Dokumen tersebut membahas pengarusutamaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah periode 2018-2023. Isu-isu strategis global, nasional, dan daerah telah diintegrasikan dalam perumusan visi, misi, dan arah kebijakan pembangunan Jawa Tengah. Namun, masih ditemukan tantangan dalam mengimplementasikan SDGs
PPT interaktif geografi ini saya buat untuk kegiatan belajar di kelas materi kelas XII Peta dan Pemetaan. Kunjungi gurugeografi.id dan channel gurugeografi di youtube untuk update materi geografi lengkap dan aktul.
PPT interaktif geografi ini saya buat untuk kegiatan belajar di kelas materi kelas XII Peta dan Pemetaan. Kunjungi gurugeografi.id dan channel gurugeografi di youtube untuk update materi geografi lengkap dan aktul.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang dan Pembangunan Jawa Tengah menyampaikan sejumlah pandangan dan masukan terhadap draft RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2018-2023 yang secara umum dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) isu utama yaitu : (1) Isu Kelestarian Lingkungan dan Pembangunan Daerah; (2) Isu Tata Kelola Pelayanan Publik; (3) Isu Perempuan, Anak dan Penyandang Disabilitas.
Lokakarya Background Study Buku III RPJMN 2015-2019Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Direktur Pengembangan Wilayah Bappenas pada Lokakarya Back Ground Study Penyusunan Buku III RPJMN 2015-2019: Pembangunan Berdimensi Kewilayahan. Regional Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara di Kuta, Bali 23 September 2013
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
3. Sedulur Kendeng Social Audit Training: Increasing Community Participation in Development Oversight
4. Self-led influencing: Shifting the Empowerment Narrative
5. Moeldoko and JMPPK Discuss Kendeng Mountain Study
1. Aliansi Masyarakat Sipil: “RPJMD Harus Inklusif, Adil dan Berkelanjutan”
2. Lingkar Belajar Advokasi Kebijakan dan Temu Kartini Kendeng
3. Kendeng Tadarus Kanggo Ibu Bumi
4. “Surat Super Soko Semar (SUPERSEMAR)“ KLHS Perintah Presiden, Harus Dijalankan !!!
5. Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi
6. JMPPK Bangun Posko Pantau Pelanggaran Tambang Pegunungan Kendeng
1. The Civil Society Alliance: "The RPJMD of Central Java Province Must Be Inclusive, Fair and Sustainable"
2. Community Training on Policy Advocacy and Kendeng Women Gathering
3. Kendeng Community Recites Al-Quran for the Mother Nature
4. “Letter of Super Soko Semar (SUPERSEMAR)” KLHS Orders President, Must Be Done !!!
5. These Kartini from Central Java Will Continue to Speak Out for the Sustainability of the Earth
6. JMPPK Builds Command Post to Monitor Kendeng Mountain Mining Violations
1. Nyawiji Nandur Kanggo Lestarine Kendeng
2. mplikasi Omnibus Law terhadap Upaya Penataan Ruang dan Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam
3. Prinsip Berdikari: Menggeser Narasi Pemberdayaan
4. Pelatihan Audit Sosial: Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pembangunan
5. Moeldoko dan JMPPK Bahas Kajian Pegunungan Kendeng
Compared with other sources of energy, oil and gas continue to become primary sources of energy in Indonesia with the highest level of consumption. Apart from propping up almost one third of national revenue, oil and gas also significantly contribute to create job opportunities, supply the need of fuel, petrochemical industry which in turn effectively enhances investment and economy.
As a natural resource contained within the bowel of the earth, the constitution of the Republic of Indonesia asserts that the ownership and enterpreneurship of national oil and gas industry is controlled by the state and immensely benefitted to the welfare of people accordingly (constitution 1945, article 33). Furthermore, it is asserted through the law 22/2001 on oil and gas that the control by the state is administered by the government as the holder of mining right. It means, the government is entitled with authority to administer the exploration and exploitation of oil and gas throughout Indonesian territory.
Saat ini EITI sedang menyusun sebuah tinjauan strategis untuk memperbaiki standar EITI di masa depan. Salah satu proposal yang diangkat adalah mengenai dorongan atau permintaan membuka kontrak antara pemerintah dan perusahaan ekstraktif. Dewan EITI saat ini sedang mengumpulkan pandangan dari Negara pelaksana EITI perihal hal ini. Jika disetujui, maka keputusan terhadap topik ini akan dimasukkan sebagai bagian dari keputusan Dewan dalam Konferensi Global EITI ke-6 yang akan diselenggarakan di Sydney bulan Mei 2013.
Keterbukaan informasi publik merupakan hak asasi setiap warga negara yang mendukung pengembangan diri dan kehidupan seseorang, baik secara pribadi/individu maupun dalam hubungan sosialnya, serta dalam menjalankan peran kehidupan berbangsa dan bernegara secara baik dan bertanggung jawab. Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri dari negara demokratis, dan menjadiprasyarat dalam partisipasi, transparansi, dan akuntablitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Keterbukaan informasi publik dapat mendorong kemajuan sebuah bangsa, karena memungkinkan adanya kontrol publik serta mendorong terciptanya check and balances.
In Indonesia, natural resources including oil and gas, mineral and coal mining are controlled by the state and managed for the greatest prosperity of the people1. This means that the country and its citizens are the true owners of the natural resource wealth. While, the utilization is represented by the government so that it is managed as well as possible for the purpose of people’s welfare in accordance with the stipulated provisions. In realizing the benefits of welfare, transparency and accountability in the management of natural resources are absolutely essential.
Openness of public information is a human right of every citizen who supports self- development and the life of a person, both personally / individually and in social relations, and in carrying out the role of national and state life in a good and responsible manner. Openness of public information is one of the characteristics of a democratic country, and is a prerequisite for participation, transparency and accountability in good governance. Openness of public information can encourage the progress of a nation, because it allows for public control and encourages the creation of checks and balances
Keterbukaan dalam menjalankan pemerintahan dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang partisipatif, dimana masyarakat dapat aktif berpartisipasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menggunakan prinsip keterbukaan informasi kepada publik di antaranya melalui Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik dan lahirnya Open Government Partnership (OGP) yang kini beranggotakan 78 negara, dimana Indonesia menjadi salah satu pelopornya, serta lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data
The principle of openness in running the government is needed to realize a participatory government where people can actively participate in overseeing policy implementation. To support this, the Government of Indonesia has committed to use the principle of public information disclosure, which is shown through Law No. 14/2008. Moreover, Indonesia had participated in Open Government Partnership (OGP) which has 78-member countries which Indonesia is one of the pioneers of OGP, as well as Presidential Decree No.39/2019 on Satu Data (One Data) Indonesia.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada September, 2019. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah memasukkan ketentuan yang mengatur tentang data dan sistem informasi pertambangan. Pemerintah Provinsi NTB juga menjamin ruang bagi publik untuk berpartisipasi melakukan pengawasan terhadap operasional pertambangan di wilayahnya. Dua klausul ini merupakan jawaban atas persoalan-persoalan mendasar yang dialami masyarakat yang hidup di sekitar tambang, diantaranya adalah minimnya akses informasi dan ruang partisipasi.
The government of West Nusa Tenggara Province issued a Local Government Regulation on Mining Governance in September 2019. In this newly-issued regulation, there is a specific chapter on data and information systems of the mining sector and also provisions that guarantee public participation to monitor mining activities in the province. This is an answer to the problems faced by the people living near mining areas in West Nusa Tenggara Province.
West Nusa Tenggara Province (NTB) is one of the provinces with abundant metal and non-metal mineral resources and spread in almost all districts / cities. Now, there are 261 Mining Business Licenses (IUP) in NTB, consisting of 27 metal mineral IUPs and 234 rock IUPs (NTB ESDM Service, 2019). From 27 metal mineral IUPs, in fact there are 11 IUPs covering an area of 35,519 ha that are indicated to be in protected and conservation forest areas (DG Minerba, MEMR, 2017). Whereas based on Law number 41 of 1999 concerning Forestry, the two regions may not be used for mining activities.
The need for contract (and licensing documents) openness in the extractive industries is currently getting stronger, along with public demands for a transparent and accountable extractive industry governance. Some cases have shown a good precedent of contract openness in the said sector in Indonesia
Komisi Informasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Penyediaan Publik dalam masa Darurat Kesehatan Masyarakat Akibat CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19). Surat Edaran (SE) ini mengatur ketentuan penyediaan informasi terkait penanganan Covid-19 yang mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga, diperlukan sebuah kajian untuk menilai pemenuhan hak informasi masyarakat, dan secara khusus menilai efektivitas implementasi SE tersebut. Kaji cepat ini bertujuan untuk; (1) mengetahui gambaran tata kelola keterbukaan informasi penanganan Covid-19 di Nusa Tenggara Barat (NTB) selama masa tanggap darurat Covid-19; dan (2) menilai sejauh mana efektivitas implementasi Surat Edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 2 tahun 2020 di NTB. Hasil kaji cepat ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam meningkatkan efektivitas penanganan Covid-19, serta meningkatkan partisipasi publik selama masa tanggap darurat. Kaji cepat ini dilaksanakan menggunakan metode survei secara online dan tatap muka selama 10 hari sejak tanggal 28 April-5 Mei 2020. Survei tatap muka dilakukan di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Jumlah responden seluruhnya sebanyak 582 orang yang berasal dari seluruh kabupaten/kota di NTB. Sedangkan jumlah responden tatap muka sebanyak 121 orang yang dipilih secara acak berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat kesejahteraan rumah tangga.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Countries around the world collect taxes from their people in various forms, income tax, vehicle tax, land-building tax, fees from extraction of natural resources (royalties) and so forth. John Locke declared tax payments as reciprocity for meeting the people’s needs to get protection from the state.1 Such protection can be interpreted as guarantee and fulfillment of basic rights such as the right to life, health, ownership of property, and education.2 Richard Murphy emphasized the principle of protection, countries that collect taxes must protect their citizens without discrimination and provide public goods.3
Di Indonesia, kekayaan alam termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) dikuasai
oleh negara dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Ini artinya bahwa negara dan warganya adalah pemilik sesungguhnya kekayaan sumber daya alam (SDA). Sedangkan pemanfatannya diwakilkan kepada pemerintah agar dikelola dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam mewujudkan manfaat kesejahteraan itu, maka transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA mutlak untuk dilaksanakan
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia expressly states that all-natural resources in the land of Indonesia are controlled by the state and used to realize the prosperity of the people.1 Oil and gas, as well as minerals and coal are some of Indonesia’s natural wealth, which must be managed to achieve the objectives of Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Considering that oil and gas, mineral and coal are classified as high risk, high technology, and high cost industries, the management needs to be done in collaboration with various parties who have capital and competitive technology. Most of the cooperation in oil and gas, mineral and coal management is carried out based on the contract system. In the Indonesian context, the contract system is widely used for upstream sector activities that include exploration and exploitation/production of oil and gas, and mineral and coal, while for downstream activities it is implemented through the granting of a business license.2 Since 2009, part of the upstream mineral and coal sector has been implemented through a licensing system.
More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Pengarusutamaan SDGs dalam Rencana Pembangunan di Jawa Tengah: Tinjauaan Aspek Tata Ruang dan Partisipasi Masyarakat
1. 1 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Pendahuluan
Perencanaan merupakan aspek yang sangat penting dalam kebi-
jakan pembangunan daerah karena selain menjadi langkah awal
dalam mencapai tujuan, juga mencerminkan perspektif suatu pe-
merintahan kemana daerahnya akan diarahkan. Sehingga, penyu-
sunan rencana pembangunan daerah yang baik menjadi suatu ke-
niscayaan untuk terus diupayakan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana daerah lain, me-
nyusun perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangun-
an Jangka Menengah (RPJMD). RPJMD merupakan dokumen pe-
rencanaan pembangunan daerah yang berisi penjabaran visi, misi,
dan strategi atau program pemerintahan daerah untuk jangka pe-
riode 5 (lima) tahun.
Mengacu pada UU 25/2004 tentang Sistem Perancanaan Pemba-
ngunan Nasional, penyusunan RPJMD diharuskan memenuhi prin-
sip strategis dimana RPJMD harus erat kaitannya dengan proses
penetapan kemana pengembangan daerah akan diarahkan, apa
yang hendak dicapai, dan bagaimana langkah yang perlu dilaku-
kan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, perencanaan yang
demokratis juga menuntut penyusunan RPJMD dilakukan secara
transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Perencanaan pembangunan tentunya tidak hanya berfokus pada
aspek ekonomi melainkan juga harus mengedepankan aspek so-
sial dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, prinsip pembangunan
berkelanjutan perlu dikedepankan agar apa yang direncanakan
mampu menjawab kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pe-
menuhan kebutuhan generasi mendatang.
November 2019
HTTPS://PWYPINDONESIA.ORG
Policy Note
Pengarusutamaan SDGs dalam Rencana Pembangunan
di Jawa Tengah: Tinjauaan Aspek Tata Ruang
dan Partisipasi Masyarakat
Penulis: Sholahudin Al Ayubi dan Andri Prasetiyo
Reviewer: Maryati Abdullah
Daftar Isi
• Pendahuluan
• Kerangka Kebijakan Penga-
rusutamaan SDGs
• Pengarusutamaan SDGs da-
lam RPJMD Jawa Tengah
• Catatan Pengarusutamaan
SDGs dalam RPJMD Jawa
Tengah
• Kendeng dan Telaah tentang
Aspek Partisipasi Masyara-
kat dalam Perumusan Renca-
na Pembangunan Daerah
• Hasil dan Catatan atas Reko-
mendasi KLHS Pegunungan
Kendeng dalam Dokumen
RPJMD Jawa Tengah 2018-
2023
• Penutup
• Rekomendasi
2. 2 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Catatan kebijakan ini dimaksudkan untuk mem-
berikan ulasan terhadap pengarusutamaan Tu-
juan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs)
dalam Perda RPJMD 2018-2023 Provinsi Jawa
Tengah melalui analisis penetapan isu strategis,
misi, dan arah kebijakan pemerintah daerah ke
depan. Tinjauang khusus ditekankan pada aspek
tata ruang dan partisipasi masyarakat.
Kerangka Kebijakan Pengarusutamaan SDGs
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) melalui Peraturan Menteri Nomor 7
Tahun 2018 tentang Koordinasi, Perencanaan,
Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksa-
naan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan te-
lah mengamanatkan adanya pengarusutamaan
SDGs dalam setiap perencanaan pembangunan
daerah.
Kerangka kebijakan yang berisi 1300-an halaman
tersebut ditetapkan dalam rangka melaksana-
kan amanat Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun
2017 tentang Pelaksanaaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan. Sesuai amanat,
Gubernur diminta menyusun Rencana Aksi Da-
erah (RAD) TPB lima tahunan bersama Bupati/
Walikota di wilayahnya masing-masing dengan
melibatkan ormas, filantropi, pelaku usaha, aka-
demisi, dan pihak terkait lainnya.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan hidup juga meng-
haruskan Pemda membuat dan melaksanakan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS
ini disusun sebagai rangkaian analisis yang sis-
tematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk me-
mastikan prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan intergrasi dalam pemba-
ngunan suatu wilayah dan/atau Kebijakan, Ren-
cana, dan Program (KRP).
Pemprov Jawa Tengah merespon amanat Per-
pres 59/2017 dengan mengeluarkan Peraturan
Gubernur Nomor 74 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017-2018. Dalam
dokumen tersebut, dikatakan bahwa terdapat
116 atau 49,78% dari 223 indikator SDGs telah
masuk dalam RPJMD 2013-2018 dan terlaksana
berdasarkan relevasinya dengan kewenangan
daerah.
Seiring dengan bergantinya masa periode peme-
rintahan, Pemprov Jawa Tengah kemudian me-
netapkan RPJMD 2018-2023 menjadi Peraturan
Daerah (Perda). Pembuatan Perda tersebut di-
katakan telah didasari dengan memperhatikan
isu-isu strategis baik yang ada di tingkat daerah,
nasional maupun global (SDGs).
Pengarusutamaan SDGs dalam RPJMD Jawa Tengah
3. 3 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Tabel 1. Isu-isu Strategis Pembangunan Tingkat Global, Nasional, dan Daerah di Jawa Tengah
Isu Global (SDG’s) Isu Nasional (RPJMN)
Isu Daerah
RPJPD
2005-2025
RPJMD
2013-2018
RPJMD
2018-2023
1. Kemiskinan
2. Pangan dan gizi
3. Kesehatan
4. Pendidikan
5. Gender
6. Air bersih dan sani-
tasi
7. Energi
8. Pertumbuhan ekono-
mi dan kesempatan
kerja
9. Infrastruktur
10. Kesenjangan
11. Kota dan Permukiman
12. Produksi dan kon-
sumsi berkelanjutan
13. Perubahan iklim
14. Sumberdaya kelautan
15. Ekosistem daratan
16. Masyarakat inklusif
dan damai, akses
keadilan, dan mem-
bangun kelembagaan
17. Kemitraan global
1. Stabilitas politik dan
keamanan
2. Tata kelola birokrasi
efektif dan efisien
3. Pemberantasan ko-
rupsi
4. Pertumbuhan ekonomi
5. Percepatan pemerata-
an dan keadilan
6. Keberlanjutan pemba-
ngunan
7. Peningkatan kualitas
SDM
8. Kesenjangan antar
wilayah
9. Percepatan pemba-
ngunan kelautan
1. Sosial budaya
dan kehidupan
beragama
2. Ekonomi
3. Iptek
4. Sarpras
5. Politik dan tata
pemerintahan
6. Keamanan dan
ketertiban
7. Hukum dan
aparatur
8. Wilayah dan tata
ruang
9. Sumber daya
alam dan ling-
kungan hidup
1. Pengurangan
kemiskinan
2. Pengurangan
pengangguran
3. Pembangunan
infrastruktur
4. Kedaulatan
pangan
5. Kedaulatan
energi
6. Tata kelola
pemerintahan,
demokratisasi,
dan kodusivitas
daerah
1. Pengurangan
kemiskinan
2. Peningkatan
kualitas dan
daya saing
SDM
3. Daya saing
ekonomi dan
peningkatan
kesempatan
berusaha
4. Keberlanjutan
pembangunan
dengan mem-
perhatikan
daya dukung
lingkungan
dan kelestarian
SDA
5. Kedaulatan
pangan dan
energi
6. Kesenjangan
wilayah
7. Tata kelola
pemerintahan
dan kondusivi-
tas wilayah
Sumber: diolah dari dokumen RPJMD 2018-2023 Jawa Tengah
4. 4 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Berbeda dengan sebelumnya, isu-isu strategis dalam RPJMD 2018-2023 Jawa Tengah kini dibagi men-
jadi beberapa kategori berdasarkan sifatnya, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Penetapan Isu-Isu Strategis Berdasarkan Kategori
Penetapan Isu-isu Strategis RPJMD 2018-2023 Berdasarkan Kategori
Urusan pemerintahan wajib pelayanan dasar • Pendidikan
• Kesehatan
• Pekerjaan umum dan penataan ruang
• Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
• Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan
masyarakat
• Sosial
Urusan pemerintahan wajib bukan pelayanan dasar • Tenaga kerja
• Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
• Pangan
• Pertanahan
• Lingkungan hidup
• Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil
• Pemberdayaan masyarakat dan desa
• Pengendalian penduduk dan keluarga berencana
• Perhubungan
• Komunikasi dan informatika
• Koperasi dan UKM
• Penanaman modal
• Kepemudaan dan olahraga
• Statistik
• Persandian
• Kebudayaan
• Perpustakaan
• Kearsipan
Urusan pemerintahan pilihan • Kelautan dan perikanan
• Pariwisata
• Pertanian
• Kehutanan
• Energi dan sumber daya mineral
• Perdagangan
• Industri
• Transmigrasi
Fungsi penunjang pemerintahan • Perencanaan
• Keuangan
• Kepegawaian dan diklat
• Penelitian dan pengembangan
• Pengawasan
Fungsi lain -
Sumber: diolah dari dokumen RPJMD 2018-2023 Jawa Tengah
5. 5 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Secara umum, penjabaran informasi dan ketersediaan data dalam RPJMD 2018-2023 relatif lebih leng-
kap dibanding RPJMD periode sebelumnya yakni 2013-2018. Namun, Pemda Jawa Tengah saat ini tam-
pak memiliki lebih sedikit misi, meski visinya tetap sama yakni “Menuju Jawa Tengah Sejahtera dan
Berdikari, Tetep Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi (Tidak Korupsi, Tidak Ngapusi)”.
Tabel 3. Perbandingan Misi Pemda Jawa Tengah
Misi Pemda Jawa Tengah
RPJMD 2013-2018 RPJMD 2018-2023
1. Membangun Jawa Tengah berbasis Trisakti Bung Karno,
Berdaulat di Bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi,
dan Berkepribadian di Bidang Kebudayaan
2. Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadil-
an, Menanggulangi Kemiskinan dan Pengangguran
3. Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah yang Bersih, Jujur dan Transparan, “Mbo-
ten Korupsi, Mboten Ngapusi”
4. Memperkuat Kelembagaan Sosial Masyarakat untuk
Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan
5. Memperkuat Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan
Keputusan dan Proses Pembangunan yang Menyangkut
Hajat Hidup Orang Banyak
6. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik untuk Memnuhi
Kebutuhan Dasar Masyarakat
7. Meningkatkan Infrastruktur untuk Mempercepat Pem-
bangunan Jawa Tengah yang Berkelanjutan dan Ramah
Lingkungan
1. Membangun masyarakat Jawa Tengah yang
religius, toleran dan guyub untuk menjaga
NKRI
2. Mempercepat reformasi birokrasi yang dina-
mis serta memperluas sasaran ke pemerin-
tahan Kabupaten/Kota
3. Memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan
membuka lapangan kerja baru untuk mengu-
rangi kemiskinan dan pengangguran
4. Menjadikan rakyat Jawa Tengah lebih sehat,
lebih pintar, lebih berbudaya dan mencintai
lingkungan
Sumber: diolah dari dokumen RPJMD 2018-2023 Jawa Tengah
Merujuk arah kebijakan dalam RPJMD, pengu-
rangan kemiskinan masih menjadi isu utama ja-
jaran Pemda baik legislatif maupun eksekutif dan
merupakan pekerjaan besar yang akan diselesai-
kan selama lima tahun ke depan. Pasalnya, meski
memiliki kecenderungan menurun, angka jum-
lah penduduk miskin di Jawa Tengah per-Maret
2019 masih berkisar 3,74 juta orang atau 10,80%.
(BPS Jateng, 2019)
Angka ini, sebagaimana diakui Pemda, masih
tetap tinggi terutama bila dibandingkan dengan
rata-rata tingkat kemiskinan nasional yang pada
periode sama sebesar 9,41%, sehingga perlu di-
lakukan langkah lebih jauh demi mencapai tujuan
nomor 1 SDGs “Tanpa Kemiskinan” yang tak lain
merupakan tulang punggung dari agenda tujuan
pembangunan berkelanjutan.
6. 6 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Catatan Pengarusutamaan SDGs dalam RPJMD Jawa Tengah
Meski ke-17 isu SDGs telah dimasukan sebagai
bahan pertimbangan penyusunan RPJMD 2018-
2023 Jawa Tengah, tantangan global tersebut
tidak diikuti dengan perencanaan strategi atau
program yang cukup. Dari daftar yang ada, be-
berapa isu tidak memiliki rencana tindak lanjut
yang cukup jelas.
Sebagai contoh, dalam rangka menjaga kualitas
dan kuantitas air bersih, Pemda Jawa Tengah
menganggap perlunya konservasi air tanah beru-
pa pengendalian pengambilan air tanah dan per-
baikan degradasi air tanah masyarakat. Sehing-
ga arah kebijakan yang diambil lebih berfokus
pada sosialisasi dan peningkatan budaya hemat
pemakaian air kepada masyarakat.
Padahal, permasalahan sumber daya air di Jawa
Tengah jauh lebih besar disebabkan oleh ter-
ganggunya kawasan tangkapan air/catchment
area, pencemaran industri, eksploitasi air tanah
oleh industri, dan pemanfaatan kawasan pesisir
/ mangrove untuk tambak. Pemerintah nampak
belum merumuskan langkah atau strategi khusus
untuk menyelesaikan akar persoalannya.
Aspek pemakaian energi juga mengalami hal se-
rupa, dimana pemerintah cenderung berfokus
pada peningkatan budaya hemat energi di ling-
kungan masyarakat. Padahal, pelayanan jaringan
listrik untuk masyarakat umum di Jawa Tengah
berdasarkan laporan RPJMD tercatat masih be-
lum optimal.
Tabel 4. Catatan Pengarusutamaan SDGs dalam RPJMD Jawa Tengah
No. Isu SDGs Catatan
1 Kemiskinan (1) Masalah kemiskinan di Jawa Tengah harus dilihat dalam kerangka multidi-
mensi sebagaimana definisi dalam RPJPN 2005-2025, karenanya kemiskinan
bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena menyang-
kut beberapa hal antara lain: (i) kerentanan dan kerawanan orang atau ma-
syarakat untuk menjadi miskin; (ii) menyangkut ada/tidak adanya pemenuhan
hak dasar warga dan ada/tidak adanya perbedaan perlakuan seseorang atau
kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
2 Air Bersih dan Sanitasi
Layak (6)
Strategi dan arah kebijakan Pemda cenderung berfokus pada upaya sosia-
lisasi penggunaan hemat air kepada masyarakat dan tampak kurang dalam
menjangkau hulu masalah atau sumbernya.
Berbeda dengan RPJMD sebelumnya yang lebih memberikan perhatian pada
kondisi DAS, RTH, dan peningkatan pengendalian kerusakan dan rehabilitasi
lingkungan hidup.
Sebagaimana target SDGs, Pemda harus mampu melindungi dan merestorasi
ekosistem terkait sumber daya air, termasuk pegunungan, hutan, lahan ba-
sah, sungai, air tanah, dan danau.
3 Energi Bersih dan Ter-
jangkau (7)
Masih tingginya kecenderungan ketergantungan terhadap energi fosil, serta
pelayanan jaringan listrik untuk masyarakat umum yang belum optimal.
Dalam hal ini, pemerintah seharusnya bisa lebih menekankan kebijakan per-
alihan penggunan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang tercatat masih 9,67%,
berbanding jauh dengan penggunaan energi minyak bumi sebesar 39,76%
dan batu bara 37,16%.
7. 7 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
4 Berkurangnya Kesen-
jangan (10)
Tidak ada strategi/program yang jelas untuk isu ini.
5 Kota dan Permukiman
yang Berkelanjutan (11)
Tidak ada strategi/program yang jelas untuk isu ini.
6 Konsumsi dan Produksi
yang Bertanggungja-
wab (12)
Upaya pemerintah masih terbatas pada peningkatan produksi dan produkti-
vitas terutama sektor pertanian dan perikanan. Strategi ini belum diintegrasi-
kan dengan prinsip konsumsi yang berkelanjutan.
7 Penanganan Perubah-
an Iklim (13)
Tidak ada strategi/program yang jelas untuk isu ini.
8 Ekosistem Daratan (15) Meningkatnya kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan hidup, dan
bencana ekologi menunjukkan belum optimalnya pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup di Jawa Tengah.
9 Perdamaian, Keadilan,
dan Kelembagaan yang
Tangguh (16)
Tidak ada strategi/program yang jelas untuk isu ini.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa masih
tingginya ketergantungan terhadap energi fosil
di Jawa Tengah merupakan salah satu tantangan
yang harus dijawab melalui terobosan kebijakan.
Dalam hal ini, Pemda Jawa Tengah seharusnya
lebih menekankan kebijakan peralihan penggu-
nan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang tercatat
masih 9,67%, berbanding jauh dengan energi mi-
nyak bumi yang masih sebesar 39,76% dan batu
bara 37,16%.
Pengembangan potensi energi baru terbarukan di
Jawa Tengah seperti energi surya, air, angin, pa-
nas bumi, bioethanol dan biofuel, biomassa dan
biogas yang masih mengalami banyak kendala
yang perlu ditemukan solusinya bersama. Dialog
dan kerjasama multi pihak bisa menjadi langkah
awal agar kebijakan peralihan energi bersih se-
bagaimana dialamatkan SDGs dapat terwujud.
Selain itu, upaya dalam mewujudkan kota dan
permukiman yang inklusif, aman, tangguh dan
berlanjutan (SDGs 11) ternyata tidak ditemukan
dalam strategi/program Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah ke depan. Hal ini sangat disayang-
kan mengingat pembangunan berkelanjutan tidak
akan tercapai tanpa perubahan signifikan dalam
membangun dan mengatur wilayah perkotaan.
Hal yang sama juga ditemukan dalam tujuan pe-
nanganan perubahan iklim (SDGs 13), dan men-
dorong perdamaian, keadilan, dan kelembagaan
yang tangguh (SDGs 16). Padahal, kedua isu ter-
sebut merupakan tantangan global yang sangat
relevan dengan perkembangan kondisi masyara-
kat dan dunia saat ini.
Dari sini, dapat dikatakan bahwa beberapa target
SDGs yang masuk dalam pemetaan isu strategis
RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2018-2023 masih
bersifat normatif, karena tidak diiringi dengan
arah kebijakan yang jelas.
8. 8 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Partisipasi publik sangat krusial dalam perenca-
naan pembangunan karena di tahap inilah kita
bisa melihat apakah posisi masyarakat ditempat-
kan sebagai subjek atau objek semata.
Dalam konteks ini, Pegunungan Kendeng Uta-
ra menjadi perwujudan kasus yang relevan un-
tuk melihat bagaimana kebijakan pembangunan
berkelanjutan di Jawa Tengah ini dilaksanakan
secara partisipatif. Sebab, kawasan yang strate-
gis lingkungan hidup ini telah merepresentasikan
orientasi pengembangan wilayah oleh pemerin-
tah daerah yang terus memicu konflik berkepan-
jangan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara eks-
plisit menyatakan bahwa konsep pembangunan
di wilayahnya ke depan akan lebih menekankan
manusia sebagai fokus pembangunan. Dalam RP-
JMD 2018-2023 dituliskan bahwa “sumber daya
manusia tidak saja dipandang sebagai objek
pembangunan, namun menempatkannya dalam
menentukan arah dan kebijakan pembangunan.”
Kasus perencanaan pembangunan di Pegunung-
an Kendeng Utara dapat menjadi tolak ukur ba-
gaimana nilai itu dijalankan. Pasalnya, apa yang
terjadi di kawasan tersebut adalah representa-
si yang menunjukkan bagaimana kompleksitas
agenda pembangunan berkelanjutan daerah
yang tidak hanya melibatkan entitas Pemerintah
daerah (state) dengan masyarakat adat (soci-
ety), tetapi juga dengan korporasi (private).
Konflik tersebut bermula sejak adanya pabrik
semen yang hendak beroperasi di wilayah Pe-
gunungan Kendeng Utara. Sebagian besar ke-
lompok warga Kendeng saat itu berusaha me-
nentang karena pabrik tersebut dibangun di
atas kawasan Pegunungan Karst yang selama
ini menjadi sumber penghidupan. Mereka menilai
proyek pertambangan itu akan merusak ekosis-
tem kawasan karst.
Sejak saat itu, warga yang tergabung dalam Ja-
ringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK) mulai aktif melakukan beragam aksi
mulai dari bentuk demonstratif seperti protes di
jalan, upaya litigasi melalui gugatan peradilan,
serta advokasi di berbagai level dari kabupaten,
provinsi, hingga puncaknya pada level nasional
yaitu saat bertemu dengan Presiden Joko Wi-
dodo, di Istana Negara. Namun, upaya tersebut
belum menemui titik terang. Pasalnya, hingga
saat ini masih terdapat banyak izin usaha per-
tambangan dan pabrik semen yang beroperasi di
wilayah mereka.
Penyusunan RPJMD Jawa Tengah 2018-2023
oleh karenanya penting dijadikan perhatian da-
lam rangka merumuskan orientasi pembangunan
daerah yang baik dan berkeadilan. Hal ini men-
jadi langkah dalam mengatasi rangkaian konflik
berkaitan dengan masih maraknya Izin Usaha
Pertambangan (IUP) di kawasan tersebut. Seba-
gai instrumen pembangunan, dokumen RPJMD
menjadi strategis karena akan menentukan masa
depan pengembangan wilayahnya.
Tarik ulur wacana penetapan wilayah strategis
kawasan Pegunungan Kendeng Utara selama
penyusunan rencana pembangunan memang
kerap terjadi mengingat potensi daerah tersebut
yang tidak hanya kaya akan sumber daya alam
yang bernilai ekonomi tinggi, namun juga meru-
pakan kawasan bentang alam yang memiliki nilai
strategis bagi mayoritas warga yang berprofesi
sebagai petani. Hal ini dikarenakan Pegunungan
Kendeng memiliki fungsi sebagai kawasan pe-
nyimpan air.
Sayangnya, ruang partisipasi warga selama masa
penyusunan itu tidak terbuka lebar. Musrembang
(Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang
selama ini diterapkan Pemda nyatanya belum
berjalan efektif dan cenderung bersifat forma-
Kendeng dan Telaah tentang Aspek Partisipasi Masyarakat da-
lam Perumusan Rencana Pembangunan Daerah
9. 9 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
litas. Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah,
juga mengakui kenyataan tersebut. Meski telah
memenangkan penghargaan dalam hal perenca-
naan oleh pemerintah pusat, pelaksanaan Mus-
rembang di 35 kabupaten/kota dalam prosesnya
belum berjalan secara ideal.
Atas dasar itu, sejumlah elemen masyarakat si-
pil – termasuk JMPPK – yang tergabung dalam
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang dan
Pembangunan Jawa Tengah telah melakukan
inisiatif dengan menyampaikan sejumlah pokok-
-pokok pikiran dalam proses penyusunan RPJMD
2018-2023. Hal tersebut dilakukan demi menye-
lamatkan masa depan wilayahnya.
Melalui rekomendasinya, Aliansi mendesak pe-
merintah menjalankan prinsip Free Prior and In-
formed Concent (FPIC). Prinsip ini menjamin hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi (infor-
med) sebelum (prior) sebuah program atau pro-
yek pembangunan dilaksanakan dalam wilayah
mereka, dan secara bebas tanpa tekanan (free)
menyatakan setuju atau menolak (consent).
Prinsip FPIC ini selaras dengan target SDGs no-
mor 16 yakni “Perdamaian, Keadilan dan Kelem-
bagaan yang Tangguh, yang salah satu targetnya
ialah menjamin akses publik terhadap informasi
dan melindungi kebebasan mendasar, sesuai de-
ngan peraturan nasional dan kesepakatan inter-
nasional.
Selain FPIC, masukan warga juga didasarkan
pada dokumen hasil Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) yang dikeluarkan oleh Kemen-
terian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kajian ini dilakukan sebagai tindak lanjut perte-
muan warga Kendeng dengan presiden tahun
2016 lalu. Hasil KLHS menjadi penting karena
secara obyektif mengungkap layak atau tidaknya
aktivitas pertambangan di pegunungan Kendeng
Utara.
Hasil dan Catatan atas Rekomendasi KLHS Pegunungan Ken-
deng dalam Dokumen RPJMD Jawa Tengah 2018-2023
KLHS diselenggarakan dengan tujuan untuk
merekomendasikan pemanfaatan dan pengelo-
laan pegunungan Kendeng yang berkelanjutan
dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (pre-
-cautionary principle) dan prinsip pencegahan
(prevention principle) terutama untuk wilayah-
-wilayah tertentu yang menjadi ajang sengketa
dan konflik akses sumber daya alam.
Hal ini merupakan salah satu instrumen untuk
pencegahan penemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UU
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pe-
ngelolaan Lingkungan Hidup.
Dimulai pada pertengahan tahun 2017, KLHS
yang diselenggarakan dalam dua tahap ini meng-
hasilkan sejumlah ulasan dan rekomendasi pen-
ting terkait dengan perencanaan pembangunan
Pemda Jawa Tengah di Pegunungan Kendeng
Utara.
10. 10 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Gambar 1. Rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng
Sumber: diolah dari dokumen KLHS Pegunungan Kendeng KLHK, 2017
Menurut hasil KLHS, Karakter manfaat sumber
daya alam yang terkandung dalam pegunungan
karst di Kendeng memiliki implikasi yang saling
bertolak belakang (mutually exclusive). Artinya,
bila batu gamping dan tanah liat dieksploitasi se-
bagai bahan tambang, maka sumber daya air ba-
wah tanah yang menjadi penopang penting bagi
kehidupan pertanian dan kebutuhan rumah tang-
ga warga sekitar menjadi terancam.
Demikian pula sebaliknya. Bila sumber daya air
bawah tanah dikonservasi maka batu gamping
dan tanah liat tidak dapat dieksploitasi sebagai
bahan tambang. Perbedaan cara pandang dan
kepentingan ini yang memicu timbulnya konflik
berkepanjangan di Pegunungan Kendeng Utara.
KLHS dalam ulasannya menyebut beberapa Ki-
nerja Rencana Program (KRP) yang tercantum
dalam RTR Nasional, RTRW Provinsi Jawa Te-
ngah dan RTRW Kabupaten Rembang telah teri-
dentifikasi sebagai akar penyebab terancamnya
keberlanjutan CAT Watuputih, sehingga perlu di-
lakukan perbaikan.
Perbaikan ini mendesak dilakukan mengingat se-
bagian kawasan di Pegunungan Kendeng Utara
selama ini telah diorientasikan untuk kegiatan
pertambangan. Menurut data Dinas ESDM Pro-
vinsi Jawa Tengah tahun 2017, tercatat setidak-
11. 11 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
nya terdapat 23 IUP yang berada di kawasan Ce-
kungan Air Tanah (CAT) Watuputih.
CAT seperti Watuputih faktanya memiliki peran
yang vital bagi pertanian dan pengelolaan air ta-
nah se-Jawa Tengah. Hingga saat ini tercatat se-
banyak 31 CAT yang terdiri dari 6 CAT dalam wi-
layah satu kabupaten/kota, 6 CAT lintas Provinsi
dan 19 CAT lintas kabupaten/kota (kewenangan
provinsi). Secara berturut-turut, potensi air ta-
nah bebas CAT lintas Provinsi terhitung sebesar
411,15 juta m3/tahun, CAT lintas kabupaten/kota
sebesar 6.575,64 juta m3/tahun dan CAT dalam
kabupaten sebesar 355,20 juta m3/tahun.
Mengingat tantangan besar yang dihadapi pe-
merintah Jawa Tengah saat ini dalam pengelola-
an sumber daya air seiring dengan meningkatnya
kebutuhan air dan kurangnya ketersediaan yang
ada, maka upaya meningkatkan perlindungan
terhadap sumber-sumber air seperti CAT seba-
gaimana rekomendasi KLHS harus dijalankan se-
penuhnya.
Belakangan, DPRD Jawa Tengah telah melaku-
kan revisi terhadap RTRW 2009-2029. Revisi
tersebut dilatarbelakangi salah satunya untuk
memenuhi rekomendasi KLHS. Namun, beberapa
catatan menunjukkan implementasi KLHS ini be-
lum sepenuhnya dijalankan.
Tabel 5. Catatan Implementasi KLHS Pegunungan Kendeng
No Rekomendasi Catatan
1 Merekomendasikan CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai
kawasan lindung sesuai dengan kriteria yang ditetapkan da-
lam RTRWN dan melakukan proses penetapan Kawasan Ben-
teng Alam Karts (KBAK).
CAT Watuputih sudah disebutkan ditetap-
kan dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah
2018-2023 sebagai kawasan lindung. Perlu
ditindaklanjuti dengan melakukan penetap-
an KBAK.
2 Merekomendasikan Revisi KRP, RTRW Kabupaten Rembang,
RTRW Jawa Tengah, dan RTRW Nasional yang mengedepan-
kan asas keterbukaan dan melibatkan peran serta masyarakat
Baru RTRW Jawa Tengah yang sudah dila-
kukan perbaikan.
3 Merekomendasikan dilakukannya perbaikan RTRW Rembang
agar daya dukung lingkungan tidak terlampaui.
Belum dilakukan.
4 Merekomendasikan agar selama proses penetapan status
CAT Watuputih dan sekitarnya sebagai kawasan lindung dan/
atau KBAK, dilarang melakukan kegiatan yang mengganggu
sistem akuifer
Meski CAT Watuputih telah ditetapkan se-
bagai kawasan lindung, namun faktanya
masih terdapat pabrik yang beroperasi
disana. Oleh karenanya, perlu dilakukan
langkah peninjauan dan penindakan kare-
na terdapat aktivitas yang beresiko meng-
ganggu sistem akuifer.
5 Melakukan reorientasi dari KRP yang termuat dalam RTRN,
RTRW Jawa-Bali, RTRW Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
Kabupaten Pegunungan Kendeng (Pati, Rembang, Grobongan,
Blora, Tuban, Bojonegoro).
Baru RTRW Jawa Tengah yang sudah di-
lakukan perbaikan. Selain itu, terdapat ke-
kurangan dimana kawasan Pegunungan
Kendeng Utara masih ditetapkan sebagai
kawasan pertambangan meski berada “di
luar kawasan lindung”. Penetapan ini belum
sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi
KLHS.
6 Melakukan telaah mendalam pada semua RPJMD di tingkat
Kabupaten agar mampu menjadi acuan bagi semua program
SKPD terkait, dalam mencapai target pembangunan yang se-
imbang antara pertumbuhan ekonomi, pengendalian kerusak-
an dan pencemaran lingkungan hidup maupun pencegahan
bertambahnya penduduk miskin.
Belum dilakukan.
12. 12 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
7 Mengintegrasikan hasil KLHS Pegunungan Kendeng tahap I
dan II dalam KRP RTRW
Merupakan ranah dokumen RTRW. Meski-
pun demikian, poin rekomendasi ini belum
sepenuhnya dilakukan dalam dalam doku-
men RTRW terkait.
8 Melakukan tata kelola pemerintahan yang lebih baik yang ber-
muara pada pelaksanaan perizinan yang baik (good gover-
nance)
Masih terdapatnya izin pertambangan
yang beroperasi di kawasan Pegunungan
Kendeng Utara menunjukkan rekomendasi
ini belum dijalankan secara optimal. Peme-
rintah Provinsi Jawa Tengah perlu melaku-
kan peninjauan kembali terhadap izin-izin
pertambangan yang dapat mengganggu/
merusak ekosistem kawasan lindung yang
ada.
9 Melakukan harmonisasi perencanaan pembangunan di tingkat
Provinsi dan Kabupaten dengan memperhatikan Kabupaten
yang menjadi wilayah dampak dari Kabupaten lain.
Belum dilakukan.
10 Instrumen implementasi PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat) dengan tetap menekankan pentingnya keterli-
batan petani hutan sebagai subyek utama, agar benar-benar
mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Sudah dilakukan.
11 Memperhatikan faktor-faktor sosio-kultural (nilai-nilai sosial,
norma, tradisi dan pengetahuan lokal) dalam upaya rehabilitasi
lingkungan Pegunungan Kendeng.
Tidak dilakukan. Belum ada kerjasama yang
dibangun pemerintah bersama warga lokal
sebagai subyek yang memiliki kearifan kul-
tural di lingkungan terkait.
Sumber: diolah dari KLHS tahap I dan II
Penutup
Suara masyarakat adat selaku aktor lokal yang paling dekat hubungannya dengan alam perlu dijadikan
pertimbangan serius. Konsistensi penolakan Sedulur Sikep terhadap praktik pertambangan selama ini
merupakan pesan nyata bagaimana pembangungan berkelanjutan di Kendeng mestinya dilaksanakan.
Dalam perjuangannya, masyarakat Kendeng selalu mempertimbangankan keberlanjutan ekologi untuk
generasi mendatang dimana prinisp ini selaras dengan tujuan SDGs.
Sebagai bagian dari tradisi dan budaya Jawa Tengah, Sedulur Sikep telah mengajarkan bagaimana cara
manusia berinteraksi dengan alam. Dalam lantunan lagu yang sering dinyanyikan: “Ibu bumi wis maringi,
ibu bumi dilarani, ibu bumi kang ngadili,” yang artinya "Ibu bumi sudah memberi, ibu bumi disakiti, ibu
bumi akan mengadili.” sesungguhnya mengingatkan kita agar selalu menjaga kelestarian alam demi
keselamatan semua, sebab jika tidak, akan ada konsekuensi buruk yang diterima.
13. 13 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Rekomendasi
1. Penetapan strategi dan rencana program dalam RPJMD yang mengarah pada akar masalah
demi tercapainya tujuan SDGs
Dimasukannya tujuan SDGs sebagai isu strategis dalam RPJMD Jawa Tengah harus tercermin ke
dalam strategi dan rencana program yang lebih jelas dan terukur, serta mampu menjangkau hulu
masalah.
2. Peningkatan ruang partisipasi warga dalam setiap proses perencanaan pembangunan daerah
Dalam rangka meningkatkan praktik good governance dan prinsip no one left behind, pemerintah
harus menjamin proses yang partisipatif dan transparan dalam setiap perencanaan dan pelaksana-
an kebijakan kepada seluruh warga. Misalnya melalui ruang-ruang dialog langsung dengan kelom-
pok rentan khususnya warga terdampak.
3. Menginstruksikan kepada seluruh jajaran pemerintah daerah untuk melaksanakan agenda pem-
bangunan dengan berpegang pada prinsip FPIC
Kasus berkepanjangan yang terjadi berkaitan dengan dibangunnya pabrik semen di kawasan Pe-
gunungan Kendeng Utara menunjukkan bahwa tidak dijalankannya prinsip FPIC memiliki konseku-
ensi serius. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus kembali memastikan kepada
seluruh jajaran untuk melaksanakan agenda pembangunan dengan berpegang teguh pada prinsip
FPIC sesuai dengan mandat SDGs.
4. Implementasi rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng secara menyeluruh
Faktanya, baru sedikit rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng yang telah dilaksanakan Peme-
rintah Provinsi Jawa Tengah. Oleh karenanya, diperlukan percepatan konsolidasi jajaran Pemda
bekerjasama dengan pemangku lain di seluruh tingkatan baik kabupaten maupun nasional demi
terciptanya kepastian hukum dan mencegah terjadinya konflik baru.
5. Pencabutan izin pertambangan yang tidak layak beroperasi di kawasan pegununga
karst dan CAT
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah harus bertindak tegas atas masih terdapatnya aktivitas pertam-
bangan di kawasan terlindungi. Karena hal ini secara langsung akan menunjukkan seberapa besar
komitmen pemerintah dalam membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di se-
mua tingkatan sebagaimana tujuan SDGs. Jika hal ini tidak dilakukan, maka kawasan lindung CAT
sebagai penyimpan air akan terancam dan membawa konsekuensi buruk bagi sumber air warga
dan pertanian.
14. 14 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Referensi
RPJMD Jawa Tengah 2013-2018
Rancangan RPJMD Teknokratis
Rancangan Akhir RPJMD Jawa Tengah 2018-2023
Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan ke IV
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan
Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berke-
lanjutan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017-2018
PP 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah
KLHS Tahap I Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
KLHS Tahap II Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Usulan Masyarakat Sipil untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Tengah 2018-2023, Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang dan Pembangunan Jawa Tengah,
2009
http://sdgsindonesia.or.id
https://jateng.bps.go.id/pressrelease/2019/07/15/1140/maret-2019--persentase-penduduk-miskin-
-sebesar-10-80-persen--turun-dibanding-september-2018-yang-sebesar-11-19-persen.html
http://wartalegislatif.dprd.jatengprov.go.id/post/musrenbang-jangan-hanya-formalitas-belaka
https://regional.kompas.com/read/2016/03/01/11350531/Ganjar.Akui.Pembangunan.di.Jawa.Tengah.
Belum.Terencana.dengan.Baik
https://nasional.kompas.com/read/2017/03/14/19001801/syair.ibu.bumi.di.kotak.semen.kaki.para.pe-
tani.kendeng.?page=all
https://pwypindonesia.org/id/aliansi-masyarakat-sipil-untuk-tata-ruang-dan-pembangunan-jawa-
-tengah-apa-kabar-tata-ruang-dan-rencana-pembangunan-jawa-tengah/
https://pwypindonesia.org/id/aliansi-masyarakat-sipil-untuk-tata-ruang-dan-pembangunan-jawa-
-tengah-rpjmd-provinsi-jawa-tengah-harus-inklusif-adil-dan-berkelanjutan/
16. 16 | Catatan Kebijakan www.pwypindonesia.org
Publish What You Pay (PWYP) merupakan lembaga koalisi nasional yang concern pada trans-
paransi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan dan sumber daya alam.
Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 de-
ngan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Pub-
lish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akuntabilitas
di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan operasi per-
tambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari
industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent).
Website: www.pwypindonesia.org
Email: sekretariat@pwypindonesia.org
Facebook: Publish What You Pay Indonesia
Twitter: @PWYP_INDONESIA