revised (DRS 15-R) yang telah diadaptasi di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh pendapat Funk (1992) yang menyatakan bahwa DRS merupakan alat ukur yang baik dalam mengukur hardiness. Selain itu, alat ukur DRS adaptasi ini juga sesuai dengan karakteristik populasi penelitian yaitu dibuat untuk dewasa muda, dimana para mahasiswa program Diploma III Kebidanan lebih banyak berada pada tahap usia tersebut. Metode Penelitian Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu optimisme dan hardiness. Pada penelitian ini juga terdapat empat hipotesis, yakni hipotesis alternatif 1 (Ha) yaitu terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Hipotesis alternatif 2 (Ha) yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara optimisme dan dimensi hardiness komitmen pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Hipotesis alternatif 3 (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan antara optimisme dan dimensi hardiness kontrol pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Terakhir hipotesis alternatif 4 (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara hardiness tantangan pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Definisi konseptual dari optimisme dalam penelitian ini adalah keyakinan yang ada pada diri seseorang bahwa segala sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya merupakan hal yang positif (Scheier & Carver, 1985). Definisi operasional optimisme dalam penelitian ini adalah skor total dari alat ukur Life Orientation Test-Revised. Semakin tinggi skor total Life Orientation Test-Revised, maka semakin optimis seseorang, sebaliknya semakin rendah skor yang didapat maka semakin pesimis orang tersebut. Definisi konseptual variabel selanjutnya yaitu, hardiness pada penelitian ini adalah kumpulan dari karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya bagi individu dalam menghadapi peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan (Heckman & Clay, 2005). Terakhir definisi operasional dari hardiness pada penelitian ini adalah jumlah skor total yang didapatkan dari alat ukur Dispositional
  • 11. Resilience Scale 15-Revised (DRS 15-R). Semakin tinggi skor total yang dihasilkan menunjukan semakin tinggi tingkat hardiness individu, begitupun sebaliknya semakin rendah skor yang didapat maka semakin rendah tingkat hardiness. Berdasarkan pada cara memeroleh data, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena terdapat proses kuantifikasi dari variabel penelitian. Proses kuantifikasi tersebut adalah dengan melakukan perhitungan respon partisipan secara statistik untuk mengetahui hubungan antarvariabel pada penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari lebih mendalam tentang hubungan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non- probability atau non-random sampling sehingga tidak semua anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian (Kumar, 2005). Jenis non-probability yang digunakan adalah Accidental sampling atau yang biasa dikenal juga sebagai convenience sampling, yang mana kelompok subjek dinilai dapat diperoleh secara mudah dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian (Kumar,1996; Gravetter & Forzano, 2009). Mengingat penelitian ini tergabung dalam payung penelitian, maka peneliti memutuskan untuk menargetkan pengambilan sampel berjumlah minimal 400 mahasiswa program Diploma III Kebidanan dari total empat provinsi yang sudah ditentukan sebelumnya. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian, yaitu Life Orientation Test-Revised (LOT-R) dan Dispositional Resilience Scale 15 - Revised (DRS 15-R) yang telah diadaptasi oleh penelitian sebelumnya. Adapun adaptasi LOT-R menggunakan hasil revisi LOT terakhir yaitu Life Orientation Test-Revised (LOT-R) yang sudah dilakukan oleh Mentari (2013) pada skripsinya dalam pengukuran optimisme yang telah diuji cobakan pada 66 pasien rehabilitasi. Pada pengukuran hardiness, peneliti menggunakan Disposotional Resilience Scale 15 – Revised yang telah di adaptasi oleh Lukman tahun 2008 yang telah diuji cobakan pada 55 pramu sosial di Panti Sosial Bina Laras Kedua alat ukur yang telah diadaptasi selanjutnya diujicobakan melalui uji keterbacaan, uji reliabilitas, dan uji validitas. Uji reliabilitas kedua alat ukur dilakukan dengan menghitung nilai coefficient-alpha atau Cronbach’s Alpha (Anastasi & Urbina, 1997) yang menghasilkan reliabilitas sebesar α = 0,51 untuk LOT-R dan α = 0,61 untuk hardiness. Uji validitas LOT-R
  • 12. berdasarkan nilai corrected item-total correlation (rIT) menyatakan bahwa item nomor 3, sedangkan validitas hardiness direvisi pada item nomor 14. Perlu direvisi karena memiliki nilai korelasi item dengan skor total di bawah 0.2 (Nunnaly, 1994). Pengambilan data penelitian ke empat provinsi ini dilakukan mulai tanggal 13 April – 4 Mei 2016. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner offline (luring/hardcopy) dan juga kuesioner online, untuk memperluas penjaringan partisipan. Total dari seluruh kuesioner yang didapat dan dapat diolah adalah sebanyak 571 kuesioner. Setelah pengumpulan data selesai, peneliti melakukan pengolahan data secara kuantitatif. Pengolahan data diawali dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013. Setelah itu penelitian ini menggunakan perhitungan statistik melalui program IBM SPSS. Setelah semua data terkumpul, peneliti menggunakan metode dan teknik statistik untuk mengetahui hubungan dua variabel serta distribusi frekuensi dan persentase data partisipan yang telah didapatkan. Hasil Penelitian Berikut adalah penjabaran distribusi partisipan berdasarkan beberapa data kontrol yang disusun oleh peneliti dalam kuesioner yang digunakan. Tabel 1. Gambaran Umum Data Demografis Partisipan Penelitian Kategori Frekuensi Persentase Usia 17-20 472 82.6% 21-25 99 17.3% Provinsi DKI Jakarta 180 31.5% Sumatera Barat 283 49.6% Jawa Barat 37 37% Banten 71 12.4% Agama Islam 554 97% Kristen Katolik 3 0.5% Kristen Protestan 13 2.3% Hindu 1 0.2% Suku Minang 273 47.8% Jawa 142 24.9% Melayu 23 4% Betawi 2 6.7% Batak 14 2.5% Sunda 74 13% Sumba Timur 1 0.2% Bugis 2 0.4% Dayak 1 0.2% Bali 1 0.2% Flores 2 0.4% Tempat Tinggal Asrama 116 20.3%
  • 13. Sebagian besar partisipan berusia 17-20 dengan jumlah 472 partisipan. Berdasarkan provinsi dengan jumlah partisipan terbanyak adalah dari Sumatera Barat sebanyak 283. Tempat tinggal parapartisipan lebih banyak tinggal di tempat kos yaitu sebanyak 283 partisipan. Pilihan kebidanan yang dijalani saat ini lebih banyak merupakan pilihan pertama para partisipan yaitu sebanyak 276. Keinginan untuk memilih jurusan kebidanan pun lebih banyak dari keinginan diri sendiri dengan 410 partisipan. Tabel 2. Gambaran Umum Optimisme Kategorisasi Skor Rentang Skor Frekuensi Persentase Rendah 8 – 14 102 17.86% Sedang 15 – 20 375 65.67% Tinggi 21 – 24 94 16,46% Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai pesebaran rata-rata skor total (mean) optimisme partisipan adalah sebesar 17,53 dan standar deviasi (SD) sebesar 2,96. Sedangkan untuk nilai maksimum yang didapatkan sebesar 24 dan nilai minimum sebesar 8. Perhitungan berdasarkan nilai mean pula peneliti melakukan pembuatan katagorisasi. Pesebaran skor optimisme dianggap rendah jika skor partisipan kurang dari 15 (mean – 1 SD), dianggap Kos 283 49.6% Orang Tua 156 27.3% Saudara 14 2.5% Wali 2 0.4% Pilihan Ke- 1 276 48.3% 2 183 32% 3 64 11.2% 4 26 4.6% 5 22 3.9% Pendapatan Orangtua < Rp. 2.600.000 199 34.9% Rp. 2.600.000- Rp. 6.000.000 319 55.9% >Rp. 6.000.000 53 9.3% Pelatihan 0-4 500 87.56% 5-10 69 12.0% 11-15 2 0.35% Kepuasan Hidup Sangat Tidak Puas 10 1.8% Tidak Puas 20 3.5% Agak Tidak Puas 42 7.4% Agak Puas 99 17.3% Puas 283 49.6% Sangat Puas 117 20.5% Keinginan Siapa Diri Sendiri 410 7.18% Orang tua 158 27.7% Kakak 3 0.5%
  • 14. tinggi jika skor partisipan lebih dari 20 (mean + 1 SD), sementara dianggap sedang jika skor berada di antara mean + 1 SD dan mean – 1 SD. Melihat perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel partisipan penelitian, yakni mahasiswa program Diploma III Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten, memiliki tingkat optimisme sedang (cukup optimis) yaitu sebanyak 375 orang (65,67%). Sebanyak 102 orang (17,86%) memiliki tingkat optimisme yang rendah dan 94 orang (16,46%) memiliki tingkat optimisme yang tinggi. Tabel 3. Gambaran Umum hardiness Kategorisasi Skor Rentang Skor Frekuensi Persentase Rendah 16 – 27 99 17.34% Sedang 28 – 34 344 60.25% Tinggi 35 – 42 128 22.42% Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai rata-rata skor total (mean) hardiness partisipan adalah sebesar 31,39 dengan SD= 4, nilai minimum 16, dan nilai maksimum 42. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel partisipan penelitian, yakni mahasiswa program Diploma III Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, jawa Barat, dan Banten, memiliki tingkat hardiness yang sedang yaitu sebanyak 344 orang (60, 25%). Sedangkan sebanyak 99 orang (17,34%) memiliki tingkat hardiness yang rendah dan 128 sisanya (22,42%) memiliki hardiness yang tinggi. Tabel 4. Hasil Uji Korelasi Optimisme dan hardiness Variabel r Sig (p) r2 Optimisme dengan hardiness 0.380 .000** 0.144 Berdasarkan hasil perhitungan korelasi didapatkan nilai korelasi sebesar r = + 0.380, n = 571; p < 0.01, two tails. Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis alternatif 1 (ha) diterima, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara skor optimisme dengan hardiness. Nilai r yang positif menunjukan bahwa kenaikan skor optimisme individu akan diikuti pula oleh kenaikan skor hardiness, atau dengan kata lain maka semakin tinggi pula skor hardiness, begitu pun sebaliknya. Kuadrat dari nilai korelasi atau coefficient of determintation (r2) digunakan untuk mengukur persentase variabilitas suatu variabel yang bisa diprediksi dari hubungannya
  • 15. dengan variabel yang lain, sebagai evaluasi dari kekuatan hubungan antara dua variabel (Gravetter & Forzano, 2009). Nilai r2 optimisme dengan hardiness ditemukan sebesar 0.144, dapat diinterpretasikan bahwa sebanyak 14,4% variabilitas skor hardiness dapat diprediksi atau dijelaskan melalui skor optimisme, sedangkan 85,6% variabilitas skor hardiness dapat dijelaskan melalui hubungannya dengan variabel lain. Diskusi Kesimpulan dari hasil utama penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan pada wilayah DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Banten. Sesuai dengan teori yang ada bahwa optimisme dan hardiness adalah dua variabel yang mempengaruhi cara orang berinteraksi dengan lingkungan, khususnya untuk situasi yang penuh dengan tekanan (Salvatore & Hightower, 1999). Hubungan ini dapat dijelaskan dengen penjelasan berikut. Profesi menjadi seorang bidan tidaklah mudah, untuk itu dibutuhkan individu-individu yang berkualitas, baik dari segi akademis, keterampilan dan kepribadinya. Ketika setiap individu yang memiliki kepribadian hardiness, mereka yakin bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa yang ada (Nurtjahjanti & Ratnaningsih, 2011). Hal ini pula yang pada akhirnya menumbuhkan sikap optimisme, dimana salah satu ciri dari sikap optimsime adalah yakin bahwa sesuatu yang baik akan terjadi pada dirinya. Meskipun sedang menghadapi situasi yang sulit, orang optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikannya dan pada akhirnya akan mendapat sesuatu yang baik (Snyder & Lopez, 2002). Hasil selanjutnya adalah mengenai gambaran umum dari skor optimisme dan hardiness. Pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan baik skor optimisme dan hardiness lebih banyak pada kategorisasi sedang. Hal tersebut menandakan bahwa secara umum mahasiswa program Diploma III Kebidanan cukup memiliki harapan positif akan masa depannya dan mampu bertahan dalam kondisi yang penuh tantangan sekalipun. Namun, individu dengan skor rendah baik pada optimisme dan hardiness masih cukup banyak yaitu berjumlah 99 orang untuk hardiness dan 102 untuk optimisme. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa Diploma III Kebidanan kurang memiliki harapan positif akan masa depannyadan kurang mampu bertahan dalam kondisi sulit. Hal ini dimungkinkan karena berbagai fakta yang ada mengenai profesi sebagai bidan yang cukup menantang, yang pada akhirnya membuat mereka cenderung tidak yakin. Hal inilah yang memungkinkan mahasiswa kebidanan mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan studinya atau bahkan tidak memilih
  • 16. untuk menjadi seorang bidan seperti hasil dari wawancara yang telah dilakukan. Pada dasarnya optimisme dan hardiness penting dimiliki karena jika individu tinggi pada kedua variabel ini memungkinkan seseorang untuk dapat memilih cara koping terbaik bukan justru menghindarinya (Bissonnette, 1998). Hal lain yang menyebabkan masih banyaknya individu yang rendah pada skor optimisme dan hardiness bisa pula disebabkan karena kurangnya faktor pendukung seperti pelatihan, kepuasan hidup, atau dukungan sosial. Salah satu contoh penelitian sebelumnya mengatakan bahwa baik optimisme dan hardiness berhubungan secara positif dengan kepuasan hidup seseorang (Taheri et al., 2014). Dapat disimpulkan bahwa semakin puas seseorang akan kehidupannya maka semakin tinggi pula kecenderungan optimis dan hardiness dalam dirinya. Selain itu, dukungan sosial juga sangat dibutuhkan dalam membentuk individu yang optimis serta hardy. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa efek buruk dari stressor akan terbantu berkurang karena adanya dukungan sosial (Weiss et al., 2013). Budaya kolektivitas yang dominan di Indonesia memungkinkan individu menjadi lebih tangguh dan optimis karena mendapat dukungan dari orang-orang sekitar. Begitu pula dengan mahasiswi kebidanan yang secara umum memiliki karakteristik yang homogen, berbeda dengan mahasiswa pada umumnya sehingga hal ini juga mampu membantu mempererat hubungan satu sama lain salah satunya dengan cara memberikan dukungan sosial. Setelah melakukan penelitian ini, peneliti merasa ada kendala yang terletak pada hal- hal teknis seperti didapatkannya partisipan dari wilayah yang tidak seimbang. Hal ini terbukti dengan jumlah partisipan pada penelitian ini lebih banyak berasal dari suku minang. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala salah satunya adalah masalah birokrasi sekolah kebidanan yang cukup sulit dan cukup lama. Sehingga menjelang batas waktu pengambilan data para partisipan tidak dapat terambil dengan jumlah yang setara pada setiap daerahnya. Namun, ada kelebihan yang ditawarkan dari penelitian ini. Salah satunya penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan subjek atau partisipan penelitian yang masih sangat jarang untuk diteliti khususnya dalam bidang ilmu psikologi. Menurut data yang didapatkan persalinan di Indonesia lebih banyak dibantu oleh tenaga kesehatan dari seorang bidan (68,6%), kemudian oleh dokter (18,5%), lalu non tenaga kesehatan (11,8%) (Pratiwi, 2014). Saran
  • 17. Saran Metodologis Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti dapat memberikan beberapa saran metodologis yang dapat diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, yakni: 1. Pastikan penggunaan kata-kata didalam kuesioner tidak ambigu agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat mempengaruhi gambaran dari hasil yang didapatkan. Oleh karena itu analisis item secara kualitatif selanjutnya harap dilakukan secara lebih mendalam guna meningkatkan validitas dan reliabilitas alat ukur. 2. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan keseimbangan proporsi partisipan dengan cara probability atau random sampling, yang mana setiap individu dalam populasi memiliki kesempatan setara untuk dapat menjadi sampel dalam penelitian. Saran Praktis Ada pun saran praktis yang dapat peneliti berikan yakni : 1. Dibuatnya seminar atau pelatihan yang dapat membantu para mahasiswa program Diploma III Kebidanan dalam meningkatkan optimisme dan hardiness. Hal ini diketahui karena hasil skor akhir optimisme dan hardiness pada mahasiswa program Diploma III Kebidanan masih banyak yang rendah. Mengingat khususnya terdapat hubungan antara pelatihan dengan konstruk hardiness dan pentingnya kedua konstruk untuk dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. 2. Alat ukur hardiness dan optimisme yang ada juga dapat dipertimbangkan untuk menjadi tes seleksi masuk calon bidan ke instansi-instansi kesehatan atau bagi konselor maupun psikolog sekolah dalam melihat tinggi rendahnya skor kedua variabel pada tiap mahasiswa. 3. Bagi penelitian selanjutnya dengan subjek yang sama harus dipersiapkan perizinan ke pihak-pihak sekolah kebidanan atau pihak terkait jauh-jauh hari agar terhindar dari berbagai hambatan yang tidak diinginkan. Daftar Referensi Archer, S.L. (1994). Intervention for Adolescent Identity Development. London: Sage Publication. Arnett, J. J. (2004). Emerging Adulthood : The Winding Road From the Late Teens Through the Twenties. Oxford University Press: New York. Ebook, available at : http://gen.lib.rus.ec
  • 18. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Di unduh dari: http://ban- pt.kemdiknas.go.id/direktori.php Bartone, P.T., et al. (2009). Big Five Personality Factors, Hardiness, and Social judgment as Predictors of Leader Performance. Development Journal. Vol. 30 No. 6. DOI 10.1108/01437730910981908 Bissonnette, M. (1998). Optimism, Hardiness, and Resiliency: A Review of the Literature. Di Unduh dari: http://www.reachinginreachingout.com/documents/optimism%20hardiness%20and%20 resiliency.pd Carver, C. S., Scheier, M. F., & Segerstrom, S. C. (2010). Optimism. Clinical Psychology Review 30, 879–889. Central Intelligence Agency. (2016). The World Factbook: Indonesia. Di unduh dari:https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world factbook/geos/id.html Departemen Kesehatan. (2013). Rencana Aksi percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu Di Indonesia. Di unduh dari: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp- content/uploads/downloads/2013/12/RAN-PP-AKI-2013-2015.pdf Eschleman. K. J., Bowling. N., & Alarcon. G.M. (2010). A Meta-Analytic Examination of Hardiness. International Journal of Stress Management. Vol. 17, No. 4, 2777-307. DOI 10.1037/a0020476 Goleman, D. (2002). Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hystad, S. W., Safvenbom, R., Olsen, O.K., & Espevik, R. (2015). On the Stability of Psychological Hardiness: A Three-Year Longitudinal Study. Military Psychology. Vol. 27, No. 3, 155–168. http://dx.doi.org/10.1037/mil0000069. Hystad, S.W., Eid, J., Laberg J. C., & Bartone, P. T. (2011). Psychological Hardiness Predicts Admission Into Norwegian Military Officer Schools. Military Psychology, Vol. 23:381–389, 2011. DOI: 10.1080/08995605.2011.589333 Heckman, C. J., dan Clay, D, L. (2005). Hardiness, History of Abuse and Women’s Health. Journal of Health Psychology, Vol 10(6) 767–777. DOI: 10.1177/1359105305057312 Hutz, C. S., et al. (2014). The Relationship of Hope, Optimism, Self-Esteem, Subjective Well-Being, and Personality in Brazilians and Americans. Psychology. Vol. 5, 514-522. http://dx.doi.org/10.4236/psych.2014.5606. Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. USA: macGraw-Hill inc. Ikatan Bidan Indonesia. (2016). Bidan. Di unduh dari: http://ibi.or.id/ Isma, M. N. P. (2013). Hubungan Optimisme Dan Subjective Well- Being Pada Pasien Yang Sedang Menjalani Program Rehabilitasi Medik. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) 2012-2016. Di unduh dari: http://www.gizikia.depkes.go.id/kategori- emas/emas/ Kobasa, S, C. (1979). Stressful Life Events, Personality, and Health: An Inquiry Into Hardiness. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 37 No.1
  • 19. Kreitner, R. & Kinicki, A. (2005). Perilaku Organisasi. Buku 2. Edisi 5. Alih Bahasa: Erly Suandy. Jakarta: Salemba Empat. Kumar, R. (1996). Research Methodology. New Delhi: Sage Publications India. Kumreg. (2014). BukuPanduan Praktis Kebidanan dan Neonatal. Humas BPJS Kesehatan. Di unduh dari: http://bpjs- kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/c2145cecc7a821fe00e19d57e67bc950.pdf Lukman, A. (2008). Adaptasi Dispositional Resilience Scale-short form pada Pramu Sosial Usia Dewasa Muda di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa. Thesis. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Maddi, S., Khoshaba, D.M., Resurreccion, N., et. al. (2012).The Relationship of Hardiness and Some Other Relevant Variabels to College Performance. Journal of Humanistic Psychology. 52(2) 190-205. DOI: 10.1177/0022167811422497. Maddi. S.R., Harvey R.H. Khoshaba D.M., Lu, J.L, Persico, & M., Brow. (2006). The Personality construct of hardiness III: Relationship with repression, innovativeness, authoritarianism and performance. Journal of Personality. 74 (2), 575- 598 Maddi, S. R., & Kobasa S.C. (1984). The Hardy Executive: Health and Stress. Homewood II: Dow Jones Irwin. Marcia, J.E., Archer, S.L., Waterman, A.S., Orlofsky, J.L., & Matteson, D.R. 1993. Ego Identity. A Handbook for Psychological Research. New York: Springer Verlag. Mishra., K. K. (2013). Optimsm and Well-being. Social Science International. Vol. 29, No. 1 (2013), page 75-87. Moazedian, A., Nazari, M. A., & Ahghar, Ghodsi. (2014). The Effectiveness of Hardiness Training on Test Anxiety. Iranian Journal of Cognition and Education. Vol.1, No.1, 47- 52. Papalia, D.E. dan Feldman, R.D. (2012). Experience Human Development (12th ed). McGraw-Hill Companies, Inc. Passer, M.W., & Smith, R. E. (2009). Psychology: The Science of Mind and Behavior (4th ed). New York: Mc Graw Hill. Peterson, C. (2000). The Future of Optimism. American Psychological Association. Vol. 55, No. 1, 44-55. DOI: 10.1037//0003-066X.55.1.44 Pratiwi,. D,. A. (2014). Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Jauh dari Target MDGs 2015. Diunduh dari: http://www.kompasiana.com/ditaanugrah/angka-kematian-ibu-di- indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs-2015_54f940b8a33311ba078b4928 Rachman, A. M. P. (2014). Hardiness Mahasiswa Dalam Menyelesaikan Skripsi Ditinjau Dari Tingkat Optimisme. Thesis. Semarang: Universitas Diponogoro. Robby. (2014).Target MDGs 2015: Angka Kematian Ibu Sulit Diatasi. Di unduh dari: http://harianterbit.com/read/2014/05/07/1860/0/29/Target-MDGs-2015-Angka- Kematian-Ibu-Sulit-Diatasi Sarwono, S. W. (1987). Perbedaan Antara Pemimpin Dan Aktivis Dalam Gerakan Proses Mahasiswa. Suatu Studi Psikologi Sosial. Disertasi Pasca Sarjana. Depok: Universitas Indonesia.
  • 20. Scheier, M.F. & Carver, C.S. (2002). Optimism. (In C.R. Snyder & Shane J. Lopez). Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press. Scheier, M.F., Carver, C.S., & Bridges, M.W. (1994). Distinguishing Optimism from Neuroticism (and trait anxiety, self-mastery, and self-esteem): A reevaluation of The Life Orientation Test. Journal of personality and social psychology, 67, 1063-1078. Schultz, D., & Schultz, S., E,. 2006. Psychology and Industry Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education. Schultz, D. dan Schultz, S. E. 2002. Psychology and Work Today. Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall Seligman, M.E.P. (2008). Positive Health. Applied Psychology. Volume 57, Issue Supplement s1, pages 3–18. DOI: 10.1111/j.1464-0597.2008.00351.x Shapiro, L.E. (1997). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Surat Edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2011). Di unduh dari: http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/SEDirjen1643-ET2011MoratoriumProdiKesehatan.pdf Srivastava, S., & Angelo, K. M. (2009). Optimism, effects on relationships. In H.T.Reis and S. K. Sprecher (Eds.), Encyclopedia of human relationships. Thousand Oaks, CA: Sage. Stasiowski, S. (2008). Optimism And Hardiness: Influence on Coping and Psychological Distress. Dissertation. Long Island University. Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Handbook Of Positive Psychology. Oxford University. New York. Taheri, A. et al. (2014). Mental Hardiness and Social Support in Life Satisfaction of Breast Cancer Patients. Social and Behavioral Sciences. Vol. 159, 23 Pages 406-409. Doi:10.1016/j.sbspro.2014.12.397 Wardah, F. (2012). Idonesia Akan Luncurkan Program Emas Untuk Turunkan Angka Kematian Ibu Melahirkan. Di unduh dari: http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-akan-luncurkan-program-emas-untuk- turunkan-angka-kematian-ibu-melahirkan/106226.html Wardah, F. (2013). Tiga Target MDG Indonesia Sulit Dicapai 2015. Di unduh dari: http://www.voaindonesia.com/content/tiga-target-mdg-indonesia-sulit-dicapai- 2015/1604198.html