Pondok Pesantren Al-Utsmani berperan dalam membina akhlak remaja di Desa Gejlig melalui pendidikan formal dan non-formal. Banyak remaja desa yang belajar di MI/MTS Al-Utsmani dan mengikuti pengajian. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan akhlak remaja desa, peran pondok dalam pembinaan, serta faktor pendukung dan penghambatnya.
Ajaran ahlussunah wal jamaah di bidang aqidah syariat dan syariatSaifGhofur
Faham Ahlussunnah Wal Jama'ah meliputi tiga bidang utama yaitu aqidah, syariat, dan tasawuf. Dalam bidang aqidah, mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Manshur al-Maturidi. Pada bidang syariat, mengakui kebenaran empat mazhab dan menetapkan hukum berdasarkan al-Quran, sunnah, ijmak, dan qiyas. Sedangkan dalam tasawuf, mengikuti ajaran Abu Qasim al-Junaid
"[Ringkasan] Dokumen tersebut membahas tentang penilaian unjuk kerja siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), termasuk pengertian, teknik, dan format penilaian unjuk kerja."
Permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannyajhesica purba
Dokumen tersebut membahas tentang permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan di sekolah dan alternatif pemecahannya. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi adalah kompleksitas tugas kepala sekolah, kurangnya persiapan guru, subjektivitas supervisor, seringnya pergantian kepala sekolah, serta keterbatasan sarana prasarana. Alternatif pemecahannya meliputi peningkatan kompetensi supervisor, pembagian tugas kepala
Ajaran ahlussunah wal jamaah di bidang aqidah syariat dan syariatSaifGhofur
Faham Ahlussunnah Wal Jama'ah meliputi tiga bidang utama yaitu aqidah, syariat, dan tasawuf. Dalam bidang aqidah, mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy'ari dan Abu Manshur al-Maturidi. Pada bidang syariat, mengakui kebenaran empat mazhab dan menetapkan hukum berdasarkan al-Quran, sunnah, ijmak, dan qiyas. Sedangkan dalam tasawuf, mengikuti ajaran Abu Qasim al-Junaid
"[Ringkasan] Dokumen tersebut membahas tentang penilaian unjuk kerja siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), termasuk pengertian, teknik, dan format penilaian unjuk kerja."
Permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan dan alternatif pemecahannyajhesica purba
Dokumen tersebut membahas tentang permasalahan pelaksanaan supervisi pendidikan di sekolah dan alternatif pemecahannya. Beberapa permasalahan yang diidentifikasi adalah kompleksitas tugas kepala sekolah, kurangnya persiapan guru, subjektivitas supervisor, seringnya pergantian kepala sekolah, serta keterbatasan sarana prasarana. Alternatif pemecahannya meliputi peningkatan kompetensi supervisor, pembagian tugas kepala
Dokumen tersebut membahas konsep-konsep tasamuh, tawassuth, dan tawazun dalam Islam. Tasamuh berarti toleransi dan menghargai perbedaan, tawassuth berarti keseimbangan dan moderasi, sedangkan tawazun berarti keseimbangan dalam pengabdian kepada Allah, manusia, dan lingkungan. Konsep-konsep ini diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan seperti akidah, syariah, tasawuf, pergaulan antar golong
Dokumen tersebut membahas konsep ilmu dalam Islam, dimulai dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadis yang menunjukkan pentingnya ilmu. Dibahas pula definisi ilmu berdasarkan bahasa Arab dan pandangan Islam, di mana ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh dari alam semesta dan ayat-ayat Allah untuk memahami ciptaan dan mengenal Penciptanya.
RPP ini membahas pelaksanaan tatacara penyelenggaraan jenazah khususnya menyolatkan dan menguburkan jenazah sesuai syariat Islam. Materi pembelajaran meliputi ketentuan pihak yang menyolatkan jenazah, syarat shalat jenazah, dan sunah-sunahnya. Siswa dibagi kelompok untuk menganalisis tata cara menyolatkan dan menguburkan jenazah berdasarkan literatur lalu menyajikan hasil
Islam adalah pedoman hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama, dan alam sekitar berdasarkan ajaran agama (aqidah), hukum (syariah), dan akhlak yang baik."
Program semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IX terdiri dari 7 standar kompetensi dan 19 kompetensi dasar yang akan ditempuh selama 18 minggu dengan alokasi waktu 36 jam pelajaran. Materi pelajaran meliputi pembelajaran Alquran, hadis, akidah, syariah, sejarah peradaban Islam.
1. Dokumen tersebut membahas reformasi pendidikan dan kurikulum di Jepang sejak Perang Dunia Kedua, termasuk tiga kali reformasi besar dan perubahan-perubahan kurikulum. 2. Karakteristik kurikulum SD, SMP, dan SMA di Jepang dijelaskan, dengan penekanan pada bahasa Jepang, matematika, IPA, dan IPS di sekolah dasar, serta penambahan mata pelajaran pilihan di SMP. 3. Reformasi terakhir p
RPP Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) MA Kelas XDiva Pendidikan
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini membahas tentang peradaban bangsa Arab sebelum Islam, mencakup: (1) sistem peribadatan bangsa Quraisy yang meliputi penyembahan berhala, malaikat, jin, bintang, dan agama Yahudi serta Kristen; (2) keadaan sosial masyarakat Quraisy yang hidup berpindah-pindah menggembalakan ternak dan berdagang. RPP ini berisi langkah-langkah pembelajaran interak
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar dan Utsman. 2. Pada masa Abu Bakar, Al-Qur'an diumpulkan oleh Zaid bin Sabit atas perintah Abu Bakar untuk mencegah hilangnya ayat-ayat akibat gugurnya banyak hafal Al-Qur'an. 3. Pada masa Utsman, Al-Qur'an disatukan d
Dokumen tersebut merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran agama Islam untuk siswa kelas VII semester 1 dan 2. Mata pelajaran tersebut mencakup Al-Quran, Aqidah, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Islam. Beberapa topik utama yang diajarkan antara lain hukum bacaan Al-Quran, keimanan kepada Allah SWT dan malaikat, akhlak mulia, ketentuan-ketentuan ibadah seperti shal
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor kesalahpahaman yang terjadi pada Bimbingan dan Konseling di sekolah, seperti BK disamakan dengan pendidikan, pekerjaan BK disamakan dengan dokter, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kesalahpahaman tersebut seperti memberikan penjelasan tentang peran BK kepada siswa dan semua pihak di sekolah.
Proposal ini membahas perancangan sistem e-commerce untuk toko buku PT. Gadika Pustaka dengan tujuan memberikan kemudahan bagi pelanggan dan meningkatkan penjualan. Sistem ini akan menyediakan informasi produk, pemesanan, manajemen data buku, dan pembayaran secara online. Metode penelitian menggunakan studi pustaka, wawancara, dan model perancangan waterfall.
Perbandingan Pesantren Tradisional dan Modern Wildan Aini
Makalah ini membandingkan sistem pendidikan di pesantren tradisional di Sukasari, Bandung dengan pesantren modern di Singaparna, Tasikmalaya. Perbandingan mencakup tujuan, proses pembelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran yang diajarkan. Pesantren tradisional lebih fokus pada pendidikan keagamaan saja dengan pendekatan teacher-centered, sedangkan pesantren modern mengajarkan pendidikan agama dan umum dengan pendekatan gabungan student-
Dokumen tersebut membahas konsep-konsep tasamuh, tawassuth, dan tawazun dalam Islam. Tasamuh berarti toleransi dan menghargai perbedaan, tawassuth berarti keseimbangan dan moderasi, sedangkan tawazun berarti keseimbangan dalam pengabdian kepada Allah, manusia, dan lingkungan. Konsep-konsep ini diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan seperti akidah, syariah, tasawuf, pergaulan antar golong
Dokumen tersebut membahas konsep ilmu dalam Islam, dimulai dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadis yang menunjukkan pentingnya ilmu. Dibahas pula definisi ilmu berdasarkan bahasa Arab dan pandangan Islam, di mana ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh dari alam semesta dan ayat-ayat Allah untuk memahami ciptaan dan mengenal Penciptanya.
RPP ini membahas pelaksanaan tatacara penyelenggaraan jenazah khususnya menyolatkan dan menguburkan jenazah sesuai syariat Islam. Materi pembelajaran meliputi ketentuan pihak yang menyolatkan jenazah, syarat shalat jenazah, dan sunah-sunahnya. Siswa dibagi kelompok untuk menganalisis tata cara menyolatkan dan menguburkan jenazah berdasarkan literatur lalu menyajikan hasil
Islam adalah pedoman hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama, dan alam sekitar berdasarkan ajaran agama (aqidah), hukum (syariah), dan akhlak yang baik."
Program semester ganjil mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IX terdiri dari 7 standar kompetensi dan 19 kompetensi dasar yang akan ditempuh selama 18 minggu dengan alokasi waktu 36 jam pelajaran. Materi pelajaran meliputi pembelajaran Alquran, hadis, akidah, syariah, sejarah peradaban Islam.
1. Dokumen tersebut membahas reformasi pendidikan dan kurikulum di Jepang sejak Perang Dunia Kedua, termasuk tiga kali reformasi besar dan perubahan-perubahan kurikulum. 2. Karakteristik kurikulum SD, SMP, dan SMA di Jepang dijelaskan, dengan penekanan pada bahasa Jepang, matematika, IPA, dan IPS di sekolah dasar, serta penambahan mata pelajaran pilihan di SMP. 3. Reformasi terakhir p
RPP Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) MA Kelas XDiva Pendidikan
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) ini membahas tentang peradaban bangsa Arab sebelum Islam, mencakup: (1) sistem peribadatan bangsa Quraisy yang meliputi penyembahan berhala, malaikat, jin, bintang, dan agama Yahudi serta Kristen; (2) keadaan sosial masyarakat Quraisy yang hidup berpindah-pindah menggembalakan ternak dan berdagang. RPP ini berisi langkah-langkah pembelajaran interak
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar dan Utsman. 2. Pada masa Abu Bakar, Al-Qur'an diumpulkan oleh Zaid bin Sabit atas perintah Abu Bakar untuk mencegah hilangnya ayat-ayat akibat gugurnya banyak hafal Al-Qur'an. 3. Pada masa Utsman, Al-Qur'an disatukan d
Dokumen tersebut merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran agama Islam untuk siswa kelas VII semester 1 dan 2. Mata pelajaran tersebut mencakup Al-Quran, Aqidah, Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Islam. Beberapa topik utama yang diajarkan antara lain hukum bacaan Al-Quran, keimanan kepada Allah SWT dan malaikat, akhlak mulia, ketentuan-ketentuan ibadah seperti shal
Dokumen tersebut membahas tentang faktor-faktor kesalahpahaman yang terjadi pada Bimbingan dan Konseling di sekolah, seperti BK disamakan dengan pendidikan, pekerjaan BK disamakan dengan dokter, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menangani kesalahpahaman tersebut seperti memberikan penjelasan tentang peran BK kepada siswa dan semua pihak di sekolah.
Proposal ini membahas perancangan sistem e-commerce untuk toko buku PT. Gadika Pustaka dengan tujuan memberikan kemudahan bagi pelanggan dan meningkatkan penjualan. Sistem ini akan menyediakan informasi produk, pemesanan, manajemen data buku, dan pembayaran secara online. Metode penelitian menggunakan studi pustaka, wawancara, dan model perancangan waterfall.
Perbandingan Pesantren Tradisional dan Modern Wildan Aini
Makalah ini membandingkan sistem pendidikan di pesantren tradisional di Sukasari, Bandung dengan pesantren modern di Singaparna, Tasikmalaya. Perbandingan mencakup tujuan, proses pembelajaran, kurikulum, dan mata pelajaran yang diajarkan. Pesantren tradisional lebih fokus pada pendidikan keagamaan saja dengan pendekatan teacher-centered, sedangkan pesantren modern mengajarkan pendidikan agama dan umum dengan pendekatan gabungan student-
Ringkasan dari daftar judul skripsi Tarbiyah/PAI yang disajikan adalah:
1. Beberapa judul skripsi mengkaji optimalisasi sarana dan prasarana pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah. 2. Beberapa judul lain meneliti tinjauan pendidikan Islam terhadap adat istiadat dan pengaruh agama terhadap masyarakat. 3. Sebagian judul lain mengkaji strategi guru dan peningkatan hasil belajar siswa bidang
Dokumen tersebut membahas peranan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karakter siswa di Madrasah Aliyah Miftahussalam Megang Sakti III. Dokumen menjelaskan latar belakang pentingnya pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak remaja. Guru PAI memiliki peran penting sebagai teladan dan memiliki tanggung jawab untuk membimbing siswa secara teratur agar siswa dapat memiliki akhlak yang baik. Dokumen jug
Proposal ini mengajukan judul skripsi yang berfokus pada peningkatan kemampuan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Negeri 3 Meulaboh melalui penerapan metode pembelajaran tertentu. Proposal ini membahas latar belakang masalah rendahnya nilai UAN siswa, tujuan meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa, serta rencana penerapan metode pembelajaran partisipatif untuk mencapai tujuan terse
Dokumen tersebut membahas tentang galau dan cara untuk move on. Definisi galau adalah perasaan bingung dan sedih. Dokumen menjelaskan berbagai jenis galau dan akibatnya, serta saranan untuk move on seperti berdoa, mendekatkan diri kepada Allah, dan menjalankan aktivitas keagamaan untuk mengurangi rasa galau dan menjadi pemuda muslim yang berkarakter.
Musni umar: Partisipasi PKK dalam Pembangunan Masyarakat di DKI dki jakartamusniumar
Partisipasi PKK dalam pembangunan masyarakat DKI Jakarta perlu difokuskan pada pemberdayaan keluarga dengan memberikan prioritas pada pendidikan dan ketrampilan keluarga serta mencegah korupsi. PKK sebaiknya memfasilitasi keluarga untuk memiliki kepakaran tertentu dan semangat kewirausahaan serta mengingatkan suami agar tidak terlibat korupsi. Pendekatan ini diharapkan dapat membangun masyarakat Jak
Buku ini membahas peranan penting pesantren dalam membangun budaya damai di tengah munculnya gerakan radikal keagamaan. Melalui sejumlah lokakarya, ditemukan bahwa pandangan keagamaan yang radikal bertentangan dengan nilai-nilai toleransi dan moderasi yang diajarkan di pesantren. Buku ini juga menyoroti upaya-upaya pesantren dalam mencegah radikalisme, seperti membangun jaringan antarpesantren dan memperj
Peran teknologi informasi dan komunikasi dalam dakwah dan pendidikanMahad Alzaytun
Dokumen tersebut membahas manfaat pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan di pesantren, khususnya melalui konsep e-pesantren. E-pesantren dijelaskan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran serta memperluas dakwah, walaupun infrastruktur untuk mengimplementasikannya belum memadai.
1. Dokumen tersebut membahas berbagai topik terkait pendidikan agama Islam dan pendidikan umum, mulai dari pengaruh TPQ terhadap prestasi belajar Al-Quran dan Hadis, penerapan manajemen berbasis sekolah, penerapan cooperative learning, hingga penggunaan teknologi dalam pendidikan.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas isu-isu pendidikan di Malaysia dan cara menangani masalah disiplin pelajar.
2. Beberapa cara yang disebutkan untuk menangani masalah disiplin pelajar adalah memperkukuh peranan keluarga, program bimbingan dan konseling, serta kerjasama dengan pihak polis dan sekolah.
3. Dokumen tersebut juga membahas pentingnya bilik darjah yang kondusif bag
Dokumen ini merupakan resensi artikel jurnal tentang pentingnya pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter siswa. Pendidikan agama Islam perlu didukung oleh sekolah, masyarakat, dan keluarga untuk membentuk siswa menjadi berakhlak mulia. Resensi ini juga menjelaskan kelebihan dan kekurangan artikel jurnal tersebut serta memberikan saran untuk menambah informasi tentang faktor yang membuat siswa malas belajar ag
Paragraf pertama menjelaskan konteks penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap pesantren yang dianggap hanya menekankan ukhrowiyah tanpa memperhatikan duniawiyah, padahal alumni pesantren sudah bisa beradaptasi dengan dunia luar. Paragraf berikutnya menjelaskan arti strategis keberadaan pesantren di tengah masyarakat apalagi jika memiliki pendidikan umum, serta perlunya pesantren menanggapi dampak globalis
Pendidikan keluarga, kelembagaan, dan masyarakat memiliki pengaruh penting dalam membentuk jiwa keagamaan seseorang. Pendidikan di ketiga lembaga tersebut saling melengkapi dan perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan pembentukan jiwa keagamaan yang kuat pada anak didik. Tanpa dukungan dari ketiga lembaga tersebut, pembentukan jiwa keagamaan menjadi tidak sempurna.
Dokumen tersebut membahas peranan pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian anak. Lingkungan keluarga memainkan peran penting dalam memberikan pendidikan awal dan membentuk kepribadian anak sejak dini. Pendidikan agama yang ditanamkan sejak lahir, seperti kalimah thoyyobah hingga nilai-nilai keimanan dan moral, dapat membentuk kepribadian anak menjadi baik dan terhindar dari pelanggaran. Or
Makalah ini membahas tentang perbaikan moral bangsa Indonesia melalui pendidikan moral. Kondisi moral bangsa saat ini sudah mulai menurun karena berbagai faktor seperti kurangnya pengaruh agama dan keluarga, budaya materialistis, serta kurangnya peran pemerintah dan sekolah dalam pendidikan moral. Pendidikan moral diyakini dapat memperbaiki kondisi tersebut melalui penanaman nilai-nilai agama, pendekatan terpadu di semua mata
Masa remaja merupakan masa transisi yang penuh gejolak emosi. Peranan keluarga, khususnya orang tua, sangat penting dalam membimbing dan mendidik remaja agar memiliki akhlak yang baik. Namun, pengaruh lingkungan dan teknologi modern yang tidak seimbang dengan pendidikan moral seringkali menyebabkan banyak remaja menyimpang. Ini menunjukkan perlunya penguatan peran keluarga dalam membimbing remaja.
Laporan tesis bab 1 s.d. 5 & daftar pustaka perbaikanBang Mohtar
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter remaja. Namun, terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataannya di sekolah, di mana kompetensi guru dan kinerjanya belum optimal sehingga hasil belajar siswa juga belum maksimal. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pengaruh kompetensi profesional dan kinerja guru terhadap hasil belajar siswa pada
Teks tersebut membahas tentang pentingnya pendidikan karakter di sekolah untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Pendidikan karakter perlu dilaksanakan sejak dini, terutama di lingkungan keluarga. Alquran dan hadis menekankan pentingnya menghormati orang tua dalam pembentukan karakter anak.
Orang tua memainkan peran penting dalam mengajarkan pendidikan Kristen kepada remaja melalui 3 cara utama: mengajarkan firman Tuhan, menjadi pendidik yang adil, dan menciptakan keluarga cyber smart.
Lmcp 1602 pendidikan awal kanak kanak oleh ibu bapa dalam islam-projek akhirZalikha96
Dokumen ini membahas tentang pendidikan anak-anak oleh orang tua dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa pendidikan anak-anak pada usia dini sangat penting untuk membentuk karakter yang mulia. Orang tua, guru, dan pengasuh memiliki peran kunci dalam mendidik anak-anak dengan menanamkan nilai-nilai akhlak yang baik seperti jujur dan berbakti. Selain itu, masyarakat juga berperan dalam membang
Resensi ini membahas peran penting pendidikan agama Islam dalam membentuk kepribadian anak dan masyarakat, serta menanamkan nilai-nilai moral agar dapat hidup rukun dan bermanfaat bagi lingkungan. Namun, diperlukan keterlibatan seluruh elemen masyarakat untuk mengimplementasikan pendidikan agama secara optimal dan konsisten.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Makalah Hukum Lingkungan Urgensi Kebijakan TAPERA .pdf
Proposal skripsi q
1. PERAN PONDOK PESANTREN AL-UTSMANI DALAM
PEMBINAAN AKHLAK REMAJA DESA GEJLIG KECAMATAN KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN
Proposal Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah STAIN Pekalongan untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu
Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd I)
Oleh :
LUKMAN HAKIM
2021311175
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya pondok pesantren dengan segala aspek kehidupan dan
perjuangannya ternyata memiliki nilai yang strategis dalam membina insan
yang berkualitas dalam ilmu, iman, dan amal, disamping sebagai tempat
pengembangan agama Islam. Ditilik dari sisi kelembagaan pesantren
menjadi sebuah institusi atau kampus yang memiliki berbagai kelengkapan
fasilitas untuk membangun potensi-potensi santri, tidak hanya dari segi
akhlak, nilai dan intelek, dan spiritualis, tapi juga atribut-atribut fisik dan
material.1
Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Remaja dalam
masa peralihan, sama halnya seperti pada masa anak, mengalami
perubahan- perubahan jasmani, kepribadian, intelek, dan peranan di dalam
maupun diluar lingkungan. Perbedaan proses perkembangan yang jelas
pada masa remaja ini adalah perkembangan psikoseksualitas dan
emosionalitas yang mempengaruhi tingkah laku para remaja, yang
sebelumnya pada masa anak tidak nyata pengaruhnya.2
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai
masa remaja mencakup masa ju
venilitas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas.3Dalam kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada era global saat ini terasa
sekali pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang
pendidikan, sosial dan budaya.4
1M. Sulton dan M.Khusnuridlo, op.cit., hlm. 9.
2 Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hlm. 3.
3Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada, 2005), hlm. 74.
4M. Sulton dan M. Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Global
(Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2006), hlm. 1.
3. 41
Dalam perjalanan hidup manusia pasti akan mengalami suatu
masa, yang disebut dengan masa remaja. Dimana pada masa itu banyak
terjadi berbagai macam goncangan jiwa sebagai proses menuju
kedewasaan. Dari masa itulah timbul suatu dorongan yang akan membawa
kesuatu perkembangan baik perkembangan itu menuju kearah positif
ataupun ke arah negatif, hal ini tergantung dari pengaruh lingkungan di
sekitarnya yang akan membentuk jiwanya.
Melihat fenomena yang ada sekarang, banyak kita dapati
tingkahlaku remaja yang bertentangan dengan norma-norma ajaran agama
Islam, seperti mabuk-mabukan, perkelahian, perkosaan, bahkan sudah ada
yang menjurus kearah pembunuhan. Sehingga mengakibatkan para orang
tua mengalami kebingungan dalam mendidik anak-anaknya. Untuk
mewujudkan tujuan dan cita-cita para orang tua dan remaja supaya
berkepribadian tinggi dan berbudi pekerti yang luhur, diperlukan adanya
pembinaan yang khusus yang dapat memberikan sentuhan yang
membangkitkan semangat remaja dalam segala bidang. Maka
sepatutnyalah kita ikut prihatin atas tragedi kekrisisan akhlak yang banyak
melanda remaja kita.
Hampir tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang sepenuhnya
terbebas dari pengaruh globalisasi. Globalisasi selain berpengaruh positif
terhadap perubahan masyarakat sejalan dengan perbaikan transformasi dan
komunikasi juga berimplikasi negatif terhadap tatanan kehidupan sosial
terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Maraknya tawuran
antarpelajar, konsumsi dan peredaran narkoba, lunturnya rasa hormat anak
kepada orangtua dan guru, dan munculnya pergaulan bebas di kalangan
remajaadalah indikasi yang mendukung penilaian terhadap implikasi
negatif tersebut.5
Keluarga sebagai pendidik pertama dan utama yang mampu
memberikan bimbingan dan pengawasan selama dua puluh empat jam
5Irwan Abdullah, Hasse J, Muhammad Zain (Editor), Agama, Pendidikan Islam, dan
Tanggung jawab Sosial Pesantren (Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM, 2008), hlm. 101.
4. 41
serta fungsi keluarga sebagai social fabric of meaning tidak dapat
dipertahankan. Hal ini bermula dari absennya kepala keluarga akibat
proses mobilitas yang tinggi sehingga peran sosial orang tua tidak dapat
dimainkan. Akibatnya, anak-anak mencari role model pada
lingkungannya.6
Kabupaten Pekalongan sebagai kota santri akhlak remajanya juga
sudah mulai meresahkan, Khususnya di kalangan pelajar. Dewasa ini
sudah banyak kejadian yang tidak bermoral di antaranya tawuran antar
pelajar, tindakan asusila yang terjadi di tempat -tempat tertentu hingga
penurunan jumlah pondok pesantren dan santri nya. Menurut data yang
penulis peroleh dari “Kabupaten Pekalongan dalam angka Pada tahun
2010 terjadi penurunan jumlah pondok pesantren sebesar 16,52 persen.
Demikian juga jumlah santri yang turun sebesar 21,96 persen”7.
Sama halnya yang terjadi di Desa Gejlig Kecamatan Kajen
Kabupaten Pekalongan, akhlak remajanya sudah mulai meresahkan.
Banyak remaja melakukan perbuatan yang tidak bermoral seperti mabuk-
mabukan, tawuran antar Dukuh biasanya karena masalah kecil, bermain
judi/ togel, dan banyak yang melakukan perbuatan zina dengan
melakukan pacaran yang tidak sesuai syariat agama, apalagi ada tempat
karaoke “ Orange” yang di salahgunakan sebagai tempat porstitusi. Pada
tanggal 31 Januari 2015 terjadi kasus pencurian ayam milik warga yang
dilakukan beberapa remaja nakal desa Gejlig yang membuat geram warga.
Keadaan seperti ini pastinya membuat para orangtua resah dan khawatir
bila anak- anak nya bisa saja terpengaruh dan terjerumus.
Masalah-masalah tersebut diatas tidaklah mungkin hanya dapat
ditangani oleh para orang tua mereka saja, tetapi antara orang tua,
masyarakat dan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal harus
saling melengkapi dan bertanggung jawab atas usaha pembinaan remaja.
Karena lembaga pendidikan merupakan salah satu wadah dalam
6Ibid., hlm 101-102.
7Al –Mizan, “Relevansi Predikat Kota Santri bagi Kabupaten Pekalongan”(Pekalongan:
Agent Of Change, XIX, 2013), hlm. 11.
5. 41
masyarakat bisa dipakai sebagai pintu gerbang dalam menghadapi tuntutan
masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami
perubahan.8
Untuk mengantisipasi agar remaja kita tidak larut dalam kebejatan
akhlak, maka diperlukan suatu tempat untuk membimbing dan
mengarahkan mereka agar segala tingkah laku dan tindak tanduknya sesuai
dengan ajaran- ajaran agama Islam yang salah satunya adalah di lembaga
pendidikan yang berupa pondok pesantren. Dari sudut ini, nampaknya
masyarakat kita tertarik pada pesantren terutama karena pondok pesantren
merupakan lembaga yang mendukung nilai-nilai agama yang dikalangan
masyarakat terasa amat dibutuhkan untuk bisa mempertahankan tradisi
kehidupan beragama khususnya pada masyarakat pedesaan.9
Pondok pesantren sebagai tipologi yang unik dari institusi
pendidikan, telah berusia ratusan tahun. Asal mula lahirnya di tengah
masyarakat berlangsung dengan cara sangat sederhana dan simple.
Diawali dengan kemunculan seorang faqih di tengah-tengah masyarakat
dengan mendirikan mushalla atau langgar dalam melaksanakan shalat
berjamaah dan pengajian yang disampaikan setiap selesai menunaikan
shalat. Substansi pengajian di mulai dari pembacaan syahadat, belajar
huruf al-Qur’an, dan bahasa Arab hingga akhirnya seluruh khazanah islam
yang dikuasai sang faqih. Sturktur pesantren juga sangat simpel, kiai
sebagai uswah menjadi pemimpin tungggal yang mengatur secara
langsung mulai dari urusan tamu, santri baru, penentuan kitab- kitab kajian
hingga aktivitas yang harus dijalankan di pesantren.10Dalam perjalanannya
yang panjang, pondok pesantren telah melahirkan tradisi yang Islami yang
dapat mengikat para santri dalam lingkungan orang - orang yang beriman,
komunitas satu perguruan dan komunitas satu atau ”tunggal guru”. Tradisi
pondok pesantren yang menjunjung tinggi nilai keikhlasan, tanpa pamrih,
nilai kemandirian dan ukhuwah telah memungkinkan berjalannya proses
8Ibid., hlm. 1.
9M. Dawan Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1974), hlm. 7.
10Ibid., hlm. 102.
6. 41
didik diri dan bangun diri dalam masyarakat pondok pesantren dan
lingkungannya, dengan suasana saling asih, saling silih, saling asah dan
saling asuh.11
Pondok Pesantren Al- Utsmani yang terletak di Desa Gejlig,
Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan adalah salah satu dari beribu -
ribu pondok pesantren di Indonesia yang berfungsi untuk membina akhlak
remaja, agar supaya mereka menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan
berakhlak mulia. Pondok Pesantren Al - Utsmani yang terletak di desa
Gejlig telah berperan dalam melakukan pembinaan dan mendidik para
remaja di daerah sekitarnya khususnya para remaja Desa Gejlig. Banyak
para orangtua yang memasukan anaknya baik di pondok pesantren Al-
Utsmani maupun di MIS & MTS Al- Utsmani guna belajar dan menuntut
ilmu. Dari data yang penulis peroleh dari pengelola yayasan Al-utsmani di
MIS Al- Utsmani jumlah siswa-siswi dari Desa Gejlig antara lain : Kelas 1
jumlah nya 37 Laki- laki & 34 Perempuan dengan jumlah 2 ruang kelas.
Kelas 2 jumlahnya 36 Laki- laki & 35 Perempuan dengan jumlah 2 ruang
kelas. Kelas 3 jumlahnya 32 Laki- laki & 22 Perempuan dengan jumlah 2
ruang Kelas. Kelas 4 jumlahnya 22 Laki- laki & 20 Perempuan. Kelas 5
jumlahnya 24 Laki- laki & 21 Perempuan. Kelas 6 Jumlahnya 29 Laki-
laki dan 17 Perempuan. Sedangkan di MTS Al-Utsmani dari Kelas 1
sampai 3 jumlahnya 22 Laki- laki & 21 Perempuan. Kebanyakan remaja
yang berada di dekat pondok pesantren Al- Utsmani selain belajardi MI/
MTS nya juga mengikuti pengajian sore maupun malam hari. Untuk ngaji
sore dari Desa Gejlig ada 175 Siswa.Khusus Ngaji malam bagi Siswa-
siswa MIS & MTS Wajib mengikuti sebagai pelajaran tambahan. Remaja
di sekitar pondok pesantren juga ikut aktif dalam organisasi keagamaan
seperti IRMAS (Ikatan remaja masjid), IPNU-IPPNU dsb.12
11Mulyono, Peranan Koperasi Dalam Membangun Watak Wirausaha di Lingkungan
Pesantren (Studi Kasus: Koperasi Pondok Modern Gontor Ponorogo).Skripsi.(Malang: Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang, 1999)hlm. 6.
12 Dokumen Pondok Pesantren Al- Utsmani
7. 41
Dari sinilah maka penulis tertarik untuk mengetahui seluk beluk
lahirnya Pondok Pesantren Al –Utsmani dan perannya dalam pembinaan
akhlak pada remaja. Atas dasar itulah yang mendorong peneliti untuk
mengkaji lebih jauh, dalam sebuah skripsi yang berjudul “PERAN
PONDOK PESANTREN AL-UTSMANI DALAM PEMBINAAN
AKHLAK REMAJA DESA GEJLIG KECAMATAN KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN ”
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari masalah latar belakang diatas maka dapat
disusunrumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana akhlak remaja Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten
Pekalongan ?
2. Bagaimana peran Pondok Pesantren Al –Utsmani dalam pembinaan akhlak
remaja Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan ?
3. Apa faktor yang mendukung dan menghambat dalam pembinaan akhlak
remaja di Pondok Pesantren Al – Utsmani di Desa Gejlig Kecamatan
Kajen Kabupaten Pekalongan ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan akhlak remaja Desa Gejlig Kecamatan Kajen,
Kabupaten Pekalongan.
2. Untuk mendiskripsikan peran Pondok Pesantren Al Utsmani dalam
pembinaan akhlak remaja Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten
Pekalongan.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam
pembinaan akhlak remaja di Pondok Pesantren Al –Utsmani desa
Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan.
8. 41
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam hal meningkatkan
pembinaan akhlak pada remaja.
2. Secara Praktis
a. Bagi penulis
- untuk memperoleh data guna memenuhi kewajiban akhir dalam
penulisan skripsi guna memperoleh gelar kesarjanaan di Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan.
- Menambah wawasan keilmuwan pendidikan tentang pembinaan
akhlak remaja di pondok pesantren
b. Bagi Pondok Pesantren Al- Utsmani
- Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan masalah
pembinaan akhlak remaja.
- Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya dalam pembinaan
akhlak dan proses pendidikan para santrinya
c. Masyarakat Umum
- Supaya mereka tahu bahwa pentingnya membina akhlak remaja
supaya mereka tidak terjerumus kepada perbuatan yang
menyimpang.
- Untuk menambah pengetahuan dan cakrawala berfikir penulis dan
pembaca, khususnya mahasiswa Tarbiyah dalam rangka
pengembangan PAI di lingkungan keluarga dan masyarakat.
E. Tinjauan Pustaka
1. Analisis Teoritis
Di dalam buku Pembaharuan Pendidikan Pesantren karangan H.
Amiruddin, S.Ag, M.pd.i menerangkan peranan secara etimologi
berasal dari kata “peran” yang di beri imbuhan “an” yang diartikan
9. 41
dengan karakter yaitu usaha sungguh-sungguh dengan ikut serta di
dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan. Menurut Djumhur dan Moh.
Surya, peranan adalah suatu pola tingkah laku tertentu yang
merupakan ciri khas semua petugas dari suatu pekerjaan/ jabatan.
Peranan mempunyai nilai penting dalam mengatur perilaku seseorang.
Menurut Ahmadi, peranan adalah suatu kompleks pengharapan
manusia terhadap cara individu dalam bersikap dan berbuat dalam
situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.13
Didalam buku Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi karangan Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag
menyebutkan bahwa pesantren mempunyai tiga unsur- unsur minimal:
1) Kiai yang mendidik dan mengajar, 2) Santri yang mengajar, dan 3)
Masjid. Unsur- unsur pesantren tersebut mendiskripsikan kegiatan
belajar mengajar keislaman.14
Di dalam buku Ilmu Akhlak karangan Drs. Beni Ahmad Saebani,
M.Si dkk. Menyebutkan kata “akhlaq” berasal dari bahasa arab, yaitu
jama’ dari kata “khuluqun” yang secara linguistic diartikan dengan
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata krama, sopan
santun, adab dan tindakan. Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai pakar
bidang akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.15
Di dalam buku Psikologi Akhlak karangan DR. Kartini Kartono
menyebutkan remaja di sebut sebagai masa penghubung atau masa
peralihan antara masa kanak- kanak dengan masa dewasa. Pada
periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai
13Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Yogyakarta : Gama Media,
2008), hlm. 106-107.
14Mujamil Qomar, Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta :
Erlangga, 2005), hlm. 19.
15Beni Ahmad dan Abdulkhamid, Ilmu Akhlak (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2012), hlm.
13-14.
10. 41
kematangan fungsi- fungsi rokhaniah dan jasmaniah, terutama fungsi
seksual.16
2. Penelitian terdahulu
Dari beberapa istilah yang penulis kemukakan diatas yaitu
suatustudi yang mengkaji dan menganalisa tentang seberapa jauh dan
seberapa besar Peranan Pondok Pesantren Al -Utsmani Dalam
Pembinaan Akhlak Remaja Di Desa Gejlig Kecamatan Kajen
Kabupaten Pekalongan. Sejauh penelusuran dan pengkajian yang
dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menemukan hasil penelitian
yang relevan yaitu :
Skripsi Saudara Qurratul’aini jurusan Tarbiyah Fakultas agama islam
pada Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2003 dengan judul
“MOTIVASI ORANG TUA MEMILIH PONDOK PESANTREN
SEBAGAI SARANA PEMBINAAN MORAL ANAK” (Studi Kasus
Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Kecamatan Pajaraka
Kabupaten Probolinggo). Dalam skripsi ini di jelaskan memotivasi
orang tua memilih pondok pesantren sebagai sarana pembinaan moral
anak.
Subyek penelitian ini adalah orang tua sebagai informasi kunci.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Prosedur pengumpulan data yang dipakai
adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu analisis
non statistiktentang motivasi orang tua memilih pondok pesantren
sebagai sarana pembinaan moral anak dan metode analisis deskriptif
yaitu analisis untuk memperoleh gambaran selengkap-lengkapnya
tentang motivasi yang mendasari orangtua memilih pondok pesantren
sebagai sarana pembinaan moral anak. Pengecekan keabsahan temuan
penelitian menggunakan teknik, memperpanjang kehadiran peneliti
dan ketekunan pengamatan.
16Kartini Kartono, Psikologi Anak (Bandung : CV. Mandar Maju, 2007), hlm. 148.
11. 41
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum memotivasi
orang tua memilih pondok pesantren sebagai sarana pembinaan moral
anak adalah berharap anaknya menjadi anak yang sholeh/ shalehah
serta mempunyai bekal ilmu agama yang cukup selain dari ilmu-ilmu
umum sehingga dapat bertanggungjawab dalam kehidupan
bermasyarakat nantinya.17
Skripsi saudara Atik Prasetyaningsih jurusan Tarbiyah Fakultas
Agama Islam pada UIN Sunan Kalijaga tahun 2009 dengan judul”
PERAN PENDIDIK DALAM PEMBENTUKAN MORAL ANAK DI
PLAY GROUP AMONG NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA”.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang atau
perilaku yang diamati yaitu pendidik dan peserta didik di Play Group
Among Putro. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan
pengamatan, wawancara dan dokumentasi, dan untuk teknik analisis
data dipergunakan teknik deskriptif analitik yaitu teknik analisis data
dengan menuturkan, menafsirkan serta mengklasifikasikan, dan
membandingkan fenomena-fenomena serta dengan menggunakan
pemikiran secara induktif, yang cara berfikirnya berangkat dari factor-
faktor atau peristiwa yang khusus, yang kemudian ditarik kesimpulan
yang umum.
Hasil penelitian menunjukan : (1) materi yang diajarkan pendidik
dalam pembentukan moral anak di Play Group Among Putro antara
lain adalah moral terhadap pendidik, moral terhadap teman sebaya, dan
moral terhadap diri sendiri. (2) Peran pendidik dalam pembentukan
moral di Play Group Among Putro antara lain adalah peran pendidik
sebagai pengarah, pendidik sebagai pembimbing, pendidik sebagai
pendorong dan pendidik sebagai pemantau. (3) Langkah-langkah yang
dilakukan pendidik dalam pembentukan moral anak di Play Group
Among Putro antara lain adalah pendidik mengajarkan setiap moral
17 Abstrak
12. 41
setiap saat terhadap anak didiknya tanpa harus diajarkan dalam satu
mata pelajaran khusus, pendidik memberikan pembelajaran mengenai
moral dalam bentuk praktis, pendidik mengunakan metode
keteladanan, pembiasaan dan metode cerita, pendidik memberikan
nasehat dan teguran terhadap anak didiknya serta pendidik
bekerjasama dengan orang tua dalam membentuk moral anak.18
3. Kerangka berpikir
Dalam perkembangannya penyelenggaraan sistem pendidikan
dan pengajaran di pondok pesantren dapat digolongkan menjadi tiga
bentuk yaitu: Sistem bandongan/ Sorogan, Sistem Wetonan dan Sistem
Gabungan (Bandongan & Wetonan). Sedangkan Metode
Pendidikannya diantaranya: Metode Langsung (Ngaji TPQ, pesantren
kilat) , Metode Tak Langsung (Kyai dan Ustadz menjadi teladan
akhlak santrinya), Metode Ceramah (ngaji kuping) , Metode Tanya
jawab dan Metode Diskusi.
Sistem Bandongan/ Sorogan
Sistem Wetonan
Sistem Gabungan
Metode Langsung
Metode tak langsung Akhlak Remaja
Metode Ceramah
Metode Tanya Jawab
Metode Diskusi
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Peneliti memilih lokasi penelitian di Pondok Pesantren Al-utsmani
yang terletak di desa Gejlig kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan.
Pemilihan lokasi ini tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan
peneliti, yakni :
18 Abstrak
Peran
pondok
pesantren
dalam
pembinaan
akhlak
remaja
Sistem Pendidikan
Metode Pendidikan
-Akhlakul
Karimah
-Budi
pekerti
yang baik
13. 41
a. Terdapat MI dan MTS Al –Utsmani milik pondok pesantren Al -
Utsmani dan sebagian besar siswa MI dan MTS tersebut merupakan
santri di pondok Al-utsmani
b. Letaknya dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga
memungkinkan untuk melakukan penelitian secara mendalam dan
seksama.
2. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pondok pesantren sebagai informasi
kunci. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Prosedur pengumpulan data yang dipakai adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu analisis non statistik
tentang peran pondok pesantren dalam pembinaan akhlak remaja dan
metode analisis deskriptif yaitu analisis untuk memperoleh gambaran
selengkap-lengkapnya tentang peran pondok pesantren dalam pembinaan
akhlak remaja. Pengecekan keabsahan temuan penelitian menggunakan
teknik memperpanjang kehadiran peneliti dan ketekunan pengamatan.
Pendekatan ini membutuhkan cara yang lebih mendalam dan
luwes dalam menggali data, lebih-lebih yang berkaitan dengan peranan
Pondok Pesantren Al-Utsmani Gejlig, Kajen Dalam Pembinaan Akhlak
Remaja. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif karena Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor, adalah
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang - orang atau perilaku yang dapat
diamati.19
Disebut diskriptif karena peneliti mengadakan penelitian tidak
dimaksudkan Menjadi hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan
“apa adanya” tentang suatu variable, gejala dan juga keadaan.20
Imron Arifin menjelaskan ciri – ciri penelitian kualitatif, yaitu:
19Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),
hlm. 3.
20 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 310.
14. 41
a. Memandang peristiwa secara keseluruhan dalam konteksnya dan
mencoba memperoleh pemahaman yang holistik.
b. Memahami makna
c. Memahami hasil sebagai spekulasi
Alasan menggunakan penelitian penjelasan ini adalah untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan. Dalam penelitian ini digunakan
teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner, dokumentasi
dan wawancara. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian
diskriptif yang mengambil sampel dari suatu populasi secara langsung
sebagai pengumpulan data yang pokok yaitu pengurus dan santri yang
telah belajar di pondok pesantren Al-utsmani desa Gejlig, Kajen.
3. Data dan sumber data
a. Jenis data
Karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh pondok pesantren dalam pembinaan moral pada anak, maka
data yang diperlukan antara lain : data tentang situasi daerah penelitian
yang meliputi :
- Letak geografis
- Sejarah berdirinya pondok pesantren Al-utsmani desa Gejlig
Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan
- Struktur Organisasi
- Keadaan ustadz di pondok pesantren Al-utsmani desa Gejlig
kecamatan Kajen kabupaten Pekalongan
- Gambaran denah lokasi pondok pesantren Al-utsmani desa Gejlig
kecamatan Kajen kabupaten Pekalongan.
Data tentang pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di pondok
pesantren Al-utsmani desa Gejlig kecamatan Kajen kabupaten
Pekalongan yang meliputi :
- Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di pondok
pesantren Al-utsmani desa Gejlig kecamatan Kajen kabupaten
Pekalongan
15. 41
- Sarana dan prasarana pendidikan
b. Sumber data
Yang dimaksud dengan sumber data penelitian adalah subyek dari
mana data diperoleh.21 Pada dasarnya sumber data dalam penelitian ini
penulis peroleh dari Pengurus Pondok pesantren, ustadz pondok
pesantren Al-utsmani dan remaja desa Gejlig kecamatan Kajen
kabupaten Pekalongan.
Dari data yang dikumpulkan, diolah dan dijadikan dalam
penelitian ini sumber pertama dan dari pihak lain yang biasanya dalam
bentuk publikasi atau jurnal. Hasil dari wawancara dan observasi
partisipan dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif hanya untuk
menggambarkan, menjelaskan dan meringkas berbagai kondisi, situasi,
fenomena menurut kejadian sebagaimana adanya, sehingga peneliti ini
menggunakan wawancara sebagai sumber data.
4. Teknik pengumpulan data penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penyusun
berusaha mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan pembahasan
masalah dalam skripsi ini, baik berupa fakta-fakta, pendapat maupun
catatan arsip. Dengan metode pengumpulan data ini diharapkan akan
diperoleh data yang diperlukan dengan tujuan penulisan. Pengumpulan
data tersebut penyusun menggunakan metode sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode yang dilakukan dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap subyek yang diteliti sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Sutrisno Hadi: “ Metode observasi bisa
dikatakan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematika
fenomena-fenomena yang diselidiki, dalam arti yang luas, observasi
tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara
21Ibid,. hlm. 108.
16. 41
langsung maupun tidak langsung”22. Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan secara
langsung dan sistematis terhadap subyek yang diteliti, dalam hal ini
penulis menggunakan metode observasi, adalah dengan cara penulis
secara langsung mendatangi pondok pesantren Al-utsmani Gejlig,
Kajen serta mengamati proses pendidikan dan pembelajaran para
santri.
Metode ini merupakan pencatatan dan pengamatan secara
sistematik terhadap fenomena-fenomena yang ada ditempat
penelitian. Metode ini juga digunakan untuk mendapatkan data yang
bersifat fisik yang tidak dapat diperoleh dengan cara interview.
Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data tentang :
- Sejarah berdirinya pondok pesantren
- Struktur organisasi
- Kondisi fisik
- Suasana aktifitas proses belajar mengajar
b. Metode Interview
Interview/ wawancara adalah merupakan metode
pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara
peneliti dan subyek yang diteliti atau responden.23Dalam pelaksanaan
interview ini, peneliti berusaha mencari suasana yang kondusif,
sehingga dapat tercipta suasana psikologi yang baik dimana
responden dapat diajak bekerja sama, bersedia menjawab pertanyaan
dan memberi informasi yang sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya.
Menurut Donald Ari dkk yang dikutip Nurul Zuriah, ada dua
jenis wawancara/ interview, yaitu wawancara berstruktur dimana
alternatif jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan
terlebih dahulu dan wawancara/ interview tak berstruktur dimana
22Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: UGM, 1975) hlm. 136.
23Nurul Zuriah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT.Rosdakarya, 2001) Hlm. 129.
17. 41
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan sikap, keyakinan,
subyek atau keterangan lainnya yang diajukan secara bebas kepada
subyek penelitian.24
Dalam penelitian ini peneliti lebih cenderung banyak
menggunakan wawancara / interview tak berstruktur, karena hal ini
lebih memberikan kebebasan dan keluasan hati kepada subyek
penelitian sehingga tidak ada suasana terikat yang menjadikan subyek
tegang dalam memberikan jawaban. Dalam metode interview/
wawancara ini respoden yang terlibat adalah Pembina dan pengasuh
Pondok Pesantren Al -Utsmani, kepala desa atau tokoh masyarakat
desa Gejlig, remaja desa Gejlig dan ustadz ponpes Al -Utsmani.
- Dari Pembina dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Utsmani
nantinya akan diperoleh data tentang hal-hal yang berhubungan
tentang seputar Pondok Pesantren Al- Utsmani misalnya, sejarah
singkat berdirinya Pondok Pesantren Al-Utsmani, tujuan Pondok
Pesantren Al-Utsmani, kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Al -
Utsmani.
- Dari perangkat desa nantinya akan diperoleh data tentang letak
geografis desa Gejlig, jumlah penduduk desa Gejlig, jumlah remaja
desa Gejlig, keadaan pendidikan, keadaan keagamaan dan tempat
pendidikan dan ibadah.
- Dari tokoh masyarakat nantinya akan diperoleh informasi tentang
kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh Pondok Pesantren Al
Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja di desa Gejlig tersebut.
- Dari remaja desa Gejlig nantinya akan diperoleh tentang faktor
pendukung dan penghambat dalam pembinaan akhlak remaja.
c. Metode Dokumentasi
Metode ini merupakan metode pengumpulan data dalam
mengadakan penelitian ini bersumber pada tulisan. Artinya
pengumpulan data diperoleh dari sumber-sumber yang berupa catatan
24Ibid., hal. 130.
18. 41
tertentu, atau sebagai bukti tertulis yang tidak dapat berubah
kebenarannya.
Dalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.25
Dalam metode ini penulis mempergunakan dokumen untuk
mencari data yang berhubungan dengan kondisi subyek, yaitu :
keadaan jumlah anak didik atau santri, keadaan jumlah ustadz serta
prestasi belajar santri. Metode dokumentasi mempunyai arti penting
dalam penelitian kualitatif karena secara jelas memberikan gambaran
mengenai manajemen pemimpin dalam meningkatkan kwalitas
belajar santri sebagai subyek dan obyek penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan
uraian dasar. Setelah data diperoleh dan diolah dengan menggunakan
teknik yang telah ditentukan, diambil kesimpulan secara umum,
kemudian hasil penelitian ini disajikan secara verbal.
Analisis data dalam penelitian merupakan kegiatan yang
sangat penting yang didalamnya dibutuhkan ketelitian dan kehati-
hatian terhadap data yangtelah dihasilkan. Melalui analisis data, data
yang terkumpul dalam bentuk data mentah dapat diproses secara baik
untuk menghasilkan data yang matang. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik analisis data secara diskriptif yang diperoleh
melalui pendekatan kualitatif, dimana data-data yang telah dihasilkan
dari penelitian dan kajian, baik secara teoritis dan empiris yang
digambarkan melalui kata-kata atau kalimat secara benar dan jelas.
Adapun langkah-langkah analisis data menurut Usman dan Akbar,
yaitu:
25Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1992) hlm. 131.
19. 41
a. Reduksi data
Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi.
b. Display data
Ialah menyajikan data dalam bentuk matrik, yaitu data yang
disusun kemudian dipilih nama yang akan digunakan, chart atau grafik
dan sebagainya. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan tidak
terbenam dengan setumpuk data.
c. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi
Data yang sudah diperolah tersebut dicari maknanya dengan cara
mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal -hal yang sering
muncul, dan sebagainya. Data yang didapat peneliti diambil kesimpulan.
Sedang verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara
mengumpulkan data yang baru.26
6. Sistematika Pembahasan
Bab I : Pendahuluan. Bab ini merupakan gambaran -gambaran yang
menguraikan masalah-masalah yang berkaitan dengan judul ” Peranan Pondok
Pesantren Al -Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Gejlig,
Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan”Antara lain, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II: Landasan teori. Pembahasan teoritis adalah pembahasan
yang didukung oleh buku-buku dan pendapat- pendapat para ahli.
Pembahasan ini terdiri dari: Pertama, tinjauan tentang pondok pesantren yang
26 Mattew B. Miller, et al., Analisis Data Kualitatif( Jakarta: UI Press, 1992), hlm.16.
20. 41
meliputi: (1) Pengertian pondok pesantren, (2) Sejarah dan perkembangan
pondok pesantren, (3) Sistem pendidikan pesantren, (4) Peran dan fungsi
pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat, dan (5) Peranan pondok
pesantren dalam pembinaan akhlak remaja. Kedua, kajian tentang pembinaan
akhlak remaja yang meliputi: (1) Pengertian remaja, (2) Pengertian akhlakul
karimah, (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak remaja , (4) Masalah
kehidupan remaja dewasa ini, (5) Tujuan pembinaan akhlak remaja.
Bab III: Hasil Penelitian. Dalam bab ini penulis memaparkan semua
hasil penelitian yang dilakukan terdiri dari : deskripsi lokasi penelitian, dan
paparan data penelitian yang meliputi: (1) Peranan Pondok Pesantren Al -
Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Gejlig Kecamatan Kajen
Kabupaten Pekalongan. (2) Bentuk atau metode yang dipergunakan Pondok
Pesantren Al–Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Gejlig
Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. (3) Faktor yang mendukung dan
menghambat dalam pembinaan akhlak remaja di Pondok Pesatren Al –
Utsmani di desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan.
Bab IV: Analisis hasil Penelitian. Dalam bab ini peneliti
menyajikan analisis hasil penelitian yang terdiri dari : deskripsi lokasi
penelitian, dan analisis hasil penelitian yang meliputi: (1) Peranan Pondok
Pesantren Al-Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Gejlig
Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. (2) Bentuk atau metode yang
dipergunakan Pondok Pesantren Al -Utsmani dalam pembinaan akhlak remaja
di Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. (3) Faktor yang
mendukung dan menghambat dalam pembinaan akhlak remaja di Pondok
Pesantren Al –Utsmani.
Bab V : Penutup. Dalam bab ini peneliti simpulkan dari penelitian,
kemudian memberikan saran- saran yang ada kaitannya dengan temuan dan
pembahasan penelitian dalam judul ”Peranan Pondok Pesantren Al- Utsmani
dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Gejlig Kecamatan Kajen Kabupaten
Pekalongan .”
21. 41
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TENTANG PONDOK PESANTREN
1. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pusat penyebaran
agama Islam lahir dan berkembang semenjak masa - masa permulaan
kedatangan agama Islam di negeri kita. Sebagaiman kita semua
mengetahuinya bahwa pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
yang tertua di Indonesia telah menunjukan kemampuannya dalam mencetak
kader - kader ulama dan turut berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Pondok pesantren sering juga disebut sebagai lembaga
pendidikan tradisional yang telah beroperasi di Indonesia semenjak sekolah -
sekolah pola barat belum berkembang. Lembaga pendidikan ini telah memiliki
system pengajaran yang unik. Pembinaan kader atau pendidikan guru (Kyai)
dengan system magang yang spesifik pula. Pondok pesantren dengan berbagai
keunikannya itu telah banyak mewarnai perjuangan bangsa kita dalam
melawan imperalisme dan merebut kemerdekaan pada zaman revolusi
phisik27
Sebagian pemerhati mengatakan bahwa istilah pondok pesantren berasal
dari kata funduk dari Bahasa Arab yang artinya hotel atau rumah
penginapan. Akan tetapi pondok di dalam pesantren di Indonesia, khususnya
di pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan
padepokan, yaitu perumahan sederhana yang di petak - petak dan beberapa
kamar- kamar merupakan asrama bagi para santri atau cantrik (sebutan peserta
27 Yacub, Pondok Pesantren dan Pembanguna Masyarakat Desa ( Bandung:
Angkasa, 1984), hlm.64.
22. 41
didik di padepokan). Dan keseluruhan lingkungan masyarakat dimana tempat
para santri itu mukim dan menuntut ilmu, maka disebut pesantren. 28
Dalam kasus umum bahasa Indonesia, W.J Purwo Darwinto mengartikan
pondok sebagai tempat mengaji, belajar agama Islam. Sedangkan pesantren,
diartikan orang yang menuntut ilmu pelajaran agama Islam29.
Pesantren dalam bentuknya semata tidak dapat disamakan dengan lembaga
pendidikan sekolah yang banyak dikenal sekarang ini. Demikian pula, tidak
ada kesatuan bentuk dan cara yang berlaku bagi semua pesantren, melainkan
amat ditentukan oleh kyai sendiri dan pemegang pimpinan, serta ditentukan
oleh masyarakat lingkunganya yang menjadi pendukung pesantren. Masing-
masing pertumbuhan pesantren dan penyebarannya sampai di pelosok
pedesaan adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyiaran agama
Islam.30
Pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan
berkembang di tengah- tengah masyarakat, sekaligus memadukan tiga unsur
pendidikan yang amat penting, yaitu: ibadah untuk menanamkan iman,
tabligh untuk penyebaran ilmu dan amal untuk mewujudkan kegiatan
kemasyarakatan dan dalam kehidupan sehari-hari31.
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik. Pondok pesantren adalah
sebuah komplek dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di
sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa buah bangunan: rumah
kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kyai, di Madura nun
atau bendara), sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran diberikan
(bahasa Arab madrasah, yang juga terlebih sering mengandung konotasi
28 Abd.Rahman Shaleh dkk, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Jakarta:
Proyek Pembinaan dan Bantuan Pondok Pesantren, 1982), hlm.7.
29 Ibid., hlm.7.
30 Ibid.,
31 Ibid., hlm. 8.
23. 41
sekolah), dan asrama sebagai tempat tinggal para siswa pesantren (santri,
pengambil alihan dari bahasa Sanskerta dengan perubahan pengertian)32
Dengan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren adalah salah satu jenis lembaga pendidikan Islam di Indonesia di
mana para pengasuhnya maupun para peserta didik tinggal dalam satu lokasi
pemukiman yang memiliki karakteristik unik dengan didukung bangunan
utama meliputi: rumah pengasuh, masjid, tempat belajar/ madrasah/ sekolah,
dan asrama.
2. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan serta sarana penyebaran
agama Islam lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan
kedatangan Islam itu sendiri. Sedang system pondok sebenarnya sudah ada
jauh sebelum kedatangan Islam itu sendiri33.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia
telah menunjukan kemampuannya dalam mencetak kader-kader ulama dan
telah berjasa turut mencerdaskan masyarakat Indonesia. Selain tugas
utamanya mencetak calon ulama, pondok pesantren juga menjadi pusat
kegiatan pendidikan yang telah berhasil menanamkan semangat
kewiraswastaan, semangat berdikari yang tidak menggantungkan diri kepada
orang lain. Kecuali itu dalam pondok pesantrenpun ditanamkan semangat
patriotik membela tanah air dan agama, sehingga tidak mengherankan apabila
dalam masa penjajahan Belanda dan Jepang sering timbul pemberontakan-
pemberontakan yang dipimpin kalangan pesantren. Demikian pula dalam
sejarah perjuangan merebut kemerdekaan, kalangan pondok pesantren selalu
aktif mengambil bagian melawan kaum penjajah34.
32 M. Dawam Raharjdjo dkk,,Op.Cit., hlm. 40.
33 Ibid., hlm. 65.
34 Abd.Rahman Shaleh dkk, Op.Cit., hlm 3.
24. 41
Pondok pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan
yang pernah muncul di Indonesia, merupakan system pendidikan tertua saat
ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indegenous.
Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak
munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke 13. Beberapa abad
kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya
tempat-tempat pengajian (”nggon ngaji”). Bentuk ini kemudian berkembang
dengan pendirian- pendirian tempat-tempat menginap para pelajar (santri),
yang kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat
sederhana, pada waktu itu pendidikan pesantren merupakan satu- satunya
lembaga pendidikan yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap
sebagai bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami
doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan.35
Lembaga pesantren semakin berkembang secara cepat dengan adanya
sikap non- kooperatif ulama terhadap kebijakan ”Politik Etis” Pemerintah
Kolonial Belanda pada akhir abad ke -19. Kebijakan Pemerintah Kolonial ini
dimaksudkan sebagai balas jasa kepada rakyat Indonesia dengan memberikan
pendidikan modern, termasuk budaya Barat. Namun pendidikan yang
diberikan sangat terbatas, baik dari segi jumlah yang mendapat kesempatan
mengikuti pendidikan maupun dari segi tingkat pendidikan yang diberikan.
Sikap non- kooperatif dan silent oppositon para ulama itu kemudian
ditunjukkan dengan mendirikan pesantren di daerah- daerah yang jauh dari
kota untuk menghindari intervensi pemerintah Kolonial serta memberi
kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh pendidikan. Sampai
akhir abad ke- 19, tepatnya tahun 1860 -an, menurut penelitian Sartono
Kartodirjo (1984), jumlah pesantren mengalami peledakan yang luar biasa,
terutama di Jawa yang diperkirakan mencapai 300 buah.
Perkembangan pesantren yang begitu pesat juga ditengarai berkat
dibukanya terusan Suez pada 1689 sehingga memungkinkan banyak pelajar
35 M. Sulton dan M.Khusnuridlo, Op,Cit,. hlm. 4.
25. 41
Indonesia mengikuti pendidikan di Mekkah. Sepulangnya ke kampong
halaman, para pelajar yang mendapat gelar ”haji” ini mengembangkan
pendidikan agama di tanah air yang bentuk kelembagaannya kemudian
disebut ”pesantren” atau ”pondok pesantren”.36
Dalam sejarah perkembangan zaman selanjutnya, pondok pesantren
selalu berusaha meningkatkan kualitasnya dengan mendirikan madrasah-
madrasah di dalam kompleks pesantren masing-masing, yaitu di bawah
tanggung jawab dan pengawasan Departemen Agama. Dengan cara ini,
pesantren tetap berfungsi sebagai pesantren dalam pengertian aslinya, yakni
tempat pendidikan dan pengajaran bagi para santri yang ingin memperoleh
pengetahuan Islam secara mendalam dan sekaligus merupakan madrasah
bagi anak- anak di lingkungan pesantren. Dalam perkembangannya,
pesantren bukan hanya mendirikan madrasah, tetapi juga sekolah- sekolah
umum yang mengikuti system dan kurikulum Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan/ Diknas.
Dengan menjamurnya pondok pesantren sekarang ini,
membuktikan betapa besarnya peranan pesantren dalam
menumbuhkembangkan sumber daya umat yang dilandasi iman dan taqwa,
menciptakan manusia- manusia yang jujur, adil, percaya diri dan
bertanggung jawab, menghasilkan manusia yang memiliki dedikasi
keikhlasan, kesungguhan dalam perjuangan. Dan pada kenyataannya ajaran
agama Islam bersifat universal akan lebih unggul dan mampu mengendalikan
perubahan- perubahan zaman bagi generasi- generasi berikutnya, dengan
pedoman pada sumber hokum tertulis tertinggi Islam (Al- Qur’an dan
Hadits) untuk mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri dan diberkahi
oleh Allah SWT.
36 ibid,. hlm. 4-5.
26. 41
3. Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren
Dalam perkembangan selanjutnya penyelenggaraan system pendidikan
dan pengajaran di pondok pesantren dewasa ini dapat digolongkan menjadi
tiga bentuk:
Pertama, pondok pesantren dengan system pendidikan dan
pengajarannya diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandongan dan
sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri- santri berdasarkan kitab- kitab
yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama - ulama besar sejak abad
pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok/ asrama dalam
pesantren tersebut.
Kedua, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama
Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut diatas
tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di kompleks pesantren,
dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan
dengan sytem weton yaitu para antri datang berduyun- duyun pada waktu-
waktu tertentu (umpama tiap hari Jum’at, Minggu, Selasa, dan sebagainya).
Ketiga, pondok pesantren dewasa ini adalah merupakan lembaga
gabungan antara system pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan
dan pengajaran agama Islam dengan system bandongan, sorogan, ataupun
wetonan dengan para santri disediakan pondokan ataupun merupakan santri
kalong yang dalam istilah pendidikan pondok modern memenuhi criteria
pendidikan non formal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal
berbentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhan masyarakat
masing- masing.37
Pondok pesantren mempunyai peranan dan fungsi yang telah
dimilikinya sejak awal perkembanganya, harus diarahkan kepada satu
pendirian bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam untuk
mengajarkan ilmu agama Islam guna mencetak ulama, dan sekaligus juga
37 Ibid.,
27. 41
sebagai lembaga pembinaan untuk mempersiapkan kader- kader pembinaan
umat yang berguna bagi pembangunan masyarakat lingkunganya.38
Ciri umum yang dapat diketahui adalah pesantren memiliki kultur khas
yang berbeda dengan budaya di sekitarnya. Beberapa peneliti menyebut
sebagai sebuah sub kultur yang bersifat idiosyncratic. Cara pengajarannya pun
unik. Sang kyai, yang biasanya adalah pendiri sekaligus pemilik pesantren,
membacakan manuskrip- manuskrip keagamaan klasik berbahasa Arab
(dikenal dengan sebutan “kitab kuning”), sementara para santri
mendengarkan sambil member catatan (ngasehi, Jawa) pada kitab yang
dibaca. Metode ini disebut dengan bandongan atau layanan kolektif
(collective learning process). Selain itu para santri juga ditugaskan membaca
kitab, sementara kyai atau ustadz yang sudah mumpuni menyimak sambil
mengoreksi dan mengevaluasi bacaan dan performance seorang santri. Metode
ini dikenal dengan istilah sorogan atau layanan individual (individual
learning process). Kegiatan belajar mengajar diatas berlangsung tanpa
penjenjangan kelas dan kurikulum yang ketat, dan biasanya dengan
memisahkan jenis kelamin peserta didik. Perkembangan awal pesantren inilah
yang menjadi cikal bakal dan tipologi unik lembaga pesantren berkembang
hingga saat ini.39
Pesantren dengan pondok pesantren yang lain, dalam arti tidak ada
keseragaman system dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya.
Pada sebagian pondok, system penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
yang seperti ini makin lama semakin berubah karena dipengaruhi oleh
perkembangan pendidikan di tanah air serta tuntutan dari masyarakat di
lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Dan sebahagian pondok pesantren
lagi tetap mempertahankan system pendidikan yang semula40
38 Ibid., hal. 28
39 Ibid., hlm. 4-6
40 Abd. Rachman Shaleh, Op,Cit,. hlm. 9
28. 41
Fenomena lain dari pondok pesantren yang menjadi cirri khas
kepribadiannya, adalah jiwanya, yaitu ruh yang mendasari dan meresapi
seluruh kegiatan yang dilakukan. Penjiwaan atau ruhiyah model pondok
pesantren tersebut menurut KH. Imam Zarkasyi salah satu pendiri Pondok
Modern Gontor Ponorogo disebut dengan Panca Jiwa Pondok berupa: (1).
Keikhlasan, (2). Kesederhanaan, (3). Persaudaraan, (4). Menolong diri
sendiri, (5). Kebebasan. Lima ajaran dalam Panca Jiwa Pondok tersebut
ditanamkan dalam seluruh komunitas pesantren sejak dari para santri, ustadz,
semua semua warga pesantren sebagaimana yang terjadi di Pondok Gontor.
Dengan pemahaman dan berlandaskan pada Panca Jiwa Pondok tersebut
dibuatlah program- program dan jangkauan- jangkauan dalam
mengembangkan pondok seperti yang dianut system Pondok Gontor disebut
Panca Jangka, meliputi: pendidikan dan pengajaran, sarana, sumber dana,
kaderisasi, kesejahteraan keluarga (yaitu para pembantu langsung pondok
pesantren)41.
Pondok pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin, mempunyai fungsi
pemeliharaan, pengembangan, penyiaran, dan pelestarian Islam. Dari segi
kemasyarakatan ia menjalankan pemeliharaan dan pendidikan mental42.
Dengan demikian jelaslah bahwa pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam di Indonesia walaupun pada dasarnya memiliki tujuan yang
sama yaitu mendidik para kader- kader kyai, dan ulama namun dalam
realitasnya memiliki system pendidikan dan pengajaran tersendiri pada
masing- masing pesantren. Perbedaan system yang dianut antar pesantren,
maupun dengan lembaga pendidikan lainnya tersebut serta memiliki tradisi
tersendiri yang berbeda dengan tradisi lingkungan yang disekitarnya inilah
akhirnya pondok pesantren disebut memiliki system pendidikan yang unik.
41Mulyono, Peranan Koperasi Dalam Membangun Watak Wirausaha di Lingkungan Pondok
Pesantren (Studi Kasus: Koperasi Pondok Modern Gontor Ponorogo). Skripsi. (Malang: Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang, 1999), hlm. 269.
42 M.Dawan Rahardjo, Op.Cit,. hlm. 83.
29. 41
4. Peran dan Fungsi Pondok Pesantren Di Tengah-tengah Masyarakat
a. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Keagamaan
Dari waktu ke waktu fungsi pondok pesantren berjalan secara dinamis,
berubah dan berkembang mengikuti dinamika social masyarakat global.
Betapa tidak, pada awalnya lembaga tradisional ini mengemban fungsi sebagai
lembaga sosial dan penyiaran agama43.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai
tujuan yang tidak berbeda dengan pendidikan agama Islam yakni mencapai
akhlak yang sempurna atau mendidik budi pekert dan jiwa. Maksud dari
mencapai akhlak yang sempurna yaitu dapat digambarkan pada terciptanya
pribadi muslim yang mempunyai indicator iman, taqwa, ta’at menjalankan
ibadah, berakhlak mulia dan dewasa secara jasmani dan rohani, serta berusaha
untuk hidup sesuai dengan ajaran agama Islam. Adapun yang disebut dengan
terciptanya pribadi muslim yang baik, taqwa, taat menjalankan ibadah, seperti
berakhlak mulia ialah seperti suri tauladan yang dicontohkan pada pribadi
Nabi Muhammad SAW.
Pondok pesantren harus mengembangkan fungsi dan kegiatan- kegiatanya
ke dalam bentuk program dari komponen - komponen aktivitas pondok
pesantren dengan mengusahakan adanya:
1) Pendidikan agama / penyajian kitab
2) Pendidikan formal
3) Pendidikan kesenian
4) Pendidikan kepramukaan
5) Pendidikan olahraga dan kesehatan
6) Pendidikan ketrampilan kejuruan
7) Pengembangan masyarakat lingkungan44.
Dengan komponen- komponen kegiatan tersebut akan diharapkan
bahwa melalui pendidikan di pondok pesantren akan terhimpun penghayatan
43 M. Sulton dan M.Khusnuridlo, Op,Cit,. hlm.13
44 Ibid,. hlm. 29.
30. 41
terhadap ilmu, agama dan seni yang merupakan tiga komponen pendidikan
yang harus terkumpul pada diri seseorang, baik secara pribadi maupun
sebagai kelompok masyarakat.
Dalam fungsi kemasyarakatan pondok pesantren masih diperlukan
pengembangan dan pembinaan, terutama mengenai:
1) Fungsi penyebaran agama (dakwah)
2) Fungsi sebagai komunikator pembangunan
3) Fungsi pemeliharaan nilai-nilai kemasyarakatan yang masih diperlukan.
Dalam fungsi- fungsi tersebut diidentifikasikan peranan kyai sebagai
alternative ideal untuk menampung aspirasi masyarakat, serta peranan
pondok pesantren sebagai lembaga terapi kejiwaan untuk mengatasi soal
kerawanan remaja. Agar peranan dan fungsi pondok pesantren dapat
dikembangkan secara maksimal dalam rangka pembangunan masyarakat
lingkungan, pondok pesantren perlu ditunjang dengan sarana phisik, yang
terkumpul dalam sepuluh komponen sebagai berikut:
1) Masjid
2) Asrama (pondok)
3) Perumahan Kyai/ustadz
4) Gedung pendidikan formal
5) Perpustakaan
6) Balai pertemuan (hiburan/ kesenian dan pendidikan/latihan)
7) Lapangan (olahraga)
8) Balai kesehatan
9) Workshop, training groun/ koperasi
10) Masyarakat lingkungan pedesaan45 .
b. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Sosial
Pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan telah cukup jelas,
karena motif, tujuan serta usaha- usahanya bersumber pada agama. Akhir-
45 Ibid,.hlm. 30.
31. 41
akhir ini terdapat suatu kecenderungan memperluas fungsi pesantren bukan
saja sebagai lembaga agama, melainkan sebagai lembaga social. Tugas yang
digarapnya bukan saja soal- soal agama, tetapi juga menanggapi soal- soal
kemasyarakatan hidup. Pekerjaan social ini semula mungkin merupakan
pekerjaan sampingan atau malahan ”titipan” dari pihak diluar pesantren.
Tapi kalau diperhatikan lebih seksama, pekerjaan social ini justru akan
memperbesar dan mempermudah gerak usaha pesantren untuk maksud
semula. Sebab pengaruh di luar pesantren cukup besar bagi kehidupan para
santri maupun masyarakat sekitar46.
Tugas kemasyarakatan pesantren sebenarnya tidak mengurangi arti
tugas keagamaannya, karena dapat berupa penjabaran nilai- nilai hidup
keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dengan tugas seperti ini
pesantren akan dijadikan milik bersama, didukung dan dipelihara oleh
kalangan yang lebih luas serta akan berkesempatan melihat pelaksanaan
nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari- hari.
Dengan fungsi social ini, pesantren diharapkan peka dan menanggapi
persoalan persoalan kemasyarakatan, seperti: mengatasi kemiskinan,
memelihara tali persaudaraan, memberantas pengangguran, memberantas
kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat, dan sebagainya47
Dalam perjalananya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial,
pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal baik berupa sekolah
umum maupun sekolah agama (madasah, sekolah umum, dan perguruan
tinggi). Di samping itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non
formal berupa madarasah diniyah yang mengajarkan bidang- bidang ilmu
agama saja. Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai
lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak- anak dari segala
lapisan masyarakat muslim dan member pelayanan yang sama kepada
mereka, tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka. Bahkan
46 M. Dawan Raharjo, Pergulatan Dunia Pesantren (Jakarta:P3M, 1985), hlm.17.
47 Ibid., hlm. 18.
32. 41
melihat kinerja dan kyainya, pesantren cukup efektif untuk berperan
sebagai perekat hubungan dan pengayom masyarakat, baik pada tingkat
lokal, arus kedatangan tamu kepada kyai sangat besar, dimana masing-
masing tamu dengan niat yang berbeda- beda. Ada yang ingin
bersilaturahim,ada pula yang ingin berkonsultasi, meminta nasehat,
memohon do’a, bertobat, dan ada pula yang ingin minta jimat untuk
sugesti penagkal gangguan dalam kehidupan sehari- hari. Para kyai juga
sering memimpin majlis taklim, baik atas inisiatif sendiri atau atas
inisiatif panitia pengundang yang otomatis dapat memberikan
pembelajaran berbangsa dan bernegara kepada masyarakat di atas nilai-
nilai hakiki (kebenaran Al- Qur’an) dan asasi dengan berbagai bentuk,
baik melalui ceramah umum atau dialog interaktif. Oleh karenanya, tidak
diragukan lagi kyai dapat memainkan peran sebagai agen pembangunan
dengan menyampaikan pesan- pesan pembagunan dakwah- dakwahnya,
baik secara lisan dan tindakan (uswah hasanah).
Dengan berbagai hal yang potensial dimainkan oleh pesantren
diatas, dapat dikemukakan bahwa pesantren memiliki tingkat integritas
yang tinggi de ngan masyarakat sekitarnya, sekaligus menjadi rujukan
moral (reference of morality) bagi kehidupan masyarakat umum. Fungsi-
fungsi ini akan tetap terpelihara dan efektif manakala para kyai pesantren
dapat menjaga independensi dari intervensi ”pihak luar”48 .
5. Peranan Pondok Pesantren dalam Pembinaan Akhlak Remaja
Dalam kaitanya pembinaan akhlak dengan agama yang terjadi pada
masa remaja biasanya apa yang menjadi kebiasaan atau keinginan remaja
selalu bertentangan atau seringkali bertentangan dengan agama disebabkan
karena pengaruh lingkungan yang cenderung kepada penyimpangan
perilaku keagamaan dan kelalaian tingkah laku. Kelalaian tingkah laku
tersebut pada prinsipnya dikarenakan :
48 M. sulton dan M.Khusnuridlo, op,Cit,. hlm.14.
33. 41
a. Peranan moral agama yang kurang
b. Akibat pengangguran dan tingkat pendidikan yang kurang/ rendah
c. Pengaruh kebudayan yang negatif dari luar
d. Tidak ada tokoh yang ideal dan berwibawa dalam keluarga dan masyarakat
(uswatun hasanah)
e.Kurangnya bimbingan, pengarahan dan pengawasan remaja untuk
berkembang baik.
Dari faktor- factor tersebut yang mengakibatkan menyimpangnya
akhlak remaja dari aturan- aturan agama. Maka sedini mungkin dapat
diusahakan untuk ditanggulangi, oleh karena itu dalam hal ini pembinaan
akhlak sangat menentukan sekali dan sangat strategis di dalam
mempersiapkan remaja yang potensial dan sebagai harapan agama serta
bangsa di masa yang akan datang.
Agar dalam hidupnya manusia senantiasa mengikuti jalan yang
benar hendaknya hidup sesuai dengan fitrah. Maka dipandang perlulah
mereka mendalami pendidikan agama Islam sebagai pijakan dan landasan
belajarnya.
Islam merupakan agama yang fleksibel, ajaranya harus disampaikan
kepada manusia, tidak mengingat waktu baik dilaksanakan dengan system
yang formal maupun non formal. Dengan pelaksanaan yang beranekaragam
bentuknya, memungkinkan ajaran Islam lebih diresapi dan dihayati
maknanya, sehingga lebih cepat dapat membentuk sikap dan karakteristik
seseorang. Sebagai upaya agar remaja mempunyai kepribadian luhur dan
sebagai generasi penerus yang bertanggung jawab. Maka perlu ditanamkan
kepada mereka agama, karena seorang remaja yang dalam masa pancaroba
bila tidak mendapatkan bimbingan serta lingkungan yang mendukung
terhadap perkembanganya maka dapat menimbulkan kelainan tingkahlaku,
sehingga dapat menjelma dalam bentuk kenakalan remaja, kriminalitas,
narkotika, kejahatan seksual (pergaulan bebas) dan sebagainya .
Dan pondok pesantren adalah tempat yang tepat untuk
membina akhlak remaja. Pondok pesantren dengan cara hidupnya yang
34. 41
bersifat kolektif, merupakan salah satu perwujudan atau wajah dari semangat
dan tradisi dari lembaga kegotongroyongan, nila- nilai keagamaan seperti
ukhwah (persaudaraan), ta’awun (tolong menolong), ittihad (persatuan),
thalabul ilmi (menuntut ilmu), ikhsan, jihad, taat (patuh kepada tuhan, rasul,
ulama’, kyai sebagai penerus nabi dan mereka yang diakui sebagai
pemimpin)49
B. PEMBINAAN AKHLAK REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere
(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”
atau “ tumbuh menjadi dewasa”. Dalam Islam, secara etomologi, kalimat
remaja berasal dari murahaqoh, kata kerjanya adalah raahaqo yang berarti
al-iqtirab (dekat). Secara terminologi, berarti mendekati kematangan
secara fisik, akal, dan jiwa serta sosial. Permulaan adolescence tidak
berarti telah sempurnanya kematangan, karena dihadapan adolescence,
dari 7-10 ada tahun-tahun untuk menyempurnakan kematangan. Ada
yang berpendapat bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja,
tiada berbeda dengan kelompok manusia yang lain, ada yang berpendapat
bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan
orang-orang tua. Ada pula yang berpendapat bahwa remaja merupakan
potensi manusia yang perlu dimanfaatkan. Akan tetapi, manakala remaja
diminta persepsinya, mereka akan berpendapat lain50.
2. Pengertian Akhlakul Karimah
Dilihat dari segi etimologi kata ”akhlak” berasal dari bahasa arab,
jamak dari kata ”khuluk” yang artinya perangkai atau tabiat. Ibnu Athir
dalam bukunya ”An-nihayah” menerangkan, hakikat makna khuluk itu,
ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya),
49 M Dawan Raharjo, Op.Cit,. hlm. 7-10.
50 Muhammad Al-Mighwar,Psikologi Remaja,(Bandung : Pustaka Setia 2006) hlm. 55-57
35. 41
sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna
kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya). Tidak berbeda
dengan pendapat Ibnu Athir ini, imam Al-Ghazali berkata pula :”
bilamana orang mengatakan si A itu baik khalqunya, berarti si A itu baik
sifat lahirnya dan sifat batinnya”. Dalam pengertian sehari-hari,
”akhlak”, “kesusilaan” atau sopan santun dalam bahasa Indonesia, dan
tidak berbeda pula dengan arti kata ”moral” atau ”ethic”51.
Adapun kata akhlak itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an yaitu
surat Al-Qalam ayat 4:
Artinya: ”Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti
yang luhur”.52
Sedangkan definisi ”akhlak” menurut Ibnu Maskawih menyatakan,
bahwa yang disebut ”akhlak” ialah : keadaan jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran lebih dulu53.
Dari beberapa definisi yang disebutkan oleh beberapa pakar diatas,
maka kiranya definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
disebut akhlak itu ialah : kehendak jiwa manusia yang menimbulkan
perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran lebih dulu. Selanjutnya menurut Abdullah
Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai
manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu : Pertama ,
perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang
sama, sehingga menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan-perbuatan itu
51 Humaidi Tata Pangarsa, Pengantar Akhlak , ( Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005 )
hlm. 7-8
52 Al-Qur’an dan Terjemahnya
53 Ibid. hlm. 8
36. 41
dilakukan karena dorongan emosi jiwanya, bukan karena adanya
tekanan-tekanan yang dating dari luar seperti paksaan dari orang lain
sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan
yang indah-indah, dan lain sebagainya54.
3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akhlak Remaja
Akhlak mempunyai obyek yang luas karena berkaitan dengan
perbuatan dan tingkah laku manusia, yang setiap perbuatan dan tingkah
lakunya akan masuk kedalam bagian-bagiannya, karena manusia dalam
hidupnya tidak lepas dengan aktifitas hubungan sesama manusia. Masa
remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang-
kadang bertentangan satu sama lain. Misalnya rasa ketergantungan kepada
orang tua, belum dapat dihindari. Mereka tidak ingin orang tua terlalu
banyak campur tangan dalam urusan pribadinya. Kita sering kali
melihat remaja terombang-ambing dalam gejolak emosi yang tidak
terkuasai itu, yang kadang-kadang membawa pengaruh terhadap kesehatan
jasmaninya55 .
Ada beberapa factor yang mempengaruhi terhadap pembentukan
mental remaja yaitu :
a. Faktor Intren
Masalah penting yang dihadapi oleh anak-anak yang sedang berada
dalam umur remaja cukup banyak.Yang paling kelihatan adalah
pertumbuhan jasmani yang cepat. Perubahan yang cepat inilah yang
terjadi pada fisik remaja yang berdampak pula pada sikap dan
perhatiannya terhadap dirinya. Ia menuntut agar orang dewasa
memperlakukannya tidak lagi seperti kanak-kanak. Sementara itu, ia
merasa belum mampu mandiri dan masih memerlukan bantuan orang tua
54 Ibid. hlm.10
55 Zakiyah Daradjat, Remaja Harapan Dan Tantangan (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offisct, 1994) hlm. 40-41
37. 41
untuk membiayai keperluan hidupnya. Keadaan emosinya yang goncang
sering kali diungkapkan dengan cara yang tajam dan sungguh-sungguh.
Kadang-kadang ia mudah meledak dan mudah tersinggung, padahal,
mungkin tanpa disadarinya, ia mudah menyinggung perasaan orang tua.
Sementara itu ia juga mengalami persaan aneh, ia mulai tertarik kepada
teman lawan jenis. Akan tetapi, karena perkembangan tubuhnya kurang
menarik, timbul juga perasaan malu. Akibatnya, dalam dirinya bergejolak
perasaan galau yang tidak menentu56 .
Bila kita tinjau penyebab akhlak yang tidak baik pada remaja
atau terjadinya kenakalan remaja di pandang dari sudut pandang
psikologi, maka tindakan dan perangai yang demikian itu dianggap
sebagai perilaku yang menyimpang. Perilaku tersebut tidak dapat dilihat
dari kelakuan dan penampilan yang terlihat dari luar saja, akan tetapi
harus dikaitkan dengan berbagai factor didalam diri pribadi remaja
yang nakal itu. Faktor-faktor luar yang mempengaruhinya biasanya
berasal dari keluarga, lingkungan, sekolah, masyarakat, maupun
pengaruh luar yang sepintas lalu kelihatan tidak berkaitan dengannya.
Fungsi dan peranan keluarga dalam masalah kenakalan remaja sangat
menentukan, tidak hanya dalam penaggulangannya saja, akan tetapi juga
dalam timbulnya kenakalan dan penyimpangan- penyimpangan akhlak
remaja tersebut57.
b. Faktor Ekstern
Masa remaja yang mengalami banyak perubahan yang terjadi pada
umur remaja awal itu, sudah pasti membawa kepada kegoncangan emosi.
Kadang-kadang hal tersebut ditambah pula dengan banyaknya contoh-contoh
yang tidak baik, tetapi membangkitkan berbagai berbagai dorongan dan keinginan
56 Ibid,. hlm.46 -47
57 Ibid,. hlm 49
38. 41
yang mulai timbul dalam dirinya58. Apalagi di zaman abad ke 21 ini kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi benar-benar memukau dan membuat manusia
terseret untuk ikut tenggelam dan berkecimpung di dunia yang transparan tanpa
rahasia. Manusia dihadapkan pada perubahan cepat dalam berbagai dimensi
kehidupan, terbawa oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang setiap
saat menawarkan sesuatu yang lebih baru, lebih canggih dan lebih menyilaukan
mata59.
Adapun berbagai hal yang disajikan oleh teknologi yang semakin canggih
seperti media elektronik dan medi cetak, yang mudah ditangkap oleh remaja.
Mungkin saja semua itu akan dijadikan oleh remaja sebagai alat identifikasi
diri, sehingga mereka condong menerima dan menirunya. Seolah-olah diri
merekalah yang melakukan dan memerankan adegan yang disaksikanya itu.
Disinilah letak bahaya dan ancaman terhadap kehidupan beragama para remaja
yang sedang mulai mekar, yang sedang menatap hari depan yang diharapkan
dan dicita-citakannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya
baik dan berguna bagi kemajuan bangsa. Tetapi kemajuan iptek itu telah
ditumpangi dan disalahgunakan oleh sebahagiaan manusia yang serakah yang
tidak beragama, atau yang kehidupanya ditentukan oleh hawa nafsu dan bujukan
setan.
Secara tidak terasa, kaum muda Indonesia terbawa oleh arus yang sering
didengar dan disaksikan dalam acara- acara kebudayaan yang ditayangkan oleh
media elektronik, baik berupa tayangan lagu- lagu, film, olah raga dan lainya. Apa
yang dilihatnya jauh lebih besar pengaruhnya dan lebih lama teringat olehnya,
dan akan sering terbayang di ruang matanya. Dan yang paling banyak menjadi
korban adalah remaja, baik yang bersekolah maupun yang sudah bekerja. Betapa
beraninya mereka minum-minum, mabuk-mabukan dan kemudian
58 Ibid,. hlm. 54
59 Ibid,. hlm. 51
39. 41
Memperkosa teman perempuannya. Ada juga wanita dengan senang hati berbuat
serong dengan teman yang dicintainya.60
C. Faktor Lingkungan
Apabila kita memperhatikan remaja yang sedang mengalami kegonjangan
emosi, angan- angannya banyak, Khayalan tentang yang terlarang dalam agama
mulai muncul akibat pertumbuhan jasmaninya yang mendekati ukuran orang
dewasa, sedangkan kemampuan mengendalikan diri lemah. Akibatnya terjadi
kegoncangan emosi, walaupun kemampuan pikir telah matang. Karena itu remaja
yang sedang dalam gejolak pertumbuhan (13 - 21 tahun), yang kurang terlatih
dalam nilai moral dan agama, mudah terseret kepada mengagumi dan meniru apa
yang menyenangkan dan menggiurkanya. Perbuatan salah, perilaku menyimpang,
ketidakpuasan terhadap orang tua, dan mungkin pula melakukan hal-hal terlarang
dalam agama dan hukum negara, merupakan menunya sehari-hari.61
Sesungguhnya penyimpangan sikap dan perilaku anak dan remaja tidak
terjadi tiba-tiba, akan tetapi melalui proses panjang yang mendahuluinya.
Disamping itu berbagai factor ikut berperan dalam peristiwa tersebut. Diantara
factor - faktor yang timbul dari dalam diri anak atau remaja misalnya
keterbelakangan kecerdasan, kegoncangan emosi akibat tekanan perasaan
(frustasi), kehilangan rasa kasih saying atau merasa dibenci, diremehkan,
diancam, dihina dan sebagainya. Semua perasaa negative tersebut dapat
menyebabkan seseorang putus asa, bersikap negative terhadap orang lain,
bahkan mungkin juga sikap negatifnyadihadapkan kepada Allah.Maka ia
condong menentang ajaran agama, meremehkan nilai-nilai moral dan akhlak.
Sikapnya boleh jadi akan mempengaruhi atau mewarnai seluruh penampilan
perilakunya, air muka yang tegang, benci dan menentang setiap orang yang
berkuasa, merasa iri dan dengki kepada orang yang melebihi dirinya, bahkan
60 Ibid,.hlm. 54-55
61 Ibid,.hlm. 58
40. 41
kebencian diarahkan pula kepada tokoh masyarakat, pemuka agama dan
pemerintah.
Ada juga factor negative yang dating dari keluarga, misalnya orang tua
tidak rukun, sering bertengkar di hadapan anak, ada pula orang tua yang
melibatkan anak dalam perselisihan mereka, sehingg si anak terombang-ambing
diantara ibu dan bapaknya. Ada juga yang disebabkan oleh perlakuan tidak adil
dari pihak orang tua terhadap anak-anak, dan dia termasuk yang kalah bersaing
dalam memperebutkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya62. .
4. Masalah Kehidupan Remaja Dewasa ini
Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, remaja bisabermasalah
dan bias pula berbahagia. Kedua kondisi ini banyak bergantung pada pengalaman
yang positif atau negatif. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jiwanya.Bila remaja tidak mencapai kebahagiaan, dia mengalami masalah yang
serius. Menurut intensitasnya, rentangan remaja bermasalah dapat digambarkan
dalam tiga kategori utama; bermasalah wajar yang berkaitan dengan ciri-ciri
masa remaja, bermasalah menengah yang berkaitan dengan tanda-tanda
bahayanya, dan bermasalah taraf kuat mencakup bermasalah yang pasif dan
bermasalah yang agresif63.
a. Perilaku bermasalah yang wajar
Secara psikologis, perilaku bermasalah yang wajar adalah perilaku yang
masih ada dalam batas ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan sebagai akibat
adanya perubahan fisik dan psikis, dan masih bias diterima selama dirinya dan
masyarakat di sekitarnya tidak dirugikan.
b. Perilaku bermasalah menengah
62 Ibid,. hlm. 59
63 Muhammad Al-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung : Pustaka Setia, 2006) hlm. 187
41. 41
Secara psikologis, perilaku bermasalah menengah adalah perilaku remaja
yang masih merupakan akibat dari adanya berbagai perubahan fisik dan psikis
dalam pertumbuhan dan perkembangan, tetapi telah menunjukan berbagai tanda
yang mengarah pada adanya penyimpangan yang cenderung merugikan dirinya
sendiri dan lingkunganya. Perilaku ini juga merupakan pengembangan-
pengembangan negative berbagai masalah wajar sebelumnya yang semakin
menguat yang diakibatkan oleh tiga hal ; pertama, dirinya kurang mampu
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembanganya serta tidak
mampu menerima apa yang diraihnya. Kedua, adanya berbagai tekanan
lingkungan, seperti dari orang tua dan teman sebaya serta masyarakat yang lebih
luas. Ketiga, tidak mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tekanan yang ada.
Perilaku bermasalah menegah ini juga dinamakan tanda –tanda bahaya, baik
yang agresif, pasif atau pengunduran diri, atau netral. Perilaku yang
menunjukkan tanda-tanda bahaya yang agresif, antara lain sikap selalu ingin
menguasai dan menyerang orang lain. Perilaku yang menunjukkan tanda-tanda
bahaya yang pasif, antara lain merasa tidak aman sehingga remaja merasa
merendahkan diri dan rela dijajah oleh siapa saja di dalam maupun diluar rumah,
selalu melamun sebagai konpensasi bagi kekurangpuasanya dalam kehidupan
sehari-hari, dan berusaha menarik perhatian dengan berbuat kekanak-kanakan.
Adapun perilaku yang menunjukkan tanda-tanda bahaya yang netral, antara lain
remaja mengabaikan tugas-tugasnya demi bersenang-senang karena tidak adanya
tanggung jawab, dan terlalu malu bila berada jauh dari rumahnya. Sebagaimana
perilaku bermasalah wajar, perilaku bermasalah menegah pun membutuhkan
perhatian yang serius dari pendidik dan pembimbing. Dan mengabaikanya akan
mengakibatkan pengembangan pada perilaku yang semakin salah dan semakin
menyimpang64.
c. Perilaku bermasalah yang kuat atau penyimpangan perilaku
64 Ibid,. hlm 190-191
42. 41
Perilaku bermasalah yang kuat adalah perilaku yang muncul akibat
adanya rasa tidak enak, rasa tercekam, rasa tertekan yang didorong oleh
faktor –faktor yang kontradiktif dalam diri seseorang, yang secara kuat
pula menimbulkan berbagai tindakan mengundurkan diri secara berlebihan
atau agresif yang berlebihan. Perilaku itu di anggap menyimpang dari
kewajaran karena cenderung ada rasa putus asa, tidak aman, atau
merusak, melanggar berbagai peraturan.
Sebagaimana perilaku bermasalah menengah, perilaku bermasalah
yang kuat ini pun terdiri dari dua sifat, pertama, yaitu agresif, dan kedua,
pasif. Perilaku menyimpang yang agresif adalah bentuk-bentuk tingkah
laku social yang menyimpang dan cenderung merusak, melanggar
peraturan dan menyerang. Banyak aspek yang menjadi obyek
penyimpangannya, misalnya hak milik orang lain, seks, dan sebagainya.
Gejala umum yang biasa tampak dari penyimpangan ini antara lain
menyakiti hati orang lain, suka berkelahi, membuat kegaduhan dalam
masyarakat atau sekolah, mengolok-olok secara berlebihan, tidak
mengindahkan perintah, melanggar peraturan, sering berbohong, sering
memerintah, mementingkan diri sendiri, suka menyakiti hati anak yang
lebih kecil, pendendam, melanggar kehormatan seks lawan jenis, dan
sejenisnya. Penyimpangan ini terjadi karena remaja tidak memiliki sikap,
perasaan dan keterampilan tertentu yang dituntut dalam tugas-tugas
perkembanganya sehingga mereka cenderung tidak memedulikan
norma-norma masyarakat, dan sikap tidak peduli ini menimbulkan semua
pelanggaran tersebut. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah kenakalan
remaja65.
5. Tujuan Pembinaan Akhlak Remaja
Pembinaan akhlak remaja diselenggarkan dengan tujuan umum
yaitu membantu para remaja untu meningakatkan keimanan, pemahaman,
65 ibid,. hlm. 192
43. 41
dan pengahayatan serta pengalaman tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah yang
maha esa, berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Adapun tujuan pembinaan akhlak remaja secara
khusus adalah:
a. Remaja memahami dan menghayati ajaran agama Islam,
terutama yang berkaitan dengan fardu ain
b. Remaja mau dan mampu dalam melaksanakan ajaran agama
Islam
c. Remaja memiliki kesadaran dan kepekaan social dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara66
Manusia dalam hidupnya tidak akan terlepas dari perbuatan-
perbuatan sebagai proyeksi dari kemampuanya, serta sebagai
eksperimental dari apa yang diinginkanya. Dengan perbuatan itulah akan
tercermin sikap dan watak.
Dalam Islam penempatan akhlak merupakan hal yang mutlak
dimiliki dan dipunyai oleh setiap orang. Akhlak adalah upaya manusia
untuk mempertahankan keluarga dan hidupnya, dan akhlak pulalah yang
membedakan manusia dengan binatang. Akhlak yang baik adalah
berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan
serta berbuat kebaikan dan menahan diri diri dari keburukan. Adalagi yang
mengatakan, ”membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan
sifat-sifat yang mulia”67.
Bagi remaja ide-ide agama, dasar keyakinan dan pokok ajaran
agama pada dasarnya diterima oleh seorang remaja, namun manakala ia
mendapat kritikan dan apa yang tumbuh sejak kecilnya, begitu mudah
66 Endin Mujahidin, Op,Cit., hlm. 139
67 Fariq bin Gasim Anuz, Bengkel Akhlak (Jakarta : Darul Falah, 2002) hlm. 15 -16
44. 41
sirna lantaran kemampuan menangkap hal-hal yang abstrak masih lemah.
Karena itu tidak jarang-jarang ide -ide pokok agama ditolak pula, bahkan
kadang-kadang ia merasa bimbang beragama, terutama bagi mereka yang
mungkin tidak dapat ditangkap dengan proses berfikir yang matang dan
krisis.
Apabila agama telah mencapai sifa t-sifat moral pada remaja, maka
kebaikan tertinggi adalah perasaan agama disertai oleh pikiran tentang
kebaikan yang tertinggi. Pada permulaan, adalah kelezatan, sesudah itu
muncul bapak dan tunduk kepadanya dan setelah tumbuh pikiran tentang
Allah, maka yang sangat baik adalah mematuhi perintah Allah. Kejahatan
yang sangat besar dalam pandangan anak di usia remaja adalah mencela
agama. Nilai-nilai agama meningkat bersama-sama nilai-nilai keluarga,
atau berati bahwa moral keluarga mengikuti moral agama. Misalnya pada
anak umur 10 tahun, si anak patuh kepada bapaknya karena Allah
menyuruhnya, sedang pada umur 5 atau 6 tahun dulu, ia patuh kepada
Allah karena bapaknya menghendaki demikian. Ini adalah menunjukan
kemajuan social dan penyesuaian diri terhadap keluarga berganti dengan
penyesuaian agama68.
Allah semakin dekat kepada jiwa si anak, karena si anak makin
dekat pula kepada dirinya sendiri, ia mulai mendengar kata hatinya tentang
akhlak dan Allah menjadi pantulan dari suara tersebut. Seperti
filsafat ”kant” menganggap bahwa morallah bukan akal yang merupakan
jalan untuk menyampaikan kita kepada Allah, dari penganalisaan tentang
arti ”wajib” yang membawa dengan sendirinya kepada Allah, sebagai
keharusan moral. Demikian pulalah halnya dengan anak-anak yang telah
besar dimana kepercayaan tidak didasarkan atas keharusan pikiran, tapi
adalah keharusan moral69.
Dengan dasar itulah, maka bukan hal yang berlebihan jika generasi
muda atau tua remaja perlu dibina serta dididik dengan akhlakul karimah,
68 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Bulan Bintang, 1970) hlm. 50-51
69 Ibid,. hlm.51
45. 41
agar remaja memiliki pemahaman dan penjelasan yang memadai dan
memuaskan tentang tata norma kehidupan yang sesuai dengan ajaran
agama, berperangai yang baik serta berbudi pekerti yang luhur70
6. Metode Pembinaan Akhlak Remaja
Kedudukan suatu metode dalam dunia pendidikan dan
pembinaan adalah sangat penting sekali, sebab tanpa adanya metode yang
tepat maka tujuan dari pendidikan itu tidak akan berhasil dengan baik.
Menurut Drs. Ahmad. D. Marimba ada dua jenis
pendekatan metode yakni meliputi :
a. Metode Langsung
Adalah mengadakan hubungan langsung secara pribadi dan
kekeluargaan dengan individu yang bersangkutan. Metode secara langsung
ini dibedakan menjadi lima, diantaranya adalah :
1) Teladan
Tingkah Laku, cara berbuat dan berbicara akan di tiru oleh anak
(ingat dorongan meniru dan perkenaan). Dengan teladan ini, timbulah
gejala identifikasi positive, ialah penyamana diri dengan orang yang
ditiru. Identifikasi positive itu penting sekali dalam pembentukan
kepribadian.
Seperti dikatakan diatas, nilai-nilai yang dikenal si anak masih
melekat pada orang-orang yang disenanginya dan dikaguminya, jadi pada
orang-orang dimana ia berinditifaksi. Inilah salah satu proses yang
ditempuh anak dalam mengenal nilai. Sesuatu itu disebutkan baik karena
juga oleh ayah, ibu atau guru.
2) Anjuran, suruhan dan perintah
Kalau dalam teladan anak dapat melihat, maka dalam anjuran dsb.
Anak mendengar apa yang harus dilakukan. Suruhan, anjuran dan perintah
adalah alat pembentuk disiplin secara positive. Disiplin perlu dalam
70 Muhammad Al-Mighwar, Op,Cit,. hlm: 190
46. 41
pembentukan kepribadian, terutama karena akan menjadi disiplin sendiri,
tetapi sebelum itu perlu lebih dahulu ditanamkan disiplin dari luar.
3) Latihan-latihan
Tujuannya ialah untuk menguasai gerakan-gerakan dan menghafal
ucapan-ucapan (pengetahuan). Dalam melakukan ibadat kesempurnaan
gerakan dan ucapan ini penting artinya Latihan juga dapat menanamkan
sifat-sifat yang utama, misalnya kebersihan, keteraturan dan sebagainya.
Latihan membawa anak ke arah berdiri sendiri (tidak usah selalu dibantu
oleh orang lain). Latihan membawa kepuasan bagi sianak, dengan
memperhatikan hasil-hasil latihannya, dan dapat member dorongan untuk
melakukan yang lebih baik (self competition).
4) Hadiah dan sejenisnya
Yang dimaksud hadiah, tidak usah selalu berupa barabg. Anggukan
Kepala dengan wajah berseri-seri, menunjukan jempol (ibu jari)si
pendidik, sudah satu hadiah. Pengaruhnya besar sekali. Memenuhi
dorongan mencari perkenan, mengembirakan anak, menambah kepercayaan
pada diri sendiri. Membantu dalam usaha mengenal nilai -nilai.
5) Kompetisi dan kooperasi
Diatas telah disebutkan arti (guna) self competition, kompetisi dengan
orang lain dalam arti yang sehat, misalnya perlombaan mengaji Al- Qur’an
dsb. Mendorong anak berusaha lebih giat. Kooperasi meliputi usaha-usaha
kerja bersama. Menumbuhkan rasa simpati dan penghargaan kepada orang-
orang lain, menambahkan rasa saling percaya71.
b. Metode T ak Langsung
Yang dimaksud dengan metode tak lagsung adalah metode yang
bersifat pencegahan, peneknan pada hal-hal yang merugikan.
71 Ahmad.D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : PT Al-Ma’arif , 1980)
hlm. 85 - 86
47. 41
1) Koreksi dan pengawasan
Koreksi dan pengawasan bertujuan untuk mencegah dan menjaga
agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Pengawasan
tersebut sangat perlu bagi remaja, sebab bila ada kesempatan remaja akan
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan peraturan yang ada.
2) Larangan
Maksudnya adalah suatu keharusan untuk tidak melaksanakan
Pekerjaan yang merugikan. Misalnya larangan untuk melanggar peraturan
yang ada atau yang telah di tetapkan.
3) Hukuman
Adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan
sengaja sehingga menimbulkan penyelesaian dan penyesalan72.
Setiap metode mengajar mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-
masing. Semakin mampu guru (ustadz) mengurangi kelemahan dalam
mempergunakan suatu metode, maka akan semakin tinggi pula efisiensi
dan efektifitasnya, apalagi dalam membina pendidikan pada remaja.
Menurut Prof. Dr. H. Hadari Nawawi ada beberapa pendekatan metode
di antaranya adalah :
a. Metode Ceramah
Dalam istilah lama metode ini disebut juga metode
memberitahukan. Disamping itu ada yang menyebutnya metode
penyampaian informasi atau metode cerita (bercerita) Sebagaimana di
jelaskan dalam firman Allah surat Al-A’raaf ayat 35 sebagai berikut :
Artinya: Hai anak –anak Adam, jika dating kepadamu rasul-rasul
daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka
barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada
72 Ibid., hlm. 86-87
48. 41
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Q.S
Al-A’raaf : 35)
Metode ceramah ini merupakan metode penerangan atau penuturan
secara lisan oleh guru atau ustadz kepada sejumlah murid atau santri yang
biasanya berlansung di dalam sebuah kelas. Guru atau ustadz
merupakan pihak yang aktif atau pusat kegiatan (teacher centered).
Untuk mewujudkan sentuhan pendidikan dalam menyampaikan materi
pelajaran (misalnya tentang shalat, akhlak dan lain-lain), satu-satunya alat
bantu yang dipergunakan hanyalah kalimat yang dituturkan secara lisan.
Murid atau santri cenderung pasif.
Aktivitas utama yang dilakukan adalah mendengar secara tertib
dan mencatat seperlunya pokok-pokok pelajaran yang dianggap penting.
b. Metode Tanya Jawab
Dari perkataan tanya jawab sudah dapat dipahami, bahwa metode
ini merupakan cara mengajar, yang dilakukan dengan mengajukan
peertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Metode ini secara murni tidak
diawali dengan ceramah, tetapi murid atau santri sebelumya sudah
diberi tugas, membaca materi pelajaran tertentu dari sebuah atau lebih
buku. Kemudian di kelas pelajaran dilakukan dengan cara bertanya
jawab. Pertanyaan dapat dating dari guru ustadz, yang telah
dipersiapkan lebih dahulu dan diajukan pada murid atau santri di
kelasnya. Sebaliknya murid atau santri, dapat juga ditugaskan
membuat pertanyaan-pertanyaan pada waktu mempelajari materi
tersebut. Selanjutnya di dalam kelas pertanyaan disampaikan secara
lisan. Yang oleh guru atau ustadz dilemparkan lebih dahulu kepada
murid atau santri lain untuk dijawab, sebelum dijawab oleh guru atau
ustadz apabila tidak ada yang dapat menjawabya.
c. Metode diskusi
Metode ini dapat juga disebut musyawarah, meskipun sebenarnya
lebih mengarah pada kepentingan rapat-rapat dan kurang tepat
dipergunakan dalam proses belajar mengajar. Disamping itu karena
49. 41
pertanyaannya mengandung masalah, metode ini dapat dikembangkan
menjadi metode pemecahan masalah (problem solvingmethod )73.
Dengan demikian sebenarnya banyak metode atau cara dalam
pembinaan akhlak remaja. Tentunya setiap metode memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing serta memiliki daya
ketepatan sesuai situasi dan kondisi dimana metode tersebut
digunakan. Demikian juga metode yang digunakan Pondok Pesantren
dalam pembinaan akhlak remaja tentunya menggunakan metode yang
tepat sesuai dengan situasi dan kondisi.
73 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993) hlm. 250-271
50. 41
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan Hasse J, Muhammad Zain (Editor). 2008. Agama, Pendidikan
Islam, dan Tanggung jawab Sosial Pesantren.Yogyakarta: Sekolah
Pascasarjana UGM.
Al–Mizan. 2013. “Relevansi Predikat Kota Santri bagi Kabupaten Pekalongan”.
Dalam jurnal Agent Of Change. (Edisi XIX ) Pekalongan.
Aminudin, 2002. Pendidikan Islam Untuk Perguruan Tinggi . Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
-------.1992. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Damopolii,Muljono. 2011. Pesantren Modern IMMIM Pencetak Muslim Modern:
PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia:
BalaiPustaka. Jakarta
Gunarsa, Y. Singgih D. 1978. Psikologi Remaja . Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hadi, Sutrisno. 1975. Metodologi Research . Yogyakarta: UGM.
Halim, Ali Abdul. 2002. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani.
Jalaluddin. 2005. Psikologi Agama .Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada.
Kartono, Kartini . 1990. Psikologi Anak Psikologi Perkembangan. Bandung: PN.
Mandar Maju.
Miller, Mattew B. et al.,. 1992. Analisis Data Kealitatif . Jakarta: UI Press
Moleong, Lexy . 2002. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Mulyono. 1999. “Peranan Koperasi Dalam Membangun Watak Wirausaha di
Lingkungan PondokPesantren”.Malang:Skripsi Studi Kasus STAIN.
51. 41
Poerwodarwinto. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia : Balai Pustaka. Jakarta
Nahrawi Amiruddin. 2008. Pembaharuan Pendidikan Pesantren : Gama Media.
Yogyakarta
Qomar Mujamil. 2005. Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi : Erlangga . Jakarta
Ahmad Beni dan Abdul khamid. 2012. Ilmu Akhlak : CV. Pustaka Setia. Bandung
Kartono Kartini. 2007. Psikologi Anak : CV. Mandar Maju. Bandung
Raharjo,M.Dawan. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah.
Jakarta: P3M
Sulton, M dan M. Khusnuridlo. 2006. Manajemen Pondok Pesantren dalam
Perspektif Global .Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Surahmat, Winarto. 1978. Dasar dan Teknik Pengantar Metode. Bandung:
Tarsito.
Yunus, Mahmud . 1984. Kamus Arab Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Zuriah,Nurul. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Rosdakarya.