Tafsir al-Qur'an di Indonesia telah berkembang sejak abad ke-7 hingga abad ke-21. Pada abad pertengahan (15-17), muncul ulama besar seperti Hamzah al-Fansuri dan Abd Rauf al-Singkili yang menulis tafsir dalam bahasa Melayu. Pada abad 18-19, karya tafsir lebih banyak berfokus pada tasawuf. Di abad 20, seiring kemerdekaan Indonesia, banyak terjemahan al-Qur
1. Makalah
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Study Al-Qur’an
Dosen Pembina Prof. Dr. H. Nurwadjah Ahmad EQ, M. A
Disusun Oleh
Wati Rahmawati
PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2. 1
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA
Sejarah perkembangan intelektualisme Indonesia abad 15–18, sebagaimana
diasumsikan Azyumardi, banyak yang terlupakan oleh para peneliti. Sebagian
besar perhatian para Indosianis dan ahli Asia Tenggara ditujukan pada persoalan
sejarah politik muslim. Padahal, abad 15–18 M. merupakan abad yang paling
dinamis dalam sejarah intelektualisme muslim Indonesia. Sebagai misal, pada saat
itu muncul ulama besar di Aceh, Abdul Rouf al-Singkili, yang populer dengan
karya besarnya dalam bidang tafsir, Turjuman al-Mustafid. Dalam bidang fiqh
muncul, Nuruddin ar-Raniri dengan karya monumentalnya, Sirathal Mustaqim,
yang ditulis pada tahun 1634 M. dan selesai pada 1644 M. Kemudian, Abdul
Shamad al-Palimbani dengan magnum opus-nya, Hidayat al-Salikin, sebuah kitab
tasawuf yang berisi aturan-aturan syar’i dengan penafsiran-penafsiran esoteris.
Tradisi intelektual muslim Indonesia tersebut terus terawat hingga abad ke-
21 dewasa ini. Beberapa penulis muslim Nusantara telah mempersembahkan
karya-karya besar mereka pada paroh terakhir abad ke-20, seperti Buya Hamka,
Ahmad Hasan, Hasbi As-Shiddiqi, Mahmud Yunus dan Quraish Shihab. Dalam
catatan Federspiel, banyak karya intelektual Indonesia abad ini yang menempati
deretan utama dalam perkembangan pemikiran Islam di Asia Tenggara. Diantara
cabang-cabang keislaman yang menjadi perhatian para intelektual muslim
Indonesia sejak abad 17–20 tersebut meliputi Teologi, Fiqh, Hadits, Tasawuf dan
Tafsir al-Qur’an
3. 2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebaran Islam dari awal kemunculannya hingga saat ini, diyakini tidak
lepas dari sumber primer ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah, sehingga
sejarah Islam juga merupakan sejarah al-Qur’an. Sejarah al-Qur’an dalam konteks
yang paling sederhana di Indonesia, dapat ditelusuri dengan melacak sejarah
masuknya Islam ke Indonesia.
Awal kedatangan Islam ke Nusantara terdapat beberapa teori, di antaranya
teori Gujarat yang dikembangkan atau dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje,
berawal dengan ditemukannya batu nisan Sultan Abd. Malik al-Saleh. Pendapat
lain bahwa Islam datang ke Nusantara dari Makkah dengan bukti mayoritas
muslim di Nusantara adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh
Hamka pada abad ke-7 M. Bahkan ada kemungkinan besar bahwa Islam sudah
diperkenalkan ke dan ada di nusantara pada abad-abad pertama Hijri, sebagaimana
dikemukakan Arnold dan dipegang banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi
hanyalah abad ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses
Islamisasi tampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16[1]
Oleh karena itu, kajian tentang tradisi al-Qur’an dan tafsir di Indonesia telah
dilakukan oleh beberapa Indonesianis seperti, R. Israeli dan A.H. Johns (Islam in
the Malay world: an Explotary survey with the some refences to Quranic
exegiesis, 1984), A.H. Johns (Quranic Exegiesis in the Malay world: In search of
4. 3
profile, 1998). P. Riddel (Earlist Quranic Exegetical activity in the malay
speaking states, 1998)[2]. Begitu juga yang dilakukan oleh cendekiawan
Indonesia, khususnya yang mendalami tafsir dan sejarah.
5. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan tafsir di Indonesia dari masa ke masa
1. Abad ke VII-XV (Klasik)
Studi al-Qur’an pada periode pertama Islam di Nusantara belum bisa
dikatakan sebagai sebuah tafsir, meskipun pada masa ini kitab-kitab tafsir karya
para ulama dunia telah bermunculan, akan tetapi untuk skala Indonesia, penafsiran
al-Qur’an masih berada pada wilayah penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat
praktis dan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan pemahaman pembawa
ajarannya.
Sebagaimana diketahui bahwa para ulama dan penyebar Islam melihat
kondisi nusantara pada saat itu, di mana yang dibutuhkan hanya sebatas
penafisran ayat-ayat untuk kebutuhan dakwah Islamiyah. Sehingga untuk melacak
karya-karya yang muncul pada periode klasik sangat susah disebabkan oleh
beberap faktor diantaranya, pertama; bahwa tulisan pada masa itu belum begitu
penting bagi masyarakat Indonesia, kedua; bahwa masyarakat Indonesia pada
masa itu lebih memilih penjelasan-penjelasan praktis terhadap isi dan kandungan
al-Qur’an ketimbang membaca karya-karya yang pernah ada di negeri Arab,
ketiga; bahwa masayarakat yang telah memeluk Islam dari kalangan pribumi
masih membutuhkan waktu untuk belajar membaca huruf-huruf Arab yang secara
cultural huruf-huruf tersebut, masih tergolong asing dikalangan masyarakat
Indonesia.
6. 5
Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh bahasa Arab
terhadap huruf-huruf di Indonesia sangat besar, sehingga huruf-huruf yang
digunakan dalam bahasa melayu pada awalnya adalah huruf-huruf Arab.
Meskipun demikian, sejarah perkembangan kajian tafsir al-Qur’an di
nusantara ini sangat sulit karena langkanya kajian-kajian dalam sejarah dan
dinamika tafsir al-Qur’an di Indonesia, baik dalam bahasa Arab, bahasa
Indonesia, apalagi dalam bahasa daerah. Sejarah kajian tafsir al-Qur’an hanya
mampu dibuktikan paling awal sejak masa abad ke-17 sampai ke masa-masa
kontemporer.
2 . Abad ke-15 hingga abad ke-17 (abad pertengahan)
Sebenarnya sebelum Abd Rauf al-Singkily menulis tafsirnya yang berjudul
Tarjuman al-Mustafid, sudah ada ulama yang menulis dalam bidang tafsir
meskipun tidak dalam bentuk yang sempurna 30 juz. Seorang penulis yang
bernama Hamzah al-Fansuri yang hidup antara tahun 1550-1599 melakukan
penerjemahan sejumlah ayat al-Qur’an yang terkait dengan tasawuf dalam bahasa
Melayu yang indah.[3] Salah satu contohnya ketika menafsirkan surah al-Ikhlash
dengan mengatakan:
Laut itu indah bernama Ahad
Terlalu lengkap pada asy’us-samad
Olehnya itulah lam yalid wa lam yulad
Wa lam yakun lahu kufu’an Ahad[4]
Bukti lain yang menunjukkan bahwa sudah ada tafsir yang ditulis sebelum
Abd Rauf al-Singkily adalah sebuah penggalan karya tafsir berupa manuskrip
tertanggal sebelum tahun 1620 M. dibawa ke Belanda yaitu tafsir surah al-Kahfi
7. 6
dalam bahasa Melayu namun sayangnya tidak tercantum nama pengarangnya. [5]
Di antara pengikut Hamzah al-Fansuri atau bahkan konon dia adalah teman
Hamzah al-Fansuri adalah Syamsuddin al-Samatrani yang muncul sebagai ulama
terkemuka di istana Sultan Iskandar Muda, penguasa Aceh pada tahun 1603-1636
juga menulis beberapa karya dalam berabagai bidang ilmu, termasuk tafsir al-
Qur’an.[6]
Pada masa Sultanah Safiyat al-Din, penerus Sultan Iskandar II, Abd Rauf al-
Singkily menulis karyanya pada tahun 1661 dengan judul Tarjuman al-Mustafid
yang merupakan saduran dari tiga kitab tafsir yaitu Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-
Khazin dan Tafsir al-Baidawi (Anwar al-Tanzil).[7]
3. Abad ke-18 dan 19 (abad pra modern)
Pada abad ke-18 muncul beberapa ulama-ulama yang menulis dalam
berbagai disiplin ilmu termasuk tafsir meskipun yang paling menonjol adalah
karya yang terkait mistik atau tasawuf. Di antara ulama tersebut adalah Abd
Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd
Rahman al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa.[8]
Karya-karya mereka tidak berkontribusi langsung kepada bidang tafsir, akan
tetapi banyak kutipan ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil untuk mendukung
argumentasi atau aliran yang mereka ajarkan, seperti dalam kitab Sayr al-Salikin,
yang ditulis oleh al-Palimbani dari ringkasan kitab Ihya ‘Ulum al-Din karya al-
Ghazali.[9]
Namun memasuki abad ke-19, perkembangan tafsir di Indonesia tidak lagi
ditemukan seperti pada masa-masa sebelumnya. Hal itu terjadi karena beberepa
faktor, diantaranya pengkajian tafsir al-Qur’an selama berabad-abad lamanya
8. 7
hanya sebatas membaca dan memahami kitab yang ada, sehingga merasa cukup
dengan kitab-kitab Arab atau melayu yang sudah ada. Di samping itu, adanya
tekanan dan penjajahan Belanda yang mencapai puncaknya pada abad tersebut,
sehingga mayoritas ulama mengungsi ke pelosok desa dan mendirikan pesantren-
pesantren sebagai tempat pembinaan generasi sekaligus tempat konsentrasi
perjuangan. Ulama tidak lagi fokus untuk menulis karya akan tetapi lebih
cenderung mengajarkan karya-karya yang telah ditulis sebelumnya.[10]
Sebenarnya ada karya tafsir yang ditulis pada abad ke-19 dalam bahasa
Arab yaitu Marah Labid karya imam al-Nawawi al-Bantani al-Jawi, namun karya
ini ditulis di Makkah. Ada juga beberapa tulisan surah-surah dalam bahasa Arab
yang dimuat di jurnal al-Manar pada edisi-edisi tahun pertama (1898) dari pulau
Jawa, Sumatera dan Kalimantan.[11]
4. Abad ke-20 (abad modern)
Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, sejumlah terjemahan al-Qur’an
dalam bentuk juz per juz, bahkan seluruh isi al-Qur’an mulai bermunculan.[12]
Kondisi penerjemahan al-Qur’an semakin kondisif setelah terjadinya sumpah
pemuda pada tahun 1928 yang menyatakan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa
Indonesia. Tafsir Al-Furqân misalnya adalah tafsir pertama yang diterbitkan pada
tahun 1928.[13] Selanjutnya, atas bantuan seorang pengusaha, yaitu Sa’ad
Nabhan, pada tahun 1953 barulah proses penulisannya dilanjutkan kembali hingga
akhirnya tulisan Tafsir Al-Furqân secara keseluruhan (30 juz) dapat diterbitkan
pada tahun 1956.[14] Pada tahun 1932, Syarikat Kweek School Muhammadiyah
bagian Karang Mengarang dengan judul “al-Qur’an Indonesia”, Tafsir Hibarna
oleh Iskandar Idris pada tahun 1934, Tafsir asy-Syamsiyah oleh KH. Sanusi.[15]
9. 8
Pada tahun1938, Mahmud Yunus menerbitkan Tarjamat al-Qur’an al-Karim.[16]
Kemudian pada tahun 1942, Mahmud Aziz menyusun sebuah tafsir dengan judul
Tafsir Qur’an Bahasa Indonesia. Proses terjemahan semakin maju pasca
kemerdekaan RI pada tahun 1945 yaitu munculnya beberapa terjemahan seperti
al-Qur’an dan Terjemahnya yang didukung oleh Menteri Agama pada saat itu.
Pada tahun 1955 di Medan dan dicetak ulang di Kuala Lumpur pada tahun 1969,
diterbitkan sebuah tafsir dengan judul Tafsir al-Qur’an al-Karim yang disusun
oleh tiga orang yaitu A. Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas dan Abd Rahim
Haitami.
Pada tahun 1963,[17] perkembangan terjemahan mulai tampak dengan
munculnya Tafsir Qur’an karya Zainuddin Hamidi dan Fachruddin HS. Tafsir al-
Azhar yang ditulis oleh Hamka pada saat dalam tahanan di era pemerintahan
Soekarno dan diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1966. Kemudian pada
tahun 1971,[18] “Tafsir al-Bayan” dan pada tahun 1973 “Tafsir al-Qur’an al-
Madjied an-Nur, dicetak juz per juz yang keduanya disusun oleh Hasbi al-
Shiddiqy disamping menterjemahkan secara harfiah dengan mengelompokkan
ayat-ayatnya juga menjelaskan fungsi surah atau ayat tersebut, menulis
munasabah dan diakhiri dengan kesimpulan.[19] Bentuk karya Hamka lebih
kepada ensiklopedis karena dia seorang novelis dan orator sedangkan al-Shiddiqy
menggunakan bahasa prosa.[20]
Setelah itu, satu persatu karya-karya tafsir mulai bermunculan seperti
“Keajaiban Ayat-ayat Suci al-Qur’an karya Joesoef Sou’yb pada tahun 1975. Q.A.
Dahlan Shaleh dan M.D. Dahlan menyusun buku dengan judul Ayat-ayat Hukum:
Tafsir dan Uraian Perintah-perintah Dalam al-Qur’an Pada tahun 1976. Pada
10. 9
tahun itu juga muncul al-Qur’an Dasar Tanya Jawab Ilmiah yang disusun oleh
Nazwar Syamsu. Dilanjutkan pada tahun 1977, seorang kritikus sastra H.B. Jassin
menulis al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia tanpa disertai catatan kaki. Masih pada
tahun yang sama, Muhammad Ali Usman menulis dengan judul Makhluk-
makhluk Halus Menurut al-Qur’an. Bachtiar Surin juga menulis sebuah
terjemahan yang disisipi tafsir dengan judul “Terjemah dan Tafsir al-Qur’an:
Huruf Arab dan Latin” pada tahun 1978, kemudian Zainal Abidin Ahmad juga
menulis Tafsir Surah Yaa-sien pada tahun yang sama. Pada tahun itu juga (1968)
Bey Arifin menyusun tafsir dengan judul Samudera al-Fatihah, bahkan
sebelumnya, dia juga menyusun buku dengan judul Rangkaian Cerita dalam al-
Qur’an yang diterbitkan dua kali yaitu pada tahun 1971 dan1983. Masih pada
tahun yang sama (1978) Mafudli Sahli juga ikut menulis dengan judul Kandungan
Surat Yasin. Kemudian pada tahun 1979, M. Munir Faurunnama menulis buku
dengan judul al-Qur’an dan Perkembangan Alam Raya. Dan pada tahun 1980,
Perguruan Tinggi Ilmu-ilmu al-Qur’an menyusun Pancaran al-Qur’an Terhadap
Pola kehidupan Bangsa Indonesia.[21]
Disamping tafsir-tafsir sudah mulai marak dilakukan oleh para ulama,
terjemahan al-Qur’an masih sangat dibutuhkan pada saat itu. Terbukti dengan
masih terbitnya terjemahan-terjemahan al-Qur’an seperti al-Qur’an dan
Terjemahnya yang ditulis oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-
Qur’an pada tahun 1967 dan 1971 dan pada tahun 1975, Yayasan tersebut
menerbitkan tafsir dengan judul al-Qur’an dan Tafsirnya”. Yayasan Pembinaan
Masyarakat juga ikut berpartisipasi dengan menyusun sebuah buku yang berjudul
11. 10
Terjemah al-Qur’an Secara Lafdhiyah Penuntun Bagi yang Belajar pada tahun
1980.[22]
Di samping tafsir al-Qur’an, muncul juga berbagai ilmu yang terkait dengan
al-Qur’an, baik itu sejarah al-Qur’an/tafsir, ulum al-Qur’an maupun ilmu yang
tidak secara langsung terkait dengan al-Qur’an dan tafsirnya. Pada awal abad ke-
20 muncullah berbagai karya, seperti karya Munawwar Khalil dengan judul “al-
Qur’an dari Masa ke Masa” yang ditulis pada tahun 1952, Aboebakar Atjeh
dengan bukunya “Sejarah al-Qur’an” pada tahun 1952, Hasbi Ash-Shiddieqi
dengan bukunya Sejarah dan pengantar ilmu al-Qur’an, pada tahun 1954, Hadi
Permono, Ilmu Tafsir al-Qur’an Sebagai Pengetahuan Pokok Agama Islam yang
diterbitkan pada tahun 1975, Badaruthanan Akasah dengan menulis Index al-
Qur’an: Index Tafsir, pada tahun 1976, Bahrum Rangkuti, al-Qur’an: Sejarah dan
Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, pada tahun 1977, dan Dja’far Amir dengan judul
al-Qur’an dan al-Hadits: Madrasah Tsanawiyah terbit pada tahun 1978. H. A.
Djohan Syah menulis buku yang berjudul Kursus Cepat Dapat Membaca al-
Qur’an pada tahun 1978. Masjfuk Zauhdi ikut juga menulis ilmu tafsir dengan
judul “Pengantar Ulumul Qur’an” pada tahun 1979. Muslich Maruzi dengan
bukunya al-Qur’an: al-Hadits Untuk Madrasah Aliyah pada tahun 1980. Abd Aziz
Masyhuri dengan bukunya Mitiara Qur’an dan Hadits pada tahun 1980. dan H.
Datuk Tombak Alam juga menyusun sebuah ilmu tafsir dengan judul al-Qur’an
al-Hakim 100 Kali Pandai tapi tidak diketahui kapan diterbitkan. Begitu juga
mulai muncul terjemahan ilmu tafsir seperti terjemah karya Manna al-Qattan,
Adanan Lubis Tarikh al-Qur’an, pada tahun 1941.[23]
12. 11
Tidak kalah pentingnya adalah tafsir yang menggunakan bahasa daerah. Di
antara tafsir dalam bahasa daerah adalah seperti upaya yang dilakukan KH.
Muhammad Ramli al-Kitab al-Mubin, yang diterbitkan pada tahun 1974 dalam
bahasa Sunda. Sedangkan dalam bahasa Jawa antara lain Kemajuan Islam
Yogyakarta dengan tafsirnya Qur’an kejawen dan Qur’an Sandawiyah, Bisyri
Mustafa Rembang al-Ibriz, pada tahun 1950, R. Muhammad Adnan al-Qur’an
suci basa jawi, pada tahun 1969 dan Bakry Syahid Al-Huda, pada tahun 1972.
Sebelumnya pada 1310 H, Kiyai Mohammed Saleh Darat Semarang menulis
sebuah tafsir dalam bahasa jawa huruf Arab. AG. Daud Ismail menulis tafsir
dalam bahasa bugis Tafsire al-Qur’an bahasa Ugi. Bahkan pada 1924,
perkumpulan Mardikintoko Kauman Sala menerbitkan terjemah al-Qur’an 30 juz
basa Jawi huruf Arab Pegon.[24]
Itulah sekilas tafsir yang muncul sejak abad ke-17 hingga abad ke-20 yang
menggambarkan betapa putera-putera Indonesia mampu untuk menyusun dan
menafsirkan al-Qur’an meskipun tidak semeriah dan sehebat tafsir-tafsir di Timur
Tengah. Hal itu terjadi bukan karena ketidakmampuan para ulama dan
cendekiawan akan tetapi hanya sebagai tuntutan masyarakat yang belum sampai
pada tarap pemahaman al-Qur’an secara komprehensif dan analisis.
B. Bentuk-bentuk Penulisan Tafsir di Indonesia
Dengan melihat tafsir-tafsir yang muncul dari abad ke-17 hingga abad ke-
21, bentuk-bentuk penulisan tafsir di Indonesia dapat dikategorikan dalam
beberapa kategori berdasarkan tinjauan yang digunakan. Penulisan tafsir di
Indonesia bila ditinjau dari segi sistematika penulisan dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu sistematika runtut (tahlili) dan sistematika tematik (maudhu’i).
13. 12
1. Tahlili (runtut)
Sistematika tahlili/runtut adalah penulisan tafsir yang mengacu pada urutan
surah yang ada dalam mushaf atau mengacu pada turunnya wahyu. Kebanyakan
tafsir Indonesia menggunakan metode ini, di antaranya; Tarjuman al-Mustafid
karya Abd Rauf al-Singkily, Tarjamat al-Qur’an al-Karim karya Mahmud Yunus,
al-Furqan karya A. Hassan, Al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia karya H.B. Jassin,
Hasbi Al-Shiddiqy dengan tafsir al-Nur dan Tafsir al-Bayannya, Quraish Shihab
dengan Tafsir al-Mishbahnya. Disamping itu, banyak juga tafsir-tafsir dalam
bahasa daerah, baik menggunakan bahasa Jawa, Sumatera maupun bahasa yang
ada di Sulawesi menggunakan metode tahlili/runtut.
2. Tematik
Sistematika penulisan dengan cara tematik adalah penulisan yang dilakukan
dengan menulis ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan topik yang telah ditentukan.
Penulisan tafsir yang menggunakan metode tematik itu baru muncul pada akhir
abad ke-20, yaitu pada saat dibukanya pascasarjana pada perguruan tinggi oleh
Harun Nassution pada tahun 1982. Penulisan tematik dapat dibagi dalam dua
kategori yaitu : tematik klasik dan tematik modern sebagaimana yang
diungkapkan oleh Islah Gusmian. Istilah tematik klasik digunakan untuk tafsir
yang mengambil ayat-yata tertentu atau surah-surah tertentu untuk ditulis,
sedangkan tematik modern digunakan untuk penulisan tafsir yang membahas satu
topik saja.
Di antara tematik klasik adalah: Tafsir bil-Ma’tsur, Pesan Moral al-Qur’an
karya Jalaluddin Rakhmat, Hidangan Ilahi, Ayat-ayat Tahlil karya M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Hijri, Kajian Tafsir al-Qur’an Surah al-Nisa’ karya Didin
14. 13
Hafidhuddin, Memahami Surah Yasiin, karya Radiks Purba, Tafsir Sufi al-
Fatihah, Mukaddimah karya Jalaluddin Rakhmat dan Rafi’uddin dan Edham
Syafi’i dengan karya Tafsir Juz ‘Amma.
Di antara tematik modern, Wawasan al-Qur’an karya M. Quraish Shihab,
Dalam Cahaya al-Qur’an Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik karya Syu’bah Asa,
Ensiklopedi al-Qur’an karya M. Dawam Rahardjo, Ahl al-Kitab Makna dan
Cakupannya karya Muhammad Galib, M., Konsep Kufr Dalam al-Qur’an karya
Harifuddin Cawidu, Konsep Perbuatan Manusia Menurut al-Qur’an karya
Jalaluddin Rakhmat, Argumen Kesataraan Gender, Persfektif al-Qur’an karya
Nasaruddin Umar dan lain-lain.
C. Gaya Penulisan Tafsir Di Indonesia
Sementara penulisan al-Qur’an ditinjau dari segi gaya bahasa penulisan
yang digunakan oleh para penafsir juga dapat dibagi dalam dua bagian yaitu gaya
ilmiah dan non ilmiah:
1. Gaya Ilmiah
Penulisan gaya ilmiah adalah penulisan tafsir dengan memperlakukan
mekanisme penyusunan redaksionalnya, seperti menggunakan catatan kaki, baik
footnote, endnote atau catatan perut. Di antara tafsir yang menggunakan footnote
sepeerti Konsep Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu, Ahl al-Kitab
Makna dan Cakupannya oleh Muhammad Galib, M., Tafsir Sufi al-Fatihah,
Mukaddimah karya Jalaluddin Rakhmat, dan lain-lain, sementara gaya penulisan
endnote seperti Konsep Perbuatan Manusia Menurut al-Qur’an karya Jalaluddin
Rahman, Tafsir bil Ra’yi, Upaya Penggalian Konsep Wanita Dalam al-Qur’an
karya Machasin, dan lain-lain. Sedangkan gaya catatan perut seperti tafsir Dalam
15. 14
Cahaya al-Qur’an, Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik karya Syu’bah Asa, Ensiklopedi
al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci karya M/ Dawam
Rahardjo, dan lain-lain.
2. Gaya Non ilmiah
Gaya penulisan yang tidak menggunakan kaidah penulisan ilmiah, seperti
tidak mencantumkan footnote dan sejenisnya. Tafsir yang menggunakan gaya ini
sangat dominan, khususnya yang terbit sebelum pertengahan abad ke-20, mulai
dari Abd Rauf al-Singkily, Tarjuman al-Mustafid, al-Furqan oleh A. Hassan, al-
Nur dan al-bayan oleh Hasbi al-Shiddiqy.
Disamping itu, masih ada gaya penulisan lain semisal gaya penulisan dalam
bentuk kolom seperti Dalam Cahaya al-Qur’an, Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik
karya Syu’bah Asa, gaya reportase seperti Tafsir bil Ma’tsur Pesan Moral al-
Qur’an, karya Jalaluddin Rakhmat, gaya populer seperti Tafsir al-Mishbah karya
Quraish Shihab, dan lain-lain.
D.Faktor-faktor Yang Mendorong Penulisan Tafsir
Sebuah tulisan tidak terlahir begitu saja tanpa ada dorongan atau faktor yang
menyebabkan atau mempengaruhi penafsir dalam menuangkan tafsirnya dalam
bentuk tulisan. Di antara faktor yang mendorong penulisan tafsir adalah:
1. Permintaan pemerintah sebagaimana yang dilakukan oleh Hamzah al-Fanshuri
dan Syamsuddin al-Samatrani pada saat menduduki jabatan penting dalam
Kesultanan Aceh. Begitu juga yang dilakukan oleh Abd Rauf al-Singkily
dengan kitab Tarjuman al-Mustafid pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
II.
16. 15
2. Kebutuhan dakwah adalah salah satu faktor yang dominan seorang ulama
menulis kitab tafsir seperti yang dilakukan oleh syekh-syekh/ulama yang
bergabung dalam komunitas al-Jawwin (Jawa) seperti Abd Shamad al-
Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd Rahman
al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa. bahkan
ulama-ulama berikutnya di samping berdakwah juga bertujuan mengajar.
3. Kebutuhan pembelajaran, karya ulum al-Tafsir dan kajian-kajian tematik di
Indonesia cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran,
khususnya bagi para pelajar, baik ditingkat madrasah maupun pada tingkat
perguruan tinggi. Sedangkan karya-karya tafsir diperuntukkan untuk
pembelajaran bagi kalangan masyarakat umum.
4. Kebutuhan penelitian dan pengkajian, karya-karya yang bertujuan untuk ini
dilakukan oleh para fakar tafsir seperti yang dilakukan oleh Quraish Shihab,
Abd Muin Salim, kajian-kajian kontemporer, baik terkait tafsir maupun
metodologinya.
5. Penyelesaian studi, dilakukan oleh para mahasiswa yang menempuh pendidikan
di bidang tafsir, baik itu mahasiswa S1 maupun pascasarjana S2 dan S3
17. 16
BAB III
PENUTUP
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sebagian besar beragama
Islam, sehingga sudah selayaknya menempatkan diri dalam membangun
peradaban islam. Mau tidak mau suatu peradaban tersebut akan terbentuk oleh
umatnya.
Perkembangan Tafsir Al-Quran yang ada di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan Islam di belahan bumi lain. Membaca Islam yang di
Indonesia rasanya cukup penting. Sebab, dari hasil pembacaan itu kita sebagai
umat islam dapat mengetahui akan bagaimana perkembangan islam di indonesia
setelah islam mengalami beberapa fase perubahan dari waktu ke waktu.
Kalau kita mau mengamati secara mendalam akan perkembangan islam di
indonesia maka kita harus mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran,
pengamalan, perkembangan, dan kondisi yang sekarang kita alami di indonesia.
Sebab, peristiwa sejarah merupakan problematika yang meliputi dimensi waktu
masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang.
Menjadi kewajiban semua umat Islam untuk “membumikan” Al-Qur’an,
menjadikannya menyentuh realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban
memelihara Al-Qur’an dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah
memfungsikannya dalam kehidupan kontemporer yakni dengan memberinya inte-
pretasi yang sesuai tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa, dan
perkembangan positif masyarakat.
18. 17
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat
dibuat beberapa kesimpulan dalam bentuk beberapa poin sebagai berikut:
Teknik penulisan adalah sebuah metode atau sistem yang digunakan para
pakar tafsir nusantara atau Indonesia dalam menulis tafsir, baik metode atau
sistem itu terkait dengan penggunaan bahasa dan materi maupun yang terkait
dengan sistematika penulisannnya. Sedangkan sejarah perkembangan tafsir di
Indonesia dimulai dari masa Hamzah al-Fansuri, Abd Rauf al-Singkily,
dilanjutkan Abd Shamad al-Palimbani, lalu Syekh Nawawi al-Bantani. Setelah
memasuki abad ke-20, tafsir-tafsir al-Qur’an mulai semarak yang dimulai dengan
terjemahan kemudian meningkat hingga memasuki tafsir kontemporer seperti
yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab.
Bentuk-bentuk Penulisan Tafsir di Indonesia dapat dikategorikan dalam
beberapa kategori berdasarkan tinjauan yang digunakan. Jika ditinjau dari segi
sistematika penulisan dapat dibagi dalam dua bagian yaitu sistematika runtut
(tahlili) dimana mayoritas tafsir menggunakan metode ini seperti Tarjuman al-
Mustafid karya Abd Rauf al-Singkily hingga Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab. Dan sistematika tematik (maudhu’i) yaitu biasanya karya-karya yang
muncul pada abad ke-20. Sementra bila ditinjau dari materi tulisan, dapat
dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu teks al-Qur’an, ilmu tafsir dan yang
terkait serta sejarah al-Qur’an. Sedangkan penulisan al-Qur’an ditinjau dari segi
bahasa yang digunakan dapat dibagi dalam 4 bagian yaitu menggunakan bahasa
Arab, bahasa Melayu, Bahasa Indonesia dan bahasa Daerah, baik bahasa Sunda,
Jawa, Sumatera, Bugis dan Kalimantan. Untuk tinjauan gaya penulisan dapat
19. 18
dikategorikan kepada gaya ilmiah dan gaya non-ilmiah. Di samping itu, ada juga
gaya penulisan dalam bentuk kolom, reportase dan gaya populer.
Faktor-faktor yang mendorong munculnya tafsir antara lain: permintaan
pemerintah seperti pada abad XVII, kebutuhan dakwah, kebutuhan pembelajaran,
kebutuhan penelitian dan pengkajian serta untuk penyelesaian studi. S1, S2 dan
S3.
Implikasi
Setelah mengetahui hal-hal yang terkait dengan penulisan tafsir di
Indonesia, sejarah perkembangannya, bentuk-bentuk penulisan dan factor-faktor
yang mendorong tafsir di Indonesia dapat dijadikan sebuah i’tibar/instrument
bahwa kedinamisan tafsir di Indonesia dan beragam jenisnya menunjukkan betapa
tafsir tidak pernah habis untuk dikaji sehingga memberikan peluang yang
seluuasnya untuk ikut serta meramaikan khazanah keilmuan tafsir.
Penulisan tafsir juga tidak bisa lepas dari wacana dan problema pemikiran
yang berkembang di tengah masyarakat dan setiap tafsir tidak akan lepas dari
kritikan karena ia bukanlah karya yang suci, sehingga penafsir ataupun pembaca
dituntut untuk kritis dan mampu membongkar apa yang ada dibalik al-Qur’an atau
tafsir.
20. 19
DAFTAR PUSTAKA
Saenong, Farid. F. Arkeologi Pemikiran Tafsir di Indonesia Upaya Perintis.
Artikel tertanggal 20 Juli 2006, dikutip dari internet.
Johns, L. Anthony H. Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah
Penelitian awal. Melayu online.com: 11 Agustus 2008. 14:37.
Petter G. Riddel dengan editor Kusmana dan Syamsuri. Pengantar Kajian al-
Qur’an, Tema Pokok, Sejarah dan Wacana Kajian. Jakarta: Pustaka al
Husna Baru, 2004.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII-XVIII. Bandung: Mizan, 2004.
Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2003.
Hizbullah, Nur dan Syarif Hidayatullah. Pemutakhiran Bahasa Tafsir al-Furqan A.
Hassan. dimuat di internet pada tanggal 14 Nopember 2008, 06: 45.
Federspiel, Howard M. Kajian al-Qur’an di Indonesia. Bandung: Mizan, 1996.
Al-Shidddiqy, Hasbi. Tafsir al-Qur’an al-Madjied an-Nur. Jakarta: Bulan Bintang,
t. th.
Fauziah, Apriati. Pengaplikasian Matematika dalam Jaringan Ulama. Dikutip dari
internet yang dimuat pada Selasa, 22 Januari 2008.
[1] Apriati Fauziah, Pengaplikasian Matematika dalam Jaringan Ulama, (dikutip
dari internet yang dimuat pada Selasa, 22 Januari 2008.
[2] Farid. F. Saenong, Arkeologi Pemikiran Tafsir di Indonesia Upaya Perintis,
(Artikel tertanggal 20 Juli 2006, dikutip dari internet)
[3] L. Anthony H. Johns, Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah
Penelitian awal. (Melayu online.com: 11 Agustus 2008) 14:37
[4] Ibid. dan dikutip dari G. W. J. Drewes and L. F. Brakel, The Poems of
Hamzah Fansuri, (Dordrecht-Holland, Cinnaminson-USA, 1986) hal. 54
[5] Petter G. Riddel dengan editor Kusmana dan Syamsuri , Pengantar Kajian al-
Qur’an, Tema Pokok, Sejarah dan Wacana Kajian, (Jakarta: Pustaka al
Husna Baru, 2004) hal. 210.
21. 20
[6] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII-XVIII, (Bandung: Mizan, 2004) hal. 200. Namun pada saat
munculnya Abd Rauf al-Singkily yang menyerang aliran Hamzah dan
Syamsuddin sehingga pada saat itu banyak buku-buku yang dibakar dan ada
kemungkinan besar kitab tafsir yang dikarang pada saat itu ikut terbakar
sehingga hilang tanpa bekas.
[7] Pengantar Kajian al-Qur’an, Tema Pokok, Sejarah dan Wacana Kajian,
Op.Cit. 203
[8] Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII,
Op.Cit. hal. Rangkuman dari hal 308-372.
[9] Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. Op.Cit
dari artikel Internet
[10] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) hal. 79
[11] Ibid. yang dikutip dari buku: J. Bluhm, A Preliminary Statement on the
Dialogue Established between the Reform Magazine al-Manar and the
Malayo-Indonesian World”, (Indonesia Circle, Nov., 1983) hal. 35-42
[12] Karya awal tentang terjemahan al-Qur’an adalah Tafsir Qur’an al-Karim
yang disusun oleh Mahmud Yunus, (Jakarta: dimulai tahun 1922 dan
dicetak pertama kalinya secara keseluruhan tahun 1938)
[13] Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Op.Cit. hal. 62
[14] Nur Hizbullah dan Syarif Hidayatullah, Pemutakhiran Bahasa Tafsir al-
Furqan A. Hassan, (dimuat di internet pada tanggal 14 Nopember 2008, 06:
45)
[15] Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Op.Cit. hal. 88
[16] Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. Op.Cit
dari artikel Internet..
[17] Dalam buku “Kajian al-Qur’an di Indonesia” karya Howard M. Federspiel
ditulis bahwa Tafsir Qur’an karya Zainuddin Hamidy Cs. Ditulis pada tahun
1959.
[18] Terjadi perbedaan tahun tentang kapan Tafsir al-Bayan diterbitkan untuk
pertama kalinya. Menurut Howard M. Federspiel, Tafsir al-Bayan dicetak
pada tahun 1966.
[19] Hasbi al-Shidddiqy, Tafsir al-Qur’an al-Madjied an-Nur, (Jakarta: Bulan
Bintang, t. th.)
22. 21
[20] Tafsir al-Qur’an di Dunia Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. Op.Cit
dari artikel Internet.
[21] Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan,
1996) hal. 162-164.
[22] Ibid. hal. 102-103, 162-164 dan 224-225.
[23] Ibid. hal. 102-103, 162-164 dan 224-225. dan Perkembangan Tafsir al-
Qur’an di Indonesia, Op.Cit. hal. 62 serta Tafsir al-Qur’an di Dunia
Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian awal. Op.Cit dari artikel Internet.
[24] Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Op.Cit. hal. 102. Dan Farid F.
Senong, Arkeologi Pemikiran Tafsir di Indonesia, (dikutip dari internet yang
dimuat pada tanggal 20 July 2006.