2. Jendela
Keluarga
Dukungan di Saat Sulit
foto: muh abdus syakur/suara hidayatullah
S
eorang anak gadis berusia
22 tahun merasa putus asa.
Hanya dalam semalam ia
merasakan dunianya yang
semula luar biasa menjadi be
rantakan. Ia men apat informasi bah
d
wa tunangannya berkhianat. Padahal,
tinggal be ea a minggu lagi mereka
b r p
akan menjalani prosesi pernikahan.
Ia berada dalam kondisi yang sa
ngat memrihatinkan. Terbaring le
p
mah di tem at tidurnya tanpa gairah
p
hi up. Ia tak mau makan dan minum,
d
bahkan tak mau membuka pintunya.
Tidak ada se rang pun yang dapat
o
mem antu dia ke dari problem
b
luar
besar yang sedang di a apinya.
h d
Ayahnya kurang berkomunikasi,
namun ia paham apa yang sedang
terjadi dengan putri bungsunya itu. Ia sagat ingin
n
membantu meski ke gu
bi ngan bagaimana cara
n
memulainya. Ini tentu tidak akan me ye angkan. Ia ber
n n
usaha memberi dukungan untuk masa depan anak ya
n
tapi dengan cara yang tidak me ying ung pe a aan ya.
n
g
r s n
Sang ayah mengambil cuti satu hari dan mencoba
menjalankan rencananya. Pagi hari sang ayah menyiapkan
baki berisi sarapan kesukaan putrinya, dan majalah fa o
v
ritnya di depan pintu kamarnya. Ia mengetuk pintu de
ngan nada riang seolah tak ada masalah.
Ketika pintu tak juga dibuka, ia menyetel lagu ke u
s
kaan anak gadisnya saat SMA yang dulu sering ia suruh
maikan. Sang anak penasaran, akhirnya ia me ginip
t
n t
dari balik pintu, dan menolaknya de gan alaan tidak
n
s
lapar.
Sang ayah lalu mencoba cara lain. Ia dengan ramah
meminta ijin untuk memeriksa air conditionair-nya. Pu
triya tak bisa menolak. Setelah memeriksa alat yang
n
tak ada masalah itu, sang ayah mulai mengajaknya ber
ca
kap-cakap. “Sayang, aku sangat sedih dengan apa
yang menimpamu. Aku berharap bisa me dungimu
lin
JULI 2013/SYABAN 1434
dari dunia dan mengi
h langkan rasa
sakitmu. Aku hanya ingin kamu tahu,
aku di sini untukmu, kalau-kalau kamu
membutuhkan aku.”
Kata-kata ayahnya itu mem uat
b
nya luruh dan menangis. Sang ayah
pun memeluknya. Ia mencurahkan
se
gala kesedihannya. Sebelumnya
me ka tak pernah sedekat itu. Ayah
re
nya bertukar cerita tentang masa
lanya yang pernah patah hati
lu
sebe
lum menikahi ibunya. Ia juga
menceritakan liku-liku sebelum men
ja i pengusaha yang sukses.
d
Kisah-kisah yang diceritakan ter
sebut membuat anaknya mesa
ra
lebih baik dan bisa berpikir jer ih. La
n
lu, anaknya dengan tegas mem a al
b t
kan pernikahannya. Ia memutuskan
untuk kuliah dan ber sa a meraih cita-citanya.
u h
Beberapa tahun kemudian ia berhasil meraih gelar
sarjana dari sebuah universitas dengan predikat sangat
memuaskan. Pada pidato singkatnya ia menuturkan,
“Aku rasa, cinta ayahkulah yang ada untukku selama
keterpurukan diriku yang membantu menuntun aku
pada kesuksesan ini. Terimakasih dan aku mencintaimu,
Ayah, dari lubuk hati yang terdalam.”
Kisah itu diceritakan dalam sebuah buku yang ditulis
oleh seorang ibu dan anak perempuannya, tentang ba
gai na pentingnya dukungan di saat-saat yang sulit
ma
bagi anak. Jika sang ayah membiarkan anaknya di saat
yang menentukan itu mungkin keadaannya akan lain.
Tapi yang dilakukannya justru berempati dan mendu
kungnya, juga meyakinkan bahwa dirinya sangat mencin
tai ya. Itulah yang membuat anaknya mampu memilih
n
keputusan yang tepat untuk masa depannya.
senantiasa memberikan bim i
b
Semoga Allah
ngan kepada kita dalam menjalankan amanah sebagai
orangtua.
Penulis buku “Mendidik Karakter dengan
Karakter”
celah
Oleh Ida S. Widayanti*
67
3. usrah
Mencairkan
Kebekuan dengan
Makan Bersama
Oleh ABDUL GHOFAR HADI*
Dapat dijadikan sarana
membahas persoalan
keluarga
K
ini, tradisi makan bersama
keluarga rasanya sudah
jarang ditemukan, meskipun
di pedesaan. Orang lebih
asyik dengan televisi,
anak-anak main game dan handphonenya, yang remaja sudah keluar rumah
bersama teman-temannya. Bahkan,
sangat sulit untuk mencari kesempatan
guna menghabiskan waktu dengan
seluruh anggota keluarga secara
bersama-sama.
Belakangan, muncul budaya baru
di kalangan menengah ke atas, yaitu
‘wisata kuliner’. Budaya ini merebak di
kota-kota dan tempat wisata untuk
menikmati aneka ragam makanan.
Bahkan ada sebagian orang yang punya
hobi wisata kuliner.
Setiap ada informasi warung baru,
dengan menu masakan berbeda,
tanpa mempertimbangkan harga,
maka mereka segra berburu untuk
mendatanginya. Setiap saat, makanan
menjadi topik pembicaraan dalam
hidupnya. Ada sensasi dan kebanggaan
68
yang dikejar kalau sudah mencicipi
banyak jenis makanan.
Sebenarnya tak ada yang salah
dengan kuliner, karena terkait
kebutuhan hidup manusia terhadap
makanan. Di samping itu, ia menjadi
bisnis yang menggoda dan membuka
banyak lowongan pekerjaan.
Alhasil, bisnis makanan menjamur
di mana-mana. Dari warung kecil, kaki
lima, restoran, depot, kafe dipadati
antrian pengunjung. Sejak pagi hingga
malam selalu saja ada warung yang
menyediakan berbagai jenis makanan.
Jika keliru, gaya hidup kuliner
dapat memantik masalah tersendiri
dalam kehidupan rumah tangga.
Budaya kuliner bisa merenggangkan
keharmonisan hubungan suami istri
serta mengesampingkan pertumbuhan
mental anak-anak. Secara tidak sadar,
jiwa konsumerisme dan pemborosan
tumbuh dalam kepribadian anak.
Belum lagi ancaman kesehatan yang
riskan dari makanan yang tidak
diketahui bahan dan cara memasaknya.
Bukan Sekadar Tradisi
Mengganggap remeh serta
kesibukan yang padat, seringkali
menjadi alasan keluarga modern
menolak “tradisi” makan bersama di
keluarganya. Tak sedikit pula yang
menganggap buang-buang waktu
saja. Padahal banyak hal yang bisa
didapatkan dari kebiasaan tersebut.
Pertama, menjalin ikatan
emosional antar anggota keluarga. Di
meja makan, masing-masing anggota
keluarga bisa saling melontarkan
obrolan-obrolan ringan atau berbagi
cerita tentang kegiatan harian. Selain
mengenyangkan perut, makan bersama
juga bisa mengenyangkan jiwa. Energi
positif lalu tumbuh dalam keluarga
karena ada interaksi yang erat dan
harmonis sesama anggota keluarga.
Kedua, sebagai wahana diskusi
membicarakan berbagai hal serius
dalam keluarga, misalnya membahas
perilaku anak. Teknologi komunikasi
tidak bisa menggantikan pertemuan
fisik. Saat makan bersama bisa menjadi
sarana yang tepat untuk bicara dari hati
ke hati antar keluarga. Sehingga makan
bersama menjadi media pembelajaran
mentransfer pengetahuan dan rapat
non formal keluarga.
Ketiga, menjernihkan suasana.
Suasana hati yang santai saat makan
membuat otak bisa berpikir dengan
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
4. FOTo: datastorerediff
Jendela keluarga
jernih sehingga rasa emosional bisa
dihilangkan. Inilah seninya makan
bersama keluarga, semua hal bisa
diungkapkan dengan hati terbuka
karena semua rileks.
Keempat, mengontrol pola dan
porsi makan yang standar. Salah satu
faktor munculnya penyakit adalah pola
makan yang tidak jelas waktunya dan
porsi makan tidak terkontrol. Adanya
kegiatan makan bersama bisa menjadi
latihan kedisiplinan dari anggota
keluarga untuk belajar berkomitmen.
Kelima, melatih kemandirian dan
menghindari pemborosan. Secara
tidak sadar, memasak sendiri di dapur
menjadi sarana belajar mandiri dan
melatih keahlian memasak kepada
anak-anak. Dijamin, makan bersama
juga jelas lebih hemat daripada kuliner
di luar rumah.
Keenam, jaminan keberkahan dari
Allah saat makan bersama. Dari Wahsyi
bin Harb, “Sesungguhnya para Sahabat
Rasulullah
pernah mengadu, ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami makan
namun tidak merasa kenyang.’ Nabi
bersabda, ‘Mungkin kalian makan
sendiri-sendiri?” “Betul”, kata para
Sahabat. Nabi lalu bersabda, ‘Makanlah
bersama-sama dan sebutlah nama
Allah sebelumnya tentu makanan
tersebut akan diberkahi.” (Riwayat Abu
Daud no. 3764 dan dinilai shahih oleh
al-Albani).
Dalam Hadits yang lain,
“Berkumpullah ketika makan dan
JULI 2013/SYABAN 1434
“Berkumpullah
ketika makan
dan bacalah
nama Allah,
maka Allah akan
memberkati
kalian dalam
makanan itu.”
(Riwayat Abu Daud dan Ahmad).
bacalah nama Allah, maka Allah akan
memberkati kalian dalam makanan
itu.” (Riwayat Abu Daud dan Ahmad).
Tips Memulai Makan Bersama
Berikut ini beberapa langkah untuk
menjadikan makan bersama di rumah
sebagai tradisi. Pertama, komitmen
dan konsisten dari seluruh anggota
keluarga yang tentu dikomandani oleh
ayah dan ibu. Komitmen sebagai awal
kesepakatan penting bagi keluarga
besar. Jumlah anggota keluarga yang
tidak sedikit tentu berbeda dengan
keluarga kecil, yang relatif lebih mudah
mengaturnya. Komitmen untuk makan
bersama pada hari-hari yang disepakati,
tentu lebih baik jika memang tidak bisa
berkumpul setiap hari. Manfaatnya
kian terasa jika jadwalnya disusun
teratur dan bukan hanya sekali seumur
hidup.
Kedua, komunikasi efektif. Apalah
arti makan bersama jika ternyata
suasana hanya diam dan kaku.
Makanan selezat apapun jadinya tidak
terasa nikmat. Dibutuhkan suasana
kebersamaan yang utuh, tidak sekadar
fisik saja. Tapi fikiran dan konsentrasi
hendaknya menyatu semua saat makan
bersama. Kalau perlu tidak ada yang
pegang HP, mengobrol sendiri, televisi
dimatikan, tidak main game, atau
terlambat datang.
Ketiga, kompetensi istri dalam
memasak dan menghidangkan
makanan yang bergizi dan bervariasi.
Inilah kemampuan dasar dari
seorang ibu rumah tangga untuk bisa
merangsang anggota keluarganya
menjadi penikmat kuliner di rumah,
tidak di warung, atau rumah makan.
Mungkin bagi wanita karir,
berpendidikan dan kemampuan
ekonomi menengah ke atas bisa
terbantu dengan adanya pembantu.
Tapi pasti ada perbedaan tersendiri
ketika saat-saat tertentu seorang
ibu memasak dan menghidangkan
makanan untuk anggota keluarganya.
Sisi positif dari gaya hidup kuliner
bisa memperkaya kemampuan seorang
ibu rumah tangga dalam memasak
makanan dengan variasi yang lebih
banyak. Citra rasa makanan yang sedap
tentu semakin mengakrabkan suasana.
Sesekali ada kejutan dengan menu
yang berbeda. Kuliner bukan sekedar
konsumtif atau menjadi komentator
masakan ini dan itu.
Sebagai penutup, Nabi Muhammad
sebagai panutan kita ternyata juga
punya kebiasaan makan bersama.
Abdullah bin Sa’ad menceritakan, “Aku
bertanya kepada Nabi
tentang
menemani makan istri yang haidh, Nabi
bersabda, ‘Temanilah makan istri yang
sedang haid.” (Riwayat at-Turmudzi,
Abu Daud, dan Ibn Majah, hadits
hasan). Dosen tinggal di Balikpapan
69
5. mar’ah
Ketika Istri Harus
Memilih Bekerja
Oleh SHOLIH HASYIM*
Islam membolehkan istri
bekerja asal memenuhi
syarat.
B
iaya hidup untuk memenuhi
beragam kebutuhan saat ini
kian tahun selalu meningkat.
Karena alasan inilah banyak
istri turut membantu suami
mencari nafkah.
Berkaitan dengan hal ini kemudian
muncul pertanyaan, apakah Islam
membolehkannya?
Islam tidak melarang seorang istri
be erja. Bukankah putri Rasulullah
k
, Fa imah, mendapatkan upah dari
t
hasil menumbuk gandum? Kisah istri
Nabi Ayub
yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga ketika
Nabi Ayub
tengah sakit, juga
contoh bagaimana istri mengambil
peran dalam memenuhi kebutuhan
keluarga.
Namun tentunya Islam sebagai
agama yang sempurna dan komplit
memberikan petunjuk dan arahan apa
dan bagaimana sebaiknya Muslimah
bekerja. Tidak hanya batasan mengenai
pekerjaan apa yang baik dan apa
yang harus dihindari, tetapi Islam
pun memberikan panduan tentang
penghasilan serta harta seorang
Muslimah yang bekerja.
Tugas atau peran utama yang harus
dijalankan oleh seorang Muslimah
70
yang telah menjadi istri dan ibu
adalah mengurus rumah tangga,
mendidik anak, menjaga harta suami,
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
rumah yang tak kalah beratnya dari
pekerjaan suami.
Seorang istri tidak memiliki
kewajiban mencari nafkah, karena
kewajiban ini telah dibebankan kepada
suami.
“Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf.” (Al-Baqarah
[2] : 233)
Yang berkewajiban memberikan
nafkah kepada istri dan anak-anak
seperti yang diperintahkan dalam ayat
di atas adalah suami. Dan kewajiban
tersebut tetap berlaku meski suami
miskin atau istri dalam keadaan kaya/
berkecukupan.
“Hendaklah orang yang
mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekadar apa yang Allah “
berikan kepadanya. “Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.” (Ath-Thalaq [65] :7)
Mengenai besaran nafkah yang
harus diberikan suami untuk keluarga,
menurut beberapa ulama disesuaikan
dengan kebutuhan, kondisi dan
kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Hal ini sesuai dengan Hadits, “Ambilah
nafkah yang mencukupimu dan
anakmu dengan cara yang baik.”
(Riwayat Bukhari)
Standar minimal bagi seorang
suami dalam memberikan nafkah
kepada keluarga adalah batas
kecukupan. Tidak ada jumlah yang
pasti untuk nafkah karena perbedaan
waktu, kebiasaan, murah dan mahalnya
barang kebutuhan.
Jika istri terbiasa dengan
adanya khadimah (pembantu rumah
tangga), suami pun dianjurkan untuk
dapat memenuhinya. Namun hal ini
tentu kembali kepada kemampuan dari
suami.
“Orang yang mampu menurut
kemampuannya dan orang miskin
menurut kemampuannya (pula).” (AlBaqarah [2]: 236)
Boleh Bekerja, Asal…
Para ulama berpendapat bahwa
melakukan pekerjaan rumah bukan
kewajiban istri. Namun, hal itu
dianjurkan sebagaimana kebiasaan
yang berlaku dan istri mendapat pahala
dengan mengerjakan pekerjaan rumah
secara ikhlas.
Muslimah, ketika telah berkeluarga,
tugas utamanya adalah melayani
suami, melahirkan dan merawat serta
mendidik anak-anak, dan menjaga
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
6. Jendela keluarga
rumah, harta dan kehormatan suami.
Namun dalam kondisi tertentu,
Islam tidak melarang seorang
istri untuk bekerja di luar rumah.
yang terpenting, seorang istri
yang memutuskan bekerja di luar
bukan untuk mengejar karir. Sebab
bila tujuannya ini, dampak yang
ditimbulkan tidak kecil. Biasanya,
karena salah niat maka sebuah keluarga
akan berantakan karena istri bekerja di
luar.
Sebelum seorang istri memutuskan
untuk bekerja di luar rumah, ada
baiknya melihat beberapa faktor yang
dibolehkan syar’i.
Pertama, suami kesulitan memberi
nafkah istri dan keluarganya. dalam
hal ini syariat memberi pilihan bagi
istri antara mengajukan fasakh atau
tetap bertahan. Jika ingin bertahan, istri
boleh membantu suaminya bekerja.
Kedua, istri memiliki utang yang harus
dilunasi sehingga ia dibolehkan bekerja
untuk menutupi utang tersebut.
Selain kedua hal tersebut, ada
kaidahkaidah bagi seorang istri yang
perlu diperhatikan ketika bekerja
di luar rumah untuk menghindari
berbagai sisi negatif. di antara kaidah
tersebut yaitu, mengenakan pakaian
syar’i dan tidak berbaur dengan
kaum lelaki yang bisa menimbulkan
kerusakan. Suami juga tahu tempat
kerja istrinya dan telah memberikan
izin. Terlebih ketika suami tergolong
kaya dan mampu memberi nafkah.
Lain soal ketika suami miskin dan tidak
mampu memberi nafkah, maka suami
tidak boleh melarang istrinya bekerja.
Selain itu, seorang Muslimah yang
bekerja harus mengindahkan etika
etika islami dalam berinteraksi dengan
orang lain. Misalnya menjawab salam,
menundukkan pandangan, tidak
menggunjing orang lain, menghindari
berduaan dengan lelaki yang bukan
mahram. Juga saat bicara harus tegas
tanpa dibuatbuat atau dengan tutur
kata lembut saat berbicara dengan
lelaki.
Selain itu, sebelum keluar
meninggalkan rumah harus
memastikan makanan untuk anak
anak dan penjaga mereka. Misalnya,
dititipkan pada keluarga atau orang
yang bisa dipastikan anakanak aman
selama si ibu bekerja. Atau dititipkan
pada pembantu dengan catatan si
pembantu bisa dipercaya dan amanah.
Bisa juga menitipkan ke lembaga
pendidikan dan tempattempat
pengasuhan anak yang terpercaya.
Hal tersebut untuk menghindari
apa yang dikatakan rasulullah ,
“Cukuplah dosa bagi seseorang dengan
menyianyiakan orang yang menjadi
tanggungannya.”
Meski bekerja, istri harus
menunaikan hak suami di rumah.
Bekerja di luar tidak boleh membuat
istri lalai dalam menunaikan hak suami,
misalnya tidak pulang dalam jangka
waktu lama saat suami berada di
rumah. Khususnya ketika suami sangat
memerlukan keberadaannya. dan yang
tak kalah penting, tetap bertakwa
dalam melakukan
kepada Allah
pekerjaan dengan menunaikannya
secara baik karena pekerjaan yang
ditugaskan merupakan amanat.
Jika syaratsyarat yang disebutkan
di atas telah terpenuhi, maka sahsah
saja seorang istri bekerja di luar rumah
tanpa risiko apapun. dan jika ada
kesepakatan antara suamiistri untuk
turut bersama memenuhi kebutuhan
keluarga di atas, prinsip saling kasih
sayang (tawashau bil marhamah)
adalah solusi yang terbaik.
Penting diperhatikan bagi seorang
istri yaitu mengutamakan pemenuhan
kebutuhan keluarga dan rumah tangga,
bukan hanya menuntut nafkah kepada
suami untuk halhal yang sifatnya cuma
pelengkap dan untuk penampilan atau
kesenangan semata. Wallahu a’lam.
Dai, pengasuh pesantren, tinggal di
Kudus
“Dan kewajiban ayah
memberi makan dan
pakaian kepada para ibu
dengan cara yang makruf.”
(AlBaqarah [2] : 233)
JUlI 2013/SyaBan 1434
71
7. tarbiyah
Memupuk
Percaya Diri
Anak
Oleh KARTIKA TRIMARTI*
Mulanya dari mau
menerima dan menghargai,
lalu berlanjut pada
membangkitkan mimpi.
R
emaja kelas tiga Sekolah
Menengah Pertama (SMP)
itu diam. Fasilitator materi
yang berdiri di hadapannya
menatap seolah tak percaya.
Dengan bahu yang bersandar, remaja
itu menatap ke arah lain. Mungkin
karena merasa tak nyaman dengan
kebekuan yang diciptakannya, murid
sebuah sekolah ternama itu kemudian
berkata, “Bener deh Kak... saya nggak
tahu apa kelebihan saya.”
Belum sempat fasilitator itu
menjawab, tawa pecah membahana
di dalam ruang pelatihan tersebut.
Ternyata ada murid lain tak sengaja
menjatuhkan handphone (hp)
miliknya. Bukan jatuhnya hp itu yang
membuat teman-temannya tertawa
riuh-rendah, melainkan hp itu ternyata
adalah sebuah hp cdma tanpa kamera
bermodel jadul (jaman dahulu). Maka,
jadilah murid ber-hp jadul itu menjadi
bahan olok-olok teman-temannya.
Sang fasilitator tercenung,
menghadapi kondisi yang di luar
dugaannya tersebut. Kenyataan
tentang seorang murid yang tak tahu
72
apa yang dapat dibanggakan dari
dirinya, meski ia bersekolah di sekolah
swasta ternama. Hingga mereka yang
menertawai ramai-ramai temannya
yang membawa hp yang menurut
mereka nggak keren. Padahal, sejatinya
mereka adalah aset umat yang akan
menjadi “hari esok” bagi Din ini.
Mereka yang dengan segala kelebihan
finansial mampu mendapatkan apa
yang mereka inginkan.
Mempesona Bak Mush’ab
Namun, Islam memang tidak
pernah mencatat sejarah orangorang yang “besar maknanya” hanya
karena kaya. Bahkan mereka yang
kaya pun tidak lantas menjadi orang
dan Rasul-Nya
yang dicintai Allah
hanya karena harta. Mereka justru
menemukan kepercayaan diri dan
kebanggaan ketika mereka dapat
melepaskan diri dari kungkungan harta.
Tengoklah catatan sejarah tentang
seorang anak muda bernama Mush’ab
bin Umair. Pemuda Quraisy yang besar
dalam limpahan harta. Yang membuat
setiap pemuda Makkah bermimpi
untuk dapat hidup sepertinya. Dialah
pemuda yang menjadi buah bibir
semua orang karena kecerdasannya,
kemuliaan di mata kaumnya,
ketampanan, dan keanggunannya.
Namun, demi iman pada Allah
dan Rasul-Nya, Mush’ab dengan
mudah meninggalkan semua itu dan
memilih untuk berhijrah ke Habasyah.
Saat ia kembali dari Habasyah dan
berkumpul kembali dengan Rasulullah
, para sahabat tak kuasa menanahan
tangis karena haru. Anak muda yang
sebelumnya dikenal sebagai pujaan
kota Makkah, yang selalu tampil necis
dan mempesona, sekarang hanya
mengenakan kain kasar yang penuh
tambalan dan berdebu.
Namun, dia tetaplah Mush’ab yang
cerdas dan menawan. Dengan jiwa
yang telah bertambah matang dan
langkahnya yang semakin tegap karena
iman, ia pun tampil sebagai duta
Rasulullah
untuk menyampaikan
Islam kepada penduduk Yatsrib.
Menghadapi para pembesar Yatsrib.
Meski banyak di antara para sahabat
yang lebih senior dan berasal dari
keluarga Rasulullah , Mush’ab
tetaplah yang terpilih untuk menjadi
duta Rasulullah , di negeri yang
diprospek sebagai tempat tumbuh
suburnya Islam. Dengan penampilan
dan kekayaan yang sangat bersahaja,
Mush’ab justru menjelma menjadi
orang yang besar dalam sejarah
manusia.
Kenali Fungsi Orangtua
Maka, karena tak diizinkan untuk
berandai-andai, sekaranglah tugas
kita untuk mempersiapkan generasi
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
8. FOTo: DADANG KUSMAYADI/SUARA HIDAYATULLAH
Jendela keluarga
semenawan Mush’ab bin Umair.
Langkah pertama adalah mengenali diri
kita sendiri sebagai orangtua.
Masih dalam suasana pelatihan
di SMP ternama tadi, sang fasilitator
sempat bertanya pada para peserta
pelatihan, dengan siapa mereka biasa
belajar di rumah. Si fasilitator bertanya,
apakah mereka belajar dengan
guru privat, sebagian menjawab iya.
Sebagian diam. Ketika ditanya, apakah
mereka belajar dengan orangtua?
Maka, jawabannya pun kompak, tidak.
Ternyata, ketidakhadiran orangtua
terutama ibu sebagai madrasah
pertama bagi anak ini pun tak hanya
datang dari faktor orangtua tetapi
sekarang didukung oleh sebuah
program sekolah: “Tak Perlu Dibantu Di
Rumah”. Dan, salah satu sekolah yang
mendidik anak-anak usia dini ini pun
dengan bangga menyatakan, program
itu dicanangkan berdasarkan fenomena
bahwa orangtua seringkali tidak sabar
menghadapi anak karena “kesibukan”.
Lalu siapa yang sebenarnya disebut
sebagai orangtua?
Padahal anak lahir dengan berjuta
keajaiban yang dibekalkan Allah
JULI 2013/SYABAN 1434
kepada mereka. Mereka sangat
antusias, percaya diri, dan tak kenal
lelah untuk belajar. Hati mereka
penuh dengan cita-cita, keinginan,
dan kegembiraan. Hanya saja
terkadang, kitalah yang tak mengenali
keistimewaan yang diberikan Allah
kepada kita. Keistimewaan sebagai
orang yang paling memahami anak kita
dan – sebenarnya – sebagai orang yang
paling mau menerima anak-anak kita
apa-adanya. Namun, karena mendengar
kata orang, maka kita pun berubah
menjadi orangtua yang ingin anak kita
menjadi “mereka”.
Kenalilah diri kita saat ini sebagai
orangtua. Maka, anak-anak kita pun
akan tumbuh mengenali diri mereka
sebagai ciptaan terbaik-Nya dengan
berbagai kelebihan. Kenalilah diri kita
sebagai orangtua Muslim yang harus
mencukupkan diri dengan kebanggaan
mendidik mereka dengan cara-cara
Islam. Maka, anak-anak kita pun akan
tumbuh menjadi pemuda-pemuda
yang dadanya penuh dengan ruh
kebanggaan mereka menjadi Muslim.
Pemuda yang potensinya dibaktikan
bagi kemaslahatan, sekaligus tunduk
kepada kehendak Pencipta-Nya. Maka,
cukupkanlah diri kita hanya sebagai
orangtua Muslim yang mencukupkan
Islam saja sebagai barometer kehidupan
kita dan anak-anak kita.
Wasiat Rasulullah
Ingatlah wasiat Rasulullah SAW
yang mulia, bahwa menjadi Muslim
atau tidak anak-anak kita kelak, di
tangan kitalah awalnya. “Tidaklah
setiap anak yang lahir kecuali
dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Maka kedua orangtuanyalah yang
akan menjadikannya sebagai Yahudi,
Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan
melahirkan anaknya yang sempurna,
apakah kalian melihat darinya buntung
(pada telinga)?” (Riwayat Imam
Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad,
dan Imam Malik).
Selanjutnya, bangunlah
kepercayaan diri mereka dengan
mimpi-mimpi karena Ilaahi. Layaknya
seorang Muhammad Al-Fatih II yang
semenjak dini telah bermimpi untuk
menghancurkan Konstantinopel.
Kakeknyalah yang telah melakukan
itu semenjak Al-Fatih masih
dalam gendongannya. Setiap hari,
kakeknyalah yang membisikkan bahwa
suatu hari kelak, Al-Fatih-lah yang
akan menghancurkan benteng ibukota
imperium Romawi tersebut. Impian
itu kelak terwujud di kemudian hari
dengan strategi yang belum pernah
terpikirkan oleh siapapun sebelumnya.
Hanya orang-orang dengan iman
penuh dan kepercayaan diri luarbiasalah yang dapat menemukan cara
brilian untuk mewujukan mimpinya.
Maka, kerja besar itupun dimulai
dari sekarang. Dari sejauhmana kita
mau mengenali anugerah amanah
kita saat ini sebagai orangtua, hingga
anak-anak kita mengenali berbagai
kebaikan dan kelebihan mereka. Lalu,
setulus apa kita bangkitkan mimpimimpi terindah mereka agar terwujud
menjadi persembahan terbaik pada
Rabbnya. Ibu rumah tangga tinggal di
Bekasi, Jawa Barat
73
9. kolom parenting
Segenggam Iman
Anak Kita
Oleh FaUZIl adhIM | FOtO MUh. aBdUS SyaKUR
A
pakah yang dapat
kita renungkan dari
kisah Nabi Nuh dan
Nabi Luth ‘ ? Ke
duanya adalah nabi
yang Allah Ta’ala
berikan kemuliaan amat tinggi. Ke
duanya adalah rasul, orang yang diutus
Allah ‘ untuk menyampaikan risalah
agar orangorang yang ingkar kepada
Allah Ta’ala menjadi manusia beriman.
dan seorang nabi, akhlaknya pasti
terjaga, imannya sudah jelas luar biasa
dan ibadahnya tak perlu kita ragukan.
Mereka berdua adalah manusia
pilihan sepanjang zaman. Jangan tanya
kesungguhan keduanya bermunajat
kepada Allah. Tetapi itu semua tak
mencukupi untuk mengantarkan anak
anak agar menjadi manusia beriman.
Kita belajar dari sejarah agama ini
betapa putra kedua nabi ini justru
termasuk ahli neraka dengan siksa yang
kekal. Na’udzubillahi min dzaalik.
Mengapa bisa demikian? Mari
sejenak kita renungi firman Allah,
“Allah membuat istri Nuh dan istri
Luth perumpamaan bagi orang-orang
kafir. Keduanya berada di bawah
pengawasan dua orang hamba
yang saleh di antara hamba-hamba
Kami; lalu kedua istri itu berkhianat
kepada kedua suaminya, maka kedua
suaminya itu tiada dapat membantu
mereka sedikit pun dari (siksa) Allah;
dan dikatakan (kepada keduanya);
‘Masuklah ke neraka bersama orang-
74
orang yang masuk (neraka)’.” (At
Tahriim [66]: 10)
Apa yang dapat kita renungkan dari
ayat ini? Ada beberapa hal. Sebagian
di antaranya betapa kita amat perlu
bersungguhsungguh mendidik
anakanak kita dan menghindarkan
mereka sejauhjauhnya dari siksa
neraka. Jika hari ini kita tak tega
melihat penderitaan mereka di dunia,
lalu merasa amat khawatir dengan
“masa depan mereka” sesudah dewasa
nanti, maka tegakah kita membiarkan
wajahnya melepuh dibakar api neraka?
Sedangkan seorang nabi pun tak
sanggup mengelakkan anaknya dari
siksa neraka jika tak ada iman di hati
orang yang amat dicintai tersebut.
Ayat ini secara jelas menunjukkan
kepada kita betapa khianatnya seorang
istri akan meruntuhkan bangunan iman
di rumah kita, meski kita tak putus
berdakwah dan tak lelah menyampai
kan risalahNya. Segenggam iman anak
kita akan terlepas begitu saja jika istri
tak satu kata dengan suami. Ayahnya
memang beriman, tapi ibu yang setiap
saat mendekap dan mengasuhnya
terlepas dari iman, sehingga anak pun
tak sanggup menggenggam iman
kepada Allah Ta’ala.
Jelas, ketika ayah dan ibu sudah
tidak sejalan, maka segenggam iman di
hati anak tak dapat tumbuh mengakar
dengan kuat. Maka, apakah yang dapat
kita renungkan untuk kita hari ini?
Apakah yang dapat kita renungkan
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
10. Jendela keluarga
tentang anakanak kita?
Cara paling aman yang dapat
kita lakukan agar anak tak terpapar
pengaruh dari luar adalah mendidik
sendiri anak kita di rumah. Tidak
mengirim mereka ke sekolah. Tetapi
ada syaratnya.
Pertama, kita memang harus be
narbenar mengilmui apa yang kita
akan ajarkan sekaligus mengilmui ba
gaimana mengajarkannya kepada anak.
Kedua, kita harus dapat menjamin
bahwa orangorang yang tinggal
serumah dengan kita juga harus sejalan
dan sepaham dengan kita.
Ketiga, kita mendidik
mereka secara total sehingga
anakanak memperoleh bekal
yang mencukupi.
Nah,
pertanyaannya,
siapkah kita
untuk itu
JUlI 2013/SyaBan 1434
semua? Jika tidak, maka pilihan kita
adalah secara sengaja mengizinkan
orang lain mempengaruhi anak kita
melalui sekolah. Merekalah guruguru
yang memang secara khusus belajar
bagaimana mendidik anak. Tetapi ini
pun tidak cukup. Jika guru hanya me
ngajarkan materi pelajaran, sementara
mereka tak punya komitmen yang
tinggi dan kepedulian terhadap iman
anakanak kita, maka jangan terkejut
jika anakanak fasih berbicara tetapi
hampa imannya. Mereka pandai
berbicara tentang agama, tapi tak
meyakininya sepenuh jiwa.
Selain guru, ada sumber pengaruh
lainnya yang potensial. Anak pasti akan
bergaul dengan temantemannya.
Mereka berasal dari latar belakang
keluarga yang berbedabeda. Maka
ketika datang ke sekolah, mereka
juga membawa kebiasaan, budaya,
cara pandang, dan bahkan keyakinan
keluarga ke sekolah. Nilainilai yang
mereka dapatkan dari rumah, akan
mereka tawarkan kepada teman
temannya di sekolah. Saling pengaruh
akan terjadi. Pertanyaannya, kitakira
anak kita termasuk yang mudah
terpengaruh ataukah yang paling
banyak mempengaruhi temannya?
Kirakira, pengaruh baik ataukah
buruk?
Pergaulan anak dengan temannya
boleh jadi menguatkan atau sebaliknya
melemahkan nilainilai yang kita
tanamkan dari rumah maupun yang
dibekalkan oleh guru di kelas. Kita
dapat menyalahkan temantemannya,
bahkan orangtua mereka, manakala
anak kita menjadi buruk setelah
bergaul dengan temantemannya. Tapi
ada satu pertanyaan yang perlu kita
jawab dengan pikiran jernih dan hati
yang bersih, mengapa temantemannya
dapat meruntuhkan apa yang telah kita
tanamkan? Apakah yang menyebabkan
anak lebih mempercayai temannya?
dan apa pula yang menjadikan
perkataan kita lebih dipegangi dengan
penuh rasa hormat.
Secara sederhana, jika anakanak
memiliki kedekatan emosi yang kuat
dengan kita dan melihat kita sebagai
sosok yang jujur, maka anak akan lebih
mendengar perkataan kita. Nasehat
kita akan mereka perhatikan. Bahkan
jika anak melihat orangtua sebagai
sosok yang mengagumkan, mereka
akan berusaha meniru dan menjadikan
kita sebagai panutan. Pun demikian
dengan guru, jika anak melihat guru
sebagai figur yang layak dipercaya dan
dihormati, pengaruh guru akan kuat.
Karenanya, orangtua dan guru memiliki
tugas untuk saling menguatkan
kepercayaan anak terhadap keduanya.
orangtua menumbuhkan kepercayaan,
penghormatan dan ikatan emosi
anak terhadap guru. Sementara
guru semenjak awal menanamkan
kepercayaan, kecintaan dan keinginan
untuk senantiasa berbuat kebajikan
kepada kedua orangtua (birrul
walidain).
Ada tiga kebutuhan psikis anak
yang harus kita perhatikan. Jika
kebutuhan ini tak terpenuhi, maka
temannya akan lebih berpengaruh
daripada orangtua maupun guru. Jika
kebutuhan tersebut hanya terpenuhi di
rumah, maka orangtua akan menjadi
figur yang berpengaruh, tetapi anak
masih cukup mengkhawatirkan di
sekolah. Pengaruh orangtua akan
melekat lebih kuat jika mampu
membangun kedekatan emosi
yang kuat sekaligus memenuhi tiga
kebutuhan anak tersebut.
Sebaliknya, jika anak tak
memperoleh pemenuhan atas
kebutuhannya di sekolah saja, maka
guru akan berperan sangat penting
dalam membentuk kepribadian anak.
Lalu apa tiga kebutuhan yang perlu
kita perhatikan tersebut? Pertama,
anak perlu menyadari dan meyakini
bahwa ia memiliki kemampuan yang
bermanfaat. Kedua, anak mampu
menjalin hubungan yang nyaman
dan bermartabat dengan orangtua
dan/atau guru. Ketiga, anak memiliki
kebutuhan untuk memiliki peran atau
sumbangsih yang berharga, baik di
rumah maupun di sekolah.
Nah. Wallahu a’lam bish-shawab.
75
11. profil
Cigdem Topcuoglu
Ridha
Suami
di Mavi
Marmara
“Saat Anda berbaring
dirawat, saya dan jenazah
suami saya tepat di bawah
kaki Anda,” kata Cigdem
Topcuoglu, janda dari
Cetin Topcuoglu, salah satu
syuhada Mavi Marmara yang
diserang komando Angkatan
Laut Zionis Israel pada 31
Mei 2010.
76
H
al itu diutarakan
Cigdem saat
mengawali wawancara
dengan Surya fachrizal,
wartawan Suara
Hidayatullah yang berkesempatan hadir
untuk bersaksi dan meliput sidang
ketiga kasus serangan Mavi Marmara di
Istanbul, Turki, 20 21 Mei 2013 lalu.
Jika Surya mendapat satu peluru
di dada kanan, Cetin tertembus tiga
peluru. Satu di kepala, satu di badan,
dan satu di perut. Berikut kisahnya
untuk Anda.
di persidangan itu Cigdem berkata
tegas kepada hakim, “Pak Hakim,
sekarang Anda kapten kapalnya.”
Cigdem menjelaskan, kalimat itu
menegaskan kepada hakim bahwa
tanggung jawab membebaskan Gaza
dari blokade Zionis kini ada padanya.
“Apakah dia akan mengarahkan
kapal tersebut (pengadilan) ke tujuan
yang semestinya: kebebasan bagi rakyat
Gaza, atau tidak,” jelas Cigdem yang
bersama suaminya semasa hidup,
adalah atlet dan pelatih tim nasional
taekwondo Turki. Bisa jadi, mental
sebagai atlet taekwondo ini yang
membuatnya bisa berkata tegar di muka
hakim dan membuat sang hakim serius
mendengarkan kesaksiannya. Bukan
cuma mental, ingatan Cigdem juga
kuat. Buktinya, dia mampu mengingat
dengan detil serangan brutal Israel
di Laut Tengah tiga tahun lalu itu,
termasuk mengingat wajah Surya.
Meski demikian, Cigdem yang juara
Kejuaran Taekwondo Eropa 2008 ini
tetaplah istri yang berusaha taat kepada
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
12. Jendela keluarga
suaminya. Kata Cigdem, sebelum
suaminya ditolong relawan lain di kapal
Mavi Marmara, dialah yang pertama kali
menemukan Cetin terkapar tak bergerak
usai menolong aktivisaktivis lain yang
terluka. dia bahkan sempat melakukan
bantuan nafas buatan atau CPr.
“Saat melakukan CPr kedua, saya
merasakan sesuatu di tangan saya. Ter
nyata ada peluru yang menembus kepa
lanya. Setelah itu darah keluar dari mulut
dan hidungnya,” tutur ibu satu putra ini.
Karena Cetin masih bernafas, dia
meminta dokter memberikan oksigen
kepadanya. Namun Cigdem juga sadar,
peluang selamat untuk Cetin sangat
tipis karena tiga peluru telah menembus
tubuhnya.
“Cetin, tolong katakan katakata
terakhir untukku. Aku tahu kau akan
meninggalkan kami,” katanya sambil
berdoa kepada Allah
agar suaminya
bisa menjawabnya.
Kemudian, kata Cigdem, suaminya
bergumam, “Aku ridha kepadamu, dan
semoga Allah juga ridha kepadamu. Aku
telah memaafkan semua kesalahan yang
mungkin telah kau lakukan.”
Kata Cigdem, hal terakhir yang
dia katakan ke Cetin adalah minta
dititipkan salam kepada Nabi
Muhammad . “Kemudian saya tutup
matanya dan pergi,” tutur Cigdem.
foTo : ISTIMEWA
peMiMpin relaWan pereMpuan
Secara terpisah, Santi Soekanto,
wartawan senior asal Indonesia yang
bergabung dalam misi Gaza freedom
flotilla mengatakan, Cigdem adalah
Cigdem bersama anak dan suaminya (alm)
JUlI 2013/SyaBan 1434
koordinator para aktivis perempuan di
kapal Mavi Marmara. Santi menggam
barkan Cigdem sebagai perempuan
paruh baya dengan alis tebal yang men
jadi “induk” bagi semua perempuan di
atas Mavi Marmara.
“di bawah kepemimpinannya, dek
perempuan Mavi Marmara berubah
menjadi ‘pesantren putri’ yang setiap
santriwatinya mendapatkan tugas
dan kewajiban masingmasing,” kata
Santi yang juga aktif sebagai pengurus
organisasi Sahabat Al Aqsha ini.
Kata Santi, selama menjadi koor
dinator perempuan di kapal, Cigdem
terlihat nyaris tak pernah istirahat. Saat
kapal diserang, Cigdem sibuk mondar
mandir meneriaki semua anak buahnya
untuk memakai pelampung dan segera
berlindung ke dek perempuan.
Cigdem sendiri mengatakan, “Saat
serangan itu saya menutup pintu besi
dek perempuan dan melarang mereka
keluar dari dek tersebut.” Karena Cigdem
mendapati Santi di luar dek perempuan,
Santi pun kena labrak. Tetapi akhirnya
Cigdem bisa memahami kerja jurnalistik
Santi bersama dzikrullah, suaminya.
Santi menceritakan, saat kapal
sepenuhnya dikuasai serdadu bajak laut
Zionis, dia melihat Cigdem bersimpuh
di dekat jenazah suaminya yang sudah
dirapikan dan diselimuti oleh para
relawan lainnya. “dia membelai wajah
dan rambut sang suami dan menyeka
airmatanya sendiri,” cerita Santi.
Kata Santi, beberapa aktivis putri
menceritakan kepadanya, Cigdem tidak
mau berlamalama menerima ucapan
belasungkawa. “Saya menyaksikan
sendiri betapa justru kemudian dia
sibuk merawat puluhan relawan lainnya
yang lukaluka,” aku Santi.
Saat dipenjara, Santi menambahkan,
bersama ratusan aktivis lainnya di
Bersheva, Cigdem diinterogasi dan
diintimidasi. Cigdem juga sempat
mogok makan dan menolak dideportasi
oleh Zionis ke Turki untuk menuntut
pengembalian jenazah suaminya. Pada
akhirnya Zionis memenuhi tuntutan
Cigdem.
ditanya soal kompensasi, Cigdem
menjawab tidak akan mau menerima
uang kompensasi dari Israel atas
pembunuhan suaminya itu. dia juga
bilang, kalau Israel lebih dulu memberi
kompensasi atas seluruh orang Palestina
yang mereka bunuh sejak proklamasi
Israel tahun 1948, baru dia berpikir
untuk menerimanya.
juara TaekWondo
Cigdem dilahirkan tahun 1965 di
Provinsi Adana, kota terbesar keempat
di selatan Turki. dia juara taekwondo
tingkat nasional tahun 2011, juara dunia
pada tahun 2008, juga pernah menjadi
juara Eropa dua kali. dia juga aktif
sebagai pelatih taekwondo di universtas
Cukurova, di Adana.
dia bergabung dengan misi Gaza
freedom flotilla bersama suaminya,
Cetin Topcuoglu, kelahiran 1956, yang
juga atlet sekaligus pelatih tim nasional
taekwondo Turki. Cigdem dan Cetin
dikaruniai seorang putra bernama Aytek
Topcuoglu, kelahiran 1984, yang juga
juara ketiga nasional olah raga Kick
Boxing.
“Saat ini Aytek menjadi tenaga
keamanan khusus untuk Presiden IHH,
Bulent yildirim,” kata Cigdem.
IHH adalah singkatan dari Insani
Hak ve Huriyetlere Insani yardim Vakfi,
lembaga kemanusiaan terbesar di Turki
yang mengorganisir misi Gaza freedom
flotilla.
Cigdem mengatakan kehidupannya
saat ini membaik. “Kami baikbaik saja,”
kata Cigdem. Hanya saja, aktivitasnya
melatih taekwondo di universitas Cuku
rova dihentikan tanpa alasan yang jelas.
Saat ini, Cigdem mengurus yayasan
bantuan sosial dan mengelola klub olah
raga sekaligus melatih taekwondo di
klub itu.
dia juga pemegang danlima
Taekwondo, dansatu Kick Boxing,
dansatu Whusu, serta dansatu Thai
Boxing.
Sekelumit pengalamannya saat
ditangkap Israel ia bertutur, “Saya
dipukuli,” katanya sambil tersenyum.
Surya Fachrizal/Suara Hidayatullah
77
13. konsultasi keluarga
Diasuh oleh : Ustadz Hamim Thohari
Waliyullah
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Sebulan yang lalu tetangga saya meningggal
dunia. Sepanjang pengamatan saya, almarhum bia
sa-biasa saja. Ibadahnya juga tidak terlalu istimewa.
Sesekali saya melihatnya ke masjid, tapi masih ba
nyak jamaah lain yang lebih rajin dibanding de
ngannya. Justru yang mengherankan saya, banyak
orang yang menganggapnya sebagai waliyullah. Di
tempat saya tinggal almarhum dikenal memiliki ba
nyak kelebihan, semacam karamah. Bagaimana me
nurut Ustadz?
DH
Di Makasar
Jawab
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh.
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa waliyullah
adalah setiap Muslim yang beriman, bertakwa, se
nantiasa merasa bahwa setiap gerak geriknya di
awai oleh Allah
s
, serta menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya. Semua orang Muslim
yang telah memenuhi kriteria tersebut di atas, me
nu ut petunjuk ini disebut waliyullah.
r
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa
takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.
(yaitu) orang-orang yang beriman, dan senantiasa
berak a. Bagi mereka berita gembira dalam ke
t w
hi upan di dunia dan di akhirat. Tidak ada pe
d
ruahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah
b
kemenangan yang agung. (Yunus [10]: 62–64)
”
Sebutan wali atau jama’nya auliya, yang dikenal
oleh masyarakat kita biasanya selalu dikaitkan de
ngan kesaktian atau biasa disebut karamah. Mereka
yang bisa mengobati orang yang sakit dengan jampijampi, meramal masa depan, mengetahui pikiran
orang lain, atau bisa berjalan di atas air sering di e
s
but sebagai wali. Padahal semua perbuatan itu bisa
di akukan oleh dukun, bahkan tukang sihir.
l
Jadi, sebutan wali itu harus dikembalikan pada
78
ketentuan Allah
. Jangan membuat ketentuan
sendiri. Apa yang ditetapkan Allah itulah yang
paling benar.
Terhadap ilmu ghaib kita tidak boleh mengirangira sendiri, kecuali atas petunjuk-Nya yang
pasti. Akhir hayat seseorang, apakah beriman
atau kafir, apakah termasuk khusnul khatimah
atau su’ul khatimah, apakah masuk surga atau
ne aka adalah rahasia Allah. Kita hanya bisa me
r
nge ahui tanda-tanda yang telah dijelaskan Allah
t
dan Rasul-Nya.
Berikut sebuah Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari. Ada seorang wanita ber a
n
ma Ummul ‘Ala, ia termasuk wanita yang per
nah berbaiat kepada Rasulullah SAW. Ia ber
kisah, “Saat dibagikan undian untuk melayani
kaum Muhajirin, saya mendapatkan Usman bin
Mazhun. Lalu saya tempatkan di rumah saya. Sa
yangnya, ia menderita sakit yang menyebabkan
ke aiannya. Di hari wafatnya, setelah di an
m t
m
dikan lalu dikafani, Rasulullah masuk, saya pun
mengatakan, ‘Rahmat Allah atas dirimu wahai Abu
Saib (Usman bin Mazhun). Per ak kan terhadap
s si
dirimu bahwa Allah telah meukanmu.’
m lia
Terhadap peristiwa itu serta merta Rasulullah
bersabda, ‘Dari mana ka u tahu bahwa Allah
m
telah memuliakannya?’ Saya mengatakan, ‘Ayah
saya sebagai taruhan atas kebenaran ucapan saya,
ya Rasulullah , lalu siapa yang Allah muliakan?’
Rasulullah
menjawab, ‘Adapun dia, maka telah
datang ke a nya. Demi Allah, aku benarm tian
benar ber aap untuknya kebaikan. Aku sendiri
h r
tidak tahu, padahal aku ini utusan Allah. (Aku juga
ti ak tahu) apa yang nantinya akan diperlakukan
d
ter a ap diriku.’ Ummu ‘Ala mengatakan, ‘Demi
h d
Allah, saya tidak lagi memberikan takziyah (per
sak ian baik) setelah itu selama-lamanya.’
s
Semoga jawaban ini dapat mencerahkan
Anda dan orang-orang di sekitar Anda. Wallahu
a’lam bish-shawab.
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com