Pada tulisan ini, penulis berusaha mengkaji pendidikan kewarganegaraan di Australia melalui enam pokok kajian, yaitu: a) tujuan kurikulum, organisasi, dan struktur, b) pendekatan pembelajaran, c) spesialisasi dan pelatihan guru, d) penggunaan buku teks, e) pengaturan penilaian, f) perkembangan pendidikan kewarganegaraan saat ini dan pengembangannya di masa mendatang.
Dalam tugas Pengelolaan Pendidikan, kelompok kami mendapat tugas untuk menjelaskan tetentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, dan di dalam nya terdapat poin-poin pertanyaan dari Dosen Pembimbing yaitu Bpk. Dr. Nur Aedi, M.Pd.
Selamat membaa, mohon kritik dan saran
UU pertama dari sektor pendidikan yg menjabarkan konsep dasar dan ruang lingkup sektor pendidikan. UU Sisdiknas ini adalah model dari suatu sektor yg mampu menjabarkan tugas pokoknya dalam peraturan perundangan RI utk mengoperasionalisasi Sistem Pendidikan.
Pada tulisan ini, penulis berusaha mengkaji pendidikan kewarganegaraan di Australia melalui enam pokok kajian, yaitu: a) tujuan kurikulum, organisasi, dan struktur, b) pendekatan pembelajaran, c) spesialisasi dan pelatihan guru, d) penggunaan buku teks, e) pengaturan penilaian, f) perkembangan pendidikan kewarganegaraan saat ini dan pengembangannya di masa mendatang.
Dalam tugas Pengelolaan Pendidikan, kelompok kami mendapat tugas untuk menjelaskan tetentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, dan di dalam nya terdapat poin-poin pertanyaan dari Dosen Pembimbing yaitu Bpk. Dr. Nur Aedi, M.Pd.
Selamat membaa, mohon kritik dan saran
UU pertama dari sektor pendidikan yg menjabarkan konsep dasar dan ruang lingkup sektor pendidikan. UU Sisdiknas ini adalah model dari suatu sektor yg mampu menjabarkan tugas pokoknya dalam peraturan perundangan RI utk mengoperasionalisasi Sistem Pendidikan.
1. Pendidikan Berbasis Masyarakat
Tugas TI
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
(Moh. Dahlan Asnawi)
Arti penting pendidikan tercantum dalam deklarasi universal hak asasi manusia
Bahwa : “setiap orang berhak memperoleh pendidikan”
Begitu pentingnya pendidikan maka kualitas pendidikan juga berarti kualitas dan
martabat suatu bangsa. Pendidikan tidaklah hanya berada di bangku sekolah semata akan
tetapi juga terdapat pendidikan nonformal dan pedidikan informal. Dalam kajian ini akan
dibahas mengenai pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah khususnya pendidikan
yang berbasis pengembangan masyarakat. Pendidikan dan masyarakat adalah dua hal yang
tidak terpisahkan. Pendidikan merupakan produk dari masyarakat pendukungnya. Karena
pendidikan adlah proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan
sebagainya kepada generasi muda. Maka seluruh upaya itu sudah dilakukan dalam
masyarakat.
Semua yang kita pelajari adalah mengenai hasil interaksi antar manusia dalam
masyarakat. Masyarakat menurut ki hajar dewantara adalah salah satu dari tri pusat
pendidikan disamping keluarga dan sekolah. oleh karena itu muncul istilh demokratisasi
pendidikan yang implikasinya pendidikan harus dikelola secara otonomi kolaboratif dan
terdesentralisasi, dengan memberi tempat seluas-luanya bagi partisispasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, penjagaan, dan pengembanganya.
Konsep desentralisasi ini dikembangkan dengan prinsip “pengaturan pendidikan
secara terpusat (sentralisasi) dan penyelenggaraan kegiatan pendidikan tidak terpusat
(desentralisasi)”. Otonomi dan desentralisasi pendidikan akan berdampak pada
pengembangan pendidikan yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu pendidikan yang berbasis masyarakat sangat dibutuhkan.
Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi atau penyerahan kewenangan dari
pemerintah ousat kepada pemerintah kabupaten atau kota. Hal tersebut juga memiliki imbas
bagi otonomi pendidikan. Imbas tersebut antara lain apabila suatu daerah memiliki political
will yang baik terhadap pendidikan maka daerah tersebut akan memiliki peluang yang luas
dalam kemajuan pendidikan. Dan sebaliknya, apabila tidak memiliki political will yang baik
terhadap pendidikan maka pendidikan daerah tersebut akan tertinggal. Dengan desentralisasi
pendidikan khususnya dalam kajian ini kalimantan timur maka akan memberi nilai strategis
untuk berkompetisi dalam pembangunan dan kemajuan rakyat. Dengan demikian akan
memberikan kesempatan keterlibatan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan
pendidikan dan kebudayaanyang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerahnya.
2. Pengertian otonomi pendidikan
1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah
2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan
3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah
4. Pemberdayaan bersama sumberdaya pendidikan
5. Hubungan kemitraan stakeholders pendidikan
6. Pengembangan infrastruktur sosial
Daerah otonom sebagai pelaku otonomi pendidikan harus memiliki visi dan misi
pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan
meluas tentang trend perkembangan penduduk untuk memperoleh konstruk masyarakat
dimasa depan dan tindak lanjutnya, selain itu daerah otonom harus merancang sistem
pendidikan yang sesuai dengan ke-Bhineka Tunggal Ika-an budaya Indonesia.
Pelaksanaan otonomi pendidikan dan kemandirian daerah harus dimulai dengan evaluasi
diri dan melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapatkan gambaran
nyata tentang kondidi dan kebutuhan masyarakat sehingga dapat muncul strategi yang
matang dalam menyelesaikanya melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
Pendidikan yang berbasis masyarakat adalah pendidikan dengan prinsip dari
masyarakat(memberi jawaban atas kebutuhannya), oleh masyarakat(masyarakat sebagai
pelaku pendidikan), dan untuk masyarakat(diikutsertakan dalam program yang
direncanakan). Dengan demikian masyarakat akan memiliki rasa memmiliki(sense of
belonging) terhadap sekolah yang dibinainya, juga memberikan iklim keterbukaan dan
memberi kontrol bagi pengelolaan sumberdaya dan mutu pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan utama pendidikan berbasis masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Membantu mobilisasi sumberdaya lokal dan peran masyarakat untuk berpartisipasi
dalam perencanaan dan pelaksanan pendidikan pada semua tingkat, jenis, dan jalur
pendidikan.
2. Merangsang perubahan sikap dan persepsi tentang rasa kepemilikan masyarakat
terhadap sekolah, tanggung jawab, kemitraan, toleransi, dan kekuatan multikultural.
3. Mendukung prakarsa pemerintah dalam meningkatkan dukungan masyarakat terhadap
sekolah.
4. Meningkatkan peran masyarakat dalam mengembangkan, dan meningkatkan mutu
relevansi, penyediaan akses besar, serta peningatan efisiensi manajemen pendidikan.
5. Membantu mengatasi putus sekolah khususnya sekolah dasar.
3. Pemetaan dan ukuran ‘derajad kepemilikan’ pendidikan berbasis masyarakat :
1. Dukungan (support) : orang tua dan masyarakat memberi sumbangan dana dan tenaga
2. Keterlibatan (involvement) : terlibat dalam pengambilan keputusan
3. Kemitraan (partnership) : menjalin hubungan kemitraan dengan pengelola sekolah
dalam menentukan hal yang berkenaan dengan pendidikan.
4. Kepemilikan (full ownership) : mengendalikan semua keputusan tentang program.
Peran masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat :
1. Tokoh masyarakat : pemrakarsa, mediator, motivator, tutor, pengelola, dan
penyandang dana serta penyedia fasilitas.
2. Organisasi kemasyarakatan : pemrakarsa, perencana, penyelenggara, organisator,
motivator, penyedia fasilitas, pengatur, pengayom, penyedia dana, pembina dan
pemecah masalah
3. LSM : pembangkit dan penyampai aspirasi serta penyedia tenaga ahli
4. Lembaga usaha/perusahaan : mitra usaha dalam mengelola produksi dari usaha
ketrampilan yang telah dipelajari
Prinsip pendidikan berbasis masyarakat :
1. Menentukan sendiri (self determination)
2. Menolong dirisendiri (self help)
3. Pengembangan kepemimpinan (leadership development)
4. Lokalisasi (localization)
5. Keterpaduan pemberian layanan (integrated delivery of service)
6. Mengurangi duplikasi pelayanan (reduce duplication of service)
7. Menerima perbedaan (accept diversity)
8. Tanggung jawab kelembagaan (institutional responsiveness)
9. Pembelajaran seumur hidup (life long learning)
Syarat pendidikan berbasis masyarakat :
1. Teknologi yang sesuai dengan kondisi dan situasi nyata dalam masyarakat.
2. Ada lembaga yang jelas statusnya
3. Program belajar harus bernilai sosial atau bermakna bagi peserta didik
4. Program belajar adalah milik masyarakat bukan pemerintah
5. Aparat pendidikan tidak bkerja sendiri akan tetapi bekerjasama dengan organisasi
masyarakat
6. Kurikulum harus terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari.
Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan
Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi pendidikan tidak sepenuhnya berjalan sesuai
dengan harapan. Hal ini disebabkan oleh kekurangsiapan pranata sosial, politik dan ekonomi.
4. Karena otonomi pendidikan akan memberi efek pada kurikulum, efisiensi administrasi, dan
pendapatan.
Secara umum ada enam faktor yang menyebabkan otonomi pendidikan belum berjalan lancar
1. Belum jelasnya aturan permainan tentang peran dan tata kerja di tingka kabupaten dan
kota
2. Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk
dilaksanakan secara otonom karena keterbatasan SDM dan fasilitas
3. Dana pendidikan dan APBD yang belum memadai
4. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan daerah untuk melibatkan masyarakat
dalam pendidikan
5. Otoritas pimpinan daerah sebagai pimpinan tunggal belum begitu memberikan
perhatian khusus terhadap pendidikan sehingga anggaranya pun tidak menjadi
prioritas itama
6. Ketidak samaan kondisi berbagai daerah dalam hal sarana, prasarana, dan dana yang
dimiliki. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial antar daerah
sehingga pemerinta perlu membuat aturan dalam penentuan standardisasi mutu
pendidikan nasional dengan memperhatikan kondisi perkembangan kemandirian
masing-masing daerah.
Salah satu wujud pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan luar sekolah.
Pendidikan luar sekolah meliputi satuan pendidikan yang memiliki kesatuan meliputi
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan,
keaksaraan, kursus dan pelatihan, kesetaraan yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan.
Pendidikan luar sekolah tidak di batasi oleh standardisasi dan rancangan program
pemerintah, akan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan,
obyek dari pendidikan ini adalah orang yang sebenarnya memiliki kegiatan selain belajar.
Sehingga penjadwalan dan sebagainya bersifat kondisional. Selain itu, bentuk kurikulum pun
5. tidak diterapkan. Akan tetapi orientasi pendidikan di fokuskan pada tuntutan kebutuhan
masyarakat.
Dalam pengembangan pendidikan luar sekolah, aparat birokrat hanya membuat acuan
arah gerak dan tolak ukur keberhasilan. Selebihnya dikembangkan sesuai kebutuhan
masyarakat (demand driven). Hal tersebut dilakukan karena kesadaran bahwa apabila
dalam pendidikan luar sekolah dipatok program tertentu oleh pusat maka itu berarti
memeaksakan kepada masyarakat apa yang mungkin tidak mereka perlukan(suply
driven).
Komponen – Komponen Pendidikan Luar Sekolah :
1. Masukan sarana (instrumental input) : keseluruhan sumber dan fasilitas yang
memungkinkan masyarakat untuk belajar. Termasuk kurikulum, tujuan
program,pendidik dan sebagainya.
2. Masukan mentah (raw input) : peserta didik dengan berbagai karakteristik yang
dimilikinya, termasuk struktur yang berhubungan dengan faktor internal seperti
kognitif, pengalaman, sikap, dan sebagainya.
3. Masukan instrumental (instrumental input) : faktor lingkungan yang menunjang
terjadinya program pendidikan yang meliputi keluarga, sosial, alam, dan lingkungan
internasional.
4. Keluaran (output) : kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan laku yang dapat
melalui kegiatan belajar-mengajar
5. Pengaruh (Impact) : hasil yang telah diperoleh oleh lulusan yang mencakup pengaruh
: perubahan taraf hidup, dan sebagainya.
Peran PLS dalam Sistem Pendidikan Nasional :
1. Sebagai subtitude dari pendidikan sekolah. artinya PLS dapat menggantikan jalur
pendidikan sekolah bagi masyarakat yang tidak mampu karena berbagai hal.
2. Sebagai suplement pendidikan sekolah. artinya PLS dapat menambah pengetahuan
dan ketrampilan yang tidak di dapat di sekolah.
3. Sebagai complement dari pendidikan sekolah. artinya PLS sebagai pelengkap apa
yang tidak ada di pendidikan sekolah.
Dengan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat ini diharapkan pendidikan di
Indonesia tidak hanya menuntut peserta didik untuk unggu dalam akademisi saja, akan tetapi
6. juga unggul dalam life skill sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan masyarakat
dan negara serta memiliki arah hidup yang jelas. Akhirnya muncul manusia-manusia yang
tidak hanya pandai dalam konsep akan tetapi juga mampu menjadi aktor dari perubahan
7. DAFTAR PUSTAKA
Eroby Jawi Fahmi, Jurnal Skripsi : Pendidikan Berbasis Masyarakat, Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Ita Saripati, Jurnal Pendidikan Inovatif : Menuju Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam
Otonomi Daerah Kalimantan Timur, Volume 3, Nomor 1, September 2007
Jurnal, Diklus : Pendidikan Luar Sekolah, ISSN NO. 0854-896X
Suwandi , Nitro Jurnal : Peran Pendidikan Nonformal dalam Penuntasan Wajib Belajar 9
Tahun