1. Lecturer
Task
: Diah Oktavia s.pd
: B.Inggris
“ BLEEDING IN PREGNANCY YOUNG ”
TRANSLATE
Name
Tingkat
:
RAHMAWATI TONA
RENI KUMALA SARI
ZAMSARI
: 1B
AKADEMI KEBIDANAN
YAYASAN KESEHATAN NASIONAL BAU-BAU
KELAS KERJASAMA KABUPATEN MUNA
2012
2. PENDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadi
perdarahan . Perdarahan dapat terjadi pada setiap kehamilan . Pada
kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus , misscarriage ,
early pregnancy loss . Pendarahan yang terjadi pada umur kehamilan
yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum .
Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai
dengan pertimbangan masing-masing , tetapi setiap kali kita melihat
terjadinya pendarahan ini yang menyebabkan kegagalan kelangsungan
kehamilan itu sendiri .
Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang ditandai dengan
perdarahan pada kehamilan muda .
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan . Sebagai batasan ialah kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram .
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan ,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan
disebut abortus provokatus . Abortus provokatus ini dibagi dalam dua
kelompok yaitu abortus provokatus medisinialis dan abortus provokatus
kriminalis . Disebut medisinialis bila didasarkan pada pertimbangan dokter
untuk menyelamatkan ibu . Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal
tiga dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan , spesialis
penyakit dalam , dan spesialis jiwa . Bila perlu dapat ditambahkan
pertimbangan oleh tokoh agama terkait . Setelah dilakukan terminasi
kehamilan , harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena
trauma psikis di kemudian hari .
3. Rata – rata terjadi 114 kasus abortus per jam . Sebagian besar
studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 – 20 % dari semua
kehamilan . Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa
mendekati 50% . Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy
loss yang tidak diketahui pada 2 – 4 minggu setelah konsepsi . sebagian
besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet ( misalnya
sperma dan disfungsi oosit ) . Pada 1988 Wilcox dan kawan – kawan
melakukan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus
haid total . Didapatkan total 198 kehamilan , dimana 43 ( 22 % )
mengalami abortus selama saat haid berikutnya .
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang kali secara
berturut – turut . Kejadian sekitar 3 – 5 % . Data dari beberapa studi
menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan , pasangan punya
resiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi , sedangkan bila perna 2 kali
, resikonya akan meningkat 25 % . Beberapa studi meramalkan bahwa
resiko abortus setelah tiga abortus berurutan adalah 30 – 45 % .
Etiologi
Penyebab abortus ( early pregnancy loss ) bervariasi dan sering
diperdepatkan . Umumnya lebih dari satu penyebab . Penyebab terbanyak
di antaranya adalah sebagai berikut :
Factor genetic . Translokasi parental keseimbangan genetik .
-
Mendelian
-
Multifactor
-
Robertsonian
-
resiprokal
Kelainan congenital uterus
-
Anomalia duktus Mulleri
-
Septum uterus
-
Uterus bikornis
-
Inkompetensi serviks uterus
4. -
Mioma uteri
-
Sindroma Asherman
Autoimun
-
Aloimun
-
Mediasi imunitas humoral
-
Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
-
Factor endokrin ekternal
-
Antibodi antitiroid hormone
-
Sintesis LH yang tinggi
Infeksi
Hematologik
lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran
tentang penyebabnya . sebagai contoh , antiphospholipidai contoh ,
antiphospholipid syndrome ( APS ) dan inkompetensi serviks sering terjadi
setelah trimester pertama .
Penyebab genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip
embrio . Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik . Bagaimanapun , gambaran ini belum
termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (
misalnya kelainan mendelian ) atau mutasi pada beberapa lokus (
misalnya gangguan plogenik atau multifaktor ) yang tidak terdeteksi
dengan pemeriksaan koriotip .
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetic
amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia lanjut , yaitu di atas 35
tahun . Resiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80 , pada usia di atas 35
tahun karena angka kejadian kelainan kromosom / trisomi akan
meningkat setelah usia 35 tahun .
5. Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga . Kelainan
struktural terjadi pada sekitar 3 % kelainan sitogenetik pada abortus . Ini
menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari
ibunya . Kelainan struktur pada pria bisa berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma , infertilitas , dan bisa mengurangi peluang kehamilan
dan terjadinya keguguran .
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari dua
kromosom yang abnormal , dimana bila kelainannya hanya pada salah
satu orang tua , faktor tersebut tidak diturunkan . Studi yang perna
dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada
kejadian abortus , maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus .
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi
obstetrik , seperti abortus berulang , prematuritas , serta malpresentasi
janin . Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600
perempuan . Pada perempuan dengan riwayat abortus , di temukan
anomaly uterus pada 27 % pasien .
Studi oleh Acien ( 1996 ) TERHADAP 170 pasien hamil dengan
malformasi uterus , mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan
sampai melahirkan cukup bulan , sedangkan 36,5 % mengalami
persalinan abnormal ( premature dan sungsang ) . Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus ( 40 – 80
% ) , kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis ( 10 – 30
% ) . Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus
berulang . Resiko kejadian antara 10 – 30 % pada perempuan usia
reproduksi . Sebagian besar miomi tidak memberikan gejala , hanya
berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri yang akan
menimbulkan gangguan .
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat
implantasi serta pasoka darah pada permukaan endometrium . Resiko
6. abortus antara 25 – 80 % , bergantung pada berat ringannya gangguan .
Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (
HSG ) dan ultrasonografi .
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus dan penyakit
autoimun . Misalnya , pada systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan
antiphosbolipid Antibodies (aPA) . aPa merupakan antibody spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE . Kejadian abortus spontan di
antara pasien SLE sekitar 10% , dibandingkan dengan populasi umum .
Bila digabungkan dengan peluang terjadinya pengakhiran trimester 2 dan
3 , maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan
terhentinya kehamilan . Sebagian besar kematian janin dihubungkan
dengan adanya aPa . aPA merupakan yang akan berikatan dengan sisi
negative dan fosfolipik . Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui
mempunyai arti klinis yang penting . Beberapa keadaan lain yang
berhubungan dengan APS yaitu thrombosis arteri-vena , trombositopeni
autoimun , anemia hemolitik , korea dan hipertensi pulmonum .
The international Consensus Workshop pada 1998 mengajukan
klasifikasi criteria untuk APS , yaitu meliputi :
Trombosis vascular
-
Satu atau lebih atau lebih episode thrombosis arteri , venosa
atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler ,
pencitraan , atau histopatologi
-
Pada histopatologi , thrombosis nya tanpa disertai gambran
inflamasi .
Komplikasi kehamilan
-
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas ,
tanpa kelainan anatomic , genetik , atau hormonal
-
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi
secara sonografi normal
7. -
Satu atau lebih persalinan premature dengan gambaran janin
normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau
insufisiensi plasenta yang berat .
Kriteria Laboratorium
Antibodi fosfolipid / antikoagulan
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan ,
aspirin dosis rendah , prednisone , immunoglobulin atau kombinasi
semuanya . Yang perlu diperhatikan ialah pada penggunaan
heparin jangka panjang , perlu pengawasan terhadap resiko
kehilangan massa tulang , perdarahan , serta trombositopeni .
Penyebab infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga
sejak 1917 , ketika Deforesr dan kawan – kawan melakukan pengamatan
kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar
brucellosis . Beberapa jenis organisme diduga berdampak pada kejadian
abortus antara lain :
Bacteria
Virus
Parasit
Spirokaeta
Factor lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat ,
bahan kimia , atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus ,
misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau . Sigaret
rokok diketahui mengandung ratusan unsure tosksik , antara lain nikotin
yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta . Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin .
8. Faktor hormonal
Ovulasi , implantasi , serta kehamilan dini bergantung pada
koordinasi yang baik sistem pengaturan hormone maternal . Oleh karena
itu , perlu perhatian langsung terhadap system hormone secara
keseluruhan , fase luteal , dan gambaran hormone setelah konsepsi
terutama kadar progesterone .
Faktor hematologic
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentari
dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta . Berbagai
komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada
implantasi embrio , invasi trofoblas , plasentasi . Pada kehamilan terjadi
keadaan hiperkoagulasi dikarenakan :
Peningkatan kadar factor prokoagulan
Penurunan faktor antikoagulan
Penurunan aktivitas fibrinolitik