Ringkasan dokumen tersebut adalah:
- Dokumen tersebut membahas tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan beserta hak-hak pekerja/buruh yang dijamin dalam kaitannya dengan PHK.
2. Setiap orang selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi
kebutuhannya.Untuk mendapatkan biaya hidup seseorang perlu bekerja.
Bekerja dapat dilakukan secara mandiri atau bekerja pada orang lain.
Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan bekerja pada negara
yang selanjutnya disebut dengan pegawai atau bekerja pada orang lain
(swasta) yang disebut dengan buruh atau pekerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu hal yang
merupakankegiatan yang sangat ditakuti oleh pekerja/buruh yang masih
aktif bekerja. Hal ini karena kondisi kehidupan politik yang goyah,
kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang
berdampak pada banyaknya industri yanggulung tikar dan tentu saja
berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan
sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang
bekerja pada waktu ini selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan,
kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaannya yang menjadi
penopang hidup keluarganya.
3. Untuk mengetahui dimana PHK dengan alasan efisiensi
dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya prosedur/tata
cara penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dengan
alasan efisiensi yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak-hak
pekerja/buruh sebagai kompensasi PHK ditinjau dari
Keputusan MA No.37 K/PHI/2006.
4. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah
pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan
dengan pekerja yang terjadi karena berbagai sebab.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu
hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan
pengusaha. (Husni, 2003)
5. Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .
Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
Pekerja/buruh menikah,
Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,
Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh.
Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan.
Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap.
6. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan
alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat.
Pemutusan hubungan kerja oleh buruh/pekerja
Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha.
Hubungan kerja putus demi hukum
Selain pemutusan kerja oleh pengusaha, buruh/pekerja, hubungan kerja juga dapat
putus/berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan
sendirinya dan kepada buruh/pekerja, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan PHK
dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 154 Undang-Undang No.
13Tahun 2003.
Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan
hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan
(majikan/buruh) berdasarkan alasan penting. Alasan yang penting adalah disamping alasan
mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau
perubahan keadaan di mana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga
adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja. (Husni, 2010)
7. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus
dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah
yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka
menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai
dengan prosedur sebagai berikut:
Musyawarah karyawan dengan pemimpin perusahaan.
Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan
perusahaan.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan
wakil dari P4D.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan
wakil dari P4P.
Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
(Rahardjo, 2013)
8. Uang Pesangon
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Uang Ganti Kerugian
Uang Pisah
Perhitungan uang pesangon diatur dalam
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
9. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan
kerja antara perusahaan dengan pekerja yang terjadi karena berbagai
sebab.
PHK merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya,
khususnya dari kalangan pekerja/buruh karena akan kehilangan mata
pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarga.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dibuat
untuk menjamin terpeliharanya hak-hak buruh/pekerja dalam sebuah
hubungan kerja, sehingga tidak terjadi penzaliman dari yang lebih
kuat kepada yang lebih lemah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena
bermacam sebab.
Semua pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan PHK baik
pengusaha maupun pekerja/buruh harus mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan PHK.