Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Propinsi MalukuOswar Mungkasa
disampaikan oleh Kepala Bappeda Propinsi Maluku pada Lokakarya Regional Penyusunan Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Nusa Tenggara- Maluku- Papua di Kuta, Bali 23 September 2013
Analisa Isu-Isu Strategis RPJMD Propinsi Maluku UtaraOswar Mungkasa
disampaikan oleh Bappeda Maluku Utara pada Lokakarya Regional Penyusunan Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Nusa Tenggara- Maluku- Papua di Kuta, Bali 23 September 2013
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Iman Soedrajat (Direktur Tata Ruang Nasional, KemenPU) dalam Sosialisasi Raperpres RTR Pulau Papua dan Kepulauan maluku di Ambon 1 Oktober 2013
Potensi strategis Indonesia sebagai “Basis Ketahanan Pangan Dunia, Pusat Pengolahan Produk Pertanian, Perkebunan, dan Sumber Daya Mineral Serta Pusat Mobilitas Logistik Global” untuk masa yang akan datang telah disingkapi dengan serius oleh Pemerintah melalui penetapan berbagai dasar hukum bagi pengembangan ekonomi nasional, diantaranya adalah UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK yang dikembangkan harus merupakan kawasan yang bersifat strategis secara nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Dalam pengembangan dan penetapannya, KEK tidak dapat dipisahkan dari arahan rencana umum tata ruang dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan penetapan Kawasan Andalan. Sebagai kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, kawasan andalan merupakan kawasan yang memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembanagan wilayah. RTRWN yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi memberikan arahan bagi Kawasan Bitung dan sekitarnya untuk pengembangan sektor yang bersifat unggulan dan pembangunan infrastruktur di dalam kawasan.
KEK Bitung memiliki keunggulan lokasi dalam pengembangan kawasan ekonomi karena terletak pada alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 3 (jalur laut internasional yang melewati laut Banda). Ditunjang pula dengan penetapan Bitung sebagai Pusat Logistik Indonesia Timur dalam Sistem Logistik Nasional karena keberadaan pelabuhan kontainer dan pelabuhan perikanan, serta dukungan komoditas unggulan perkebunan khususnya kelapa dan perikanan tangkap.
Salah satu dari tujuan dikembangkannya KEK adalah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayan dan kapital bagi peningkatan ekspor. Dengan demikian, pengembangan KEK seharusnya dapat menarik pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan mendorong ekonomi secara merata diseluruh wilayah. Oleh karenanya dibutuhkan hubungan yang sinergis dan terpadu antara berbagai sektor dan wilayah sekitarnya.
Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Propinsi MalukuOswar Mungkasa
disampaikan oleh Kepala Bappeda Propinsi Maluku pada Lokakarya Regional Penyusunan Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Nusa Tenggara- Maluku- Papua di Kuta, Bali 23 September 2013
Analisa Isu-Isu Strategis RPJMD Propinsi Maluku UtaraOswar Mungkasa
disampaikan oleh Bappeda Maluku Utara pada Lokakarya Regional Penyusunan Background Study Buku III RPJMN 2015-2019 Pembangunan Berdimensi Kewilayahan: Nusa Tenggara- Maluku- Papua di Kuta, Bali 23 September 2013
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Iman Soedrajat (Direktur Tata Ruang Nasional, KemenPU) dalam Sosialisasi Raperpres RTR Pulau Papua dan Kepulauan maluku di Ambon 1 Oktober 2013
Potensi strategis Indonesia sebagai “Basis Ketahanan Pangan Dunia, Pusat Pengolahan Produk Pertanian, Perkebunan, dan Sumber Daya Mineral Serta Pusat Mobilitas Logistik Global” untuk masa yang akan datang telah disingkapi dengan serius oleh Pemerintah melalui penetapan berbagai dasar hukum bagi pengembangan ekonomi nasional, diantaranya adalah UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK yang dikembangkan harus merupakan kawasan yang bersifat strategis secara nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Dalam pengembangan dan penetapannya, KEK tidak dapat dipisahkan dari arahan rencana umum tata ruang dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan penetapan Kawasan Andalan. Sebagai kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, kawasan andalan merupakan kawasan yang memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembanagan wilayah. RTRWN yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi memberikan arahan bagi Kawasan Bitung dan sekitarnya untuk pengembangan sektor yang bersifat unggulan dan pembangunan infrastruktur di dalam kawasan.
KEK Bitung memiliki keunggulan lokasi dalam pengembangan kawasan ekonomi karena terletak pada alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 3 (jalur laut internasional yang melewati laut Banda). Ditunjang pula dengan penetapan Bitung sebagai Pusat Logistik Indonesia Timur dalam Sistem Logistik Nasional karena keberadaan pelabuhan kontainer dan pelabuhan perikanan, serta dukungan komoditas unggulan perkebunan khususnya kelapa dan perikanan tangkap.
Salah satu dari tujuan dikembangkannya KEK adalah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayan dan kapital bagi peningkatan ekspor. Dengan demikian, pengembangan KEK seharusnya dapat menarik pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan mendorong ekonomi secara merata diseluruh wilayah. Oleh karenanya dibutuhkan hubungan yang sinergis dan terpadu antara berbagai sektor dan wilayah sekitarnya.
Pemaparan laporan akhir kajian pengembangan kawasan bitung dan sekitarnya, se...Dimas Hastomo
Di dalam UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pasal 12 menyaratkan bahwa suatu KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Dengan terbitnya PP No 31 dan 32 Tahun 2014 tentang KEK Palu dan KEK Bitung, pemerintah daerah memiliki kesempatan 3 (tiga) tahun hingga 2017 untuk mempersiapkan kedua KEK tersebut agar dapat beroperasi.
Keberadaan KEK Palu dan Bitung ini nantinya juga dapat berimplikasi pada perkembangan ekonomi, sosial dan fisik kawasan sekitar kedua KEK yang perlu diantisipasi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional – Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun anggaran 2014 menyusun “Kajian Pengembangan Kawasan Bitung dan Sekitarnya, Serta Kawasan Palu dan Sekitarnya”.
Potensi strategis Indonesia sebagai “Basis Ketahanan Pangan Dunia, Pusat Pengolahan Produk Pertanian, Perkebunan, dan Sumber Daya Mineral Serta Pusat Mobilitas Logistik Global” untuk masa yang akan datang telah disikapi dengan serius oleh Pemerintah melalui penetapan berbagai dasar hukum bagi pengembangan ekonomi nasional, diantaranya adalah UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK yang dikembangkan harus merupakan kawasan yang bersifat strategis secara nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Dalam pengembangan dan penetapannya, KEK tidak dapat dipisahkan dari arahan rencana umum tata ruang dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan penetapan Kawasan Andalan Darat Palu. Sebagai kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, kawasan andalan merupakan kawasan yang memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah. RTRWN yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi memberikan arahan bagi Kawasan Palu dan sekitarnya untuk pengembangan sektor yang bersifat unggulan dan pembangunan infrastruktur di dalam kawasan. Kawasan Palu juga termasuk ke dalam Kawasan KAPET PALAPAS. Salah satu keunggulan kawasan Palu adalah sinergitas antara konsep pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Palu dengan KAPET PALAPAS.
KEK Palu memiliki keunggulan lokasi dalam pengembangan kawasan ekonomi karena terletak pada alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 2 (jalur laut internasional), yang dilayari pelayaran internasional, terutama dari Australia ke Asia Timur. KEK Palu yang akan dikembangkan sektor-sektor yang memiliki potensi tinggi dengan fokus kepada komoditas unggulan sebagai peluang investasi.
Salah satu dari tujuan dikembangkannya KEK adalah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayan dan kapital bagi peningkatan ekspor. Dengan demikian, pengembangan KEK seharusnya dapat menarik pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan mendorong ekonomi secara merata diseluruh wilayah.Oleh karenanya dibutuhkan hubungan yang sinergis dan terpadu antara berbagai sektor dan wilayah sekitarnya.
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Implementasi Program Kota tanpa Kumuh (Kotaku) di Kelurahan Kemang Agung Keca...windalimbanadi
Dokumen word/pdf ini milik Sang Penulis dan direview dalam bentuk PPT oleh saya pribadi.
Di Review Oleh: Winda M. Limbanadi (Mahasiswi Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sam Ratulangi).
SEMESTER 5. PPT buat Presentasi Final Studio Perencanaan bareng sama kelas A di ruang teater. Layout by Teh Sally. Pas presentasi, poster dan x-banner dipasang di depan. PWK FT UNDIP Semarang 2015 angkatan 2013.
Studio 1 belajar ttg memahami profil wilayah, dari situ bisa ditarik garis besar permasalahan utama di swatu wilayah. Nah di studio 2 ini, diselesaikan masalahnya. Jadi wilstudnya ya sama. Cari data juga, cuma data yg buat perencanaan ini lebih dalam, kalo yg di studio 1 kan kaya secara umum aja gituw. Jadi yg studio 2 ini nentuin dulu mau direncanain kaya gimana, aspek dan objek apa aja yang kena perencanaan, terus nyari data mendalam ttg aspek dan objek itu.
Jadi alurnya bukan survey-->dapat masalah-->tujuan--> rencana, karena itu udah di studio 1; tetapi yang ini tujuan-->rencana-->survey-->perencanaan.
Studio Perencanaan kebagi jadi perencanaan wilayah (regional) sama perencanaan focused area (perkotaan). Kalau kurikulum dulu, studio perencanaannya dipisah jadi 2 itu, kalo sekarang dirapel.
Disini aku ganti wilstud, di studio 1 aku di kelompok Weleri Raya (Welerich), di studio 2 aku di kelompok Kendal Raya (Bondokenceng) haha sempet baper
Pengelolaaan dalam Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Pulau Papua dan Rencana Ta...Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Edy Soegiharto (Direktur Fasilitasi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kemendagri) pada Sosialisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang RTR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua di Ambon 1 Oktober 2013
Pemaparan laporan akhir kajian pengembangan kawasan bitung dan sekitarnya, se...Dimas Hastomo
Di dalam UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pasal 12 menyaratkan bahwa suatu KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan. Dengan terbitnya PP No 31 dan 32 Tahun 2014 tentang KEK Palu dan KEK Bitung, pemerintah daerah memiliki kesempatan 3 (tiga) tahun hingga 2017 untuk mempersiapkan kedua KEK tersebut agar dapat beroperasi.
Keberadaan KEK Palu dan Bitung ini nantinya juga dapat berimplikasi pada perkembangan ekonomi, sosial dan fisik kawasan sekitar kedua KEK yang perlu diantisipasi. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional – Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun anggaran 2014 menyusun “Kajian Pengembangan Kawasan Bitung dan Sekitarnya, Serta Kawasan Palu dan Sekitarnya”.
Potensi strategis Indonesia sebagai “Basis Ketahanan Pangan Dunia, Pusat Pengolahan Produk Pertanian, Perkebunan, dan Sumber Daya Mineral Serta Pusat Mobilitas Logistik Global” untuk masa yang akan datang telah disikapi dengan serius oleh Pemerintah melalui penetapan berbagai dasar hukum bagi pengembangan ekonomi nasional, diantaranya adalah UU No. 39 Tahun 2009 Tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK yang dikembangkan harus merupakan kawasan yang bersifat strategis secara nasional dari sudut kepentingan ekonomi.
Dalam pengembangan dan penetapannya, KEK tidak dapat dipisahkan dari arahan rencana umum tata ruang dalam PP 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan penetapan Kawasan Andalan Darat Palu. Sebagai kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional, kawasan andalan merupakan kawasan yang memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah. RTRWN yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sulawesi memberikan arahan bagi Kawasan Palu dan sekitarnya untuk pengembangan sektor yang bersifat unggulan dan pembangunan infrastruktur di dalam kawasan. Kawasan Palu juga termasuk ke dalam Kawasan KAPET PALAPAS. Salah satu keunggulan kawasan Palu adalah sinergitas antara konsep pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Palu dengan KAPET PALAPAS.
KEK Palu memiliki keunggulan lokasi dalam pengembangan kawasan ekonomi karena terletak pada alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 2 (jalur laut internasional), yang dilayari pelayaran internasional, terutama dari Australia ke Asia Timur. KEK Palu yang akan dikembangkan sektor-sektor yang memiliki potensi tinggi dengan fokus kepada komoditas unggulan sebagai peluang investasi.
Salah satu dari tujuan dikembangkannya KEK adalah untuk meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayan dan kapital bagi peningkatan ekspor. Dengan demikian, pengembangan KEK seharusnya dapat menarik pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan mendorong ekonomi secara merata diseluruh wilayah.Oleh karenanya dibutuhkan hubungan yang sinergis dan terpadu antara berbagai sektor dan wilayah sekitarnya.
Penyusunan rencana strategis wilayah pesisir dan pulau pulau kecilDidi Sadili
Rencana Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat prov/kab/kota adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan pesisr
Implementasi Program Kota tanpa Kumuh (Kotaku) di Kelurahan Kemang Agung Keca...windalimbanadi
Dokumen word/pdf ini milik Sang Penulis dan direview dalam bentuk PPT oleh saya pribadi.
Di Review Oleh: Winda M. Limbanadi (Mahasiswi Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sam Ratulangi).
SEMESTER 5. PPT buat Presentasi Final Studio Perencanaan bareng sama kelas A di ruang teater. Layout by Teh Sally. Pas presentasi, poster dan x-banner dipasang di depan. PWK FT UNDIP Semarang 2015 angkatan 2013.
Studio 1 belajar ttg memahami profil wilayah, dari situ bisa ditarik garis besar permasalahan utama di swatu wilayah. Nah di studio 2 ini, diselesaikan masalahnya. Jadi wilstudnya ya sama. Cari data juga, cuma data yg buat perencanaan ini lebih dalam, kalo yg di studio 1 kan kaya secara umum aja gituw. Jadi yg studio 2 ini nentuin dulu mau direncanain kaya gimana, aspek dan objek apa aja yang kena perencanaan, terus nyari data mendalam ttg aspek dan objek itu.
Jadi alurnya bukan survey-->dapat masalah-->tujuan--> rencana, karena itu udah di studio 1; tetapi yang ini tujuan-->rencana-->survey-->perencanaan.
Studio Perencanaan kebagi jadi perencanaan wilayah (regional) sama perencanaan focused area (perkotaan). Kalau kurikulum dulu, studio perencanaannya dipisah jadi 2 itu, kalo sekarang dirapel.
Disini aku ganti wilstud, di studio 1 aku di kelompok Weleri Raya (Welerich), di studio 2 aku di kelompok Kendal Raya (Bondokenceng) haha sempet baper
Pengelolaaan dalam Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Pulau Papua dan Rencana Ta...Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Edy Soegiharto (Direktur Fasilitasi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kemendagri) pada Sosialisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang RTR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua di Ambon 1 Oktober 2013
Menyandang predikat sebagai negara maritim membuat negara Indonesia telah menjadi
sorotan dunia dengan kepemilikan wilayah laut yang sangat luas. Terlebih, tapak tilas historis
bangsa Indonesia sejak berdirinya kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit dan sejumlah
Kesultanan Islam di berbagai belahan nusantara menjadikan Indonesia sebagai tujuan para
pelaut asing untuk dapat melakukan aktivitas perdagangan di Indonesia. Sebagai negara
maritim, perairan Indonesia terdiri atas laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan
pedalaman yang luasnya kurang lebih 2,7 juta km
2
atau sekitar 70% dari luas wialyahnya.
Sedangkan luas wilayah daratan kurang lebih hanya 1,9 juta km
2
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
2. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 1
BAB 1
ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL
2015 - 2019
1.1 Kerangka Pengembangan Wilayah
Isu utama pembangunan wilayah nasional1 saat ini adalah
masih besarnya kesenjangan antar wilayah, khususnya kesenjangan
pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI). Hal ini tercermin salah satunya dari kontribusi
PDRB terhadap PDB, yang mana selama 30 tahun (1983-2013),
kontribusi PDRB KBI sangat dominan dan tidak pernah berkurang dari
80 persen terhadap PDB.
GAMBAR 1.1
PERAN WILAYAH/PULAU DALAM
PEMBENTUKAN PDB NASIONAL 1983-2013 (PERSEN)
Sehubungan dengan hal tersebut, arah kebijakan utama
pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat
pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena
itu, diperlukan arah pengembangan wilayah yang dapat mendorong
transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah KTI, yaitu Sulawesi,
Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua, dengan tetap menjaga
momentum pertumbuhan di Wilayah Jawa-Bali dan Sumatera.
1
Wilayah nasional adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan (PP
No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional)
3. 2 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
Transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah tersebut
bertumpu pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia,
peningkatan efisiensi dan nilai tambah sumber daya alam, penguatan
kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, penyediaan infrastruktur
yang terpadu dan merata; serta penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik. “Kerangka Pengembangan Wilayah” untuk
mempercepat dan memperluas pembangunan wilayah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mendorong percepatan pembangunan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi, sebagai penggerak utama
pertumbuhan (engine of growth), di masing-masing pulau,
terutama di wilayah koridor ekonomi, dengan menggali potensi
dan keunggulan daerah. Industrialisasi perlu didorong untuk
mengolah bahan mentah, agar dapat meningkatkan nilai
tambah serta menciptakan kesempatan kerja baru.
2. Kedepan, secara khusus akan dilakukan pula percepatan
pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim (kelautan)
dengan memanfaatkan sumber daya kelautan dan jasa maritim,
yaitu peningkatan produksi perikanan; pengembangan energi
dan mineral kelautan; pengembangan kawasan wisata bahari;
dan kemampuan industri maritim dan perkapalan.
3. Dikarenakan adanya keterbatasan dana pemerintah, maka
tidak semua wilayah dapat dikembangkan pada saat yang
bersamaan. Oleh karena itu, perlu dipilih pusat-pusat
pertumbuhan yang mempunyai komoditas prospektif (nilai
tambah tinggi dan menciptakan kesempatan kerja tinggi),
terutama yang berada di masing-masing koridor ekonomi.
Selain itu, prioritas juga akan diberikan pada pengembangan
kawasan pesisir yang mempunyai sumber daya kelautan dan
jasa maritim.
4. Investasi Pemerintah, BUMN/BUMD, dan Swasta perlu
dioptimalkan pada klaster-klaster industri untuk memicu
dampak penggandanya (multiplier effect) pada daerah
sekitarnya, termasuk di wilayah-wilayah tertinggal.
5. Upaya peningkatan pembangunan ekonomi di semua pusat
pertumbuhan tersebut, harus tetap mengacu Rencana Tata
Ruang Wilayah dan menggunakan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) sebagai pedoman untuk menjaga
keseimbangan alam dan kelangsungan keserasian ekosistem
dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, diharapkan
dapat diciptakan pertumbuhan yang inklusif yang dapat
menjangkau seluruh wilayah dan masyarakat dengan tetap
menjaga keberlanjutan di masa depan.
4. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 3
6. Keterkaitan antara pusat pertumbuhan wilayah dan daerah
sekitarnya, perlu difasilitasi dengan infrastruktur wilayah yang
terintegrasi dan terhubung dengan baik dan terpadu,
khususnya infrastruktur jalan dan perhubungan, baik
perhubungan laut maupun udara, termasuk jaringan informasi
dan komunikasi, serta pasokan energi, sehingga tercipta
konektivitas nasional, baik secara domestik maupun secara
internasional (locally integrated, internationally connected).
Prioritas khusus akan diberikan pada peningkatan fungsi dan
peran perhubungan laut sebagai pengembangan poros maritim.
7. Untuk memperlancar distribusi logistik barang, jasa, dan
informasi, pemerintah pusat dan daerah, maupun melalui kerja
sama dengan dunia usaha, termasuk BUMN, berupaya untuk (a)
menurunkan biaya transaksi logistik (transaction cost); (b)
mengurangi ekonomi biaya tinggi; (c) menurunkan rata-rata
dwelling time (waktu tunggu kapal di pelabuhan); (d)
mengembangan sistem logistik dan distribusi secara elektronik,
terutama untuk proses pre-clearance sampai dengan post
clearance; dan (e) optimalisasi perijinan ekspor-impor secara
terintegrasi dan elektronik antar sektor.
8. Selain itu, perlu dilakukan pula peningkatan kemampuan SDM
dan Iptek untuk mendukung pengembangan klaster-klaster
industri. Ketersediaan sumber daya manusia yang terampil dan
cerdas (skilled labor) merupakan modal utama untuk merintis
terbangunnya proyek-proyek besar di setiap klaster industri.
9. Dari sisi regulasi, Pemerintah secara berkelanjutan terus
berupaya untuk menciptakan dan meningkatkan iklim usaha
dan iklim investasi yang kondusif bagi para investor.
Pemerintah perlu melakukan deregulasi (debottlenecking)
terhadap beberapa peraturan yang menghambat pelaksanaan
investasi. Fasilitasi dan katalisasi secara bertahap akan terus
diberikan oleh Pemerintah melalui pemberian insentif fiskal
dan non fiskal.
10. Pemerintah secara berkelanjutan perlu berupaya untuk
meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi kebijakan
antar Kementerian/Lembaga dan antara
Kementerian/Lembaga dengan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu bersinergi dan
meningkatkan kualitas belanjanya sehingga menjadi stimulus
bagi berkembangnya usaha dan investasi di daerah.
11. Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor,
perlu dilakukan peningkatkan dan penguatan kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah termasuk kejelasan
5. 4 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, serta peningkatan
kapasitas aparatur, kelembagaan, dan keuangan pemerintah
daerah.
12. Untuk menghindari timbulnya kesenjangan baru antara
wilayah koridor ekonomi dengan wilayah sekitarnya di setiap
pulau, maka pembangunan daerah tertinggal, termasuk desa
tertinggal, perlu ditingkatkan dengan melakukan
pemberdayaan ekonomi lokal, penciptaan akses transportasi
lokal ke wilayah pertumbuhan, dan percepatan pemenuhan
infrastruktur dasar.
13. Pada saat yang bersamaan diperlukan percepatan peningkatan
pembangunan kawasan perkotaan untuk mewujudkan kota
layak huni yang aman dan nyaman; hijau yang berketahanan
iklim dan bencana; cerdas; dan mempunyai daya saing kota.
Disamping itu, diperlukan juga peningkatan pembangunan
kawasan perdesaan yang bertujuan untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat dan menciptakan desa-desa mandiri
dan berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi,
dan ekologi, serta penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi
kota-desa.
14. Selain daripada itu, akan dilakukan pula penanganan kawasan
perbatasan yang ditujukan untuk mewujudkan kawasan
perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat,
berdaya saing, dan aman. Pendekatan pembangunan kawasan
perbatasan terdiri: (i) pendekatan keamanan (security
approach) dan (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (prosperity approach).
15. Karena hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki risiko
tinggi terhadap bencana, maka risiko bencana tersebut perlu
dikelola atau diminimalkan.
Pada akhirnya diharapkan dapat tercapai pengurangan
kesenjangan antar wilayah antara KBI dan KTI. Kerangka
pengembangan wilayah secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar
1.1 dan Gambar 1.2.
6. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 5
GAMBAR 1.2
KERANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
Sumber : Bappenas, 2014
1.2 Tema Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah didasarkan pada pembagian 7 (tujuh)
wilayah pembangunan, yaitu: Wilayah Papua, Wilayah Maluku, Wilayah
Nusa Tenggara, Wilayah Sulawesi, Wilayah Kalimantan, Wilayah Jawa-
Bali dan Wilayah Sumatera. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau menjadi acuan utama dalam
mengendalian tata ruang, serta pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
7. 6 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
GAMBAR 1.3
SKETSA HIRARKI PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DAN HINTERLAND
Sumber : Bappenas, 2014
8. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 7
Pengembangan wilayah berdasarkan pada potensi dan
keunggulan daerah, serta lokasi geografis yang strategis di masing-
masing pulau. Adapun tema pengembangan wilayah di setiap pulau
adalah sebagai berikut :
1. Pembangunan Wilayah Pulau Papua sebagai "lumbung
pangan melalui pengembangan industri berbasis komoditas
padi, jagung, kedelai, kacang tanah, sagu, ubi, sayur dan buah-
buahan, serta pengembangan peternakan dan tanaman non-
pangan, seperti tebu, karet, dan kelapa sawit; percepatan
pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan pariwisata bahari; serta lumbung energi di
Kawasan Timur Indonesia melalui pengembangan minyak, gas
bumi, dan tembaga."
2. Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai
"produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional dengan
percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim
(kelautan) melalui pengembangan industri berbasis komoditas
perikanan; serta pengembangan industri pengolahan berbasis
nikel, dan tembaga."
3. Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebagai
"pintu gerbang pariwisata ekologis melalui pengembangan
industri Meeting, Incentive, Convetion, Exhibition (MICE);
penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan
perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri perikanan, garam, dan rumput laut;
pengembangan industri berbasis peternakan terutama sapi,
jagung; serta pengembangan industri mangan, dan tembaga.”
4. Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai "salah satu
pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan
pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dengan
pengembangan industri berbasis logistik; serta lumbung
pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis
kakao, padi, jagung; dan pengembangan industri berbasis rotan,
aspal, nikel, dan biji besi; serta percepatan pembangunan
ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan
industri perikanan dan pariwisata bahari."
5. Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan sebagai "salah
satu paru-paru dunia dengan mempertahankan luasan hutan
Kalimantan; dan lumbung energi nasional dengan
pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; serta
pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet,
9. 8 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa,
serta pengembangan food estate."
6. Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai "lumbung
pangan nasional dan pendorong sektor industri dan jasa
nasional dengan pengembangan industri makanan-minuman,
tekstil, otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina dan besi
baja; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia
dengan pengembangan ekonomi kreatif; serta percepatan
pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari.”
7. Pembangunan Wilayah Pulau Sumatera sebagai "salah satu
pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan
lumbung energi nasional, diarahkan untuk pengembangan
hilirisasi komoditas batu bara, serta industri berbasis
komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin."
Secara diagramatis, tema pembangunan wilayah di masing-
masing pulau dapat dilihat pada Gambar 1.3 dan Gambar 1.4.
1.3 Tujuan dan Sasaran Pokok Pengembangan Wilayah
Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025, maka tujuan pengembangan wilayah
pada tahun 2015-2019 adalah untuk mengurangi kesenjangan
pembangunan wilayah antara KBI dan KTI melalui percepatan dan
pemerataan pembangunan wilayah dengan menekankan keunggulan
kompetitif perekonomian daerah berbasis SDA yang tersedia, SDM
berkualitas, penyediaan infrastruktur, serta meningkatkan kemampuan
ilmu dan teknologi secara terus menerus. Pada akhirnya diharapkan
dapat tercapai "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Secara Merata di
Seluruh Wilayah."
Adapun sasaran pengembangan wilayah pada tahun 2015-2019
adalah sebagai berikut:
1. Untuk percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi
wilayah, sasarannya adalah pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di masing-masing pulau dengan
memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasuk
diantaranya adalah pengembangan 10 KEK, 13 KAPET, 4
KPBPB, 169 KPI.
10. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 9
GAMBAR 1.4
TEMA PENGEMBANGAN WILAYAH
WILAYAH TEMA
PAPUA
Sebagai lumbung pangan melalui pengembangan industri berbasis komoditas
padi, jagung, kacang tanah, sagu, ubi, sayur dan buah-buahan, serta
pengembangan peternakan dan tanaman non-pangan, seperti tebu, karet,
dan kelapa sawit; percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim
(kelautan) melalui pengembangan pariwisata bahari; serta lumbung energi
di kawasan Timur Indonesia, melalui pengembangan minyak, gas bumi, dan
tembaga.
MALUKU
Sebagai produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional dengan
percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan), melalui
pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; serta
pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga.
NUSA TENGGARA
Sebagai pintu gerbang pariwisata ekologis dan penopang pangan
nasional, diarahkan dengan pengembangan industri MICE; penopang
pangan nasional dengan percepatan perekonomian berbasis maritim
(kelautan) melalui perikanan, garam dan rumput laut; pengembangan
industri berbasis peternakan, terutama sapi, jagung; serta pengembangan
industri mangan, dan tembaga.
SULAWESI
Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan
internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dengan
pengembangan industri berbasis logistik, serta lumbung pangan nasional
dengan pengembangan industri berbasis kakao, padi, jagung, dan
pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, dan bijih besi; serta
percepatan pembangunan berbasis maritim (kelautan) melalui
pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari.
KALIMANTAN
Sebagai salah satu paru-paru dunia dengan mempertahankan luas hutan
Kalimantan; dan lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi
komoditas batu bara; serta pengembangan industri berbasis komuditas
kelapa sawit, karet, bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir
kuarsa, serta pengembangan food estate.
JAWA-BALI
Sebagai lumbung pangan nasional dan penopang sektor industri dan jasa
nasional dengan mengembangkan industri makanan-minuman, tekstil,
otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina, dan besi baja; salah satu pintu
gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan industri
kreatif; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim
(kelautan) melalui pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari.
SUMATERA
Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan
internasional dan energi nasional, diarahkan untuk pengembangan hilirisasi
komoditas batu bara, serta industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet,
timah, bauksit, dan kaolin.
11. 10 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
GAMBAR1.5
TEMAPENGEMBANGANWILAYAHINDONESIA2015-2019
12. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 11
2. Percepatan pembangunan ekonomi nasional berbasis
maritim (kelautan) dengan memanfaatkan sumber daya
kelautan, yaitu peningkatan produksi perikanan;
pengembangan energi dan mineral kelautan;
pengembangan kawasan bahari; dan kemampuan industri
maritim dan perkapalan, dengan sasaran (a) peningkatan
produksi perikanan tangkap dan budidaya sebesar 48 juta
ton pada tahun 2019 (termasuk rumput laut); (b)
peningkatan dan pengembangan jumlah kapal perintis 75
unit untuk menghubungkan pulau besar dan pulau-pulau
kecil dan 100 lintas subsidi perintis; (c) pengutuhan dan
penambahan luasan kawasan koservasi laut dari 15,7 juta
ha (tahun 2013) menjadi 20 juta ha (tahun 2019); (d)
pengembangan energi dan mineral kelautan, serta
kawasan wisata bahari; (e) peningkatan cakupan
pengawasan sumber daya perikanan dan kelautan
menjadi 53,4 persen terhadap wilayah pengelolaan
perikanan Indonesia.
3. Untuk menghindari terjadinya kesenjangan antar wilayah
di masing-masing pulau, sasarannya adalah pembangunan
daerah tertinggal sebanyak 75 Kabupaten tertinggal dapat
terentaskan dengan sasaran outcome: (a) meningkatkan
rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal
sebesar 7,35 persen; (b) menurunnya persentase
penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 12,5
persen; dan (c) meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar 71,5.
4. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan
perkotaan sekaligus pemerataan pembangunan di luar
Jawa, sasarannya adalah percepatan pembangunan 5
Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perkotaan baru sebagai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
5. Untuk mengendalikan (buffer) arus urbanisasi, dilakukan
optimalisasi sedikitnya 20 kota otonom sedang di luar
Pulau Jawa khususnya di KTI sebagai pusat pertumbuhan
utama yang mendorong keterkaitan kota dan desa-desa di
sekitarnya;
6. Untuk menjaga pertumbuhan wilayah dan meningkatkan
daya saing kota, dilakukan peningkatan peran dan fungsi
sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di 7 KSN
Perkotaan yang sudah ada sebagai pusat kegiatan skala
global;
13. 12 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
7. Sementara itu, sesuai dengan amanat UU No. 6/2014
tentang Desa, maka akan dilakukan pembangunan
perdesaan dengan sasaran mengurangi jumlah desa
tertinggal dari 26 persen (2011) menjadi 20 persen
(2019).
8. Untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-
desa, sasarannya adalah dapat diwujudkan 39 pusat
pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
9. Untuk pembangunan perdesaan, sasarannya adalah
mengurangi jumlah desa tertinggal sampai 5.000 desa
atau meningkatkan jumlah desa mandiri sedikitnya 2.000
desa.
10. Untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman
depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman,
sasarannya adalah pengembangan 26 Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan perbatasan negara yang dapat
mendorong pengembangan kawasan sekitarnya, terutama
187 lokasi prioritas (lokpri) perbatasan.
11. Untuk mengurangi risiko bencana, maka sasaran
penanggulangan bencana adalah mengurangi indeks
risiko bencana pada PKN dan PKW yang memiliki indeks
risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai KEK,
KAPET, KSN, ataupun PKSN.
12. Untuk penguatan tata kelola pemerintahan dan
peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah,
sasaran yang perlu dicapai adalah: (1) Meningkatnya
proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota; (2) Meningkatnya proporsi belanja
modal dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota pada
tahun 2019 serta sumber pembiayaan lainnya dalam
APBD; (3) Meningkatnya opini audit BPK di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota; (4) Meningkatnya kualitas
dan proporsi tingkat pendidikan aparatur daerah untuk
jenjang S1 sebesar 60% dan S2-S3 sebesar 8%; (5)
Terlaksananya diklat kepemimpinan daerah serta diklat
manajemen pembangunan, kependudukan, dan keuangan
daerah di seluruh wilayah; (6) Terlaksananya evaluasi
otsus dan pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur,
dan pendanaan pelaksanaan otsus; (7) Terlaksananya
sinergi perencanaan dan penganggaran di wilayah; (8)
14. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 13
Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah,
khususnya pada pendidikan, kesehatan dan infrastruktur;
(9) Terlaksananya pengaturan kewenangan secara
bertahap di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; (10)
Meningkatnya persentase jumlah PTSP di daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota; (11) Meningkatnya persentase
jumlah perizinan terkait investasi yang dilimpahkan oleh
kepala daerah ke PTSP; (12) Terlaksananya sinergi
perencanaan dan penganggaran; (13) Terlaksananya
koordinasi pusat dan daerah melalui peningkatan peran
gubernur sebagai wakil pemerintah; (14) terlaksananya
sistem monitoring dan evaluasi dana transfer secara on-
line di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; (14)
Terlaksananya penguatan kelembagaan Badan Percepatan
Pembangunan Kawasan Papua dan Papua Barat.
13. Untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan, maka sasaran penataan
ruang meliputi: (a) terwujudnya keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan; (b) terwujudnya
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan (c) terwujudnya pelindungan fungsi ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang.
Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada akhir
tahun 2019, kesenjangan pembangunan wilayah antara KBI dan KTI
semakin berkurang yang dicerminkan dengan makin meningkatnya
kontribusi PDRB KTI terhadap PDB Nasional, yaitu dari sekitar 20
persen (2014) menjadi 22-25 persen. Dengan demikian, kondisi
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
KTI. Secara rinci target pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan
pengangguran dalam kurun waktu 2015-2019 dapat dilihat pada Tabel
1.2 sampai dengan Tabel 1.4 sebagai berikut :
15. 14 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
TABEL 1.1
SASARAN PERTUMBUHAN EKONOMI PER WILAYAH
TAHUN 2015-2019
Wilayah
Pertumbuhan Ekonomi (Persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Sumatera 5.7 - 5.8 6.1 - 6.3 6.3 - 6.7 6.7 - 7.3 7.2 - 8.0
Jawa-Bali 5.6 - 5.7 6.5 - 6.7 6.9 - 7.3 7.0 - 7.6 7.4 - 8.2
Nusa Tenggara 5.9 - 6.1 6.2 - 6.5 6.5 - 6.9 7.2 - 7.8 7.3 - 8.1
Kalimantan 5.0 - 5.1 5.8 - 6.0 6.0 - 6.3 6.6 - 7.2 7.3 - 8.0
Sulawesi 7.4 - 7.5 7.5 - 7.8 8.0 - 8.5 8.5 - 9.2 8.7 - 9.6
Maluku 6.4 - 6.6 6.7 - 7.0 7.5 - 8.0 7.7 - 8.3 7.8 - 8.6
Papua 11.7-11.9 13.0-13.5 15.5 -16.5 16.5-17.9 16.5-18.2
Sumber : Perhitungan Bappenas, 2014
TABEL 1.2
SASARAN TINGKAT KEMISKINAN PER WILAYAH
TAHUN 2015-2019
Wilayah
Tingkat Kemiskinan (Persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Sumatera 9.4 - 9.2 9.0 - 8.6 8.1 - 7.6 7.1 - 6.5 5.6 - 5.1
Jawa-Bali 9.1 - 8.9 8.7 - 8.4 7.8 - 7.4 6.9 - 6.4 5.5 - 5.0
Nusa Tenggara 16.1 - 15.8 15.4 - 14.8 13.8 - 13.0 12.2 - 11.2 9.6 - 8.7
Kalimantan 5.8 - 5.7 5.5 - 5.3 4.9 - 4.6 4.3 - 4.0 3.4 - 3.1
Sulawesi 9.7 - 9.5 9.3 - 8.9 8.4 - 7.9 7.4 - 6.8 5.8 - 5.3
Maluku 12.9 - 12.7 12.3 - 11.8 11.0 - 10.3 9.7 - 8.9 7.6 - 6.9
Papua 27.1 - 26.6 25.8 - 24.8 23.0 - 21.6 20.1 – 18.6 15.9 - 14.4
Sumber : Perhitungan Bappenas, 2014
16. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 15
TABEL 1.3
SASARAN TINGKAT PENGANGGURAN PER WILAYAH
TAHUN 2015-2019
Wilayah
Tingkat Pengangguran (Persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Sumatera 5.7 - 5.5 5.5 - 5.3 5.3 - 5.0 5.1 - 4.8 5.0 - 4.5
Jawa-Bali 6.4 - 6.3 6.3 - 6.0 6.1 - 5.7 5.9 - 5.5 5.8 - 5.2
Nusa Tenggara 3.8 - 3.7 3.6 - 3.5 3.5 - 3.3 3.4 - 3.1 3.3 – 3.0
Kalimantan 4.8 - 4.7 4.7 - 4.5 4.5 - 4.3 4.4 - 4.0 4.2 - 3.8
Sulawesi 4.8 - 4.7 4.7 - 4.5 4.6 - 4.3 4.4 - 4.1 4.1 - 3.7
Maluku 5.6 - 5.5 5.4 - 5.2 5.2 - 4.9 5.0 - 4.7 4.9 - 4.4
Papua 3.3 - 3.3 3.2 - 3.1 3.1 - 2.9 3.3 - 3.0 2.9 - 2.6
Sumber : Perhitungan Bappenas, 2014
1.4 Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah
1.4.1 Pengembangan Kawasan Strategis2
Arah Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis adalah
percepatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah
dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan
keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan
infrastruktur. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari
pendekatan sektoral dan regional. Setiap wilayah akan
mengembangkan produk yang menjadi potensi dan keunggulannya.
Strategi yang akan dilakukan dalam pengembangan kawasan strategis
tersebut adalah:
1. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah
Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, baik yang telah
ada (KEK, KAPET, KPBP, dan KPI) maupun yang baru, terutama
di wilayah koridor ekonomi Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua. Pada pusat-pusat pertumbuhan
tersebut akan dibangun klaster-klaster industri pengolahan
2
Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan untuk
mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan
sebagai “penggerak utama pengembangan wilayah.” Pusat-Pusat pertumbuhan tersebut dapat berupa KEK,
KAPET, KPI, KPBPB dsb.
17. 16 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
produk yang menjadi keunggulannya, terutama yang
mempunyai nilai tambah tinggi dan menciptakan banyak
kesempatan kerja. Selain itu, akan dilakukan pula percepatan
pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim (kelautan) di
kawasan pesisir dengan memanfaatkan sumber daya kelautan
dan jasa kemaritiman, yaitu peningkatan produksi perikanan;
pengembangan energi dan mineral kelautan; pengembangan
kawasan wisata bahari; dan kemampuan industri maritim dan
perkapalan.
2. Percepatan Pembangunan Konektivitas
Percepatan pembangunan konektivitas/infrastruktur di
wilayah pertumbuhan, antar wilayah pertumbuhan serta antar
wilayah koridor ekonomi atau antar pulau melalui percepatan
pembangunan infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan,
informasi dan telekomunikasi, serta pasokan energi. Tujuan
penguatan konektivitas adalah untuk (a) menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk memaksimalkan
pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui inter-
modal supply chained system; (b) memperluas pertumbuhan
ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ke wilayah
belakangnya (hinterland) (c) menyebarkan manfaat
pembangunan secara luas melalui peningkatan konektivitas
dan pelayanan dasar ke daerah tertinggal, terpencil dan
perbatasan.
3. Peningkatan Kemampuan SDM dan Iptek
Peningkatan pengembangan kemampuan SDM dan Iptek
dilakukan melalui penyediaan SDM yang memiliki kompetensi
yang disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan industri di
masing-masing pusat-pusat pertumbuhan, Selain itu, akan
dilakukan pembangunan klaster inovasi sebagai Centre of
Excellence atau Science and Technology Park dalam rangka
mendukung peningkatan kemampuan berinovasi untuk
meningkatkan daya saing di Koridor Ekonomi, serta
mengoptimalkan interaksi dan pemanfaatan sumber daya
universitas, lembaga litbang, dan dunia usaha.
4. Regulasi dan Kebijakan
Dalam rangka mempermudah proses pembangunan, Pemerintah
akan melakukan deregulasi (debottlenecking) peraturan-
18. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 17
peraturan yang menghambat pengembangan investasi dan
usaha di kawasan pertumbuhan ekonomi, melalui: (i)
mempercepat penyelesaian peraturan pelaksanaan undang-
undang yang terkait dengan investasi, (ii) menghilangkan
tumpang tindih antar peraturan yang sudah ada baik di tingkat
pusat dan daerah, maupun antara sektor/lembaga, (iii) merevisi
atau menerbitkan peraturan yang sangat dibutuhkan untuk
mendukung pengembangan wilayah strategi, (iv) menyusun
peraturan untuk memberikan insentif bagi pengembangan
investasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, dan (v)
menyusun atau merevisi peraturan untuk mempercepat dan
menyederhanakan proses serta memberikan kepastian
perizinan;
5. Peningkatan Iklim Investasi dan iklim usaha
Dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses
kemudahan berusaha dan berinvestasi, perlu dilakukan
melalui: (i) penyederhanaan prosedur investasi dan prosedur
berusaha, (ii) peningkatan efisiensi logistik, (iii) optimalisasi
Pelayanan Terpada Satu Pintu (PTSP) dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik
(SPIPISE), (iv) meningkatkan efektivitas pelaksanaan KPS
terutama dalam investasi penyediaan infrastruktur dan energi,
(v) meningkatkan efektivitas strategi promosi investasi, (vi)
pembatalan perda bermasalah dan pengurangan biaya untuk
memulai usaha, (vii) menerapkan kebijakan labour market
flexibility terutama terkait pertimbangan penetapan UMP
dengan tetap mempertimbangkan upaya untuk menarik minat
investor (iklim usaha); dan pemberian insentif fiskal dan non
fiskal.
1.4.2 Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
1.4.2.1 Pembangunan Perkotaan
Arah kebijakan pembangunan wilayah perkotaan difokuskan
untuk membangun kota berkelanjutan dan berdaya saing menuju
masyarakat kota yang sejahtera berdasarkan karakter fisik, potensi
ekonomi dan budaya lokal. Untuk itu, strategi pembangunan perkotaan
tahun 2015-2019 adalah :
1. Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN)
a) Mengembangkan 5 Kawasan Strategis Nasional (KSN)
19. 18 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
Perkotaan sebagai Pusat Kegiatan skala global dan Pusat
Kegiatan Nasional (PKN), yaitu: kawasan perkotaan
Jabodetabekjur3 di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Banten; kawasan perkotaan Cekungan Bandung4(Jawa
Barat); kawasan perkotaan Kedungsepur5 di Provinsi
Jawa Tengah; kawasan perkotaan Gerbangkertosusila6
di Provinsi Jawa Timur; dan kawasan perkotaan
Sarbagita7 di Provinsi Bali, di wilayah Jawa-Bali.
b) Mengembangkan KSN Perkotaan di luar Jawa-Bali
termasuk kawasan perkotaan Mebidangro8 di wilayah
Sumatera dan kawasan perkotaan Mamminasata9 di
wilayah Sulawesi; dan membentuk usulan KSN
Perkotaan baru di Wilayah Sumatera (kawasan
perkotaan Palembang dan sekitarnya, kawasan
perkotaan Padang dan sekitarnya), Kalimantan (kawasan
perkotaan Banjarmasin dan sekitarnya), Sulawesi
(kawasan perkotaan Manado dan sekitarnya), dan Nusa
Tenggara Barat (kawasan perkotaan Mataram dan
sekitarnya) sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi
sekaligus pemerataan pembangunan di luar Jawa-Bali.
c) Melakukan optimalisasi sedikitnya di 20 Kota sedang
yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus
urbanisasi dan diarahkan sebagai pusat pertumbuhan
utama yang mendorong keterkaitan kota dan desa di
wilayah sekitarnya.
d) Mengembangkan 39 pusat pertumbuhan baru sebagai
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)10 atau Pusat Kegiatan
Lokal (PKL)11 yang mendorong terwujudnya keterkaitan
kota dan desa.
3
Jakarta–Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur
4
Kota Bandung, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kota Cimahi, Kab. Majalengka, Kab. Sumedang
5
Kabupaten Kendal, Demak, Ungaran di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kota Semarang, dan Purwodadi di
Kabupaten Grobogan
6
Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
7
Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan) di Provinsi Bali, di wilayah Jawa-Bali
8
Kawasan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo
9
Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar
10
PKW: kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota
11PKL: kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan
20. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 19
2. Perwujudan Kota Layak Huni yang Aman dan Nyaman
a) Menyediakan sarana dan prasarana dasar perkotaan
sesuai dengan tipologi kotanya;
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
sosial budaya;
c) Mengembangkan perumahan sesuai dengan tipologinya;
d) Mengembangkan sistem transportasi publik terintegrasi
dan multimoda sesuai dengan tipologi dan kondisi
geografisnya;
e) Menyediakan dan meningkatkan sarana prasarana
ekonomi khususnya sektor perdagangan dan jasa
termasuk pasar tradisional, koperasi dan Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM);
f) Meningkatkan keamanan kota melalui pencegahan,
penyediaan fasilitas dan sistem penanganan
kriminalitas dan konflik, serta memberdayakan modal
sosial masyarakat kota;
3. Perwujudan Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan
Bencana
a) Menata, mengelola, dan mengendalikan
penyelenggaraan penataan ruang dan kegiatan
perkotaan yang efisien dan berkeadilan.
b) Meningkatkan kapasitas masyarakat, kelembagaan dan
teknologi informasi dan komunikasi dalam menerapkan
prinsip kota hijau dan membangun ketahanan kota
terhadap perubahan iklim dan bencana alam (urban
resilience).
c) Mengembangkan dan menerapkan konsep kota hijau
melalui: green transportation, green open space (ruang
terbuka hijau), green waste (pengelolaan sampah dan
limbah melalui 3R12), green water (efisiensi
pemanfaatan dan pengelolaan air permukaan) dan green
energy (pemanfaatan sumber energi yang efisien dan
ramah lingkungan) untuk pengurangan tingkat
pencemaran di darat, laut, dan udara, pemanfaatan
energi alternatif dan terbarukan, pemanfaatan daur
12
3R: pengurangan (Reduce), pemanfaatan kembali (Re-use), dan Daur Ulang (Re-cycle)
21. 20 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
ulang, serta pengembangan kegiatan perekonomian kota
(green Economy).
4. Pengembangan Kota Cerdas dan Daya Saing Kota
a) Mengembangkan perekonomian dengan membangun
pencitraan kota (city branding) yang mendukung
pencitraan bangsa (nation branding).
b) Menyediakan infrastruktur dan pelayanan publik melalui
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
c) Membangun kapasitas masyarakat yang inovatif, kreatif
dan produktif.
5. Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan
Perkotaan
a) Mewujudkan sistem, peraturan dan prosedur dalam
birokrasi kepemerintahan kota yang tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat kota berkelanjutan.
b) Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner
dan kapasitas aparatur pemerintah dalam membangun
dan mengelola kota berkelanjutan, melalui pendidikan,
pelatihan dan pembinaan secara bersikenambungan.
c) Menyederhanakan proses perijinan dan berusaha bagi
para pelaku ekonomi termasuk Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP).
d) Membangun dan mengembangkan kelembagaan dan
kerjasama pembangunan antar kota dan antar kota-
kabupaten.
e) Mengembangkan dan menyediakan pusat data informasi
perkotaan terpadu yang mudah diakses.
f) Meningkatkan peran swasta, organisasi masyarakat, dan
organisasi profesi secara aktif, dalam penyusunan
kebijakan perencanaan dan pembangunan Kota
Berkelanjutan.
g) Mengembangkan lembaga bantuan teknis dan bank
pembiayaan pembiayaan infrastruktur perkotaan.
1.4.2.2 Pengembangan Perdesaan
Sesuai dengan amanat UU No. 6/2014 tentang Desa, tujuan
pembangunan desa/ perdesaan adalah mewujudkan kemandirian
masyarakat dan menciptakan desa-desa berkelanjutan yang memiliki
ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi, serta membangun keterkaitan
22. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 21
pembangunan ekonomi lokal antara perdesaan dan perkotaan.
Sasaran utama pembangunan perdesaan difokuskan kepada
pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan.
Pembangunan desa ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan
di desa dan mengurangi jumlah desa tertinggal dan terisolasi, serta
meningkatkan desa-desa berkembang dan desa mandiri.
Sedangkan pembangunan kawasan perdesaan ditujukan untuk
memperluas dan mendiversifikasikan kegiatan ekonomi masyarakat
desa, mendorong terjadinya industrialisasi perdesaan berbasis usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi, serta mengembangkan kegiatan
pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) yang berkelanjutan oleh
masyarakat desa berbasis ketahanan sosial-ekonomi dan ekologi
perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan perdesaan tahun
2015-2019 dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1. Perwujudan konektivitas antara kota sedang dan kota kecil,
antara kota kecil dan desa, serta antar pulau
a) Mempercepat pembangunan sistem, sarana dan
prasarana transportasi yang terintegrasi antara laut,
darat, dan udara untuk memperlancar arus barang, jasa,
penduduk, dan modal;
b) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi
antar wilayah;
c) Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan industri.
2. Perwujudan keterkaitan antara kegiatan ekonomi hulu dan
hilir desa-kota melalui pengembangan klaster khususnya
agropolitan, minapolitan, pariwisata, dan transmigrasi.
a) Meningkatkan hasil pertanian dan perikanan, serta
mengembangkan industri pengolahannya yang berbasis
koperasi dan usaha kecil dan menengah.
b) Menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang
kegiatan agribisnis di sektor pertanian dan
perikanan/kelautan serta pengembangan kawasan
pariwisata.
c) Mengembangkan lembaga keuangan di daerah untuk
meningkatkan akses terhadap modal usaha khususnya di
sektor pertanian dan perikanan/kelautan serta sektor lain
yang mendukung.
23. 22 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
d) Menerapkan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan
nilai tambah dan daya saing industri pengolahan dan jasa.
3. Peningkatan tata kelola ekonomi lokal yang berorientasi
kepada keterkaitan desa-kota
a) Mengembangkan sistem perdagangan antar daerah yang
efisien;
b) Meningkatkan peran Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
daerah;
c) Mengembangkan kerjasama antar daerah khususnya di
luar Jawa-Bali dan kerjasama pemerintah-swasta;
d) Mengembangkan forum dialog antar stakeholder yang
mendorong perwujudan kerjasama;
e) Mengembangkan pendidikan kejuruan untuk memperkuat
kemampuan inovasi, dan kreatifitas lokal
1.4.2.3 Peningkatan Keterkaitan Perkotaan dan Perdesaan
Arah kebijakan peningkatan keterkaitan perkotaan dan
perdesaan difokuskan pada perwujudan Sistem Perkotaan Nasional
yang berperan sebagai Penghubung Kota-Desa (PKD), dengan
menghubungkan keterkaitan fungsional antara pasar dan kawasan
produksi. Dalam PKD ini terdapat suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan nilai dari komoditas barang dan jasa dari kawasan
sekitar (hinterland) perkotaan maupun perdesaan. Kebijakan tersebut
dijabarkan melalui strategi sebagai berikut:
1. Perwujudan Konektivitas antar Kota Sedang dan Kota
Kecil, dan antar Kota Kecil dan Desa sebagai Tulang
Punggung (Backbone) Keterhubungan Desa-Kota.
a) Mempercepat pembangunan sistem, sarana dan prasarana
di bidang transportasi, dan komunikasi untuk
memperlancar arus barang, jasa, penduduk, dan modal.
b) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
memfasilitasi perdagangan dan pertukaran informasi
antar wilayah.
c) Mempercepat pemenuhan suplai energi untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan industri.
2. Perwujudan Keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi Hulu
(upstream linkages) dan Kegiatan Ekonomi Hilir
(downstream linkages) Desa-Kota.
a) Mengembangkan industri kecil dan menengah yang
mengolah hasil pertanian/perikanan dan industri yang
berbasis koperasi dan usaha kecil dan menengah.
24. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 23
b) Menyediakan sarana dan prasarana termasuk informasi
pasar dan pemasaran dalam menunjang kegiatan
agribisnis dan industrialisasi perdesaan.
c) Mengembangkan lembaga keuangan daerah untuk
meningkatkan akses terhadap modal usaha di sektor
pertanian dan perikanan.
d) Menerapkan teknologi dan inovasi guna menerapkan
ekonomi hijau dan ekonomi kreatif sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah dan daya saing di industri
pengolahan.
e) Strategi perwujudan keterkaitan antara Kegiatan Ekonomi
Hulu dan Hilir tersebut di atas dapat dilakukan melalui
pengembangan agribisnis (agrowisata dan agroindustri),
pariwisata, dan transmigrasi.
3. Peningkatan Kapasitas Tata Kelola, Kelembagaan, dan
Masyarakat dalam Peningkatan Keterkaitan Kota-Desa
a) Menyediakan peraturan yang mendukung pergerakan
barang dan jasa antara desa-kota dan antar wilayah.
b) Menyederhanakan proses perijinan dan berusaha dengan
mengefektifkan peran lembaga Perijinan Terpadu Satu
Pintu di daerah guna meningkatkan iklim dunia usaha.
c) Mengembangkan kerjasama antar daerah dan kerjasama
pemerintah-swasta, serta mengembangkan forum-forum
yang mendorong perwujudan kerjasama.
d) Meningkatkan pendidikan formal dan informal untuk
memperkuat kemampuan inovasi, kreatifitas lokal serta
potensi keragaman sosial budaya untuk membangun daya
saing kota-desa.
25. 24 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
1.4.3 Pengembangan Daerah Tertinggal13 dan Kawasan
Perbatasan14
1.4.3.1 Pengembangan Daerah Tertinggal
Arah kebijakan percepatan pembangunan daerah tertinggal
difokuskan pada:
a. Upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar publik;
b. Pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan
infrastruktur penunjang konektivitas antara daerah
tertinggal dan kawasan strategis.
Strategi pengembangan daerah tertinggal sebagai berikut:
a. Pengembangan perekonomian masyarakat di daerah
tertinggal dalam rangka meningkatkan nilai tambah sesuai
dengan karakteristik, posisi strategis, dan keterkaitan
antarkawasan yang meliputi aspek infrastruktur,
manajemen usaha, akses permodalan, inovasi, dan
pemasaran;
b. Peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan daerah
tertinggal dengan kawasan strategis melalui pembangunan
sarana dan prasarana, seperti: peningkatan akses jalan,
jembatan, pelabuhan, serta pelayanan penerbangan
perintis dan pelayaran perintis;
c. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Iptek,
dan kapasitas tata kelola kelembagaan pemerintahan
daerah tertinggal, meliputi aspek peningkatan kapasitas
aparatur pemerintahan daerah, kelembagaan dan
keuangan daerah;
d. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk pelayanan publik dasar di daerah tertinggal,
terutama di bidang pendidikan, kesehatan, air minum,
transportasi, listrik, dan telekomunikasi;
13
Daerah Tertinggal adalah meliputi kabupaten yang masih dalam kategori tertinggal berdasarkan kriteria
ekonomi; SDM; infrastruktur; kapasitas keuangan daerah; aksesibilitas; dan karakteristik daerah.
14
Kawasan Perbatasan Negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis
berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Kawasan perbatasan negara meliputi
kawasan perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut termasuk pulau-pulau kecil terluar.
26. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 25
e. Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah
dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk daerah tertinggal yang sudah terentaskan.
f. Percepatan pembangunan wilayah Papua dan Papua Barat
yang diprioritaskan pada: (i) peningkatan tata kelola
pemerintah daerah, dan (ii) peningkatan kesejahteraan
masyarakat, melalui pengembangan ekonomi masyarakat
asli Papua, peningkatan pelayanan pendidikan dan
kesehatan yang menjangkau di kampong terisolir,
membuka akses infrastruktur di pegunungan tengah dan
wilayah terisolir Papua dan Papua Barat lainnya,
pemihakan putra-putri asli Papua dalam pendidikan
kedinasan dan pendidikan menengah, dan meningkatkan
kemampuan kelembagaan pemerintahan Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Papua dan Papua Barat.
1.4.3.2 Pengembagan Kawasan Perbatasan
Pengembangan kawasan perbatasan 2015-2019 difokuskan
pada 26 Pusat Kegiatan Strategis Nasional15 (PKSN) Kawasan
Perbatasan dan 187 lokasi prioritas (lokpri) perbatasan. Arah
kebijakan pengembangan kawasan perbatasan adalah mewujudkan
kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat,
berdaya saing, dan aman. Pendekatan pembangunan kawasan
perbatasan terdiri: (i) pendekatan keamanan (security approach), dan
(ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat (prosperity
approach).
Sehubungan dengan hal tersebut,strategi pengembangan
kawasan perbatasan diperlukan melalui:
a. Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan negara berdasarkan karakteristik wilayah,
potensi lokal, dan mempertimbangkan peluang pasar
negara tetangga dengan didukung pembangunan
infrastruktur transportasi, energi, sumber daya air, dan
telekomunikasi;
b. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang handal
serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
dalam memanfaatkan dan mengelola potensi lokal, untuk
15
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong
pengembangan kawasan perbatasan negara.
27. 26 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
mewujudkan kawasan perbatasan negara yang berdaya
saing;
c. Pembangunan konektivitas simpul transportasi utama
Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) dengan lokasi
prioritas (Kecamatan disekitarnya), Pusat Kegiatan Wilayah
(Ibukota Kabupaten), Pusat Kegiatan Nasional (Ibukota
Provinsi). Untuk kawasan perbatasan laut, pelayanan
transportasi laut perlu peningkatan kualitas dan intensitas
pelayanan. Konektivitas simpul transportasi juga didorong
untuk menghubungkan dengan negara tetangga. Membuka
akses transportasi darat, sungai, laut, dan udara di dalam
Lokasi Prioritas (Lokpri) dengan jalan/moda/dermaga non
status dan pelayanan keperintisan;
d. Transformasi kelembagaan lintas batas negara, yaitu
Costum, Immigration, Quarantine, Security (CIQS) menjadi
satu sistem pengelolaan yang terpadu;
e. Peningkatan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi
sarana-prasarana pengamanan perbatasan laut dan darat,
serta melibatkan peran aktif masyarakat dalam
mengamankan batas dan kedaulatan negara;
f. Penegasan batas wilayah negara di darat dan laut melalui
Pra-investigation, refixation, maintanance (IRM),
pelaksanaan IRM, penataan kelembagaan diplomasi
perundingan yang didukung oleh kelengkapan data/peta
dukung dan kapasitas peran dan fungsi kelembagaan yang
kuat; dan
g. Peningkatan kerjasama perdagangan (Border Trade
Aggreement) dan kerjasama pertahanan dan keamanan
batas wilayah dengan negara tetangga.
1.4.4 Penanggulangan Bencana
Untuk mengantisipasi risiko bencana yang sudah ada dan yang
berpotensi dimasa yang akan datang bila tidak dikelola/ diminimalisasi
akan dapat mengakibatkan terjadinya kemunduran dari pembangunan
yang sudah dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka arah
kebijakan didalam penanggulangan bencana adalah (1) mengurangi
risiko bencana; dan (2) meningkatkan ketangguhan menghadapi
bencana.
Strategi penanggulangan bencana dan risiko bencana adalah
sebagai berikut.
28. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 27
a. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam
pembangunan sektoral dan wilayah;
b. Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan
bencana di pusat dan daerah;
c. Penyediaan kajian dan peta risiko untuk perencanaan
pembangunan;
d. Penyusunan RPJMD dan RTRWP/K yang sensitif terhadap
risiko bencana;
e. Penyediaan dan operasionalisasi sistem peringatan dini;
f. Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan;
g. Pengembangan IPTEK dan pendidikan untuk membangun
budaya keselamatan terhadap bencana;
h. Perkuatan kapasitas manajemen penanggulangan bencana
pada fase pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana
dan peningkatan kapasitas aparatur dan masyarakat;
i. Partisipasi dan peranserta multi-pihak dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
j. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan;
k. Penurunan kerentanan terhadap bencana.
1.4.5 Pengembangan Tata Ruang Wilayah Nasional
Untuk mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan
wilayah, diperlukan landasan utama pembangunan, yaitu: penataan,
pemanfaatan dan pengendalian tata ruang yang ditujukan untuk
pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Acuan untuk pengembangan
tata ruang wilayah nasional mengacu pada PP No. 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Adapun arah kebijakan pengembangan tata ruang wilayah
nasional adalah sebagai berikut:
a) Kebijakan terkait pengembangan struktur tata ruang:
peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan
berhierarki;
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan
jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi,
energi, dan sumber daya air yang terpadu dan
merata di seluruh wilayah nasional;
b) Kebijakan terkait pengembangan pola ruang:
29. 28 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
lingkungan hidup
pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup
pengendalian perkembangan kegiatan budidaya
agar tidak melampaui daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan
dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
melestarikan keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi
perlindungan kawasan, melestarikan keunikan
bentang alam, dan melestarikan warisan budaya
nasional;
pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan
dalam pengembangan perekonomian nasional yang
produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam
perekonomian internasional;
pengembangan kawasan tertinggal untuk
mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan
antarkawasan.
Strategi yang diuraikan di bawah hanya mencakup strategi
untuk pengembangan struktur ruang khususnya terkait dengan
peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasaran; dan
strategi untuk pengembangan pola ruang khususnya pengembangan
kawasan lindung, dan strategi pengendalian perkembangan kegiatan
budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan,
serta strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup. Sedangkan strategi untuk pengembangan
kebijakan lainnya dipertimbangkan dalam perumusan pengembangan
strategi-strategi pengembangan kawasan strategis, daerah tertinggal,
daerah perbatasan, kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan.
Untuk melaksanakan arah kebijakan pengembangan tata ruang
wilayah nasional tersebut, maka strategi pengembangan tata ruang
wilayah sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas dan Jangkauan Pelayanan Jaringan
Prasarana, meliputi:
a) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat,
laut, dan udara;
30. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 29
b) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi
terutama di kawasan terisolasi;
c) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan
energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal
serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan
tenaga listrik;
d) meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta
mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya
air;
e) meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak
dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa
minyak dan gas bumi nasional yang optimal.
2. Pemeliharaan dan Perwujudan Kelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup, meliputi:
a) menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
b) mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu
wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30 persen dari
luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
c) mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan
lindung yang telah menurun akibat pengembangan
kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
3. Pencegahan Dampak Negatif Kegiatan Manusia Terhadap
Kerusakan Lingkungan Hidup, meliputi:
a) menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup;
b) melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan
perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan
oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c) melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
dibuang ke dalamnya;
d) mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara
langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan
sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan
hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan
yang berkelanjutan;
31. 30 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
e) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa
kini dan generasi masa depan;
f) mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber
daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya;
g) mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai
daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.
4. Pengendalian Perkembangan Kegiatan Budi Daya Sesuai Daya
Dukung dan Daya Tampung Lingkungan, meliputi:
a) membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun
di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi
kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
b) mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar
dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara
vertikal dan kompak;
c) mengembangkan ruang terbuka hjau dengan luas paling
sedikit 30 persen (tiga puluh persen) dari luas kawasan
perkotaan;
d) membatasi perkembangan kawasan terbangun di
kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk
mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan
sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi
kawasan perdesaan di sekitarnya. mengembangkan
kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan
keberadaan pulau-pulau kecil.
5. Pelestarian dan Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung
Lingkungan Hidup, meliputi:
a) menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi
lindung;
b) mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis
nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
c) membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan
strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi
lindung kawasan;
d) membatasi pengembangan prasarana dan sarana di
32. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 31
dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional yang
dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya;
e) mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di
sekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi
sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan
lindung dengan kawasan budi daya terbangun;
f) merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun
akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di
dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional.
1.4.6 Tata Kelola Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah
Tata kelola pemerintah daerah dan otonomi daerah memiliki
arah kebijakan dan strategi sebagai berikut:
1. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah Daerah
a) Penataan kewenangan
Adapun arah kebijakan penataan kewenangan adalah
meningkatkan kualitas dan sinkronisasi penataan
kewenangan antar level pemerintahan. Strategi yang
dilakukan adalah: (a) Penguatan regulasi dan kebijakan
penataan kewenangan; (b) Penguatan peran gubernur
melalui sebagai wakil Pemerintah Pusat; dan (c)
Formulasi desentralisasi Asimetris dalam penataan
kewenangan.
b) Harmonisasi peraturan perundangan
Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan
kualitas harmonisasi peraturan perundangan sektoral
dan investasi dengan peraturan perundangan daerah.
Strategi yang dilakukan adalah (a) Pembinaan dan
fasilitasi peningkatan kapasitas pelaku penyusun Perda
dan (b) Fasilitasi peningkatan kapasitas pemerintahan
provinsi dalam evaluasi dan harmonisasi peraturan
daerah.
c) Penataan daerah
Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan
kualitas penataan DOB serta “penundaan” pemekaran
DOB. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan
regulasi dan kebijakan penataan daerah; (b)
Pengembangan pedoman daerah persiapan,
33. 32 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
penggabungan serta penghapusan daerah; dan (c)
Peningkatan kapasitas DOB.
d) Sinergi perencanaan dan penganggaran
Adapun arah kebijakannya adalah meningkatkan sinergi
perencanaan dan penganggaran untuk efektifitas dan
efesiensi serta pemerataan pelaksanaan pembangunan
di daerah. Strategi yang dilakukan adalah: (a) Penguatan
regulasi sinergi perencanaan dan penganggaran; dan (b)
Perbaikan mekanisme perencanaan, khususnya
Musrenbang.
e) Inovasi dan Pelayanan Publik
Arah kebijakan inovasi dan pelayanan publik yaitu
perbaikan kualitas pelayanan publik yang semakin
merata agar mampu mendukung percepatan
kesejahteraan masyarakat dan peningkatan daya saing
daerah. Strategi terkait inovasi dan pelayanan public
meliputi: (a) Optimalisasi pemanfataan teknologi
informatika guna menciptakan pelayanan yang lebih
cepat, murah dan efisien; (b) Penerapan standar
pelayanan dan sistem pengaduan pada tiap pemerintah
daerah yang terintegrasi dengan manajemen kinerja;
dan (c) Penguatan peran PTSP sebagai sarana
penyederhanaan pelayanan kepada masyarakat dan
dunia usaha.
2. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah
a) Penguatan Aparatur Pemerintah Daerah
Arah kebijakan terkait isu penguatan aparatur
pemerintah daerah yaitu percepatan penerapan
Undang-undang Aparatur Sipil Negara dalam rangka
menjamin tersedianya aparatur pemerintah daerah yang
profesional, memiliki integritas, dan terdistribusikan
secara merata di berbagai daerah sesuai dengan beban
kerja masing-masing daerah. Strategi turunan arah
kebijakan tersebut yaitu penguatan mutu pendidikan
dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai arah dan
prioritas pembangunan daerah.
34. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 33
b) Reformasi Birokrasi
Arah kebijakan Reformasi Birokrasi aparatur
pemerintah daerah yaitu percepatan reformasi birokrasi
pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan tata
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dari
korupsi dan kolusi. Untuk mewujudkan percepatan
reformasi birokrasi tersebut strategi yang dilakukan
yaitu penguatan transparansi dan pemberdayaan peran
masyarakat dalam memperkuat sistem akuntabilitas
pemerintah daerah sebagai sarana percepatan
pemberantasan korupsi.
3. Peningkatan Kapasitas Keuangan Daerah
a) Kualitas belanja pemerintah daerah
Adapun arah kebijakannya adalah Meningkatkan
belanja pemerintah daerah yang berkontribusi
signifikan terhadap pembangunan. Strategi yang
dilakukan adalah: (a) Peningkatan proporsi belanja
modal; (b) Pengurangan rasio belanja pegawai
terhadap total belanja; (c) Pengembangan variasi
pendanaan untuk belanja infrastruktur di daerah, antara
lain melalui skema hibah, pinjaman, dan skema obligasi;
dan (d) Peningkatan akuntabilitas dan transparansi
penganggaran, salah satunya melalui penciptaan
informasi anggaran pemerintah daerah melalui e-
government. Peningkatan kualitas yang kerjasama
daerah dalam upaya peningkatan pelayanan publik di
daerah.
b) Mekanisme monitoring dan evaluasi dana transfer
- Arah kebijakannya adalah Penyempurnaan Kebijakan
Dana Transfer ke Daerah melalui strategi
penyempurnaan revisi UU No.33 tahun 2004 dan
regulasi turunan yang terkait.
- Arah kebijakannya adalah penguatan mekanisme
monitoring dan evaluasi dana transfer melalui strategi
yang dilakukan meliputi: (a) Penataan mekanisme
monitoring dan evaluasi dana transfer yang terintegrasi
di tingkat provinsi secara on-line; (b) Penerapan skema
evaluasi dan penetapan alokasi dana transfer sesuai
35. 34 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
kinerja dalam sistem transfer yang ada saat ini; dan (c)
Penataan mekanisme dalam proses monitoring dana
transfer Otsus melalui pelibatan aktif masyarakat.
4. Pelaksanaan Otonomi Khusus
Adapun arah kebijakannya adalah penguatan pelaksanaan
Otonomi Khusus bagi kemajuan pembangunan daerah dan
kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan yang
ditempuh antara lain adalah: (a) Perbaikan kerangka
peraturan perundangan mengenai Otonomi Khusus; dan (b)
Penguatan tranparansi dan akuntabilitas kebijakan dan
pengelolaan keuangan Daerah.
1.5 Kaidah Pelaksanaan Pengembangan Wilayah
1.5.1 Sinergi Pusat-Daerah dan Kerjasama Antardaerah
Salah satu faktor terpenting dalam sinergi pusat dan daerah
adalah terwujudnya sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang dirumuskan perlu
memperhatikan dan menampung aspirasi daerah, serta mengutamakan
penyelesaian permasalahan secara nyata di daerah. Selain itu, sinergi
kebijakan juga dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu
memahami dan melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dengan
efisien dan efektif; serta mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut
dengan berbagai sumber daya yang tersedia.
Sinergi kebijakan pembangunan antara pusat dan daerah dan
antardaerah diperlukan untuk: (1) memperkuat koordinasi
antarpelaku pembangunan di pusat dan daerah; (2) menjamin
terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah; (3) menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan, baik di Pusat maupun di Daerah; (4)
mengoptimalkan partisipasi masyarakat di semua tingkatan
pemerintahan; serta (5) menjamin tercapainya penggunaan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Upaya bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
dapat dilakukan antara lain: (1) sinergi berbagai dokumen
perencanaan pembangunan (RPJP dan RPJPD, RPJM dan RPJMD, RKP
dan RKPD); (2) sinergi dalam penetapan target pembangunan; (3)
standarisasi indikator pembangunan yang digunakan oleh
kementerian/lembaga dan satuan perangkat kerja daerah; (4)
pengembangan database dan sistem informasi pembangunan yang
36. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 35
lengkap dan akurat; (5) sinergi dalam kebijakan perijinan investasi di
daerah; dan (6) sinergi dalam kebijakan pengendalian tingkat inflasi.
Sinergi dalam perencanaan kebijakan pembangunan pusat dan
daerah baik lima tahunan maupun tahunan akan dilaksanakan dengan
mengoptimalkan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di semua tingkatan pemerintahan
(desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional)
sehingga terwujud sinkronisasi antara kebijakan, program dan
kegiatan antarsektor, antarwaktu, antarwilayah, dan antara pusat dan
daerah. Selain itu, Musrenbang juga diharapkan dapat lebih mendorong
terciptanya proses partisipasi semua pelaku pembangunan dan
berkembangnya transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
1.5.2 Kerangka Pendanaan
Sinergi Pusat-Daerah dilaksanakan selaras dengan upaya
penataan dan penguatan kerangka perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Salah satu kebijakan
RPJMN 2015-2019 adalah restrukturisasi dan penataan instrumen
pendanaan melalui transfer ke daerah termasuk dana alokasi umum
(DAU), dana alokasi khusus (DAK) dan dana bagi hasil (DBH) yang
secara keseluruhan disebut dana perimbangan (DP); serta dana
otonomi khusus (Dana Otsus) untuk menjaga harmonisasi kepentingan
nasional dan kebutuhan daerah.
Dalam lima tahun mendatang pengelolaan dana perimbangan
dan dana otonomi khusus diarahkan untuk: (1) meningkatkan
kapasitas fiskal daerah dan mengurangi kesenjangan fiskal antara
pusat dan daerah, serta antar daerah; (2) menyelaraskan besaran
kebutuhan pendanaan di daerah dengan pembagian urusan
pemerintahan; (3) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah
dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4)
meningkatkan daya saing daerah; (5) mendukung kesinambungan
fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; (6)
meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi
daerah; (7) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya
nasional; dan (8) meningkatkan sinkronisasi antara rencana
pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pemanfaatan DAU
langkah yang akan dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
antara lain adalah untuk: (1) mewujudkan seutuhnya fungsi DAU
sebagai block grant belanja publik pemda menurut kewenangan; (2)
menyusun formulasi DAU secara komprehensif yang mampu
37. 36 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
menggambarkan seluruh fungsi daerah dalam menunjang keutuhan
nasional, serta memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah
dengan beban nasional seperti pusat prasarana vital dan strategis,
pusat investasi, kawasan hutan lindung dan wilayah perbatasan yang
belum diakomodasi dalam aspek legal.
Dalam upaya meningkatkan efektivitas pelaksanaan DAK,
langkah yang akan ditempuh Pusat-Daerah antara lain adalah: (1)
sinergi perencanaan DAK antara kementerian/lembaga dan satuan
kerja perangkat daerah agar pengelolaan dan pemanfaatan DAK benar-
benar mendorong peningkatan pelayanan publik di daerah dan
mendukung pencapaian prioritas nasional; (2) memberi kewenangan
kepada Gubernur dalam pelaksanaan DAK sehingga masuk dalam
APBD, serta menjamin efektivitas program dan kelancaran pelaporan;
dan (3) sinkronisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang
dikeluarkan kementerian/lembaga agar sesuai dengan kebutuhan
daerah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan DBH dan
mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemda,
langkah yang akan ditempuh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah
Daerah dalam lima tahun mendatang adalah: (1) menjamin
keterbukaan informasi dan data dari pusat kepada daerah; dan (2)
mempercepat penyaluran DBH sumber daya alam.
Dalam rangka menjamin efektivitas pengelolaan dan
pemanfaatan dana dekonsentrasi untuk mencapai prioritas
pembangunan nasional, memperkuat kapasitas pemerintah daerah,
dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
di daerah, maka langkah yang akan ditempuh dalam lima tahun
mendatang adalah (1) mempertegas kerangka organisasi dan personil
pelaksana pemanfaatan dana dekonsentrasi; (2) sinkronisasi
perencanaan program antara kementerian/lembaga dan satuan kerja
perangkat daerah; dan (3) penentuan sasaran fungsional program
secara bersama.
Selain itu, dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan
pendanaan pembangunan daerah, maka dapat dilakukan dengan
peningkatan Kerjasama Pemerintah – Swasta (KPS), penerbitan
obligasi daerah, dan peningkatan kinerja BUMD.
1.5.3 Kerangka Regulasi
Sinergi dalam kerangka regulasi diarahkan untuk mendorong
harmonisasi peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan
38. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 37
Presiden, dan Peraturan Menteri dalam mendukung pelaksanaan
program dan kegiatan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Selain
itu, sinergi juga diarahkan untuk meningkatkan kesepahaman,
kesepakatan dan ketaatan dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan peraturan perundang-
undangan di daerah baik Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota harus harmonis dan sinkron
dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional baik
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
Peraturan Menteri.
Sinergi pusat dan daerah antara lain dilakukan dengan: (1)
konsultasi dan koordinasi secara lebih efektif dalam penyusunan
peraturan perundangan; (2) pembentukan forum koordinasi lintas
instansi dalam rangka harmonisasi peraturan perundangan: baik
penyusunan peraturan baru maupun review atas peraturan yang sudah
ada; dan (3) fasilitasi proses legislasi guna mengurangi jumlah Perda
yang bermasalah.
1.5.4 Kerangka Kelembagaan
Sinergi Pusat-Daerah dalam bidang pemerintahan akan
diarahkan untuk memperbaiki tata kelola kelembagaan pemerintahan
daerah dan meningkatkan kapasitas aparatur daerah. Dalam upaya
memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah, upaya yang akan
dilakukan dalam lima tahun mendatang diarahkan mempercepat
reformasi organisasi perangkat daerah agar mampu menyelenggarakan
urusan pemerintahan secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan
mutu dan jangkauan publik pelayanan sesuai standar pelayanan
minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, melaksakan
kaidah penyelenggaraan pemerintahan yang baik; serta meningkatkan
daya saing daerah. Sementara, upaya peningkatan kapasitas aparatur
daerah diarahkan untuk menjadi aparatur yang lebih handal, kompeten
dan profesional dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah.
Sinergi Pemerintah Pusat-Daerah yang akan dilakukan dalam
lima tahun mendatang adalah: (1) menata dan menyempurnakan
pengaturan kewenangan antartingkat pemerintahan sebagai dasar
penetapan kinerja dan alokasi anggaran dengan penerapan anggaran
berbasis secara bertanggung jawab; (2) mengendalikan pemekaran
daerah dan memantapkan pengelolaan daerah otonom dengan tetap
mengutamakan harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan
daerah dan rentang kendali manajemen yang ideal: serta (3)
meningkatkan kapasitas aparatur yang mampu menjembatani
39. 38 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
kepentingan nasional dan daerah serta kerjasama antardaerah.
Sinergi dalam kerangka regulasi diarahkan untuk mendorong
harmonisasi peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan
Presiden, dan Peraturan Menteri dalam mendukung pelaksanaan
program dan kegiatan yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Selain
itu, sinergi juga diarahkan untuk meningkatkan kesepahaman,
kesepakatan dan ketaatan dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan peraturan perundang-
undangan di daerah baik Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota harus harmonis dan sinkron
dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional baik
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
Peraturan Menteri. Sinergi pusat dan daerah antara lain dilakukan
dengan: (1) konsultasi dan koordinasi secara lebih efektif dalam
penyusunan peraturan perundangan; (2) pembentukan forum
koordinasi lintas instansi dalam rangka harmonisasi peraturan
perundangan: baik penyusunan peraturan baru maupun review atas
peraturan yang sudah ada; dan (3) fasilitasi proses legislasi guna
mengurangi jumlah Perda yang bermasalah.
40. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 1
BAB 2
ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA
2.1 Capaian Kinerja Saat Ini
1. Berdasarkan data BPS dari tahun 2009 hingga Triwulan II tahun
2014, kinerja pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah Papua
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi dengan migas Wilayah Papua selama
kurun waktu 2009 – 2013 sebesar 9,6 persen (dengan migas)
atau diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,9
persen. Namun demikian, peranan Wilayah Papua dalam
pembentukan PDB nasional mengalami penurunan dari 2,0
persen (2009) menjadi 1,6 persen (Triwulan II 2014).
2. Pemerintah Provinsi di Wilayah Papua telah cukup berhasil
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin dari tahun 2009
hingga 2014 (Maret), namun masih berada di atas angka
kemiskinan nasional sebesar 14,15 persen (2009) dan 11,25
persen (Maret 2014). Demikian halnya dengan pencapaian
tingkat pengangguran terbuka (TPT), Pemerintah Provinsi di
Wilayah Pulau juga telah berhasil menurunkan TPT dan sudah di
bawah TPT nasional sebesar 7,87 persen (2009) dan 5,70
persen (Feb, 2014).
3. Dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka di
Wilayah Papua ini masih perlu ditingkatkan. Hal ini
diindikasikan dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
di Wilayah Papua masih berada di bawah rata-rata IPM nasional
sebesar 71,76 (2009) dan 73,81 (2013). Namun demikian, dari
tahun ke tahun pada masing-masing provinsi mengalami
peningkatan nilai IPM.
4. Dari sisi distribusi pendapatan antar golongan masyarakat,
seluruh provinsi di Wilayah Papua mengalami kenaikan
kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini diindikasikan
dengan meningkatnya angka Rasio Gini provinsi-provinsi di
Wilayah Papua yang cenderung meningkat pada tahun 2013
dibandingkan dengan tahun 2009 dan masih berada di atas rata-
rata rasio gini nasional 0,413 (2013). Ke depan, hal ini perlu
mendapatkan perhatian agar proses pembangunan terus lebih
melibatkan masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil
pembangunan tersebut dapat dinikmati secara merata oleh
masyarakat.
41. 2 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
2.2 Potensi dan Keunggulan Wilayah
Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia
dengan potensi sumber daya alam sangat besar di sektor
pertambangan, migas dan pertanian.
1. Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling
dominan adalah minyak, gas, dan tembaga. Pada tahun 2013,
sektor pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi
sebesar 33,56 persen untuk seluruh Wilayah Papua. Kontribusi
sektor ini di Wilayah Papua terpusat di Provinsi Papua yang
menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi sektor
pertambangan nasional. Dengan bertumpunya perekonomian
Wilayah Papua pada sektor pertambangan dan penggalian
menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan.
2. Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF
(Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45 persen dari
potensi cadangan gas bumi nasional. Sementara itu, cadangan
minyak bumi di Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB
atau sebesar 0,91 persen dari cadangan minyak bumi nasional
yang mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank
Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi di sekitar
Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar terdapat
di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.
3. Tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial
untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih
dari 45 persen cadangan tembaga nasional yang sebagian
eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten
Mimika). Cadangan bijih tembaga di Wilayah Papua
diperkirakan sekitar 2,6 milliar ton, sementara itu cadangan
logam tembaga hanya sekitar 25 juta ton. Bahan tambang dan
galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih nikel,
pasir besi, dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah
Merah, Jayapura. Sebagian besar dari sumber daya tersebut
masih dalam indikasi dan belum dieksploitasi. Penambangan
pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di tempat yang
sama dengan penambangan biji tembaga di Timika.
4. Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food & Energy
Estate) dialokasikan seluas 1,2 juta Ha yang terdiri dari 10
Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP). Empat Klaster
Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater
42. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 3
Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke.
Untuk jangka menengah (kurun waktu 2015 – 2019) diarahkan
pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian
tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan,
serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan
Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 –
2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi
pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perkebunan.
5. Dari sektor pertanian terutama perkebunan, Wilayah Papua
merupakan produsen kelapa sawit yang besar di Asia, yaitu
sebesar 7,80 persen per tahun lebih tinggi dibandingkan
Malaysia yang hanya sebesar 4,20 persen per tahun.
Perkebunan kelapa sawit di Wilayah Papua saat ini telah
memiliki 43 persen dari total produksi minyak mentah sawit
(Crude Palm Oil/CPO) dunia sehingga Indonesia dikenal sebagai
penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Investasi kelapa sawit
dalam skala besar dapat meningkatkan pendapatan pemerintah
untuk jangka pendek tetapi akan sedikit mempengaruhi proses
hilir dan pertumbuhan sektor lain dikarenakan keterbatasan
kemajuan dan kaitannya multiplier effect sektor ini. Selain
kelapa sawit, produksi perkebunan karet di Wilayah Papua
secara keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah
Papua mengalami peningkatan selama periode 2009-2013.
Pada tahun 2013, produksi karet di Wilayah Papua mencapai
2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi Papua
sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk
menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan
untuk produksi tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000
Ha atau 47 persen dari total lahan tebu di luar Pulau Jawa.
6. Berdasarkan data BPS tahun 2013, produksi tanaman pangan di
Wilayah Papua terdiri dari produksi jagung sebesar 9.107 ton
dari luas panen 4.255 ha, produksi padi mencapai 199.362 ton
dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai 5.219 ton
dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah
mencapai 2.693 ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi
sagu sebesar 7.319 ton dari luas panen 7.608 ha, dan produksi
ubi jalar mencapai 455.742 ton dari luas panen sebesar 34.100
ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai
51.120 ton dari luas panen 4.253 ha. Sedangkan untuk
peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah populasi terbesar
adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi ternak
babi terbesar di Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun
43. 4 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
2012. Secara umum, jumlah populasi untuk ternak, sebagian
besar terdapat di Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi
Papua Barat.
7. Selain pengembangan pertanian, Wilayah Papua juga memiliki
beberapa potensi pengembanganpariwisata terutama wisata
bahari yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara
maupun wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja
Ampat, Provinsi Papua Barat.
2.3 Tema Pengembangan Wilayah Papua
Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Papua, maka
tema besar pembangunan Wilayah Papua sebagai "lumbung pangan
melalui pengembangan industri berbasis komoditas padi, jagung,
kedelai, kacang tanah, sagu, ubi, sayur dan buah-buahan, serta
pengembangan peternakan dan tanaman non-pangan, seperti tebu,
karet, dan kelapa sawit; percepatan pembangunan ekonomi
berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan pariwisata
bahari; serta lumbung energi di Kawasan Timur Indonesia melalui
pengembangan minyak, gas bumi, dan tembaga."
2.4 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Wilayah Papua
Tujuan pengembangan Wilayah Papua tahun 2015-2019 adalah
mendorong percepatan dan perluasan pembangunan Wilayah Papua
dengan menekankan keunggulan dan potensi daerah melalui: (a).
pengembangan hilirisasi komoditas minyak, gas bumi dan tembaga,
(b). pengembangan industri berbasis komoditas padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, sagu, ubi, sayur dan buah-buahan, (c) peternakan dan
tanaman non-pangan, seperti tebu, karet, dan kelapa sawit, (d).
pengembangan pariwisata bahari, (e). penyediaan infrastruktur
wilayah, dan (f). peningkatan SDM dan Ilmu serta teknologi secara
terus menerus. Adapun sasaran pengembangan Wilayah Papua pada
tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka percepatan dan perluasan pengembangan
ekonomi Wilayah Papua, akan dikembangkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi di koridor ekonomi dengan
memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasuk
diantaranya adalah pengembangan 1 Kawasan Industri, 1
MIFEE, 1 Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET),
11 Kawasan Perhatian Investast (KPI).
2. Sementara itu, untuk menghindari terjadinya kesenjangan
antar wilayah di Wilayah Papua, maka akan dilakukan
44. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 5
pembangunan daerah tertinggal dengan sasaran sebanyak 9
Kabupaten tertinggal dapat terentaskan dengan sasaran
outcome: (a) meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di
daerah tertinggal menjadi 9,5 persen di tahun 2019; (b)
menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal
menjadi 18 persen di tahun 2019; (c) meningkatnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar 68,3
pada tahun 2019.
3. Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan
perkotaan di Papua, maka akan dilakukan optimalisasi peran 2
kota otonom berukuran sedang sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi, pusat pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua
dan Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
sekaligus sebagai pendukung pengembangan kawasan
perbatasan negara.
4. Sesuai dengan amanat UU 6/2014 tentang Desa, maka akan
dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran
berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 340 desa atau
meningkatnya jumlah desa mandiri sedikitnya 140 desa.
5. Meningkatkan keterkaitan desa-kota, dengan memperkuat 4
pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
6. Dalam rangka mewujudkan kawasan perbatasan sebagai
halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan
aman, maka akan dikembangkan 3 Pusat Kegiatan Strategis
Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan
perbatasan negara yang dapat mendorong pengembangan
kawasan sekitarnya.
7. Untuk meningkatkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Wilayah
Papua ditunjukkan dengan: (1) Meningkatnya proporsi
penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 10% untuk
propinsi dan 8% untuk kabupaten/kota; (2) Meningkatnya
proporsi belanja modal dalam APBD propinsi sebesar 35% dan
untuk Kabupaten/Kota sebesar 35% pada tahun 2019 serta
sumber pembiayaan lainnya dalam APBD; (3) Meningkatnya
jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian (WTP) sebanyak 2 provinsi dan 8 kabupaten/kota
di wilayah Papua; (4) Meningkatnya kualitas dan proporsi
tingkat pendidikan aparatur daerah untuk jenjang S1 sebesar
50% dan S2-S3 sebesar 5%; (5) Terlaksananya diklat
kepemimpinan daerah serta diklat manajemen pembangunan,
kependudukan, dan keuangan daerah di seluruh wilayah Papua
45. 6 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
sebesar 30 angkatan; (6) Terlaksananya evaluasi otsus dan
pembenahan terhadap kelembagaan, aparatur, dan pendanaan
pelaksanaan otsus; (7) Terlaksananya sinergi perencanaan dan
penganggaran di wilayah Papua (dengan proyek awal Provinsi
Papua); (8) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di
daerah, khususnya pada pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur; (9) Meningkatnya persentase jumlah PTSP
sebesar 40%; (10) Terlaksananya koordinasi pusat dan daerah
melalui peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah;
(11) terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi dana
transfer secara on-line di wilayah Papua; (12) Terlaksananya
penguatan kelembagaan Badan Percepatan Pembangunan
Kawasan Papua dan Papua Barat.
8. Sasaran penanggulangan bencana adalah mengurangi Indeks
Risiko Bencana di Wilayah Papua pada 2 (dua) PKN terdiri dari
Kota Sorong dan Kota Jayapura; 4 (empat) PKW terdiri dari
Kota Manokwari, Kabupaten Nabire yang merupakan bagian
wilayah KAPET Biak; Kabupaten Merauke sebagai MIFFEE
Merauke dan Kabupaten Sarmi, serta Kabupaten Raja Ampat
sebagai kawasan minapolitan dan pariwisata yang memiliki
indeks risiko bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai
KAPET, KSN, atau PKSN.
Sehubungan dengan sasaran tersebut, diharapkan pada akhir
tahun 2019, pembangunan Wilayah Papua semakin meningkat. Hal ini
dicerminkan dengan makin meningkatnya kontribusi PDRB Wilayah
Papua terhadap PDB Nasional, yaitu dari sekitar 1,8 persen (2014)
menjadi 2,6 persen. Dengan demikian, kondisi tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Wilayah Papua.
Secara rinci target pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan
pengangguran dalam kurun waktu 2015-2019 di Wilayah Papua dapat
dilihat pada Tabel 2.1 sampai dengan Tabel 2.3 sebagai berikut.
46. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 7
TABEL 2.1
SASARAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH
PAPUA PER PROVINSI
TAHUN 2015-2019
Provinsi
Pertumbuhan Ekonomi (persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Papua 14,0 – 14,3 14,7 - 15,3 16,2 – 17,2 16,9 – 18,3 16,9 - 18,6
Papua Barat 7,8 – 8,0 10,1 – 10,5 14,3 – 15,1 15,8 – 17,1 15,8 – 17,4
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2014
TABEL 2.2
SASARAN TINGKAT KEMISKINAN WILAYAH PAPUA PER PROVINSI
TAHUN 2015-2019
Provinsi
Tingkat Kemiskinan (persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Papua 23,4 – 22,9 22,1 – 21,2 19,6 – 18,4 17,1 – 15,8 13,4 – 12,1
Papua Barat 28,2 – 27,6 26,8 – 25,7 23,9 – 22,5 21,0 – 19,4 16,6 – 15,0
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2014
TABEL 2.3
SASARAN TINGKAT PENGANGGURAN WILAYAH PAPUA PER PROVINSI
TAHUN 2015-2019
Provinsi
Tingkat Pengangguran (persen)
2015 2016 2017 2018 2019
Papua 5,5 – 5,4 5,3 – 5,1 5,1 – 4,8 4,9 – 4,5 4,7 – 4,2
Papua Barat 2,9 – 2,8 2,8 – 2,6 2,6 – 2,5 2,9 – 2,6 2,4 – 2,2
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2014
47. 8 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
2.5 Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Papua
2.5.1 Pengembangan Kawasan Strategis
Pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi di Kawasan
Papua difokuskan pada pengembangan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) Biak, Merauke Integrated Food and Energy
Estate (MIFEE), Kawasan Perdagangan Internasional Skouw Kota
Jayapura, Kawasan Industri Bongrang, Kawasan Industri Tembaga
Timika, Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) Wamena Kabupaten
Jayawijaya dan usulan KEK di Provinsi Papua Barat dengan fokus
industri petrokimia dan pengembangan industri pengolahan
pertambangan mineral, yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Arah kebijakan pengembangan kawasan strategis bidang
ekonomi dilakukan melalui pengembangan untuk meningkatkan
infrastruktur dasar, pengembangan sumber daya manusia, dan
meningkatkan konektivitas menuju dan dalam kawasan-kawasan
strategis tersebut. Percepatan pembangunan kawasan strategis di
Wilayah Papua dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
1. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi
Wilayah Papua
Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis erat
kaitanya dengan memberdayakan masyarakat berbasis potensi
ekonomi wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan
daya saing komoditas unggulan.
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri
(KI)
a) Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak-
gas, pengolahan pertambangan mineral di papua bagian
barat, pertanian/perkebunan, dan hasil laut.
b) Pengembangan kawasan industri petrokimia di Papua
bagian barat.
c) Pembangunan Smelter di Kabupaten Mimika.
b. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
a) Pengembangan pengelolaan KAPET Biak dengan fokus
komoditas perikanan, rumput laut, dan pariwisata
(bahari, budaya, sejarah);
b) Percepatan pembangunan kawasan ekonomi lokal Papua
berbasis kesatuan adat, meliputi (1) Wilayah Mamta
48. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 9
dengan pusat pertumbuhan di Jayapura, dan fokus
industri pengolahan komoditas sagu, kakao, kelapa dalam,
pariwisata kawasan wisata Danau Sentani; (2) Wilayah
Saireri dengan pusat pertumbuhan di Biak, dan fokus
industri pengolahan komoditas rumput laut, perikanan
tangkap, udang, teripang, kelapa dalam, produk kayu
rakyat, kawasan wisata bahari Padaido; (3) Wilayah La
Pago dengan pusat pertumbuhan di Wamena, dan fokus
industri komoditas buah merah, kopi, ubi-ubian, ternak
babi, wisata budaya; (4) Wilayah Me Pago dengan pusat
pertumbuhan di Timika, dan fokus industri pengolahan
komoditas Sagu, Kopi, Buah Merah, Kepiting, Emas, Batu
Bara, Kayu Rakyat, Perikanan Air Tawar; (5) Wilayah
Anim Ha dengan pusat pertumbuhan di Merauke, dan
fokus industri pengolahan komoditas pengolahan karet,
minyak kayu putih, padi, perikanan tangkap, pengolahan
perikanan;
c) Pengembangan sentra-sentra produksi industri rakyat di
lima kawasan berbasis adat untuk memenuhi kebutuhan
input kegiatan produksi (saprodi);
d) Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri
komoditas sagu;
e) Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi kecil dan
menengah guna mendukung potensi sektor pariwisata,
terutama industri kreatif dan makanan olahan khas
wilayah KAPET Biak, Jayapura, Merauke, Sorong,
Manokwari, Fak-fak, dan Wamena;
f) Pembinaan terhadap mutu produk usaha kecil dan
menengah di KAPET Biak.
2. Percepatan Penguatan Konektivitas
Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya
meliputi:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri
(KI)
a) Penyelesaian pembangunan ruas-ruas jalan strategis
nasional sesuai Peraturan Presiden RI No. 40 Tahun 2013
tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam
Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat;
b) Percepatan pembangunan jaringan kereta api untuk
49. 10 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
mengatasi keterisolasian dan kemahalan di pegunungan
tengah;
c) Konektivitas Kawasan MIFEE di Merauke dan sekitarnya
(Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten
Boven Digoel);
d) Konektivitas Kawasan Industri Arar, Kawasan
Peternakan (Salawati, Bomberai, Kebar), dan lumbung
pangan Sorong Selatan, yang terhubungkan dengan Kota
Sorong dan Manokwari;
e) Percepatan penyediaan sumber energi berupa
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Urumuka,
Mamberamo, Baliem, dan Orya;
f) Pengembangan pelabuhan Sorong, Merauke, Pomako;
penambahan kapasitas kargo Pelabuhan Laut Pomako di
Timika, pengembangan pelabuhan terminal agribisnis,
pergudangan, dan pelabuhan ekspor-impor Depapre di
Jayapura, serta pelabuhan ekspor Serapuh dan Wogikel di
Merauke.
b. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
a) Pengembangan konektivitas darat, laut, maupun udara
pusat KAPET Biak Numfor dengan daerah penyangga
sekitarnya yaitu Nabire, Kepulauan Yapen, Waropen, dan
Supiori;
b) Pengembangan konektivitas darat, laut, maupun udara di
kawasan berbasis adat (Mamta, Saireri, La Pago, Me Pago,
Anim Ha);
c) Peningkatan kapasitas bandara yang melayani rute daerah
tertinggal, terpencil, dan terisolir (Waghete, Mopah,
Wamena, Kambuaya, Mozes Kilangin, Mindiptana).
3. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kapasitas
kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah dilakukan dengan
strategi:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri
(KI)
a) Pembinaan kelembagaan untuk mendukung pengelolaan
kawasan yang berdaya saing;
b) Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun
peraturan pemanfaatan lahan ulayat bersama
50. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 11
masyarakat adat untuk memberikan kemudahan
investasi.
c) Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi
unggulan di bidang industri petrokimia dan pengolahan
pertambangan mineral, pertanian, perkebunan MIFEE
Merauke, kawasan industri Arar, kawasan peternakan
Bomberai, Kebar dan Salawati;
d) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai
sarana peningkatan kualitas SDM kawasan.
b. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
a) Restrukturisasi kelembagaan dan peningkatan kualitas
SDM Badan Pengelola KAPET Biak, pengelola kawasan
MIFEE di Merauke, dan pengelola Kawasan Arar;
b) Memberikan pelatihan dan pembinaan terhadap
masyarakat Papua untuk meningkatkan nilai tambah
komoditas di kawasan berbasis kesatuan adat;
c) Menyiapkan SDM yang memiliki kompetensi untuk
mengelola komoditas unggulan KAPET Biak dan
kawasan ekonomi berbasis kesatuan adat Papua;
d) Peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP) untuk
mendapatkan akses sumber daya ekonomi;
e) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan
maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi.
4. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan
Iklim Usaha
Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Papua
diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi
berikut:
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri
(KI)
a) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan
karakteristik wilayah dan kompetitif, antara lain fasilitas
fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN dan
PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan diolah
dan digunakan di KEK;
b) Penetapan regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah
ulayat dalam rangka memudahkan investasi;
c) Pemetaan dan penegasan batas (deliniasi) hak ulayat
51. 12 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
khususnya pada kawasan strategis yang dikembangkan
sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi;
d) Sosialisasi kepada masyarakat adat dan investor terhadap
regulasi pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di
kawasan MIFEE dan kawasan industri Arar, kawasan
peternakan Bomberai, Kebar, dan Salawati;
e) Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara
Elektronik (SPIPISE) di bidang perizinan perindustrian,
perdagangan, pertanahan, dan penanaman modal di
Kawasan MIFEE dan Kawasan Industri Arar.
b. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
a) Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan iklim
investasi, diantaranya adalah PP. Nomor 147 Tahun 2000
Tentang Perlakuan Perpajakan di KAPET;
b) Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan instansi terkait kepada pengelola
kawasan strategis nasional dan kawasan-kawasan industri
lainnya;
c) Sosialisasi kepada masyarakat adat terhadap regulasi
pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di KAPET Biak
dan kawasan ekonomi berbasis kesatuan adat;
d) Pelibatan desa dan warga desa pemilik tanah adat sebagai
pemegang saham (shareholdings) dalam pelaksanaan
program-program investasi pembangunan perdesaan;
e) Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem
Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara
Elektronik (SPIPISE) di bidang perizinan perindustrian,
perdagangan, pertanahan di KAPET Biak dan MIFEE di
Merauke.
2.5.2 Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
2.5.2.1 Pengembangan Kawasan Perkotaan
Arah kebijakan pembangunan wilayah perkotaan di Wilayah
Papua difokuskan untuk membangun kota berkelanjutan dan berdaya
saing menuju masyarakat kota yang sejahtera berdasarkan karakter
fisik, potensi ekonomi dan budaya lokal. Untuk itu, strategi
pembangunan perkotaan tahun 2015-2019 adalah :
52. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 13
1. Perwujudan Sistem Perkotaan Nasional (SPN)
Perwujudan SPN merupakan langkah untuk meningkatkan
keterkaitan pembangunan kota, baik itu antar kota maupun
kota dengan desa serta pemenuhan fungsi kota itu sendiri.
Kondisi kota otonom di Papua (Sorong dan Jayapura) sudah
memenuhi standar, sehingga program diarahkan untuk
meningkatkan keterkaitan antar kota maupun kota-desa, yang
dilakukan dengan:
a. Mengembangkan 2 kota sedang di pulau Papua, yakni
Sorong dan Jayapura dalam rangka mempercepat
perannya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pusat
pelayanan primer, dan hub untuk Pulau Papua dan Pulau
Maluku dalam bentuk Pusat Kegiatan Nasional serta
sebagai pendukung pengembangan kawasan perbatasan
negara;
b. Mengembangkan kegiatan industri pengolahan untuk
mengembangkan ekonomi dan meningkatkan
keterkaitan dengan desa-kota sekitar.
c. Meningkatkan aksesibilitas antar PKN, PKW, dan PKL
disekitarnya melalui penyediaan simpul transportasi
khususnya simpul transportasi laut.
2. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan
(SPP) untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan
nyaman
a. Mempercepat pemenuhan dan peningkatan pelayanan
sarana prasarana permukiman sesuai dengan peran dan
tipologi kota serta kearifan lokal pulau Papua;
b. Meningkatkan aksesibilitas antar kota melalui
penyediaan sarana transportasi khususnya transportasi
laut termasuk penyeberangan yang didukung oleh
transportasi terpadu dan optimal sesuai dengan tipologi
dan kondisi geografis Kota Sorong dan Jayapura
c. Menyediakan pelayanan sarana dan tenaga terampil
kesehatan dan pendidikanyang mudah diakses
masyarakat;
53. 14 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
d. Mengembangkan sarana sosial budaya yang sesuai
dengan kearifan lokal;
e. Menyediakandan Meningkatkan sarana ekonomi,
khususnya di sektor perdagangan dan jasa serta dapat
mendukung pengembangan ekonomi kawasan
perbatasan dan pulau-pulau terluar;
f. Mendorong berkembangnya industri pengolahan yang
didukung oleh Pelabuhan Nasional Sorong dan Jayapura
sebagai pusat koleksi dan distribusi di Pulau Papua;
g. Meningkatkan keamanan kota melalui pencegahan,
penyediaan fasilitas dan sistem penanganan kriminalitas
dan konflik antar suku
3. Perwujudan Kota yang Berketahanan terhadap Iklim dan
Bencana
a. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap iklim
danbencana (urban resilience);
b. Membangun infrastruktur mitigasi terhadap bencana
alam yang dapatmelindungi aset-aset sosial ekonomi
masyarakat khususnya bencana banjir dan longsor;
c. Mengembangkan sistem peringatan dini termasuk
petunjuk tindakan yang harus dilakukan pada saat ada
peringatan;
4. Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Pembangunan Perkotaan
a. Meningkatkan kapasitas pemimpin kota yang visioner
dan kapasitas aparatur pemerintahmelalui
pendampingan, pembinaan, pelatihan dan penilaian
kinerja dalam merencanakan, membangun dan
mengelola kota berkelanjutan;
54. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 15
GAMBAR2.1
PETALOKASIPUSAT-PUSATPERTUMBUHANWILAYAHPAPUARPJMN2015-2019
55. 16 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
b. Meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan pemerintah kota melalui
pendampingan secara langsung dari pemerintah pusat;
c. Membangunpusat data dan informasi perkotaan terpadu
yang mudah diakses;
d. Meningkatkan peran swasta, organisasi masyarakat, dan
organisasi profesi secara aktif, dalam penyusunan
kebijakan perencanaan dan pembangunan Kota
Berkelanjutan;
e. Memperkuat peran lembaga daerah dan masyarakat
dalam mitigasi bencana daerah;
f. Merevitalisasi kelembagaan di pusat dan daerah untuk
Percepatan Pembangunan Kawasan Papua dan Papua
Barat.
2.5.2.2 Pengembangan Kawasan Perdesaan
Arah kebijakan pengembangan desa dan kawasan perdesaan di
Wilayah Papua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
(selanjutnya disebut kampung) dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana kampung, membangun potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan dengan sasaran berkurangnya jumlah kampung
tertinggal sedikitnya 340 kampung atau meningkatnya jumlah
kampung mandiri sedikitnya 140 kampung. Selain itu, membangun
keterkaitan ekonomi lokal antara perkotaan dan perkampungan
melalui integrasi perkampungan mandiri pada 4 kawasan
pertumbuhan, yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.5. Dalam
rangka percepatan pembangunan desa di Wilayah Papua akan
dilakukan:
1. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan
kondisi geografis Kampung
a. Membangun sarana dan prasarana dasar perumahan di
kawasan kampung tertinggal dan berkembang;
b. Membangun sarana dan prasarana pendidikan, khususnya
56. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 17
sekolah dasar dan sekolah menengah dengan
mempertimbangkan cakupan pelayanannya;
c. Menyediakan layanan puskesmas keliling dan membangun
puskesmas yang memiliki kelengkapan obat-obatan yang
cukup;
d. Meningkatkan distribusi tenaga pendidik dan tenaga
kesehatan khususnya di kampung-kampung terpencil;
e. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi, baik darat, air, maupun udara, khususnya
pada pembangunan bandara perintis;
f. Meningkatkan ketersediaan jaringan listrik (tenaga surya,
tenaga air, dll) dan jaringan telekomunikasi yang
menjangkau kampung terpencil, pulau-pulau, dan kampung
perbatasan.
2. Pengembangan kemiskinan dan pengembangan usaha
ekonomi Desa.
a. Meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah daerah
dalam memajukan ekonomi masyarakat miskin dan
rentan;
b. Meningkatkan kapasitas masyarakat miskin dan rentan
dalam pengembangan usaha berbasis lokal melalui
pendampingan-pendampingan yang intensif;
c. Memberikan dukungan bagi masyarakat miskin dan
rentan melalui penyediaan lapangan usaha bagi
masyarakat kampung;
d. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana
produksi (benih, pupuk, jaringan irigasi, armada
perikanan, alat tangkap, bahan bakar), pasca panen,
pengolahan, dan pasar kampung.
3. Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan
Modal Sosial Budaya Masyarakat Kampung
a. Menguatkan lembaga adat dan kampung Adat,
perlindungan hak-hak masyarakat adat sesuai dengan
perundangan yang berlaku termasuk hak atas tanah
adat/ulayat;
57. 18 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
b. Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui
penguatan kelompok masyarakat (kelompok wanita,
pemuda, anak, dan TKI);
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya pendidikan dan kesehatan;
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengelola
dan memanfaatkan tanah dan SDA termasuk pengelolaan
kawasan pesisir dan laut yang berkelanjutan;
e. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bidang
kewirausahaan berbasis potensi lokal;
f. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi
kebijakan shareholding pemerintah, kampung, dan pihak
ketiga melalui pendampingan intensif;
4. Penguatan Pemerintahan Kampung dan masyarakat
Kampung
a. Sosialisasi peraturan pelaksanaan UU No.6/2014 tentang
Kampung;
b. Peningkatan kapasitas pemerintah kampung, Badan
Permusyawaratan Kampung, dan kader pemberdayaan
masyarakat melalui fasilitasi, pelatihan, dan
pendampingan dalam (i) Perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring pembangunan kampung, (ii) Pengelolaan
keuangan kampung, (iii) Pelayanan publik, (iv) Penyiapan
dan penetapan batas desa (khususnya desa-desa
perbatasan); serta (v) peta kampung;
c. Penguatan pemerintah kampung, masyarakat, dan
kelembagaan masyarakat dalam meningkatkan ketahanan
ekonomi, sosial, lingkungan keamanan dan politik;
d. Meningkatkan ketersediaan sarana prasarana
pemerintahan kampung;
e. Fasilitasi pengembangan data dan informasi kampung
yang digunakan sebagai acuan bersama perencanaan dan
pembangunan kampung.