Optimalisasi Manajemen Sekolah sebagai Lingkungan Belajar dalam Pembentukan C...Paulus Robert Tuerah
Sekolah sebagai lingkungan belajar formal memiliki tanggung jawab dalam pembentuk civic disposition siswa ditengah kemajuan iptek yang begitu pesat. Penenlitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang optimalisasi manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam pembentukan civic disposition di SMA Katolik Karitas Tomohon. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara. Sumber data adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa dan orang tua. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengoptimalisasian manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam bembentukan civic dispositon di sekolah terlaksana melalui kegiatan di dalam kelas dan luar kelas yaitu dalam pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai Pancasila dan pembiasaan penanaman nilai-nilai karakter nasionalisme dan religius pada kegiatan ibadah pagi, upacara bendera, serta ekstrakurikuler. Selanjutnya faktor pendukung dalam pengoptimalisasian tersebut adalah sistem sekolah, fasilitias sekolah, koordinasi serta kerjasama yang baik antar guru mata pelajaran dan pembimbing, serta adanya RPP. Namun dalam pelaksanaanya ditemukan faktor penghambat yaitu rendahnya motivasi belajar dan keterlibatan siswa dalam kegiatan di luar kelas, dan kurangnya pengalaman atau contoh nyata dalam lingkungan keseharian yang dimanfaatkan guru sebagai media pembelajaran dalam proses pemahaman siswa terhadap materi. Optimalisasi manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam pembentukan civic disposition di SMA Katolik Karitas Tomohon belum berjalan secara maksimal.
Optimalisasi Manajemen Sekolah sebagai Lingkungan Belajar dalam Pembentukan C...Paulus Robert Tuerah
Sekolah sebagai lingkungan belajar formal memiliki tanggung jawab dalam pembentuk civic disposition siswa ditengah kemajuan iptek yang begitu pesat. Penenlitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang optimalisasi manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam pembentukan civic disposition di SMA Katolik Karitas Tomohon. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara. Sumber data adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa dan orang tua. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengoptimalisasian manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam bembentukan civic dispositon di sekolah terlaksana melalui kegiatan di dalam kelas dan luar kelas yaitu dalam pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai Pancasila dan pembiasaan penanaman nilai-nilai karakter nasionalisme dan religius pada kegiatan ibadah pagi, upacara bendera, serta ekstrakurikuler. Selanjutnya faktor pendukung dalam pengoptimalisasian tersebut adalah sistem sekolah, fasilitias sekolah, koordinasi serta kerjasama yang baik antar guru mata pelajaran dan pembimbing, serta adanya RPP. Namun dalam pelaksanaanya ditemukan faktor penghambat yaitu rendahnya motivasi belajar dan keterlibatan siswa dalam kegiatan di luar kelas, dan kurangnya pengalaman atau contoh nyata dalam lingkungan keseharian yang dimanfaatkan guru sebagai media pembelajaran dalam proses pemahaman siswa terhadap materi. Optimalisasi manajemen sekolah sebagai lingkungan belajar dalam pembentukan civic disposition di SMA Katolik Karitas Tomohon belum berjalan secara maksimal.
UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS
SISWA KELAS V MI NU TERATE GRESIK MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
A. Latar Belakang
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Pengajaran IPS di SD ditujukan bagi pembinaan generasi penerus usia dini agar memahami potensi dan peran dirinya dalam berbagai tata kehidupannya, menghayati keharusan dan pentingnya bermasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan kekeluargaan serta mahir berperan di lingkungannya sebagai insan sosial dan warga negara yang baik. Untuk itulah dalam pengajaran IPS harus dapat membawa anak didik kepada kenyataan hidup yang sebenarnya yang dapat dihayati mereka, ditanggapinya, dianalisisnya akhirnya dapat membina kepekaan sikap mental, ketrampilan dalam menghayati kehidupan yang nyata ini. Melalui pengajaran IPS seperti yang digambarkan di atas diharapkan terbinanya sikap warga negara yang peka terhadap masalah sosial yang memberikan pelajaran yang membantu anak untuk mengenal hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya melalui pelajaran IPS. IPS merupakan pelajaran yang memadukan sejumlah ilmu-ilmu sosial yang mempelajari kehidupan sosial, yang didasarkan pada kajian geografi, ekonomi, sosiologi, tata negera dan sejarah.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (KTSP, 2006:82).
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis
Peran Budaya Sekolah Melalui peran proses sosialisasi guru
1. Sejauh Mana Perbaikan Budaya
Sekolah di Indonesia Melalui
Optimalisasi Peran Proses Sosialisasi
Dalam Bentuk Akomodasi yang
Maksimal Guru
Franciscus Asisi Dwi Kristanto
15504241025 / A
Pendidikan Teknik Otomotif
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta
2. Latar Belakang
Proses sosialisasi pada era perkembangan teknologi seperti saat ini menjadi
semakin mengkhawatirkan. Dimana orang menjadi pasif atau jarang berinteraksi
satu sama lain, tetapi lebih memilih bermain dengan gadgetnya masing-masing.
Menjadi beban atau tanggung jawab sekolah untuk mendidik siswanya menjadi
seseorang yang jujur, cendikia, dan bertaqwa kepada Tuhan. Namun pada beberapa
hari belakangan ini ada berita mengejutkan yaitu seorang siswa membunuh
gurunya sendiri, hal ini mengindikasikan bahwa sekolah belum berhasil mendidik
siswanya.
Di sekolah seorang guru tidak hanya memiliki tugas memberikan pengetahuan
akademik saja, akan tetapi guru seharusnya dapat memberikan pengetahuan nilai-
nilai hidup bermasyarakat seperti sopan santun dan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat secara konkret agar siswa dapat memiliki tingkah laku yang baik. Nilai-
nilai tersebut tersebut dapat di terpkan melalui budaya sekolah.
3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi pendidikan dan budaya sekolah di zaman yang
perkembangan teknologinya sudah sangat maju seperti saat ini?
2. Sejauh mana budaya sekolah melalui optimalisasi peran proses
sosialisasi yang dilakukan oleh guru di era pendidikan seperti saat
ini?
4. Kajian Pustaka
KBBI mendifinisikan budaya dalam dua pandangan, yaitu pertama, hasil kegiatan
dan pencinptaan batin. Kedua, menggunakan pendekatan antropologi yaitu
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
memahami lingkungan serta pengalaman dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunya.
C.A. Van Perusen Berpendapat bahwa budaya meliputi segala manifestasi dari
kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti: agama,
kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, dll.
Menurut Robbins dan Alvy (1995) budaya sekolah adalah sebuah realita yang nyata
dari sekolah, dimana realita ini menggambarkan apa saja yang dipertahankan oleh
anggota organisasi, apa yang dilakukan untuk mengisi waktu, apa dan bagaimana
perayaan-perayaan mereka, dan tentang apa yang mereka bicarakan.
5. Kajian Pustaka Lanjutan…
Menurut Peter L. Berger Sosialisasi ialah proses pada seorang anak yang sedang belajar
menjadi anggota masyarakat. Adapun yang dipelajarinya ialah peranan pola hidup dalam
masyarakat yang sesuai dengan nilai dan norma-norma maupun kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat.
Menurut Sucann Robinson Ambron (Yusuf, 2004:123) menyatakan bahwa sosialisasi itu
sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan
sekolah dalam membimbing anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial
atau norma-norma kehidupan bermasyarakat.
Melalui beberapa pendapat tokoh diatas dapat ditarik kesimpulan budaya sekolah
melalui proses sosialisasi adalah upaya sekolah untuk meningkatkan perilaku siswa
melalui proses belajar di sekolah dan dirumah. Dalam hal ini upaya sekolah untuk
meningkatkan budaya sekolah tergantung dari guru yang mengajar.
6. Pembahasan
Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi dapat berdampak positif namun juga
dapat berdampak negatif bagi pendidikan.
Kondisi budaya sekolah di Indonesia saat ini tidak dapat dikatakan baik. Hal itu dapat
dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi di sekolah maupun diluar sekolah.
Seperti dilansir pada Liputan6.com, Jakarta. “Kekerasan di pendidikan yang semakin masif dan
menggerikan, baik yang dilakukan oleh siswa maupun dilakukan guru," ucap Sekjen FSGI Heru
Purnomo di Kantor LBH Jakarta, Selasa (26/12/2017).
Kesimpulan itu merujuk pada kasus kekerasan yang terjadi. Heru mencontohkan kasus
tewasnya siswa kelas 3 SD di Sukambumi akibat berkelahi dengan temannya.
Kemudian di Lombok Barat, juga pernah ada laporan menerima laporan terkait kasus
pemukulan terhadap sejumlah siswa yang kerap dilakukan oleh seorang oknum guru.
Beberapa video kekerasan di lingkungan sekolah juga sempat viral di media sosial. Heru
menyinggung peristiwa penamparan empat siswi oleh seorang guru di Maluku yang terekam
video.
Yang paling menyedot perhatian adalah peristiwa adu tarung gladiator. Beberapa persitiwa
berujung pada jatuhnya korban tewas.
7. Pembahasan Lanjutan
Budaya sekolah di Indonesia tidak sepenuhnya buruk, beberapa penelitian membuktikan
bahwa guru di sekolah dapat meningkatkan hasil belajar, sikap disiplin, religious dengan
menerapkan budaya sekolah.
Seperti dilansir di salah satu jurnal yang dibuat oleh Naniek Sulistya Wardani, FKIP UKSW
Salatiga menyimpulkan bahwa melalui pengembangan nilai-nilai budaya sekolah
berkarakter dapat meningkatkan sebagai berikut :
berupa kedisiplinan mengikuti pelajaran mencapai 100 %, kesehatan yang baik mencapai
97,04 %, kecerdasan ditunjukkan oleh tingkat kelulusan siswa selama 3 tahun mencapai
100% dan tingkat kenaikan kelas 97,40%. Kemudian nilai kesopanan, nilai kepedulian
terhadap sesama dan nilai kerjasama mencapai 84,22%, 87,52% dan 84,81%.
Kemudian penelitian lain seperti Skripsi yang berjudul “Penerapan Manajemen Budaya
Sekolah Islami” dibuat oleh Ana Rosdiana dari UIN Jakarta. Skripsi tersebut menyimpulkan
bahwa manajemen budaya sekolah yang cukup baik mulai dari segi perencanaan,
pelaksanaan, sampai pada evaluasi.
Masih banyak lagi penelitian atau jurnal yang mengungkapkan keberhasilan sekolah dalam
menerapkan budaya sekolah pada sekolahnya.
8. Kesimpulan
Budaya Sekolah melalui proses sosialisasi di Indonesia dapat dikatakan belum
maksimal. Hal tersebut berdasarkan masih banyaknya kasus-kasus seperti
tawuran, bullying, anak tidak naik kelas, kasus kekerasan guru terhadap murid
maupun sebaliknya.
Namun demikian beberapa sekolah berhasil memaksimalkan budaya sekolah
melalui proses sosialisasi. Keberhasilan tersebut dikarenakan beberapa faktor
penting seperti :
Peran pemerintah dalam membuat regulasi tentang pendidikan, seperti indikator
kompetensi untuk menjadi seorang guru.
Peran pemimpin sekolah dalam membuat kebijakan, visi misi tujuan sekolah, dll.
Guru sebagai ujung tombak. Dimana guru adalah orang yang harus mendidik dan
mensosialisasikan budaya sekolahnya kepada siswa. Sehingga guru menjadi faktor
penting dalam keberhasilan menerapkan budaya sekolah. Seorang guru yang
berkompeten dapat dinilai dari apakah dia bisa mensosialisasikan budaya
sekolahnya kepada siswa.
9. Daftar Pustaka
Maryamah, Eva. (2016). Pengembangan Budaya Sekolah. IAIN : Banten
Wardani, Naniek Sulistya. (2016). Pengembangan Nilai-Nilai Budaya
Sekolah Berkarakter. UKSW : Salatiga.
Sari, Puji Nofita. (2017). Pengembangan Karakter Siswa Melalui Budaya
Sekolah Yang Religius Di SD Aisyah Unggulan Gemolong Tahun 2017. IAIN :
Surakarta.
Vitaria, Lia. (2017). Budaya Sekolah Menengah Atas 17 Bantul. UNY :
Yogyakarta.
Rosdiana, Ana. (2017). Penerapan Manajemen Budaya Sekolah Islami Di
SMP It Al Madinah Bogor. UIN : Jakarta.
Wardani, Kristi. (2014). Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Budaya
Sekolah Di SD Negeri Taji Prambanan Klaten. UST : Yogyakarta.
News.Liputan6.com (diakses pada tanggal 30 Maret 2017)