Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Utik Pariani
Â
laporan pendahuluan asuhan keperawatan DM tipe 2. definisi: Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. etiologi: Factor genetic, Factor imunologi
Factor lingkungan, Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun), Obesitas, Riwayat keluarga. pathway dan masalah keperawatan. pengkajian, diagnosa intervensi rasional
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Utik Pariani
Â
laporan pendahuluan asuhan keperawatan DM tipe 2. definisi: Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. etiologi: Factor genetic, Factor imunologi
Factor lingkungan, Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun), Obesitas, Riwayat keluarga. pathway dan masalah keperawatan. pengkajian, diagnosa intervensi rasional
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
Â
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
3. A. DEFENISI
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit
kulit menahun yang ditandai dengan peradangan dan
pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah,
telinga, kulit kepala dan kandung pada bagian tubuh
lainnya.
Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi
terhadap komponen inti sel yang berhubungan dengan
manifestasi yang luas sehingga merusak organ tubuh.
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan,
atau penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus
membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,
leukosit, atau trombosit.
4. Tubuh membuat terlalu
banyak antibodi atau
semacam protein yang
antibodi seharusnya
ditujukan untuk melawan
bakteri ataupun virus yang
masuk ke dalam tubuh tapi
malahan ditujukan untuk
melawan jaringan tubuh
sendiri. Dengan demikian,
Lupus disebut sebagai
autoimmune disease
(penyakit dengan
kekebalan tubuh
5. B.ETIOLOGI
Belum diketahui dengan jelas , namun
terdapat banyak bukti bahwa Sistemik lupus
erythematosus (SLE) bersifat multifaktor,
mencakup :
a. Genetik
b. Infeksi
c. Lingkungan
d. Stress
e. Cahaya matahari
f. Faktor Resiko, hormon,imunitas, obat
6. C.FATOFISIOLOGI
Penyakit sistemik lupus eritematosus ( SLE ) tampaknya
terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan auto anti bodi yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi
antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama
usia reproduktif ) dan lingkungan ( cahaya matahari, luka
bakar termal ). Obat-obat tertentu seperti hidralasin (
Apresoline , prokainamid ( Pronestyl ), isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan
disamping makanan kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
7. D. MANIFESTASI
KLINIS
Keluhan utama dan pertama sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah
artralgia, dapat juga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi
perifer. Pasien mengeluh lemas, lesu dan capek sehingga
menghalanginya beraktivitas. Demam pegal linu seluruh tubuh, nyeri
otot dan penurunan berat badan terdapat kelainan kulit spesifik
berupa bercak malar menyerupai kupu-kupu dimuka dan eritema
umum yang menonjol. Terdapat kelainan kulit menahun berupa bercak
diskoid yang bermula sebagai eritema papul atau plak bersisik. Dapat
pula terjadi kelaian darah berupa anemia hemoditik, kelainan ginjal,
pneumonitis, kelainan jantung, gastrointestinal, gangguan saraf dan
kelainan psikatrik.
8. BERPENGARUH
PADA PERKEMBANGAN PENYAKIT
AUTOIMUN
Penyakit autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan
diri dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (multi faktor).
Faktor-faktor yang bersifat predisposisi dan/atau bersifat
kontributif adalah:
1. Genetik, yaitu haplotipe HLA tertentu meningkatkan
risiko
penyakit autoimun. Reaksi autoimun dijumpai .
2. Kelamin (gender), yaitu wanita lebih sering daripada pria.
3. Infeksi, yaitu virus Epstein-Barr, mikoplasma, streptokok,
Klebsiella, malaria, dll, berhubungan dengan beberapa
penyakit autoimun;
9. 4. Sifat autoantigen, yaitu enzim dan protein
(heat shock protein)sering sebagai antigen
sasaran dan mungkin bereaksi silang dengan
antigen mikroba;
5. Obat-obatan, yaitu obat tertentu dapat
menginduksi penyakit autoimun;
6. Umur, yaitu sebagian besar penyakit
autoimun terjadi pada usia dewasa.
10. F. KOMPLIKASI
1. Serangan pada Ginjal
2. Serangan pada Jantung dan Paru
3. Serangan Sistem Saraf
4. Serangan pada Kulit
5. Serangan pada Sendi dan Otot
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
8. Serangan pada Hati
11. G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Antibodi
Antinuklear
b. Laju Endap Darah
c. Pemeriksaan Urine
d. Pemeriksaan Serum
12. ASUHAN KEPERAWATAN
1. pengkajian
a. Biodata, riwayat penyakit
b. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Muskuloskeletal : Terjadi pembengkakan,
keterbatasan gerak, kemerahan dan nyeri tekan pada
sendi.
2) Sistem Integumen : Ulserasi membran mukosa,
ekimosis, ptekye, purpura, infadenopati difus
3) Sistem Pencernaan : Nyeri tekan abdomen,
hepatosplenomegali, peristaltic usus meningkat, kelenjar
parotis membesar
4) Sistem Pernafasan : Takipneu, perkusi suara redup,
efusi pleura dan ronchi
5) Sistem Kardiovaskuler : Takikardi, aritmia
6) Sistem Persyarafan : Konvulsi, neuropati perifer,
paraplegi, hemiplegi, afasia, halusinasi, delusi,
disorientasi
7) Sistem Penglihatan : Konjungtivitis, edema periorbital,
13. 2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan
oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi destruksi sendi,
kulit
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada
kulit.
c. Mobilitas fisik kerusakan berhubungan dengan defometas
skeletal
3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan
oleh akumulasi cairan atau proses inflamasi destruksi sendi,
kulit.
Tujuan : Menunjukkan nyeri atau terkontrol.
Intervensi :
 Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tnda rasa
sakit non verbal.
 erikan matras tinggikan laken tempat tidur sesuai
kebutuhan.
14. b. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan lesi pada
kulit.
Tujuan : agar tidak terjadi lesi
pada kulit
Intervensi :
 Kaji warna dan kedalaman lesi
perhatikan adanya nekrotik dan
jaringan perut
 Beri perawatan pada lesi.
 Pertahankan penutupan lesi.
 Hindari trauma.
 Intruksikan kepada pasien
untuk tidak menggaruk lesi.
15. H.PENATALAKSANAAN
Bercak kemerahan kecil biasanya berhasil
diobati dengan krim kortikosteroid. Bercak
lebih besar resisten, kadang memerlukan
pengobatan selama beberapa bulan dengan
kortikosteroid per-oral (ditelan) atau
dengan obat imunosupresan seperti
digunakan untuk mengobati lupus
eritematosus sistemik. Krim steroid yang
kuat sebaliknya dioleskan pada bercak
kulit sebanyak 1-2 kali/hari. Sampai
bercak menghilang jika bercak sudah
mulai kurang bisa digunakan krim steroid
yang lebih ringan.
16. Salep cortison yang dioleskan pada
lesi sering kali dapat memperbaiki
keadaan dan memperlambat
perkembangan penyakit. Suntikan
cortison yang dioleskan pada dalam
lesi juga bisa mengobati keadaan ini
dan bisanya lebih efektif dari pada
salep.
Lupus discoid tidak disebabkan oleh
malaria, tetapi obat anti malaria (
cloroquine, hydroxcloroquine )
memiliki daya anti peradangan yang
ampuh bagi sebagian besar kasus
lupus discoid.